Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA

1. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat

toksis lainnya melalui membran semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan

cairan dialisat yang sengaja dibuat dalam dialiser. Membran semipermiabel adalah

lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran

poripori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti

urea, keratin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak

bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel

darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran(Wijaya, dkk., 2013).

Hemodialisa adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang

berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada hemodialisa, darah dipompa keluar dari

tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser darah dibersihkan

dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan

khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali dalam tubuh. Proses hemodialisa

dilakukan 1-3 kali seminggu dirumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan

waktu sekitar 2-4 jam (Mahdiana, 2011).

2. Tujuan

Menurut (Mahdiana, 2011), Sebagai terapi pengganti, kegiatan

hemodialisa mempunyai tujuan :

1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam

urat.
2) Membuang kelebihan air.

3) Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.

4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

5) Memperbaiki status kesehatan penderita.

3. Indikasi

Menurut Wijaya dkk, (2013) indikasi hemodialisa adalah sebagai berikut:

a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk

sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus < 5ml).

Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila

terdapat indikasi: Hiperkalemia (K+ darah > 6 mEq/l), asidosis, kegagalan

terapi konservatif, kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200

mg%, Kreatinin serum > 6 mEq/l), kelebihan cairan, mual dan muntah

hebat.

b. Intoksikasi obat dan zat kimia

c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat

d. Sindrom hepatorenal dengan kriteria :

1) K+ pH darah < 7,10 → asidosis

2) Oliguria/anuria > 5 hari

3) GFR < 5 ml/I pada GGK

4) Ureum darah > 200 mg/dl

4. Kontra Indikasi

Menurut Wijaya, dkk (2013) menyebutkan kontra indikasi pasien yang

hemodialisa adalah sebagai berikut:


a. Hipertensi berat (TD > 200/100 mmHg).

b. Hipotensi (TD < 100 mmHg).

c. Adanya perdarahan hebat.

d. Demam tinggi.

5. Peralatan Hemodialisis

Menurut (Mahdiana, 2011), Peralatan Hemodialisis meliputi mesin

hemodialisis, dialiser dan dialisat:

a. Mesin Hemodialisis

Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, yang

mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor. Pompa dalam mesin

hemodialisis berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dan

mengembalikan kembali ke tubuh. Mesin hemodialisis dilengkapi dengan

monitor dan parameter kritis, diantaranya memonitor kecepatan dialisat dan

darah, konduktivitas cairan dialisat, temperatur dan pH, aliran darah, tekanan

darah, dan memberikan informasi vital lainnya. Mesin Hemodialisis juga

mengatur ultrafiltrasi, mengatur cairan dialisat, dan memonitor analisis

dialisat terhadap kebocoran serta dilengkapi detektor udara ultrasonic untuk

mendeteksi udara atau busa dalam vena. Sistem monitoring sangat penting

untuk efektifitas proses dialisis dan keselamatan pasien.

b. Dialiser atau ginjal buatan

Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung, tempat

terjadinya pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Dialiser

merupakan kunci utama proses hemodalisis, karena yang dialakukan oleh


dialiser sebagian besar dikerjakan oleh ginjal yang normal. Dialiser terdiri

dari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialisat dan darah. Kedua

kompartemen dipisahkan membran semipermeabel yang mencegah cairan

dialisat dan darah bercampur jadi satu.

c. Dialisat

Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum

norml yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien. Komposisi cairan

dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah

normal dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan

elektrolit pasien ESRD. Dialisat dibuat dengan mencampurkan konsentrat

elektrolit dengan buffer (bikarbonat) dan air murni. Dialisis terdiri dari

dialisat astat dan dialisat bikarbonat. Dialisat asetat terdiri dari jumlah

sodium, kalsium, magnesium, kalim, klorida dan sejumlah kecil asam asetat.

Dialiasat asetat dipakai untuk mengoreksiasidosis dan mengimbangi

kehilangan bikarbonat secara difusi selama hemodialisis. Sementara itu

dialisat bikarbonat terdiri dari larutan asam dan larutan bikarbonat. Dialisat

bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil.

Merekomendasikan unit dialisis menggunakan dialisat bikarbonat untuk

mengurangi komplikasi.

6. Dosis Hemodialisis

Dosis Hemodialisis yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali

seminggu dengan setiap Hemodialisis selama 5 jam atau 14 sebanyak 3 kali

seminggu dengan setiap hemodialisis selama 4 jam. Lamanya hemodialisis


berkaitan erat dengan efisiensi dan adekuasi hemodialisis, sehingga lama

hemodialisis juga dipengaruhi oleh tingkat uremia akibat progresivitas perburukan

fungsi ginjalnya dan faktor-faktor komorbiditasnya, serta kecepatan aliran darah

dan kecepatan aliran dialisat. Namun demikian, semakin lama proses

hemodialisis, maka semakin lama darah berada diluar tubuh, sehingga makin

banyak antikoagulan yang dibutuhkan, dengan konsekuensi sering timbulnya efek

samping (Suwitra, 2006).

7. Prinsip Hemodialisa

Menurut (Mahdiana, 2011), prinsip hemodialisa pada dasarnya sama

seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisia, yaitu:

difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan

kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.

b. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena

perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat. Luas permukaan dan

daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.

Pada saat dialisis, pasien, dialiser, dan rendaman dialisat memerlukan

pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang

dapat terjadi misal: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau

berlebihan, hipotensi, kram, muntah, perembesan darah, kontaminasi dan

komplikasi terbentuknya pirau atau fistula).


8. Penatalaksanaan Hemodialisa pada pasien

Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal

atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat

membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan

sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat

menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa

dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal

(Mahdiana, 2011).

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa

mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu

mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan

menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang

terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia

dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan

mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan

gejala (Smeltzer & Bare, 2001).

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal

jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga

merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis

yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya

memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium,

kalium dan cairan (Smeltzer & Bare, 2001).


Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.

Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,

antiaritmia dan antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar

kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa

menimbulkan akumulasi toksik (Smeltzer & Bare, 2001).

9. Komplikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2001), Komplikasi dialisis sendiri dapat

mencakup hal-hal berikut:

a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi

jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir

metabolisme meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini

kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi


Komplikasi atau dampak Hemodialisa terhadap fisik menjadikan klien

lemah dan lelah dalam menjalani kehidupan sehari- hari terumtama setelah

menjalani hemodialisis.
DAFTAR PUSTAKA

Mahdiana. 2011. Panduan Kesehatan Jantung dan Ginjal.Yogyakarta: Citra


Medikal

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta: EGC

Suwitra. K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: EGC

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2.Yogyakarta:
Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai