Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan manusia, sangat mutlak
pendidikan diperlukan dalam kehidupan seseorng, dalam keluarga, bertetangga, dan dalam
kehidupan bernegara. Dalam Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 1 pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”. (UUD Depdiknas, 2003) h 1
Pendidikan sebelum memasuki usia sekolah sangatlah penting, karena dapat
merangsang perkembangan kepribadian, bahasa, kognitif, motorik dan sosial. Dalam anak
usia dini pendidikan sangat diperlukan untuk merangsang tumbuh kembang anak sehingga
anak mendapatkan bimbingan, latihan-latihan, dan pengalaman melalui bergaul dengan
lingkungannya, khususnya dengan lingkungan pendidikan. (Dadan Suryana, Simulasi Dan
Aspek Perkembangan Anak :2013). Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelengaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan
dan perkembangan fisik, kecerdasan, sosial emosional, bahasa dan komunikasi sesuai dengan
tahap perkembangan anak. Menurut Suryana (2014) h 67 pada pasal 28 tentang Pendidikan
Anak Usia Dini dinyatakan bahwa "(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidkan formal, non fornlal, atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini
jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantarkankan
subjek menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat. (Suryana, Dadan Stimulasi
Dan Aspek Perkembangan Anak. 2016)
Tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah untuk membantu dalam mengembangkan
potensi-potensi yang ada pada diri anak. Dalam pendidikan anak usia dini terdapat aspek-
aspek yang harus dikembangkan dan ditanamkan dalam diri anak, diantaranya aspek kognitif,
bahasa, nilai agama dan moral serta sosial. Pembelajaran dalam pendidikan pada taman
kanak-kanak harus menyenagkan dan menarik menurut Suryana, Pengetahuan tentang
Strategi Pembelajaran hal 196). Pembelajaran yang bermakna bagi anak usia dini harus
dilihat dari beberapa prinsip, yaitu anak harus memiliki kesiapan secara umur, kemampuan
fisik, kematangan mental dan emosional, dikemas dalam bentuk bermain dan permainan;
banyak melibatkan anak, menyenangkan, dan ditunjang oleh lingkungan pembelajaran yang
banyak memberikan pengalaman serta wawasan yang berkesan. Salahsatu startegi
pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran kooperatif. Siberman (2006:168)
mengatakan bahwa, strategi pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
“Strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang bersifat
kerja sama antara satu siswa dengan yang lain. Pendapat lain menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan. Jika jumlah siswa cukup banyak, buatlah empat atau enam
kelompok belajar”.

Salah satu keterampilan yang harus dikembangkan ialah keterampilan sosial. Mengapa
keterampilan sosial anak perlu dikembangkan, karena pada dasarnya setiap anak akan
memerlukan bantuan orang lain dan akan hidup menjadi manusia sosial, namun dalam
kenyataannya masih banyak anak yang tidak dapat bersosialisasi dengan orang lain. Oleh
karena itu anak harus memiliki keterampilan sosial pada dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik memilih pembelajaran kooperatif dengan


tipe mencari pasangan karena dapat meningkat keterampilan sosial anak. Strategi
pembelajaran mencari pasangan mendorong peserta didik mencari pasangan sambil
mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan selain itu
tipe mencari pasangan Hal ini sangat relevan karena bisa meningkatkan keterampilan sosial
perseta didik, sehingga dengan memilih teknik mencari pasangan diharapkan dapat diterima
dengan baik oleh peserta didik dan akan memberikan hasil belajar dan keaktifan yang lebih
baik serta meningkatkan keterampilan sosial mereka
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian karya ilmiah
dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun Melalui
Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Mencari Pasangan di RA 78 Bangun Rejo
Pasaman Barat”
A. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka perlu
diidentifikasikan masalahnya yaitu:
1. Kurang antusiasnya anak dalam pembelajaran kelompok
2. Keterampilan sosial anak belum berkembang secara optimal
3. Anak kurang mampu bekerja bersama dengan temannya
C. Batasan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang di uraikan di atas, agar lebih fokus, maka
penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu keterampilan sosial anak 5-6 tahun
belum berkembang secara optimal di RA 78 Bangun Rejo Pasaman Barat
D. Rumusan masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ”Apakah terdapat peningkatkan keterampilan sosial anak usia 5-6
tahun melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan di RA 78 Bangun
Rejo Pasaman Barat?
E. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan keterampilan sosial
anak usia 5-6 tahun melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan di RA
78 Bangun Rejo Pasaman Barat.
F. Manfaat dan luaran penelitian
a. Bagi penulis, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya bagi
penulis sebagai calon guru PAUD dan sebagai salah satu persyaratan akademis
demi menyelesaikan studi pada jurusan di pendidikan anak usia dini.
b. Bagi guru, sebagai bahan masukan agar lebih memahami cara meningkatkan
keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun melalui strategi pembelajaran kooperatif
tipe mencari pasangan di RA 78 Bangun Rejo.
c. Bagi anak, untuk membatu anak meningkatkan keterampilan sosialnya.
d. Bagi peneliti yang akan datang, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
kajian penunjang dan bahan pengembang rancangan penelitian dalam meneliti hal-
hal yang berkaitan dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan
dan keterampilan sosial anak.
G. Defenisi operasional
Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka di rasa perlu untuk menjelaskan istilah-
istilah yang berkenaan dengan penelitian yang dilaksanakan
Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
sistem pengelompokan / tim kecil, yaitu empat sampai enam orang yang mempunyai latar
belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Sanjaya,
2009:242).
Pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini adalah pembelajaran kelompok ini
untuk memberikan kesempatan kepada anak didik untuk dapat terlibat secara aktif dalam
proses berfikir dan kegiatan belajar. Serta memberikan kesempatan pada anak untuk
bekerja sama dan saling tolong menolong untuk mencapai tujuan bersama. Tipe mencari
pasangan adalah teknik pembelajaran mendorong peserta didik mencari pasangan sambil
mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan (Huda,
2005:135).
Tipe mencari pasangan dalam penelitian ini adalah dengan menyediakan kartu
dengan beberapa topik, kemudian membagikan satu buah kartu kepada setiap siswa secara
acak, setiap siswa akan mencari pasangan kartunya yang memiliki kesamaan topik, setelah
setiap siswa telah menemukan pasangan dari kartunya masing-masing, mereka akan
bekerjasama untuk meyelesaikan tugas yang telah diberikan. Hal ini bertujuan
meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan sosial Menurut peraturan mentri pendidikan dan kebudayaan
republik Indonesia nomor 137 tahun 2014 (2014:28) memaparkan tingkat pencapaian
keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun sebagai berikut: Menujukkan sikap mandiri dalam
memilih kegiatan, memahami peraturan dan disiplin, memiliki sikap gigih (tidak mudah
menyerah) menjaga diri sendiri dan lingkungannya, menghargai keunggulan orang lain,
menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif, mau
berbagi, menolong dan membantu teman, menaati aturan yang berlaku dalam suatu
permainan, dan menghargai orang lain”.
Keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun dalam penelitian ini adalah menujukkan
sikap mandiri dalam memilih kegiatan, memiliki sikap gigih (tidak mudah menyerah),
menaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan, menghargai keunggulan orang lain,
menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif, mau
berbagi, menolong dan membant teman.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Strategi Pembelajaran Kooperatif


1. Pengertian startegi Pembelajaran Kooperatif

Menurut Djamah (dalam Riyanto, 2012:131) mengatakan bahwa “Strategi secara


umum mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertidak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan”. Sedangkan Pembelajaran kooperatif berasal
dari kata cooperative artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. (Anita dalam Isjoni.
2012: 15) menyebutkan pemebelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gontong
royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
unuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstuktur. Menurut Mildred
Parten dalam Kharisma (2018) yang mengatakan Cooperative Play (bermain bersama)
biasanya ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian tugas antara anak-anak yang
terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Kegiatan bermain bersama
teman merupakan sarana anak untuk anak bersosialisasi atau bergaul dengan orang lain.
Menurut Sugiyanto, 2010:37 Strategi pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok
kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang bersifaat kerja


sama antara satu siswa dengan yang lain. Pendapat lain menyebutkan bahwa model
pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan. Jika jumlah siswa cukup banyak, buatlah empat atau enam kelompok
belajar. tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan
kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar.

Menurut Arayawan dalam Yelti dan Mulya mengemukakan bahwa model


pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok
kecil dengan memperhatikan keragaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja
sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi social dengan teman sebayannya
Menurut Kharisma (2018) Bermain kooperatif adalah permainan yang di lakukan
secara bersama atau berkelompok untuk mencapai suatu tujuan, yang bertujuan untuk
mengasah kecerdasan interpersonal anak, yaitu kecerdasan yang mengarah pada
hubungan dengan orang lain, seperti kerja sama, saling membantu, dan bertanggung
jawab.

Strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang bersifaat


kerja sama antara satu siswa dengan yang lain. Pendapat lain menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika jumlah siswa cukup banyak, buatlah
empat atau enam kelompok belajar”. (Siberman, 2006:168)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kelompok kooperatif


adalah untuk memberikan kesempatan kepada anak didik untuk dapat terlibat secara
aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Serta memberikan kesempatan pada
anak untuk bekerja sama dalam kelompok- kelompok dan saling tolong menolong
untuk mencapai tujuan bersama

2. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperetaif


Ada beberapa jenis pembelajaran kooperatif empat di antaranya adalah:
a. Formal cooperative learning group (kelompok pembelajaran kooperatif formal).
b. Informal cooperative learning group (kelopok pembelajaran kooperatif informal).
c. Cooperative base group (kelompok besar kooperatif).
d. Integrated use of cooperative learning group (gabungan tiga kelompok
kooperatif). (Miftahul Huda, 2015:87)
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperetaif
Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif sebagai berikut :

a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup


sepenanggungan bersama”
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti
milik mereka sendiri.
c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki
tujuan yang sama.
d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga
akan dikenakan untuk semua anggota/kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajar.( Muhamad Fadillah, 2012:191)

4. Keungulan dan keterbatasan Strategi pembelejaran kooperatif


Sanjaya (2006:249-250) mengatakan bahwa ada keunggulan dari pembelajaran
kooperatif sebagai berikut :
a. Siswa tidak terlalu tergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b. Mengembangkan kemampuan mengembangkan ide atau gagasan dengan kata-
kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasan serta menerima segala perbedaaan.
d. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar.
e. Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan
yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.
g. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya
sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berfikir memecahkan masalah tanpa
takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya.
h. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan
belajar abstrak menjadi nyata.
i. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan
jangka panjang.
Selanjutnya Sanjaya (2009:248) mengatakan, keterbatasan pembelajara
kooperatif sebagai berikut :
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang butuh
waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa
dapat mengerti dan memahami filsafat Cooperative Learning.
b. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah siswa saling membelajarkan. Oleh
karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan
pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar demikian apa yang
seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil
kerja kelompok, namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil
atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
d. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran
berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang dan, hal ini tidak
mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi
ini.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting
untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya
didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu, idealnya
malalui pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerjasama, siswa juga
harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Kedua hal itu dalam
pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.
Berdasarkan uraian di atas, seorang guru harus mengetahui kelebihan dan
keterbatasan pembelajaran kooperatif, sehingga guru bisa melaksanakan kelebihan
pembelajaran ini dengan baik dan benar sehingga bisa mengatasi segala keterbatasan
dalam pembelajaran dengan cara yang mudah.

B. Teknik Mencari Pasangan


1. Pengertian Teknik mencari pasangan
Teknik mencari pasangan, yaitu teknik yang kembangkan oleh Loma Curran
(1994). Salah satu keunggulan teknik mencari pasangan ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkat. (Isjoni. 2012:77-78). Dilanjutkan oleh Nasution dalam Isjoni,
mengatakan bahwa Belajar kelompok itu efektif bila setiap individu merasa
bertanggungjawab terhadap kelompok, anak turut berpartisipasi dan bekerjasama
dengan individu lain secara efektif menimbulkan perubahan yang konstruktif pada
kelakuan seseorang dan setiap anggota aman dan puas di kelas.
Model pembelajaran mencari pasangan  adalah sistem pembelajaran yang
mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama,
kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan
mencari pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59).
2. Langkah-langkah Teknik Mencari Pasangan
Menurut Miftahul Huda langkah-langkah pokok dalam model pembelajaran
kooperatif tipe mencari pasangan adalah:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa kartu yang
berisi beberapa topik.
b. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
degan kartunya misalnya, pemegang kartu gambar ITIK
berpasangan dengan pemegang kartu gambar AYAM, atau
pemegang kartu berisi gambar SAPI berpasangan dengan
pemegang kartu gambar KAMBING.
3. Keungulan Dan Kelemahan Teknik Mencari Pasangan
Kelebihan strategi pembelajaran tipe mencari pasangan antara lain:
a. Siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan.
b. tehnik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan bisa digunakan untuk
semua usia.
c. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran
d. Kerjasama siswa akan terwujud dengan dinamis.
e. Munculnya dinamika gotong royong seluruh siswa yang merata
Kelemahan tipe mencari pasangan antara lain:
a. Memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.
b. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-
main dalam proses pembelajaran.
c.  Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
d. Akan tercipta kegaduhan dan keramaian yang tidak terkendali. (Leliana, 2015, p. n)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa, kelebihan tipe mencari
pasangan bisa menciptakan suasana yang menyenangkan dan meningkatkan kerja
sama dan interaksi antara siswa dalam proses pembelajaran. Kelemahan dalam tipe
mencari pasangan ini tergantung kepada guru yang menggunakan tipe mencari
pasangan dalam proses pembelajaran. Sebelum terjadinya proses pembelajaran ini
guru harus merencanakan secara matang dalam menyiapkan semua alat dan bahan
yang dibutuhkan saat proses pembelajaran terjadi serta guru bisa mengatur waktu
secara tepat dan mengkondisikan keadaan siswa agar tidak terjadi kegaduhan dalam
proses pembelajaran. Sehingga tipe mencari pasangan ini bisa terlaksana sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
C. Keterampilan Sosial
1. Pengertian Keterampilan
Pada kamus besar bahasa Indonesia di ungkapkan bahwa keterampilan berasal
dari kata terampil berati cakap dalam menyelesaikan tugas dan mampu serta cekatan.
Sementara keterampilan diartikan dengan kecakapan dan kemampuan untuk
menyelesaikan suatu tugas (Hasan Alwi: 2002). keterampilan diartikan sebagai upaya
mentrasformasikan berbagai kecakapan kepada anak usia dini agar ia mampu
menyelesaikan tugas perkembangan sosial. (Novan, 201 :190)

Berdasarkan pendapat diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa keterampilan


merupakan kecakapan dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas
dalam berbagai perkembangan mereka. Sehingga seseorang tersebut bisa
mengahasilkan dan mencapai sesuatu yang ingin di capainya.

2. Pengertian Sosial

Hurlock (dalam Masitoh, 2007:16) mengatakan bahwa, “Mulai usia 2-6 tahun
anak melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang dilingkungan
rumah, terutama dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Mereka belajar
menyesuaikan diri bekerjasama dalam kegiatan bermain”.
Menurut Soekanto, kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat terjadinya
interaksi sosial. Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (yang artinya
bersama-sama) dan  tango  (yang artinya menyentuh). Secara harfiah kontak artinya
bersama-sama menyentuh, namun sentuhan yang dimaksud bukan berarti secara fisik
saja. Seseorang dapat melakukan komunikasi yang melibatkan aksi dan reaksi dengan
berbicara tanpa menyentuh fisik pihak lain. Proses interaksi sosial akan lebih mudah
diamati secara jelas ketika terjadi benturan kepentingan pribadi dengan kelompok

Elizabet B. Hurlock berpendapat bahwa ketelampilan sosial adalah Perolehan


kemampuan prilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial memnjadi orang yang mampu
bermasyarakat memerlukan tiga proses yakni belajar berprilaku yang dapat diterima secara
sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, perkembangan sikap sosial masing-
masing proses ini sangat berbeda satu sama lain tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan
suatu proses akan menurunkan kadar sosialisasi.

