Anda di halaman 1dari 10

Program Studi Diploma III

KeperawatanTanjungkarang

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN
NUTRISI AKIBAT PATOLOGI SISTEM RESIKO DEFISIT NUTRISI
DENGAN DIAGNOSA MEDIS THYPOID

NamaMahasiswa :seflinda

Kelas: reguler 3 /tingkat 3

Semester / TA : 5 / 2020/2021
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATANMEDIKAL BEDAH

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA MEDIS
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Thypi (yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam
yang lebih dari 7 hari, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Arief,M.2009).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan
oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melaui kuman, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Azis H.A. 2006).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan,
dan gangguan kesadaran. (Nursalam.2005)
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid
dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A 2009). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus
halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(Seoparman, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

A.3. ETIOLOGI

Salmonella thypi dengan Salmonela yang


lain adalah bakteri Gram negative, mempunyai
flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen
somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan
envelope antigen (K) yang terdiri dari polosakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella thypi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotic.
(Nanda Nic-Noc,2013)

A.3. TANDA & GEJALA


Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nanda NIC-NOC. 2013) :
1. Gejala pada anak : Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan
shock, Stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari
5. Nyeri kepala
6. Nyeri perut
7. Kembung
8. Mual muntah
9. Diare
10. Konstipasi
11. Pusing
12. Nyeri otot
13. Batuk
14. Epistaksis
15. Bradikardi
16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)
17. Hepatomegali
18. Splenomegali
19. Meteroismus
20. Gangguan mental berupa samnolen
21. Delirium atau psikosis
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia.

A.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG & HASILNYA SECARA TEORITIS


Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman
Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali
lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60
(dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan
diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur
negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu
pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan
kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis
klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya
dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer widal
O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan
ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4
kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640
(pada pemeriksaan sekali).

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS


Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang
meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun
suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi
demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring
dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan
BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik
serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus,
dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita
juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses
penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan
dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah
tidak mengalami mual lagi.
3. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid
adalah:
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis
4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan sampai
dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari
kuman salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein.
Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek samping
penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis. Sementara kerugian
penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan
jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan
kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-
6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.
Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau
intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari
pada dewasa.
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat –
obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif
dibandingkan obat – obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin,
amoksisilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan
untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi yang berada
dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih
tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu
memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala
lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat
menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti
toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil,
kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur,
kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak
dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang
dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon. (Yudhistira.W.2009)

A.6. PATHWAY (Dibuatskemahinggamunculmasalahkeperawatan )


E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Resiko kekurangan


Penurunan / peningkatan
volume cairan
peristaltic usus

Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan nutrisi


perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh

B. ASUHAN KEPERAWATAN
B.1. DAFTAR DX KEPERAWATAN YG MUNGKIN MUNCUL PADA KASUS(Minimal 3
diagnosisKeperawatan) &DEFINISI MASALAH KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
(Lihat buku SDKI, SLKI dan SIKI)

3. Diagnosis Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat.
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
DS & DO Yg mendukung :
Klien mengatakan mual dan tidak nafsu makan
Klien terlihat lemas
Tujuan :
a. Nutritional status
b. nutristional status : food and fluid intake
c. Intake
d. Weight control

Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)


1. Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
2. Nutrition Monitoring
a. Monitor adanya penurunan berat badan
b. Monitor lingkungan selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d. Monitor turgor kulit
e. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.

4. Diagnosis Keperawatan : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake


yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
Definisi : Beresiko mengalami dehidrasi vaskluar, selular, atau intraseluler.
DS & DO Ygmendukung :
Klien mengatakan lemas dan sering merasakan haus yang berlebihan
Klien tampak pucat dan bibir pecah-pecah,mukosa mulit kering,turgor kulit nenurun
Tujuan :
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional status : food and Fluid intake

Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)


1. Fluid Management
a. Monitor vital sign
b. Monitor masukan makanan/caoran dan hitung intake kalori harian
c. Kolaborasikan pemberian cairan intravena
2. Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
b. Monitor hb dan hematokrit
c. Dorong pasien untuk menambah intake oral

1. Diagnosis Keperawatan : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman


salmonella thypii.
Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
DS & DO Yg mendukung :
Klien mengatakan lemah dan panas yang berlebihan
Muka klien tampak memerah
Tujuan : thermoregulation
Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)
1. Observai tanda-tanda vital
2. Anjurkan kompres hangat pada lipatan paha dan aksila
3. Anjurkan banyak minum air putih
4. Berikan antiperetik dan antibiotic
DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.scribd.com/doc/231511530/Laporan-Pendahuluan-Thypoid-Revisi
2. Nanda NIC-NOC.2013
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai