Artikel Inovasi Haryanto Maduuntukperawatan Luka
Artikel Inovasi Haryanto Maduuntukperawatan Luka
1. Pendahuluan
Penggunaan madu sebagai obat telah dikenal sejak puluhan ribu tahun yang lalu, dan digunakan
sebagai pengobatan untuk penyakit lambung, batuk, dan mata (Subrahmanyam et al., 2001). Selain
itu madu juga dapat digunakan sebagai terapi topikal untuk luka bakar, infeksi, dan luka ulkus. Sampai
saat ini telah banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu efektif untuk perawatan luka baik
secara klinis maupun laboratorium. Ada beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu
sangat efektif digunakan sebagai terapi topikal pada luka, yang menghasilkan terjadinya peningkatan
jaringan granulasi dan kolagen serta periode epitelisasi secara signifikan (Suguna et al., 1992;1993;
Aljady et al., 2000). Menurut Lusby PE (2006) madu juga dapat meningkatkan waktu kontraksi pada
luka. Madu efektif sebagai terapi topikal, ini dikarenakan kandungan nutrisi yang terdapat di dalam
madu dan hal ini sudah di ketahui secara luas. Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum madu
mengandung 40% glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin Biotin, asam Nikotinin,
asam Folit, asam Pentenoik, Proksidin, Tiamin, Kalsium, zat besi, Magnesium, Fosfor dan Kalium.
Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen Peroksida) sebagai penetral radikal
bebas. Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran dari kandungan dan sifat madu sehingga
madu dapat digunakan sebagai alternatif terapi topikal pada perawatan luka.
2
a. Gunakan jumlah madu sesuai dengan jumlah cairan atau eksudat yang keluar dari luka.
b. Frekuensi penggantian balutan tergantung pada cepatnya madu terlarut dengan eksudat luka. Jika
tidak ada cairan luka, balutan dapat di ganti 2 kali seminggu supaya komponen antibakteri yang
terkandung di dalam madu dapat terserap ke dalam jaringan luka.
c. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sebaiknya menggunakan second dressing yang bersifat
absorbent. Jika madu digunakan langsung pada luka, madu akan meleleh sehingga keluar area luka.
Hal ini tidak akan efektif untuk merangsang proses penyembuhan luka.
d. Gunakan balutan yang bersifat "oklusif" yaitu menutup semua permukaan luka untuk mencegah
madu meleleh keluar dari area luka.
e. Pada cairan luka yang sedang, sebaiknya gunakan transparan film sebagai second dressing.
f. Pada abses (nanah) dan undermining (luka berkantong) perlu lebih banyak madu untuk mencapai
jaringan didalamnya. Dasar luka harus diisi dengan madu sebelum ditutup dengan second dressing
seperti kasa atau dressing pad lainnya.
g. Untuk memasukan madu pada luka berkantong sebaiknya gunakan kasa atau dressing pad
sehingga kerja kandungan madu lebih efektif.
Luka diabetik dengan terdapat slough dan nanah Luka sembuh setelah menggunakan madu murni
3
Daftar Pustaka
1. Abuharfeil N., R. Al-Oran and M. Abo-Sheheda, 1999. The effect of bee honey on the proliferative activity of
human B and T lymphocytes and the activity of phagocytes. Food Agric. Immunol., 11:169-177.
2. Aljady A.M, M.Y. Kamaruddin, A.M. Jamal, M.Y. Mohd. Yassim, 2000. Biochemical study on the efficacy of
malaysian honey on inflicted wounds: an animal model. Medi. Journal of Islamic Academy Sciences.,13:3, 125-
132.
3. Bergman A, J. Yanai, J. Weiss, D. Bell and M.P. David. 1983. Acceleration of wound healing by topical
4. Cooper RA, Molan PC, Harding KG. 1999. Antibacterial activity of honey against strain of Staphylococcus
5. Efem SEE, 1998. Clinical observation on the wound healing properties of honey. Br J. Surg., 75:679-681.
6. Efem SEE and C.I. Iwara, 1992.The antimicrobial spectrum of honey and its clinical significance.
Infection.,20:227-229.
7. Evan J, Flavin S. 2008. Honey: a guide for healthcare professionals. Br J Nurs 17(15):S24, S26, S28-30
8. Gheldof N, Engeseth NJ. 2002. Antioxidant capacity of honeys from various floral sources based on the
determination of oxygen radical absorbance capacity and inhibition of in vitro lipoprotein oxidation in human
9. Gethin GT, Seamus C and Ronan MC. 2008. The impact of manuka honey dressing on the surface pH of
10. Gheldof N, Wang, XH, Engeseth NJ. 2002. Identification and quantification of antioxidant components of
honeys from various floral sources. J Agric Food Chem., 50: 5870-5877.
11. Haryanto et all, 2011, Acceleration Indonesia Honey torward wound healing: Experimental study in Mice. J.
12. Jull AB, Rodger A, Walker N. 2008. Honey as topical treatment for wounds. Cochrane Database Syst Rev
(4):CD005083.
13. Lotfi A, 2008, Use of Honey as a Medical Product in Wound Dressing (Human and Animal Studies): A Review
14. Molan PC, 2001, Potential of honey in the treatment of wounds and burn, Am.J.Clin.Dermatol., 2 (1): 13-19.
15. Molan PC, 1992. The antibacterian activity of honey variation in the potency of antibactrial avtivity, Bee
World.,73:59-79.
16. Subrahmanyam M, H. Archan and S.G. Pawar, 2001, Antibacterial Activity of Honey on Bacteria Isolated From
17. Subrahmanyam M, 1991, Topical application of honey in treatment of burn, Br J Surg.,78 (4): 497-498.
18. Suguna L, G Chandrakasan, U. Ramamorrthy and K.T. Joseph, 1993. Influence of honey on collagen