Anda di halaman 1dari 3

NAMA : DWI RAHMAWATI

NIM : 18308144010

KELAS : BIOLOGI F 2018

Pengembangan Salep Daun Waru (Hibiscus tiliaceus)


Untuk Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus

Latar Belakang
Infeksi merupakan keadaan dimana mikroorganisme seperti bakteri masuk ke dalam
tubuh seperti permukaan kulit dan bersifat membahayakan. Salah satu infeksi yang sering
terjadi pada luka seseorang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Biasanya
ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah (Ansari et.al., 2016). Hal itu
dikarenakan adanya invasi dan multiplikasi mikroorganisme pathogen di jaringan sehingga
mengakibatkan luka pada jaringan dan berlanjut menjadi penyakit, melalui berbagai
mekanisme seluler dan umumnya disebabkan oleh salah satu kuman piogenik (Singh et al.,
2013). Infeksi piogenik menyebabkan beberapa penyakit umum diantaranya impetigo,
osteomyelitis, sepsis, artritis septik, spondylodiscitis, otitis media, sistitis dan meningitis
(Miller and John, 2011).
Biasanya seseorang secara spontan menanganinya dengan obat kimia. Namun saat ini
mereka mulai beralih mencari pengobatan tradisional karena bahaya penggunaan obat kimia
apabila digunakan secara terus menerus. Dengan adanya kesadaran dari masyarakat tentang
dampak negatif obat dari berbagai bahan kimia, mereka mulai kembali ke pengobatan dengan
menggunakan obat tradisional yang tidak merugikan bagi tubuh (Paju, 2013). Perlu diketahui
bahwa dalam penyembuhan luka terdapat beberapa fase yaitu respons inflamasifase,
proliferative, dan fase pemodelan ulang (Morton, 2016).
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Perry, 2005). Keadaan
ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan dll (De Jong, 2004).
Proses penyembuhan luka bersifat dinamis dengan tujuan akhir pemulihan fungsi dan
integritas jaringan. Dengan memahami biologi penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka
merupakan hasil akumulasi dari proses-proses yang meliputi koagulasi, sintesis matriks dan
substansi dasar, angiogenesis, fibroplasias, epitelisasi, kontraksi, dan remodeling. Tetapi
secara garis besar proses kompleks ini dibagi menjadi tiga fase penyembuhan lukayaitu fase
inflamasi, fase proloferasi, dan fase maturasi (Cohen, 2001).
Penyebab infeksi luka pada seseorang dapat terjadi karena adanya bakteri
Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureusmerupakan bakteri Gram positif dan
berbentuk kokus, bersifat non-motil, nonspora, anaerob fakultatif, katalase positif dan
oksidase negatif. Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5-46º C dan pada pH 4,2-9,3
(Todar, 1998; Nurwantoro, 2001; Paryati, 2002). Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan
diameter mencapai 4 mm. Koloni pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus, menonjol
dan berkilau. Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning
emas tua. Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dan berbentukkokus
(Todar, 2002).
Salah satu fase penting dalam penyembuhan luka adalah inflamasi. Inflamasi merupakan
respon terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai rangsangan yang merugikan, baik kimia
maupun mekanis (Sa’roni dan Dzulkarnain, 1989), infeksi (Kee dan Hayes, 1993), dan virus
(Cleveland Clinic, 2003; Kee dan Hayes, 1993). Pada proses inflamasi terjadi reaksi vaskular
dan mediator kimia terkumpul pada tempat yang cedera untuk memperbaiki jaringan rusak
(Corwin, 2008; Wilmana, 2007).
Proses penyembuhan luka-luka dapat dipercepat dengan senyawa memiliki sifat
antiinflamasi. Senyawa anti-inflamasi ini diantaranya terkandung pada daun waru. Daun
waru mempunyai senyawa metabolit sekunder saponin, flavonoid dan lima senyawa fenol
yang termasuk dalam senyawa antiinflamasi. Nenek moyang kita telah menggunakan
tanaman waru sebagai 5 obat-obatan tradisional untuk menjaga kesehatan. Ada beberapa
penyakit yang bisa disembuhkan oleh daun waru, dan diantaranya adalah penyakit batuk serta
demam. Sementara itu, kayu Waru banyak dimanfaatkan untuk pembuatan ukiran sebagai
cindera mata (S.Hut and Hendrati, 2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu alternatif solusi yaitu dengan membuat
salep daun waru dalam mencegah terjadinya luka bernanah. Salep merupakan sediaan
semipadat yang mudah dioeleskan yangdi dalamnya terkandung berbagai zat kimia dan
berbagai obat, yangumumnya digunakan secara topikal pada bagian kulit yang
mengalamigangguan, seperti luka, pegal-pegal, maupun gatal-gatal (Anief, 2005).

Namun untuk mengetahui efektivitasnya maka perlu dilakukan pengujian aktivitas salep
daun waru dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

Anda mungkin juga menyukai