Anda di halaman 1dari 96

HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN

PERSPEKTIF METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
TRIYANAH
NIM: 215-13-014

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
NOTA PEMBIMBING
..
Lamp :4 (Empat) eksemplar
Hal : Penyerahan Naskah Skripsi

Kepada Ytl,
Dekan Firkultas Ushuluddiq Adab dan Humaniora
Di Salatiga

Assa la mu ola ik um wr,wb.

Disarrrpaikan dengan hormar, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan


dan korelsi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Triyanah

MM :215-13-O14
Jurusan : Ilmu AlQur'an dan Tafsir (IAT)
Fakultrs : Ushuluddi4 Adab dan Humaniora
Judul : "Eabungan Muslim Dengan Non-Muslim Dabrn Al-
Qar'an PerspektiJ Metode Taisir Kontekrfrtal Abdullah Saeed"
dapat diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Adab dari Humaniora untuk
diujikan dalam sidang munaqosyal.
Demikian nota pembimbing ini dibuat untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.

Billa hittnufiq *al Hiduyah


IYa s s a lamu a I ai ku m wlw b.

Salatiga, 03 Maret 2017


Pembimbing

NIP 19720814 2003t2 I 0016


t
KEMENTERIAN AGAMA RI
It tNsTtrur AGAMA tsLAM NEGERT (lAtN) SALAT|GA
*E FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIoRA
e
D i6;7 AL-ouR-AN DAN TAFSTR (rAT)
JURUSAN ILMU AL-QUR-AN
I
nAT)
SALAT|GA Jalan Nakula Sadewa V Nomor Telepon (0298) 3419400 Faksimili 323433 Salatiga 50722
Websile : www.ushuluddin.iainsalatida.ac.id E-mail adm.ushuluddin@iainsalatiaa,ac.id.

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON.MUSLIM DALAM AL-QUR'AN


PERSPEKTIF METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLATI SAEED

OLEH:
TRIYANAH
MM: 215-13-014

Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skipsi Fakultas Ushuluddin, Adab dan
Humaniora Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 17 Maret 2017 dan
telah dinyatalan memenuhi salah satu syarat guna rnemperoleh gelar sarjana dalam bidang
Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir.

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Penguji : Dr. Benny Ridwan, M. Hum.

Seketaris : Dr. M.Gufron, M. Ag.

Penguji I :Dr. Muh. Irlan Helmy, Lc-, MA.

Penguji li : Tri WahW Hidayati, M. Ag.

Salatiga, 17 Maret2}l7

201999031006

Itl
PER}ryATAAI\ KEASLIAN TT]LISAI\I

Yang bertanda tangan dibawah ini, bahwa saya:

Triyanah

NIM 215-13-0t4

Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT)

Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora

Menyatakan bahw4 hasil laporan akhir yang saya tulis ini benm-benar merupakan
hasil karya say4 bukan jiplakan, (plaCtat), saduran atau terjemahan dari karya
lain. Pendapat, gagasan, atau temuan orang lain yang terdapat dalam hasil laporan
ini, dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 03 Maret 2017

NIM.215-13-014
MOTTO

***

Hidup adalah, tentang memberi manfaat sebanyak-banyaknya

Bukan tentang,

Meminta manfaat sebanyak-banyaknya.

***

v
PERSEMBAHAN

***

Skripsi ini ku persembahkan untuk

Ibuku yang selalu berjuang untukku

Saudara-saudaraku yang selalu mendukungku

Sahabat-sahabat seperjuangan yang setiap saat

berbagi semangat dan kebahagiaan

dan almamater
IAIN Salatiga

vi
vii
viii
ix
KATA PENGANTAR

‫احلمد هلل رب العاملني‬

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir
ini. Terima kasih juga kepada Nabi Muhammad yang telah mengajarkan kepada
saya, cara bagaimana berusaha dengan keras dan sungguh-sungguh. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah untukmu.

Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi dan
rujukan utama dari beberapa literatur dalam buku Abdullah Saeed, maupun
literatur pendukung lainnya. Penulis berusaha sekuat mungkin dalam memaparkan
hubungan Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir
kontekstual Abdullah Saeed, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi
kekurangan di dalamnya. Karena itu, penulis mohon maaf.

Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari proposal,


proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Khususnya dalam aspek hubungan Muslim dengan Non-Muslim
dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir kontekstual Abdullah Saeed.
Harapannya. Apa yang menjadi ikhtiar kami ini, mampu memberikan kontribusi
bagi pembaca mengenai hubungan Muslim dengan Non-Muslim. Setelah
melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan juga. Untuk itu, kami ingin menyampaikan ucapkan terima kasih
kepada:

1. Orang tua, Bapak Suparno (alm) dan Ibuk Suratmi yang selalu
mendoakan dan mensuport dalam segala hal yang penulis lakukan. Serta
abang Harun Anwar dan mbak Nuryanah, yang selalu menyayangi dan
mensuport penulis.
2. Jajaran Dekanat fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Bapak Dr.
Benny Ridwan, M.Hum., Bapak Dr. M. Gufron, M.Ag., Bapak Dr.

