Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH

NTSI6069 ETIKA PROFESI


Dosen Pembina : Ir. Dian Ariestadi, M.T. Ars

PERMASALAHAN DAN ANALISIS ETIKA PADA TAHAPAN


PENGADAAN BARANG DAN JASA KONSTRUKSI

Oleh:
Nama: Devy Rahmawati
Nim: 170523627112

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya yang
telah dilimpahkan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah
“Permasalahan dan Analisis Etika Pada Tahapan Pengadaan Barang Dan Jasa Konstruksi”
yang merupakan tugas mata kuliah Etika Profesi. Shalawat serta salam kita
panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya,
sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman Aamiin ya rabbal’alamiin.
Dengan makalah ini saya membahas mengenai tahapan siklus proyek serta
para pihak yang terlibat dalam setiap tahapan tersebut. Saya menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini tidak sedikit masalah yang dihadapi, namun berkat
kerja keras serta bantuan dari berbagai pihak, semua masalah tadi bisa terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu saya banyak mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah cakrawala pemikiran bagi
para pembaca.

Malang, 09 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
1.1 Tahapan-tahapan rinci pengadaan barang dan jasa ...................................... 3
1.2 Para pihak yang terlibat pada setiap tahapan tersebut ................................... 5
1.3 Analisis kasus pelaggaran etika pada pengadaan jasa konstruksi ................. 6
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10
1.1 Kesimpulan .................................................................................................. 10
1.2 Saran…… .................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infrastruktur merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti
transportasi, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya. Pemenuhan
kebutuhan infrastruktur tersebut dilakukan pemerintah melalui mekanisme
pengadaan barang/jasa. Menurut Kautsariyah (2016), pada prinsipnya
pengadaan merupakan proses untuk mendapatkan barang/jasa berdasarkan
kontrak, baik dilakukan melalui penyedia atau swakelola. Saat ini, melalui
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 pengadaan barang/jasa
dilakukan secara elektronik. Sebagai bentuk perbaikan, upaya percepatan
proses pengadaan, percepatan penyerapan anggaran dan pencegahan korupsi,
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 telah mengalami perubahan sebanyak
empat kali, terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015. Latar belakang
lahirnya perpres ini terkait pemanfaatan teknologi informasi guna percepatan
proses pengadaan dengan menerapkan e-proc. Dengan e-proc, tidak hanya
meningkatkan transparansi, tetapi juga memberikan layanan publik yang
lebih baik, efisiensi harga yang lebih rendah karena kompetisi, biaya transaksi
yang lebih murah, dan siklus pengadaan yang lebih pendek/cepat (Manalo
2005 dalam Zulmi 2013).
Menurut Purwanto (2008) proyek adalah suatu rangkaian kegiatan
yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka
waktu yang pendek. Dengan demikian kegiatan proyek merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang mempunyai ciri-ciri: dimulai dari awal proyek (awal
rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir proyek (akhir rangkaian
kegiatan), serta mempunyai jangka waktu yang umumnya terbatas; rangkaian
kegiatan proyek hanya satu kali sehingga menghasilkan produk yang bersifat
unik; untuk proyek konstruksi, rangkaian kegiatan proyek bertujuan untuk
membangun bangunan atau konstruksi pada lokasi yang spesifik. Sedangkan
konstruksi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998) merupakan susunan

1
(model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan sebagainya) dan
merupakan hasil dari suatu kegiatan proyek.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara
langsung maupun media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan
atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat. Menurut
Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan: Lelang adalah penjualan
barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis
dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga
tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. (Kuncoro, 2013)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan-tahapan rinci pada pengadaan barang dan jasa?
2. Siapa saja para pihak yang terlibat pada setiap tahapan tersebut?
3. Bagaimana analisis kasus pelaggaran etika pada pengadaan jasa
konstruksi?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan rinci pada pengadaan barang dan
jasa.
2. Untuk mengetahui pihak yang terlibat pada setiap tahapan tersebut.
3. Untuk menganalisis kasus pelaggaran etika pada pengadaan jasa
konstruksi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tahapan – Tahapan Rinci Pada Pengadaan Barang dan Jasa


