Anda di halaman 1dari 12

EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN

Nama : Kastin Satya Alfanti


NIM : B0A018022
Rombongan :I
Kelompok :4
Asisten : Wakhyuningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ORGANISME AKUATIK

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipofisasi adalah teknik pembenihan melalui sistem suntik yang


dilakukan dengan merangsang ikan untuk memijah supaya terjadi ovulasi
dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa (Susanto, 1995). Teknik hipofisasi
ini digunakan untuk membiakan ikan-ikan yang belum dapat dipijahkan di
kolam secara tradisional. Bagi jenis ikan yang telah dapat dipijahkan di
kolam, cara hipofisasi biasanya digunakan untuk efisiensi penggunaan induk
dan peningkatan hasil anakan. Teknik hipofisasi dapat membantu
terlaksananya pemijahan bagi ikan yang masak kelamin, tetapi tidak dapat
memijah secara alami karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai. Selain
itu, juga telur yang diperoleh dapat ditetaskan secara terkontrol sehingga
mortalitas selama proses penetasan dan perkembangan larva dapat ditekan
(Sumantadinata, 1981).
Beberapa cara dilakukan untuk menentukan perkembangan gonad
berdasarkan perkembangan oosit atau pengukuran besarnya gonad. Hal lain
yang dapat dijadikan untuk mengukur pengaruh kerja hormon gonadotropin
adalah fekunditas, fertilitas dan penetasan telur. Tingkat kematangan gonad
yang maksimal ditunjukkan dengan pembesaran volume perut dengan ovari
mengisi sekitar 80% rongga perut (Najmiyati et al., 2006).
Kelenjar hipofisa ikan terdapat di bawah otak sebelah depan. Kelenjar
ini menempel pada infundibulum dengan satu tangkai yang pendek, agak
panjang atau pipih tergantung pada jenis ikannya. Pengambilan kelenjar ini
harus membuka tulang tengkorak dan pengangkatan otak, biasanya butir
kelenjar hipofisa akan tertinggal di dalam lapisan pelindung cella tursica
(Sumantadinata, 1981). Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
adalah hormon gonadrotropin (Hardjamulia, 1980).
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk merangsang ovulasi dan


pemijahan pada ikan dengan induksi kelenjar hipofisis.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A.Materi
Alat-alat yang digunakan adalah akuarium, squit 1 cc, pisau,
sentrifugator, baki, spatula, pisau bedah, gelas arloji, pinset, microtube, dan
talenan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan mas
(Cyprinus carpio) sebagai ikan donor, akuabides, dan ikan nilem (Osteochilus
vittatus) sebagai ikan resipien.

B. Cara Kerja
1. Ikan donor disipakan.
2. Potong kepala ikan di belakang operculum sejajar dengan mata.
3. Ambil kelenjar hipofisa di dasar otak, antara tulang sphenoid, di celah
sella tursica.
4. Akuabides ditambahkan sebanyak 1 ml dan gerus.
5. Masukkan ke dalam microtube.
6. Sentrifugasi 3000 rpm selama 5 menit.
7. Disuntikkan ke bagian linea lateralis.
8. Diamati setelah 24 jam.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 3.1.1 Hasil Pemijahan pada Perlakuan Rasio Rombongan I

