OLEH
NIM : J1A118296
KESEHATAN LINGKUNGAN
KENDARI
2020
1. Reduksi
sebagaimana merupakan upaya pengurangan angka kesakitan dan/atau
kematian terhadap Penyakit Menular tertentu agar secara bertahap penyakit
tersebut menurun sesuai dengan sasaran atau target operasionalnya.
Contoh:
Penyakit campak sering ,uga disebut penyakit morbili atau measles. Definisi
kasus campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh
berbentukmakulo papular selama 7 hari atau lebih disertai panas badan 75
derajat atau lebih (teraba panas) dan disertai salah satu ge,ala batuk pilek atau
mata merah.
Tahap Reduksi tahap ini dibagi dalam 2 tahap
a. Tahap pengendalian campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi
campak rutindan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas
campak yang tinggi daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis
campak/ tetapi telah ter,adipenurunan insiden dan kematian/ dengan pola
epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun
b. Tahap Pencegahan KLB
cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata/
ter,adipenurunan ta,am kasus dan kematian/ insiden campak telah bergeser
kepada umur yang lebih tua/ dengan interval KLB antara 8-5 tahun
Surveilans campak dilakukan untuk mengetahui permasalahan dalam
penanggulangan campak yang meliputi :
1. kelompok umur kasus campak
2. Status imunisasi kasus campak
3. Wilayah yang bermasalah serta waktu ke,adian kasus campak
4. Memprediksi terjadinya KLB campak
$egunaan data sureilans campak bagi program imunisasi :3
1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan imunisasi campak
2. Memberikan arahan bagi program imunisasi dalam menentukan
kebijakan imunisasi campak dan perencanaan dimasa mendatang
secara tepat sesuai dengan permasalahan yang ditemukan oleh
surveilans
Peran petugas kesehatan dalam sureilans campak:3
1. Melakukan pengobatan
2. Mencatat dan melaporkan setiap kasus campak ke Puskesmas
dinas kesehatan setempat menggunakan form C1
3. Pastikan status imunisasi campak penderita telah tercatat
4. Menanyakan pada keluarga penderita apakah ada penderita
campak lain diwilayahnya
5. Jika terdapat kasus/ keluarga disarankan untuk membawa
penderita campak ke Puskesmas pelayanan kesehatan setempat
2. Eliminasi
sebagaimana merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara
berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan penyakit
tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi masalah
kesehatan di wilayah yang bersangkutan.
Contoh:
Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959
dengan adanya KOPEM (Komando Pembasmian Malaria) di pusat dan di
daerah didirikan Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut
Malaria, serta untuk pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4
pusat latihan lapangan di luar Jawa.
Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode
pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan
Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan
insektisida, pengobatan dengan Klorokuin dan profilaksis. Baru pada tahun
1961 -1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan
Bali. Upaya ini cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya
penurunan parasite rate.
layanan kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh
Puskesmas, RS maupun sarana Pelayanan kesehatan lainnya. Seiring dengan
perubahan ekologi, tahun 1973 mulai dilaporkan adanya resistensi
Plasmodium falciparum di Yogyakarta, bahkan tahun 1975 di seluruh provinsi
di Indonesia, disertai dengan kasus resistensi Plasmmodium terhadap
Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia.
Pada tahun 2000 dilahirkan Penggalakkan pemberantasan malaria
melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali
Malaria atau ”Gebrak Malaria”. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian
malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo
Berantas Malaria”. Selanjutnya tahun 2004 dibentuk Pos Malaria Desa
Sebagai bentuk Upaya Kesehatan berbasis masyarakat (UKBM).
negara yang berkomitmen untuk meng- Eliminasi malaria di Indonesia.
Eliminasi Malaria sangat mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia 3
kunci utama yaitu :
Tujuan umum :
Terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan
malaria (Eliminasi Malaria) sampai tahun 2030, dengan menurunnya kasus
Malaria (API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk
Tujuan khusus :
Semua kabupaten/kota mampu melaksanakan pemeriksaan sediaan
darah malaria dan memberikan pengobatan tepat dan terjangkau
dengan ACT;
Pada tahun 2020 seluruh wilayah Indonesia sudah melaksanakan
Menurunnya 50 % jumlah daerah endemis malaria
DPRD :
Legislasi, bersama eksekutif, contoh penyusunan Perda “Pengawasan
Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor Wisata
Penganggaran, dll
BAPPEDA :
Perencanaan program
Penganggaran, dll
Sektor Pariwisata :
Penggerakan “resort”, hotel dan institusi disektor pariwisata untuk
meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masing-
masing, dll
Sektor Informasi/Humas :
Penyebar luasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk
Penyebar luasan upaya pencarian pengobatan
Sektor Kimpraswil :
Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK
Program sungai bersih, dll
Sektor Peternakan :
Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle
barier”, dll
Sektor Pertanian :
Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll
3. Eradikasi
sebagaimana merupakan upaya pembasmian yang dilakukan secara
berkelanjutan melalui pemberantasan dan eliminasi untuk menghilangkan
jenis penyakit tertentu secara permanen sehingga tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat secara nasional.
Contoh:
Imunisasi Polio Regular dan tambahan menuju Eradikasi Polio
Jenis vaksin yang digunakan untuk PIN aman karena menggunakan
Monovalent OPV (mOPV) yang hanya mengandung poliovirus type 1 dan
lebih imunogenik dibanding Trivalent OPV (tOPV) yang digunakan pada
imunisasi dasar. Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3 yang patogen
atau membuat sakit adalah jenis P1 lebih dominan. Vaksin ini pun, dinyatakan
„halal‟ oleh beberapa ulama dan dinyatakan „boleh‟ oleh MUI dan tidak ada
batasan maksimal dalam pemberiannya. Kadang-kadang diperlukan lebih dari
10 dosis (10 x pemberian imunisasi OPV) untuk seorang anak dalam
pemberiannya. Dengan PIN, anak akan mendapat kekebalan yang lengkap
dalam membentengi diri dari serangan si Virus Polio. Dosis yang diberikan
sangat aman bagi anak walaupun anak kita sedang sakit dan bayi yang baru
lahir karena tingkat kekebalannya lebih rendah dari anak-anak yang lain.
Dalam melakukan Eradikasi Polio (ERAPO), dimana virus liar tidak
ditemukan selama 3 tahun berturut-turut di suatu negara diperlukan kerjasama
seluruh pihak. Ada empat strategi yang dianggap manjur untuk memberantas
polio.
Pertama, memberi imunisasi polio pada semua anak sebanyak empat kali
sebelum usia satu tahun sebagai bagian imunisasi rutin untuk mencegah tujuh
penyakit utama anak (tuberkulosis/meningitis, polio, dipteri, pertusis, tetanus,
campak, hepatitis B) sehingga cakupan imunisasi rutin meningkat.
Kedua, lewat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) semua anak di bawah usia lima
tahun.
Ketiga, sistem pengamatan dibuat sedemikian rupa sehingga tak ada kasus
polio yang tak teridentifikasi. Pelaksanaan Surveilans AFP sesuai standar
sertifikasi dengan berperan aktif dalam advokasi dan sosialisasi.
Keempat, mengirim tim untuk melakukan imunisasi dari rumah ke rumah di
wilayah virus polio dicurigai masih beredar.
Vaksin polio oral (OPV) aman diberikan kepada anak meskipun
dilakukan berulang-ulang. Vaksin ini memang dirancang untuk diberikan
berulang-ulang, untuk memastikan perlindungan penuh. Di daerah-daerah
tropis yang berudara panas, beberapa dosis vaksin polio dibutuhkan untuk
memberikan perlindungan penuh bagi setiap anak. Kadang-kadang diperlukan
lebih dari 10 dosis (10 x pemberian imunisasi OPV) untuk seorang anak.
Vaksin ini juga aman bagi semua anak. Setiap dosis tambahan di luar
imunisasi rutinnya, meningkatkan kekebalan seorang anak lebih lanjut
terhadap polio. Tidak ada batasan waktu berapa hari sebelum pelaksanaan PIN
dengan pelaksanaan imunisasi rutinnya diberikan. Semua balita tidak
bergantung status imunisasi tidak boleh ada yang terlewat untuk ikut serentak
pemberian imunisasi polio pada waktu PIN. Setiap anak yang tidak
terimunisasi adalah wadah untuk bersembunyinya virus polio.
Di beberapa negara seperti India dan Afganistan, jenis imunisasi Polio
yang digunakan adalah monovalent Oral Polio Vaksi (mOPV) dan bivalent
Oral Polio Vaksin (bOPV) yang mengandung satu jenis virus Polio tipe 1 atau
dua virus Polio tipe 1 dan 3 yang telah dilemahkan. Mengingat virus Polio
tipe 2 sudah sangat jarang sekali ditemui, sehingga jenis imunitas tehadap
virus sesuai dengan kebutuhan.