x
H.Sidqon Maesur, Lc., M.A., dan Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag., yang
telah memberi dorongan dan motivasi.
3. Bapak, Dr. M. Gufron, M.Ag., selaku pembimbing dalam penelitian ini.
Yang telah sudi kiranya melakukan proses pembimbingan selama proses
penelitian berlangsung berupa koreksi, masukan, kritikan, dan saran yang
kontruktif dalam melengkapi penelitian ini.
4. Ibunda , Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir (IAT), yang telah memberi dorongan dan motivasi.
5. Teman-teman sehimpunan-seperjuanagn di jurusan IAT, yang menjadi
patner akademis dan teman diskusi, Bapak Fauzi, MK. Ridwan, Wahyu
Kurniawan, Laila Alfiyanti, Rangga, Oman, Husen, Udin, Fatah,
Saifunnuha, Bicha, Latif, Samsul, Muda’i, Wahyu Nur Hidayah, Neny,
Fatimah, Novita, Laila Qodariyah, Trisna, Ucup, Ochim, Abror, Fissabil,
dan semua teman-teman IAT yang belum bisa penulis sebutkan satu per
satu.
6. Teman-teman asrama, yang menjadi patner kerja, si Fu’ila, Muntasiroh,
Faizah, Hajar, Rifa, Fatma, Hikmah, Rani, Tina, Sofin, Suci, Liya, Eva,
Yanti, Anis, dan temen-temen asrama lainnya, yang belum bisa penulis
sebutkan satu per satu.
7. Serta kepada semua pihak yang barangkali belum tersebutkan, kami
ucapkan terima kasih atas segala kontribusi, baik secara pikiran, waktu,
motivasi, saran, materi, dukungan, serta doa.

Akhirnya, kami menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini, bukanlah
suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai masukan berupa
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah nutrisi bagi kami dalam
rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan, walaupun hal itu bersifat mustahil.
Selamat membaca.

Salatiga, 03 Maret 2017

xi
ABSTRAK

Ketika masyarakat berkembang semakin luas dan kebutuhan manusia


meningkat, maka hubungan dengan orang lain dengan beragam identitas
primordialnya tidak bisa dihindarkan. Sebagai konsekuensi dari fakta ini adalah
kemungkinan munculnya gesekan-gesekan antara berbagai kelompok masyarakat
yang berbeda agama. Ketika menyangkut hubungan dengan penganut agama lain,
Islam memberikan batasan dan pengajaran yang bagus dalam membangun
toleransi. Namun, Islam sering dianggap sebagai agama teroris (orang Islam yang
tidak bertanggung jawab atas ajaran agama). Maka kontroversi seringkali tidak
bisa dihindarkan. Isu hubungan dengan orang yang berbeda agama dengan kita,
atau yang secara umum sering diistilahkan dengan Non-Muslim. Kemudian
Tulisan ini menguraikan pola hubungan Muslim dengan Non-Muslim melalui
pendekatan yang lebih moderat dan kontekstual, yaitu mengunakan metode tafsir
kontekstual Abdullah Saeed.

Metode tafsir kontekstaul merupakan sumbangsih yang diberikan Abdullah


Saeed bagi metodologi penafsiran al-Qur’an khususnya kontemporer. Bagi Saeed
dalam melakukan penafsiran ada empat hal poin yang perlu dilakukan, antara lain:
bertemu dengan dunia teks, melakukan analisis kritis (analisis bahasa, analisis
konteks sastra, bentuk sastra, analisis teks-teks yang berkaitan, relasi kontekstual),
menentukan makna teks bagi penerima pertama, menentukan makna dan aplikasi
teks bagi saat ni.

Hubungan Muslim dengan Non-Muslim saat ini memang tidak begitu


sempurna, banyak sekali terjadi perselisihan antara mereka. Maka dengan itu,
penulis menerapkan metode tafsir kontekstual Saeed dalam mengaplikasikan
hubungan Muslim dengan Non-Muslim dengan baik (toleransi), yaitu saling
mengenal dan menghargai serta kebaikan dan keadilan.

Dalam QS. al-Hujurat ayat 13, menjelaskan bahwa sesama manusia


diperintahkan saling mengenal dan menghargai. Kemudian dikuatkan lagi dengan
QS. al-Mumtahnah ayat 8, sangat dianjurkan atas manusia saling berbuat kebaikan

xii
dan berlaku adil kepada siapapun (yaitu kepada mereka yang tidak memerangimu
karena agamamu dan tidak mengusirmu dari negerimu). Al-Qur’an setelah
memberi petunjuk tata krama pergaulan dengan sesama muslim, ayat di atas telah
menguraikan prinsip dasar hubungan antar manusia. Karena itu, ayat dia atas tidak
lagi tidak lagi berbicara kepada orang-orang yang beriman, tetapi kepada semua
manusia. Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak-hak
agama lain, untuk hidup dan menjalankan agama masing-masing dengan penuh
kesungguhan.

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii

HALAMAN KEASLIAN TULISAN...................................................... iv

HALAMAN MOTTO.............................................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................. vi

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI....................................... vii

KATA PENGANTAR.............................................................................. x

ABSTRAK................................................................................................ xii

DAFTAR ISI............................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian............................................................................ 5

D. Metode Penelitian........................................................................... 5

E. Kajian Pustaka................................................................................ 8

F. Kerangka Teori............................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan..................................................................... 11

BAB II ABDULLAH SAEED DAN METODE


KONTEKSTUALNYA SERTA INTERAKSI SOSIAL

A. Biografi Kehidupan dan Intelektual Abdullah Saeed..................... 13

xiv
B. Pemikiran Abdullah Saeed Tentang Wahyu dan Klasifikasi
Ayat-ayat Dalam Al-Qur’an........................................................... 18

C. Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed.................................. 24

D. Interaksi Sosial; Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim


(Toleransi)...................................................................................... 31

BAB III HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM


DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian Muslim dengan Non-Muslim....................................... 33

B. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim Dalam al-Qur’an


Menurut Beberapa Tokoh Mufassir............................................... 39

BAB IV ANALISIS HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-


MUSLIM DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF METODE
TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED
A. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim........................................ 47

B. Analisis Bahasa dan Azbabun Nuzul............................................. 48

C. Ayat-ayat Serupa dan Munasabah Ayat........................................ 53

D. Kontekstualisasi Hubungan Muslim Dengan Non-


Muslim........................................................................................... 65

E. Hirarki Nilai Ayat-Ayat Mengenai Hubungan Muslim Dengan


Non-Muslim................................................................................... 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................... 71

B. Saran............................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 73

xv
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran1: Biodata Penulis.................................................................... 77

Lampiran 2: Lembar Konsultasi.............................................................. 79

Lampiran 3: Foto Bersama Abdullah Saeed............................................ 80

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an diturunkan Allah bukan dalam masyarakat yang tidak

bersejarah dan hampa budaya.1 Al-Qur’an, pada masa pewahyuannya, benar-

benar terlibat aktif dalam sejarah.2 Al-Qur’an bersifat historis dalam dirinya,

sehingga selalu relevan menghadapi tantangan kesejarahan diluar dirinya.3

Artinya, ketika al-Qur’an mampu berdialektika secara aktif dengan masa

pewahyuannya maka dia akan memiliki posisi sepanjang masa.

Dalam sejarahnya, Al-Qur’an telah menjadi bagian yang sentral dalam

kehidupan Muslim. Di mata Muslim, al-Qur’an bukan semata teks yag

dipahami dan dibaca, tapi juga teks yang ‘didengar’ (petuah-petuah).4Al-

Qur’an memiliki posisi sentral (pusat) dalam membentuk ajaran, pemikiran

dan peradaban.

Kehidupan manusia di dunia berkisar seputar hubungan-hubungan

dengan Allah SWT, dan hubungan dengan makhluk; manusia, jin, hewan,

1
Al-Qur’an adalah respon Ilahi melalui pikiran Muhammad terhadap situasi-situasi sosio-
moral dan historis masyarakat Arab abad ke-7. Fazlur Rohman, Islam dan Modernitas:tentang
Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 17.
2
Kenneth Gragg, The Event of the Qu r’an: Islam and the Scripture (London: George Allen
and Unwin Lid, 1971), hlm 17.
3
Ichan Muhammad Nur, “Hermeneutika al-Qur’an: Analisis Peta Perkembangan
Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
1995, hlm. 16.
4
Saeed Abdullah, “Contextualizing” dalam Andrew Rippin (ed), The Blackwell Companion
to the Qur’an (Oxford: Blackwell Publishing, 2006), hlm. 41

1
tumbuh-tumbuhan, benda mati dan yang lainnya. Dalam kehidupan sosial,

hubungan antar masyarakat menjadi sangat penting. Sehingga hubungan ini

harus dijaga dan dibudayakan anatar masyarakat. Tidak memandang apakah

masyarakat itu beda suku, ras, bangsa, dan agama sekalipun. Hubungan ini

sangat penting untuk menjaga hubungan antar mansyarakat, bangsa dan

negara.

Kemajemukan atau pluralitas umat manusia adalah suatu kenyataan

yang telah menjadi kehendak Tuhan. Dalam kitab suci disebutka bahwa

manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling

mengenal dan menghargai (QS. al-Hujurat:13)5 pluralisme adalah aturan

tuhan yang tidak akan berubah sehingga juga tidak mungkin dilawan atau

diingkari. Dan Islamadalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui

hak-hak agama lain, kecuali yang bersifatpaganisme atau syirik, untuk hidup

dan menjalankan agama masing-masing dengan penuh kesungguhan.

Kemudian pengakuan akan hak agama-agama lain itu dengan sendirinya

merupakan dasar paham kemajemukan sosial-budaya dan agama, sebagai

ketentuan Tuhan yang tidak berubah-ubah (QS. al-Maidah: 44-50).6

Dewasa ini sering terjadi konflik antar masyarakat yang berbeda suku,

ras, bangsa, bahkan sampai pada urusan agama. Ini dikarenakan belum

banyaknya masyarakat masih belum mengerti akan etika dalam

bermasyarakat.

5
Muhammad Wahyuni Nafis, Cak Nun Sang Guru Besar; Biografi Pemikiran Prof. Dr.
Nurcholis Madjid, (Jakarta, PT Kompas Mesia Nusantara, 2014), hlm 278.
6
Muhammad Wahyuni Nafis, Cak Nun Sang Guru Besar..., hlm 280.

