Anda di halaman 1dari 8

Al-Mursalat ayat 20

‫أَلَ ْم نَ ْخلُ ْق ُك ْم ِم ْن َما ٍء َم ِهي ٍن‬


Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?

Tafsir Jalalayn Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina?) yang lemah, yaitu air mani.

Tafsir shihab Bukankah Kami ciptakan kalian dari air nutfah yang hina, lalu Kami letakkan air itu di
tempat yang kokoh sampai selesai tahap penciptaan dan pembentukannya sesuai dengan
pengetahuan Allah, kemudian Kami tentukan penciptaannya, pembentukannya dan saat
kemunculannya--dan Kamilah sebaik-baik penentu dan pencipta? Sungguh celaka pada hari ini
mereka yang telah mendustakan karunia penciptaan dan penentuan.

Surat As-Saffat Ayat 11

ٍ ‫فَا ْستَ ْفتِ ِه ْم أَهُ ْم أَ َش ُّد َخ ْلقًا أَ ْم َم ْن َخلَ ْقنَا ۚ إِنَّا َخلَ ْقنَاهُ ْم ِم ْن ِط‬
ٍ ‫ين اَل ِز‬
‫ب‬
Arti Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah mereka yang lebih kukuh
kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?" Sesungguhnya Kami telah menciptakan
mereka dari tanah liat.

Tafsir Jalalayn (Maka tanyakanlah kepada mereka) kepada orang-orang kafir Mekah, kalimat ayat ini
mengandung makna Taqrir atau Taubikh, yakni mengandung nada menetapkan atau celaan,
("Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah yang telah Kami ciptakan itu?") yakni para
malaikat, langit, bumi dan semua apa yang ada di antara keduanya. Didatangkannya lafal Man
mengandung pengertian memprioritaskan makhluk yang berakal. (Sesungguhnya Kami telah
menciptakan mereka) asal mereka, yaitu Nabi Adam (dan tanah liat) tanah yang melekat di tangan
bilamana dipegang. Maksudnya, kejadian mereka adalah dari sesuatu yang lemah, karena itu
janganlah mereka bersikap takabur dan sombong, yakni mengingkari Nabi saw. dan Alquran, yang
hal ini dengan mudah dapat mengakibatkan mereka terjerumus ke dalam jurang kebinasaan.

Tafsir Shihab

Maka tanyakanlah, hai Muhammad, orang-orang yang mengingkari kebangkitan dan menafikan
terjadinya, apakah mereka yang lebih sulit kejadiannya ataukah ciptaan Kami yang berupa langit,
bumi, planet-planet dan sebagainya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah yang
menempel satu dengan lainnya. Lalu mengapa mereka menafikan kemungkinan mereka
dibangkitkan kembali?

Surat Al-Isra' Ayat 70

ِ ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َر َز ْقنَاهُ ْم ِمنَ الطَّيِّبَا‬
‫ت‬

ٍ ِ‫َوفَض َّْلنَاهُ ْم َعلَ ٰى َكث‬


ِ ‫ير ِم َّم ْن خَ لَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ضياًل‬

Arti : Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Tafsir Jajalyn (Dan sesungguhnya telah Kami muliakan) Kami utamakan (anak-anak Adam) dengan
pengetahuan, akal, bentuk yang paling baik, setelah wafat jenazahnya dianggap suci dan lain
sebagainya (dan Kami angkut mereka di daratan) dengan menaiki kendaraan (dan di lautan) dengan
menaiki perahu-perahu (dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan) seperti hewan-hewan ternak dan hewan-hewan
liar (dengan kelebihan yang sempurna.) Lafal man di sini bermakna maa; atau makna yang
dimaksudnya menurut bab yang berlaku padanya. Maknanya menyangkut juga para malaikat;
sedangkan makna yang dimaksud adalah pengutamaan jenisnya, dan tidak mesti semua individu
manusia itu lebih utama dari malaikat karena mereka lebih utama daripada manusia yang selain para
nabi.

