FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS WARMADEWA 2020 1. UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi.pada prinsipnya, perbedaan antara UMI, UK, UM dan UB umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omzet rata rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Di Indonesia, definisi UU MKM diatur dalam undang undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang UU MKM.di dalam UU tersebut, kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan UMKM seperti yang tercantum dalam pasal enam adalah nilai kekayaan bersih atau nilai aset, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan. Dengan kriteria ini UMI adalah unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp50 Jt , atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp300 Jt
2. UMKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-
masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UMKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut.
- Kinerja UMKM di Indonesia
Kinerja UMKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) Nilai Tambah, (2) Unit Usaha, Tenaga Kerja Dan Produktivitas, (3) Nilai Ekspor. Ketiga Aspek Tersebut Dijelaskan Sebagai Berikut 1. Nilai Tambah Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UMKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UMKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UMKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen. 2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja Pada tahun 2006 jumlah populasi UMKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang. 3. Ekspor UMKM Hasil produksi UMKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006. - Kontribusi Usaha mikro kecil menengah (UMKM) terhadap PDB Kontribusi Usaha mikro kecil menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto (PDB) diupayakan akan terus ditingkatkan seiring semakin banyaknya program pemberdayaan yang dilakukan. UMKM juga memberikan kontribusi pada ekspor non migas sebesar 14,20%. Hal ini berarti pada sektor-sektor dimana terbuka bagi masyarakat luas UMKM mempunyai sumbangan nyata. Sehingga kemampuan untuk melahirkan percepatan pemulihan ekonomi akan ikut ditentukan oleh kemampuan menggerakkan UMKM.
3. Peluang dan Tantangan Bagi UKM Dalam Liberalisasi Perdagangan
Sejak terjadi reformasi kebijakan perdagangan di Indonesia pada awal tahun 1980- an, Indonesia mulai keluar dari cangkangnya untuk membuka diri dan terlibat dalam perekonomian global. Setelah sekian lama berlindung dan bergantung terhadap pendapatan minyak dan gas yang melimpah ruah, Indonesia segera mencari alternatif pendapatan negara sejak redamnya masa oil boom sehingga fokus harus dialihkan pada pengembangan pundi-pundi dari sektor non-migas (sektor selain minyak bumi dan gas). Oleh karenanya, pemerintah Indonesia berinisiatif untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan, mulai dari pengurangan hambatan perdagangan non-tarif secara bertahap hingga penurunan tingkat tarif mencapai 0% di beberapa sektor. Semua tingkat perjanjian perdagangan pun ditindaklanjuti, baik di tingkat multilateral, regional, serta bilateral. Tak ketinggalan, deregulasi berbagai peraturan perdagangan pun dilakukan demi minimalisasi peluang korupsi di tataran birokrat. Kendala utama yang dihadapi UMKM sehingga pembentukan nilai ekspornya sangat rendah disebabkan oleh teknologi yang belum mumpuni untuk menunjang produktivitas, rendahnya keahlian tenaga kerja, kurangnya pengetahuan mengenai pasar dan strategi bisnis global, dan keterbatasan dalam mengakses modal. Pengetahuan pemasaran yang kurang memadai mengakibatkan para pelaku UMKM tidak melakukan kegiatan secara ekspor secara mandiri melainkan menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan ekspor. Hal ini untuk sementara bisa diatasi dengan menjadikan pelaku UMKM supplier perusahaan besar dan perusahaan asing dalam negeri yang memiliki jaringan internasional sehingga mereka terlatih dalam membentuk jaringan. Namun, manfaat untuk jangka panjang, pemerintah dan institusi terkait perlu mengadakan pelatihan guna meningkatkan kemampuan pemasaran secara internasional tersebut. Untuk mengatasi permodalan, pemerintah telah berupaya untuk memperluas Bank Penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) sehingga pada tahun 2011 melalui Kementerian Koperasi dan UKM mampu merealisasikan KUR sebesar 29 triliun. Dengan kata lain, tercapai 145% melampaui target. Kementerian Koperasi dan UKM telah mencanangkan berbagai program strategis seperti, Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN), pengembangan Inkubator Bisnis, pengembangan dan perluasan pasar produk UMKM. Namun, pemerintah masih luput
4. Dari sekian banyak permasalahan UMKM yang terjadi di Indonesia, beberapa
permasalahan di bawah ini yang paling sering terjadi. a. Permasalahan Kesulitan Pemasaran - Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif, baik di pasar nasional maupun internasional. - Ketidakpercayaan terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi. - Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses. b. Permasalahan Finansial (Modal) Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM, karena pada umumnya UMKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UMKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UMKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan. c. Permasalahan SDM Secara umum masih menghadapi permasalahan klasik, yaitu: - Rendahnya produktivitas. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya dalam hal manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran. - Penerapan sistem manajemen perusahaan yang kurang baik, tentunya akan menghasilkan kualitas yang kurang baik pula, sedangkan sistem manajemen berfungsi untuk memandu semua bahan agar mendapat apa yang di harapkan perusahaan ke depan. - Kultur UMKM yang tidak profesional menjadi kendala peningkatan kualitas SDM itu sendiri, dan rendahnya tingkat daya saing UMKM disebabkan kualitas dari SDM. d. Permasalahan Bahan Baku Permasalahan dalam bahan baku dapat terjadi akibat minimnya modal kerja sehingga semua transaksi harus dilaksanakan dalam bentuk uang tunai. Misalnya pengusaha garmen kesulitan untuk memperoleh benang atau pengusaha kecap kesulitan bahan baku kedelai, karena sedikitnya penawaran atau kalau ada harga nya relatif mahal. Adapun untuk mengatasi permasalahan kesulitan bahan baku bagi industri, khususnya industri rumah tangga dan kerajinan, pemerintah melalui dinas terkait perlu memfasilitasi penyediaan bahan baku dengan membentuk koperasi pengadaan bahan baku yang khusus mengemban tugas untuk melakukan kerjasama dengan pihak-pihak yang dapat menyediakan bahan baku e. Permasalahan Teknologi Teknologi Informasi (TI) sering menjadi sesuatu yang asing dan memiliki jarak dengan para pelaku UMKM. Sebagian di antaranya kadang bingung dengan berbagai istilah terkait dengan TI dan mengidentikkannya dengan perusahaan- perusahaan skala besar. Alasannya karena membutuhkan pemahaman yang cukup untuk menguasai hal tersebut, dana yang harus di keluarkan pun tidak sedikit. Di Indonesia secara umum baru 20% UKM yang telah mengadopsi TI dalam mendukung usahanya.
5. Bentuk Kelembagaan Dalam Perumusan Kebijakan UMKM
Dalam menentukan arah kebijakan umkm saat ini dilakukan oleh dua kementrian, yaitu Kementrian Koperasi Dan UMKM dan Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. Kedua kemetrian tersebut ini bersinergi guna menenetukan strategi arah gerak Yaitu Berdasarkan Peraturan Menteri negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 02/Per/M.KUKM/I/2008 tentang Pemberdayaan Business Development Services-Provider (BDS-P) Untuk Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (KUMKM), berikut adalah organisasi penyelengara pemberdayaan KUMKM. Organsiasi penyelenggara pemberdayaan BDS-P untuk pengembangan KUMKM terdiri dari : a. organisasi penyelenggara tingkat Pemerintah Pusat Cq. Kementerian Negara Koperasi dan UKM, dilaksanakan oleh Deputi Menteri Negara Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha; b. organisasi penyelenggara tingkat Pemerintah Daerah Cq. Dinas/Badan yang membidangi Koperasi dan UKM Provinsi/Kabupaten/Kota.
Dalam rangka koordinasi Pemberdayaan BDS-P, dapat dibentuk :
a. Kelompok Kerja (Pokja) di tingkat pusat, beranggotakan unsur Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan instansi pemerintah terkait, ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dan/atau Deputi Menteri Negara Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha, dengan tugas antara lain : 1) Merumuskan kebijakan pemberdayaan BDS-P tingkat nasional 2) Melakukan koordinasi pemberdayaan BDS-P antara Pusat dan Daerah. 3) Melakukan pengembangan parameter-parameter standar bagi peningkatan kemampuan BDS-P, sosialisasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemberdayaan BDS-P. 4) Menyusun dan melaporkan pelaksanaan program pemberdayaan BDS-P, kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM, 5) Kelompok Kerja (Pokja) di tingkat Daerah beranggotakan unsur Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha dan Organisasi Kemasyarakatan, ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota, dengan tugas antara lain : - Merumuskan kebijakan dan program pemberdayaan BDS-P di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota. - Melakukan koordinasi pemberdayaan BDS-P antara Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan Perguruan Tinggi - Mendorong Perguruan Tinggi berperan antara lain, mengembangkan inovasi, perluasan akses Teknologi Tepat Guna, pengembangan modul dan perangkat lunak layanan pengembangan bisnis bagi KUMKM - Mendorong Dunia Usaha berperan antara lain, memfasilitasi perluasan jaringan usaha dan kemitraan. - Melakukan sosialisasi, pembinaan-pengembangan, monitoring dan evaluasi kinerja BDS-P - Menyusun dan melaporkan pelaksanaan program pemberdayaan BDS-P kepada Gubernur, Bupati/Walikota.
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro