Anda di halaman 1dari 15

1

LAPORAN PENDAHULUAN RHEUMATOID ARTHRITIS

I. KONSEP TEORI

A. Pengertian

Istilah rheumatik berasal dari bahasa Yunani, Rheumatismos yang berarti

mucus, suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain

tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain setiap kondisi yang

disertai nyeri dan kaku pada muskuloskeletal disebut rheumatik (Handriani, 2017).

Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit sistemik progresif, yang mengenai

jaringan lunak dan cenderung untuk menjadi kronis. Jadi, sebenarnya terlibatnya sendi

pada penderita-penderita Arthritis ini pada tahap berikutnya setelah penyakit ini

berkembang lebih lanjut sesuai sifat progresifnya (Mansjoer, 2016).

Rheumatoid adalah penyakit kronis sistemik yang progresif pada jaringan

pengikat mencakup peradangan pada persendian synovial yang simetris sehingga

menyebabkan kerusakan persendian (Reeves, 2016).

Jadi yang dimaksud dengan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit

autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki), secara simetris

mengalami peradangan sehingga terjadi pembengkakan nyeri dan menyebabkan

kerusakan bagian dalam sendi (Ismayadi, 2016).

B. Etiologi

Faktor penyebab rheumatoid arthritis secara pasti belum diketahui. Tetapi ada

beberapa faktor yang diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini diantaranya:

1. Faktor genetik

Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks

histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA–DR4 dengan rheumatoid

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
2

arthritis seropositif. Pengambilan HLA–DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk

menderita penyakit ini (Sudoyo, 2016).

2. Faktor Infeksi

Infeksi telah diduga sebagai penyebab rheumatoid arthritis. Dugaan faktor

resiko infeksi juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara

mendadak dan timbul disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun

hingga kini berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinoval,

hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen

peptidoglikan atau endotoksin mikroorganime yang dapat mencetuskan terjadinya

rheumatoid arthritis agen infeksius yang diduga merupakan penyebab rheumatoid

arthritis adalah bakteri, mikoplasma atau virus (Sjaifoellah, 2018).

3. Faktor Gizi

Kuantitas dan kualitasnya yang tepat bagi tubuh. Apabila asupan gizi salah

dan tubuh tidak mampu memanfaatkannya akan timbul masalah gizi seperti: gizi

berlebih dan gizi kurang (Widya, 2016). Kekurangan atau kelebihan gizi sama-

sama tidak menunjang kesehatan kita. Gizi berlebihan atau kegemukan merupakan

salah satu pencetus penyakit degeneratif seperti jantung korener, Diabetes melitus,

Hipertensi, Gout reumatik, Ginjal, Sirosis hepatis, Empedu dan Kanker, sedangkan

gizi kurang dapat menyebabkan kerusakan. Keadaan gizi yang prima dicapai

dengan memakan makanan yang beraneka ragam jenisnya, dan kerusakan sel yang

tidak dapat diperbaiki, akibatnya daya tahan terhadap penyakit menurun,

kemungkinan akan mudah kena infeksi pada organ-organ tubuh yang vital

(Wahyudi, 2018).

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
3

4. Faktor Pekerjaan/Aktivitas

Pekerjaan/Aktivitas merupakan salah faktor munculnya penyakit Atrhritis

Rheumatoid. Berbagai pekerjaan dengan beban kerja dan daya tekannya yang dapat

memperberat sendi dan pekerjaan yang banyak menggunakan tangan dalam jangka

waktu yang lama, sering menjadi keluhan-keluhan yang dapat dirasakan pada

setiap penderita penyakit rheumatoid arthritis (Ismayadi, 2017).

5. Faktor Umur

Penyakit rheumatoid arthritis tidak mengenal batas umur, dari anak-anak

sampai usia lanjut, dan munculnya penyakit ini dimulai dari umur 25- 35 tahun.

Seiring pertambahan umur dapat memperbesar resiko terjadinya penyakit

rheumatoid arthritis. Umur terjadinya penyakit ini terutama antara 45-60 tahun

(Ismayadi, 2016).

6. Jenis Kelamin

Rheumatoid arthritis lebih sering dijumpai pada wanita dengan perbandingan

wanita dan pria 3:1. Perbandingan ini pada wanita dalam usia subur berbanding 5:1

(Sjaifoellah, 2018).

7. Faktor Lingkungan Rumah

Lingkungan merupakan faktor tidak langsung berbagai penyakit dengan

perumahan yang buruk dan lembab, penataan rumah yang buruk dapat

mempengaruhi timbulnya penyakit Arthiritis Rheumatoid (William, Wahyudi,

2018).

8. Berat Badan

Berat badan yang berlebihan berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk

timbulnya rheumatoid arthritis baik pada wanita maupun pada pria (Sjaifoellah,

2018).

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
4

9. Faktor Makanan

Zat yang mengandung purin tinggi dapat berpengaruh langsung terhadap

Reumatik adalah jeroan, kacang-kacangan, makanan yang diawetkan (sardine,

kornet), remis, udang, kerang, kepiting, lobster (Widayat, 2016).

C. Fatofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi auto-imun terutama terjadi dalam jaringan

synovial proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi, enzim-enzim

tersebut akan mencegah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membran synovial

dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan tulang yang

akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas dan

kekuatan kontraksi otot (Smeltzer, 2012). Reaksi autoimun dalam jaringan synovial

yang melakukan proses pagositesis yang menghasilkan enzim-enzim dalam sendi

untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran synovial dan

akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi

yang akan mengganggu gerak sendi.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien yang menderita rheumatoid arthritis antara lain,

nyeri dan pembengkakan sendi , panas, eritme, dan gangguan fungsi pada sendi, kaku

sendi pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 30 menit, deformitas tangan dan

kaki, demam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, keadaan mudah lemah,

anemia, pembesaran kelenjar limfe, fenomena rynaud vasospasme yang ditimbulkan

oleh cuaca dingin dan stress sehingga jari-jari menjadi pucat dan sianosis (Smalzer,

2012).

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
5

E. Klasifikasi Penyakit rheumatoid arthritis

Menurut Handriani (2017), rheumatoid arthritis dibagi dalam dua katagori,

yaitu:

1. Arthritis Akut

Gejala inflamasi akibat aktivitas synovitis yang bersifat irriversibel Menurut

Yeni, H (2016), pada fase dini manifestasi sistemik yang terjadi adalah lesu,

anoreksia, penurunan berat badan dan demam. Terkadang kelelahan demikian

hebatnya. Persendian yang paling sering terkena adalah tangan, lutut, siku, kaki,

bahu, dan panggul. Karakteristik distribusi adalah pada persendian tangan dan kaki

metakarphalangeal dan ibu jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis serta sendi

metakarphalangeal dari keempat jari kaki. Gejala lokal awal adalah nyeri dan

kekakuan ringan (lebih dari 1 jam) yang terutama dirasakan pada pagi hari dan

pada waktu menggerakan persendian yang meradang.

2. Arthritis Kronis

Gejala akibat kerusakan struktur persendian yang irreversibel. Kerusakan

struktur persendian akibat kerusakan rawan sendi atau erosi tulang periartikular

merupakan proses yang tidak dapat diperbaiki lagi dan memerlukan modifikasi

mekanik atau pembedahan rekonstruktif. Pada fase ini terdapat nodula-nodula

rheumatoid dan deformitas sendi.

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes faktor Rheumatoid serum biasanya positif pada lebih dari 75% kasus

b. Kelainan pemeriksaan sinar – X pada tulang sendi

c. Aspirin cairan sinovium mungkin memperlihatkan adanya sel–sel darah putih

dalam cairan yang steril (Corwin, 2016).

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
6

G. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan rheumatoid arthritis adalah untuk mencegah kerusakan

dan hilangnya fungsi, mengurangi nyeri, mencapai remisi secepat mungkin pada sendi

yang terserang dan mengupayakan agar pasien tetap bekerja dan hidup seperti sedia

kala. Pada prinsipnya terapi yang dilakukan yaitu sendi yang sedang meradang

diistirahatkan karena penggunaan sendi yang terkena akan memperberat peradangan.

selama periode pengobatan, diperlukan istirahat setiap hari, dan lakukan kompres

panas dan dingin secara bergantian.

Penatalaksanaannya akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjalin

ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.

