Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Akuntansi Transaksi Istishna' dan Istishna' Paralel

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kuliah Akuntansi Syariah Yang diampu Oleh
Ibu Ibu Zulaeka, M.E.I

Disusun Oleh:

Malika Indah

Nur Aini

Homairoh

Jannatun Hairiyah

JURUSANHUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan semesta alam. Shlawat
dan salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad saw. beserta keluarganya dan para pengikutnya yang setia sampai hari
kiamat.
Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah Allah swt. kami dapat
menyelesaikan tugas yang berjudul Akuntansi Istishna' dan istishna' Paralel. Apabila
terdapat di dalamnya kekurangan dan kesalahan dalam penjelasannya. Mohon
dimengerti dan dipahami, bahwa kami adalah insan yang sangat lemah akan
kecerdasan dan sangat kurang akan kesempurnaan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Akuntansi Syariah
dengan harap semoga Dosen pengampu, dapat memberikan kritik dan saran agar
makalah ini penuh dengan pelajaran yang dapat kami ambil, sehingga bisa menjadi
cermin untuk tugas berikutnya, dan kami mengucapkan banyak terimakasih atas
bimbingannya, semoga Dosen pengampu dapat memberikan keikhlasan dalam
membimbing, agar kami mendapatkan kemanfaatan ilmu yang bisa menuntun kami
kejalan yang diridhoi Allah SWT. “Allahhuma Amin”
Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadikan amal baik khususnya bagi
kami dan umumnya bagi orang yang membacanya.
“ Allahumma Shalli’ala Sayyidina Muhammad ”

Pamekasan, 12 November 2020

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
A. Latar Belakang............................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................
C. Tujuan Penulisan.........................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................
A. Pengertian dan Penggunaannya istishna' dan iatishna' paralel
B. Ketentuan Syara' rukun dan Pengawasannya
C. Alur Transaksinya
D. Cakupan Standar Akuntansi Paralel
E. Teknik Perhitungan dan Perjurnalannya, Penyajiaanya, dan
Pengungkapannya

BAB III PENUTUP............................................................................12


A. Kesimpulan.................................................................................12
B. Saran............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istishna' merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan
yang mirip dengan akad salam yang diperbolehkan oleh syariat. Jika
perusahaan memproduksi barang yang dipesan dengan bahan baku dari
perusahaan, maka di situlah akad istishna' ada. Istishna' yang sah, harga harus
ditetapkan di awal sesuai kesepakatan bersama. Dalam istishna' pembayaran
bisa di cicil atau secara chas.
Kontrak istishna' kewajiban moral bagi perusahaan untuk
memproduksi barang pesanan. Setiap pihak dapat membatalkan kontrak
dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang bersangkutan. Akan
tetapi, apabila perusahaan sudah memproduksinya, kontrak istishna' tidak
dapat diputuskan secara sepihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian istishna' dan istishna' paralel ?
2. Apa syarat rukun istiahna' ?
3. Bagaimana alur transaksinya istishna' ?
4. Bagaimana cakupan akuntansi isrishna' paralel ?
5. Bagaimana teknik perjurnalan, penyajian, dan pengungkapannya ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian istishna' dan istishna' paralel
2. Untuk mengetahui syarat rukun istishna'
3. Untuk mengetahui alur transaksinya istishna'
4. Untuk mengetahui cakupan akuntansi isrishna' paralel

5. Untuk mengetahui teknik perjurnalan, penyajian, dan pengungkapannya


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Penggunaan Istishna'


Bai’ al istishna’ atau biasa disebut dengan istishna’ merupakan kontrak
jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’)
dan penjual (pembuat, shani’) transaksi istishna’ memiliki kemiripan dengan
transaksi salam, dalam hal barang yang dibeli belum ada pada saat transaksi,
melainkan harus dilunasi terlebih dahulu. Berbeda dengan transaksi salam yang
barangnya adalah hasil pertanian, pada transaksi istishna’, barang yang
diperjualbelikan biasanya adalah barang manufaktur.1

Adapun dalam hal pembayaran, transaksi istishna’ dapat dilakukan di


muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang
akan datang. Penggunaan akad istishna’ oleh bank syariah di Indonesia relatif
masih minim. Akan tetapi, seiring dengan makin meningkatnya jenis barang
yang baru dilunasi setelah adanya persamam dari pembeli sangat dimungkinkan
akad istishna’ juga menjadi semakin meningkat penggunaannya.2

B. Ketentuan syara' Rukun dan Pengawasannya

1. Ketentuan Syara' Transaksi Istishna’ dan istishna’ Paralel

Menurut Mahzab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh karena hal itu


telah dilaukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama
yang mengingkarinya. Ketentuan Syar’i transaksi istishna’ diatur dalam
Fatwa DSN nomor 06/DSNMUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’.
Fatwa tersebut mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan barang.
1
Rizal yaya dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, (Jagakarsa: Salemba
Empat, 2013) hal. 234
2
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia Cendika, 2001)
hal. 176
Karena istishna’ mirip dengan transaksi salam, beberapa ketentuan salam
juga berlaku pada transaksi istishna’.3

Ketentuan-ketentuan tersebut akan dibahas dalam aspek rukun


istishna’ berikut.

2. Dasar Hukum Transaksi Istishna' dan Istishna' Paralel

a. Al-qur'an

‫يايها الذين امنوا اذاتداينتم بدين الى اجل مسمى فاكتبوه‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu


bermuamalah tidak secara tunai, untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya”. (QS. Al Baqarah: 282 ).

b. Fatwa DSN Tentang Transaksi Istishna'

1. Fatwa DSN-MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000


tentang Jual Beli Istishna.

2. Fatwa DSN-MUI No. 22/DSN-MUI/III/2002


tentang Jual Beli Istishna Paralel

3. Rukun Transaksi Istishna'

Rukun transaksi istishna' meliputi sebagai berikut :

a. Transaktor (mushtasni'/pembeli dan shani'/penjual)

Transaktor terdiri atas pembeli dan penjual. Kedua


transaktor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh
dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak
sedang dipaksa, dan lain-lain yang sejenis. Dalam hal pesanan

3
Muammar Khaddafi Dkk, Akuntansi Syariah Meletakkan Nilai-nilai Syariah Islam Dalam Ilmu
Akuntansi, (Medan: Madenatera, 2016) hal. 205
sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli
untuk menerima barang istishna’ dan melaksanakan semua
ketentuan dalam kesepakatan istishna’.

b. Objek istishna'

Objek istishna' meliputi barang yang diperjualbelikan dengan


harga barang tersebut. Terkait dengan alat pembayaran, DSN
mensyaratkan ala bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya pada
awal akad. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi
sebagai berikut :

1. Harus jelas spesifikasinya

2. Penyerahannya dilakukan kemudian

3. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan


kesepakatan

4. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum


menerimanya.

5.Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai


kesepakatan.

6. Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati.

7. Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan,


bukan barang massal.

c. Ijab dan kabul

Ijab dan kabul istishna’ merupakan pernyataan dari kedua belah pihak
yang berkontrak, dengan cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli (nasabah). pada dasarnya
istishna’ tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, sebagai
berikut :

1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya.

2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

Sedangkan rukun transaksi istishna' paralel bahwa Berdasarkan


fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan bahwa akad istishna’ kedua
(antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus
dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan
setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna’
pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.

4. Berakhirnya akad istishna'

Kontrak istishna’ bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi berikut:

a. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah


pihak

b. Persetujuan bersama kedua belah pihak

c. Pembatalan hukum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk


dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya dan masing-masing
pembatalannya4

5. Pengawasan Syariah Transaksi Istishna' dan Istishna' Paralel

Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli


istishna’ dan istishna’ paralel DPS biasanya melakukan pengawasan

4
Ibid, hal 207
syariah secara periodik Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk, sebagai berikut :

1. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh


syariahIslam

2. Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan


nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati

3. Memastikan akad istishna’ dan akad istishna’ paralel dibuat dalam akad
yang terpisah;

4. Memastikan bahwa akad istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai


kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan
kecuali memenuhi kondisi, antara lain (i) kedua belah pihak setuju
untuk menghentikan akad istishna’, dan (ii) akad istishna’ batal demi
hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanan atau penyelesaian akad.

C. Alur transaksi istishna' dan istishna' pararel

Pada istishna' pararel terdapat tiga pihak yang terlibat yaitu , bank ,
nasabah dan pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat
melakukan pembayaran atas tagihan pemasok selama masa periode
pembangunan, sehingga memerlukan jasa dari bank. Atas pembiayaan
terhadap pembangunan barang, maka bank mendapatkan margin dari jual beli
barang yang terjadi. Margin diperoleh dari selisih harga beli bank kepada
pemasok dengan harga terahir kepada nasabah. Dimungkinkan juga, bank
mendapatkan pendapatan selain margin merupakan pendapatan administrasi.5

Alur transaksi istishna' dan istishna' pararel yaitu:

5
Muhammad Ardi, Akuntansi Perbankan Syariah “jurnal Hukum Diktum Vol.14 no.2 Desember
2016”, Hal.273
1. Nasabah memesan barang yang di kehendaki dan melakukan negoisasi
kesepakatan antara penjual dan pembeli terkait transaksi istishna' yang
akan dilaksanakan.

2. Pada transaksi istishna' setelah akad di sepakati penjual mulai membuat


atau menyelesaika tahapan pembuatan barang yang di inginkan pembeli.
setelah barang dihasilkan pada saat atau sebelum tanggal penyerahan,
penjual mengirim barang sesuai spesifikasi kualitas dan kuantitas yang
telah di sepakati oleh pembeli. Adapun transaksi istishna' pararel yang
biasanya di gunakan oleh penjual ( bank syariah) yang tidak membayar
sendiri baramg istishna' dan menerima dana dari nasabah istishna' dengan
produsen barang istishna'.

3. Setelah menyepakati transaksi istishna' dalam jangka waktu tertentu,


pemasok mulai melakukan pekerjaan barang yang dipesan.

4. Selama mengerjakan barang yang di pesan kepada pembuat barang


sebesar nilai yang di tagihkan

5. Bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar


nilai yang di tagihkan.

Adapun mekanisme pembayaran akad istishna' dapat dilakukan


dengan tiga cara yaitu:

a. pembayaran di muka, yaitu pembayaran dilakukan secara keseluruhan


pada saat akad sebelum aset istishna' diserahkan oleh bank syariah
kepada pembeli akhir ( nasabah).

b. Pembayaran dilakukan pada saat penyerah barang, yaitu pembayaran


dilakukan pada saat barang di terima oleh pembeli akhir. Cara
pembayaran ini dimunhkinkan atas adanya pembayaran termin sesuai
dengan progres pembuatan aset istishna' . Cara pembayaran ini adalah
cara umun pembiayaan yang dilakukan istishna' bank syariah.

c. Pembayaran di tangguhkan, yaitu pembayaran dilakukan setelah aset


istishna' diserahkan bank kepada pembeli akhir.

6. Bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdaaarkan


tingkat penyelesaian barang.

7. Pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli

8. Pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah

9. Nasabah melunasi pembayaran istishna' sesuai dengan akad yang telah di


sepakati.6

D. Cakupan Akuntansi Isrishna' Paralel

Akuntansi istishna’ diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi


Keuangan (PSAK) nomor 104 tentang istishna’. Terkait dengan pengakuan
dan pengukuran transaksi, standar ini mengatur tentang penyatuan dan
segmentasi akad, pendapatan istishna’ dan istishna’ paralel, istishna’ dengan
pembayaran tangguh, biaya perolehan istishna’, penyelesaian awal, pengakuan
taksiran rugi, perubahan pesanan, dan tagihan tambahan. Pembahasan detail
tentang konsep dan penerapan akuntansi istishna’ akan dibahas pada bagian
teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi istishna’.7

E. Teknik Perjurnalan, penyajian, dan pengungkapannya

1. Perjulnalan

a. Transaksi biaya pra akad

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 25 disebutkan bahwa biaya


perolehan Istishna’ terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak
langsung. Biaya langsung meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga
6
Rizal Yahya, Akuntansi Perbankan Syariah, Hal. 236-237
7
Muammar Khadafi, Dkk, Akuntansi Syariah Meletakkan Nilai-Nilai Syariah Islam Dalam Ilmu
Akuntannsi, (Medan: Madenatera, 2016), hlm, 208
kerja langsung untuk membuat barang pesanan. Biaya tidak langsung
dan biaya overhead termasuk biaya akad dan biaya pra akad.

b. Penandatanganan akad dengan pembeli

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 26 dinyatakan bahwa biaya


prakat diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai
biaya Istishna jika akad disepakati.

c. Pembuatan akad Istishna paralel dengan pembuat barang

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan bahwa biaya


perolehan Istishna paralel terdiri dari:

 Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau


kontraktor kepada entitas

 Biaya tidak langsung yaitu biaya overhead termasuk biaya akad


dan pra akad Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak
dapat memenuhi kewajiban, jika ada.

d. Pengakuan pendapat yaitu metode persentase penyelesaian dan


metode akad selesai.

Pada metode akan selesai pengakuan pendapatan diakui setelah


barang selesai. Pada metode persentase penyelesaian pendapatan
diakui sesuai persentase penyelesaian dan menambah nilai aset
Istishna dalam penyelesaian.

2. Penyajian
Menurut PAPSI 2013 ketentuan penyajian teks aksi terkait jual beli
dengan skema Istishna dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut:

 Uang muka Istishna disajikan sebagai liabilitas lainnya

 Uang muka kepada pemasok disajikan sebagai aset lainnya

 Utang Istishna disajikan sebesar tagihan dari pemasok yang belum


dilunasi

 Aktiva Istishna dalam penyelesaian disajikan sebesar dana yang


dibayarkan bank kepada supplier.

 Termin Istishna disajikan sebesar jumlah tagihan termin bank kepada


nasabah

 Piutang Istishna disajikan sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh


pemilik akhir.

 Margin Istishna ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang


Istishna

3. Pengungkapan

Menurut PAPSI 2013 ketentuan penyajian transaksi terkait jual


beli dengan skema Istishna dalam laporan keuangan adalah sebagai
berikut:

o Rincian piutang Istishna berdasarkan jumlah, jangka jangka waktu,


hukum jenis valuta dan kualitas piutang dan cadangan kerugian
penurunan nilai piutang Istishna.

o Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang


berelasi.
o Kebijakan akuntansi yang dipergunakan dalam pengakuan pendapatan
cadangan kerugian penurunan nilai, penghapusan dan penanganan
piutang Istishna yang bermasalah.

o Besarnya piutang Istishna baik yang dibiayai sendiri oleh bank


maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian
pembiayaan bank.

o Jumlah akumulasi biaya atas kontrak berjalan serta pendapatan dan


keuntungan sampai dengan akhir periode berjalan.

o Jumlah sisa kontrak yang belum selesai menurut spesifikasi dan syarat
kontrak.

o Nilai kontrak Istishna yang sedang berjalan serta tentang periode


pelaksanaannya.

o Utang Istishna kepada nasabah yang merupakan pihak berelasi.8

8
Aji Prasetyo, akuntansi keuangan syariah teori kasus, (Yokyakarta:Andi offset, 2019), hlm, 166
BAB III

Kesimpulan

1. istishna’ merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan


barang tertentu dengan kriteria dan persyratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’) transaksi istishna’
memiliki kemiripan dengan transaksi salam, dalam hal barang yang dibeli
belum ada pada saat transaksi, melainkan harus dilunasi terlebih dahulu.

2. Menurut Mahzab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh karena hal itu telah
dilaukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang
mengingkarinya. Ketentuan Syar’i transaksi istishna’ diatur dalam Fatwa DSN
nomor 06/DSNMUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’. Dasar hukum istishna'
dan istishna' pararel yaitu alqur an dan studi fatwa Dsn tentang transaksi
istishna'.

rukun transaksi istishna'

- Transaktor (mushtasni'/pembeli dan shani'/penjual)

- Objek istishna'
- Ijab dan kabul

3. Alur transaksi istishna' dan istishna' pararel yaitu : Nasabah memesan barang
yang di kehendaki dan melakukan negoisasi, Pada transaksi istishna' setelah
akad di sepakati penjual mulai membuat atau menyelesaikan tahapan
pembuatan barang yang di inginkan pembeli, Setelah menyepakati transaksi
istishna' dalam jangka waktu tertentu, pemasok mulai melakukan pekerjaan
barang yang dipesan, Selama mengerjakan barang yang di pesan kepada
pembuat barang sebesar nilai yang di tagihkan, Bank syariah melakukan
pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai yang di tagihkan, Bank
syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdaaarkan tingkat
penyelesaian barang, Pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli,
Pemasom mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah, Nasabah
melunasi pembayaran istishna' sesuai dengan akad yang telah di sepakati.

4. Cakupan akuntansi istisna' Paralel diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi


Keuangan (PSAK) nomor 104 tentang istishna’.

5. Perjurnalan meliputi transaksi biaya pra akad, penandatanganan akad dengan


pembeli, pembuatan akad istishna' paralel dengan pembuat barang, dan
pengakuan pendapatan dengan metode Persentase penyelesaian dan metode
akad selesai.

6. Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan istisna' menggunakan skema


istishna' dalam ketentuan PAPSI tahun 2013.
Daftar pustaka

Yaya, Rizal. dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer,
(Jagakarsa: Salemba Empat, 2013) hal. 234

Antonio ,Muhammad Syafii. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia
Cendika, 2001)

Khaddafi, Muammar. Dkk, Akuntansi Syariah Meletakkan Nilai-nilai Syariah Islam


Dalam Ilmu Akuntansi, (Medan: Madenatera, 2016).

Ardi, Muhammad. Akuntansi Perbankan Syariah “jurnal Hukum Diktum Vol.14 no.2
Desember 2016”, Hal.273

Prasetyo, aji. akuntansi keuangan syariah teori kasus, dan pengantar menuju praktik.
(Yogyakarta: Andi offset, 2019 ).

Anda mungkin juga menyukai