Pada tahapan pengadaan jasa konstruksi dan jasa konsultansi diatur
melalui Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana wilayah
No.257/KPTS/M/2004 dengan dua prinsip yaitu:
1. Tahap Prakualifikasi, merupakan proses penilaian kompentensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu sebelum
memasukkan penawaran.
2. Tahap Pascakualifikasi, merupakan proses penilaian kompentensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu setelah
memasukkan penawaran
Tahap pengadaan barang/jasa secara elektronik

Gambar 1. Skema Metode Pengadaan Barang/Jasa melalui e-procurement


Sumber: Kautsariyah (2016)

2.1.1. Tahapan proses/kegiatan perencanaan dan pelaksanaan


1. Melakukan identifikasi, menyusun dan menetapkan rencana pengadaan
barang dan jasa.
2. Membuat permohonan kebutuhan barang/jasa dan menyampaikan kpd PPK
3. Menerima & memeriksa daftar kebutuhan pengadaan barang/jasa, agar
sesuai dengan peruntukan & anggaran.

3
4. Membuat RUP (Rencana Umum Pengadaan)
5. Memproses kebutuhan pengadaan barang dan jasa lebih lanjut dengan
informasi spesifikasi, jumlah & plafond dana
6. Melakukan pemilihan penyedia,pemilihan barang sesuai RUP dan
menginformasikan ke PPK
7. Menganalisa dan memutuskan pemilihan barang
8. Melakukan negosiasi pembelian barang, konfirmasi pemesanan dan
melengkapi dokumen pengadaan.
2.1.2. Langkah-langkah menyususn RUP (Rencana Umum Pengadaan)
1. Barang/jasa pemerintah yang dibutuhkan oleh K/L/D/I mencakup jenis,
spesifikasi, jumlah/volume barang/jasa yang dibutuhkan
2. Menyusun dan menetapkan Rencana Anggaran dalam DIPA/DPA: biaya
paket, honorarium, biaya pengumuman, biaya pengganddan, dan biaya
lainnya.
3. Kebijakan umum tentang pemaketan, cara pengadaan, pengorganisasian
PBJ, dan Penggunaan Produksi Dalam Negeri
4. Menyusun Kerangka Acuan Kerja, paling sedikit memuat: Uraian kegiatan,
waktu pelaksanaan, spesifikasi. teknis dan perkiraan biaya
2.1.3. Metode pemilihan penyedia barang/jasa
1. Lelang Umum, yaitu pengadaan barang/jasa lainnya dan konstruksi diatas 5
M
2. Lelang Sederhana, yairu Pengadaan Barang/Jasa Lainnya 200 juta sd 5 M
bersifatt sederhana
3. Lelang Terbatas, yaitu Pengadaan Barang/Jasa lainnya dan Konstruksi
dengan peserta terbatas
4. Seleksi Umum, yaitu Pengadaan jasa konsultansi diatas 200 juta atau
bersifat kompleks
5. Seleksi Sederhana, yaitu Pengadaan jasa konsultansi 50 juta sd 200 juta dan
bersifat sederhana
6. Pemilihan Langsung, yaitu Pengadaan Konstruksi 200 juta sd 5 M bersifat
sederhana

4
7. Penunjukan Langsung, yaitu pengadaan barang/jasa lainnya/Konstruksi/
konsultan dengan klausul pasal 38 dan 44
8. Pengadaan Langsung Pengadaan Barang/Jasa Lain/Konstruksi sampai
dengan 200 juta, Konsultan sampai dengan 50 juta
9. E-Purchasing, yaitu Pengadaan dengan menggunakan katalog elektronik
10. Sayembara merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang
memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang
harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan
11. Kontes, merupakan metode pemilihan Penyedia Barang yang
memperlombakan Barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga
pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga
Satuan
2.2 Pihak Terkait Pada Setiap Tahapan Tersebut
Pihak yang terkait dalam proses pengadaan barang dan jasa ialah:
1. PA/KPA, menurut Pasal 1 Angka 5 Perpres No. 54 Tahun 2010
mendefinisikan Pengguna Anggaran (PA) sebagai Pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain
Pengguna APBN/APBD. Definisi ini mengacu pada definisi PA dalam
dalam Pasal 1 angka12 UU No. 1 Tahun 2004.
Sedangkan KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) dalam Pengadaan
Barang/Jasa adalah pemegang kuasa Pengguna Anggaran yang memiliki
kewenangan berdasarkan kepada pelimpahan wewenang yang diberikan
dalam kuasa. Kewenangan KPA dalam pengadaan barang/jasa sama
dengan kewenangan PA sebagaimana yang diatur dalam Perpres No. 54
Tahun 2010.
PPA/KPA berada pada tahap Rencana Umum Pengadaan
(Identifikasi Kebutuhan, Anggaran, Cara Pengadaan, Pemaketan,
Pengorganisasian PBJ,dan KAK).
2. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 1 Angka 9 Perpres
No. 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa Pejabat Pengadaan adalah

5
personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Dari definisi tersebut jelas bahwa
dalam pengadaan barang/jas PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan dan pejabat pengadaan adalah pejabat yang
melaksanakan, kedudukan Pejabat Pengadaan secara fungsi sama dengan
ULP.
PPK berada pada tahap Perencanaan Pemilihan Penyedia B/J:
• Pengkajian ulang paket
• Pengkajian ulang jadwal kegiatan pengadaan
Serta pada tahap Penyusunan dan Penetapan Rencana Pelaksanaan
Pengadaan, yang terdiri dari:
• Spesifikasi Teknis, Penetapan HPS, dan Rancangan (Jenis)
Kontrak, Tanda Bukti Perjanjian
3. ULP/Pejabat Pengadaan (Unit Layanan Pengadaan) adalah unit
organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa di K/L/D/I (Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Institusi lainnya) yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri
atau melekat pada unit yang sudah ada.
ULP berada pada tahap Pemilihan sistem Pengadaan B/J :
• Penetapan metode Pemilihan
• Penetapan metode Penyampaian Dokumen
• Penetapan Metode Evaluasi Penawaran
Pemilihan metode penilaian kualifikasi pengadaan
Penyusunan Tahapan dan Jadwal Pengadaan
Penyusunan Dokumen Pengadaan
4. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan disingkat PPHP tersebut
sebagaimana pasal 1 angka 15 memiliki tugas utama, yakni memeriksa
administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
2.3 Analisa Kasus Pelaggaran Etika pada Pengadaan Jasa Konstruksi
Beberapa contoh kasus pelanggaran kode etik yang terdapat pada pengadaan
barang dan jasa konstruksi adalah sebagai berikut:

6
1. Kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan
Sarana Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang atau dikenal dengan
Kasus Hambalang. Kasus ini mulai diselidiki oleh KPK sejak tahun 2011.
Kerugian negara akibat kasus ini adalah sebesar Rp. 706 miliar. Selain
kerugian yang cukup besar kasus ini juga telah menyeret beberapa nama
politisi, seperti Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Andi Alfian
Mallarangeng (Menteri Pemuda dan Olah Raga pada saat itu), Angelina
Sondakh (anggota DPR Fraksi Partai Demokrat pada saat itu), dan
beberapa pejabat pemerintahan lainnya, khususnya di Kementerian
Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora). Hingga saat ini proses pengusutan
terhadap kasus ini belum dihentikan oleh KPK. Pada Februari 2017, KPK
menetapkan tersangka baru dalam Kasus Hambalang yakni Andi
Zulkarnain Mallarangeng alias Choel, yang kemudian ditahan oleh KPK
(Tempo.co, 19/02/17). Pelanggaran ini berada di ini telah dimulai dari
tahap perencanaan pengadaan. Pada tahap ini, cenderung terjadi
penggelembungan (mark-up) anggaran yang merugikan keuangan
negara. Aspek norma yang dilanggar berupa norma hukum, yang mana
para koruptor ini berhak harus dijatuhi hukuman dari pihak yang
berwenang. Dampak dari penyelewengan dana proyek akan
mengakibatkan kerugian negara dan juga kerugian masyarakat, yang
mana seharusnya Gedung dapat difungsikan menjadi tidak dapat
difungsikan akibat Gedung yang mangkak.
Sumber: https://www.theindonesianinstitute.com/korupsi-pengadaan-
barang-dan-jasa-di-indonesia/
2. Sejumlah kalangan, termasuk DPRD Boyolali, mencium indikasi
“sandiwara” dalam lelang proyek pembangunan kompleks perkantoran
baru Pemkab Boyolali yang dilaksanakan tiga tahun terahkir. Indikasi
“sandiwara” itu salah satunya terkait proses lelang online atau electronic
procurement (e-proc) (SOLOPOS, 4 November 2013). Istilah
“sandiwara” oleh beberapa kalangan, salah satunya terlihat dalam selisih
harga perkiraan sendiri (HPS) dengan penawaran pemenang kontrak
yang sangat kecil. Rata-rata penawaran kontrak hanya berkisar 1% dari

7
HPS. Bahkan, dalam proyek pembangunan Gedung Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) pemenang lelang
hanya menawar 0,38% di bawah HPS. Menurut sejumlah sumber Espos
yang memahami proyek konstruksi, penyusunan HPS yang jujur dan
akuntabel mestinya memperhitungkan keuntungan bagi kontraktor di
luar harga barang. Selain itu, harga barang/jasa dalam HPS dihitung
berdasarkan harga satuan di pasar, bukan harga grosir, bukan harga
pembelian dalam jumlah besar. Dengan rumus demikian selisih ideal
antara HPS dengan penawaran mestinya 10% - 15%. Kasus ini terjadi
pada tahap lelang, yang mana kontraktor melakukan penawaran kontrak
hanya berkisar 1% dari HPS. Pada kasus ini pihak yang terkait telah
melanggar etika khusus. Pihak yang dirugikan tentunya adalah pihak
owner.

Sumber: Nursetyo, Gatot. (2013). ANALISIS PENGADAAN


BARANG DAN JASA KONSULTANSI ( Studi Kasus : Proyek
Pemerintah )

3. Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa yang menyeret
Bupati Sidoarjo Nonaktif, Saiful Ilah, digelar di pengadilan Tipikor,
Surabaya, Senin (6/4/2020). Sidang ini menghadirkan Ibnu Gofur dan
Totok Sumedi yang didakwa memberikan suap kepada Saiful Ilah.
Sidang tersebut menghadirkan empat orang saksi yang terdiri dari tiga
pegawai di bagian pengadaan Pemkab Sidoarjo dan seorang penyedia
jasa. Dalam sidang terungkap bahwa para pegawai itu juga menerima
uang senilai Rp 190 juta dari terdakwa Ibnu Gofur yang memenangkan
proyek pengerjaan Jl Candi-Prasung yang bernilai Rp 21 miliar. Uang
diberikan Ibnu Gofur lewat Totok Sumedi. Lalu Totok menyerahkan
uang tersebut kepada Yugo Arif Prabowo, pegawai di bagian pengadaan
barang dan jasa. “Uangnya saya serahkan pak Bayu,” kata Yugo dalam
sidang. Oleh Bayu, uang kemudian dibagi-bagikan kepada beberapa
pegawai lain di dalam pokja yang menangani proyek Jl Prasung. “Saya
Rp 30 juta, teman-teman lainnya ada yang Rp 20 juta, dan sebagainya.
Sisa Rp 10 juta kami masukkan kas, untuk operasional,” kata Bayu, saksi

