A. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental
haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya
merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar
menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari
tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta
menyebabkan perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau
parsial.
Solutio Placenta yaitu terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang
normal pada uterus, dengan umur kehamilan diatas 22 minggu dan berat janin
lebih dari 500 gram. (Prawirohardjo, 2009).
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable,dimana
plaesnta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korfus)
terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Achadiat,2004). Sinonim dari
solusio plasenta adalah Abrupsion plasenta.
B. Klasifikasi
1. Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya
plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga
bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat
perdarahan hitam per vagina.
2. Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua
pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang
dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin berat
sampai IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda
persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.
3. Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga
bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti
papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan
dalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim,
uterus Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta perdarahan
pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah fibribnogen kurang dari
100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai Nampak.
Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
1) Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2) Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3) Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
C. Etiologi
Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para
ahli mengemukakan teori:
1. Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang
menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan
bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah
kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi
sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma
yang lambat laun melepas plasenta dari rahim. Darah yang tekumpul
dibelakang plasenta disebut hematoma retroplasenter. Factor-faktor yang
mempengaruhinya antara lain :
a. Factor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glumerulonefritis
kronika, dan hipertensi esensial. Karena desakan darah tinggi, maka
pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi hematoma retroplasenter
dan plasenta sebagian terlepas.
b. Factor trauma
a) Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau pertolongan persalinan.
c. Factor paritas
Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solutio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi.
d. Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena kava
inferior.
e. Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang dan lain-lain. (Mochtar,
2005).
D. PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua
basalis. Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada
miometrium. Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan
plasenta tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi.
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun
beberapa saat kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan
terjadinya hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas.
Daerah plasenta yang terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi
plasenta.
Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus
tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah
dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah
perdarahan yang keluar ( revealed hemorrhage )
Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage )
1. Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh
2. Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih
menempel dengan baik pada dinding uterus
3. Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban
4. Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar
5. Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan
uterus couvellair
Terdapat banyak fakor resiko terjadinya solusio plasenta, sedangkan untuk
faktor utamanya belum dketahui apa penyebabnya. Beberapa faktor resiko
yang terdapat padasolusio plasenta dan juga terdapat ada pasien ini adalah
adanya hipertensi, riwayat solusioplasenta dan juga riwayat solusio plasenta.
Selain dari faktor yang telah disebutkan, faktorkoagulan dan juga riwayat
kebiasaan seperti merokok dan konsumsi alkohol juga dapatmenyebabkan
solusio plasenta.
Dari semua faktor resiko yang telah disebutkan, apabilaterjadi pada
wanita hamil maka hal tersebut akan menyebabkan implantasi dari
plasentakurang kuat. Dikarenakan implantasi tersebut kurang kuat, maka dapat
terjadi perdarahandalam desidua basalis. Perdarahan dalam janin tidak
menimbulkan perdarahan dikarenakanterdapa tekanan dari plasenta. Apabila
plasenta tersebut kurang kuat implantasinya, makaplasenta tersebut tidak dapat
kuat menekan perdarahan yang umumnya memang terjadi.Perdarahan di dalam
desidua basalis tersebut kemudian menjadi hematom dalam desiduayang
mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematom ini semakin lama semakin
membesarsehingga plasenta akhirnya terdesak dan terlepas. Jika perdarahan
sedikit maka hematomyang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
belum mengganggu peredaran darahantara uterus dan plasenta, sehingga tanda
dan gejala pun tidak jelas. Perdarahan akan terjaditerus menerus karena otot
uterus yang teregang oleh kehamilan tidak mampu untuk berkontraksi lebih
untuk menghentikan perdarahan karena masih terdapat hasil konsepsididalam.
Darah dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus
makaterjadilah perdarahan ang keluar (revealed hemorrhage) atau terjadi efusi
darah dibelakangplasenta dengan tepi yang masih utuh (concealed
hemorrhage). Apabila hematomretroplasenta (dibelakang plasenta) terus
membesar dikarenakan tidak ada yang dapatmengehentikan perdarahan maka
hematom retroplasenta tersebut dapat menyebabkanplasenta terlepas sebagian
ataupun seluruhnya. Sebagian dari perdarahan ada yang keluarmelalui vagina
yang menimbulkan perdarahan pervaginam atau juga ada yang
menembusselaput amnion dan menembus kantong amnion atau juga
mengadakan ekstravasasi dintaraserabut-serabut uterus. Ekstravasasi
tersebut menyebabkan uterus menjadi tegang dan nyeri.Akibat adanya
kerusakan jaringan miometrium dan hematom retroplasenta,
banyak tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga
terjadi pembekuanintravaskular dimana-mana, hal tersebut menyebabkan
persediaan fibrinogen dari ibu menjadihabis. Akibatnya terjadi
hipofibrinogenimia yang menyebabkan gangguan pembekuan darahPada uterus
maupun alat tubuh lainnya.
Akibat terjadinya perdarahan tersebut, maka akan menimbulkan beberapa
gejala klinis seperti anemia, walaupun dari anamnesis didapatkakeluhan
perdarahan yang keluar hanya sedikit, tetapi kita tidak menutup kemungkinan
bahwaterjadi perdarahan yang sangat banyak yang tersembunyi didalam uterus.
Karena perdarahanyang sangat banyak dapat menyebabkan uterus menjadi tegang dan
juga nyeri. Dariperdarahan juga dapat menyebabkan adanya keluhan pusing
karena kurangnya perfusiOksigen ke otak. selain perfusi ke otak dan organ
yang lainnya menurun, terjadi jugapenurunan perfusi darah ke perifer, maka
dari itu dari gejala klinis adanya tampak pucat.Apabila perdarahan semakin
banyak dan mendesak uterus, maka bisa didapatkan tinggifundus uteri yang
lebih besar dari normal. Pembesaran dari uterus tersebut dapat mendesak organ
di kavum abdomen, salah satunya gaster. Apabila ada penekanan pada gaster makadapat
menimbulkan gejala klinis mual mutah. Selain penekanan pada gaster, juga
terdapatpenekanan pada vena di bagian ektremitas.
Pada umunya, memasuki kehamilan diatas 30mingu dapat menyebabkan adanya
edema pada tungkai dikarenakan adanya kongesti vena ditungkai oleh
pembesaran uterus yang berisikan janin. Tetapi pada kasus ini,
kemungkinanpatologis terjadinya edema adalah dikarenakan terganggunya juga
perfusi di ginjal akibatperdarahan yang banyak dan juga pembekuan intravaskular. Hal
tersebut dapat menyebabkannekrosis pada tubuli ginjal yang mendadak dan
menyebabkan adanya proteinuria. Proteinuriadapat menyebabkan adanya
hipoalbuminemia yang menyebabkan penurunan tekananonkotik. Penurunan tekanan
onkotik dapat menyebabkan perpindahan cairan dariintravaskular ke
interstisium dan hal tersebut dapat menyebabkan edema. Maka dari itu
kitatidak dapat menutup kemungkinan sudah terjadinya proteinuria pada pasien
ini dan harusdipantau dengan pemeriksaan laboratorium. Dari gejala-gejala
yang dialami pasien, adakemungkinan juga pasien mengarah kepada
preeklamsia, jadi hal tersebut harus diwaspadai.
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Prawirohardjo, 2009)
1. Solusio plasenta ringan
Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom
yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal
plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih
sedikit, sehingga belum keluar melalui vagina.tandatanda vital dan keadaan
umum ibu maupun janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak
dijumpai kelainan kecuali pada palpasi terasa nyeri local pada tempat
terbentuk hematom dan perut sedikit tegang namun bagian-bagian janin
masih dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah masih dalam batas normal
berkisar 350mg%.
2. Solusio plasenta sedang
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut
yang terus-menerus, DJJ biasanya sudah menunjukkan gawat janin, kulit
dingin dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen darah berkurang
sekitar 150-250mg/100ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan
gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada. Rasa nyeri datangnya akut
kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul seperti pada his yang normal.
Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman, penderita pucat
karena mulai ada syok sehingga keringat dingin. Keadaan janin biasanya
sudah gawat.
3. Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defance
musculaire) disertai perdarahan yang sangat hitam. Palpasi di daerah rahim
tidak mungkin dilakukan lagi. Fundus uteri lebih tinggi daripada seharusnya
oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam rahim pada kategori
concealed haemorrage. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit
diatasnya kencang dan berkilat. Pada auskultasi DJJ tidak terdengar lagi
akibat gangguan anatomic dan fungsi dari plasenta. Keadaan umum menjadi
buruk dan terjadi syok. Hipofibrinogenemia dan oliguria boleh jadi telah ada
sebagai akibat komplikasi pembekuan darah intravaskuler yang luas, dan
gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari
150mg% dan telah ada trombositopenia.
F. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir
tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.
Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan
pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering
tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena
itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat
mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio
plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis
dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan
penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan
petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan
meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan
mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan
koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang
ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah
merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita
solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia
karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang
mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang
baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan
intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat
diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi
penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi,
atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi
kelainan pembekuan darah.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan
oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah
terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah
450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan
darah. Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase,
yaitu:
a) Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi
pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting.
Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi
pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat
tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga
bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang
menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan
mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-
alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria.
b) Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini
dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah
berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi
perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan
darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di
klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang
terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu
terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita
saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot
rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum
latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan
warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus
couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung
pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
G. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta
bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak
menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-
langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga
fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus
di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis
2. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio
caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami
hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta
sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih
dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya
sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian
darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi
persalinan pervaginam.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Darah : hemoglobin (Hb) anemi, pemeriksaan golongan darah,kalau bisa cross
match tets.
b) Urine : protein (+) dan reduksi (-),albumin (+) pada pemeriksaan sedimen
terdapat silinder dan lekosit
2. USG
Kemungkinan keadaan janin hidup, intra uteri, tunggal, lokasi plasenta dan
derajat kematangan plasenta.
3. Pemeriksaan Cardiotografi ( CTG )
Kemungkinan denyut jantung janin yang abnormal
I. Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta
sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta
berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh
perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.
Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar
antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin
tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio
plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml
biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan
seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin
DAFTAR PUSTAKA