Tafsir Jalalayn Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina?) yang lemah, yaitu air mani.
Tafsir shihab Bukankah Kami ciptakan kalian dari air nutfah yang hina, lalu Kami letakkan air itu di
tempat yang kokoh sampai selesai tahap penciptaan dan pembentukannya sesuai dengan
pengetahuan Allah, kemudian Kami tentukan penciptaannya, pembentukannya dan saat
kemunculannya--dan Kamilah sebaik-baik penentu dan pencipta? Sungguh celaka pada hari ini
mereka yang telah mendustakan karunia penciptaan dan penentuan.
ٍ فَا ْستَ ْفتِ ِه ْم أَهُ ْم أَ َش ُّد َخ ْلقًا أَ ْم َم ْن َخلَ ْقنَا ۚ إِنَّا َخلَ ْقنَاهُ ْم ِم ْن ِط
ٍ ين اَل ِز
ب
Arti Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah mereka yang lebih kukuh
kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?" Sesungguhnya Kami telah menciptakan
mereka dari tanah liat.
Tafsir Jalalayn (Maka tanyakanlah kepada mereka) kepada orang-orang kafir Mekah, kalimat ayat ini
mengandung makna Taqrir atau Taubikh, yakni mengandung nada menetapkan atau celaan,
("Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah yang telah Kami ciptakan itu?") yakni para
malaikat, langit, bumi dan semua apa yang ada di antara keduanya. Didatangkannya lafal Man
mengandung pengertian memprioritaskan makhluk yang berakal. (Sesungguhnya Kami telah
menciptakan mereka) asal mereka, yaitu Nabi Adam (dan tanah liat) tanah yang melekat di tangan
bilamana dipegang. Maksudnya, kejadian mereka adalah dari sesuatu yang lemah, karena itu
janganlah mereka bersikap takabur dan sombong, yakni mengingkari Nabi saw. dan Alquran, yang
hal ini dengan mudah dapat mengakibatkan mereka terjerumus ke dalam jurang kebinasaan.
Tafsir Shihab
Maka tanyakanlah, hai Muhammad, orang-orang yang mengingkari kebangkitan dan menafikan
terjadinya, apakah mereka yang lebih sulit kejadiannya ataukah ciptaan Kami yang berupa langit,
bumi, planet-planet dan sebagainya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah yang
menempel satu dengan lainnya. Lalu mengapa mereka menafikan kemungkinan mereka
dibangkitkan kembali?
ِ َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َر َز ْقنَاهُ ْم ِمنَ الطَّيِّبَا
ت
Arti : Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Tafsir Jajalyn (Dan sesungguhnya telah Kami muliakan) Kami utamakan (anak-anak Adam) dengan
pengetahuan, akal, bentuk yang paling baik, setelah wafat jenazahnya dianggap suci dan lain
sebagainya (dan Kami angkut mereka di daratan) dengan menaiki kendaraan (dan di lautan) dengan
menaiki perahu-perahu (dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan) seperti hewan-hewan ternak dan hewan-hewan
liar (dengan kelebihan yang sempurna.) Lafal man di sini bermakna maa; atau makna yang
dimaksudnya menurut bab yang berlaku padanya. Maknanya menyangkut juga para malaikat;
sedangkan makna yang dimaksud adalah pengutamaan jenisnya, dan tidak mesti semua individu
manusia itu lebih utama dari malaikat karena mereka lebih utama daripada manusia yang selain para
nabi.
Tafsir Shihab
Sungguh Kami telah memuliakan anak-cucu Adam dengan bentuk tubuh yang bagus, kemampuan
barbicara dan kebebasan memilih. Mereka Kami berikan kemuliaan dan kekuatan, jika mereka
mematuhi Kami. Mereka Kami angkut di daratan, melalui hewan, dan Kami angkut pula mereka di
lautan, melalui kapal-kapal. Mereka juga Kami berikan rezeki berbagai kenikmatan. Sesungguhnya
Kami benar-benar telah melebihkan mereka dengan akal pikiran atas kebanyakan makhluk lain yang
Kami ciptakan.
Ibadah muhdah (murni), yaitu ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan
syarat-syarat pelaksanaannya oleh nas, baik Al Qur’an maupun hadits yang tidak boleh
diubah, ditambah atau dikurangi. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.
Ibadah ‘ammah (umum), yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan
dalam bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks mencari
keridhaan Allah SWT
Keimanan Bagaimana keadaan orang-orang yang beriman di dalam syurga sebagai
balasan ketaatan bagi orang yang bertakwa,Manusia dan jin dijadikan Allah untuk beribadah
kepada-Nya, Allah sebagai pemberi rezki,Neraka sebagai balasan bagi orang- orang kafir.
Larangan mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, Perintah berpaling dari orang-orang
musyrik yang berkepala batu dan memberikan peringatan dan pengajaran kepada orang-
orang mukmin, Pada harta kekayaan seseorang terdapat hak orang miskin
Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa
yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan,
terjauhkan dari kegelisahan dan kesengsaraan bathin. Sedangkan diakhirat kelak, kita akan
memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT
yang istimewa. Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada
Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah
memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang
dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran
Islam.
Tafsir shihab
Kami telah menawarkan kepada bumi, langit dan gunung untuk mengemban tugas-tugas
keagamaan. Tapi mereka tidak bersedia melaksanakan misi itu karena takut. Tetapi manusia
menyanggupinya. Sungguh manusia itu sangat zalim pada diri sendiri dan tidak mengetahui
kemampuan dirinya.
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh, sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah
menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS al-Ahzab [33]: 72-73).
Hanya Manusia
Penggunaan kata amanah, menurut Sihabuddin al-Alusi, merupakan peringatan bahwa semua
taklif tersebut merupakan hak-hak yang harus dipelihara; dititipkan dan dipercayakan Allah
kepada para mukallaf; dan diwajibkan atas mereka untuk ditunaikan dengan penuh ketaatan
dan ketundukan; diperintahkan untuk dipelihara, dijaga, dan ditunaikan tanpa melanggarnya
sedikit pun.
Diberitakan dalam ayat ini, bahwa Allah SWT telah menawarkan amanah tersebut kepada
tiga makhluk-Nya yakni langit, bumi, dan gunung. Akan tetapi, semua makhluk yang besar
dan kuat fisiknya tersebut menolaknya. Allah SWT berfirman: Fa abayna an yahmilnahâ wa
asyfaqna minhâ (maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya).
Kata abâ berarti enggan untuk menerima tawaran tersebut. Hanya saja, sikap itu bukan
didasarkan oleh sikap takabbur sebagaimana Iblis ketika menolak bersujud kepada Adam.
Sebaliknya, sikap tersebut justru disebabkan oleh sikap merasa dirinya rendah dan lemah.
Kesimpulan ini dikukuhkan dengan frasa sesudahnya:wa asyfaqna minhâ. Artinya,
sebagaimana dijelaskan al-Baghawi dalam tafsirnya, mereka merasa takut tidak bisa
menjalankan amanah tersebut sehingga mendapatkan hukuman karenanya. Ditegaskan juga
oleh Abdurrahman al-Sa’di, penolakan semua benda tersebut disebabkan oleh ketakutan
mereka tidak bisa memikul amanah. Bukan karena kemaksiatan terhadap Tuhan mereka dan
tidak menginginkan pahala-Nya.
Menurut Fakhruddin al-Razi, sekalipun ketiga benda tersebut kuat, akan tetapi amanah Allah
SWT melebihi kekuatan mereka. Abu Hayyan al-Andalusi juga mengatakan, tawaran amanah
kepada sejumlah benda tersebut memberikan makna ta’zhîm[an] (pengagungan) terhadap
perkara taklif.
Sikap ketiga benda tersebut bertolak belakang dengan sikap manusia. Allah SWT
berfirman: Wa hamalahâ al-insân, (dan dipikullah amanah itu oleh manusia). Kata al-
insân menunjuk Adam as dan keturunannya. Demikian penjelasan al-Jazairi. Secara fisik,
manusia jelas jauh lebih kecil dan lebih lemah dari semua makhluk tersebut. Allah SWT
berfirman: Dan manusia dijadikan bersifat lemah(TQS al-Nisa’ [4]: 28). Akan tetapi,
manusia bersedia menerima tawaran tersebut.
Setelah diberitakan tentang sikap manusia yang mau menerima tawaran amanah, kemudian
diberitakan mengenai tentang konsekuensi atas sikap tersebut. Allah SWT
berfirman: liyu’adzibbal-Lâh al-munâfiqîn wa al-munãfiqât wa al-musyrikîn wa al-
musyrikât (sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan
orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan). Orang munafik adalah orang yang
menampakkan keimanan karena takut kepada kaum Mukmin dan menyembunyikan
kekufurannya untuk mengikuti kaum kafir. Sedangkan orang musyrik adalah orang yang lahir
dan batinnya menyekutukan Allah dan menyelesihi rasul-Nya. Demikian penjelasan Ibnu
Katsir dalam tafsirnya.
Terhadap semua orang kafir tersebut, baik berusaha menyembunyikan kekufurannya maupun
yang menunjukkannya secara terang-terangan, Allah SWT menimpakan azab. Dikatakan
Muqatil, mereka diazab karena telah mengkhianati amanah dan melanggar perjanjian.
Ikhtisar:
2. Langit, bumi, dan gunung tidak mau menerima tawaran amanah tersebut, namun
manusia sebagai makhluk yang lebih lemah justru mau menerimanya.
3. Allah SWT mengazab orang-orang munafik dan musyrik; dan mengampuni orang-
orang Mukmin.
Tafsir Jalalayn (Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan petunjuk) maksudnya, Kami telah
menjelaskan kepadanya jalan hidayah dengan mengutus rasul-rasul kepada manusia (ada yang
bersyukur) yaitu menjadi orang mukmin (dan ada pula yang kafir) kedua lafal ini, yakni Syaakiran dan
Kafuuran merupakan Haal dari Maf'ul; yakni Kami telah menjelaskan jalan hidayah kepadanya, baik
sewaktu ia dalam keadaan bersyukur atau pun sewaktu ia kafir sesuai dengan kepastian Kami. Lafal
Immaa di sini menunjukkan rincian tentang keadaan.
Tafsir Shahib Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada manusia petunjuk kebenaran, ada yang
beriman dan ada pula yang ingkar.