Bedasarkan pendapat diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa sosial adalah


hubungan individu denga individu atau individu dengan kelompok dengan adanya
kepentingan bersama. Sosial terjadi interaksi antara satu dengan yang lain atau dengan
kelompok yang melakukan komunikasi dan kontak sosial.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan metode eksperimen. Sugiyono mengungkapkan “Metode eksperimen adalah
metode penelitian yang digunakan untuk mencari perngaruh perlakuan terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendali (2013:72). penelitian eksperimen adalah “model penelitian
dimana peneliti memanipulasi suatu stimulasi atau kondisi, kemudian mengobservasi
akibat dari perubahan stimulasi atau kondisi tersebut pada objek yang di kenai stimuli
atau kondisi tersebut (Moh Kasiram, 2010: 211).
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa dalam penelitian ini peneliti
mencari pengaruh satu variabel terhadap variabel berikutnya. Dimana yang mempengaruhi
adalah strategi pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan dan variabel yang
dipengaruhi adalah keterampilan sosial anak usia 4-5 tahun.
Metode eksperimen merupakan penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan dan menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan sebab akibat dalam
kondisi yang terkendali. Berdasarkan hal di atas, peneliti memilih menggunakan pre-
eksperimental yaitu dengan tipe One Group Pretest-Postest Design.
B. Tempat dan Waktu penelitian
Penelitiaan ini akan dilakukan di RA 78 Bangun Rejo Kabupaten Pasaman Barat
Berkisar dari bulan Januari – Desember 2020.
C. Populasi dan sampel
Suatu penelitian tentu diperlukannya adanya subjek yang akan dijadikan sebagai
sasaran penelitian, yang sering disebut dengan subjek penelitian. Oleh karena itu, sebelum
penelitian dilaksanakan maka penulis perlu untuk menetapkan terlebih dahulu subjek
penelitiaanya disebut dengan istilah populasi dan sampel.

1. Populasi
Suatu penelitian yang membutuhkan objek penelitiaan, oleh karena itu sebelum
melakukan penelitian terlebih dahulu penulis menetapkan objek penelitiannya atau
disebut juga dengan populasi. Menurut Kasiram (2010:257) ”Populasi merupakan
keseluruhan sasaran yang akan di teliti karakteristik atau cirinya”. Menurut Sugiono
(2013:80) ”Populasi adalah wilayah generalisasi yanag terdiri dari: objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami
bahwa, populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti.
Adapun yang akan menjadi objek dalam penelitian ini adalah seluruh anak
kelompok B di RA 78 Bangun Rejo Kabupaten Pasaman Barat, yang terdiri atas
beberapa jumlah anak seluruhnya 8 orang. Adapun peneliti mengambil populasi di RA
78 Bangun Rejo Kabupaten Pasaman Barat karena masih rendahnya keterampilan
sosial anak-anak berdasarkan hasil observasi peneliti dengan subjek penelitian. Untuk
lebih jelasnya jumlah populasi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel: III.1
Jumlah anak usia 5-6 tahun di RA 78 Bangun Rejo Kabupaten Pasaman Barat
sebagai Populasi penelitian
No Jenis kelamin Jumlah anak
1. Laki-laki 5
2. Perempuan 3
Jumlah 8
Sumber: Kepala Sekolah RA 78 Bangun Rejo

2. Sampel
Menurut Sugiyono ( 2013:81), ”sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Menurut Kasiram (2010, :258), ”
sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti secara mendalam”. Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa sampel merupakan wakil dari
populasi yang akan di teliti, dengan kata lain sampel adalah sebagian sumber data dan
dapat mewakili keseluruhan populasi.
Adapun teknik pengambilan sampel yang dipakai oleh peneliti adalah teknik
total sampling, yang disebut dengan total sampling adalah teknik pengambilan sampel
dimana semua individu dalm populasi, baik secara individual atau semua individu
dalam populasi, baik secara individual atau berkelompok diberi kesempatan yang sama
untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Adapun peneliti menetapkan sampel pada kelas kelompok bermain usia 4-5 tahun
yang berjumlah 8 orang yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan.
Berikut ini yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sangat penting dilakukan dalam penelitian, diolah dan
dianalisa agar hasilnya dapat dipergunakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan serta
memecahkan masalah dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi.
Sutrisno hadi dalam Sugiono menyatakan bahwa “observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai peoses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
(2013:145)
Sugiyono mengatakan “observasi adalah Teknik pengumpulan data dengan observasi
digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala
alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. (2013:145)
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
penelitian yang dilakukan melalui pengamatan objek secara lansung maupun tidak
lansung. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan
data penelitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut, Pengamatan digunakan dalam
penelitian dan telah direncanakan secara sistematis, Pengamatan harus berkaitan dengan
tujuan penelitian yang telah ditetapkan, Pengamatan tersebut dicatat secara sistematik dan
dihubungkan dengan proporsi umum bukan dipaparkan sebagai sesuatu yang hanya
menarik perhatian, Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai validitas dan
rehabilitasnya.

E. Pengembangan instrumen
Sugiono (2013:102) mengatakan” Instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik semua
fenomena ini disebut dengan variabel penelitian”. Untuk memudahkan penyusuanan
instrumen maka perlu digunakan kisi-kisi instrumen untuk bisa menetapkan indikator-
indikator dari setiap variabel yang diteliti maka diperlukan wawasan yang luas dan
mendalam tentang variabel yang akan diteliti.
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan teknik penggumpulan data observasi
yang akan menggunkan bentuk instrument checklist dengan kategori keterampilan sosial,
dalam penelitian ini memberikan rentang skor 1-4 dengan kategori penilaian
tidak mampu, kurang mampu, mampu, dan sangat mampu dengan keterangan
sebagai berikut :
TM = Tidak Mampu
KM = Kurang Mampu
M = Mampu
SM = Sangat Mampu
F. Validitas instrumen
Menurut Arikunto (2010:211) “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau keaslian suatu instrument. Valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data tersebut dapat diukur atau tepat.

Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi yang mengacu
pada kisi-kisi instrument suatu teori, yaitu yang mejadi dasar penyusunan instrument.
Untuk itu perlu adanya pembahasan mengenai teori tentang variable yang diteliti.
Berdasarkan teori tentang variable tersebut kemudian dirumuskan defenisi konseptual dan
defenisi operasional dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Indikator
tersebut dijabarkan menjadi butir-butir instrument baik dalam bentuk pernyataan ataupun
pertanyaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa validitas isi merupakan
pengujian yang bertujuan untuk melihat kesesuaian antara isi dari instrument dengan apa
yang diukur oleh peneliti tersebut. Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan meminta
pertimbangan ahli. Pada penelitian ini yang menjadi validator ialah Yawinda. M. Pd. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data pedoman observasi yang
akan menggunakan bentuk penilaian jawaban dengan checklist.
G. Desain eksperimen

Desain eksprimen adalah kerangka konseptual pelaksanaan ekprimen. Kriteria paling


penting adalah bahwa desain itu merupakan yang tepat menguji hipotesis penelitian yang
bersangkutan (Kasiram, 2010:215). Adapun desain eksperimen yang peneliti pakai adalah
desain.

Tabel: III. 3

Kelompok Pre-Test Treatmen Post-Test


Eksperimen O1 X O2

Keterangan:
O1 : Melaksanakan pretest untuk mengukur kondisi awal responden sebelum diberi
perlakuan
X : Memberikan perlakuan
O2 : Melakukan posttest untuk mngetahui keadaan variable terkait sesudah diberikan
perlakuan
G. Teknik Analisis Data
1. Teknik Pengelola Data

Sebelum data diolah maka masing-masing item jawaban dari instrument di beri
bobot atau skor terlebih dahulu, baik untuk pernyataan positif maupun pernyataan negatif
seperti yang terdapat dalam tabel berikut:

Tabel: III.4
Skor dengan alternatif jawaban

No Alternative jawaban Item positif


1 Sangat Mampu 4
2 Mampu 3
3 Kurang Mampu 2
4 Tidak Mampu 1

Bentuk pengolahan data yang dipakai adalah dengan memakai metode


pengolahan statistik. Analisis data dalam penelitian eksperimen pada umumnya
memakai metode statistik, hanya saja penggunaan statistik tergantung kepada jenis
penelitian eksperimen yang dipakai. Pada sikripsi ini, penulis memakai model
eksperimen one group pre test post test design, di mana penulis melakukan
pengukuran sebanyak dua kali yakni sebelum dan sesudah perlakuan.
Data yang terkumpul berupa observasi. Tujuan peneliti adalah membandingkan
dua nilai dengan mengajukan pertanyaan apakah ada perbedaan kedua nilai tersebut
secara signifikan pengujian perbedaan nilai hanya dilakukan terhadap rata kedua nilai
saja dan untuk melakukan ini digunakan teknik yang disebut uji-t (t-test). Setelah
diperoleh persentase jawaban, dilakukan pengklasifikasian jawaban berdasarkan
kategori keterampilan sosial. Menurut Anas Sudjiono, “mencari tentang interval skor
yaitu, jarak penyebaran antara skor yang terendah sampai skor nilai tertinggi”. (Anas
Sudjiono, 2005:144).
Adapun rumusnya adalah :

R = H=L

Keterangan :
R : Rentang
H : Skor
L : Skor yang terendah
Menurut Nana Sudjana “dalam menentukan rentang skor yaitu skor terbesar
dikurang skor terkecil” dalam penelitian ini memiliki rentang skor 1-4 dengan
kategori, tidak mampu, mulai mampu, mampu dan sangat mampu. Jumlah item
sebanyak 10 item sehingga interval kriteria tersebut dapat ditentukan dengan cara
sebagai berikut:

1. Skor maksimum 4 x 10 = 40
5
Keterangan skor maksimum nilai tertingginya adalah 4, jadi 4 dikalikan
dengan jumlah sub indikator keseluruhan berjumlah 10 dan hasilnya 40.

Skor minimum 1 x 10 = 10

Keterangan skor minimum nilai tertingginya adalah 1, jadi dikalikan dengan jumlah sub
indikator keseluruhan yang berjumlah 10 dan hasilnya 10.

Rentang 40 – 10 = 30

Keterangan rentang diperoleh dari jumlah skor maksimum dikurangi jumlah sub indikator.

Banyak kriteria adalah 4 tingkatan (Tidak Mampu, Mulai Mampu, Mampu dan Sangat
Mampu)

Panjang kelas interval 30 : 4 = 8

Keterangan panjang interval diperoleh dari hasil rentang dibagi dengan banyak kriteria.

Adapun klasifikasi skor meningkat di PAUD Taam Qurrata A’yun adalah sebagai berikut :

Tabel: III. 5
Klasikasi skor keterampilan sosial anak usia 4-5 tahun

No Skor Kategori keterampilan sosial anak usia 4-5


tahun
1 33-40 Sangat mampu
2 25-32 Mampu
3 17-24 Kurang mampu
4 9-16 Tidak mampu
5
2
2. Teknik Analisis Data
Tujuan dari analisis data adalah untuk meringkas data yang mudah dipahami dan
dipelajari sehingga hubungan antara masalah penelitian dapat dipelajari menggunakan
uji t.
Adapun teknik analisis data dilakukan dengan cara membandingkan hasil rerata
pre test dan post test kedua kelompok eksperimen dengan memakai metode statistik uji-
t. seperti berikut ini :
1) Mencari D (difference=perbedaan) variabel X dan Y
2) Mecari mean dan difference
3) Menghitung perbedaan rata dengan uji-t dengan rumus sebagai berikut ini:
to=MD
SEMD