2
Hubungan tidak harmonis antar Muslim dengan kelompok Non-Muslim

telah melahirkan sejumlah salah pengertian. Islam dituduh dengan agama

teroris. Padahal Islam adalah agama pembawa pembawa rahmat dan berwatak

toleran. Ia sangat mendambakan saling mengenal dan memahamiserta

keadilan dan kedamaian.

Islam diartikan agama teroris bagi Non-Muslim. Tapi perlu digaris

bawahi di sini, bahwa Islam yang demikian adalah mereka (orang-orang

Islam) yang tidak bertanggung jawab atas ajaran agamanya. Sehingga, hal

tersebut memicu perselisihan antar kelompok/golongan. Namun, tidak melulu

perselisihan itu terjadi atas karya orang Muslim yang tidak bertanggung

jawab atas ajaran agamanya saja, Non-Muslim pun sering kali tidak srek atau

tidak suka terhadap orang Muslim, yang kemudian menjadi pemicu terjadinya

perselisihan/ketidak harmonisan antar agama.

Etika dalam masyarakat menjadi salah satu hal terpenting dalam

hubungan antar masyarakat. Dalam Islam etika ini sangat diperhatikan dan

diutamakan. Karenaukhuwah islamiyah adalah salah satu mediator untuk

memperkuat dan sebagai pemersatu kaum.

Point dari kegelisahan penulis adalah pertama, sebagai makhluk sosial,

manusia tidak bisa hidup hanya seorang diri, sesama manusia saling

membutuhkan satu sama lain. Kedua, penghuni bumi ini tidak hanya satu

kelompok saja (dalam hal ini penulis mengkrucut pada kelompok agama

muslim dan non muslim), sehingga interaksi antar kelompok merupakan

suatu keharusan. Ketiga, banyak dari individu dalam kelompok tersebut tidak

3
tahu-menahu bagaimana interaksi atau hubungan yang baik itu. Kebanyakan

dari mereka hanya berkutik pada ego diri sendiri dan kurang memahami hak

yang harus diterima orang lain.

Penulis mencoba merealisasikan hubungan yang baik antar agama

dalam konteks saat ini.Abdullah Saeed adalah ilmuan Australia yang berasal

dari kota kecil di samudra Hindia, Maldives, dan pernah menimba ilmu

bertahun-tahun di Arab Saudi. Terkait dengan Saeed yang membagi ayat-ayat

dalam al-Qur’an menjadi beberapa poin. Namun penulis mengambil bagian

dari ayat ethico-legalnya Saeed yaitu terkait mengenai hubungan Muslim

dengan Non-Muslim.

Berdasarkan pernyataan di atas, realitas bahwa membangun hubungan

yang baik itu sangat penting, tidak hanya saat dulu dan saat ini, akan tetapi itu

akan berkelanjutan.Maka penulis merasa tertarik sekali untuk memaparkan

Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al-Qur’an Perspektif Metode

Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed.

B. Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang di atas, penulis mengajukan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana setting sosio-historis kehidupan dan intelektual Abdullah

Saaed?

2. Bagaimana metode tafsir kontekstual Abdullah Saeed?

4
3. Bagaimana konsep hubunganMuslim dengan Non-Muslim dalam al-

Qur’an perspektifmetode tafsir kontekstual Abdullah Saeed?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa mencapai tujuan sebagi berikut:

1. Untuk mendeskripsikan setting sosio-historis kehidupan dan intelektual

Abdullah Saeed

2. Untuk mendeskripsikan metode tafsir kontekstual Abdullah Saeed

3. Untuk mendeskripsikan tentang konsephubungan Muslim dengan Non-

Muslimdalam al-Qur’an perspektif metode tafsir kontekstual Abdullah

Saeed.

Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu memiliki

kegunaan yang bersifat akademis. Yang mana penelitian ini merupakan

satu sumbangan sederhana bagi pengembangan studi al-Qur’an dan untuk

kepentingan studi lanjutan diharapkan sebagai bahan acuan, referensi dan

lainnya bagi penulis lain yang ingin memperdalam tentanghubungan

Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir

kontekstual Abdullah Saeed.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

5
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research)7 yang

bersifat deskriptif-analisis, yang akan mencoba menjawab pertanyaan di

dalam rumusan masalah berdasarkan pembacaan dan interpretasi terhadap

data-data yang berhubungan dengan tema yang akan diteliti.

2. Sember Data

a. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi

terhadap data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data

kepustakaan yang mengulas tentang gagasan Abdullah Saeed

mengenai model penafsiran al-Qur’an yang tertuang dalam beberapa

karya tulisnya terutama buku Interpreting The Qur’an: Towards a

Contemporary Approach (2006), paradikma, prinsip, dan metode

kontekstualis atas al-Qur’an (2016), al-Qur’an abad 21 (2016)

Sedangkan data sekunder adalah literatur pendukung yang memiliki

kaitan langsung maupun tidak langsung dengan data primer. Seperti:,

Asas-asas Kamunikasi (1991), Kajian Sosiologi Agama (1995),

Modernisasi Bukan Westernisasi (2002), Hablum Minannas (2006),

Metode Penafsiran Al-Qur’an (2011), Psikologi Sosial (2012),Metode

Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir (2015)dan lainnya.

b. Metode Analisis Data

Adapun untuk menganalisis data-data yang telah terkumpul,

makapenulis mengunakan beberapa metode, yaitu

7
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat (Yogyakarta:
kanisius, 1990, hlm. 63.

6
deskripsi,taksonomi, dan interpretatif. Metode deskriptif ini digunakan

penulis untuk mendeskripsikan latar belakang kehidupan8 dan

penafsiran kontekstual Abdullah Saeed.

Sedangkan analisis taksonomi ini ialah yang memusatkan

penelitian pada domain tertentu dari pemikiran tokoh, berbeda dengan

analisis domain yang digunakan untuk mendapatkan gambaran secara

menyeluruh perihal pemikiran tokoh. Melalui analisis taksonomi,

pemikiran Abdullah Saeed tentang penafsiran al-Qur’an saja yang

menjadi perspektif dari penelitian ini.9

Selanjutnya melalui metode interpretatif, penulis berupaya untuk

menginterpretasikan dan mengenalisis secara memadai pemikiran

Abdullah Saeed tentang penafsiran al-Qur’an, khususnya

pandangannya terhadap hubungan muslim dengan non-muslim.

Interpretasi ini penulis lakukan dalam batasan alur pemikiran. Hal ini

digunakan untuk menemukan dan memahami maksud dari apa yang

digagas oleh Saeed.10

3. Pendekatan

Pendekatan penelitian ini historis-kritis. Pendekatan historis dipakai

untuk menelusuri kehidupan Abdullah Saeed serta mendiskripsikan

diskursus penafsiran kontemporer. Sedangkan kritis berarti melakukan

8
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, ... hlm. 54.

9
Arief Furchan dan Agus Maimun, Study Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 64-67.
10
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, ... hlm.41.

7
telaah atas pendekatan-pendekatan yang digunakan Abdullah Saeed dalam

menafsirkan al-Qur’an. Pada akhirnya, akan terlihat alur pemikiran

Abdullah Saeed tentang pandangannya terhadap hubungan muslim dengan

non-muslim.

Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:

pertama, penulis akan menginventarisir data dan menyeleksinya,

khususnya karya-karya Abdullah Saeed dan buku-buku lain yang terkait.

Kadua, penulis akan mengkaji data tersebut secara komprehensif

kemudian mengabstraksikannya melalui metode deskriptif.

E. Kajian Pustaka

Sebelum dilakukan penelitian ini, penulis telah membaca beberapa

sumber-sumber rujukan baik yang primer maupun sekunder, seperti buku

Interpreting The Qur’an: Towards a Contemporary Approach (2006)

(Terjemahan Indonesia), dan buku lainnya.Penulis juga telah membaca

literatur yang menjadi kajian kepustakaan.

Interpretasi Kontekstual (Studi Atas Pemikiran Hermeneutika al-Qur’an

Abdullah Saeed), skripsi oleh Lien Iffah Nafi’atu Fina.11Penelitian ini

berusaha memberikan pemahaman terhadap pandangan dan konsep Abdullah

Saeed yang menawarkan pembaharuan atas penafsiran al-Qur’an melalui

ayat-ayat ethico-legal al-Qur’an. Iffah mendeskripsikan pemikiran Abdullah

11
Lien Iffah Nafi’atu Fina, Interpretasi Kontekstual: Studi Atas Pemikiran Hermeneutika
al-Qur’an Abdullah Saeed, Esensia,(Vol. XII No. 1, Januari 2011), hlm 159-180.

8
Saeed masih sangat bersifat general. Sedangkan pada penelitian ini penulis

mengunakan pendekatan kontekstual Abdullah Saeed secara rincihubungan

muslim dengan non-muslimperspektif metode tafsir kontekstual Abdullah

Saeed.

Selanjutnya adalah penelitian tentang Interaksi Sosial Muslim Dengan

Non-Muslim Perspektif Hadis.12 Hubungan sosisal atau interaksi sosial

perspektif hadis sedangkan pada penelitian ini penulis fokuskan pada

hubungan muslim dengan non muslim perspektif metode tafsir kontekstual

Abdullah Saeed.

Ketiga, buku karya imam besar masjid Istiqlal, Jakarta, Prof. Ali

Mustafa Yaqub, MA, yang berjudul Kerukunan Umat Dalam Prespektif Al-

Qur’an Dan Hadis. Buku ini menjelaskan tentang permasalahan tentang

bagaimana dahulu umat Islam telah hidup rukun dan damai dengan umat dari

agama lain. Seperti Yahudi, Nasrani dan suku asli Arab- dengan

mengemukakan beberapa sumber dari al-Qur’an dan hadis. Namun buku ini

tidak menjelaskan secara jelas bagaimana seharusnya menjalin interaksi yang

positif antar muslim dengan non-muslim.13

Sedangkan penelitian yang penulis paparkan disini yaitu Hubungan

Muslin dengan Non-Muslim dengan mengunkan metode tafsir kontekstual

Abdullah Saeed. Secara umum, tulisan ini akan menjelaskan faktor apa yang

12
Haidi Hajar Widagdo, Interaksi Sosial Muslim Dengan Non-Muslim Prespektif
Hadi,(Yogyakatra: TESIS UIN Saunan Kalijaga, 2011) 123 hlm.
13
Ali Mustafa Yaqub, Kerukunan Umat dalam Prespektif Al-Qur’an dan Hadis
(Jakarta:Pustaka Firdaus,2000) hlm 9-20.

