Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“HERNIA”

Disusun Oleh:

YuniIhtiari
1.16.121

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2019
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004).

Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian organ melalui stuktur
yang secara normal berisi bagian ini. Hernia paling sering terjadi pada rongga
abdomen sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau
didapat (Ester, 2004).

Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang
normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Long, 2002).

B. Etiologi
1. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun
wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang
sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya
testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh
melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang
menyebabkan peningkatan  tekanan dalam rongga perut .
2. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah
selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi.
Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan
karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi 
buruh yang sebagian besar pekerjaannya  mengandalkan kekuatan otot
mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga
menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut
3. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi
tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau
pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi
kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih
pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang
lemah.
4. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
5. Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,
termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.
Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan
organ melalui dinding organ yang lemah.
6. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan
lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya
hernia.
7. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan
terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang
berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada
otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus
terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
8. Kelahiran premature
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada
bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna,
sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus
melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia,
besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).
C. Klasifikasi Hernia
a. Hernia hiatal
Kondisi di mana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun, melewati diafragma
melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke dada
(toraks).
b. Hernia epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah perut.
Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi
usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut
ketika pertama kali ditemukan.
c. Hernia umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan bukaan
pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak menutup
sepenuhnya.
d. Hernia inguinalis
Merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di
selangkangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
e. Hernia femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
f. Hernia insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak
menutup sepenuhnya.

D. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut
akan menarik peritonium kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritonium yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonel.
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua factor utama, yang pertama adalah faktor
kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan
Pada bayi yang sudah lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi.
Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup, karena testis
kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila
kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan
normal. Kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila proses
terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akantimbul hernia inguinalis
lateralis kongenital.
Faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis,
pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia. Riwayat pembedahan
abdomen, kegemukan, meruapakan factor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia. Masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup
parah maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum.Hernia ada yang dapat kembali
secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan
ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Peningkatan isi abdomen, memasuki kantung hernia. Jika terjadi penekanan
terhadap cincin hernia maka isi hernia kantong hernia tidak dapat kembali ke
posisi awal dan terjepit sehingga menimbulkan nyeri dan kerusakan organ
sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu
gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang
akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik
dan terjadi kerusakan jaringan, penumpukan jaringan menjadi mati sehingga
timbul respon inflamasi hingga timbul masalah risiko infeksi. Kalau kantong
hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi, kembung, mual-muntah, intake menurun, sehingga
klien berisiko mengalami penurunan beratbadan dan akhirnya timbul masalah
ketidakseimbangan nutrisi. Apa bila tidak dilakukan pembedahan maka isi perut
akan lepas didalam rongga dan terdapat nekrosis sampai ganggren karena
peredaran darah terganggu.(Grace, 2007).

F. Manifestasi klinik
1. Berupa benjolan
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi
kandung kencing

G. Penatalaksanaan medis
1. Secara konservatif (non operatif)
a. Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
b. Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
2. Secara operatif
a. Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering
dilakukan pada anak – anak
b. Herniographi
Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di masukkan, kantong diikat,
dan dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang
dewasa
c. Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada
klien dengan hernia yang sudah nekrosis
H. Komplikasi

Grace, (2009) menyebutkan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hernia


adalah:
a. Hematoma (luka atau pada skrotum),

b. Retensi urin akut. Infeksi pada luka.

c. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis.

d. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis).

e. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang
masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan
gangguan penyaluran isi usus.
f. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateralis strangulata.
g. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian timbul nekrosis.
h. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
dan obstipasi.
i. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki.
j. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah.
k. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: Atropi otot, gangguan dalam berjalan, riwayat pekerjaan
yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama.
2. Eliminasi
Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya inkontinensia
atau retensi urin.
3. Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya
paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
4. Neuro sensori
Tanda dan gejala: Penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia,
nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki.
5. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala: Sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk benda tajam,
semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.
6. Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.

2.      Diagnosa
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kompresi syaraf,
spasme otot
b. Koping individu tidak efektif (ansietas) berhubungan dengan krisis
situasional, perubahan status kesehatan
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, spasme otot
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan muntah, mual, gangguan peristaltic usus
e. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah
pembentukan hematoma
3. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kompresi syaraf, spasme
otot

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 60 menit,


diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
1. Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol.
2. mengungkapkan metode yang memberi penghilangan.
3. mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik.

Intervensi:
1) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan, faktor pencetus
atau yang memperberat
Rasional: Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan
dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada posisi semi
fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi,
posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-30 derajat
pada posisi lateral
Rasional: Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien
untuk menurunkan spasme otot menurunkan penekanan pada bagian tubuh
tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dari tonjolan discus.
3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
Rasional: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat
menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada
struktur sekitar discus intervertebralis.
4) Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau visualisasi
Rasional: Memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan tegangan
otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi
Rasional: Intervensi cepat dan mempercepat proses penyembuhan.
b. Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis
situasional, perubahan status kesehatan.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 60 menit,


diharapkan tidak terjadi ansietas.
Kriteria hasil:
1. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang.
2. Mengkaji situasi terbaru dengan akurat mendemonstrasikan ketrampilan
pemecahan masalah.

Intervensi:
1) Kaji tingkat ansietas klien, tentukan bagaimana pasien menangani
masalahnya sebelumnya dan sekarang
Rasional: Mengidentifikasi keterampilan untuk mengatasi keadaannya
sekarang.
2) Berikan informasi yang akurat
Rasional: Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang
didasarkan pada pengetahuannya.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan masalah yang
dihadapinya
Rasional: Kebanyakan pasien mengalami permasalahan yang perlu
diungkapkan dan diberi respon.
4) Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkan
peran sakit pasien
Rasional: Orang terdekat mungkin secara tidak sadar memungkinkan
pasien untuk mempertahankan ketergantungannya.

c. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 60 menit,
diharapkan dapat mobilisasi bertahap.
Kriteria hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor resiko dan aturan
pengobatan individual.

Intervensi:
1) Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik
Rasional: Tergantung pada bagian tubuh yang terkena atau jenis prosedur
yang kurang hati-hati akan meningkatkan kerusakan spinal.
2) Catat respon emosi atau perilaku pada saat immobilisasi, berikan aktivitas
yang disesuaikan dengan pasien
Rasional: Immobilitas tang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan,
peka terhadap rangsang.
3) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
Rasional: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi tang khusus
tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
4) Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode istirahat
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot.
5) Berikan atau bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif,
dan pasif
Rasional: Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang,
memperbaiki mekanika tubuh.

d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan muntah, mual, gangguan peristaltic usus

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 60 menit,


diharapkan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil:
1. Meningkatkan masukan oral.
2. Menjelaskan faktor penyebab apabila diketahui.

Intervensi:
1) Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat, kolaborasi dengan
ahli gizi.
Rasional: Mencukupi kalori sesuai kebutuhan, memudahkan
menentukan intervensi yang sesuai dan mempercepat proses
penyembuhan.
2) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, negosiasikan dengan klien
tujuan masukan untuk setiap kali makan dan makan makanan kecil
Rasional: Klien dapat mengontrol masukan nutrisi yang adekuat sesuai
kebutuhan, yang digunakan sebagai cadangan energi yang untuk
beraktivitas.
3) Timbang berat badan dan pantau hasil laboratorium
Rasional: Dapat digunakan untuk memudahkan melakukan intervensi
yang akurat dan sesuai dengan kondisi klien.
4) Anjukan klien untuk menjaga kebersihan mulut secara teratur pantau
klien dalam melakukan personal hygiene.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memberi kenyamanan
dalam mengkonsumsi makanan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi.
5) Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan
mengurangi nafsu makan
Rasional: Menentukan intervensi yang sesuai meningkatkan masukan
oral.

e. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah


pembentukan hematoma

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 60 menit,


diharapkan tidak terjadi hematoma.
Kriteria hasil:
Melaporkan atau mendemonstrasikan situasi normal.

Intervensi:
1) Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik
Rasional: Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan resolusi
edema, inflamasi sekunder.
2) Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa
jam
Rasional: Penekanan pada daerah operasi dapat menurunkan resiko
hematoma.
3) Pantau tanda-tanda vital catat kehangatan, pengisian kapiler
Rasional: Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi akibat
kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral mual, muntah.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi
Rasional: Terapi cairan pengganti tergantung pada derajat hipovolemi.
DAFTAR PUSTAKA

Grace. (2009). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.

Long, Barbara C. (2002). Perawat Medical Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. Media Aesculapius
FKUI: Jakarta

Poppy Kumala, dkk. (2005). Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta

R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai