Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, setiap manusia yang ada di muka bumi ini memiliki fitrah yang
telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Fitrah manusia tersebut ketika sampai pada
puncaknya akan memberikan dampak negatif ketika tidak dapat diolah dan dikontrol
dengan baik. Manusia yang selalu merasa kekurangan dalam kehidupannya akan
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Misalnya ingin cepat kaya,
dengan cara ia melakukan pencurian, korupsi, penipuan, perampokan dan lain-
lainnya.
Perbuatan-perbuatan tersebut dalam dunia hukum dikategorikan sebagai
perbuatan tindak pidana. Setiap tindak pidana pasti memiliki sanksi hukum. Akan
tetapi, masyarakat mungkin masih belum mengetahui hal ini khususnya mengenai
sanksinya dalam hukum islam.
Berhubungan dengan hal tersebut, maka penulis bermaksud memaparkan
berbagai hal, khususnya mengenai pencurian (sariqah) dan jarimah-nya sebagai bahan
perbandingan hukum dengan hukum lainnya.
B. Rumusan Makalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menyimpulkan beberapa rumusan
masalah di antaranya, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan sariqah?
2. Apa saja syarat-syarat dalam pencurian?
3. Apa landasan hukum (al-Qur’an dan Hadis) perbuatan sariqah?
4. Hukuman apa yang akan diterima oleh pelaku pencurian?
5. Bagaimana pembuktian pada pelaku pencurian? Sebutkan contoh kasus!
6. Bagaimana pendapat penulis mengenai hukuman dalam pidana islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sariqah (Pencurian)
ُ ‫ْر‬
Pengertian kata sariqah, merupakan bentuk masdar (gerund) dari - ‫ق‬ ِ ‫ يَس‬- ‫ق‬
َ ‫َس َر‬
‫ َس=== َرقًا‬yang secara etimologis berarti: mengambil harta milik orang lain secara
sembunyi-sembunyi dan dengan tipu daya.
Menurut para ulama, pencurian (sariqah) secara terminologi didefinisikan
sebagai berikut:1
1. Wahbah al-Zuhaili, "Sariqah ialah mengambil harta milik orang lain dari
tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan dengan cara
diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Termasuk dalam kategori pencurian
adalah mencuri informasi dan pandangan jika dilakukan dengan sembunyi-
sembunyi."
2. Abdul Qadir Audah, "Ada dua macam sariqah, yaitu sariqah yang diancam
dengan had dan sariqah yang diancam dengan ta’zir. Sariqah yang diancam
dengan had dibedakan menjadi dua, yaitu pencurian kecil dan pencurian besar.
Pencurian kecil ialah mengambil harta milik orang lain secara diam-diam.
Sementara pencurian besar ialah mengambil hak orang lain dengan terang
terangan dan kekerasan. Pencurian semacam in disebut perampokan.
3. Muhammad al-Khatib al-Syarbini, "Sariqah ialah mengambil harta orang
lain secara sembunyi-sembunyi dan zalim, diambi dari tempat penyimpanannya
yang biasa digunakan untuk menyimpan dengan berbagai syarat.
Dapat disimpulkan bahwa sariqah adalah mengambil barang atau harta orang
lain secara sembunyi-sembunyi dari suatu tempat yang semestinya digunakan untuk
menyimpan. Sebagian ulama yang lain mengatakan, sariqah secara terminologi
berarti mengambil harta orang lain dengan cara aniaya tanpa ada keraguan
(syubhat). Pencurian dalam Islam digolongkan ke dalam bentuk hudud, di mana hak
Allah lebih besar dan utama. Di dalam Alquran, mencuri berarti, mengambil harta
orang lain dari tempat penyimpanannya secara sembunyi-sembunyi. 2

B. Syarat Pencurian
1
Fuad Thohari , Hadis Ahkam: Kajian Hadis-Hadis Hukum Pidana Islam (Hudud, Qishash, dan Ta’zir), (Yogyakarta:
Deepublish, 2018), hlm. 58.
2
Ibid., hlm. 59.
Suatu tindakan bisa dikategorikan pencurian setelah memenuhi 3 (tiga) syarat
yaitu: 3
1. Mengambil harta yang bukan menjadi miliknya.
2. Mengambil harta dengan cara diam-diam / sembunyi-sembunyi dengan
niat jahat. Ilustrasi dari suatu peristiwa yang dapat dihukumi "secara
diam diam", apabila pemilik harta tidak mengetahui saat barang tersebut
diambil dan tidak merelakannya. Contohnya, mengambil barang milik
orang lain dari dalam rumahnya di malam hari ketika ia sedang tidur.
3. Mengambil harta yang telah disimpan di tempat khusus (fi hirzi
mitslihi). Mekanisme pencurian terjadi melalui pengambilan harta dan
tindakannya baru disebut pencurian setelah memenuhi tiga syarat, yaitu:
a. Pencuri mengeluarkan barang yang dicuri dari tempat
penyimpanannya.
b. Barang yang dicuri dipindahkan dari kekuasaan pemilik.
c. Barang yang dicuri dimasukkan dalam kekuasaan pencuri.
Mengenai hal ini, ada beberapa perbedaan pendapat dikalangan ulama. Imam Ahmad
berpendapat tidak demikian, ia berpendapat bahwa walaupun harta tidak disimpan di
tempat yang terjaga, hukuman potong tangan tetap dijatuhkan bagi pencuri. Hal ini
didasarkan kepada keumuman Al-Quran surat Al-Ma'idah ayat ke-38 yang
menyatakan, pencuri laki-laki dan pencuri perempuan wajib dipotong tangan mereka.
Di samping itu, tidak ada penjelasan dari Hadis Nabi Saw. yang menyatakan bahwa
syarat dilaksanakan hukuman pencurian berlaku bagi harta yang dicuri dari tempat
penyimpanan khusus yang aman. Sedangkan mayoritas imam Mazhab (Imam
Hanafi, Imam Malik, dan Imam Syafi’i) berpendapat bahwa penyimpanan barang
harus di tempat yang khusus adalah untuk membedakan antara harta luqatah (barang
temuan) dan harta sariqah (barang curian). Apabila barang tersebut tidak disimpan
ditempat yang khusus, maka si pencuri tidak wajib dihukumi potong tangan.4
Dalam memberlakukan sanksi potong tangan, harus diperhatikan aspek- aspek
penting yang berkaitan dengan syarat dan rukunnya, diantaranya: 5
1. Pelaku telah dewasa dan berakal sehat. Kalau pelakunya sedang tidur, anak
kecil, orang gila, dan orang dipaksa tidak dapat dituntut.
2. Pencurian tidak dilakukan karena pelakunya sangat terdesak oleh kebutuhan
3
Ibid., hlm. 59-60.
4
Ibid., hlm. 60.
5
Nur Lailatul Musyafa’ah, Hadis Hukum Pidana, (Surabaya: UINSA Press, 2014), hlm. 81-82.
hidup. Contohnya adalah kasus seorang hamba sahaya milik Hatib bin Abi
Balta'ah yang mencuri dan menyembelih sekor unta milik sescorang yang
akhirnya dilaporkan kepada Umar bin al-Khattab. Namun, Umar justru
membebaskan pelaku karena ia terpaksa melakukannya.
3. Tidak terdapat hubungan kerabat antara pihak korban dan pelaku, seperti
anak mencuri harta milik ayah at au sebaliknya.
4. Tidak terdapat unsur syubhat dalam hal kepemilikan, seperti harta yangdicuri
itu milik bersama antara pencuri dan pemilik.
5. Pencurian tidak terjadi pada saat peperangan di jalan Allah. Pada saat seperti
itu, Rasulullah tidak memberlakukan hukuman potong tangan. meskipun
demikian, jarimah ini dapat diberikan sanksi dalam bent uk lain, seperti
dicambuk atau dipenjara.
Sedangkan yang berkaitan dengan kondisi barang yang dicuri, ada beberapa
kriteria dan persyarant agar bisa dikategorikan pencurian yang mewajibkan
dilaksanakannya potong tangan. Bila syarat pada barang yang dicuri ini tidak ada,
maka pelakunya tidak dipotong tangan tetapi hakim bisa menerapkan hukuman ta`zir.
Syarat dan kriteria itu adalah :
1. Barang yang dicuri memiliki nilai harga.
Bila barang yang dicuri adalah bangkai, khamar atau babi, maka tidak
termasuk pencurian yang mewajibkan dilaksanakannya potong tangan.6 Karena
semua itu tidak termasuk sesuatu yang berharga bagi hak seorang muslim.
2. Mencapai nishab.7
Nishab adalah nilai harga minimal yang bila terpenuhi, maka pencurian itu
mewajibkan dilaksanakannya potong tangan. Namun para ulama tidak secara
tepat menyepakati besarnya nishab itu :
a. Jumhur ulama diantaranya Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah
sepakat bahwa nishab pencurian itu adalah ¼ dinar emas atau 3 dirham perak.
b. Sedangkan Al-Hanafiyah menetapkan bahwa nishab pencurian itu adalah 1
dinar atau 10 dirham atau yang senilai dengan keduanya.
3. Barang yang Dicuri Berada dalam Penjagaan.
Yang dimaksud penjagaan adalah bahwa harta yang dicuri itu diletakkan di
tempat penyimpanannya oleh pemiliknya. Dalam hal ini bisa dibagi menjadi

6
Topo Santoso, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016), hlm.156.
7
Ibid.
dua kategori, yaitu:
a. Tempat penyimpanan itu bisa di dalam rumah, pagar, kotak, laci, atau
lemari. Sebagai contoh bila seseorang meletakkan barangnya di dalam
rumahnya, maka rumah itu menjadi media penyimpanan meski pintunya
terbuka. Karena seseorang tidak boleh memasuki rumah orang lain tanpa
izin meski pintunya terbuka.
b. Bukan media penyimpanan khusus namun area umum dimana
seseorang(pemilik) berada disitu dan orang lain tidak boleh menguasainya
kecuali atas izinnya. Contohnya adalah seseorang yang duduk di masjid
dan meletakkan tasnya di sampingnya saat tidur. Ini termasuk dalam
penjagaan.
4. Barang yang awet dan bisa disimpan (tidak lekas rusak).
5. Dalam harta yang dicuri tidak ada bagian hak pencuri.
Bila seorang mencuri harta dari seorang yang berhutang kepadanya dan
tidak dibayar-bayar, maka ini tidak termasuk pencurian yang mewajibkan
potong tangan. Kasus di atas tidak mewajibkan potong tangan karena kasus
tersebut tidak sepenuhnya bermakna pencurian, tapi ada syubhat karena di
dalam harta itu sebagian ada yang menjadi haknya.
6. Tidak ada izin untuk menggunakannya.
Seseorang yang mengambil harta yang bukan miliknya namun dia
memiliki wewenang untuk masuk ke tempat penyimpanannya, maka ketika dia
mengambilnya tidak termasuk pencurian yang dimaksud. Contoh kasusnya bila
seorang suami mengambil uang istrinya yang disimpan di dalam rumah. Suami
adalah penghuni rumah dan punya akses masuk ke dalam rumah itu. Bila dia
mengambil harta yang ada dalam rumah itu, maka bukan termasuk pencurian
yang mewajibkan potong tangan. Hal yang sama berlaku bagi sesama penghuni
rumah seperti pembantu dan siapapun yang menjadi penghuni rumah itu secara
bersama. 
7. Barang itu sengaja dicuri.8
Bila seseorang mencuri suatu benda namun setelah itu didapatinya pada
benda itu barang lainnya yang berharga, maka dia tidak bisa dihukum karena
adanya barang lain itu.
Contoh : Bila seseorang berniat mencuri kucing tapi ternyata kucing itu
8
Ibid.
berkalungkan emas atau berlian yang harganya mahal, maka dia tidak bisa
dikatakan mencuri emas atau berlian itu.
Namun yang jadi masalah, bagaimana hakim bisa membedakan motivasi
pencuri dalam mengambil barang.

C. Landasan Hukum Al-Qur’an dan Hadis


1. Larangan Mencuri
a. Surat Al-Ma'idah Ayat 38:
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاًاًل ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
Terjemahnya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”9
b. Dari ‘Urwah bin Zubair, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berkhutbah dan menyampaikan:
‫ق فِي ِه ِم الض َِّعيفُ أَقَا ُموا َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ َوإِ َذا َس َر‬، ُ‫ق فِي ِه ُم ال َّش ِريفُ ت ََر ُكوه‬ َ ‫اس قَ ْبلَ ُك ْم أَنَّهُ ْم َكانُوا إِ َذا َس َر‬
َ َّ‫ك الن‬ َ َ‫فَإِنَّ َما أَ ْهل‬
ُ ‫ت لَقَطَع‬
‫ْت يَ َدهَا‬ ْ َ‫ لَوْ أَ َّن فَا ِط َمةَ بِ ْنتَ ُم َح َّم ٍد َس َرق‬، ‫ َوالَّ ِذى نَ ْفسُ ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه‬، ‫ْال َح َّد‬
Artinya: “Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di
antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak
dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri,
mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang
berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku
akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688).
c. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُ‫ق ْال َح ْب َل فَتُ ْقطَ ُع يَ ُده‬
ُ ‫ْر‬ َ ‫ق ْالبَ ْي‬
ِ ‫ َويَس‬، ُ‫ضةَ فَتُ ْقطَ ُع يَ ُده‬ ُ ‫ْر‬
ِ ‫ يَس‬، ‫ق‬ ِ ‫لَ َعنَ هَّللا ُ الس‬
َ ‫َّار‬
Artinya: “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur lalu tangannya
dipotong, begitu pula mencuri tali lalu tangannya dipotong.” (HR. Bukhari
no. 6783 dan Muslim no. 1687)
2. Nisab dari Barang Curian
a. Dalam lafadh Muslim disebutkan :
ُ َ‫ارقا ً فِي ِم َج ٍن قِ ْي َمتُهُ ثَال‬
‫ث َد َرا ِه َم‬ ِ ‫قَطَ َع َس‬
Artinya: ”Dipotong (tangan) seorang pencuri yang mencuri perisai seharga tiga
dirham” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Huduud (no. 6796) dan Muslim
dalam Al-Huduud (1686/6))
9
Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 68
b. Dalam Shahihain dari ’Aisyah ra., ia berkata: Telah berkata
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :
ً‫صا ِعدا‬ ٍ ‫تُ ْقطَ ُع ْاليَ ُد فِي ُرب ُِع ِد ْين‬
َ َ‫َار ف‬
Artinya: ”Dipotong tangan (seorang pencuri) karena (mencuri) seperempat dinar
atau lebih”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Huduud (no. 6789))
c. Dalam lafadh Muslim disebutkan :
ً‫صا ِعدا‬ ٍ ‫ق إِاَّل فِ ْي ُرب ُِع ِد ْين‬
َ َ‫َار ف‬ ِ ‫الَ تُ ْقطَ ُع يَ ُد الس‬
ِ ‫َّار‬
Artinya: ”Tidaklah dipotong tangan seorang pencuri kecuali (jika ia telah mencuri
sesuatu) senilai seperempat dinar atau lebih”. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Al-
Huduud (1684/2))
d. Dalam riwayat Al-Bukhari, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
َ ِ‫ َوالَ تَ ْقطَعُوا فِي َما ه َُو أَ ْدنَى ِم ْن َذل‬،‫َار‬
‫ك‬ ٍ ‫ا ْقطَعُوا فِي ُرب ُِع ِدين‬
Artinya: “Potonglah karena (mencuri sesuatu senilai) seperempat dinar, dan jangan
dipotong karena (mencuri) sesuatu yang kurang dari itu”.  (Diriwayatkan oleh Al-
Bukhari dalam Al-Huduud (no. 6791))
D. Hukuman bagi Pelaku Pencurian
Para ulama sepakat mengenai tentang hukuman yang ditimpakan kepada pelaku
pencurian, yaitu potong tangan. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam
menentukan batas minimal jumlah atau harga barang yang dicuri, yang membuat
wajibnya pelaku dikenakan hukuman potong tangan. Perbedaan itu adalah sebagai
berikut:10
1. Ahli zhahir. Mereka berpendapat bahwa ayat 38 surah al- Maaidah (5) ini
adalah bersifat umum, maka pemahamannya juga harus berlaku umum. Jadi,
setiap pencuri itu harus dihukum dengan potong tangan, baik harta yang
dicuri itu banyak atau sedikit. Hal ini sesuai juga dengan pendapat Ibnu
Abbas ketika ditanya oleh Najdah al-Hanafi mengenai pengertian ayat 38
surah al-Maaidah di atas. “Apakah ayat ini berlaku umum atau khusus?” Dia
menjawab, "ayat ini berlaku umum". Pendapat ini juga didasarkan atas
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Nabi bersabda:
"Terkutuklah pencuri, yang mencuri sebiji telur, maka tangannya dipotong.
Dan pencuri tali, maka tangannya dipotong" (HR. Muslim). Jumhur ulama
menilai Hadis ini telah di-nasakh-kan
2. Imam Malik berpendapat, bahwa batas minimal barang yang dicuri yang
10
Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 69-70.
membuat pencurinya dikenakan hukuman potong tangan adalah tiga dirham
atau seharga dengannya. Pendapat ini didasarkan atas dasar Hadis Nabi SAW
yang diriwayatkan dari Ibnu Umar: "Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW
memotong (tangan) pencuri majn (perisai) yang harganya tiga dirham" (HR.
Muslim)
3. Abu Hanifah berpendapat, bahwa batas minimalnya adalah sepuluh
dirham. Pendapat ini didasarkan atas sabda Nabi SAW yang diterima dari
Aisyah. Dia berkata: "Pada masa Rasulullah SAW tangan pencuri tidak
dipotong jika harga (barang yang dicurinya itu) kurang dari harga majn
atau perisai dan keduanya mempunyai harga" (HR. Buk hari). Lebih lanjut
Abu Hanifah mengatakan, bahwa harga perisai pada masa itu adalah sepuluh
dirham.
4. Asy-Syafi'i berkata, batas minimal harga barang yang di curi itu adalah
seperempat dinar. Jika kurang dari itu, maka pelaku pencurian itu tidak
dikenakan hukuman potong tangan. Yang dijadikan hujah oleh mazhab ini
adaah sabda Nabi yang diterima dari Aisyah: "Diterima dari Aisyah ra..,
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tangan pencuri tidak dipotong kecuali
kalau (yang dicurinya itu sam pai harganya) seperempat dinar atau lebih".
(HR. Muslim). Selain dari Hadis di atas, mazhab ini juga berhujah dengan
Hadis lain, yaitu sebagai berikut: "Dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah SAW
bersabda: "Dipotong tangan pencuri (da- lam barang yang dicuriya itu
sampai) seperempat dinar atau lebih" (HR. Bukhari).
5. Ahmad bin Hambal menjelaskan pula, bahwa batas minimal harta yang
dicuri itu adalah seperempat dinar atau tiga dirham. Pendapat ini didasarkan
atas Hadis yang mengenai perisai di atas, dimana harganya adalah
seperempat.
Mengenai tata cara potong tangan di kalangan fuqaha sudah sepakat bahwa di
dalam pengertian kata "tangan (yad)" termasuk juga kaki. Apabila seseorang
melakukan pencurian untuk pertama kalinya, maka tangan kanannya yang dipotong,
dan apabila pencurian tersebut diulangi, maka kaki kirinya yang dipotong11.
Sedangkan mengenai batas tangan yang dipotong, para imam mazhab sepakat bahwa
batas tangan yang diportong adalah dari pergelangan tangan ke bawah.12

11
Ibid., hlm. 71.
12
Nur, Hadis Hukum Pidana, hlm. 79.
Menurut Zainuddin Ali, ketentuan potong tangan yaitu sebelah kiri. Jika ia masih
melakukan untuk kedua kali maka harus dipotong adalah kaki kanannya. Jika ia masih
melaku kan untuk yang ketiga kali maka yang harus dipotong adalah tangan
kanannya. Jika ia masih melakukan untuk yang keem pat kalinya maka yang harus
dipotong adalah kaki kirinya. Jika ia masih melakukan untuk yang kelima kalinya
maka harus dijatuhi hukuman mati.13
E. Pembuktian dan Contoh Kasus Kontemporer
Mengenai mekanisme pembuktian tindak pidana pencurian, ulama
mengatakan bahwa cara membuktikan tindak pidana pencurian antara lain
dengan:14
1. Saksi yang adil
Saksi yang diperlukan untuk pembuktian tindak pidana pencurian
minimal dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
Apabila saksi kurang dari dua orang, pencurian tidak dikenai hukuman
hudud. Syarat saksi dalam tindak pidana pencurian ini pada umumnya sama
dengan syarat saksi dalam jarimah zina.
2. Pengakuan (iqrar)
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti untuk tindak pidana
pencurian. Menurut Imam Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i
pengakuan cukup satu kali dan tidak perlu untuk diulang.
3. Sumpah (al-yamin)
Menurut Ulama Syafi'iyah, apabila dalam suatu peristiwa pencurian
tidak ada saksi dan tersangka tidak mengakui perbuatannya, korban dapat
meminta kepada tersangka untuk bersumpah bahwa ia tidak melakukan
pencurian. Apabila tersangka enggan bersumpah, sumpah dikembalikan
kepada penuntut
Sekarang ini berkembang di tengah masyarakat, adanya kemungkaran baru
yaitu menghukum pencuri dengan dibakar hidup-hidup sebagaimana terjadi di
Indonesia. Kemungkaran dengan cara menjatuhkan sanksi bakar hidup-hidup bagi
pencuri itu setidaknya bisa dilihat dari perspektif sebagai berikut:15
1. Tidak menerapkan hukuman yang telah ditentukan Allah (meskipun
hukuman yang digunakan adalah ketetapan dari Allah, harus dengan
13
Mardani, Hukum Pidana Islam, hlm.71.
14
Thohari , Hadis Ahkam, hlm. 81.
15
Ibid., hlm. 65.
perintah khalifah atau mereka yang diberi kewenangan); dan
2. Menghukum orang dengan cara dibakar hidup-hidup adalah haram
berdasarkan Hadis Nabi Saw yang artinya: "Tidaklah pantas bagi
manusia untuk menghukum sesamanya dengan adzab Allah (api)."
Allah menjaga harta dengan jalan memberlakukan sanksi potong tangan bagi
pelaku pencurian. Hukum potong tangan ini tidak diberlakukan Allah terhadap
tindak kriminal lain misalnya: pencopetan, penjambretan, ghasab, dan lain-lain.
Semua tindakan semacam ini secara kuantitas sanksinya tidak bisa disamakan
dengan pencurian. Selain itu, tindak kriminal semacam ini dapat ditangani hakim
(pemerintah setempat) setelah cukup bukti, berbeda dengan pencurian. Bukti
pencurian relatif sulit untuk diketemukan, sehingga tindakannya berimplikasi
serius dan dijatuhi sanksi tinggi bagi pelakunya untuk memperkuat larangan.

F. Kritik
Tak dapat dipungkiri bahwa hukum pidana dalam Islam terbilang keras dan
memaksa. Namun terlepas dari itu, hukuman tersebut bertujuan untuk memerangi
kecenderungan kembali melanggar hukum serta sebagai bentuk pencegahan
terhadap timbulnya aksi kejahatan yang lain. Sikap tegas aturan hudud tersebut
adalah demi menjaga dan menjamin kelestarian kemaslahatan manusia.
Dengan penerapan hukum pidana pada pelaku pencurian, yaitu pemotongan
tangan, maka diharapkan hukuman tersebut menjadi salah satu solusi untuk
menimbulkan efek jera kepada para pelaku kejahatan agar tidak mengulangi
kesalahannya dan bertaubat kepada Allah atas segala perbuatannya di masa lalu.
Sedangkan tangan pencuri yang telah dipotong sebenarnya bukanlah merupakan
aib baginya ketika ia telah bertaubat, melainkan sebuah bentuk peringatan bagi
orang-orang di sekitarnya untuk tidak mencoba melakukan tindakan tersebut.