9
menjadikan perselisihan antar umat beragama dan bagaimana al-Qur’an

menjawabnya sesuai dengan konteks saat ini.

F. Kerangka Teori

Sebelum memasuki penelitian yang lebih lanjut, penulis mencoba

mendiskripsikan terlebih dahulu secara sederhana tentang dua hal pokok yang

menjadi bahasan dalam penelitian ini, yakni, metode tafsir kontekstual dan

hubungan/Interaksi sosial. Pokok pertama, tafsir yang berasal darifasara-

yufassiru-tafsiran yang berarti pemahaman, penjelasan dan perincian.14

Dalam memahami kalam Illahi perlu adanya alat atau perantara untuk sampai

pada pemahaman yang sempurna. Dalam konteks ini, penulis membawa alur

penafsiran dengan metode/pendekatan kontekstual. para penganut pendekatan

ini berpendapat bahwa para ulama harus mempertimbangkan konteks sosial,

politik, ekonomi, intelektual dan kultural dari proses pewahyuan, dan

sekaligus mempertimbangkan kondisi saat penafsiran dilakukan saat ini.15

Jadi, metode kontekstual adalah cara untuk memahami pesan al-Qur’an sesuai

dengan konteks saat ini.

Pokok kedua, hubungan/interaksi sosial, agar sekiranya objek penelitian

ini menjadi jelas. Maka akan dijelaskan secara singkat apa yang dimaksud

interaksi sosial. Secara bahasa, kata interaksi berarti melakukan aksi timbal

14
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Dzurriyah,
2010) hlm 316.
15
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21; Tafsir Kontekstual (Bandung: Mizan, 2016), hlm
43.

10
balik,16 sedangkan kata sosial berarti, segala yang berkenaan dengan

masyarakat.17Dari penjelasan tersebut, maka interaksi sosial adalah

melakukan aksi tibal balik dengan masyarakat.

Dengan kata lain, interaksi sosial adalah hubungan-hubungan yang

dinamis yang menyangkut antar orang-perorangan, kelompok-kelompok

manusia, maupun antar orang dengan kelompok.

Namum dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dibangun yaitu

hubungan muslim dengan non-muslim (Toleran). Sehingga pokok

pembahasan disini meliputi:

1) Saling mengenal dan menghargai dalam QS. Al-Hujurat ayat 13

2) Kebaikan dan keadilan (Birr wa Adl) dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 8.

G. Sistematika Penelitian

Mengacu pada metode penelitian di atas, selanjutnya untuk

memudahkan dan demi runtutnya penalaran dalam penelitian, kajian dalam

penelitian ini akan di bagi dalam tiga bagian utama, yakni pendahuluan, isi

dan penutup dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang menguraikan argumentasi

seputar signifikansi penelitian ini. Sebagai landasan awaldalam melakukan

penelitian, bab I ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

16
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Besar Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), hlm 594.
17
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,...,hlm 1496.

11
tujuan penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, kerangka teori,

sistematika pembahasan.

Bab selanjutnya adalah bab kedua,pada bab ini, penulis membagi

permasalahan menjadi dua. Yang pertama penjelasan yang berkenaan dengan

bigrafi tokoh, meliputi latar belakang kehidupan maupun biografi intelektual

termasuk karya-karya intelektualnya dan Pemikiran Abdullah Saeed, definisi

tafsir kontekstualserta metode kontekstual Abdullah Saeed dan interaksi

sosial.Kedua, penulis berusaha mendefinisikan hubungan atau interaksi sosial

secara umum.

Bab ketigakajian akan difokuskan kepada Hubungan Muslim dengan

Non-Muslimdalam Al-Qur’an. Meliputi saling mengenal dan menghargai

(QS. al-Hujurat:13) serta kebaikan dankeadilan (QS. al-Mumtahanah:8)

disertai tafsiran dari beberapa tokoh mufassir.

Dalam bab keempatmerupakan ruang untuk memaparkan hubungan

Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir

kontekstual Abdullah Saeed. Meliputi: hubungan saling mengenal dan

menghargaiQS. Al-Hujurat: 13, kebaikan dan keadilan(birr wa adl)QS. al-

mumtahanah: 8.

Sementara bab kelima, merupakan bab penutup yang akan memberikan

kesimpulan terhadap diskusi sebelumnya dan saran-saran untuk penelitian

selanjutnya.

12
BAB II

ABDULLAH SAEED SERTA METODE TAFSIR KONTEKSTUALNYA


DAN INTERAKSI SOSIAL

A. Biografi Kehidupan dan Intelektual Abdullah Saeed

Abdullah Saeed adalah professor Arab dan Islamic Studies di Universitas

Melbourne, Australia. Abdullah Saeed lahir di Maklives18, pada 25 September

1964. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di sebuah kota bernama Meedhoo

yang merupakan bagian dari kota Addu Atoll. Ia adalah seorang keturunan suku

bangsa Arab Oman yang bermukim di Meklives. Untuk kepentingan studi, pada

tahun 1977, ia hijrah ke Saudi Arabia untuk menuntut ilmu.19

Setelah sampai di Saudi Arabia, Abdullah Saeed kemudian mempelajari

bahasa Arab dan memasuki beberapa lembaga pendidikan formal, seperti; Isntitut

Bahasa Arab Dasar (1977-1979) dan Institut Bahasa Arab Menengah (1979-

1982), serta Universitas Islam Saudi Arabia di Madinah (1982-1986), dengan

gelar Bachelor’s of Arts (BA) dalam Bahasa Arab dan Studi Islam.20

18
Maklives merupakan negara Negara Republik (Republik Maklives), tetapi sebelumnya
adalah kepulauan Maklives. Negara ini terletak di bagian Utara lautan India, kira-kira 500 km atau
310 mil di bagian barat daya India. Secara umum penduduk Meklives beragama Islam, oleh karena
itu Islam Menjadi agama resmi Negara.
19
Wartoyo, “, Bunga Bank: Abdullah Saeed vs Yusuf Qaradhawi “Sebuah Dialektika
Pemikiran antara Kaum Modernis dengan Neo-Revivalis”, La_Riba; Jurnal Ekonomi Islam (Vol
IV, No 1 Juli 2010) hlm 119.
20
Sheyla Nichlatus Sovia, “Interpretasi Kontekstual; Studi Pemikiran Hermeneutika
Abdullah Saeed”, Dialogi, (Vol 13, No. 1, 2013), hlm 39)

13
Kemudian pada tahun 1987, Abdullah Saeed melanjutkan studinya ke

Negara Kanguru, Australia, sebuah negara yang multi etnis sekular.21

Sesampainya di Australia, Saeed masuk di University of Melborne, dimulai dari

Sarjana Strata Satu (Master of Art Preliminary) pada Jurusan Studi Timur Tengah

(1987). Kemudian, Master dalam Jurusan Linguistik Terapan (1988-1992) dan

doktoralnya dalam Islamic Studies (1992-1994) diselesaikannya pada Universitas

yang sama. Kemudian Saeed mengabdi di Universitas tersebut hingga sekarang. 22

1. Riwayat Pendidikan Abdullah Saeed23

Abdullah Saeed telah menyandang gelar akademik yang diperolehnya dari

Arab Saudi dan Australia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rinciannya

sebagai berikut:

a. Tahun 1977-1979, studi bahasa Arab di Institut Bahasa Arab Universitas

Islam di Madinah Saudi Arabia.

b. Tahun 1979-1982, Ijazah Sekolah Menengah, di Institut Menengah Arab

Saudi di Madinah.

c. Tahun 1982-1986, BA (Bachelor of Arts) dalam Studi Arab dan Islam, di

Universitas Islam Arab Saudi di Madinah.

d. Tahun 1986-1987, Sarjana Strata Satu (Master of Arts Preliminary)dalam

Jurusan studi Timur Tengah di Universitas Melbourne Australia.

21
Hatib Rachman “Hermeneutika al-Qur’an Kontekstual: Metode Menafsirkan al-Qur’an
Abdullah Saeed, Afkaruna (Vol. 9, No. 2, Juli 2013), hlm 150.
22
Ahmad Zaini, “Model Interpretasi al-Qur’an Abdullah Saeed”, Islamica (Vol 6 No. 1,
September 2011), hlm 28-29.
23
Eka Suriansyah dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah Saeed, Jurnal
Kajian Islam (Vol. 3 No. 1, April 2011), hlm 45.

14
e. Tahun 1992-1994, MA (Master of Arts) dalam Jurusan Linguistik

Terapan di Universitas Melbourne Australia.

f. 1988-1992, Ph.D.(Doctor of Philosophy) dalam Studi Islam di Universitas

Melbourne Australia.

2. Riwayat pekerjaan Abdullah Saeed24

Di antara riwayat pekerjaan yang pernah dan sedang ditekuni oleh Abdullah

Saeed, di antaranya:

a. Tahun 1988-1992 sebagai tutor dan dosen part-time dalam mata kuliah

Bahasa dan Sastra Arab dan Stusi Timur Tengah di Universitas

Melbourne.

b. Tahun 1991-1992 sebagai koordinator mata kuliah Bahasa Arab dan Studi

Islam di Sekolah Tinggi Islam King Khalid Victoria.

c. Tahun 1993-1995 sebagai konsultan mata kuliah Bahasa Arab dan Studi

Islam di Sekolah Tinggi Islam King Khalid Victoria.

d. Tahun 1993-1995 sebagai Asisten Dosen dalam mata kuliah Studi Arab

pada Jurusan Bahasa-bahasa Asia dan Antropologi Fakultas Bahasa

Universitas Melbourne.

e. Tahun 1996-1997 sebagai Deputi Ketua/ Ketua Pelaksanaan Jurusan Studi

Bahasa Universitas Melbourne.

f. Tahun 1996-1999 sebagai Dosen Senior dalam mata kuliah Studi Arab

dan Islam pada Jurusan Bahasa Universitas Melbourne.

