Anda di halaman 1dari 128

KESULITAN DOWNLOAD ??

Kunjungi: https://warungbidan.blogspot.com/2020/11/hubungan-pengetahuan-ibu-bekerja.html

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara Penyimpanan ASI dengan

Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas XXX Tahun 2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang pencipta

kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi sangatlah susah, jika

mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang akan diberikan kepada sang

bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat bayi sangatlah mudah. Dengan hanya

memberikan ASI kepada bayi, tidak perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan

tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian

ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan ataupun minuman

lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan kehidupannya.

Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air susu Ibu (ASI) kepada bayi.

Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan

pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi,

pertumbuhan, dan perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

1
2

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta mempercepat

pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Prasetyono, 2009).

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF dan WHO

merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit

6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For Sustainable

Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi angka kematian neonatal

paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan kematian pada anak di bawah usia 5

tahun paling sedikit 25 per 1.000 kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah

satunya dengan pemberian ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations).

Namun, hanya 44 persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu

satu jam pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah sebanyak

25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur sebanyak 30%, Asia

Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang sebanyak 46%. Secara keseluruhan,

kurang dari 40 persen anak di bawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO,

2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan pemberian ASI

eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%. Ini merupakan target ke

lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam bulan adalah

sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana Strategis Kementerian

Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang

mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).


3

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan paling

rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar 12,7% dan paling

tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara kondisi Jawa Barat didapatkan

pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil

Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu Ibu (ASI)

eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO). Pemberian ASI

eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6 bulan, dan bahkan bisa

diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI masih banyak atau ketika anak sudah

tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah

telah menetapkan peraturan yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang

menegaskan bahwa berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program

pemberian ASI eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda

paling banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji, 2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah satu faktor

yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang bekerja di luar rumah,

sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Faktor

ini terkait kurangnya pengetahuan ibu. Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan

memberikannya kepada bayi saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti menyusui.

Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang bekerja.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusui bayi sebelum ibu bekerja
4

dan menyimpan ASI di lemari pendingin kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu

bekerja (Kristiyansari, 2009). Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat

mengenai pentingnya ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif

tidak berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang pemberian ASI

eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu

mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu

yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya

pun akan semakin luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah

pemenuhan gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang banyak ibu yang

bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui karena alasan pekerjaan dan

merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif disebabkan memiliki keterbatasan waktu

dan kesibukan (Nugroho, 2011).

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari tahun 2018

Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23 orang (43,40%) memiliki

pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI. Mayoritas Ibu bekerja 41 orang

(77,36%) memiliki sikap yang positif terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat

hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu Bekerja Di

Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin 1014, bayi

908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa XXX yaitu sebesar 11,1%.

Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti pada tanggal 29 april 2019 setelah di

lakukan wawancara dengan 5 ibu menyusui yang berada di wilayah tersebut

mengemukakan bahwa 2 ibu yang tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya
5

hanya coba-coba untuk memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan

supaya bayi tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya mendapat

cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan metode Air Susu Ibu Perah

(ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui tentang cara memerah ASI dan cara

penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti akan

mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara Penyimpanan

ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang cara

penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja

puskesmas XXX tahun 2019?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang cara

penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX

tahun 2019.
6

b. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI Eksklusif di

wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

c. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang cara

penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan Pengetahuan Ibu

Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX

wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”. Penelitian ini dilakukan karena masih

banyak ibu bekerja yang tidak mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak

memberikan ASI secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang

bekerja di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada bulan

April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan

menggunakan pendekatan cross sectional.

1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Guna Teoritis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai metode untuk

melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi seorang bidan yang

berkompeten di bidangnya.

2. Bagi Peneliti
7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan

wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis maupun dalam

bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif.

1.5.2 Guna Praktis

1. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan ASI dan

pentingnya ASI Eksklusif.

2. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan dan

meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang bekerja agar

mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.


BAB I

PENDAHULUAN

1.6 Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

8
9

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


10

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


11

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


12

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


13

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.7 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.8 Tujuan Penelitian

1.3.3 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.4 Tujuan Khusus

d. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

e. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

f. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


14

1.9 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.10Kegunaan Penelitian

1.5.3 Guna Teoritis

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


15

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.4 Guna Praktis

3. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

4. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.11Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

16
17

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


18

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


19

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


20

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


21

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.12Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.13Tujuan Penelitian

1.3.5 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.6 Tujuan Khusus

g. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

h. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

i. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


22

1.14Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.15Kegunaan Penelitian

1.5.5 Guna Teoritis

5. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

6. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


23

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.6 Guna Praktis

5. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

6. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.16Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

24
25

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


26

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


27

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


28

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


29

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.17Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.18Tujuan Penelitian

1.3.7 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.8 Tujuan Khusus

j. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

k. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

l. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


30

1.19Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.20Kegunaan Penelitian

1.5.7 Guna Teoritis

7. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

8. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


31

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.8 Guna Praktis

7. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

8. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.21Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

32
33

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


34

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


35

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


36

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


37

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.22Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.23Tujuan Penelitian

1.3.9 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.10 Tujuan Khusus

m. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

n. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

o. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


38

1.24Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.25Kegunaan Penelitian

1.5.9 Guna Teoritis

9. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

10. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


39

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.10 Guna Praktis

9. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

10. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.26Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

40
41

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


42

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


43

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


44

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


45

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.27Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.28Tujuan Penelitian

1.3.11 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.12 Tujuan Khusus

p. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

q. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

r. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


46

1.29Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.30Kegunaan Penelitian

1.5.11 Guna Teoritis

11. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

12. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


47

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.12 Guna Praktis

11. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

12. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.31Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

48
49

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


50

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


51

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


52

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


53

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.32Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.33Tujuan Penelitian

1.3.13 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.14 Tujuan Khusus

s. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

t. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

u. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


54

1.34Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.35Kegunaan Penelitian

1.5.13 Guna Teoritis

13. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

14. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


55

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.14 Guna Praktis

13. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

14. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.36Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

56
57

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


58

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


59

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


60

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


61

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.37Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.38Tujuan Penelitian

1.3.15 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.16 Tujuan Khusus

v. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

w. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

x. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


62

1.39Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.40Kegunaan Penelitian

1.5.15 Guna Teoritis

15. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

16. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


63

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.16 Guna Praktis

15. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

16. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.41Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

64
65

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


66

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


67

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


68

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


69

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.42Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.43Tujuan Penelitian

1.3.17 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.18 Tujuan Khusus

y. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

z. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

aa. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


70

1.44Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.45Kegunaan Penelitian

1.5.17 Guna Teoritis

17. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

18. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


71

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.18 Guna Praktis

17. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

18. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.46Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

72
73

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


74

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


75

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


76

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


77

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.47Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.48Tujuan Penelitian

1.3.19 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.20 Tujuan Khusus

bb. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

cc. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

dd. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


78

1.49Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.50Kegunaan Penelitian

1.5.19 Guna Teoritis

19. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

20. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


79

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.20 Guna Praktis

19. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

20. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.51Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

80
81

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


82

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


83

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


84

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


85

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.52Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.53Tujuan Penelitian

1.3.21 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.22 Tujuan Khusus

ee. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

ff. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

gg. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


86

1.54Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.55Kegunaan Penelitian

1.5.21 Guna Teoritis

21. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

22. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


87

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.22 Guna Praktis

21. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

22. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.56Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

88
89

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


90

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


91

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


92

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


93

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.57Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.58Tujuan Penelitian

1.3.23 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.24 Tujuan Khusus

hh. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

ii. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

jj. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


94

1.59Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.60Kegunaan Penelitian

1.5.23 Guna Teoritis

23. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

24. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


95

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.24 Guna Praktis

23. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

24. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.61Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

96
97

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


98

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


99

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


100

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


101

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.62Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.63Tujuan Penelitian

1.3.25 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.26 Tujuan Khusus

kk. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

ll. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

mm. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif

di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


102

1.64Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.65Kegunaan Penelitian

1.5.25 Guna Teoritis

25. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

26. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


103

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.26 Guna Praktis

25. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

26. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.66Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

104
105

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


106

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


107

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


108

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


109

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.67Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.68Tujuan Penelitian

1.3.27 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.28 Tujuan Khusus

nn. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

oo. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

pp. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


110

1.69Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.70Kegunaan Penelitian

1.5.27 Guna Teoritis

27. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

28. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


111

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.28 Guna Praktis

27. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

28. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.71Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

112
113

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


114

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


115

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


116

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


117

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.72Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.73Tujuan Penelitian

1.3.29 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.30 Tujuan Khusus

qq. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

rr. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

ss. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


118

1.74Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.75Kegunaan Penelitian

1.5.29 Guna Teoritis

29. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

30. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


119

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.30 Guna Praktis

29. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

30. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
BAB I

PENDAHULUAN

1.76Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang

pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi

sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang

akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat

bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak

perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan

ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani

dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air

susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti

ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat

kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran

(Prasetyono, 2009).

120
121

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF

dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu

(ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai

bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For

Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi

angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan

kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000

kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian

ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44

persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam

pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan

disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah

sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur

sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam

bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia


122

kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar

12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara

kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).

Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6

bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI

masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah

dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan

yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa

berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji,

2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang

bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama

6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu.


123

Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi

saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti

menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu

menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin

kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009).

Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya

ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang

pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan

yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat

yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang

lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin

luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan

gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang

banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui

karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif

disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).


124

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari

tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23

orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI.

Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif

terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu

Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin

1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa

XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu

menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang

tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk

memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi

tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja

hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya

mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan

metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui

tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti

akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara


125

Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

Puskesmas XXX Tahun 2019”.

1.77Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?”

1.78Tujuan Penelitian

1.3.31 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.32 Tujuan Khusus

tt. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan

ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah

kerja puskesmas XXX tahun 2019.

uu. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI

Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

vv. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang

cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa

XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.


126

1.79Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian

ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”.

Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak

mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI

secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja

di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada

bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

1.80Kegunaan Penelitian

1.5.31 Guna Teoritis

31. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai

metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi

seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

32. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman

dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis

maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan


127

pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan

pemberian ASI Eksklusif.

1.5.32 Guna Praktis

31. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan

ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

32. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan

dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang

bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya

ASI Eksklusif.
128

Anda mungkin juga menyukai