Anda di halaman 1dari 4

• Fondasi Perilaku Individu

Manusia adalah makhluk yang unik. Setiap individu berbeda antara satu dengan yang lain.
Perbedaan ini akan menyebabkan individu-individupun berperilaku tidak seragam. Mungkin seorang
individu akan berperilaku menyebalkan sementara individu yang lain berperilaku ramah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seorang individu, terutama perilaku individu di
dalamsebuah organisasi :

1. Karakteristik biografi (biographical characteristic). Karakteristik biografi adalah karakter-karakter


personal yang melekat di diri seorang individu seperti usia, gender, dan status pernikahan.

2. Kemampuan (ability). Kemampuan adalah kapasitas yang dimiliki oleh seorang individu untuk
melakukan suatu pekerjaan tertentu, terdiri dari memampuan intelektual (IQ) dan kemampuan fisik.

3. Pembelajaran (learning). Perilaku individu tidak muncul secara tiba-tiba. Seorang bayi tidak
langsung tahu cara melakukan sesuatu tanpa diajari terlebih dahulu oleh orang tuanya. Oleh sebab itu,
pembelajaran kemudian menjadi salah satu faktor yang menentukan perilaku seorang individu.

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang proses pembelajaran yaitu :

1. Teori classical conditioning

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang akan memberikan tanggapan terhadap sebuah stimulus tertentu
karena belajar, padahal sebelumnya individu tersebut tidak memberikan respon apa-apa terhadap
stimulus tersebut. Respon terhadap stimulus timbul karena individu dikondisikan untuk bereaksi dengan
pembiasaan secara terus menerus. Pengkondisian klasik pada hakikatnya, mempelajari respon
terkondisi yang melibatkan pembinaan ikatan antara rangsangan tak tekondisi, dengan menggunakan
rangsangan berpasangan yang satu memaksa dan yang lain berpasangan, rangsangan netral menjadi
rangsangan terkondisi dan yang lain meneruskan rangsangan-rangsangan tak terkondisi.

2. Teori operant conditioning

menjelaskan bahwa individu akan berperilaku dengan mempertimbangkan akibat-akibat yang akan
ditimbulkan apabila perilaku tersebut ditampilkan oleh individu. Pada teori ini pembelajaran
dihubungkan dengan keinginan untuk memperoleh sesuatu sebagai konsekuensi dari setiap tindakan.
Seseorang berperilaku tertentu untuk menuju pada perolehan ganjaran (reward) dan atau untuk
menghindari suatu hukuman (punishment). Pengkondisian operat merupakan tipe pengkondisian
perilaku sukarela yang diharapkan untuk mendapatkan hadiah atau mencegah hukuman.
Kecenderungan untuk mengurangi perilaku ini dipengaruhi oleh ada tidaknya penguatan yang
dihadirkan oleh konsekuensi-konsekuensi perilaku tersebut. Oleh karena itu penguatan perilaku
tertentu akan meningkatkan perilaku itu untuk diulangi. Hadiah akan lebih efektif jika segera diberikan
menyusul respon yang diinginkan, disamping itu, perilaku yang tidak diberikan penghargaan akan lebih
kecil kemungkinan untuk diulang.

3. Teori pembelajaran sosial (social learning)

menjelaskan bahwa seorang individu akan mempelajari akan mempelajari perilaku orang lain untuk
kemudian dia tiru. Individu belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Di sini faktor-faktor
lingkungan sangat kuat mempengaruhi perilaku individu. Teori pembelajaran sosial, dimana manusia
dapat belajar melalui pengamatana dan pengalaman langsung. Pengaruh model ini merupakan inti dari
pembelajaran sosial, dalam pembelajaran sosial ditemukan empat model proses yang mempengaruhi
individu dalam menentukan keberhasilan program yaitu:

1. Proses perhatian

Orang akan belajar dari model tertentu jika hanya untuk mengenali dan menaruh perhatian pada pitur
penting yang menentukan, kita sangat terpengaruh oleh model-model yang menarik, muncul berulang-
ulang yang serupa menurut pikiran.

2. Proses retensi

Pengaruh model tertentu akan berpengaruh pada bertapa baiknya individu mengingat tindakan model
itu setelah model itu tidak ada lagi.

3. Proses repreduksi motor

Setelah seseorang melihat perilaku baru dengan mengganti model itu, pengamatan itu akan berubah
menjadi perbuatan, maka proses ini akan memperlihatkan bahwa individu itu akan memperlihatkan
model itu.

4. Proses penguatan

Individu-individu akan termotivasi untuk memperlihatkan perilaku model tertentu jika disediakan
rangsangan tertentu atau mendapatkan hadiah. Perilaku yang dikuatkan melalui mekanisme positif akan
lebih banyak mendapatkan perhatian, dipelajari lebih baik, danlebih sering dilakukan.

• Sikap (attitude)

Sikap atau attitude diartikan sebagai pernyataan evaluatif atau penilaian terhadap suatu objek, orang
atau peristiwa. Sikap (attitude) berbeda dari perilaku (behaviour). Sikap masih berupa penilaian abstrak.
Penilaian tersebut menjadi kongkrit dalam perilaku. Misal kita mempunyai sikap bahwa korupsi itu tidak
baik, penilaian kita tersebut menjadi nyata ketika kita mewujudkan sikap tersebut de dalam perilaku
tidak melakukan korupsi.