Rasio Memijah Tidak Memijah


1:3 - √
1:2 - √

Tabel 3.1.2 Hasil Pemijahan pada Perlakuan Dosis Rombongan II

Dosis Memijah Tidak Memijah


0,2 - √
0,3 - √
0,4 - √
B. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 24 jam didapatkan
hasil  bahwa setelah penyuntikan ekstra kelenjar hipofisis pada ikan donor
dengan cara penyuntikan intramuskular melalui otot di bawah sirip punggung
pada sisik ke tiga oleh Rombongan I. Tidak terjadi pemijahan pada rasio 1:3
oleh kelompok 1 rombongan I. Perlakuan hipofisasi dilakukan dengan
memberikan dosis 0,2 cc ;0,3 cc; dan 0,4 cc pada ikan nilem untuk
rombongan II. Hal ini disebabkan karena ikan terlalu stress serta ikan belum
matang gonad atau belum siap memijah secara sempurna. Kendati demikian,
pemijahan dapat dilakukan dengan hipofisasi, di mana formulasi ekstrak
kelenjar hipofisis ikan mas dapat mengendalikan dan memperpanjang
pelepasan hormon dalam tubuh ikan melalui sistem kerja hipotalamus-gonad.
Ikan mas sebagai donor universal dapat memberikan efek tersebut pada
hampir semua jenis ikan, termasuk di dalamnya adalah ikan nilem (Solomon
et al., 2015). Berdasarkan fakta bahwa ikan yang dibudidayakan mengalami
kegagalan pematangan gamet dan betina dikarenakan pelepasan Luteinizing
Hormon (LH) yang berkurang dari kelenjar pituitari, maka hal ini memacu
untuk melakukan manipulasi fungsi reproduksi dengan sediaan LH eksogen
yang memengaruhi gonad secara langsung (Mylonas et al. 2010, dalam
Subhan et al, 2018).
Praktikum kali ini menggunakan teknik hipofisasi yakni pemberian
ekstrak kelenjar hipofisa dari ikan donor (ikan mas) dengan cara disuntikkan
ke ikan resipien (ikan nilem). Teknik hipofisasi ini bertujuan untuk memacu
terjadinya ovulasi dan pemijahan pada ikan nilem yang telah disuntik dengan
ekstrak kelenjar hipofisis tersebut. Hasil percobaan yang dilakukan
menyatakan bahwa pada ikan resipien yang dilakukan penyuntikan, ikan
tidak melakukan pemijahan setelah dibiarkan selama beberapa jam. Hal
tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Kay (1998), bahwa penyuntikan
kelenjar hipofisis akan memberikan respon dan menyebabkan ikan memijah
antara 7-11 jam. Penyuntikan kelenjar hipofisis digunakan untuk
menghasilkan produksi telur dari rangsangan yang diberikan, ovulasi, dan
sinkronisasi sperma (Sirbu et al., 2009). Ikan yang sudah mengalami ovulasi
yang siap mengeluarkan telurnya, ikan menunjukkan gejala gelisah dan
sering bergerak ke arah permukaan air setelah itu akan bertelur
(Sumantadinata, 1981).
Teknik hipofisasi telah memberikan manfaat yang besar terhadap
pembenihan, tetapi masih belum lepas dari berbagai masalah yang dihadapi
seperti dosis dan sumber kelenjar hipofisis. Efek dosis yang lebih tinggi
terbukti akan menyebabkan makin cepatnya masa laten pemijahan. Menurut
Greene (1968), dosis ekstrak hipofisis yang paling efektif adalah 0,5 ml untuk
ikan betina dan 0,3 ml untuk ikan jantan. Kemampuan ovulasi ikan sangat
berkaitan dengan penggunaan dosis yang efektif untuk tiap spesies
(Muhammad et al,. 2003). Keberhasilan reproduksi tergantung pada interaksi
kompleks yang terjadi sepanjang sumbu hipotalamus-hipofisis gonad.
Pendekatan hormonal saat ini lebih layak untuk induksi, sinkronisasi ovulasi
dan pemijahan pada tempat penetasan (Zaki et al., 2007). Teknik penyuntikan
pada hipofisasi dilakukan dengan arah 450 dan ujung jarum masuk sekitar 1,5
cm pada tubuh ikan. Menurut Sumantadinata (1981), ada tiga cara
penyuntikan dalam hipofisasi, yaitu: Intra muskular, dengan cara menyuntik
lewat otot di bawah sirip dorsal ikan. Kedua adalah Intra peritonial, dengan
cara menyuntikkan ke dalam rongga perut. Lokasi penyuntikan di antara
kedua sirip perut sebelah depan atau antara sirip dada sebelah depan. Ketiga
adalah Intra cranial, dengan cara menyuntikkan lewat kepala. Suntikan ini
dengan memasukkan jarum injeksi ke dalam rongga otak melalui tulang
occipitial pada bagian yang tipis.
Metode pembuatan kelenjar hipofisa menurut Sumantadinata (1981)
sebagai berikut yaitu menentukan dosis yang akan digunakan dalam proses
pemijahan, menimbang ikan donor dan ikan resipien, ikan donor diletakkan
di atas talenan yang tidak licin dan dipotong secara vertikal dengan titik
pemotongan dibagian belakang tutup insangnya hingga kepala ikan putus atau
terpisah dari badannya, kepala ikan yang terpotong dihadapkan keatas dan
disayat dari pangkal hidung ke bawah bagian potongan pertama hingga tulang
tengkorak ikan terbuka dan otak kelihatan jelas, kemudian kelenjar otak
disingkap/diangkat dan akan tampak kelenjar hipofisa dibawah kelenjar otak,
dengan menggunakan pinset, kelenjar hipofisa diambil dan diletakkan di
dalam cawan, selanjutnya dibersihkan dengan aquadest hingga kotoran dan
darah yang melekat hilang, kelenjar hipofisa dimasukkan ke dalam tabung
pengerus. Kelenjar hipofisa digerus menggunakan lalu kaca hingga hancur,
larutan hipofisa diambil dari gelas pengerus menggunakan alat suntik/spuit,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi/tabung sentrifuse, larutan hipofisa
disentrifuse dan didiamkan selama satu menit sampai terbentuk dua lapisan
pada larutan tersebut. Larutan yang agak keruh dibagian atas endapan diambil
dengan jarum suntik, larutan siap disuntikkan pada ikan yang akan
dipijahkan.
Hipofisa adalah kelenjar endokrin yang terletak dalam cella tursica,
