Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

MANAJEMEN KOPERASI DAN UMKM


MATERI IX DAN X

OLEH :

NAMA : YUNI EVA YANTI


NPM : 1732121582
KELAS : C11 Manajemen

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS WARMADEWA
2020
1. UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi.pada prinsipnya, perbedaan
antara UMI, UK, UM dan UB umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak
termasuk tanah dan bangunan), omzet rata rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap.
Di Indonesia, definisi UU MKM diatur dalam undang undang republik Indonesia
nomor 20 tahun 2008 tentang UU MKM.di dalam UU tersebut, kriteria yang digunakan
untuk mendefinisikan UMKM seperti yang tercantum dalam pasal enam adalah nilai
kekayaan bersih atau nilai aset, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
hasil penjualan tahunan. Dengan kriteria ini UMI adalah unit usaha yang memiliki nilai
aset paling banyak Rp50 Jt , atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp300
Jt

2. UMKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-


masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan,
besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses
pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah
urbanisasi. Perkembangan UMKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut.

- Kinerja UMKM di Indonesia


Kinerja UMKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) Nilai Tambah,
(2) Unit Usaha, Tenaga Kerja Dan Produktivitas, (3) Nilai Ekspor. Ketiga Aspek
Tersebut Dijelaskan Sebagai Berikut
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UMKM tahun 2006 bila
dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto
(PDB) UMKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UMKM atas
dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun
dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UMKM memberikan
kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha,
pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah
sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UMKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98
persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya
mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UMKM
Hasil produksi UMKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari
Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun
demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari
20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006.
- Kontribusi Usaha mikro kecil menengah (UMKM) terhadap PDB
Kontribusi Usaha mikro kecil menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto
(PDB) diupayakan akan terus ditingkatkan seiring semakin banyaknya program
pemberdayaan yang dilakukan. UMKM juga memberikan kontribusi pada ekspor non
migas sebesar 14,20%. Hal ini berarti pada sektor-sektor dimana terbuka bagi
masyarakat luas UMKM mempunyai sumbangan nyata. Sehingga kemampuan untuk
melahirkan percepatan pemulihan ekonomi akan ikut ditentukan oleh kemampuan
menggerakkan UMKM.

3. Peluang dan Tantangan Bagi UKM Dalam Liberalisasi Perdagangan


Sejak terjadi reformasi kebijakan perdagangan di Indonesia pada awal tahun 1980-
an, Indonesia mulai keluar dari cangkangnya untuk membuka diri dan terlibat dalam
perekonomian global. Setelah sekian lama berlindung dan bergantung terhadap
pendapatan minyak dan gas yang melimpah ruah, Indonesia segera mencari alternatif
pendapatan negara sejak redamnya masa oil boom sehingga fokus harus dialihkan pada
pengembangan pundi-pundi dari sektor non-migas (sektor selain minyak bumi dan gas).
Oleh karenanya, pemerintah Indonesia berinisiatif untuk melakukan reformasi
kebijakan perdagangan, mulai dari pengurangan hambatan perdagangan non-tarif
secara bertahap hingga penurunan tingkat tarif mencapai 0% di beberapa sektor. Semua
tingkat perjanjian perdagangan pun ditindaklanjuti, baik di tingkat multilateral,
regional, serta bilateral. Tak ketinggalan, deregulasi berbagai peraturan perdagangan
pun dilakukan demi minimalisasi peluang korupsi di tataran birokrat.
Kendala utama yang dihadapi UMKM sehingga pembentukan nilai ekspornya
sangat rendah disebabkan oleh teknologi yang belum mumpuni untuk menunjang
produktivitas, rendahnya keahlian tenaga kerja, kurangnya pengetahuan mengenai
pasar dan strategi bisnis global, dan keterbatasan dalam mengakses modal.
Pengetahuan pemasaran yang kurang memadai mengakibatkan para pelaku
UMKM tidak melakukan kegiatan secara ekspor secara mandiri melainkan
menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan ekspor. Hal ini untuk sementara bisa
diatasi dengan menjadikan pelaku UMKM supplier perusahaan besar dan perusahaan
asing dalam negeri yang memiliki jaringan internasional sehingga mereka terlatih
dalam membentuk jaringan. Namun, manfaat untuk jangka panjang, pemerintah dan
institusi terkait perlu mengadakan pelatihan guna meningkatkan kemampuan
pemasaran secara internasional tersebut. Untuk mengatasi permodalan, pemerintah
telah berupaya untuk memperluas Bank Penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui
Bank Pembangunan Daerah (BPD) sehingga pada tahun 2011 melalui Kementerian
Koperasi dan UKM mampu merealisasikan KUR sebesar 29 triliun. Dengan kata lain,
tercapai 145% melampaui target.
Kementerian Koperasi dan UKM telah mencanangkan berbagai program strategis
seperti, Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN), pengembangan Inkubator Bisnis,
pengembangan dan perluasan pasar produk UMKM. Namun, pemerintah masih luput