Tafsir Shihab

Sungguh Kami telah memuliakan anak-cucu Adam dengan bentuk tubuh yang bagus, kemampuan
barbicara dan kebebasan memilih. Mereka Kami berikan kemuliaan dan kekuatan, jika mereka
mematuhi Kami. Mereka Kami angkut di daratan, melalui hewan, dan Kami angkut pula mereka di
lautan, melalui kapal-kapal. Mereka juga Kami berikan rezeki berbagai kenikmatan. Sesungguhnya
Kami benar-benar telah melebihkan mereka dengan akal pikiran atas kebanyakan makhluk lain yang
Kami ciptakan.

KETERANGAN TAJWID SURAT AL - ISRA  AYAT 70

َ ‫ت َو َفض َّۡل َن ٰـهُمۡ َعلَ ٰى‬


۞ ‫ڪثِي ٍر ِّم َّم ۡن‬ ِ ‫َولَ َق ۡد َكرَّ ۡم َنا َب ِن ٓى َءا َد َم َو َح َم ۡل َن ٰـهُمۡ فِى ۡٱل َبرِّ َو ۡٱل َب ۡح ِر َو َر َز ۡقنَ ٰـهُم م َِّن ٱل َّط ِّي َب ٰـ‬
٧٠﴿ ً‫﴾ َخلَ ۡق َنا َت ۡفضِ يال‬
Keterangan Tajwid Alisra Ayat 70

          Merah : Qolqolah


          Biru : Mad lazim Munfasil ( ‫) َب ِن ٓى‬
          Orange : mad iwad ( ً‫) َت ۡفضِ يال‬
          Hijau : alif lam Qomariah ( ‫) ۡٱل َبرِّ َو ۡٱل َب ۡح ِر‬
          Unggu : Alif lam syamsiah ( ‫ت‬ ِ ‫) ٱل َّط ِّي َب ٰـ‬
          Kuning : Idghom bi gunah ( ‫ڪثِي ٍر ِّم َّم ۡن‬ َ )
          Pink : Izhar ( ‫) َّم ۡن َخلَ ۡق َنا‬

Surah Adz-Dzariyat Ayat 56


‫ون‬ َ ‫ت ْال ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬
ِ ‫س إِاَّل لِ َيعْ ُب ُد‬ ‫َو َما َخ َل ْق ُـ‬
 surah / surat : Adz-Dzaariyat Ayat : 56
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Surah Adz-Dzariyat
(Arab: ‫ الذاريات‬,"Angin Yang Menerbangkan") adalah surah ke-51 dalam al-Qur'an. Surah ini
tergolong surah Makkiyah yang terdiri atas 60 ayat. Dinamakan Adz-Dzariyat yang berarti
Angin Yang Menerbangkan diambil dari perkataan Adz-Dzariyat yang terdapat pada ayat
pertama surah ini.
Kandungan QS. Adz Dzariyat ayat 56
Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin
dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk,
serta menyembah hanya kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai khalifah di
muka bumi (fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu
menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah karena
sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah
sebagai terjemahan dari lafal ‘abida-ya’budu-‘ibadatun (taat, tunduk, patuh). Beribadah
berarti menyadari dan mengaku bahwa manusia merupakan hamba Allah yang harus tunduk
mengikuti kehendaknya, baik secara sukarela maupun terpaksa.

         Ibadah muhdah (murni), yaitu ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan
syarat-syarat pelaksanaannya oleh nas, baik Al Qur’an maupun hadits yang tidak boleh
diubah, ditambah atau dikurangi. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.

         Ibadah ‘ammah (umum), yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan
dalam bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks mencari
keridhaan Allah SWT

         Keimanan Bagaimana keadaan orang-orang yang beriman di dalam syurga sebagai
balasan ketaatan bagi orang yang bertakwa,Manusia dan jin dijadikan Allah untuk beribadah
kepada-Nya, Allah sebagai pemberi rezki,Neraka sebagai balasan bagi orang- orang kafir.
Larangan mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, Perintah berpaling dari orang-orang
musyrik yang berkepala batu dan memberikan peringatan dan pengajaran kepada orang-
orang mukmin, Pada harta kekayaan seseorang terdapat hak orang miskin

Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa
yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan,
terjauhkan dari kegelisahan dan kesengsaraan bathin. Sedangkan diakhirat kelak, kita akan
memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT
yang istimewa. Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada
Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah
memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang
dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran
Islam.

Surat Al-Ahzab Ayat 72

‫ال فَأَبَي َْن أَ ْن يَحْ ِم ْلنَهَا‬


ِ َ‫ض َو ْال ِجب‬ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ َ ‫إِنَّا َع َرضْ نَا اأْل َ َمانَةَ َعلَى ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
‫ظلُو ًما َجهُواًل‬ َ ‫ان‬ ُ ‫َوأَ ْشفَ ْق َن ِم ْنهَا َو َح َملَهَا اإْل ِ ْن َس‬
َ ‫ان ۖ إِنَّهُ َك‬
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
Tafsir Jalalyn (Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat) yaitu ibadah salat dan
ibadah-ibadah lainnya, apabila dikerjakan, pelakunya akan mendapat pahala, dan apabila
ditinggalkan, pelakunya akan disiksa (pada langit, bumi dan gunung-gunung) seumpamanya Allah
menciptakan pada masing-masing pemahaman dan dapat berbicara (maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir) yakni merasa takut (akan mengkhianatinya lalu dipikullah
amanat itu oleh manusia) oleh Nabi Adam, sesudah terlebih dahulu ditawarkan kepadanya.
(Sesungguhnya manusia itu amat zalim) terhadap dirinya sendiri, disebabkan apa yang telah
dipikulnya itu (lagi amat bodoh) tidak mengerti tentang apa yang dipikulnya itu.

Tafsir shihab

Kami telah menawarkan kepada bumi, langit dan gunung untuk mengemban tugas-tugas
keagamaan. Tapi mereka tidak bersedia melaksanakan misi itu karena takut. Tetapi manusia
menyanggupinya. Sungguh manusia itu sangat zalim pada diri sendiri dan tidak mengetahui
kemampuan dirinya.

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh, sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah
menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS al-Ahzab [33]: 72-73).

Syariah yang dibebankan kepada manusia merupakan amanah. Sebagaimana layaknya


amanah, syariah tersebut wajib dipikul dan ditunaikan. Tidak boleh disia-siakan dan
ditelantarkan, apalagi ditolak dan diingkari. Memang, amanah tersebut tidak ringan hingga
langit, bumi, dan gunung pun tidak sanggup untuk memikulnya. Namun bagi orang yang mau
menunaikannya, Allah SWT akan memberikan ampunan terhadapnya. Juga, pahala yang
besar, surga, dan ridha-Nya. Sebaliknya, siapa pun yang sengaja menelantarkannya, terlebih
mengingkari dan menolaknya, akan ditampakan azab atasnya. Ayat ini adalah di antara yang
menjelaskan perkara tersebut.

Hanya Manusia

Allah SWT berfirman: Innâ ‘aradhnâ al-amânah ‘alâ al-samâwât wa al-ardh wa al-


jibâl  (sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-
gunung). Kata al-amânah merupakan bentuk mashdar seperti halnya kata al-amn dan al-
amân (keamanaan, ketenteraman). Dalam konteks ayat ini, kata amanah bermakna ketaatan
dan berbagai kewajiban yang diwajibkan atas hamba-Nya. Demikian al-Baghawi dalam
tafsirnya. Al-Jazairi menafsirkannya sebagai semua taklif  syar’i dan segala sesuatu yang
dipercayakan kepada manusia, baik berupa harta, perkataan, kehormatan, maupun perbuatan.
Imam al-Qurthubi menegaskan bahwa amanah tersebut meliputi semua tugas agama.
Menurutnya, ini merupakan pendapat jumhur. Tak jauh berbeda, Ibnu Jarir al-Thabari juga
mengatakan pengertian amanah dalam ayat ini mencakup semua makna amanah dalam agama
dan amanah manusia. Pasalnya, Allah SWT tidak mengkhususkan dalam firman-
Nya: ‘aradhnâ al-amânah  hanya menunjuk sebagian makna amanah.

Penggunaan kata amanah, menurut Sihabuddin al-Alusi, merupakan peringatan bahwa semua
taklif tersebut merupakan hak-hak yang harus dipelihara; dititipkan dan dipercayakan Allah
kepada para mukallaf; dan diwajibkan atas mereka untuk ditunaikan dengan penuh ketaatan
dan ketundukan; diperintahkan untuk dipelihara, dijaga, dan ditunaikan tanpa melanggarnya
sedikit pun.

Diberitakan dalam ayat ini, bahwa Allah SWT telah menawarkan amanah tersebut kepada
tiga makhluk-Nya yakni langit, bumi, dan gunung.  Akan tetapi, semua makhluk yang besar
dan kuat fisiknya tersebut menolaknya. Allah SWT berfirman: Fa abayna an yahmilnahâ wa
asyfaqna minhâ (maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya).

Kata abâ berarti enggan untuk menerima tawaran tersebut. Hanya saja, sikap itu bukan
didasarkan oleh sikap takabbur sebagaimana Iblis ketika menolak bersujud kepada Adam.
Sebaliknya, sikap tersebut justru disebabkan oleh sikap merasa dirinya rendah dan lemah.
Kesimpulan ini dikukuhkan dengan frasa sesudahnya:wa asyfaqna minhâ. Artinya,
sebagaimana dijelaskan al-Baghawi dalam tafsirnya, mereka merasa takut tidak bisa
menjalankan amanah tersebut sehingga mendapatkan hukuman karenanya. Ditegaskan juga
oleh Abdurrahman al-Sa’di, penolakan semua benda tersebut disebabkan oleh ketakutan
mereka tidak bisa memikul amanah. Bukan karena kemaksiatan terhadap Tuhan mereka dan
tidak menginginkan pahala-Nya.

Menurut Fakhruddin al-Razi, sekalipun ketiga benda tersebut kuat, akan tetapi amanah Allah
SWT melebihi kekuatan mereka. Abu Hayyan al-Andalusi juga mengatakan, tawaran amanah
kepada sejumlah benda tersebut memberikan makna ta’zhîm[an] (pengagungan) terhadap
perkara taklif.

Sikap ketiga benda tersebut bertolak belakang dengan sikap manusia. Allah SWT
berfirman: Wa hamalahâ al-insân, (dan dipikullah amanah itu oleh manusia). Kata al-
insân  menunjuk Adam as dan keturunannya. Demikian penjelasan al-Jazairi. Secara fisik,
manusia jelas jauh lebih kecil dan lebih lemah dari semua makhluk tersebut. Allah SWT
berfirman: Dan manusia dijadikan bersifat lemah(TQS al-Nisa’ [4]: 28). Akan tetapi,
manusia bersedia menerima tawaran tersebut.

Kemudian disebutkan: Innahu kâna zhalûm[an] jahûl[an] (sesungguhnya manusia itu amat


zalim dan amat bodoh). Kata dzalûm[an] berarti katsîr al-zhulm li nafsihi (banyak menzalimi
dirinya sendiri). Sedangkan jahûl[an]  artinya bodoh terhadap akibat.
Balasan bagi Kaum Munafik. Musyrik, dan Mukmin

Setelah diberitakan tentang sikap manusia yang mau menerima tawaran amanah, kemudian
diberitakan mengenai tentang konsekuensi atas sikap tersebut. Allah SWT
berfirman: liyu’adzibbal-Lâh al-munâfiqîn wa al-munãfiqât wa al-musyrikîn wa al-
musyrikât (sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan
orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan). Orang munafik adalah orang yang
menampakkan keimanan karena takut kepada kaum Mukmin dan menyembunyikan
kekufurannya untuk mengikuti kaum kafir. Sedangkan orang musyrik adalah orang yang lahir
dan batinnya menyekutukan Allah dan menyelesihi rasul-Nya. Demikian penjelasan Ibnu
Katsir dalam tafsirnya.

Terhadap semua orang kafir tersebut, baik berusaha menyembunyikan kekufurannya maupun
yang menunjukkannya secara terang-terangan, Allah SWT  menimpakan azab. Dikatakan
Muqatil, mereka diazab karena telah mengkhianati amanah dan melanggar perjanjian.

Selanjutnya Allah SWT berfirman: wa yatûbal-Lâh ‘alâ al-mu`minîn wa al-mu`minât (dan


sehingga Allah menerima tobat orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan). Jika orang
munafik dan musyrik adalah orang-orang yang mengkhianati amanah, maka orang Mukmin
bersikap sebaliknya. Mereka adalah orang-orang yang berupaya menjaga, memelihara, dan
menunaikan amanah tersebut. Terhadap mereka Allah SWT berjanji untuk memberikan
ampunan. Artinya, sebagaimana dijelaskan al-Syaukani, mereka kembali kepada Tuhannya
dengan mendapatkan ampunan dan rahmat apabila melalaikan terhadap sebagian ketaatan.
Oleh karena itu, disebutkan dengan lafadz al-tawbah. Ini menunjukkan bahwa orang
Mukmin yang bermaksiat kemudian bertobat akan terlepas dari azab.

Kemudian diakhiri dengan firman-Nya: Wa kânal-Lâh Ghafûr[an] Rahîm[an](dan adalah


Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Dalam ayat sebelumnya disebutkan dua sifat
manusia, yakni: al-zhalûm  dan al-jahûl.Kemudian dalam ayat ini disebutkan dua sifat Allah
SWT, yakni: Ghafûr  danRahîm. Artinya, Ghafûr li al-zhalûm (Maha Mengampuni orang
zalim) dan Rahîm ‘alâ al-jahûl (Maha Penyayang terhadap orang bodoh). Hal itu disebabkan
karena telah Allah SWT berjanji kepada hamba-Nya untuk mengampuni semua kezaliman
kecuali kezaliman yang besar, yakni syirik sebagaimana disebutkan dalam firman-
Nya: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar (TQS Luqman [31]: 13). Mengenai janji ampunan disebutkan dalam firman-
Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya (TQS al-Nisa’ [4]: 48).

Sedangkan al-rahmah (kasih sayang) terhadap orang bodoh karena sesungguhnya kebodohan


merupakan tempat yang layak bagi rahmat. Oleh karena itu, orang yang berbuat salah
meminta maaf dengan perkataan, “Saya tidak tahu.”
Demikianlah. Syariah yang dibebankan kepada kita harus dijalankan secara totalitas. Tidak
boleh ada yang ditelantarkan dan disia-siakan. Ancaman azab bagi orang orang-orang
munafik dan musyrik -orang-orang yang menolak dan mengingkari syariah– harus membuat
kita takut untuk melakukan tindakan serupa.  Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:

1.      Syariah yang dibebankan adalah amanah yang harus ditunaikan.

2.      Langit, bumi, dan gunung tidak mau menerima tawaran amanah tersebut, namun
manusia sebagai makhluk yang lebih lemah justru mau menerimanya.

3.      Allah SWT mengazab orang-orang munafik dan musyrik; dan mengampuni orang-
orang Mukmin.

Surat Al-Insan Ayat 3

‫إِنَّا هَ َد ْينَاهُ ال َّسبِي َل إِ َّما َشا ِكرًا َوإِ َّما َكفُورًا‬


Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir.

Tafsir Jalalayn (Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan petunjuk) maksudnya, Kami telah
menjelaskan kepadanya jalan hidayah dengan mengutus rasul-rasul kepada manusia (ada yang
bersyukur) yaitu menjadi orang mukmin (dan ada pula yang kafir) kedua lafal ini, yakni Syaakiran dan
Kafuuran merupakan Haal dari Maf'ul; yakni Kami telah menjelaskan jalan hidayah kepadanya, baik
sewaktu ia dalam keadaan bersyukur atau pun sewaktu ia kafir sesuai dengan kepastian Kami. Lafal
Immaa di sini menunjukkan rincian tentang keadaan.

Tafsir Shahib Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada manusia petunjuk kebenaran, ada yang
beriman dan ada pula yang ingkar.

Sentuhan ketiga adalah tentang pemberian petunjuk-Nya ke jalan yang lurus,


pertolongan-Nya kepada manusia untuk mengikuti petunjuk itu, dan dibebaskannya manusia
setelah itu untuk memilih tempat kembalinya nanti,
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula
yang kaftr. "(Al Insaan: 3)
Setelah diberikan tiga macam sentuhan yang mengesankan, yang memberi pengaruh yang
dalam di dalam hati dan pikiran, supaya manusia menengok ke belakang, kemudian melihat ke
depan, lantas mencurahkan perhatian untuk memilih jalan hidup. Sesudah diberikan ketiga
sentuhan ini, surat ini menyeru manusia yang berada di persimpangan jalan agar berhati-
hati, jangan sampai menempuh jalan menuju ke neraka, dan diajaknya mereka untuk menempuh
jalan ke surga dengan menggunakan bermacam-macam bentuk targhib (persuasi, rayuan) dan
dengan dibisikkannya bermacam-macam kesenangan, kenikmatan, dan kemuliaan,

Surah Al qoriah 6-9


6 ُ‫ازينُه‬ ْ َ‫ فَأ َ َّما َم ْن ثَقُل‬Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya,
ِ ‫ت َم َو‬
Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan ganjaran bagi orang-orang yang banyak melakukan
amal kebaikan, yaitu bila amal orang-orang yang saleh itu ditimbang dan timbangannya berat
karena banyaknya mengerjakan amal-amal saleh. Ganjaran bagi orang-orang ini adalah
kesenangan yang abadi di surga. Mereka hidup di dalamnya penuh dengan kebahagiaan,
kenikmatan dan kepuasan.
ِ ‫ فَه َُو فِي ِعي َش ٍة َر‬maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
7 ‫اضيَ ٍة‬
Orang yang perbuatan, niat, kesadaran dan keingatannya terhadap Tuhan (zikir) dalam
kehidupan ini berat dalam arti substansial—maksudnya konstan, teratur dan tetap—adalah
orang yang akan berada dalam kesenangan yang sempurna.
8 ُ‫ازينُه‬ ْ َّ‫ َوأَ َّما َم ْن خَ ف‬Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya,
ِ ‫ت َم َو‬
Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan ganjaran bagi orang-orang yang banyak melakukan
amal kebaikan, yaitu bila amal orang-orang yang saleh itu ditimbang dan timbangannya berat
karena banyaknya mengerjakan amal-amal saleh. Ganjaran bagi orang-orang ini adalah
kesenangan yang abadi di surga. Mereka hidup di dalamnya penuh dengan kebahagiaan,
kenikmatan dan kepuasan.
ِ ‫ فَأ ُ ُّمهُ ه‬maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
9 ٌ‫َاويَة‬
Orang yang timbangannya ringan, orang yang perbuatannya dalam kehidupan ini tidak
berarti, maka kerugiannya di kehidupan nanti akan sebanyak di kehidupan sekarang. Umm
berarti 'sumber, asal, fondasi, esensi atau ibu', dari kata kerja amma, yang berarti 'berusaha,
berkeinginan untuk memimpin'. Bagi orang yang perbuatan salahnya lebih berat daripada
perbuatan baiknya, maka tempat tujuannya adalah lubang yang tak berujung, hawiyah, dari
kata hawa, yang berarti 'jatuh, ambruk'. Ini menggambarkan kejatuhan terakhir yang tidak
akan ada ujungnya di wilayah yang tak berbatas waktu.

Anda mungkin juga menyukai