Ket:
MD= Mean of Difference
SDD= Mean Deviasi Standar dari Difference
SEMD= Standar Error kedua dari Difference

Sebelum itu perlu diketahui dahulu perbandingan hasil pre-test dan post-test
terhadap kelompok secara keseluruhan, selanjutnya diketahui bahwa hasil pre-test dan
post-test untuk kelompok eksperimen, maka untuk melihat signifikan atau tidaknya
keterampilan sosial anak melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe mencari
pasangan dilakukan dengan uji-t dalam statistik. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
a. Mencari Mean dari Difference dengan rumus:
M d =N∑ D

b. Mencari deviasi standar dari Difference dengan rumus:


SD
2

D=
√ ∑ D2 − ∑ D
N ( )
N
c. Mencari standar eror dari Mean of Difference dengan rumus:
SE
SDD
MD=
√ N −1
d. dF=N −1

Ket :
MD= Mean of Difference nilai rata-rata hitung dari beda selisih antara skor Variabel 1
dan skor Variabel 11.
∑D: Jumlah beda selisih antara skor variabel I (variabel X) dan skor Variabel II
(Variabel Y).
53
N: Number of cases = jumlah subjek yang kita teliti
SEMD: Standar Eror (standar kesesatan) dari Mean of Difference
SDD: Devisi standar dari perbedaan antara skor variabel I dan skor variabel II.
Selanjutnya harga t hitung dibandingkan dengan harga kritik t pada table taraf
signifikansinya sebagai berikut:
a. Jika t hitung (to) besar nilainya dari ttabel (tt), maka hipotesis nihil (Ho) ditolak dan
hipotesis alternatif (Ha) diterima, artinya strategi pembelajaran kooperatif tipe
mencari pasangan dapat berpengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial
anak.
b. Jika harga t hitung (t0) kecil dari harga ttabel (tt) maka hipotesis nihil (Ho) diterima
dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya strategi pembelajaran kooperatif tipe
mencari pasangan tidak dapat berpengaruh signifikan terhadap keterampilan
sosial anak.
Tabel: III. 6
Kisi-Kisi Instrument Variebel Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun

Variabel Indikator Sub Indikator Teknik Alat Sumber


data
pengumpulan pengumpu
data -lan data
Tingkat 1. Menunjukkan  Anak mampu mencari Observasi Lembar Anak
pencapaian sikap mandiri kartu pasangannya sendiri observasi
perkembangan dalam memilih  Anak mampu
sosial anak kegiatan. menghubungkan kartu
usia 4-5 tahun pasangan sendiri

3. Memiliki sikap  Anak mampu memiliki


gigih (tidak sikap gigih dalam mencari
mudah pasangan kartunya
menyerah)  Anak mampu bersemangat
saat bekerjasama dengan
temannya

3. Mentaati  Anak mampu mentaati


aturan yang aturan dalam
berlaku dalam pembelajaran kooperatif
suatu tipe mencari pasangan
permainan

5. Menghargai  Anak mampu memberikan Observasi Lembar Anak


keunggulan observasi
orang lain. pujian kepada temanya
yang terlebih dahulu
mendapatkan pasangan
dari kartunya
 Anak mampu menghargai
karya temannyan

6. Menunjukkan  Anak sangat mampu


antusiasme bersemangat dalam
dalam pembelajaran kooperatif
melakukan tipe mencari pasangan
permainan  Anak mampu
kompetitif mencocokkan kartu
secara positif. pasangan dengan semangat

7. Mau berbagi,  Anak mampu bekerjasama Observasi Lembar Anak


menolong dan dengan temannya ketika observasi
membantu dalam kelompok
teman.

Anda mungkin juga menyukai