4. Dari sekian banyak permasalahan UMKM yang terjadi di Indonesia, beberapa


permasalahan di bawah ini yang paling sering terjadi.
a. Permasalahan Kesulitan Pemasaran
- Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat
dipasarkan secara kompetitif, baik di pasar nasional maupun internasional.
- Ketidakpercayaan terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era
globalisasi.
- Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses.
b. Permasalahan Finansial (Modal)
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu
unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM, karena pada umumnya UMKM
merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang
mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan
modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena
persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat
dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UMKM adalah adanya
ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UMKM memiliki harta yang
memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
c. Permasalahan SDM
Secara umum masih menghadapi permasalahan klasik, yaitu:
- Rendahnya produktivitas. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan
rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya dalam hal manajemen,
organisasi, teknologi, dan pemasaran.
- Penerapan sistem manajemen perusahaan yang kurang baik, tentunya akan
menghasilkan kualitas yang kurang baik pula, sedangkan sistem manajemen
berfungsi untuk memandu semua bahan agar mendapat apa yang di harapkan
perusahaan ke depan.
- Kultur UMKM yang tidak profesional menjadi kendala peningkatan kualitas
SDM itu sendiri, dan rendahnya tingkat daya saing UMKM disebabkan kualitas
dari SDM.
d. Permasalahan Bahan Baku
Permasalahan dalam bahan baku dapat terjadi akibat minimnya modal kerja
sehingga semua transaksi harus dilaksanakan dalam bentuk uang tunai. Misalnya
pengusaha garmen kesulitan untuk memperoleh benang atau pengusaha kecap
kesulitan bahan baku kedelai, karena sedikitnya penawaran atau kalau ada harga
nya relatif mahal. Adapun untuk mengatasi permasalahan kesulitan bahan baku
bagi industri, khususnya industri rumah tangga dan kerajinan, pemerintah melalui
dinas terkait perlu memfasilitasi penyediaan bahan baku dengan membentuk
koperasi pengadaan bahan baku yang khusus mengemban tugas untuk melakukan
kerjasama dengan pihak-pihak yang dapat menyediakan bahan baku
e. Permasalahan Teknologi
Teknologi Informasi (TI) sering menjadi sesuatu yang asing dan memiliki jarak
dengan para pelaku UMKM. Sebagian di antaranya kadang bingung dengan
berbagai istilah terkait dengan TI dan mengidentikkannya dengan perusahaan-
perusahaan skala besar. Alasannya karena membutuhkan pemahaman yang cukup
untuk menguasai hal tersebut, dana yang harus di keluarkan pun tidak sedikit. Di
Indonesia secara umum baru 20% UKM yang telah mengadopsi TI dalam
mendukung usahanya.

5. Bentuk Kelembagaan Dalam Perumusan Kebijakan UMKM


Dalam menentukan arah kebijakan umkm saat ini dilakukan oleh dua
kementrian, yaitu Kementrian Koperasi Dan UMKM dan Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional. Kedua kemetrian tersebut ini bersinergi guna menenetukan
strategi arah gerak Yaitu
Berdasarkan Peraturan Menteri negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia No. 02/Per/M.KUKM/I/2008 tentang Pemberdayaan
Business Development Services-Provider (BDS-P) Untuk Pengembangan Koperasi,
Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (KUMKM), berikut adalah organisasi
penyelengara pemberdayaan KUMKM. Organsiasi penyelenggara pemberdayaan
BDS-P untuk pengembangan KUMKM terdiri dari :
a. organisasi penyelenggara tingkat Pemerintah Pusat Cq. Kementerian Negara
Koperasi dan UKM, dilaksanakan oleh Deputi Menteri Negara Bidang
Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha;
b. organisasi penyelenggara tingkat Pemerintah Daerah Cq. Dinas/Badan yang
membidangi Koperasi dan UKM Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dalam rangka koordinasi Pemberdayaan BDS-P, dapat dibentuk :


a. Kelompok Kerja (Pokja) di tingkat pusat, beranggotakan unsur Kementerian
Negara Koperasi dan UKM dan instansi pemerintah terkait, ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dan/atau
Deputi Menteri Negara Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha, dengan
tugas antara lain :
1) Merumuskan kebijakan pemberdayaan BDS-P tingkat nasional
2) Melakukan koordinasi pemberdayaan BDS-P antara Pusat dan Daerah.
3) Melakukan pengembangan parameter-parameter standar bagi peningkatan
kemampuan BDS-P, sosialisasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pemberdayaan BDS-P.
4) Menyusun dan melaporkan pelaksanaan program pemberdayaan BDS-P,
kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM,
5) Kelompok Kerja (Pokja) di tingkat Daerah beranggotakan unsur Pemerintah
Daerah, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha dan Organisasi Kemasyarakatan,
ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota, dengan tugas
antara lain :
- Merumuskan kebijakan dan program pemberdayaan BDS-P di tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota.
- Melakukan koordinasi pemberdayaan BDS-P antara Pemerintah Daerah,
Dunia Usaha dan Perguruan Tinggi
- Mendorong Perguruan Tinggi berperan antara lain, mengembangkan inovasi,
perluasan akses Teknologi Tepat Guna, pengembangan modul dan perangkat
lunak layanan pengembangan bisnis bagi KUMKM
- Mendorong Dunia Usaha berperan antara lain, memfasilitasi perluasan
jaringan usaha dan kemitraan.
- Melakukan sosialisasi, pembinaan-pengembangan, monitoring dan evaluasi
kinerja BDS-P
- Menyusun dan melaporkan pelaksanaan program pemberdayaan BDS-P
kepada Gubernur, Bupati/Walikota.

Anda mungkin juga menyukai