8
lainnya. Dalam pembagian ini, Yugo yang tidak masuk dalam pokja juga
kebagian. Para saksi itu juga mengaku sudah mengembalikan uang
tersebut setelah kasus ini terungkap oleh KPK. Saksi lain adalah Fuad
Abdillah, juga pegawai di bagian pengadaan. juga menerima Rp 16 juta
dari Sanadjihitu Sangaji, Kabag Pengadaan Barang dan Jasa. Dari kasus
di atas dapat disimpulkan bahwa pihak kontraktor telah melanggar norma
hukum karena dengan sengaja memberikan suap kepada pihak pegawai
pengadaan pemkab sidoarjo. Selain itu pihak kontraktor maupun pihak
yang menerima suap telah mendapatkan sangsi hukum dari pihak yang
berwajib. Dampak dari pelanggaran ini adalah apabila proyek tersebut
tetap berjalan, maka kemungkinan besar akan lebih banyak melanggar
peraturan kedepannya.
Sumber: https://sidoarjonews.id/pegawai-pengadaan-pemkab-barang-
dan-jasa-pemkab-sidoarjo-mengaku-terima-uang-dari-kontraktor/

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa perlu diperhatikan tahap-tahap


yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Untuk menghindari
adanya kasus pelanggaran dalam proses pengadaan barang dan jasa, sudah
seharusnya meninggalkan metode manual dan mengunakan metode elektronik.
Penyedia bawang/jasa, PPK, Panitia Pengadaan barang/jasa dan LPSE harus dipilih
orang-orang yang memiliki kejujuran dan komitmen yang tinggi. Apabila system
pengadaan barang dan jasa sudah disusun secara baik maupun dengan system
elektronik, namun tidak diisi oleh orang-orang yang jujur, maka akan tidak berarti
sama sekali. Pengawasan secara tegas terhadap proses pengadaan barang dan jasa
perlu melibatkan orang-orang yang independen dan tidak mudah menerima suap.

3.2 Saran

Mengingat begitu rawannya pelanggaran pada proses pengadaan barang dan


jasa konstruksi, sudah sepatutnya dilakukan pengawasan yang lebih ketat. Dengan
adanya system elektronik tidak menjadikan para pihak yang terkait lengah dalam
meningkatkan pengawasan. Sebuah system dibuat untuk meningkatkan
produktivitas dan kepercayaan masyarakat yang meningkat, namun jika semua
pelaku berbuat curang, maka kasus pelanggaran pasti akan tetap terjadi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kautsariyah, S., & Hardjomuljadi, S. (2017). Analisis Penyimpangan Pada Proses


Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi Secara Elektronik Di Pemerintah
Daerah. Konstruksia, 8(1), 75. Dari: https://doi.org/10.24853/jk.8.1.75-85

Kuncoro, W., Wakhid, N., Wibowo, M. A., & Nugroho, H. (2013). Kajian
Pelelangan Konstruksi Berdasarkan Keppres 80/2003 Dan Perpres 54/2010
(Studi Kasus : LPSE Universitas Diponegoro). Jurnal Karya Teknik SIpil,
2(1), 273–289. Dari: https://ejournal3.undip.ac.id

Purwanto, S.S. (2008). Kajian Prosedur Pengadaan Jasa Konstruksi Secara E-


Procurement. Jurnal Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9(1),
43–56. Dari: http://puslit2.petra.ac.id

http://sibima.pu.go.id/pluginfile.php/34903/mod_resource/content/1/PPBJ-
Modul%2002.pdf

Zulmi, F. dan Salomo, R.V. (2013), Transparansi dalam E-Procurement di Dinas


Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tanggerang Selatan. Dari:
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/201 5-09/S47589-Fajrin%20Zulmi.

11

Anda mungkin juga menyukai