OLEH :
KELOMPOK 11
SARJANA KEPERAWATAN
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan asuhan keperawatan ini. Dalam makalah yang penulis buat ini,
penulis membahas mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GAWAT DARURAT DENGAN TRAUMA ABDOMEN”.
Sehubungan dengan tersusunnya asuhan keperawatan ini, penulis
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi – tingginya kepada semua pihak
yang telah membantu dan membimbing dalam penulisan makalah ini. Secara
khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................... 1
Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
Tujuan............................................................................................................ 3
Manfaat.......................................................................................................... 3
Anatomi Fisiologi.......................................................................................... 4
Definisi........................................................................................................... 7
Klasifikasi...................................................................................................... 7
Etiologi........................................................................................................... 8
Patofisiologi................................................................................................... 9
WOC.............................................................................................................. 11
Manifestasi Klinis.......................................................................................... 11
Pemeriksaan Diagnostik................................................................................. 11
Komplikasi..................................................................................................... 13
Penatalaksanaan............................................................................................. 14
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
Pengkajian Keperawatan................................................................................ 17
Diagnosa Keperawatan.................................................................................. 20
Intervensi Keperawatan................................................................................. 21
Implementasi Keperawatan............................................................................ 26
Evaluasi Keperawatan.................................................................................... 27
ii
Kesimpulan.................................................................................................... 29
Saran.............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen (Suratun &
Lusianah. 2010).
2
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
3
BAB II
TINJUAN TEORITIS
1. Rongga Mulut
Mulut merupakan saluran pertama yang dilalui makanan. Pada
rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar
pencernaan untuk membantu pencernaan makanan.
2. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut
dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut
terdapat daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep,
yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke
trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan
makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang
esophagus, terdapat geraka peristaltik sehingga makanan dapat
berjalan menuju lambung.
3. Lambung
Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti
kantung. Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga
mencapai 2 liter. Dinding lambung disusun oleh otot-otot polos
yang berfungsi menggerus makanan secara mekanik melalui
kontraksi otot-otot tersebut. Ada 3 jenis otot polos yang
menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot melingkar, dan
otot menyerong.
4. Usus Halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung. Usus halus
memiliki panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi
4
3 bagian yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta
ileum (± 3,6 m). Pada usus halus hanya terjadi pencernaan
secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang
dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar
pankreas yang dilepaskan ke usus halus.
5. Usus Besar
Merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus
halus. Memiliki panjang 1,5 meter, dan berbentuk seperti huruf
U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3 daerah, yaitu: Kolon
Asenden, Kolon Transversum, dan Kolon Desenden. Fungsi
kolon adalah:
a) Menyerap air selama proses pencernaan.
b) Tempat dihasilkannya vitamin K, dan vitamin H
(Biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus,
misalnya E-coli.
c) Membentuk massa feses.
d) Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses)
keluar dari tubuh. Pengeluaran feses dari tubuh
defekasi.
6. Rektum dan Anus
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.
Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu
pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka
otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos
dan otot lurik.
2.1.2 Abdomen
5
Gambar a.1 Anatomi abdomen
Batasan-batasan abdomen
Isi Abdomen
6
2.2 Definisi
2.3 Klasifikasi
7
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
2.4 Etiologi
8
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut
2.5 Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), bila suatu kekuatan eksternal
dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik
dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditabrak) untuk
menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan
tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan
yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga
9
bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangka dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan.
Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat
oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk
pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
10
2.6 WOC (terlampir)
11
Menurut Musliha, 2010, pemeriksaan diagnostik untuk trauma
abdomen, yaitu:
12
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
a. Hamil
2.9 Komplikasi
13
Menurut Smeltzer (2010), komplikasi segera yang dapat terjadi
pada pasien dengan trauma abdomen adalah hemoragi, syok, dan cedera.
Sedangkan komplikasi jangka panjangnya adalah infeksi.
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama
trauma tumpul adalah cedera yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis,
cedera iatrogenik, intra abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak
adekuat, rupture spleen yang muncul kemudian (King et al, 2002;
Salomone & Salomone, 2011). Peritonitis merupakan komplikasi tersering
dari trauma tumpul abdomen karena adanya rupture pada organ. Gejala
dan tanda yang sering muncul pada komplikasi dengan peritonitis antara
lain:
1. Nyeri perut seperti ditusuk
3. Demam (>380C)
6. Haus
9. Tanda-tanda syok
2.10 Penatalaksanaan
a. Airway
14
tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,
periksa adakah benda asing yang mengakibatkan tertutupnya
jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan’,
selanjutnya pemeriksaan status respirasi klien.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan
bantuan pernafasan.
Untuk penangan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma non-
penetrasi dan trauma penetrasi, yaitu:
1. Penanganan awal trauma non-penetrasi
b. Imobilisasi
d. Imobilisasi pasien.
a. Trauma Penetrasi
15
Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau
pneumothoraks. Rontgen abdomen untuk menentukan jalan luka
atau adanya udara retroperitoneum.
b. Trauma non-penetrasi
16
BAB III
A. Pengkajian Keperawatan
1. Primary survey
a. Airway:
Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau
obstruksi.
b. Breathing:
Memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur,
tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung, dan suara napas
vesikuler
c. Circulation:
Nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah
normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis,
kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary refill >2detik apabila
ada perdarahan. Penurunan kesadaran.
d. Disability:
Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila
adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis.
e. Exposure:
Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan
tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang.
2. Secondary survey
Pengkajian sekunder/secondary survey merupakan pemeriksaan secara
lengkap yang dilakukan secara head to toe , dari depan hingga
belakang. Secondary surey hanya dilakukan setelah kondisi pasien
mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tandatanda syok
telah mulai membaik.
17
a. Anamnesis
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga, yaitu A : alergi (adakah alergi pada pasien,
seperti obat-obatan, plester, makanan), M : medikasi/obat-obatan
(obat-obatan yang diminum), P : 14 pertinent medical history
(riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita,
obatnya apa, berapa dosisnya), L : last meal (obat atau makanan
yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum
kejadian), E : events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab
cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
1. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis
kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2. Identitas penanggung jawab Identitas
penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan
klien dan alamat.
3. Keluhan utama Merupakan keluhan yang
paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan dari
keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif
(P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q)
yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
18
b. Riwayat kesehatan yang lalu Perlu dikaji apakah klien pernah
menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya.
b. Pengkajian fisik
1) Kepala:
Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan
mulut.
2) Leher:
Lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher
bagian belakang. Distensi vena jugularis, deviasitra ke atau
tugging, emfisema kulit.
3) Dada:
Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Luka terbuka, sucking
chest wound, Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal,
suara paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah
dengan pola napas yang tidak adekuat (disertai dengan
penggunaaan otot-otot asesoris).
4) Abdomen:
a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera: kekuatan tusukan
atau tembakan, kekuatan tumpul atau pukulan.
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera
tusuk, memar, dan tepat keluarnya peluru.
c) Auskultasi: ada atau tidaknya bising usus dan catat data
dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising
usus adalah tanda awal keterlibatan intra peritoneal: jika
ada tanda iritasi peritonium biasanya dilakukan laparatomi
(insisi pembedahan kedalam rongga abdomen)
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakan, nyeri
tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising
usus dan hipotensi dan syok.
e) Kaji cidera dada yang sering mengikuti cedera intra-
abdomen, observasi cedera yang berkaitan
19
5) Pelvis:
Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan.
Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik
6) Extremitas:
Ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi
pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi,
fungsi motorik, fungsi sensorik. Nyeri, melemah atau
menghilangnya denyut nadi, menurun atau menghilangnya
fungsi sensorik dan motorik.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi:
Suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
2) Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS
(Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada
pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
20
6. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan faktor mekanik
(tekanan).
C. Intervensi Keperawataan
21
volume sirkulasi dan
perfusi.
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji intensitas nyeri 1. Untuk menentukan
keperawatan, diharapkan 2. Catat keluhan nyeri intervensi yang tepat.
nyeri teratasi dengan KH: (PQRST) 2. Untuk
1. Klien mengatakan 3. Berikan posisi membandingkan
nyeri berkurang / nyaman dengan nyeri
hilang. 4. Ajarkan teknik sebelumnya yang
2. Klien terlihat tenang. relaksasi mana membantu
3. Tidak mengerang- 5. Kolaborasi mendiagnosa
erang kesakitan. pemberian analgetik penyebab perdarahan
4. Skala nyeri berada di dan terjadi
batas normal 1-3 komplikasi.
3. Meningkatkan
kenyamanan klien.
4. Mengurangi
ketegangan otot
sehingga mengurangi
nyeri.
5. Analgetik berfungsi
menghilangkan rasa
nyeri.
3. Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda 1. Perubahan tekanan
keperawatan, diharapkan vital klien. darah dan nadi dapat
volume cairan tidak 2. Catat respon digunakan untuk
mengalami kekurangan. fisiologis terhadap perkiraan kasar
dengan KH: pendarahan misalnya kehilangan darah.
(perubahan mental, 2. Somptomatologi
1. Menunjukan
kelemahan, gelisah, dapat berguna dalam
perbaikan
ansietas, pucat, mengukur berat/
keseimbangan cairan
berkeringat, lamanya episode
dibuktikan oleh
takipnea, perdarahan.
pengeluaran urine
peningkatan suhu). 3. Berikan pedoman
adekuat dengan
22
berat jenis normal. 3. Pantau masukan dan untuk pengagantian
2. Tanda vital stabil. keluaran dan cairan.
3. Membrane mukosa hubungkan dengan 4. Penggantian cairan
lembab. perubahan berat tergantung pada
4. Tugor kulit baik. badan. derajat hipovolemia
5. Pengisian kapiler 4. Kolaborasi : Berikan dan lamanya
cepat. cairan/ darah sesuai perdarahan
indikasi.
4. Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik 1. Menurunkan risiko
keperawatan, diharapkan aseptik pada infeksi nosokomial.
tidak terjadi infeksi dengan penggantian balutan 2. Perkembangan
KH: dan prosedure infeksi dapat
1. Tidak ada tanda- inpasif. memperlambat
tanda infeksi. 2. Observasi penyatuan pemulihan.
2. Bebas dari drainage luka, karakter 3. Peningkatan suhu
purulent atau drainage, adanya tubuh dan
eritema dan demam inflamansi. peningkatan leukosit
3. Tidak ada 3. Observasi untuk adalah karakteristik
perdarahan peningkatan suhu terjadinya infeksi.
4. Suhu tubuh dalam tubuh dan 4. Diberikann secara
rentang normal : peningkatan jumlah profilaksis dan untuk
36,5°C-37,4°C. leukosit. mengatasi infeksi.
4. Kolaborasi
pemberian antibiotik
sesuai indikasi
5. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola nafas. 1. Unutk menentukan
keperawatan, diharapkan 2. Kaji tanda-tanda intervensi yang tepat.
pola nafas efektif dengan vital. 2. Mengetahui
KH: 3. Posisikan klien semi perkembangan
1. Klien mengatakan fowler dan berikan kondisi klien.
sesak nafas oksigern sesuai 3. Untuk mengurangi
berkurang indikasi. sesak nafas klien.
2. Klien merasa rileks
23
3. Pernafasan normal :
20-24x/menit.
6. Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien 1. Mengurangi
keperawatan, diharapkan untuk menggunakan penekanan terhadap
kerusakan integritas pakaian yang luka.
jaringan tidak terjadi, longgar. 2. Mempertahankan
dengan KH: 2. Jaga kulit agar tetap kondisi kulit pada
1. Perfusi jaringan bersih dan kering. bagian luka dan
normal. 3. Monitor kulit akan sekitar luka.
2. Tidak ada tanda- adanya kemerahan 3. Merupakan indikator
tanda infeksi. 4. Observasi luka : terjadinya infeksi
3. Ketebalan dantekstur lokasi, dimensi, ataupun dikubitus.
jaringan normal. kedalaman luka, 4. Mengetahui dan
4. Menunjukkan karakteristik, warna memonitor terjadinya
pemahaman dalam cairan, granulasi, kerusakan jaringan
proses perbaikan jaringan nekrotik, yang terjadi.
kulit dan mencegah tanda-tanda infeksi 5. Menghindari
terjadinya cidera lokal,formasitraktus. terjadinya infeksi
berulang. 5. Lakukan teknik yang terjadi.
5. Menunjukkan perawatan luka
terjadinya proses dengan steril.
penyembuhan luka.
7 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi luka, catat 1. Mungkin indikasi dan
keperawatan, diharapkan karakteristik terjadinya infeksi,
tidak terjadi kerusakan drainage. Pantau yang menunjang
integritas kulit dengan KH: TTV dengan sering. perlambatan
1. Menignkatkan Perhatikan demam, pemulihan luka dan
penyembuhan luka takipnea takikardia, meningkatkan risiko
tepat waktu. dan gemetar. pemisahan
2. Bebas dari tanda 2. Ganti balutan sesuai luka/dehisens.
infeksi. kebutuhan, gunakan 2. Sejumlah besar
3. Tanda-tanda vital teknik aseptik. drainage serosa
dalam batas normal. 3. Kolaborasi : Irigasi menuntut
24
luka sesuai indikasi, penggantian dengan
gunakan larutan sering untuk
antibiotik dan menurunkan iritasi
cairam garam faal. kulit dan potensial
infeksi.
3. Diperlukan untuk
mengatasi
inflamansi/infeksi.
8. Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian 1. Mengidentifikasi
keperawatan, diharapkan nutrisi dengan kekurangan/kebutuha
tidak terjadi penurunan seksama. n untuk membantu
nafsu makan dengan KH: 2. Timbang BB tiap memilih intervensi.
1. Adanya kemajuan hari. 2. Pengawasan
penambahan berat 3. Auskultasi bising kehilangan dan alat
badan. usus, palpasi pengkajian kebutuhan
2. Tidak ada tanda- abdomen, catat nutrisi/keaktifan
tanda malnutrisi pasase flatus. terapi.
3. Adanya peningkatan 4. Identifikasi 3. Menentukan
nafsu makan. kesukaan/ kembalinya
4. Mual muntah ketidaksukaan diet peristaltik.
teratasi. dari pasien. 4. Meningkatkan
Anjurkan pilihan kerjasama pasien
makanan tinggi dengan aturan diet.
protein dan vitamin Protein/vitamin C
C. adalah kontributor
5. Kolaborasi: konsul utama untuk
dengan ahli diet. pemeliharaan dan
6. Berikan cairan, jaringan perbaikan
tingkatkan kecairan 5. Bermanfaat dalam
jernih, diet penuh mengevaluasi dan
sesuai toleransi memenuhi kebutuhan
setelah selang diet individu.
makan dilepas. 6. Mengkonsumsi ulang
25
cairan dan diet
penting untuk
mengembalikan
fungsi usus normal
dan meningkatkan
masukan nutrisi
adekuat
D. Implementasi Keperawatan
26
E. Evaluasi Keperawatan
27
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari laporan di atas adapun kesimpulan yang dapat kelompok
uraikan yakni:
29
4.2 Saran
30
Daftar Pustaka
Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC. Hal: 45-47.
31