Robbins dan Judge (2008) mengungkapkan ada tiga komponen yang membangun sikap atau attitude
yaitu :

a. Komponen kognitif (cognitive component), komponen ini merupakan komponen inti dari sikap
(attitude) yang berupa penjelasan atau kepercayaan (belief) tentang suatu hal.

b. Komponen afektif (affective component), merupakan komponen sikap (attitude) yang bersifat
emosional atau bagaimana seseroang merasakansesuatu hal. Seperti apakah ia merasa senang atau
merasa tidak senang.

c. Komponen Perilaku (behavioral component), yaitu intensi yang berperilaku tertentu terhadap
seseorang atau suatu hal yang didasarkan pada keyakinan (kognitif) dan perasaan (affektif) yang dimiliki
individu terhadap seseorang atau suatu hal tersebut.

Tiga komponen sikap tersebut memberikan pemahaman bahwa sikap individu dibentuk oleh kognisi
dalam menggunakan rasio yang dikombinasikan dengan kekuatan emosi yang akan mendorong
seseorang individu untuk menunjukkan perilaku tertentu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap bisa menjadi prediktor bagi perilaku. Kita bisa memprediksi
kira-kira perilaku apa yang akan ditunjukkan oleh seorang individu dengan mengetahui sikap yang
dianutnya. Tetapi ada kalanya, muncul ketidaksesuaian antara sikap yang dianut dan perilaku yang
ditampilkan, sehingga menimbulkan kondisi yang disebut sebagai cognitive dissonance.

Cognitive dissonance adalah suatu kondisi ketika terjadi ketidaksamaan antara sikap dan perilaku.
Artinya perilaku yang ditampilkan individu tidak sesuai dengan sikap yang dianutnya. Akibatnya muncul
kegelisahan di dalam diri individu. Untuk perilakunya agar sesuai dengan sikapnya atau mengubah
sikapnya agar sesuai dengan perilakunya.

Tetapi ada kalanya sikap baru tercipta setelah kita menampilkan perilaku tertentu. Di sini perilaku mucul
terlebih dahulu baru kemudian sikap yang digunakan sebagai pengesahan terhadap perilaku yang telah
dilakukan. Misalkan, seorang mahasiswa berbuat curang dengan berperilaku mencontek ketika ujian
karena tidak belajar, perilakunya tersebut kemudian disahkan oleh sikap yang muncul belakangan,
misalnya mencontek karena kepepet bukan perbuatan yang tercela. Kondisi ini disebut sebagai self
percetion theory yaitu sikap (attitud) digunakan justru untuk menjustifikasi perilaku (behaviour) yang
telah dilakukan.

Di dalam perilaku organisasi, terdapat tiga jenis sikap yang sering dipelajari dan diteliti, yiaut kepuasan
kerja (job satisfaction), yang merujuk pada sikap seseorang terhadap pekerjaannya, keterlibatan kerja
(job involvement) yang merupakan ukuran sejauh mana seseorang secara psikologis memihak
pekerjaannya dan menggunakan pekerjaannya sebagai ukuran harga diri, dan komitmen organisasi
(organizational commitment) yang merupakan sikap sejauh mana seorang individu berniat memelihara
keanggotaan di dalam sebuah organisasi.

• Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

Kepuasan kerja atau job satisfaction sendiri diartikan sebagai sikap (attitude) individu terhadap
pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap (attitude) yang
positif terhadap pekerjaannya. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak puas (kepuasan kerjanya
rendah) akan memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja seseorang biasanya diukkur dengan menggunakan pendekatan summation score.
Pendekatan ini mencoba mengukur kepuasan kerja seorang individu dilihat dari enam elemen kunci
pekerjaan yaitu : pekerjaan saat ini (nature of curren job), atasan atau penyelia (supervisor), teman
sekerja ( co workers), gaji yang diperoleh, kesempatan promosi dan pekerjaan secara umum.

Individu diminta merespon keenam hal tersebut apakah ia merasa puas (satisfied) ataukah merasa tidak
puas (dissatistied) terhadapnya. Respon-respon tersebut kemudian dijumlahkan untuk mengetahui
tingkat kepuasan kerja secara keseluruhan.

Kepuasan kerja ini, menurut Robbins memiliki pengaruh dan dampak-dampak terhadap tingkat
produktivitas, tingkat absensi dan tingkat turnover.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa organisasi dengan karyawan yang merasa puas akan lebih
efektif dibandingkan dengan organisasi di mana karyawannya memiliki kepuasan kerja yang rendah.
Begitu pula dengan tingkat absensi, pekerja yang memiliki kepuasan kerja yang rendah akan memiliki
tingkat absensi yang tinggi dibandingkan dengan pekerja yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi.
Selain itu kepuasan kerja juga memberikan dampak terhadap tingkat turnover meskipun pengaruh ini
hanya berlaku bagi pekerja dengan kinerja yang rendah (poor performance) dan tidak terlalu
memberikan dampak terhadap pekerja dengan kinerja yang bagus (superior performance).

Anda mungkin juga menyukai