yaitu lekukan dalam tulang spenoid. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisa ada sembilan macam, yaitu: ACTH, TSH, FSH, LH, STH, MSH,
Prolaktin, Vasopresin, dan Oksitosin (Partodihardjo, 1987). Dua
gonadotropins (GtH) yaitu follicle-stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH) merupakan hormon yang menjadi kunci control
endrokrin reproduksi vertebrata. Kedua hormone tersebut heterodimer,
glikoprotein berasosiasi secara nonkovalen yang terdiri dari subunit α dan
subunit β khusus. FSH dan LH dihasilkan di kelenjar pituari gonadotropi dan
ditransfer melalui pembuluh darah menuju gonad dimana hormon tersebut
mengatur tahapan pertumbuhan dan pematangan sel germinalis (Weltizien, et
al., 2003). FSH dan LH adalah dua hormon yang mempunyai daya kerja
mengatur fungsi kelenjar kelamin. FSH mempunyai daya kerja merangsang
pertumbuhan folikel pada ovarium dan pada testis memberikan rangsangan
terhadap spermatogenesis. LH mempunyai daya kerja merangsang ovulasi
dan menguningkan folikel ovarium. Hormon ini merangsang fungsi sel-sel
interstisial pada testis serta mempertinggi atau meningkatkan produksi
hormon steroid, baik pada hewan betina maupun hewan jantan (Oka, 2009).
Pemijahan sebagai salah satu bagian reproduksi merupakan mata
rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Ikan
berkembang biak secara seksual, yaitu terjadinya persatuan sel telur ikan
betina dan spermatozoa ikan jantan. Faktor perangsang pemijahan terdiri dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang utama adalah kematangan
gonad ikan, sedangkan faktor eksternal merupakan lingkungan termasuk
faktor fisika (cahaya, suhu, arus), faktor kimia (pH, kelarutan oksigen,
feromon), dan faktor biologis (adanya lawan jenis, dan hormon) (Zairin et al.,
2005). Menurut Sumantadinata (1981), ikan tidak berhasil memijah
dimungkinkan oleh faktor lingkungan yang tidak kondusif sehingga ikan
mengalami stress dan hormon yang ada tidak dapat memberikan respon.
Penyebab lainnya yaitu teknik penyutikan yang kurang sempurna sehingga
menghambat proses pemijahan yang terjadi. Menurut Kakufu & Ikonwe
(1983), cara pengambilan ikan resipien jangan sampai terjadi luka atau
hilangnya sisik, hal ini dapat menyebabkan ikan tidak dapat memijah
walaupun telah diberi suntikan kelenjar hipofisa, selain itu, ikan yang belum
memenuhi syarat juga dapat menjadi faktor kegagalan pemijahan.
Mekanisme pemijahan dimulai dari ekstrak kelenjar hipofisis yang
disuntikkan akan menimbulkan rangsangan pada hipotalamus. Rangsangan
dibawa akson yang berakhir pada penonjolan tengah di dasar ventral ketiga
hipotalamus. Hormon FSH dan LH bekerja merangsang perkembangan gonad
dan merangsang ovulasi. FSH dan LH juga merangsang perkembangan fungsi
testis. FSH meningkatkan ukuran saluran semini ferus dan LH merangsang
sel intestinum dari testis untuk memproduksi hormon kelamin jantan (Ville et
al., 1988). Ovaprim merupakan suplemen peptida dalam bentuk formulasi
konsentrasi yang dapat digunakan pada setiap ukuran ikan. Ovaprim
mengandung analog dari GnRH salmon yaitu peptida asli yang terdapat
paling banyak pada ikan teleostei (bertulang belakang) serta mengandung anti
dopamin yang dibutuhkan pada banyak jenis ikan budidaya. Ovaprim akan
mulai merangsang pematangan dengan segera setelah penyuntikan untuk
hasil yang cepat (Arfah, et al., 2006). Tanda-tanda ikan yang sudah
mengalami ovulasi dan siap dikeluarkan telurnya yaitu ikan terlihat gelisah,
sering muncul di permukaan air dan ikan jantan sering berpasangan dengan
ikan betina. Ciri-ciri betina yang sudah masak kelamin di antaranya perut
mengembung, lubang genital kemerahan, perut lembek. Ciri ikan jantan yang
telah masak kelamin diantaranya umur telah mencapai 1 tahun, warna tubuh
agak kemerah-merahan, alat kelamin tampak jelas meruncing tubuh tetap
ramping, gerakannya lebih lincah, dan apabila perut di stripping akan keluar
cairan putih seperti susu (milt) (Ville et al., 1988).
Syarat ikan donor yaitu ikan harus dalam keadaan menghasilkan
hormon gonadotropin yang aktif, sehat, lebih baik bersifat donor universal,
dan sudah matang kelamin. Syarat ikan resipien yaitu induk yang matang
kelamin dan tidak cacat. Ikan donor dan resipien yang berlainan jenis namun
masih dalam satu famili dapat dilakukan teknik hipofisasi, untuk itu donor
harus dua kali lebih berat dari resipiennya (Hardjamulia, 1980). Secara visual,
induk betina yang telah matang gonad ditandai dengan perut yang membesar
dan lembek. Perbedaan waktu ovulasi yang berbeda dimungkinkan karena
adanya perbedaan kualitas masing-masing individu seperti tingkat
kematangan , kesehatan, sdan stress yang dialami ikan. Hal-hal tersebut
sangat mempengaruhi respon ikan terhadap rangsangan yang diberikan.
Secara alami, proses ovulasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu
air, cahaya, kandungan oksigen terlarut dan keberadaan lawan jenisnya
(Arfah et al., 2006). Rangsangan dari syaraf pusat akan dihantarkan ke
hipotalamus dan akan mengeluarkan GnRH yang akan merangsang sistem
syaraf pusat untuk meneruskan rangsang ke sel-sel gonadotropin yang berada
dalam sistem hormon tersebut. Rangsangan ini akan merangsang gonad untuk
menghasilkan hormon gonadotropin yang dibutuhkan dalam proses
pemijahan (Bond, 1979). Indukan yang digunakan adalah induk dengan
matang gonad yang siap untuk pemijahan dengan rasio betina: jantan (3: 1)
(Islami, 2017).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,


hasil percobaan menunjukkan bahwa ikan resipien yang telah disuntik dengan
kelenjar hipofisis tidak mengalami pemijahan, hal ini dapat terjadi karena
beberapa faktor yaitu suhu, lingkungan, teknik penyuntikan, keadaan fisiologis
ikan, cahaya dan arus air serta sifat fisik dan kimia. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemijahan diantaranya adalah kematangan gonad, tingkat stress,
dosis kelenjar hipofisa dan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Arfah, H., Maftucha, L., dan O. Carman., 2006. Pemijahan Secara Buatan pada Ikan
Gurame (Osphronemus gouramy) Lac. Dengan Penyuntikan Ovaprim. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 5(2): 103-112.
Bond, C.E., 1979. Biology of Fishes. WB Soundary Company, Phyladelphia.
Greene, G. H., 1968. Reproduction Control Factor in Cyprin Fish. Brachidonioresio
Droct Fao Word Synaton Warm Pond Fish Culture.
Hardjamulia, A., 1980. Pembenihan Ikan dengan Teknik Hipofisasi. Balai Penelitian
Perikanan Darat, Bogor.
Islami, M. F., Sudrajat, A. O., & Carman, O., 2017. Induction Of Maturation And
Ovulation Of Red Fin Shark Fish Epalzeorhynchos Frenatus In Non-Spawning
Season. Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 5, 418-424.
Kakufu, T. & Ikonwe, H., 1983. Hormone Injection For Artificial Spawrin Modern
Metode of Agriculture In Japan. Konshasha Ltd, Jepang.
Kay, I., 1998. Introduction to Animal Physiology. Bios Scientific Publisher Ltd,
Canada.
Muhammad, Hamzah Sunusi, & Irfan Ambas., 2003. Pengaruh Donor dan Dosis
Kelenjar Hipofisa terhadap Ovulasi dan Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas
testudineus Bloch). Jurnal Unhas, Vol.3 No.3: 87-94 ISSN 1411-467487.

Najmiyati., E, Lisyastuti., E, & Hedianto., Y.E., 2006. Biopotensi Kelenjar Hipofisis


Ikan Patin (Pangasius pangasius) Setelah Penyimpanan Kering Selama 0,1, 2,
3 dan 4 Bulan. J. Tek. Ling, 7(3):311-316.
Oka, A.A., 2009. Penggunaan Ekstrak Hipofisa Ternak untuk Merangsang
Spermiasi pada Ikan (Cyprinus carpio L.). Jurusan Produksi Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Partodihardjo, S., 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.
Sirbu, A., Stancioiu, S., Cristea V., and Docan, A., 2009. Results Concerning the
Use of the ‘Neristin’ Synthetic Hormone in the Artificial Reproduction of the
Hypophthalmychtys Molitrix (Val) Species. Department of Aquaculture,
Environment Science and Cadastre, Faculty of Food Science and Engineering,
Romania.
Solomon, S. G., Tiamiyu, L. O., Fada, A., & Okomoda, V. T., 2015. Ovaprim
Dosage on the Spawning Performance of Cyprinus carpio. Fishery Technology.
Vol. 52(2), pp. 213-217.
Subhan, U., Andriani, Y., Haetami, K., Rosidah, R., & Abdillah, A. M., 2018.
Improvement Of Reproductive Performance Comet Fish (Carassius Auratus
Auratus Linnaeus 1758) Through The Provision Of Meal Cow’s Brain As A
Natural GnRH. Jurnal Iktiologi Indonesia, 17(3), 289-298.
Sumantadinata, K., 1981. Pengembangan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra
Budaya, Bogor.
Susanto, H., 1995. Budidaya Ikan. Kanisius, Jakarta.
Ville, C. A., W. F Walker, & R. D Barnes., 1988. Zoologi Umum. Erlangga,
Jakarta.
Weltzien, F.A., Norberg, B. Swanson, P., 2002. Isolation And Characterization Of
FSH And LH From Pituitary Glands of Atlantic Halibut (Hippoglossus
hippoglossus L.). General and Comparative Endocrinology, 131: 97-105.
Zaki. M.I., Aziz, F.K, and M. El-G. El-Absawy., 2007. Induce Spawning and Larval
Rearing of Gilthead Sea Bream (sparus aurata) Collected from Fish Farms,
Egypt. National Institut of Oceanography and Fisheries. Egyptian Journal Of
Aquatic Research. Vol. 33 no. 1, 2007: 418-433.
Zairin, Jr. M., Yustikasari, Y., dan H. Arfah., 2005. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak
Jahe Terhadap Perkembangan Diameter Dan Posisi Inti Sel Telur Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias sp.) Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 189–193.

Anda mungkin juga menyukai