Menurut Sylvia Anderson (2005), penatalaksanaannya terbagi menjadi :

a. Therapi pengobatan

1) Pemberian obat anti inflamasi Non Streoid (OAINS) yaitu : Aspirin pasien

dibawah 65 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1gr/hari, kemudian dinaikan

0,3-06 per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksin. Dosis terapi 20-

30 mg/dl. Ibuprofen, nefroksin, piroksikam, diklopenak, dan sebagainya.

2) Pemberian kartikosteroid, contoh predneson 5-7,5 mg pada pagi hari (Price,

2016).

H. Perawatan

a. Diet

Menurut Smeitzer (2018) untuk penderita rheumatoid arthritis diet rendah

purin. Purin adalah protein yang termasuk dalam golongan nukleoprotein, hasil

metabolisme purin asam urat. Peningkatan kadar asam urat yang berlebihan darah,

dapat menyebabkan penimbunan asam urat pada sendi-sendi tangan dan kaki,

sehingga menyebabkan rasa sakit, dapat juga menumpuk pada ginjal, menyebabkan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
7

batu ginjal. Pengelompokan bahan makanan menurut kadar purin dan aturan

makan:

1) Makanan yang dihindari makanan yang mengandung purin tinggi (100–1000

mg/100 g bahan makanan). Otak, hati, jantung, ginjal, jeroan, ekstrak

daging/kaldu, bebek, ikan, makarel, remis, kerang.

2) Makanan yang harus dibatasi makanan yang mengandung purin sedang (9–100

mg/100 g bahan makanan) maksimal (50–75 g 1– ½ potong) daging, ikan, atau

unggas, atau 1 mangkok (100 g) sayuran sehari. Daging sapi dan ikan (kecuali

yang terdapat dalam kelompok 1 ayam, udang, kacang-kacangan dan hasil

olah seperti tahu dan tempe, asparagus, bayam, daun singkong, kangkung dan

daun melinjo).

3) Makanan yang boleh dimakan setiap hari makanan yang mengandung purin

rendah (dapat diabaikan) nasi, sayur, singkong, jagung, roti, mie, bihun,

tepung beras, cake, kue kering, pudding, susu, keju, telur, lemak, minyak, gula,

sayuran dan buah-buahan (kecuali sayuran dalam kelompok dua), minum:

semua minuman kecuali mengandung alkohol. Bumbu: semua macam bumbu,

dipergunakan secukupnya.

b. Latihan

Menurut Reevers (2018), latihan untuk penderita rheumatoid arthritis

1) Jaga tubuh agar tetap pada kondisi yang paling baik, kontrolah berat badan,

waktu istirahat dan waktu latihan.

2) Penderita jangan terlalu gemuk karena berat badan yang berlebihan akan

membebani persendian tertentu.

3) Latihan setiap hari

4) Terapkan panas melakukan latihan mengurangi rasa sakit

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
8

5) Persiapkan latihan peregangan lemah

6) Lakukan kegiatan aktif jika memungkinkan, jika tidak memungkinkan minta

bantuan mintalah bantuan orang untuk latihan pasif

7) Lakukan latihan dengan dampak rendah seperti berenang, berjalan pelan atau

bersepeda

8) Hentikan latihan jika rasa nyeri makin parah

9) Penderita sebaiknya duduk atau bangun dari kursi secara perlahan sambil

memegang tangan kursi

Penatalaksanaan rheumatoid arthritis melalui aktivitas senam Rheumatik,

yaitu:

1) Pemanasan

Latihan inti 1 yang merupakan aerobik ringan (low impact) untuk

memperkuat kerja jantung

Latihan inti 2 yang merupakan latihan dasar pencegahan dan terapi

Rheumatik

2) Pendinginan

Sebaiknya lakukan senam Rheumatik ini secara teratur dan benar selama

3–5 kali dalam satu minggu. Namun, jika anda seorang penderita Rheumatoid,

jangan melakukannya pada saat sedang mengalami kekambuhan. Senam

rheumatik membantu penyembuhan. Metode gerak tubuh dalam senam rematik

ini dapat membantu mengurangi resiko timbulnya Rheumatoid. Selain ini,

sekaligus terapi untuk nyeri yang dirasakan pasien Rheumatoid.

c. Mengurangi Rasa Nyeri

Menurut Priharjo (Media, 2018), nyeri sendi pada penderita rheumatoid

arthritis dapat dikurangi dengan cara :

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
9

1) Istirahat pada bagian yang nyeri

2) Istirahat tidak boleh terlalu lama, diselingi dengan relaksasi/istirahat 15-20

menit dan lakukan massage

3) Kompres dengan air hangat

4) Menjemur daerah sendi dengan sendi dengan sinar matahari pagi jam 07.00–

09.00 WIB

5) Saat nyeri tarik nafas dalam

6) Berobat ke puskesmas

d. Istirahat

Istirahat menurut Priharjo (2018), istirahat pada penderita rheumatoid

arthritis meliputi :

1) Istirahat setiap hari minimal siang hari 30-60 menit

2) Istirahat malam hari 8-9 hari sehingga tidak menimbulkan kekakuan sendi yang

hebat

3) Pada penderita Arthiritis Rheumatoid posisi tidur terlentang atau setengah

duduk

4) Pada saat tidur malam balut daerah sendi dengan perban elastis atau kain

5) Setelah melakukan kegiatan atau pekerjaan segera istirahat yang cukup

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
10

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengumpulan data klien, baik subjektif maupun objektif melalui anamnesis riwayat

penyakit, pengkajian psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostic.

1. Anamnesis : Identitas (Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa

yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan,

golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.

2. Riwayat penyakit sekarang : Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan

dan secara umum mencakup awal gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.

Enting ditanyakan berapa lama pemakaian obat analgesic, allopurinol.

3. Riwayat penyakit dahulu : Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab

yang mendukung terjadinya gout (misalnya penyakit gagal ginjal kronis, leukemia,

hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah pernakah klien

dirawat dengan maslah yang sama. Kaji adanya pemakaian alkohol yang berlebihan,

penggunaan obat diuretic.

4. Riwayat penyakit keluarga : Kaji adanya keluarga dari generasi terdahulu yang

mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena klien gout dipenagruhi oleh

faktor genetic. Ada produksi/sekresi asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui

penyebabnya.

5. Riwayat psikososial : Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat. Respon didapat meliputi adanya

kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensanyi nyeri,

hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktahuan akan program

pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam urat pada sirkulasi. Adanya

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
11

perubahan peran dalam keluarga akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik

memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.

6. Pemeriksaan diagnostic : Gambaran radiologis pada stadium dini terlihat perubahan

yang berarti dan mungkin terlihat osteoporosis yang ringan. Pada kasus lebih lanjut,

terlihat erosi tulang seperti lubang-lubang kecil (punch out).

B. Diagnosis yang mungkin muncul

1. Nyeri akut b/d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang

rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus.

2. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, kelamahan otot pada rentang

gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan dan

pembentukan panus.

3. Gangguan Bodi Image b/d perubahan bentuk kaki dan terbentuknya tofus.

4. Perubahan pola tidur b/d nyeri.

5. Defisit perawatan diri b/d penyakit

C. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Nyeri Akut

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien tidak  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati penyebab nyeri, mampu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk mengurangi  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai) nyeri, mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan dengan menggunakan manajemen  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
persepsi waktu, kerusakan proses nyeri  Tingkatkan istirahat
berpikir, penurunan interaksi dengan  Mampu mengenali nyeri (skala,  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
orang dan lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- nyeri) ketidaknyamanan dari prosedur
jalan, menemui orang lain dan/atau  Menyatakan rasa nyaman setelah  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) nyeri berkurang analgesik pertama kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis,

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
12

perubahan tekanan darah, perubahan  Tanda vital dalam rentang normal


nafas, nadi dan dilatasi pupil)  Tidak mengalami gangguan tidur
- Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

2. Gangguan mobilitas fisik

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
- Gangguan metabolisme sel  Mobility Level  Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
- Keterlembatan perkembangan  Self care : ADLs respon pasien saat latihan
- Pengobatan  Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
- Kurang support lingkungan Setelah dilakukan tindakan ambulasi sesuai dengan kebutuhan
- Keterbatasan ketahan kardiovaskuler keperawatan selama….gangguan  Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
- Kehilangan integritas struktur tulang mobilitas fisik teratasi dengan kriteria dan cegah terhadap cedera
- Terapi pembatasan gerak hasil:  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
- Kurang pengetahuan tentang  Klien meningkat dalam aktivitas teknik ambulasi
kegunaan pergerakan fisik fisik  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun  Mengerti tujuan dari  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
percentil sesuai dengan usia peningkatan mobilitas secara mandiri sesuai kemampuan
- Kerusakan persepsi sensori  Memverbalisasikan perasaan  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
- Tidak nyaman, nyeri dalam meningkatkan kekuatan penuhi kebutuhan ADLs ps.
- Kerusakan muskuloskeletal dan dan kemampuan berpindah  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
neuromuskuler  Memperagakan penggunaan  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
- Intoleransi aktivitas/penurunan alat Bantu untuk mobilisasi bantuan jika diperlukan
kekuatan dan stamina (walker)
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, kontrol dan
atau masa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan (penurunan untuk
berjalan, kecepatan, kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek atau
tremor
- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi

3. Gangguan Bodi Image

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
13

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan body image berhubungan dengan: NOC: NIC :


Biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi  Body image Body image enhancement
(nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien
situasional, trauma/injury, pengobatan Setelah dilakukan tindakan terhadap tubuhnya
(pembedahan, kemoterapi, radiasi) keperawatan selama …. gangguan - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
DS: body image - Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan
- Depersonalisasi bagian tubuh pasien teratasi dengan kriteria dan prognosis penyakit
- Perasaan negatif tentang tubuh hasil: - Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Secara verbal menyatakan perubahan  Body image positif - Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat
gaya hidup  Mampu mengidentifikasi bantu
DO : kekuatan personal - Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok
- Perubahan aktual struktur dan fungsi  Mendiskripsikan secara kecil
tubuh faktual perubahan fungsi
- Kehilangan bagian tubuh tubuh
- Bagian tubuh tidak berfungsi  Mempertahankan interaksi
sosial

4. Gangguan Pola Tidur

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan pola tidur berhubungan dengan: NOC: NIC :


- Psikologis : usia tua, kecemasan, agen  Anxiety Control Sleep Enhancement
biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas,  Comfort Level - Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
depresi, kelelahan, takut, kesendirian.  Pain Level - Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
- Lingkungan : kelembaban, kurangnya  Rest : Extent and Pattern - Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum
privacy/kontrol tidur, pencahayaan,  Sleep : Extent ang Pattern tidur (membaca)
medikasi (depresan, stimulan),kebisingan. Setelah dilakukan tindakan - Ciptakan lingkungan yang nyaman
Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin. keperawatan selama …. gangguan - Kolaburasi pemberian obat tidur
DS: pola tidur pasien teratasi dengan
- Bangun lebih awal/lebih lambat kriteria hasil:
- Secara verbal menyatakan tidak fresh  Jumlah jam tidur dalam batas
sesudah tidur normal
DO :  Pola tidur,kualitas dalam
- Penurunan kemempuan fungsi batas normal
- Penurunan proporsi tidur REM  Perasaan fresh sesudah
- Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur/istirahat
tidur.  Mampu mengidentifikasi hal-
- Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur hal yang meningkatkan tidur
- Jumlah tidur kurang dari normal sesuai
usia

5. Defisit perawatan diri

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
14

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit perawatan diri NOC : NIC :


Berhubungan dengan : penurunan atau  Self care : Activity of Daily Living Self Care assistane : ADLs
kurangnya motivasi, hambatan (ADLs)  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
lingkungan, kerusakan muskuloskeletal, Setelah dilakukan tindakan mandiri.
kerusakan neuromuskular, nyeri, keperawatan selama …. Defisit  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, perawatan diri teratas dengan kriteria kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
kelemahan dan kelelahan. hasil: makan.
 Klien terbebas dari bau badan  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
DO :  Menyatakan kenyamanan untuk melakukan self-care.
ketidakmampuan untuk mandi, terhadap kemampuan untuk  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
ketidakmampuan untuk berpakaian, melakukan ADLs yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
ketidakmampuan untuk makan,  Dapat melakukan ADLS dengan  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
ketidakmampuan untuk toileting bantuan bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep
15

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,


Jakarta:EGC, 2012.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC, 2016.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2012.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I
Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 2012.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI, 2012

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2020


Ari Kusnandar, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai