Laporan Orsin Esterifikasi
Laporan Orsin Esterifikasi
C. Dasar Teori
Ester merupakan suatu senyawa yang dapat disintesis dari reaksi antara asam
karboksilat dan alkohol. Ester memiliki sifat fisik yang khas yaitu memberikan aroma atau
bau yang wangi. Beberapa ester dapat menghasilkan wangi buah buahan. Namun selain itu
ester dapat pula menghasilkan aroma selain buah buahan (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Zat-zat pengharum (essen) yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan tidak lain adalah
ester. Pada buah-buahan keharumannya tergantung dari ester yang terkandung di dalamnya.
Gugus fungsional asam karboksilat adalah gugus karboksil, yang hidrogennya bersifat asam
lemah (Halim, 1990).
Senyawa yang dianggap diturunkan dari asam karboksilat dengan menggunakan
hidrogen dari gugus hidroksilnya dengan suatu gugus hidrokarbon disebut ester. Ester
mengalami hidroksil asam karboksilat dan alkohol, misalnya hidrolisis etil asetat yang
menghasilkan asam asetat dan entanol. Ester sering yang digunakan adalah etil asetat,
biasanya digunakan sebagai pelarut cat atau cat kuku maupun perekat (Hedricson, 1988).
Reaksi pembuatan ester dikenal sebagai esterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi asam
lemak bebas (asam karboksilat) dengan alkohol membentuk ester dan air. Dengan
esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester.
Reaksi ini dilaksanakan dengan menggunakan katalis padat atau katalis cair. Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. Pada suhu ruang, reaksi ini tidak berlangsung
tuntas dan jumlah produknya sedikit (Sari, 2007; Oxtoby, dkk, 2001).
Reaksi ini merupakan reaksi bolak balik (reversible) dimana Le Chatelie’s menjelaskan
bahwa kesetimbangan akan bergerak ke arah produk (ester) ketika konsentrasi reaktan
ditambah, oleh karena itu konsentrasi asam karboksilat yang digunakan berlebih. Jika
konsentrasi alkohol dan asam karboksilat 1:1 maka konsentrasi ester yang dihasilkan akan
menjadi lebih sedikit. Reaksi reversibel adalah reaksi yang berlangsung dua arah yaitu
reaksi maju dan reaksi balik. Sedangkan reaksi irreversibel adalah reaksi yang berlansung
satu arah. Pada sistem kesetimbangan reaksi bersifat reversibel.
4. Spatula I
5. Batang Pengaduk I
7. Pipet Tetes I
8. Neraca Analitik II
Untuk memisahkan
campuran ester dan air
10. Corong Pisah I
2. Bahan
Filtrat Residu
6 mL Ester
G. Hasil Pengamatan
No Perlakuan Hasil
1 Mengukur 45 ml n-butil alkohol dan 45 ml n-butil alkohol dan 60 ml asam
60 ml asam asetat glacial dan asetat glacial berada dalam labu alas
mencampurkanya kedalam labu alas bulat
bulat
2 Menambahkan 1ml asam sulfat pekat Larutan terbentuk dua lapisan, larutan
atas berwarna bening, dan lapisan
bawah berwarna putih
3 Merefluks larutan selama 5 jam Larutan rercampur membentuk
campuran heterogen dimana lapisan
atass berwarna putih dan lapisan atas
bening
4 Menungkan campuran kedalam 250 Terbentuk dua lapisan yang lapisan
ml air dalam corong pisah dan bawah (air) berwarna bening dan
mengambil larutan ester lapisan atas berwarna putih (ester)
5 Mencuci campuran ester dengan 100 Terbentuk dua lapisan yaitu lapisan
ml air dalam corong pisah dan bawah berwarna bening (air) dan
mengambil lapisan ester lapisan atas berwarna putih (ester)
6 Mencuci lagi dengan 25 ml NaHCO3 Terbentuk dua lapisan yaitu lapisan
dalam corong pisah dan meengambil bawah berwarna bening (air) dan
lapisan ester lapisan atas berwarna putih (ester)
7 Mencuci lagi dengan 50 ml air dalm Membentuk dua lapisan yaitu lapisan
corong pisah dan mengambil lapisan berwarna bening (air) dan lapisan atas
ester berwarna putih (ester)
8 Menambahkan 5-6 MgSO4 kedalam MgSO4 laret sedikit dalam ester,
lapisan ester kemusian meyaring sehingga terbentuk gel putih dari
MgSO4. Setelah meyaring di dapatkan
ester berwarna bening
9 Mendestilasi ester Di dapatkan esrer dengan titik didih
120-125o C sebanyak 6 ml
G. Pembahasan
Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2R
dengan R dapat berupa alkil maupun aril (Fessenden dan Fessenden, 1982). Salah satu
senyawa ester adalah n-butil asetat.
Butil asetat merupakan senyawa dengan rumus molekul CH3COOC4H9 yang memiliki
berat molekul 116,16 g/mol. Perry (1997) menyebutkan sifat fisika dari butil asetat antara
lain memiliki titik didih 126 oC, titik leleh -73,5 oC, densitas 0,88 g/mL (30 oC), kelarutan
0,7 g dalam 100 gram air, temperature kritis 306 MPa, tekanan kritis 3,11 MPa, dan
kelarutan kritis 0,389 m3/mol. Butil asetat atau yang lebih dikenal dengan butil etanoat
sering digunakan sebagai protective coating pada kerajinan kulit, tekstil dan plastik. Selain
itu, butil asetat dapat juga digunakan sebagai solvent ekstraksi pada proses bermacam-
macam minyak dan obat- obatan. Kegunaan lainnya sebagai bahan untuk parfum, dan
sebagai komponen pada aroma sintetis seperti aprikot, pisang, pir, nanas, delima dan
rashberry.