Sehingga tidak hanya menimbulkan efek jera pada si pelaku pencurian, namun
juga pada orang-orang di sekitarnya.
Aturan hudud dalam hukum pidana Islam memberi kemaslahatan karena
sekurang-kurangnya jaminan mengandung dua kepastia hukum, yaitu: 16
1. Kepastian legitimasi dimiliki oleh semua yang bertujuan agar masyarakat
mengetahui perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan hakim
berwenang memeriksa dan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran yang
16
Muhammad Tahmid Nur, Menggapai Hukum Pidana Ideal, (Yogyakarta: Deepublish, 2012), hlm. 230.
dilakukan.
2. Kepastian eksekusi bertujuan memberi dasar dan pengetahuan jelas kepada
semua anggota masyarakat dan para hakim tentang jenis sanksi yang pasti
akan dijatuhkan atas tindak pidana yang terjadi. Dengan kepastian tersebut,
mafia peradilan dapat diminimalisir, karena tidak akan ada lagi perdebatan
dan spekulasi terhadap eksekusi yang pasti dijatuhkan atas pelaku tindak
pidana pokok dalam aturan hudud.
Dari proses pemeriksaan perkara hudud sampai kepada pasca eksekusi
terdapat nilai-nilai kemaslahatan yang sangat kokoh. Dalam proses pemeriksaan
kasus hudud terdapat berbagai kriteria syarat yang sangat ketat sehingga hampir
tidak mungkin terjadi kesalahan putusan di dalamnya. Apabila terdapat sedikit
saja syubhat di dalamnya, maka eksekusi hudud wajib dibatalkan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
 Pengertian kata sariqah, merupakan bentuk masdar (gerund) dari ‫ق‬ ُ ‫ْر‬
ِ ‫ يَس‬- ‫ق‬
َ ‫َس َر‬
‫ َس َرقًا‬- yang secara etimologis berarti: mengambil harta milik orang lain secara
sembunyi-sembunyi dan dengan tipu daya. Sariqah adalah mengambil
barang atau harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dari suatu tempat
yang semestinya digunakan untuk menyimpan.
 Tiga syarat pencurian yaitu: Mengambil harta yang bukan menjadi miliknya.
Mengambil harta dengan cara diam-diam / sembunyi-sembunyi dengan niat
jahat. Mengambil harta yang telah disimpan di tempat khusus (fi hirzi
mitslihi).
 Dalam memberlakukan sanksi potong tangan, harus diperhatikan aspek-
aspek berikut: Pelaku telah dewasa dan berakal sehat. Pencurian tidak
dilakukan karena pelakunya terdesak oleh kebutuhan hidup. Tidak terdapat
hubungan kerabat antara pihak korban dan pelaku. Tidak terdapat unsur
syubhat dalam hal kepemilikan. Pencurian tidak terjadi pada saat peperangan
di jalan Allah.
 Berikut kriteria dan persyaratan kondisi barang yang dicuri: Barang yang
dicuri memiliki nilai harga, mencapai nishab, berada dalam penjagaan,
barang yang awet dan bisa disimpan (tidak lekas rusak), dalam harta yang
dicuri tidak ada bagian hak pencuri, tidak ada izin untuk menggunakannya,
dan barang itu sengaja dicuri. Bila syarat pada barang yang dicuri ini tidak
ada, maka pelakunya tidak dipotong tangan tetapi hakim bisa menerapkan
hukuman ta`zir.
 Para ulama sepakat bahwa hukuman yang ditimpakan kepada pelaku
pencurian, yaitu potong tangan. Apabila seseorang melakukan pencurian
untuk pertama kalinya, maka tangan kanannya yang dipotong, dan apabila
pencurian tersebut diulangi, maka kaki kirinya yang dipotong. Sedangkan
mengenai batas tangan yang dipotong, para imam mazhab sepakat bahwa
batas tangan yang diportong adalah dari pergelangan tangan ke bawah.
 Ulama mengatakan bahwa cara membuktikan tindak pidana pencurian antara
lain dengan: Saksi yang adil, pengakuan (iqrar), dan sumpah (al-yamin).

Anda mungkin juga menyukai