UKM PKM KEDURUS (DBD Dan TB) Final-1
UKM PKM KEDURUS (DBD Dan TB) Final-1
DISUSUN OLEH :
Cendrawati Pangestu 2015.04.2.0028
Faradilah Intan N. 2015.04.2.0051
Fauzy T. Pratama 2015.04.2.0052
Felly Wijaya 2015.04.2.0053
Fitria Lavia D. 2015.04.2.0055
Fusinda Rahmadinta 2015.04.2.0056
i
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan......................................................................... i
Daftar isi.............................................................................................. ii
Daftar Tabel......................................................................................... v
Daftar Gambar..................................................................................... vi
Daftar Singkatan.................................................................................. vii
Daftar Lampiran................................................................................... viii
Kata Pengantar................................................................................... Ix
BAB 1 : PENDAHULUAN.................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 7
1.3 Tujuan Kegiatan......................................................................... 7
1.4 Manfaat Kegiatan....................................................................... 7
1.4.1 Bagi Puskesmas............................................................... 7
1.4.2 Bagi Masyarakat............................................................... 7
1.4.3 Bagi Mahasiswa................................................................ 8
ii
2.2.4 Pelaksana........................................................................... 14
2.2.5 Cara Pelaksanaan Survei Mawas Diri (SMD).................... 14
2.2.6 Cara Melaksanakan Survei Mawas Diri (SMD).................. 15
2.2.7 Langkah-langkah Survei Mawas Diri (SMD)...................... 16
2.2.8 Cara Penyajian Data Survey Mawas Diri (SMD)................ 17
2.3 Musyawarah Masyarakat Desa/Kelurahan (MMD)................... 17
2.3.1 Definisi................................................................................ 17
2.3.2 Tujuan................................................................................. 17
2.4 Program Pemberdayaan Masyarakat........................................ 18
2.4.1 Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Suatu Program
dan Proses.......................................................................... 19
2.4.2 Pembangunan Desa dan Pengembangan Masyarakat..... 21
2.5 Demam Berdarah Dengue......................................................... 25
2.5.1 Definisi................................................................................ 25
2.5.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)................. 25
2.5.3 Faktor Resiko Demam Berdarah Dengue (DBD)............... 25
2.5.4 Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)................. 27
2.5.5 Program Satu Rumah Satu Jumantik................................. 30
2.6 Tuberkulosis dan Program Penanggulangannya...................... 42
2.6.1 Definisi Tuberkulosis........................................................... 42
2.6.2 Epidemiologi dan Permasalahan TB Dunia........................ 42
2.6.3 Cara penularan Tuberkulosis.............................................. 44
2.6.4 Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia............................... 44
2.6.5 Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa............ 45
2.6.6 Pengobatan Pasien TB....................................................... 48
2.6.7 Upaya Pengendalian TB..................................................... 50
2.6.8 Pencegahan dan pengendalian Infeksi Tuberkulosis......... 52
2.6.9 Contact Tracing................................................................... 66
iii
BAB 3 : LANGKAH MANAJEMEN TERPADU PUSKESMAS......... 58
3.1 Profil Puskesmas....................................................................... 58
3.1.1 Data Wilayah....................................................................... 58
3.1.2 Data Kependudukan........................................................... 58
3.1.3 Pendidikan.......................................................................... 60
3.1.4 Data Khusus....................................................................... 60
3.2 Identifikasi Masalah................................................................... 67
3.3 Penentuan Prioritas Masalah dengan Metode USG................. 74
3.4 Pernyataan Masalah.................................................................. 76
3.5 Penentuan Penyebab Masalah dengan Fish Bone................... 76
3.6 Pengumpulan Data Penyebab Masalah.................................... 78
3.7 Penentuan Prioritas Penyebab Masalah dengan USG............. 101
3.8 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah............................... 103
3.9 Penetapan Pemecahan Masalah dengan CARL...................... 105
3.10 Pembentukan Tim Pemecah Masalah..................................... 107
3.11 Penyusunan Rencana Penerapan Penyelesaian
Pemecahan Masalah dengan Gantt Chart................................ 107
3.12 Monitoring dan Evaluasi............................................................ 110
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR SINGKATAN
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
dengan judul ”PENINGKATAN KAPASITAS KADER KESEHATAN
KELURAHAN KEDURUS TERKAIT DBD DAN TB” dengan baik.
Penulis
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Case Fatality Rate kasus DBD di Indonesia menurut jumlah kematian,
terjadi peningkatan kasus kematian akibat DBD di Jawa Timur
sebanyak 283 kematian, diikuti oleh Jawa Tengah (255 kematian) dan
Kalimantan timur (65 kematian). (Kemenkes RI, 2016)
Indikator lain yang digunakan untuk upaya pengendalian
penyakit DBD yaitu angka bebas jentik (ABJ). Pada tahun 2015 ABJ di
Indonesia terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari 24,06% pada
tahun 2014 menjadi 54,24% pada tahun 2015. Sampai tahun 2015
ABJ secara nasional belum mencapai target program yang sebesar ≥
95%. (Kemenkes RI, 2016). Begitu pula dengan Angka Bebas Jentik di
Kelurahan Kedurus tahun 2016 belum mencapai target program yaitu
68%
Di Wilayah kerja Puskesmas Kedurus pada tahun 2016 jumlah
penderita DBD yang di laporkan sebanyak 59 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 4 orang (IR / angka kesakitan = 0,05% dan CFR /
angka kematian = 6,7%). Dibandingkan tahun 2015 dengan kasus
sebanyak 44 tanpa disertai kasus kematian (IR = 0,04% dan CFR =
0%) terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian pada tahun
2016.
2
menjadi wilayah dengan kasus DBD terbanyak dibanding wilayah
kelurahan lainnya.
3
terinfeksi kuman TB (WHO, 2015). Pada tahun 2014, jumlah kasus TB
paru terbanyak berada pada wilayah Afrika (37%), wilayah Asia
Tenggara (28%), dan wilayah Mediterania Timur (17%) (WHO, 2015).
Angka prevalensi TB di Indonesia tahun 2014 terjadi
peningkatan sebesar 647/100.000 dari 272/100.00 penduduk pada
tahun sebelumnya. Sedangkan angka insidensi tahun 2014 meningkat
sebesar 399/100.000 penduduk dari 183/100.000 penduduk pada
tahun 2013. Demikian juga dengan angka mortalitas, pada tahun 2014
sebesar 41/100.000 penduduk dari 25/100.000 penduduk pada tahun
2013. Pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis
sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus
tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 yang sebesar 324.539
kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi
dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur
dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar
38% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. (Kemenkes RI,
2016). Penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan pada semua
kelompok usia serta nomor satu untuk golongan penyakit infeksi.
Korban meninggal akibat TB paru di Indonesia diperkirakan sebanyak
61.000 kematian tiap tahunnya (Ratih, 2016).
Angka notifikasi kasus (Case Notification Rate – CNR) yaitu
angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan
tercatat di antara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu pada
tahun 2015 meningkat dibandingkan tahun 2014 yaitu sebesar
130/100.000 penduduk dari 129/100.000 penduduk pada tahun
sebelumnya. Provinsi dengan CNR semua kasus TB tertinggi yaitu
Sulawesi Utara (238) dan terendah yaitu Riau (91), sedangkan CNR di
jawa timur pada tahun 2015 sebanyak 113/100.000 penduduk.
(Kemenkes RI, 2016)
4
Tahun 2013-2016
Kelurahan 2014 2015 2016
Kedurus 30 10 37
5
dan harus segera diatasi yaitu yang berkaitan dengan pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, khususnya penyakit Demam
Berdarah dan Tuberkulosis, dengan meningkatkan pengetahuan,
melakuakan pencegahan, deteksi dini serta penanganan awal dari
kedua permasalahan tersebut.
Salah satu yang menjadi beban masalah DBD adalah
mekanisme rantai penularan oleh vektor (nyamuk), dimana
pengendaliannya tidak mungkin berhasil dengan baik jika hanya
dilakukan oleh petugas kesehatan, karena penyakit DBD ini berbasis
lingkungan dan nyamuk Aedes berkembang biak di wilayah
pemukiman penduduk. Peran serta masyarakat dan lintas sektor
terkait harus ditingkatkan dengan kegiatan penyuluhan dan promosi
kesehatan untuk mengendalikan sumber nyamuk melalui 3M plus atau
PSN terpadu. Masyarakat dapat dilibatkan dengan membentuk Juru
Pemantau Jentik (Jumantik) dan Ibu Pemantau Jentik (bumantik) serta
kader peduli DBD.
Beban masalah TB adalah kurangnya kesadaran diri penderita
terhadap penyakit yang dialami dan tidak terdeteksinya penderita TB
yang baru. Berdasarkan data kasus TB di Puskesmas Kedurus, kasus
TB ditemukan secara sukarela dari penderita, dimana penderita
memiliki inisiatif untuk berobat ke puskesmas karena kondisinya yang
tidak membaik. Namun penemuan kasus TB oleh masyarakat masih
rendah. Dalam upaya meningkatkan penemuan kasus TB, maka
dibentuk buku pegangan kader pemantau dan peduli TB.
6
4. Bagaimana peran masyarakat dalam penemuan kasus
Tuberkulosis?
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
2.1.1 Definisi
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
8
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan
kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan
di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
Sehat. Selain melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas memiliki
fungsi sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
tingkat pertama dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat
pertama serta sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan.
(Kemenkes RI, 2015)
Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya kesehatan perseorangan
adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan. (Depkes RI, 2015)
Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan dasar, Puskesmas melaksanakan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM). Upaya kesehatan perseorangan yang diberikan terdiri dari
pelayanan rawat jalan dan rawat inap untuk Puskesmas tertentu jika
dianggap diperlukan. (Depkes RI, 2015)
Puskesmas rawat jalan adalah Puskesmas yang melaksanakan
enam upaya wajib dan pengembangan serta tidak mempunyai fasilitas
rawat inap. Puskesmas rawat inap adalah Puskemas yang mempunyai
fasilitas rawat inap dengan tempat tidur minimal enam dan maksimal
dua puluh lima buah untuk dapat memberikan layanan kesehatan
rawat inap selama dua puluh empat jam kepada masyarakat dalam
waktu tidak lebih dari 5 hari. Puskesmas rawat inap dengan PONED
adalah Puskesmas Rawat Inap yang mempunyai kemampuan serta
fasilitas dalam Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar.
9
Puskesmas siap memberikan pelayanan 24 jam terhadap ibu hamil,
bersalin, dan nifas serta bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang
datang sendiri atau atas rujukan kader masyarakat, bidan di desa,
Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas. Puskesmas Rawat inap
PLUS ( Pemberi Layanan Unggulan Spesialis) adalah Puskesmas
rawat inap yang mempunyai keunggulan minimal satu orang dokter
spesialis, dengan kunjungan periodik maupun pelayanan tetap ke
Puskesmas. Sehingga, peran Puskesmas secara garis besar adalah
sebagai ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan nasional secara
komprehensif, tidak sebatas aspek kuratif dan rehabilitatif saja seperti
di Rumah Sakit (Depkes RI, 2013).
10
c Kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian
hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d Pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh
masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan
status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan
e Teknologi tepat guna, Puskesmas menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat
guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah
dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan
f Keterpaduan dan kesinambungan, Puskesmas
mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta
melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat
(Depkes RI, 2014).
Dalam melakasanakan tugas puskesmas menyelenggarakan
fungsi (Depkes RI, 2014):
a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya.
b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
2.1.3 Persyaratan Puskesmas
Persyaratan puskesmas meliputi (Depkes RI, 2014):
1. Puskesmas harus didirikan di tiap kecamatan.
2. Dalam kondisi tertentu, pada satu kecamatan dapat didirikan
lebih dari satu puskesmas.
3. Kondisi tertentu sebagaimana ditetapkan berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan
aksesbilitas.
11
4. Pendirian puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunanm prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan,
kefarmasian, dan laboratorium.
12
2.2 Survei Mawas Diri (SMD)
2.2.1 Definisi
2.2.2 Tujuan
Tujuan Survei Mawas Diri (SMD), yaitu (Isbandi, 2013):
1. Dilaksanakannya pengumpulan data, masalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku.
2. Mengkaji dan menganalisis masalah kesehatan, lingkungan
dan perilaku yang paling menonjol di masyarakat.
3. Menginventarisasi sumber daya masyarakat yang dapat
mendukung upaya mengatasi maslaah kesehatan.
4. Memperoleh dukungan kepala desa/kelurahan dan pemuka
masyarakat dalam pelaksanaan penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat di Desa Siaga.
Pentingnya pelaksanaan Survei Mawas Diri (Isbandi, 2008):
1. Agar masyarakat menjadi sadar akan adanya masalah,
karena mereka sendiri yang melakukan pengumpulan fakta
dan data.
2. Untuk mengetahui besarnya masalah yang ada di
lingkungannya sendiri.
3. Untuk menggali sumber daya yang ada atau dimiliki desa.
4. Hasil SMD dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun
pemecahan masalah yang dihadapi.
13
2.2.3 Sasaran
Sasaran SMD adalah semua rumah ayng ada di desa/kelurahan
atau menetapkan sampel rumah di lokasi tertentu (± 450 rumah) yang
dapat menggambarkan kondisi masalah kesehatan, lingkungan dan
perilaku pada umumnya di desa/kelurahan (Isbandi, 2013).
2.2.4 Pelaksana
Pelaksana Survei Mawas Diri (SMD) adalah (Isbdandi, 2013):
1. Kader yang telah dilatih tentang apa SMD, caar
pengumpulan data (menyusun daftar pertanyaan
sederhana), cara pengamatan, cara pengolahan/analisa
dara sederhana dan cara penyajian.
2. Tokoh masyarakat di desa.
14
masalah kesehatan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan
3. Pengolahan data
Kader, tokoh masyarakat dan kelompok warga yang telah
ditunjuk mengolah data SMD dengan bimbingan petugas
Puskesmas dan bidan di desa, sehingga dapat diperoleh
perumusan masalah kesehatan untuk selanjutnya
merumuskan prioritas masalah kesehatan, lingkungan dan
perilaku di desa/kelurahan yang bersangkutan.
15
c. Pertanyaan harus jelas, singkat, padat dan tidak bersifat
mempengaruhi responden.
d. Kombinasi pertanyaan terbuka, tertutup dan menjaring.
e. Menampung harapan masyarakat.
f. Menyusun lembar observasi untuk mengobservasi rumah,
halaman rumah, lingkungan sekitarnya.
g. Menentukan kriteria responden, termasuk cakupan wilayah
dan jumlah KK.
2. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan wawancara terhadap responden.
b. Pengamatan terhadap rumah tangga dan lingkungan.
3. Tindak Lanjut
a. Peninjauan kembali pelaksanaan SMD.
b. Merangkum, mengolah dan menganalisa data yang telah
dikumpulkan.
c. Menyusun laporan SMD sebagai bahan untuk MMD.
4. Pengolahan Data
Setelah data diolah, sebaiknya disepakati:
a. Masalah yang dirasakan oleh masyarakat.
b. Prioritas masalah.
c. Kesediaan masyarakat untuk ikut berperan serta aktif dalam
pemecahan masalah.
16
c. Secara grafikal adalah gambar-gambar yang
menunjukkan data secara visual berupa angka atau
simbol-simbol yang biasanya dibuat berdasarkan data
tabel yang telah dibuat.
2.3.2 Tujuan
Tujuan dari Musyawarah Masyarakat Desa, yaitu :
a. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya.
b. Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah
kesehatan.
c. Masyarakat menyusun rencana kerja untuk
menanggulangi masalah kesehatan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMD
adalah sebagai berikut :
a. MMD harus dihadiri oleh pemuka masyarakat desa,
petugas puskesmas dan sektor terkait kecamatan (seksi
pemerintahan dan pembangunan, BKKBN, pertanian,
agama dll).
b. MMD dilaksanakan di balai desa atau di tempat
pertemuan lain yang ada di desa.
c. MMD dilaksanakan segera setelah SMD dilaksanakan.
Cara pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut :
a. Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan
MMD dipimpin oleh Kepala Desa.
17
b. Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri
melalui curah pendapat dengan mempergunakan alat
peraga , poster, dll dengan dipimpin oleh ibu desa.
c. Penyajian hasil SMD.
d. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan
atas dasar pengenalan masalah dan hasil SMD,
dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas
kesehatan di desa atau perawat komunitas.
e. Penyusunan rencana penanggulangan masalah dengan
dipimpin oleh kepala desa.
f. Penutup.
18
c. Kelompok yang secara personal kurang beruntung seperti
mereka yang mengalami kesedihan dan kehilangan karena
ditinggalkan orang yang dicintai, ataupun mereka yang
mengalami masalah keluarga dan pribadi.
Upaya pemberdayaan masyarakat dapat berbeda kelompok
sasaran dan tujuan pemberdayaan sesuai dengan pembangunan yang
dilakukan. Tujuan pemberdayaan bidang ekonomi belum tentu sama
dengan tujuan pemberdayaan bidang pendidikan maupun di bidang sosial.
Makna pemberdayaan masyarakat bukan hanya satu interpretasi saja,
tetapi bisa lebih dari satu interpretasi, dimana interpretasi satu dengan
yang lainnya berbeda. Hal ini dapat dibayangkan bila kita membandingkan
denggnan variasi pembangunan yang ada, dimana masing-masing
pembangunan dapat memunculkan bentuk dan tujuan yang berbeda.
19
pemberdayaan sebagai on going process dapat dilihat yang
dikemukakan oleh Hogan yang mengutip dari pandangan Rotter,
Selignan dan Hopson dan Scally yang melihat proses pemberdayaan
individu sebagai suatu proses yang relative terus berjalan sepanjang
usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut dan
bukannya suatu proses yang berhenti pada satu masa saja. Hal ini
juga berlaku pada masyarakat, dimana dalam suatu komunitas proses
pemberdayaan tidak akkan berakhir dengan selesainya suatu program,
baik program yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga
non pemerintah. Proses pemberdayaan akan berlangsung selama
komunitas itu masih tetap ada dan mau berusaha memberdayakan diri
mereka sendiri (Isbandi, 2013).
Hogan menggambarkan proses pemberdayaan yang
berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan
utama, yaitun (Isbandi, 2013):
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan
tidak memberdayakan
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
penidakberdayaan
3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek
4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna untuk
melakukan perubahan
5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan
mengimplementasikannya.
2.4.2 Pembangunan Desa dan Pengembangan Masyarakat
Upaya pengembangan masyarakat di Indonesia tidak terlepas
dari keadaan politis dan pemerintahan di Indonesia sendiri. Pola
pengembangan masyarajat di Indonesia secara umum dikembangkan
oleh Kementrian Dalam Negeri, sedangkan secara sektoral
dikembangkan oleh beberapa departemen dan lembaga pemerintahan
nondepartemental, serta lembaga-lembaga nonpemerintahan. Di
Indonesia, pola pengembangan masyarakat dalam kerangka
20
Kementrian Dalam Negeri, dimasukkan dalam kerangka
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Isbandi, 2013).
Pengembangan masyarakat di Indonesia lebih ditekankan pada
desa, karena lebih dari 2/3 penduduk Indonesia berada di pedesaan.
Di samping itu, bila dilihat dari sisi sejarah, terlihat perbedaan
pandangan dalam melihat desa antara Indonesia dengan beberapa
negara maju. Bila pada negara mahu, desa hanya merupakan garis
belakang (hinterland) yang memberi dukungan pada kota, di
Indonesua sejak ratusan tahun yang lalu desa menjadi titik sentral
kehidupan negara. Hal ini dapat dilihat dari perjuangan-perjuangan
yang selalu didukung oleh daerah pedesaan ataupun berbasiskan di
suatu pedesaan. Di sektor ekonomi, wilayah pedesaan juga menjadi
sumber kehiudpan karena Indonesia adalah negara agraris.
Pembangunan di Indonesia akan kurang mempunyai arti bila tidak
dilakukan pembangunan masyarakat desa. Pemilihan pembangunan
masyarakat desa sebagai titik sentral pengembangan masyarakat juga
dilakukan karena disadari masih banyak desa yang belum
dikembangkan secara optimal (Isbandi, 2013).
Pembangunan masyarakat desa yang sekarang disebut juga
dengan nama pemberdayaan masyarakat desa, pada dasarnya,
serupa dan setara dengan konsep pengembagan masyarakat.
Perkembangan teori pembangunan desa dimulai dari praktik, yaitu dari
kebutuhan yang dirasakan di dalam masyarakat terutama dalam
situasi social yang dihadapi di dalam negara-negara yang menghadapi
perubahan sosial dengan cepat (Isbandi, 2013).
Secara teoritis, agar suatu desa berkembang dengan baik,
maka terdapat tiga unsur yang merupakan suatu kesatuan, yaitu desa
(dalam bentuk wadah), masyarakat desa dan pemerintah desa.
Masyarakat desa adalah penduduk yang merupakan kesatuan
masyarakat yang tinggal pada unit pemerintahan terendah langsung
dibawah camat. Pemerintahan desa adalah kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi
21
pemerintahan yang terendah langsung dibawah kepala desa (Isbandi,
2013).
Dalam upaya mengembangkan masyarakat dalam tingkat lokal,
baik organisasi pemerintah maupun nonpemerintah, selain dibantu
oleh tenaga pendamping (fieldworker atau fasilitator lapangan)
biasanya dibantu oleh tenaga kader (indigenous worker). Kader
diharapkan dapat menggantikan peranan petugas pembangunan desa
dalam melanjutkan kegiatan-kegiatan pembangunan desa. Kader
adalah orang-orang yang berasal dari masyarakat setempat yang
dengan sukarela bersedia ikut serta dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan dalam program pembangunan desa. Kader dapat terdiri dari
wanita atau pria, sudah bekerja ataupun belum bekerja, yang penting
mereka merasa terpanggil, ada kesediaan dan kesadaran untuk ikut
bertanggung jawab dalam usaha-usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di lingkungannya (Isbandi, 2013).
Kader dapat melaksanakan kegiatan di bidang pertanian,
peternakan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain setelah memperoleh
pelatihan secukupnya, tugas seorang kader adalah (Isbandi, 2013):
1. Sebagai pelopor dalam melaksanakan kegiatan.
2. Pelaksana dan pemelihara kegiatan program pembangunan
desa.
3. Menjaga terjadinya kelangsungan kegiatan.
4. Membantu dan menghubungkan antara warga masyarakat
dengan lembaga yang bekerja dalam pembangunan desa.
Untuk memperoleh kader pembangunan yang mantap, tekanan
utama diberikan pada motivasi calon untuk ikut serta dakam program
sebagai kader. Penekanan pada kesadaran diri, merasa terpanggil
untuk berbuat sesuatu untuk masyarakatnya dan mempunyai jiwa suka
memberikan bantuan (pelayanan) terhadap sesama. Niat ataupun
motivasi dasar masing-masing individu untuk menjadi kader juga
mempengaruhi kinerja dalam memberikan pelayanan. Sebuah contoh
seperti seorang kader yang terlibat karena secara kebetulan
22
mempunyai waktu luang dan ingin mengisi waktu luangnya sebelum ia
mendapatkan pekerjaan (alasan ekonomi), biasanya mempunyai
semangat yang berbeda dengan kader yang memiliki dorongan untuk
menjadi kader karena ingin mendekatkan dirinya kepada Tuhan
(alasan religius) (Isbandi, 2013).
Pada kader yang berlandaskan diri pada alasan ekonomi,
biasanYa mereka cenderung untuk mmilih pekerjaan yang lebih
menghasilkan uang atau bila ia sudah mendapat pekerjaan yang tetap,
ia akan mengundurkan diri sebagai kader. Bagi kader yang
mempunyai dorongan religius dalam melakukan tindakan, unsur
material menjadi nomor dua dalam upaya memberikan bantuan
terhadap masyarakat (Isbandi, 2013).
Kader yang dipilih dalam suatu masyarakat dapat terdiri dari
pemuda yang belum berkeluarga, pamong desa ataupun orang-orang
yang sudah emmpunyai pekerjaan tetap. Agar dapat dukungan dari
masyarakat dan berhasil dalam kegiatannya, perlu diperhatikan status
social kader. Yang menguntungkan adalah bila kader mempunyai
prestasi yang baik, kepribadian yang baik dan berasal dari keluarga
yang terpandang di masyarakat. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah alangkah baiknya bila kader juga mempunyai akar dalam
masyarakat sehingga apa yang dikatakan atau dilakukannya dapat
ditiru atau diikuti oleh kelompoknya (Isbandi, 2013).
Permasalahan kader pada umumnya adalah kader merupakan
tenaga sukarela yang tidak jarang sudag mempunyai pekerjaan tetap,
maka jika tugas utamanya menuntut keatifannya, mereka akan
mengesampingkan atau bahkan mengabaikan tugas mereka sebagai
kader. Perekrutan kader dari generasi muda yang masih mempunyai
idealisme lebih menguntungkan dibandingkan memanfaatkan
pemuda yang sedang menganggur dan tidak mempunyai gambaran
hidup ynag jelas. Pada kasus tertentu, pemilihan tenaga kader dari
pemuda yang ‘menganggur’ ataupun ‘preman’ terkadang lebih
menguntungkan bila ingin mengubah kelompok sasaran yang lebih
23
banyak bergerak di dunia ‘abu-abu’ atau dunia ‘gelap’. Pemilihan
tenaga kader dari kelompok mereka tidak jarang mempermudah upaya
perubahan ke arah yang lebih positif (Isbandi, 2013).
Masalah lain yang dihadapi seorang kader adalah beban yang
diberikan kepada kader seringkali terlalu berat bagi jenis pekerjaan
yang bersifat sukarela. Seorang kader sering diharuskan berperan di
bidang-bidang yang di luar kemampuannya, atau bergerak dalam
bidang kemampuannya tetapi tugasnya melebihi batas
kemampuannya. Penambahan kader dan peningkatan pengetahuan
serta keterampilan perlu dilakukan secara berkelanjuran dan
berjenjang. Pengembangan kemampuan dan keterampilan (capacity
building) para kader yang merupakan modal manusia (human capital)
dalam suatu komunitas perlu direncanakan secara bertahap. Terutama
bila seorang community worker melihat proses pemberdayaan
masyarakat sebagai suatu proses yang berkesinambungan (on going
process) (Isbandi, 2013).
24
Saat ini bukan hanya terjadi peningkatan jumlah kasus DBD,
tetapi penyebaran di luar daerah tropis dan subtropis, contohnya di
Eropa. Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Seiring
dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah. Pada
tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34
provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya meninggal dunia.
Jumlah tersebut lenbih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni
sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita
meninggal dunia pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan
iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.
(Infodatin, 2016)
A. Agent
Agent merupakan penyebab penyakit, dalam penyakit demam
berdarah dengue ( DBD ) adalah virus. Sedangkan nyamuk Aedes
merupakan vektor penyakit DBD. Virus Aedes mampu bermultiplikasi
pada kelenjar ludah dari nyamuk Aedes Aegepty. Pengontrolan
terhadap virus dengue dapat dilakukan dengan melakukan kontrol
pada vektornya yaitu nyamuk Aedes. Jumlah kepadatan vektor Aedes
dalam suatu daerah dapat menjadi patokan potensial penyebaran
DBD.
B. Host
Penyakit DBD terjadi pada seseorang ditentukan oleh faktor-
faktor yang ada pada host itu sendiri. Kerentanan terhadap penyakit
25
DBD dipengaruhi oleh imunitas yang berhubungan dengan faktor usia.
Sejak tahun 1993 – 2009 untuk kasus DBD pada kelompok usia terjadi
pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok usia
terbesar kasus DBD terjadi pada kelompok umur <15 tahun,
sedangkan tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD
cenderung pada kelompok umur >=15 tahun.
Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih
kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta
faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas
penduduk yang sejalan dengan membaiknya sarana transportasi
menyebabkan penyebaran virus Dengue semakin mudah dan semakin
luas.
Derajat demam berdarah dengue ( DBD ) berhubungan dengan
status gizi. Dimana status gizi anak yang menderita DBD dapat
bervariasi. Kejadian DBD lebih sering terjadi pada anak dengan
imunokompeten dan status gizi yang baik, berhubungan dengan
respon imun yang baik, yang dapat menyebabkan terjadinya DBD
berat. Anak yang menderita DBD sering mengalami mual, muntah, dan
nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang dan tingkat derajat keparahan DBD anak akan semakin parah.
C. Lingkungan
Dengue di Indonesia memiliki siklus epidemik setiap sembilan
hingga sepuluh tahunan. Hal ini terjadi karena perubahan iklim yang
berpengaruh terhadap kehidupan vektor, diluar faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya. Menurut Mc Michael, perubahan iklim
menyebabkan perubahan curah hujan, kelembaban suhu, arah udara
sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta
berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangan
vektor penyakit seperti nyamuk. Pengaruh musim terhadap penyakit
26
dengue di Indonesia tidak begitu jelas, secara garis besar jumlah
kasus meningkat antara September dan Februari dan puncaknya di
bulan Januari.
27
6. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang, ikan
kepala timah, ikan tempalo, ikan nila, ikan guvi dan lain-lain
7. Pasang kawat kasa
8. Jangan menggantung pakaian di dalam rumah
9. Tidur menggunakan kelambu
10. Atur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
11. Gunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.
12. Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya
temephos di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah
yang sulit air.
13. Menggunakan ovitrap, Larvitrap maupun Mosquito trap.
14. Menggunakan tanaman pengusir nyamuk seperti: lavender,
kantong semar, sereh, zodia, geranium dan lain-lain
B. Larvasidasi
Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan
pemberian larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut.
Pemberian larvasida ini dapat menekan kepadatan populasi untuk
jangka waktu 2 bulan. Jenis larvasida ada bermacam-macam,
diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren dan bacillus
thuringensis.
1. Temephos
Temephos 1 % berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang
dilapisi dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam
jumlah sesuai dengan yang dianjurkan aman bagi manusia dan tidak
menimbulkan keracunan. Jika dimasukkan dalam air, maka sedikit
demi sedikit zat kimia itu akan larut secara merata dan membunuh
semua jentik nyamuk yang ada dalam tempat penampungan air
tersebut. Dosis penggunaan temephos adalah 10 gram untuk 100 liter
air. Bila tidak alat untuk menakar, gunakan sendok makan peres (yang
diratakan di atasnya). Pemberian temephos ini sebaiknya diulang
penggunaannya setiap 2 bulan.
28
2. Metopren 1,3%
Metopren 1,3% berbentuk butiran seperti gula pasir berwarna
hitam arang. Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia dan
tidak menimbulkan keracunan. Metopren tersebut tidak menimbulkan
bau dan merubah warna air dan dapat bertahan sampai 3 bulan. Zat
kimia ini akan menghambat/membunuh jentik sehingga tidak menjadi
nyamuk. Dosis penggunaan adalah 2,5 gram untuk 100 liter air.
Penggunaan Metopren 1,3 % diulangi setiap 3 bulan.
3. Piriproksifen 0,5%
Piriproksifen ini berbentuk butiran berwarna coklat kekuningan.
Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia, hewan dan
lingkungan serta tidak menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi
piriproksifen tidak menjadi bau, tidak berubah warna dan tidak korosif
terhadap tempat penampungan air yang terbuat dari besi, seng, dan
lain-lain. Piriproksifen larut dalam air kemudian akan menempel pada
dinding tempat penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Zat
kimia ini akan menghambat pertumbuhan jentik sehingga tidak menjadi
nyamuk. Dosis penggunaan piriproksifen adalah 0,25 gram untuk 100
liter air. Apabila tidak ada takaran khusus yang tersedia bisa
menggunakan sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram.
4. Bacillus Thuringiensis
Baccilus thuringensis israelensis (Bti) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. Bti terbukti
aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis
normal. Keunggulan Bti adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa
menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula Bti
cenderung secara cepat mengendap didasar wadah, karena itu
dianjurkan pemakaian yang berulang kali.
29
C. Fogging
Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan
menggunakan insektisida (racun serangga). Melakukanpengasapan
saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya
nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati dengan pengasapan.
Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang
baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.
30
TTU : Pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun,
tempat ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata.
5. Koordinator Jumantik
Adalah satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh
Ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan
pelaksanaan jumantik rumah dan jumantik lingkungan
(crosscheck).
6. Supervisor Jumantik
Adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang
yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan
pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di
lingkungan RT.
B. Struktur
Pembentukan Kader Jumantik dalam kegiatan Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik yang berasal dari masyarakat terdiri dari Jumantik
Rumah/Lingkungan, Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik.
Pembentukan dan pengawasan kinerja menjadi tanggung jawab
sepenuhnya oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun susunan
organisasinya adalah sebagai berikut:
31
Tata kerja/koordinasi Jumantik di lapangan adalah sebagai
berikut:
1. Tata kerja Jumantik mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis pemberantasan sarang nyamuk penular DBD
dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku di wilayah
setempat.
2. Koordinator dan Supervisor Jumantik dapat berperan dalam
kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit lainnya sesuai
dengan kebutuhan dan prioritas masalah/penyakit yang ada di
wilayah kerjanya
Adapun ilustrasi struktur kerja Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
dapat dilihat pada gambar berikut:
32
1) Berasal dari warga RT setempat
2) Mampu dan mau melaksanakan tugas dan bertanggung
jawab
3) Mampu dan mau menjadi motivator bagi masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya.
4) Mampu dan mau bekerjasama dengan petugas puskesmas
dan tokoh masyarakat di lingkungannya.
2. Kriteria Supervisor Jumantik
Penunjukan supervisor disesuaikan dengan situasi dan kondisi
daerah masing-masing, dengan kriteria:
1. Anggota Pokja Desa/Kelurahan atau orang yang ditunjuk
dan ditetapkan oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah.
2. Mampu melaksanakan tugas dan bertanggungjawab
3. Mampu menjadi motivator bagi masyarakat dan Koordinator
Jumantik yang menjadi binaannya.
4. Mampu bekerjasama dengan petugas puskesmas,
Koordinator Jumantik dan tokoh masyarakat setempat.
3. Perekrutan
Perekrutan Koordinator dan penunjukan Supervisor Jumantik
dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang telah diatur oleh
masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota, dan ditetapkan
melalui sebuah Surat Keputusan.
33
c. Menggerakkan anggota keluarga/penghuni rumah untuk
melakukan PSN 3M Plus seminggu sekali.
d. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3M Plus dicatat
pada kartu jentik.
Catatan:
⁻ Untuk rumah kost/asrama, pemilik/penanggung
jawab/pengelola tempat-tempat tersebut bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pemantauan jentik dan PSN 3MPlus.
⁻ Untuk rumah-rumah tidak berpenghuni, ketua RT bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pemantauan jentik dan PSN 3M
Plus di tempat tersebut.
2. Jumantik Lingkungan
a. Mensosialisasikan PSN 3M Plus di lingkungan TTI dan TTU.
b. Memeriksa tempat perindukan nyamuk dan melaksanakan PSN
3M Plus di lingkungan TTI dan TTU seminggu sekali.
c. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat
pada kartu jentik.
3. Koordinator Jumantik
a. Melakukan sosialisasi PSN 3M Plus secara kelompok kepada
masyarakat. Satu Koordinator Jumantik bertanggungjawab
membina 20 hingga 25 orang Jumantik rumah/lingkungan.
b. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan PSN 3M Plus
di lingkungan tempat tinggalnya.
c. Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh bangunan baik
rumah maupun TTU/TTI di wilayah kerjanya.
d. Melakukan kunjungan dan pembinaan ke rumah/tempat tinggal,
TTU dan TTI setiap 2 minggu.
e. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang
tidak berpenghuni seminggu sekali.
f. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah,
TTU dan TTI sebulan sekali.
34
g. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada Supervisor
Jumantik sebulan sekali.
4. Supervisor Jumantik
a. Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja Koordinator
Jumantik.
b. Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik.
c. Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan
pemantauan jentik dan PSN 3M Plus kepada Koordinator
Jumantik.
d. Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi data
Angka Bebas Jentik (ABJ).
e. Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.
5. Puskesmas
a. Berkoordinasi dengan kecamatan dan atau kelurahan/desa
untuk pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
b. Memberikan pelatihan teknis kepada Koordinator dan
Supervisor Jumantik.
c. Membina dan mengawasi kinerja Koordinator dan Supervisor
Jumantik
d. Menganalisis laporan ABJ dari Supervisor Jumantik.
e. Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh Jumantik
di wilayah kerjanya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setiap bulan sekali.
f. Melakukan pemantauan jentik berkala (PJB) minimal 3 bulan
sekali.
g. Melaporkan hasil PJB setiap tiga bulan (Maret, Juni, September,
Desember) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
h. Membuat SK Koordinator Jumantik atas usulan
RW/Desa/Kelurahan dan melaporkan ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota.
i. Mengusulkan nama Supervisor Jumantik ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota.
35
6. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
a. Mengupayakan dukungan operasional Jumantik di wilayahnya
b. Memberikan bimbingan teknis perekrutan dan pelatihan
Jumantik
c. Menganalisa laporan hasil PJB dari puskesmas
d. Mengirimkan umpan balik ke Puskesmas.
e. Melaporkan rekapitulasi hasil PJB setiap tiga bulan (Maret, Juni,
September, Desember) kepada Dinas Kesehatan
Provinsi.Melakukan rekapitulasi Koordinator Jumantik di
wilayahnya dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
f. Mengeluarkan SK Supervisor Jumantik danmelaporkan kepada
Dinas Kesehatan Provinsi.
7. Dinas Kesehatan Provinsi
a. Membina dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PSN 3M
Plus di Kabupaten/Kota
b. Mengirimkan umpan balik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
c. Menganalisis dan membuat laporan rekapitulasi hasil kegiatan
pemantauan jentik dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
kepada Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (Ditjen P2P), Kementerian Kesehatan RI, setiap tiga
bulan (Maret, Juni, September, Desember).
d. Melakukan rekapitulasi jumlah Koordinator dan Supervisor
Jumantik serta melaporkan kepada Ditjen P2P, Kemenkes RI.
F. Operasional
Agar Jumantik dapat bertugas dan berfungsi sebagaimana yang
diharapkan maka diperlukan dukungan biaya operasional. Dukungan
dana tersebut dapat berasal dari beberapa sumber seperti APBD
Kabupaten/Kota, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), alokasi dana
Desa, dan sumber anggaran lainnya. Adapun komponen pembiayaan
yang diperlukan antara lain adalah:
36
1. Transport/insentif/honor bagi Koordinator dan Supervisor
Jumantik jika diperlukan.
2. Pencetakan atau penggandaan kartu jentik, formulir laporan
Koordinator dan Supervisor Jumantik, pedoman dan bahan
penyuluhan.
3. Pengadaan PSN kit berupa topi, rompi, tas kerja, alat tulis,
senter, pipet dan plastik tempat jentik dan larvasida.
37
pertemuan tersebut disampaikan tentang perlunya setiap
rumah melakukan pemantauan jentik dan PSN 3M Plus
secara rutin seminggu sekali dan mensosialisasikan tentang
pentingnya Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan
membentuk Jumantik rumah/lingkungan.
c. Pengurus RT membentuk koordinator jumantik dan jumantik
lingkungan berdasarkan musyawarah warga.
d. Para koordinator jumantik menyusun rencana kunjungan
rumah.
2. Kunjungan Rumah
Koordinator Jumantik melakukan kunjungan ke
rumah/bangunan berdasarkan data yang tersedia dan
mempersiapkan bahan/alat yang diperlukan untuk pemantauan
jentik. Hal-hal yang perlu dilakukan saat kunjungan rumah adalah
sebagai berikut:
1) Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang
sifatnya menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya
menanyakan keadaan anak atau anggota keluarga lainnya
2) Menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya
dengan penyakit demam berdarah, misalnya adanya anak
tetangga yang sakit demam berdarah atau adanya kegiatan di
desa/kelurahan/RW tentang usaha pemberantasan demam
berdarah atau berita di surat kabar/majalah/televisi/radio
tentang penyakit demam berdarah dan lain-lain.
3) Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan
pencegahannya, serta memberikan penjelasan tentang hal-hal
yang ditanyakan tuan rumah.
4) Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih
memperjelas penyampaian.
38
Gambar 2.4 Kunjungan ke rumah oleh Supervisor Jumantik
5) Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-
tempat yang berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk. Misalnya
bak penampungan air, tatakan pot bunga, vas bunga, tempat
penampungan air dispenser, penampungan air buangan di
belakang lemari es, wadah air minum burung serta barang-
barang bekas seperti ban, botol air dan lain-lainnya.
a. Pemeriksaan dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan di luar
rumah.
b. Jika ditemukan jentik nyamuk maka kepada tuan
rumah/pengelola bangunan diberi penjelasan tentang
tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk dan
melaksanakan PSN 3M Plus.
c. Jika tidak ditemukan jentik maka kepada tuan \
rumah/pengelola bangunan disampaikan pujian dan
memberikan saran untuk terus menjaga agar selalu bebas
jentik dan tetap melaksanakan PSN 3MPlus.
39
b. Jika tidak terlihat adanya jentik tunggu sampai kira-kira satu
menit, jika ada jentik pasti akan muncul ke permukaan air untuk
bernafas.
c. Gunakan senter apabila wadah air tersebut terlalu dalam dan
gelap.
d. Periksa juga tempat-tempat berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk misalnya vas bunga, tempat minum
burung, kaleng-kaleng bekas, botol plastik, ban bekas, tatakan
pot bunga, tatakan dispenser dan lain-lain.
e. Tempat lain di sekitar rumah yaitu talang/saluran air yang
terbuka/tidak lancar, lubang-lubang pada potongan bambu atau
pohon lainnya.
40
H. Agka Bebas Jentik (ABJ)
Hasil pemeriksaan jentik akan Anda hitung untuk mengetahui
kepadatan jentik Aedes aegypti, dengan menggunakan ukuran Angka
Bebas Jentik (ABJ):
ABJ = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik X 100
Jumlah rumah / bangunan yang di periksa
Secara singkat catatan dan pelaporan untuk kegiatan 1 rumah 1
Jumantik adalah sebagai berikut:
Kartu Jentik
⁻ Diisi mandiri oleh jumantik rumah dan jumantik lingkungan
⁻ Dilakukan seminggu sekali
⁻ Dengan memberikan tanda + atau -
Laporan Koordinator Jumantik
⁻ Dilakukan di level RT,
⁻ Dilakukan sebulan sekali
⁻ Direkap dari kartu Jentik
Laporan Supervisor Jumantik
⁻ Dilakukan di level RW/Desa/Kelurahan,
⁻ Dilakukan sebulan sekali
⁻ Direkap dari laporan koordinator
41
2.6.2 Epidemiologi dan Permasalahan TB Dunia
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya
pengendalian dengan stratei DOTS telah diterapkan di banyak negara
sejak tahun 1995 (Kemenkes RI,2014).
Dalam laporan WHO tahun 2013 (Kemenkes RI,2014):
a. Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012
dimana 1,1 juta orang (13%) di antaranya adalah pasien TB
dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada
di wilayah Afrika.
b. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang
dengan TB MDR dan 170.000 orang di antaranya meninggal
dunia.
c. Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar
terjadi pada pria tetapi angka kesakitan dan kematian wanita
akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta
kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian TB
mencapai 410.000 kasus termasuk di antaranya adalah
160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari
orang dengan HIV positif yang meninggal karena TB pada
tahun 2012 adalah wanita.
d. Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak di
antara seluruh kasus TB secara global mencapai 6%
(530.000 pasien TB anak/tahun). Sedangkan kematian anak
(dengan stats HIV negatif) yang menderita TB mencapai
74.000 kematian/tahun, atau sekitar 8% dari total kematian
yang disebabkan oleh TB.
e. Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap
tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan
disembuhkan tetapi fakta juga menunjukkan keberhasilan
dalam pengendalian TB. Peningkatan angka insidensi TB
secara global telah berhasil dihentikan dan telah
42
menunjukkan tren penurunan (turun 2% per tahun pada
tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan
45% bila dibandingkan tahun 1990.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (15-50) tahun. Diperkirakan seorang pasien
TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4
bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka
akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan
secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara
sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Kemenkes
RI,2014).
43
2.6.4 Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia
Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk
terinfeksi. Setelah terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan
seseorang akan terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan
meninggal dunia karena TB.
a. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6-14 minggu
setelah infeksi
1) Reaksi Imunologi (lokal) kuman TB masuk alveoli dan
ditangkap makrofag kemudian terjadi reaksi antigen
antibodi
2) Reaksi imunologi (umum) delayed hipersensitivity
( hasil Tuberkulin tes jadi positif)
3) Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman
tetap hidup dalam lesi tersebut (dorman) dan suatu saat
dapat aktif kembali
4) Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat
terjadi sebelum penyembuhan lesi
b. Sakit TB
Faktor resiko untuk menjadi sakit TB tergantung dari
1) Konsentrasi/ jumlah kuman yang terhirup
2) Lamanya waktu sejak terinfeksi
3) Usia seseorang yang terinfeksi
4) Tingkat daya tahan tubuh seseorang
c. Meninggal dunia
Faktor resiko kematian karena TB adalah akibat
keterlambatan diagnosis, pengobatan tidak adekuat, dan
adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit
penyerta.
44
2.6.5 Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa
Diagnosa tuberkulosis pada orang dewasa adalah (Kemenkes
RI, 2014):)
a. Harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis ( mikroskopis langsung,biakan, dan tes cepat)
b. Apabila negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat
dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaam
klinis dan penunjang setidaknya pemeriksaan foto toraks
c. Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis
dilakukan setelah pemberian antibiotika spektrum luas ( Non
OAT dan Non kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan
klinis
d. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan
serologis
e. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dari foto toraks
saja overdiagnosis/underdiagnosis
f. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan
pemeriksaan uji tuberkulin
45
Gambar 2.6 Alur Diagnosis TB (Sumber: Kemenkes RI, 2014)
46
2.6.6 Pengobatan Pasien TB
Obat Anti Tuberkulosis
47
kapreomisin, levofloksasin, etionamide, sikloserin,
moksifloksasin dan PAS serta OAT lini 1 yaitu pirazinamid
dan etambutol.
48
a. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti
pada negara yang sedang berkembang
b. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas
yang terlalu lebar sehingga masyarakat masih mengalami
masalah dengan kondisi sanitasi, papan, sandang, dan
pangan yang buruk.
c. Beban determinan sosial yang masih berat seperti angka
pengangguran, tingkat pendidikan yang pendapatan
perkapita masih rendah yang berakibat pada kerentanan
masyarakat terhadap TB.
d. Kegagalan program TB selama ini diakibatkan oleh:
Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang
terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis
yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, dan sebagainya)
Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan
paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan
kasus yang telah didiagnosis)
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara
yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan
masyarakat
Belum adanya sistem jaminan kesehatan yang bisa
mencakup masyarakat luas secara merata
e. Perubahan demografik karena meningkatnya jumlah
penduduk dunia dan perubahan struktur umur
kependudukan
f. Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa mempengaruhi
tetap tingginya beban TB seperti gizi buruk, merokok,
diabetes.
49
g. Dampak pandemi HIV menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian
TB secara signifikan.
h. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap
obat anti TB semakin menjadi masalah akibat kasus yang
tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang
sulit ditangani (Kemenkes RI, 2014).
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun
1990-an WHO dan IUALTD mengembangkan strategi pengendalian
TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci. Pada
sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai strategi
pengendalian TB global pasca 2015 yang bertujuan untuk
menghentikan epidemi global TB pada tahun 2035. Strategi tersebut
dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan komponen-komponenya
yaitu:
1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan
TB
a. Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi
semua dan penapisan TB secara sistematis bagi kontak dan
kelompok populasi beresiko tinggi.
b. Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita
resistan obat dengan disertai dukungan yang berpusat pada
kebutuhan pasien (patient-centred support)
c. Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang
lain.
d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok
rentan dan beresiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk
mencegah TB.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.
50
a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan
kebutuhan layanan dan pencegahan TB.
b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan
dan pemberi layanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
c. Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health
coverage) dan kerangka kebijakan lain yang mendukung
pengendalian TB seperti wajib lapor, registrasi vital, tata kelola
dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi.
d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain
untuk mengurangi dampak determinan sosial terhadap TB.
3. Intensifikasi riset dan inovasi
a. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat,
metode intervensi dan strategi baru pengendalian TB.
b. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan
dan merangsang inovasi-inovasi baru untuk mempercepat
pengembangan program pengendalian TB.
51
perhatian utama. Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan sangatlah penting
peranannya untuk mencegah tersebarnya kuman TB ini.
Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Salah satu resiko utama terkait dengan penularan TB di tempat
pelayanan kesehatan adalah yang berasal dari pasien TB yang belum
teridentifikasi. Akibatnya pasien tersebut belum sempat dengan segera
diperlakukan sesuai kaidah PPI TB yang tepat.
Semua tempar pelayanan kesehatan perlu menerapkan upaya
PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan
pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan
menderita TB. Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi dengan 4
pilar yaitu:
1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian Administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
PPI TB pada kondisi/situasi khusus adalah pelaksanaan
pengendalian infeksi pada rutan/lapas, rumah penampungan
sementara, barak militer, tempat pengungsi, asrama, dan sebagainya.
Misalnya di rutan/lapas skrining TB harus dilakukan saat ada WBP
baru dan kontak sekamar
1. Pengendalian Manajerial
Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten/Kota dan/atau atasan dari institusi terkait.
Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang
efektif berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program
PPI TB meliputi:
a. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB
b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua
pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans.
52
c. Membuat perencanaan program PPI TB secara
komprehensif.
d. Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta
pemeliharaannya sesuai PPI TB
e. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program
PPI TB (tenaga, anggaran, sarana dan prasarana) yang
dibutuhkan.
f. Monitoring dan Evaluasi.
g. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB.
h. Melaksanakan promosi pelibatan masyarakat dan
organisasi masyarakat terkait PPI.
2. Pengendalian Administratif
Adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah/mengurangi pajanan kuman TB kepada petugas
kesehatan, pasien, pengunjung, dan lingkungan dengan
menyediakan, mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan
standar prosedur dan alur pelayanan. Upaya ini mencakup:
a. Strategi TEMPO (TEMukan pasien secepatnya, Pisahkan
secara aman, Obati secara tepat).
b. Penyuluhan pasien mengenai etika batuk.
c. Penyediaan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu
serta pembuangan dahak yang benar.
d. Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk KIE
e. Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB.
Pengendalian administratif lebih mengutamakan strategi
TEMPO yaitu penjaringan diagnosis dan pengobatan TB
dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi penularan
TB secara efektif. Penerapannya mudah dan tidak
membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk diterapkan. Dengan
menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi resiko
penularan kasus TB dan TB Resistan Obat yang belum
teridentifikasi.
53
Untuk mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan
Obat yang tidak terdiagnosis dilaksanakan strategi TEMPO
dengan skrining bagi semua pasien dengan gejala batuk.
Langkah-langkah strategi TEMPO sebagai berikut:
a. Temukan pasien secepatnya
Strategi TEMPO secara khusus memanfaatkan petugas
surveilans batuk untuk mengidentifikasi terduga TB
segera mencatat di TB 06 dan mengisi TB 05 dan dirujuk
ke laboratorium.
b. Pisahkan secara aman
Petugas surveilans batuk segera mengarahkan pasien
yang batuk ke tempat khusus dengan area ventilasi yang
baik, yang terpisah dari pasien lain, serta diberikan
masker. Untuk alasan kesehatan masyarakat, pasien
yang batuk harus didahulukan dalam antrian (prioritas).
c. Obati secara tepat
Pengobatan merupakan tindakan paling penting dalam
mencegah penularan TB kepada orang lain. Pasien TB
dengan terkonfirmasi bakteriologis, segera diobati sesuai
dengan panduan nasional sehingga menjadi tidak
infeksius.
3. Pengendalian Lingkungan
Adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran
udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi untuk
mencegah penyebaran dan mengurangi/menurunkan kadar
percik renik di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan
menyalurkan percik renik ke arah tertentu dan atau ditambah
dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida.
Sistem ventilasi ada 2 jenis yaitu:
a. Ventilasi alamiah
b. Ventilasi mekanik
c. Ventilasi campuran
54
Pemilihan jenis sistem ventilasi bergantung pada jenis
fasilitas dan keadaan setempat. Pertimbangan pemilihan sistem
ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu
struktur bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya,
dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan
monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas
kesehatan di tempat pelayanan sangat penting untuk
menurunkan resiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak
dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan.
Petugas kesehatan menggunakan respirator dan pasien
menggunakan masker bedah. Petugas kesehatan perlu
menggunakan respirator saat melakukan prosedur beresiko
tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi
sekret saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu,
respirator ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan
kepada pasien atau saat menghadapi/menangani
pasientersangak MDR TB dan XDR TB di poliklinik.
Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan
respirator jika berada bersama pasien TB di ruangan tertutup.
Pasien atau tersangka TB tidak perlu menggunakan respirator
tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk melindungi
lingkungan sekitarnya dari droplet.
55
telah terpapar bakteri tuberkulosis. Dengan kata lain, jenis upaya yang
dilakukan dalam contact tracing adalah menilai apakah timbul gejala
pada mereka yang kontak dengan penderita serta menilai faktor risiko
yang mempengaruhi munculnya gejala tersebut. Contact tracing
merupakan prosedur pelacakan individu yang memiliki kontak dengan
penderita tuberkulosis atau penyakit infeksi lain dengan tujuan
menemukan sumber infeksi dan mencegah penyebaran penyakit
tersebut. Contact tracing merupakan suatu bagian yang terintegrasi
dari setiap program tuberkulosis. Kegiatan ini meliputi semua aspek
penanggulangan TB, termasuk pengawasan, penahanan kasus agar
tidak menyebar, dan pencegahan (Sari, 2013)
Penyelidikan pada kontak juga dapat mengidentifikasi wabah
TB ketika banyak orang mulai terinfeksi atau kasus tuberkulosis
ditemukan selama penyelidikan lebih banyak dari perkiraan data
epidemiologi. Dalam hal ini, contact tracing dapat memperluas
kegiatan investigasi untuk menemukan suspek. (Sari, 2013)
Tujuan contact tracing adalah :
1. Mengidentifikasi orang lain yang mungkin telah terinfeksi
yang kontak dengan orang yang memiliki penyakit
tuberkulosis
2. Konseling orang yang ditemukan menderita infeksi TB
laten (LTBI) dan menawarkan mereka untuk pengobatan
untuk LTBI
3. Mengidentifikasi lanjut kasus TB berdasarkan kontak
dengan indeks kasus.
BAB 3
LANGKAH MANAJEMEN TERPADU PUSKESMAS
56
Kecamatan : Karang Pilang
Kabupaten : Surabaya
Provinsi : Jawa Timur
Tahun : 2015
2. Piramida Penduduk
Tabel 3.1 Piramida Penduduk Berdasarkan Usia
Laki-Laki Umur Perempuan
37884 36778
512 0-1 539
2192 1-4 2163
2934 5-9 2756
2616 10-14 2592
57
2946 15-19 2949
3995 20-24 3375
3764 25-29 3374
3470 30-34 3344
3320 35-39 3281
2939 40-44 3096
2736 45-49 2956
2267 50-54 2301
1831 55-59 1680
1016 60-64 970
1379 >65 1414
3.1.3 Pendidikan
58
5. Akademi yang ada : 0 buah
6. Perguruan Tinggi yang ada : 0 buah
7. Jumlah Ponpes yang ada : 0 buah
2. Jumlah murid yang ada : 14788
1. Taman Kanak-kanak : 2496
2. SD / MI : 5996/1045
3. SLTP / MT : 3913 / 0
4. SMU / MA : 1338 / 0
5. Akademi :0
6. Perguruan Tinggi :0
7. Jumlah santri Ponpes yang ada :0
1. DERAJAT KESEHATAN
1. Jumlah kematian Ibu : 1 Orang
2. Jumlah kematian perinatal : 0 Orang
3. Jumlah kematian Neonatal : 6 Orang
4. Jumlah lahir mati : 1 Orang
5. Jumlah lahir hidup : 1042 Orang
6. Jumlah kematian bayi : 2 Orang
7. Jumlah kematian Balita : 2 Orang
8. Jumlah kematian semua umur : 286 Orang
2. KETENAGAAN
1. Dokter : 6 Orang
2. Dokter gigi : 3 Orang
3. Jumlah dokter mahir jiwa : 0 Orang
4. Sarjana Kesehatan Masyarakat : 2 Orang
5. Bidan : 12 Orang
- P2B : 1 Orang
- D3 Kebidanan : 11 Orang
6. Bidan di desa : 4 Orang
7. Perawat Kesehatan : 7 Orang
59
- SPK : 2 Orang
- D3 Keperawatan : 5 Orang
- S1 Keperawatan : 0 Orang
8. Perawat Gigi : 2 Orang
9. Perawat mahir jiwa : 0 Orang
10. Sanitarian/D3 Kesling : 0 / 1 Orang
11. Petugas Gizi/ D3 Gizi : 0 / 1 Orang
12. Asisten Apoteker : 1 Orang
13. Analis laboratorium/D3 Laboratorium : 1 / 1 Orang
14. Juru Imunisasi / juru malaria : 0 Orang
15. Tenaga Administrasi : 8 Orang
16. Sopir , penjaga : 1 Orang
17. Lain lain : 2/1 Orang
3. SARANA KESEHATAN
1. Rumah Sakit
- Rumah Sakit Pemerintah :0
- Rumah Sakit Swasta :0
2. Rumah bersalin :2
3. Puskesmas Pembantu :2
4. Puskesmas keliling :2
5. Poskeskel :4
6. BP Swasta :4
7. Praktek Dokter Swasta
Umum / Gigi / Hewan :
16/11/1
8. Praktek Bidan Swasta :8
9. Praktek Perawat :1
60
4. Jumlah kader Tiwisada :2
5. Jumlah Guru UKS : 25
6. Jumlah Santri Husada :0
7. Jumlah Kader Lansia : 40
8. Jumlah kelompok Usia lanjut :8
9. Jumlah kelompok batra :0
10. Jumlah Posyandu : 57
11. Jumlah Poskeskel :4
12. Jumlah Poskesdes :0
13. Jumlah Poskestren :0
14. Jumlah Pos UKK :0
15. Jumlah Saka Bhakti Husada :1
16. Jumlah Organisasi Masyarakat/
LSM peduli kesehatan :0
17. Jumlah Panti Asuhan :4
18. Jumlah Panti Wreda :4
19. Jumlah Posyandu Lansia :8
20. Jumlah UKBM lainnya :0
21. Jumlah Kader Kes.jiwa :0
22. Jumlah Kader Peduli TB (3 RW di Warugunung) : 15
5. PROGRAM KESEHATAN
1. Perbaikan Gizi
Jumlah balita yg ada (S) : 5362
Jumlah balita yg punya KMS (K) : 5362
Jumlah balita yg ditimbang (D) : 3618
Jumlah balita yg naik BB (N) : 2684
Jumlah balita yg tetap / turun berat : 257.
J
b. Penyehatan Lingkungan
1. Jumlah TPA yang ada / terdaftar :0/0
2. Jumlah TPA yang memenuhi syarat :0/0
3. Jumlah TPS yang ada / terdaftar :4/4
61
4. Jumlah TPS yang memenuhi syarat :3
5. Jumlah TTU yang ada / terdaftar : 153/153
6. Jumlah TTU yang memenuhi syarat : 134
7. Jumlah SAB : 15946
8. Jumlah SAB yang memenuhi syarat : 15776
9. Jumlah TPM yang ada / terdaftar : 140/140
10. Jumlah TPM yang Laik sehat : 53
11. Jumlah penjamah makanan yang ada : 172
12. Jumlah JAGA yang ada / berfungsi : 19772
13. Jumlah SPAL yang ada / berfungsi : 16028
14. Jumlah rumah yang ada : 16028
15. Jumlah Rumah memenuhi syarat : 14590
62
15. Jumlah penderita kusta PB yang RFT :3
16. Jumlah penderita kusta MB yang RFT :6
17. Jumlah suspek penderita TB yang diperiksa dahak : 394
18. Jumlah pasien baru BTA positif diobati : 30
19. Jumlah pasien baru BTA positif konversi : 19
20. Jumlah pasien baru BTA positif yang sembuh : 21
21. Jumlah pasien BTA positif yang
berobat lengkap (PL) :6
22. Jumlah kasus HIV/AIDS : 14
23. Jumlah kasus HIV/AIDS yang meninggal :1
24. Jumlah kasus IMS yang ditemukan dan diobati : 631
25. Jumlah kasus DBD : 44
26. Jumlah kematian kasus DBD :0
27. Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
kasus DBD : 44
28. Pelaksanaan Penanggulangan Focus (PF)
kasus DBD : 44
29. Jumlah desa endemis DBD :4
30. Jumlah desa Sporadis DBD :0
31. Jumlah Desa potensial/bebas DBD :0
32. Jumlah tenaga pemantau jentik : 29
33. Jumlah rumah yang diperiksa jentik :
104963
34. Jumlah rumah yang positif jentik : 8683
35. Jumlah sediaan darah malaria yang diperiksa :0
36. Jumlah penderita positif malaria
(ACD,PCD, lain-lain) :0
37. Jumlah penderita positif malaria yang diobati ACT : 0
38. Jumlah penderita positif malaria
yang diobati non ACT :0
39. Jumlah penderita positif malaria
63
yang diobati dan di Follow up :0
40. Jumlah penderita malaria yang meninggal :0
41. Jumlah Desa HCl malaria :0
42. Jumlah Desa MCl malaria :0
43. Jumlah Desa LCl malaria :0
44. Jumlah kasus yg kena gigitan
hewan perantara rabies :0
45. Jumlah kasus Filaria diobati :0
46. Kasus TN yang ditemukan :0
d. Kesehatan Keluarga
1. Jumlah ibu hamil Risiko tinggi ditemukan : 385
2. Jumlah bumil dengan Hb < 11 g% : 142
3. Jumlah bumil dengan LILA < 23,5 cm : 67
4. Jumlah peserta KB aktif semua metode : 9928
5. Jumlah peserta KB baru Semua Metode : 1394
6. Jumlah peserta KB yg mengalami
kegagalan semua metode :0
7. Jumlah peserta KB Semua Metode yg drop out :1300
64
2. Kesehatan Olah Raga
1. Jumlah pelatihan kes.olahraga yg pernah dilakukan
dimasyarakat (kader posyandu, PKK,dll) :0
2. Jumlah kelompok olahraga (club kebugaran,
fitnes center, Usila, Ibu hamil, Penyakit tidak
menular, jamaah haji,dll) : 13
3. Jumlah kelompok olahraga yg dibina (club
kebugaran, fitnes center,Usila, Ibu hamil,
Penyakit tdk menular, jamaah haji,dll) : 13
4. Pembinaan kelompok olahraga berdasarkan
kelompok khusus (Ibu hamil, Lansia, Penyakit tidak
menular, Haji, penyandang cacat, dll) : 13
5. Jumlah siswa yg diukur kebugaran jasmani
a. SD : 7041
b. SMP : 3913
c. SMA : 1338
g. Kesehatan Jiwa
1. Jumlah kasus NAPZA :0
2. Jumlah kasus keswa : 71
3. Jumlah Bumil dengan gangguan jiwa :0
h. Kesehatan Kerja
1. Jumlah pekerja formal yang
mendapat pelayanan kesehatan : 1052
2. Jumlah pekerja formal yg ada : 11288
3. Jumlah klinik perusahaan yang
berijin dan dibina :0
4. Jumlah Klinik perusahaan yang ada :1
i. Data Morbiditas
1. Angka Kesakitan : 28,59%
2. Jumlah 15 Penyakit terbesar
a. Hipertensi : 23,64%
b. Faringitis Akut :16,05 %
65
c. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus : 10,69 %
d. Mialgia : 7,55%
e. Hipertensi Heart Disease tanpa gagal jantung: 5,99 %
f. Konseling : 4,60 %
g. Common Cold : 4,55 %
h. Cefalgia : 3,97 %
i. Periodontitis : 3,96 %
j. Gastroenteritis Akut : 3,87 %
k. Gastritis : 3,51 %
j. Necrosis Pulpa : 3, 18 %
l. Demam : 2,99 %
m. Caries Dentis : 2,87 %
n. General Chek up : 2,48 %
I PROMOSI KESEHATAN
Pengembangan Desa Siaga
Desa Siaga Tumbuh 100 100 0 TM
Pengkajian PHBS pada
Tatanan RT
Rumah Tangga Dikaji PHBS 100 94,84 5,16 M
Rumah Tangga Sehat 100 95,83 4,17 M
Intervensi dan Penyuluhan
PHBS
Pada kelompok Rumah
100 84,79 15,21 M
Tangga
Pada Institusi Pendidikan 100 41,93 58,07 M
66
(Sekolah)
Pada Institusi Sarana
100 50 50 M
Kesehatan
Pada Institusi TTU 100 15,09 84,91 M
Pada Institusi Tempat Kerja 100 5 95 M
Pada Pondok Pesantren 0 0 0
Pengembangan UKBM
Jumlah Posyandu Mandiri
50 87,71 TM
(PURI)
Penyuluhan Napza
Penyuluhan Napza 20 16,41 3,59 M
II KESEHATAN LINGKUNGAN
Penyehatan Air
Pengawasan SAB 85 100 TM
SAB yang memenuhi syarat
67 98,93 TM
kesehatan
Jumlah KK yang memiliki
67 100 TM
akses terhadap SAB
Penyehatan Makanan dan
Minuman
Pembinaan Tempat
95 96,42 TM
Pengelolaan Makanan
Tempat Pengelolaan
Makanan yg memenuhi 75 47,32 53 M
syarat kesehatan
67
Jumlah KK yang memiliki
72 99,55 TM
akses terhadap jamban
Jumlah Kelurahan yang
4 2 50 TM
sudah ODF
Jumlah Jamban Sehat 80 98,62 TM
Pelaksanaan kegiatan
47 100 TM
STBM di Puskesmas
III UPAYA PERBAIKAN GIZI
Pelayanan Gizi
Masyarakat
Pemberian kapsul vit A
dosis tinggi pada balita 2kali 85 91,04 TM
per tahun
Pemberian tablet besi (90
85 95,78 TM
tablet) pada Bumil
Bumil KEK 20 5,99 70 M
Penanganan Gangguan
Gizi
Balita Gizi Buruk mendapat
100 100 TM
perawatan
MP-ASI pada anak usia 6-
100 100 TM
24 bulan
Pemberian PMT pemulihan
100 100 TM
balita gizi buruk
Balita Bawah Garis Merah 2,5 1,13 55 M
Cakupan RT yang
mengkonsumsi garam 90 100 TM
beryodium
68
Pelayanan Nifas lengkap
95 97,37 TM
sesuai standar
Pelayanan Masternal Risti /
80 62,23 22 M
Komplikasi yang ditangani
Kesehatan Bayi
Pelayanan Neonatal Risti /
80 62,23 22 M
Komplikasi yang ditangani
Pelayanan Neonatal sesuai
95 100 TM
standar (KN lengkap)
Pelayanan Bayi Paripurna 97 98,60 TM
Upaya Kesehatan Balita dan Anak Pra Sekolah
Pelayanan Kesehatan Anak
89 70,58 18,42 M
Balita
Pelayanan Kesehatan Anak
87 34,23 52,77 M
Pra Sekolah
Upaya Kesehatan Anak Usia Sekolah dan
Remaja
Jumlah murid yang dilakukan penjaringan kesehatannya
a. Murid kelas I SD/MI 100 97,04 3 M
b. Murid kelas VII SMP/MTs 100 98,03 2 M
c. Murid kelas X SMA/MA 100 97,34 3 M
Frekuensi pembinaan kesehatan di sekolah
a. SD/MI 100 100 TM
b. SMP/MTs 100 100 TM
c. SMA/MA 100 100 TM
69
PENYAKIT MENULAR
Diare
Penemuan penderita Diare
yang diobati di Puskesmas 59,44
dan Kader
Cakupan pelayanan Diare 100 59,44 40,56 M
Angka penggunaan oralit 100 100 TM
Angka penggunaan RL 1 0 1 M
Proporsi penderita diare
100 100 TM
balita yang diberi tablet Zinc
Case Fatality Rate KLB
<1 0 TM
Diare
ISPA
Cakupan penemuan
100 10,44 89,56 M
penderita pneumonia balita
KUSTA
Penemuan penderita kusta
> 10 0 10 M
baru (CDR)
Proporsi kasus kusta anak <5 0 5 M
Proporsi kasus kusta TK II <5 0 5 M
<
Prevalensi kusta (PR) 1/10.000 0 < 1/10.000 M
RFT Rate penderita PB 95 0 95 M
RFT Rate penderita MB 95 0 95 M
70
HIV-AIDS
Jumlah kegiatan
penyuluhan HIV/AIDS di 100 66,03 33,97 M
puskesmas
Kelompok sasaran yang
100 83,33 16,67 M
dijangkau
Demam Berdarah Dengue
Insidens kasus DBD 100 100 TM
Prosentase penderita DBD
100 100 TM
ditangani
Case Fatality Rate Kasus
0 0 TM
penyakit DBD
Angka Bebas Jentik (ABJ) 95 91,72 3 M
Jumlah wilayah KLB DBD 0 0 TM
Malaria
Penderita klinis malaria
yang dilakukan
0 0 TM
pemeriksaan sediaan darah
(SD)
Penderita positif malarian
yang diobati sesuai standar 0 0 TM
(ACT)
Penderita positif malaria
0 0 TM
yang di follow up
Pencegahan dan
Penanggulangan Rabies
Cuci luka terhadap kasus
gigitan hewan perantara 0 0 TM
rabies
71
kelas 1SD
Imunisasi Campak pada anak
98 90,69 7,31 M
kelas 1SD
Imunisasi TT pada anak SD
98 90,25 7,75 M
kelas 2 dan 3
Imunisasi TT5 pada WUS
85 1,28 83,72 M
(15-45 tahun)
Pemantauan suhu lemari es
100 100 TM
vaksin
Ketersediaan vaksin 100 100 TM
Pengamatan Penyakit
(Surveilance Epidemiologi)
Laporan STP (Surveilance
Terpdu Penyakit) yang tepat 80 100 TM
waktu
Kelengkapan Laporan STP 90 100 TM
Laporan C1 (Campak) yang
> 80 100 TM
tepat waktu
Kelengkapan laporan C1 90 100 TM
Laporan W2 (mingguan) yang
80 100 TM
tepat waktu
Kelengkapan Laporan W2 90 100 TM
Grafik Penyakit Potensial
100 100 TM
Wabah
Laporan KIPI Zero reporting 90 100 TM
Desa/Kelurahan yang
mengalami KLB 100 100 TM
ditanggulangi <24 jam
72
Tabel 3.3 Rekapitulasi PKP Program Pokok Puskesmas
Kedurus Tahun 2015
HASIL CAKUPAN
NO JENIS KOMPONEN ( K ) (%)
I Promosi Kesehatan ( 70,04 )
II Kesehatan Lingkungan ( 89,96 )
III Perbaikan Gizi ( 63,90)
IV Kesehatan Ibu dan Anak termasuk ( 93,23 )
Keluarga Berencana
V Pencegahan dan Pemberantasan ( 43,48 )
Penyakit Menular
VI Pengobatan ( 73,34 )
VII Program Pengembangan/Inovatif ( 39,78 )
Sumber: Pelaporan Kinerja Puskesmas Kedurus Tahun 2015
73
dan HIV/AIDS. Berikut ini hasil USG mengenai penyakit menular yang
termasuk dalam program P2M.
74
b. Membuat garis horizontal.
c. Menentukan penyebab masalah berupa duri - duri utama seperti,
manusia, material, dana, pelayanan, metode, lingkungan dan lain-
lain.
d. Melakukan curah pendapat pada salah satu duri utama untuk
mengisi duri - duri lanjutan atau cabangnya.
e. Melanjutkan curah pendapat pada duri utama lainnya.
75
Gambar 3.2: Fishbone TB Paru di Kelurahan Kedurus Kedurus tahun
2015-2016 Sebesar 270%.
3.6 Pengumpulan Data Penyebab Masalah
76
Apakah masyarakat
Kurangnya kemauan
antusias terhadap Wawancara dengan
4 untuk melaksanakan 1
program 1 rumah 1 pemegang program
rumah 1 jumantik
jumantik?
Apakah status
Tingkat ekonomi yang Wawancara dengan
5 ekonomi masyarakat
belum merata pemegang program
kelurahan kedurus
Bagaimanakah peran
Kurangnya swadaya
swadaya masyarakat Wawancara dengan
6 masyarakat untuk upaya
untuk pemberantasan pemegang program
pemberantasan DBD
DBD?
Belum tersedianya buku Apakah buku
Wawancara dengan
7 pedoman tentang DBD pedoman DBD sudah
pemegang program
untuk bumantik tersedia?
Apakah leaflet dan
Terbatasnya leaflet atau kartu jentik untuk Wawancara dengan
8
kartu jentik warga sudah pemegang program
mencukupi?
Pertanyaan
No Penyebab Potensial Sumber Data
Pembuktian
Belum optimalnya Bagaimanakah
pelaporan pemeriksaan pelaporan
jentik dari bumantik ke Wawancara dengan
9 pemeriksaan jentik
puskesmas pemegang program
dari bumantik hingga
ke puskesmas?
Apakah terdapat
Belum adanya pokja DBD Wawancara dengan
10 team untuk DBD di
di puskesmas kedurus pemegang program
puskesmas kedurus?
Bagaimanakah
Wawancara dengan
11 Cepatnya penularan DBD penularan DBD di
pemegang program
kelurahan kedurus?
Lingkungan tempat Bagaimanakah
tinggal masyarakat kondisi lingkungan Wawancara dengan
12
mendukung untuk warga di sekitar pemegang program
hidupnya jentik nyamuk kedurus?
Bagaimanakah jarak
Jarak antara rumah yang
antara rumah ke Wawancara dengan
13 terlalu dekat hingga
rumah di kelurahan pemegang program
mempermudah penularan
kedurus?
14 Rendahnya kemauan Bagaimanakah Wawancara dengan
PMO untuk mendukung kinerja PMO
77
(Pemantau Minum
Obat) dalam
pasien TB paru pemegang program
mendukung pasien
TB pari?
Kesadaran masyarakat
Adakah sebab lain
meningkat sehingga Wawancara dengan
15 mengapa kasus TB
kasus yang terdata pemegang program
paru meningkat?
meningkat
Banyaknya penderita TB Adakah pasien TB
Wawancara dengan
16 paru yang belum mau paru yang belum mau
pemegang program
berobat berobat?
Pertanyaan
No Penyebab Potensial Sumber Data
Pembuktian
Apakah setiap pasien
Rendahnya kemauan TB paru yg memiliki
Wawancara dengan
18 suspek TB paru anak anak kecil sudah di
pemegang program
untuk tes tuberkulin tes tuberkulin
tuberkulin?
Apakah pasien TB
Rendahnya kemauan Wawancara dengan
19 paru sudah meminum
untuk minum obat teratur pemegang program
obat secara teratur?
Apakah satgas TB
Pengetahuan kader paru di kelurahan
satgas TB tentang TB kedurus telah Wawancara dengan
20 paru masih rendah mengerti tentang pemegang program
penyakit TB paru?
78
paru?
Bagaiamanakah
Tempat tinggal yang
kondisi rumah pasien Wawancara dengan
23 sempit dan kurang
TB paru di kelurahan pemegang program
cahaya matahari
kedurus?
Bagaimanakah
Kurangnya keterbukaan kondisi sosial Wawancara dengan
24
masyarakat bermasyarakat pemegang program
pasien TB paru?
Bagaiamana
masyarakat
Kurangnya kepedulian kelurahan kedurus Wawancara dengan
25
masyarakat tentang pasien TB pemegang program
paru yang ada di
wilayahnya?
Daftar pertanyaan yang diajukan untuk responden melalui Survey Mawas
Diri (SMD) terlampir.
Hasil Survey Mawas Diri (SMD)
a. Kesehatan Ibu dan Anak
c. Apakah ibu selama hamil selalu memeriksakan kehamilannya
ke bidan / ke nakes terdekat?
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya ke bidan/tenaga
kesehatan
d. Apakah ibu selama hamil selalu minum tablet tambah
darah?
79
Jawaban
10
Ya
Tidak
30
Penjelasan:
Ditemukan 25% jawaban tidak, dengan alasan wanita
tersebut merasakan mual dan muntah setelah minum
tablet penambah darah.
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Semua para ibu saat waktu melahirkan ditolong oleh
nakes (tenaga kesehatan).
80
Jawaban
11
Ya
Tidak
29
Penjelasan:
Terdapat 37% ibu yang tidak memberikan ASI pada
bayinya hingga usia 6 bulan dengan alasan kesibukan
dalam karir dan kerja.
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Semua ibu mengerti manfaat ASI.
81
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap para ibu mengerti pentingnya imunisasi untuk
bayinya.
Jawaban
Ya
Tidak
36
Penjelasan:
Terdapat 10% ibu yang bayinya tidak mendapat imunisasi
dengan alasan takut anaknya panas dan rewel.
82
j. Apakah ibu setiap bulan membawa balitanya ke
posyandu?
Jawaban
Ya
Tidak
34
Penjelasan:
Terdapat 15% ibu yang tidak membawa balitanya ke
posyandu setiap bulan dengan alasan sibuk dengan
pekerjaan.
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap keluarga buang air besar di jamban.
83
Jawaban
Ya
Tidak
32
Penjelasan:
Terdapat 20% keluarga yang meminum langsung air
tanpa dimasak terlebih dahulu karena keyakinan
masyarakat tersebut air yang diminum sudah bersih.
Jawaban
Ya
Tidak
34
Penjelasan:
Terdapat 15% rumah yang jarak antara sumur dan jamban
tidak lebih dari 10 m dengan alasan lahan tempat tinggal
sempit dan jarak dengan rumah tetangga berdempetan.
84
8. Apakah pencahayaan / ventilasi dalam rumah sudah mencukupi?
Jawaban
Ya
Tidak
38
Penjelasan:
Sebanyak 5% rumah dengan pencahayaan/ventilasi yang
belum mencukupi dengan alasan lahan tempat tinggal
sempit dan jarak dengan rumah tetangga berdempetan.
Jawaban
14
Ya
Tidak
26
Penjelasan:
Terdapat 35% rumah tidak tersedia asbak. Dan terdapat
65% rumah yang tersedia asbak meskipun penghuninya
tidak merokok.
85
10. Apakah penghuni rumah ada yang merokok?
Jawaban
Ya
18 Tidak
22
Penjelasan:
Terdapat 55% rumah yang penghuninya merokok.
Jawaban
12
Ya
Tidak
28
Penjelasan:
Sebanyak 30% orang yang merokok di dalam rumah
dengan alasan merasa lebih nyaman.
86
12. Apakah keluarga ibu suka makan sayur dan buah?
Jawaban
Ya
Tidak
39
Penjelasan:
Terdapat 2,5% keluarga yang tidak menyukai konsumsi
sayur dan buah.
13. Apakah setiap selesai BAB (buang air besar) selalu cuci tangan
pakai sabun?
Jawaban
Ya
Tidak
39
Penjelasan:
Sebanyak 2,5% warga tidak mencuci tangan setiap
selesai BAB dengan alasan belum terbiasa.
87
14. Apakah keluarga sudah melakukan olahraga rutin?
Jawaban
14
Ya
Tidak
26
Penjelasan:
Terdapat 35% keluarga yang belum melakukan olahraga
rutin dengan alasan kesibukan dalam pekerjaan.
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap para ibu menutup makanan yang disajikan.
c. Kesehatan Lingkungan
5. Apakah dirumah ibu ada tempat sampah? (Pengamatan)
88
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap para ibu memiliki tempat sampah di dalam
rumahnya.
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap para ibu membuang sampah pada tempatnya.
89
Jawaban
Ya
Tidak
36
Penjelasan:
Terdapat 10% ibu-ibu yang belum mengerti apa itu PSN
karena belum pernah mengikuti penyuluhan di kelurahan
tentang program kesehatan.
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap para ibu mengerti apa itu 3m+
90
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap keluarga menguras bak mandinya secara rutin.
Jawaban
Ya
Tidak
35
Penjelasan:
Terdapat 12,5% keluarga belum mengetahui tanda-tanda
penyakit DBD karena belum pernah mengikuti penyuluhan
di kelurahan tentang program kesehatan.
91
11. Apakah keluarga tahun ini ada yang dirawat karena demam
berdarah?
Jawaban
11
Ya
Tidak
29
Penjelasan:
Terdapat 72,5% keluarga yang dirawat karena Demam
Bedarah pada tahun ini. Hal ini disebabkan karena
rendahnya kemauan masyarakat melaksanakan PSN.
Jawaban
10
Ya
Tidak
30
Penjelasan:
Terdapat 25% keluarga yang anggota keluarganya sering
sakit.
92
Jawaban
Ya
Tidak
39
Penjelasan:
Terdapat 2,5% keluarga yang belum mengetahui tanda-
tanda penyakit diare. Hal ini disebabkan karena kondisi
ekonomi, sosial, pendidikan yang rendah.
Jawaban
Ya
Tidak
39
Penjelasan:
Terdapat 2,5% keluarga yang bila ada penderita diare
tidak mampu membuat cairan oralit sendiri. Hal ini
disebabkan karena kondisi ekonomi, sosial, pendidikan
yang rendah.
93
f. Apakah keluarga tahu apa itu oralit?
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap keluarga mengerti tentang oalit.
Jawaban
13
Ya
Tidak
27
Penjelasan:
Terdapat 32,5% keluarga yang anggotanya sering batuk-
batuk. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan tempat
tinggal yang tingkat polusi udaranya tinggi.
e. Kelurahan Siaga
4. Apakah bapak/ibu tahu tentang Desa Siaga?
94
Jawaban
12
Ya
Tidak
28
Penjelasan:
Sebanyak 70% warga belum mengetahui tentang desa
siaga. Hal ini disebabkan karena kurang mengikuti
sosialisasi di kelurahan.
Jawaban
Ya
Tidak
31
Penjelasan:
Sebanyak 77,5% warga belum pernah mengikuti
pertemuan di desa tentang kesehatan karena kesibukan.
95
Jawaban
Ya
Tidak
36
Penjelasan:
Sebanyak 10% warga belum menggunakan sarana
pelayanan kesehatan yang ada. Hal ini disebabkan karena
keinginan orang tersebut untuk dilayani dokter spesialis di
rumah sakit.
Jawaban
12
Ya
Tidak
28
Penjelasan:
Terdapat 30% keluarga yang jarang mengadakan kerja
bakti karena kesibukan.
96
Jawaban
13
Ya
Tidak
27
Penjelasan:
Terdapat 32,5% orang yang belum mempunyai asuransi
jaminan kesehatan. Hal ini disebabkan karena merasa
pengobatan di Surabaya cukup memakai KTP.
f. Gizi
– Apakah ibu sudah menggunakan garam beryodium?
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap ibu sudah menggunakan garam beryodium.
97
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Setiap ibu sudah memberikan vitamin A untuk balita..
Jawaban
Ya
Tidak
40
Penjelasan:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita gizi buruk.
98
– Apakah keluarga mengkonsumsi makanan 4 sehat 5
sempurna?
Jawaban
Ya
Tidak
37
Penjelasan:
Terdapat7,5%3 keluarga yang belum mengkonsumi
makanan 4 sehat 5 sempurna. Hal ini menurut pengakuan
mereka, disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial yang
rendah.
99
7. Banyaknya masyarakat yang menderita TB 4 3 3 10
dan tidak mau berobat
8. Banyak suspek TB yang belum diperiksa 3 3 4 10
9. Anak-anak tinggal bersama penderita TB 4 2 3 8
10 Rendahnya kemauan masyarakat untuk tes 3 3 3 9
. tuberkulin
11 Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai 2 2 3 7
. TB
12 Rendahnya pengetahuan kader mengenai TB 2 2 2 6
.
13 Masyarakat tidak mengetahui tanda-tanda 3 2 3 8
. penyakit TB
14 Rendahnya kemauan untuk berobat 3 3 2 8
.
15 Rendahnya kemauan untuk minum obat rutin 2 2 3 7
.
100
6. Kurangnya keperdulian antar masyarakat 1 1 2 4
7. Kurangnya dukungan untuk penderita TB agar 2 2 2 6
berobat
8. Kurangnya dukungan untuk penderita TB agar 2 2 2 6
minum obat dengan benar
No Masalah U S G Total
1. Belum tersedianya buku pedoman tentang 3 3 4 10
DBD untuk bumantik
2. Belum meratanya pengetahuan masyarakat 2 3 2 7
tentang DBD
3. Belum tersedianya buku pedoman tentang TB 3 3 4 10
untuk kader
4. Terbatasnya leaflet dan kartu jentik di rumah- 2 2 2 6
rumah
101
Proses untuk menentukan Alternative pemecahan masalah, yaitu:
1. Mendata penyebab masalah yang sudah dipilih melalui USG
2. Hasil MMD
102
4. Lingkungan tempat tinggal Menyarankan melaksanakan 3M+ dan
masyarakat mendukung penggunaan abate dan memelihara
untuk hidupnya nyamuk ikan cupang
5. Belum tersedianya buku Membuat buku saku kader mengenai
pedoman tentang TB untuk TB
kader
6. Banyak suspek TB yang Mengajak masyarakat untuk
belum di periksa melaporkan ke kader tentang
penemuan gejala TB di lingkungan
103
didasarkan pada ketersediaan metode / cara / teknologi serta
penunjang seperti peraturan atau juklak
c. Readiness (Kesiapan) yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana
maupun kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan
dan motivasi.
d. Leverage (Daya Ungkit) yaitu seberapa besar pengaruh
kriteria yang satu dengan yang lain dalam pemecahan
masalah yang dibahas.
Mengedukasi
masyarakat bahwa TB
3 3 3 4 108 8
bisa sembuh dan
pengobatan gratis
Mengajak masyarakat
untuk melaporkan ke
2 3 2 3 36 11
kader tentang penemuan
gejala TB di lingkungan
Memberikan pelatihan
untuk kader mengenai 4 4 3 4 192 1
DBD
104
Menyarankan
melaksanakan 3M+ dan
4 4 3 3 144 6
penggunaan abate dan
memelihara ikan cupang
Melaksanakan PSN
setiap minggu dan 4 3 3 4 144 3
penyuluhan DBD
Mengadakan penyuluhan
tentang program
4 3 3 4 144 4
kesehatan (PSN, 1
rumah 1 jumantik,dll)
Mengadakan penyuluhan
4 3 3 4 144 5
tentang PSN
Menjelaskan kriteria
rumah sehat dan
menyarankan agar 3 3 3 4 108 9
membuat ventilasi yang
baik
Mengadakan penyuluhan
4 3 3 4 144 7
tentang TB
105
o dr. Gerryd Dina, M.Kes
Dokter Muda
o Cendrawati P.
o Faradilah I.
o Fauzy T.
o Felly W.
o Fitria L.
o Fusinda R.
PJ. Kesehatan Lingkungan
o Rika Damayanti, S.ST
Bidan Kelurahan Kedurus
o Marsiyah, Amd.Keb
Koordinator Bumantik Kelurahan Kedurus
o Bu Fitri Iriantiningsih
106
NO URAIAN NAMA SASARAN TARGET LOKASI ANGGARA INDIKATOR PELAKSANAAN
. KEGIATAN PETUGAS N DANA
PENANGGUN
G JAWAB
1. Memberikan Fauzy Kader Bu 1 kali Aula Rp. 500.000 -Jumlah Sabtu, 7 Januari
pelatihan untuk Mantik Puskesma kader yang 2017
kader mengenai kelurahan s Kedurus hadir
DBD Kedurus20
orang -Antusias
peserta
pelatihan
2. Membuat buku Felly Kader Bu 20 buku Aula Rp. 200.000 -Ada buku Senin, 2 Januari
saku kader Mantik Puskesma saku kader – 6 Januari
tentang DBD s Kedurus 2017
3. Pelaksanaan Ibu Rika Warga 1x dalam Tiap RT di PKM -ABJ >95% Setiap minggu
PSN tiap kelurahan seminggu kelurahan
minggu Kedurus, wilayah -Jumlah
Karang masing- PSN dalam
Pilang, masing. seminggu
Waru
Gunung
dan
Kebraon
5. Membuat buku Cendrawati Warga 20 buku Puskesma Rp 200.000 -Ada buku Senin, 2 Januari
107
saku kader kelurahan s Kedurus saku kader – 6 Januari
tentang TB Kedurus 2017
6. Menyarankan Fusinda Warga 1 kali Kedurus Rp. 100.000 -Jumlah Sabtu, 7 Januari
melaksanakan kelurahan Pilang orang yang 2017
3M+ dan Kedurus Indah RT 8 hadir
penggunaan RW 2
abate dan -antusias
memelihara orang yang
ikan cupang hadir
108
3.12 Monitoring dan Evaluasi
1. Monitoring Kegiatan
Guna keberhasilan kegiatan yang telah kami rencanakan, dilakukan
monitoring beberapa komponen antara lain :
Memonitoring jumlah kader yang aktif dan peduli terhadap
penderita DBD
Memonitoring hasil ABJ
Memonitoring jumlah PSN setiap bulan
Memonitoring jumlah kader yang aktif dan peduli terhadap
penderita TB
Memonitoring apakah buku saku kader telah di bagikan kepada
para kader
2. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan ini di lakukan untuk membahas hasil kegiatan
yang telah dilakukan berdasarkan indikator keberhasilan kegiatan
tersebut, seperti :
Jumlah kader yang hadir dalam pelatihan mengenai DBD 15
orang dan sudah sesuai sasaran sejumlah 15 orang. Selain itu
antusias dari para peserta pelatihan juga sangat baik.
Buku saku kader sudah tersedia dan telah dibagikan untuk para
kader Bumantik Kedurus.
Jumlah kader yang hadir dalam penyuluhan mengenai DBD 25
orang dan sudah sesuai sasaran sejumlah 20 orang. Selain itu
antusias dari para peserta penyuluhan juga sangat baik.
Pelaksaanaan PSN tiap minggu sudah memenuhi target
sebanyak satu kali dalam seminggu. Tetapi hasil ABJ tiap
minggu rata-ratanya hanya 60% dan belum mencukupi target
sebanyak >95%.
Jumlah warga yang hadir dalam penyuluhan mengenai
pelaksanaan 3M+ dan penggunaan abate serta memelihara
ikan cupang di dalam bak mandi adalah 39 orang dan sudah
109
sesuai sasaran sejumlah 20 orang. Selain itu antusias dari para
warga yang hadir juga sangat baik.
Jumlah kader yang hadir dalam penyuluhan mengenai TB 25
orang dan sudah sesuai sasaran sejumlah 20 orang. Selain itu
antusias dari para peserta penyuluhan juga sangat baik.
Buku saku kader sudah tersedia dan di bagikan untuk para
kader Bumantik Kedurus.
110
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Di wilayah kerja Puskesmas Kedurus, sejak tahun 2013-2016
Kelurahan Kedurus selalu menjadi wilayah dengan kasus DBD terbanyak
dibanding wilayah kelurahan lainnya dan terjadi peningkatan angka
kematian (CFR) dari 0% (Th. 2015) menjadi 10% (Th. 2016). Pada tahun
2016 di Kelurahan Kedurus juga terjadi peningkatan kasus TB baru yaitu
sebanyak 37 orang dibandingkan pada tahun 2015, kejadian kasus TB
baru sebanyak 10 orang.
Dari hasil PKP, SMD dan MMD ditemukan prioritas masalah untuk
penyakit DBD adalah masih banyak kader Bumantik baru yang belum
mengerti tugasnya, belum tersedianya buku pedoman tentang DBD,
lingkungan tempat tinggal masyarakat mendukung untuk hidupnya
nyamuk dan angka ABJ masih rendah (68%). Pada penyakit TB, prioritas
masalah yang didapatkan adalah banyaknya masyarakat yang menderita
TB dan tidak mau berobat, banyak suspek TB yang belum diperiksa dan
belum tersedianya buku pedoman kader tentang TB. Peran serta
masyarakat dalam menanggulangi penyakit DBD dan TB juga masih
rendah.
Dalam mencapai tujuan kegiatan yang diharapkan, perlu kordinasi
lintas sektor yaitu dari Puskesmas meliputi Kepala Puskesmas, pemegang
penanggung jawab program, dan penanggung jawab kesehatan
lingkungan, dari Kelurahan Kedurus meliputi Kepala Kelurahan dan
Kader-kader yang sudah dibentuk. Untuk itu diperlukan kerjasama yang
berkesinambungan agar setiap program bisa berjalan dengan baik.
Program-program yang kami lakukan untuk penanggulangan
penyakit DBD adalah memberikan pelatihan dan membuat buku saku
untuk kader mengenai penyakit DBD, memberikan penyuluhan tentang
DBD, melaksanakan PSN sekali dalam seminggu (Hari Jumat).
111
Sedangkan untuk penanggulangan penyakit TB adalah penyuluhan
tentang TB dan membuat buku saku kader tentang TB.
4.2 Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Mempertahankan kerjasama yang sudah berjalan baik.
b. Meningkatkan promosi kesehatan tentang DBD (PSN,
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik) dan TB.
c. Meningkatkan pelatihan kader-kader kesehatan.
d. Evaluasi rutin PSN
2. Bagi Masyarakat
1. Berperan aktif dalam setiap kegiatan yang diadakan
puskesmas.
2. Menjalankan tugas kader DBD dengan baik yaitu melakukan
sosisalisasi PSN 3 Plus, membuat dan melaporkan hasil
rekapitulasi pemantauan jentik.
3. Menjalankan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
4. Melakukan PSN secara rutin minimal sekali dalam seminggu
agar angka bebas jentik >95%.
3. Bagi Dokter Muda
1. Mengetahui manajemen tentang penyakit DBD dan TB secara
holistik.
2. Meningkatkan manajemen mutu dan waktu dalam
melaksanakan program.
3. Meningkatkan komunikasi lintas sektor agar program dapat
terlaksana dengan baik.
4. Untuk selanjutnya masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki dari pembuatan laporan ini.
112
DAFTAR PUSTAKA
113
Zein, Dila Apriliani dan Hapsari, MM DEAH and Farhanah, Nur .2015.
Gambaran Karakteristik Warning Sign WHO 2009 Pada Penyakit
Demam Berdarah Dengue ( DBD ) Anak dan Dewasa. Undergraduate
thesis, Faculty of Medicine.g
114
Lampiran 1
Tabel Data Pertanyaan Survei Mawas Diri
Jumlah
KESEHATAN IBU DAN ANAK ( KIA )
NO PERTANYAAN YA TDK
Apakah ibu selama hamil selalu memeriksakan
40
1 kehamilannya ke bidan / ke nakes terdekat?
Apakah ibu selama hamil selalu minum tablet tambah
30 10
2 darah?
Apakah ibu pada waktu melahirkan ditolong oleh
40
3 nakes ( tenaga kesehatan) ?
Apakah ibu setelah melahirkan memberikan ASI saja
29 11
4 pada bayi sampai 6 bulan ?
5 Apakah ibu tahu manfaat ASI? 40
6 Apakah ibu tahu pentingnya Imunisasi untuk bayi ? 40
Apakah bayi ibu sudah mendapatkan imunisasi
36 4
7 lengkap ? (lihat KMS)
Apakah ibu setiap bulan membawa balitanya ke
34 6
8 posyandu?
115
KESEHATAN LINGKUNGAN
NO PERTANYAAN
Apakah dirumah ibu ada tempat sampah ?
40
1 (Pengamatan)
2 Apakah sampah dibuang pada tempatnya ? 40
Apakah keluarga tahu apa itu PSN (Pemberantasan
36 4
3 Sarang Nyamuk) ?
Apakah keluarga tahu apa itu 3M+ (Menutup,
40
4 Menguras, Mengubur dll) ?
Apakah keluarga selalu menguras bak mandi secara
40
5 rutin ?
Apakah keluarga tahu tanda-tanda penyakit DBD
35 5
6 (Demam Berdarah Dengue) ?
Apakah keluarga tahun ini ada yang dirawat karena
29 11
7 demam berdarah ?
P2 : PENCEGAHAN PENYAKIT
NO PERTANYAAN
KELURAHAN SIAGA
NO PERTANYAAN
116
NO PERTANYAAN
Lampiran 2
117
Bersama Bapak Lurah Kelurahan Kedurus Setelah Pemaparan SMD-
MMD Di Pendopo Kelurahan Kedurus
118
Bersama ibu-ibu warga kelurahan Kedurus saat Penyuluhan tentang
DBD di Kedurus Pilang Indah RT 8 RW 2
119