Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah sesuai dengan waktu yang di tetapkan. Keberhasilan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral
maupun material. Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Sujarwo, M.Pd. selaku Dekan FIP UNY yang telah memberikan kesempatan
kepada saya dalam hal penulisan makalah ini.
2. Bapak Dr. Pujiriyanto, M.Pd. sebagai ketua jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan yang telah memberikan kelancaran pelayanan dalam urusan akademik.
3. Ibu Prof. Dr. C. Asri Budiningsih dan Novi Trilisiana, S.Pd.,M.Pd. selaku dosen mata
kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran yang telah membimbing dan memberikan arahan
kepada saya.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan,
oleh karena itu kritik yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama
bagi pembelajaran Teori Belajar dan Pembelajaran.

Yogyakarta, 22 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................2
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Masalah belajar anak usia dini...............................................................................................3
2.2 Teori Humanistik...................................................................................................................5
2.3 Solusi.....................................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................9
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 14 menyatakan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Belajar menurut Bell-Gredler adalah proses yang
dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, dan , attitudes.
Kemampuan tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai
masa tua.
Pendidikan anak usia dini merupakan masa yang tepat sebagai dasar bagi kemampuan
fisik, kognitif, social, konsep diri, emosional, moral, seni, dan nilai-nilai agama, sehingga upaya
pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar pertumbuhan anak tercapai
secara optimal. Manusia secara alami memiliki kemauan dan kemampuan untuk belajar yang
luar biasa.
Konsentrasi merupakan pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampingkan
semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Factor yang menyebabkan terjadinya keulitan dalam
konsentrasi dibagi menjadi 3 yaitu, factor internal, factor eksternal, dan factor psikologi.
Rentang perhatian adalah lamanya waktu yang dapat dipertahankan seoranng anak untuk
memusatkan perhatian pada sesuatu. Keterlambatan perkembangan saraf, lingkungan , dan psikis
merupakan factor yang dapat mempengaruhi rentang perhatian anak. Rata-rata rentang perhatian
anak usia 4-5 tahun berkisar hingga 12-14 menit.
Kegiatan belajar pada setiap anak harus berlandaskan pada teori-teori belajar agar
memperoleh tujuan dalam kegiatan belajar. Teori belajar menjelaskan bagaimna individu dapat
belajar dengan memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap dari suatu proses
pembelajaran. Teori-teori belajar dapat digunakan sebagai landasan untuk menciptakan sesuatu
proses atau kegiatan dalam pembelajaran.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.Apa masalah belajar bagi anak usia dini ?


2.Teori apa yang dapat menangani konsentrasi yang minim bagi AUD?
3.Bagaimana solusinya?

1.3 TUJUAN

1.Mengatahui masalah belajar anak usia dinia


2. Mengetahui teori yang dapat menyelesaikan minimnya konsentrasi pada anak usia dini
3. Mengetahui solusi dari masalah belajar tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Masalah belajar anak usia dini

Sejak awal masa kanak-kanak, anak sudah diberi kemampuan untuk mempelajari
berbagai tingkah laku wujud dari perkembangan dan kematangan dalam individu anak. Belajar
adalah proses dasar perkembangan hidup manusia, dengan belajar manusia dapat mengalami
perubahan-perubahan yang ada pada dirinya. Menurut Skinner (dalam Mudjiono dan Dimyati,
2006) belajar didefinisikan sebagai perilaku, yang mana pada saat orang belajar, maka responnya
menjadi lebih baik, begitu juga sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Nah,
dari pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah proses dasar
dari perkembangan hidup manusia dan bukan suatu hasil, karena belajar berlangsung secara aktif
dan terdapat dorongan untuk mencapai tujuan. Semua prestasi dan aktivitas hidup manusia tidak
lain adalah hasil dari belajar.
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah belajar adalah sesuatu yang tidak disukai
adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri atau orang lain. Menurut KBBI masalah adalah
sesuatu yang diselesaikan (dipecahkan). Dari definisi masalah dan belajar di atas, dapat diartikan
sebagai berikut. Masalah belajar adalah suatu keadaan tertentu yang dialami oleh siswa dan
menghambat kelancaran proses perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Masalah-
masalah belajar tetap akan dijumpai. Hal ini bertanda bahwa belajar merupakan kegiatan
dinamis, sehingga perlu secara terus menerus mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada
siswa. Masalah belajar tidak hanya dialami oleh murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi
juga dapat menimpa murid-murid yang cerdas atau pandai. Hubungannya dengan belajar
mengajar, siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar mengaajar
berlangsung.
Beberapa indicator dan jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami anak adalah sebagai
berikut.
1. Hiper aktif
2. Memiliki tingkat IQ yang masih rendah
3. Konsentrasi yang minim
4. Sangat lambat dalam belajar
5. Mengalami kesulitan yang signifikan dalam bidang yang berkaitan dengan sekolah
(terutama membaca dan berhitung)
Konsentrasi yang minim bagi anak usia dini adalah sebuah hal yang wajar, karena lama
waktu konsentrasi sama dengan usia dijadikan menit. Terkadang banyak sekali guru atau orang
tua yang dengan mudah mengatakan bahwa anaknya mengalami sulit berkonsentrasi. Dalam
permasalahan tersebut orang tua atau guru harus tau apa itu konsentrasi dan berapa lama waktu
konsentrasi yang wajar dan normal.
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan hal
lain yang tidak berhubungan (Emon, 2009). Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa
konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek. Misalnya konsentrasi perhatian,
pikiran, dan sebagainya. Dalam belajar diperlukan konsentrasi yang terpusat pada suatu
pelajaran. Maka konsentrasi merupakan salah satu pendukung siswa untuk mencapai prestasi
yang diinginkan. Apabila konsentrasinya berkurang maka dalam mengikuti pelajaran dapat
terganggu. Rentang perhatian pada anak pra-sekolah terdapay beberapa factor, misalnya factor
lingkungan yang ramai, kurang menariknya perhatian dll. Anak-anak sangat membutuhkan
kemampuan yang aktif untuk diberi materi dan penyampai materi harus menyesuaikan dengan
perkembangan motoriknya.
Kemampuan konsentrasi merupakan suatu keterampilan yang pada hakikatnya dapat
dilatih dan ditingkatkan. Konsentrasi sangat mudah dibentuk melalui latihan. Anak usia dini
sangat membutuhkan perhatian yang khusus untuk melatih konsentrasi tersebut. Guru berperan
aktif dalam hal ini, karena pada dasarnya anak usia dini masih belum bisa hidup mandiri.
Rentang usia 3-6 tahun, anak lebih memusatkan konsentrasinya dalam bermain daripada belajar.
Karena anak belum melakuakan operasi. Di usia ini anak mengalami egosentrisme yang mana
anak belum mampu membedakan antara perspektif dirinya sendiri dengan prespektif orang lain
dan animisme yang berarti bahwa benda-benda mati memiliki kualitas yang seolah-olah hidup
dan mampu beraksi, anak menganggap bahwa benda mati disekitarnya dapat berinteraksi
dengannya. Itu sebabnya anak usia dini masih memiliki konsentrasi yang minim.
Factor yang menyembabkan minimnya konsentrasi dalam anak usia dini ialah :
- Anak tidak cukup tidur
- Sibuk dengan gamenya sendiri
- Kondisi metabolismenya menurun
- Pembelajaran yang membosankan
Dalam beberapa factor tersebut, factor yang paling sering terjadi dalam realita yaitu
pembelajaran yang membosankan. Pelajaran yang membosankan dapat membuat konsentrasi
anak dapat beralih. Ketika anak bosen dengan pembelajaran yang diberikan oleh guru, anak pasti
langsung berpaling dari pembelajaran itu. Anak lebih memilih bermain daripada belajar. Maka
dari itu, guru harus bisa membuat pembelajaran semenarik mungkin dengan menggunakan
metode belajar apapun yang menggunakan teori humanistic.

2.2 Teori Humanistik

Dalam konsentrasi yang minim, tentunnya ada sesuatu yang bisa membuat konsentrasi
anak tetap baik, yaitu dengan bantuan pendidik yang harus bisa membuat anak tersebut enjoy
dengan belajarnya. Dalam hal ini, pendidik harus mempuanyai sifat humanistic terhadap
pembelajaran.
Dalam ilmu psikologi, teori humanistic dipandang sebagai alternative kekuatan ketiga
dari kedua kekuatan teori yang sepanjang sejarah selalu menjadi teori yang dominan yaitu
psikoanalisis dan behavioristik. Teori ini dinamakan humanistic karena memfokuskan diri secara
khusus pada tingkah laku manusia. Pengertian humanistic yang beragam membuat batasan-
batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Teori
humanistic adalah teori yang memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, teori humanistic bersifat
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi. Humanistic
lebih melihat pada sisi perkembangan manusia daripada berfokus pada “ketidak normalan” atau
“sakit”. Teori ini juga mengedepankan pentingnya emosi dalam pendidikan. Frediuan
menganggap emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistic
menganggap keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa disimpulkan bahwa emosi adalah sifat
yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistic. Dalam pelaksanaannya,
teori ini tampak juga dalam pendekatan yang dikemukakan oleh Ausubel tentang belajar
bermakna atau “Meaning Learning” yang tergolong dalam aliran kognitif ini, mengartikan
bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Teori humanistic berpendapat bahwa sebenarnya,
teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu
dengan mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara
optimal. Hal ini menjadikan teori humanistic bersifat elektif. Tidak dapat disangkal lagi bahwa
setiap pendirian atau pendektan belajar tertentu, aka nada kebaikan dan ada pula kelemahannya.
Dalam arti ini elektivisme bukanlah suatu system dengan membiarkan unsure-unsur tersebut
dalam keadaan sebagimana adanya atau aslinya. Teori ini akan memanfaatkan teori apapun asal
tujuannya memanusiakan manusia.
Manusia adalah makhluk yang complex. Dalam menyusun teori, banyak para ahli yang
hanya terpukau pada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Dengan adanya
pertimbangan-pertimbangan tersebut, para ahli melakukan penelitiannya dengan sudut
pandangnya masing-masing. Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar sesuai dengan
pandangan masing-masing. Dari keterangan atau pandangan yang berbeda-beda itu hanyalah
keterangan mengenai hal yang satu dan sama dipandang dari sudut yang berlainan. Dengan
demikian teori humanistic dengan pandangan yang elekttif yaitu dengan cara memanfaatkan atau
merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan memanusiakan manusia bukan saja mungkin
dilakuakan, tetapi justru harus dilakukan.
Menurut aliran humanistic, dalam mendidik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan
yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhannya.
Beberapa psikologi humanstik melihat manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang
dan tentunya ingin menjadi lebih baik lagi. Dari hal ini, sekolah harus berhati-hati dan bisa
merangkul siswa untuk belajar dan tidak memaksakan siswa untuk belajar sesuatu sebelum
mereka siap. Jadi salah apabila guru memaksa anak untuk belajar, tapi anak tersebut belum siap
secara fisiologis dan juga keinginanya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang
mampu membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mereka inginkan, bukan
sebagai konselor seperti dalam pengelola perilaku seperti pada teori behaviorisme.
Teori humanistic terdapat tokoh-tokoh didalamnya salah satunya yaitu Carl Rogers. Teori
humanistic menurut Carl Rogesrs mempunyai sifat yang humanis dan menolak pesimisme, serta
menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Asumsi dasar teori
Rogers yaitu
- Kecenderungan formatif : segala hal di dunia ini tersusun dari hal-hal yang lebih kecil
- Kecenderungan aktualisai : kecenderungan makhluk hidup untuk menuju ke
kesempurnaan. Tiap individu memiliki kekuatan yang beragam dalam menyelesaikan
masalahnya.
Aplikasi teori humanistic Carl Rogers dalam pendidikan yaitu dibutuhkannya 3 sikap
fasilitator belajar yaitu :
- Realitas di dalam fasilitator belajar
Fasilitator menjadi dirinya sendiri sehingga ia bisa kedalam hubungan dengan pelajar
tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
- Penerimaan,penghargaan, dan kepercayaan
Menghargai perasaan dan pendapat anak. Dengan hal itu, akan muncul kepercayaan akan
satu dengan lainnya.
- Pengertian yang empati
Guru harus memiliki kesadaran yang peka bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak
menilai atau mengevaluasi. Guru harus mengajarkan experiental learning yaitu
keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya
efek yang membekas pada siswa.
Dalam teori humanistic, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