Pembuatan butil asetat pada percobaan ini dilakukan dengan cara mereaksikan 46 mL
n-butil alcohol dan 60 mL asam asetat glasial di dalam labu leher tiga. Butil alcohol akan
menyumbangkan gugus butilnya, sedangkan asam asetat akan menyumbangkan gugus
asetilnya untuk kemudian berikatan membentuk butil asetat. Pereaksian ini dikenal juga
dengan metode esterifikasi. Esterifikasi adalah suatu reaksi pembentukan ester yang mana
dapat dilakukan dengan mereaksikan asam dan alcohol dengan adanya asam mineral
sebagai katalis (metode E. Fischer). Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu
reaksi esterifikasi adalah adanya peran katalis. Katalis berperan untuk menurunkan energi
aktivasi sehingga reaksi akan berjalan lebih cepat. Energi aktivasi merupakan tingkat energi
minimum yang diperlukan untuk memulai suatu reaksi. Apabila energinya lebih kecil
daripada energy aktivasi molekul tetap utuh dan tidak ada perubahan akibat tumbukan.
Katalis akan memberikan mekanisme aksi alternatif dengan energi pengaktifan yang lebih
rendah dibandingakan reaksi yang dihasilkan tanpa katalis.
Katalis yang digunakan pada reaksi esterifikasi ini adalah asam sulfat pekat yang
ditambahkan sebanyak 1 mL. Campuran yang terdapat pada labu membentuk 2 lapisan,
dimana lapisan atas keruh dan lapisan bawah bening. Pereaksian semua bahan reaktan
dilakukan dengan metode refluks. Refluks merupakan proses pemisahan campuran atau
komponen dari suatu campuran dimana prinsip dasar dari refluks sama dengan destilasi.
Pada metode ini seluruh zat cair yang dapat diinginkan akan berakhir pada suatu pelarut
dan semua zat pengganggu dalam pelarut lain. Pereaksian campuran butil alcohol dan asam
asetat dilakukan di dalam labu yang ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya
ledakan (bumping) yang diakibatkan tekanan dari gas yang dihasilkan antara kedua reaksi
tersebut sangat kuat. Berikut mekanisme reaksi yang terjadi saat pencampuran.
Gambar 1. Proses Refluks campuran n-butil alcohol dan asam asetat glasial
Setelah selesai, lapisan bawah kemudian dipisahkan, sedangkan lapisan atas yang
merupakan crude ester ditampung dalam Erlenmeyer. Selanjutnya lapisan tersebut dicuci
(dekantasi) berturut-turut dengan 100 mL akuades, kemudian 25 mL larutan natrium
bikarbonat jenuh, dan terakhir dengan 50 mL akuades. Pencucian ini dimaksudkan untuk
menghilangkan zat pengotor dimana akuades akan mengikat zat sisa senyawa polar
sedangkan larutan natrium bikarbonat akan mengikat zat sisa asam karena larutannya yang
bersifat basa (basa garam). Kemudian, setelah crude ester selesai didekantasi, ditambahkan
padatan magnesium sulfat anhidrat sebanyak 5 gram. Magnesium sulfat anhidrat bersifat
higroskopis, sehingga keberadaannya dimaksudkan untuk menyerap air yang terbentuk dari
proses pereaksian. Tampak terlihat setelah ditambahkan ke crude ester, magnesium sulfat
menjadi mengembang karena telah menyerap air. Untuk memisahkan padatan magnesium
sulfat dan larutan crude ester, dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kertas
saring.
Senyawa dengan titik didih yang lebih rendah (volatil) akan mengalami penguapan
terlebih dahulu (Brady, 1999). Adanya kondensor yang terangkai pada alat destilasi ini
berfungsi sebagai pendingin sehingga uap destilat yang menguap akan mengalami
kondensasi menjadi titik embun pada fasa cair. Distilasi dilakukan pada suhu 125-126ºC.
Pada suhu ini, butil asetat akan teruapkan karena telah mencapai titik didihnya yang sebesar
125ºC. Dari hasil percobaan didapatkan butyl asetat sebanyak 6 mL dengan aroma seperti
pisang.
H. Kesimpulan
Pembuatan n-butil asetat dilakukan dengan mereaksikan n-butil alcohol dan asam asetat
glacial melalui reaksi esterifikasi dengan penambahan katalis asam sulfat. Pereaksian
dilakukan dengan metode refluks yang dilanjutkan dengan ekstraksi untuk memisahkan
komponen bersarkan perbedaan kepolaran dan massa jenisnya. Terakhir untuk pemurnian
n-butil asetat, dilakukan proses distilasi pada suhu 125ºC yang memperoleh distilat n-butil
asetat beraroma pisang sebanyak 6 mL.
DAFTAR PUSTAKA
Day R, A., dan Underwood A,L., 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Alih Bahasa : A.H.
Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Fessenden, R.J dan Fessenden J.S., 1992. Kimia Organik, Jilid I, Edisi 3, A.B : A.H
Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.
Hart, H. Crame, J.E dan Hart, D.J, 2003. Kimia Organik. Jilid I. Edisi 3. AB : Suminar
Achmadi, Erlangga, Jakarta.
Halim, 1990. Analisis Kimia Kuantitatif edisi 1. Erlangga: Jakarta.
Hedricson, 1988. Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintetik. Fakultas Farmasi, UMI:
Makassar.
Oxtoby, dkk, 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Edisi 4. Jilid 2. Erlangga. Jakarta.