2.3 Solusi

Anak usia dini adalah masa dimana anak mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat dan hebat (golden age). Pada usia ini, daya konsetrasi anak hanya
beberapa menit saja, mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal yang baru.
Sehingga guru dituntut untuk berinovasi dan berkreasi memberikan hal-hal baru agar anak tidak
merasa jenuh ketika belajar serta anak dapat tertarik pada kegiatan belajar yang guru sediakan.
Anak dapat memiliki memori yang lebih yaitu dengan berkonsentrasi. Memori adalah
salah satu modal untuk menyelesaikan masalah. Memori yang selalu dikembangan akan
membantu anak untuk mengatasi masalah-masalah dalm hidupnya. Konsentrasi anak dapat
dipengaruhi oleh minatnya terhadap suatu aktivitas. Kalau aktivitas itu menarik dan
menyenangkan baginya, konsentrasinya bisa lama. Upaya untuk meningkatkan konsentrasi anak
yaitu :
- Aspek visual : Ketika matanya focus pada sebuah obyek. Contoh : permainan tangkap
bola, dalam permainan tersebut anak akan focus terhadap bola itu saja.
- Aspek pendengaran
- Aspek motorik kasar dan halus : Sebuah studi menunjukkan, 15 menit berolahraga akan
meningkatkan kemampuan konsentrasi saat menerima pelajaran. Contoh : Berjalan cepat,
menangkap, melompat, atau melempar.
Nah, dari upaya-upaya tersebut, tugas guru ialah bagaimana cara agar anak dapat belajar
dengan berkonsentrasi. Dalam usia dini, anak memang lebih suka untuk bermain dari pada
belajar. Akan tetapi, jika anak dibebaskan bermain terus-menerus tanpa ada pembelajaran,
pemikiran anak tidak akan berkembang. Dalam hal ini, guru dapat memberikan pembelajaran
semenarik mungkin dengan menggunakan teori humanistic yang mana, guru akan selalu
memberikan ketelatenan terhadap anak didiknya. Seperti teori humanistic menurut Carl Rogers
yang menjelaskan tentang pengamplikasian teori oleh guru yaitu memberi pengertian yang
empati dalam artian, guru harus memberi empati akan reaksi murid dari dalam. Kebanyakan,
anak usia dini sulit untuk diarahkan karena mereka masih belum paham. Dengan ketelatenan
guru, pelan-pelan anak akan paham. Guru yang baik menurut humanistic ialah guru yang
memiliki rasa humor, menarik perhatian sehingga anak dapat focus terhadap guru, demokratis,
dan mampu berhubungan dengan anak dengan wajar dan mudah.

3.1 Kesimpulan

Minimnya konsentrasi anak usia dini dapat diatasi dengan guru yang selalu member
empati terhadap anak dan selalu bisa membuat anak tertarik terhadap pembelajarannya.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistic cocok diterapkan dalam permasalahan ini. Karena
dalam humanistic guru adalah sebagai fasilitator bagi anak. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada anak dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan. Tujuan pembelajaran
lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih,C. Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta


Andriyani, Dewi. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Banten: Universitas Terbuka
Gredler, Margaret E. 2011. Learning and Instruction. Jakarta: Kencana
Sher, Barbara. 2010. Kiat Melatih Konsentrasi Pikiran Anak. Indeks
Rogers, Carl. 1969. Freedom to Learn.Merrill: University og Michigan
Busthan, Abdy. Teori Humanistik. Kupang: Desna Life Ministry
Subini, Nini. 2011. Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak. Javanica
Suryana, Dadan. 2018. Simulasi dan Perkembangan Anak. Kencana Prenada Media Group
Yus, Anita. 2015. Model Pendidikan Anak Usia Dini. Prenada Media

Anda mungkin juga menyukai