24
Eka Suriansyah dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah Saeed..., hlm
45-46.

15
g. Tahun 1999 sebagai Visiting Scholar di Sekolah Studi Orang Timur dan

Afrika (SOAS) Universitas London.

h. Tahun 1998-2003 sebagai Wakil Direktur Asia Institut (Institute of Asian

Language and Societies) Universitas Melbourne.

i. Tahun 2003-2004 sebagai Direktur Pelaksana Asia Institut (Institute of

Asian Language and Societies) Universitas Melbourne. Sekarang, aktif

sebagai Direktur National Center of Excellence for Islamic Studies

Universitas Melbourne (sejak 2007), sebagai Direktur Asia Institute

Universitas Melbourne (sejak 1 Januari 2007), sebagai Asisten Professor

Fakultas Hukum Universitas Melbourne (sejak 2007), sebagi Direktur

Pusat Studi Islam Kontemporer Universitas Melbourne (sejak 2005),

sebagai Sultan Professor Oman dalam bidang Stui Arab dan Islam

Universitas Melbourne (sejak 2003), serta beragam aktifitas lain yang

tidak mungkin disebutkan satu persatu.

3. Karya-karya Ilmiyah Abdullah Saeed25

Saeed adalah ilmuan yang produktif.Diantara karyanya:26

a. Sacred place and Secred Life in Islam ditulis bersama I. Weeks

diterbitkan di Geelong oleh Deakin University Press tahun 1990

25
Eka Suriansyah dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah Saeed..., hlm
47-48.
26
Data yang dikemukakan disini tidaklah mencakup secara keseluruhan karya (buku) yang
telah ditulis oleh Abdullah Saeed.

16
b. Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba in Islam

and its Contemporary Interpretation diterbitkan tahun 1996 dan 1999 di

Leiden oleh E.J. Brill.

c. Modern Standard Arabic: An Introduction ditulis bersama C. Mayer dan

A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada tahun

2000 dan 2001.

d. Modern Standard Arabic: Beginners Book 1 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

e. Modern Standard Arabic: Beginners Book 2 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

f. Modern Standard Arabic: Intermediate Book 1 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

g. Modern Standard Arabic: Intermediate Book 2 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

h. Esenntial Dictionary of Islamic Thought ditulis bersama M. Kamal dan C.

Mayer diterbitkan tahun 2001 di Adelaide oleh Seaview Press.

i. Muslim Communities in Australia sebagai editor bersama S.Akbarzadeh

diterbitkan tahun 2002 di Sydney oleh University of New South Wales

Press.

17
j. Islam in Australia diterbitkan tahun 2002 di Sydney oleh Allen & Unwin.

k. Islam and Political Legitimacy sebagai editor bersama S. Akbarzadeh

diterbitkan London and New York oleh Curzon tahun 2003.

l. Muslim Asutralians: The Beliefs, Practices and Institutions diterbitkan

tahun 2004 diCanberra oleh Commonwealth Government.

m. Freedom of Religion, Apostasy and Islam ditulis bersama H. Saeed

diterbitkan tahun 2004 di Hampshire oleh Ashgate Publishing.

n. Approaches to the Al-Qur’an in Contemporary Indonesia sebagai editor

diterbitkan tahun 2005 di Oxford oleh Oxford University Press.

o. Interpreting the Qur’an: Towards a Contemporary Approachditerbitkan

di London dan New York oleh Routledge tahun 2006.

p. Islam Thought: An Introduction diterbitkan di London dan New York

oleh Routledge tahun 2006.

q. The Qur’an: An Introduction diterbitkan di London dan New York oleh

Routledge tahun 2008.

B. Pemikiran Abdullah Saeed Tentang Wahyu dan Klasifikasi Ayat-ayat Dalam

Al-Qur’an

1. Konsep Wahyu

Sebelum membangun metode tafsirnya, Saeed menjelaskan dulu tentang

konsep wahyu. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad, dan ia mengakui keotentikannya. Sebagaimana Rahman dan Abu

Zaid, adanya kaitan erat antara wahyu, Nabi, misi dakwah dan konteks sosio-

18
historis dimana al-Qur’an diwahyukan. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi

Muhammad agar bisa dipahami manusia.

Saeed meyakini bahwa wahyu Tuhan tidak terhenti dengan selesainya

pewahyuan al-Qur’an. wahyu akan terus turun sepanjang masa, meski tidak

melalui Nabi. Wahyu Tuhan akan terus memberi petunjuk-Nya kepada orang-

orang yang bertakwa dalam menafsirkan dan menjalankan al-Qur’an.

Menurut Saeed, secara global wahyu mengalami empat level proses,

yaitu:

Level Pertama, wahyu berada di alam ‘gaib’ (ghayb) dan dipastikan tidak

diketahui.27 Proses ini dimulai etika Tuhan pertama kali mewahyukan al-

Qur’an ke al-lauh al-mahfuzh, kemudian dihafal oleh Ruh (dipahami malaikat

sebagai penyampai wahyu) yang akan membawa pewahyuan kepada Nabi.

Sehingga pada level ini ‘model’ dan ‘bahasa’ tidak bisa dipahami manusia.

Level kedua, pewahyuan mencapai Nabi, yaitu langkah di mana sebuah

hubungan dibuat antara Ruh, yang dikenal sebagai malaikat Jibril, dan Nabi.28

Ruh membawa wahyu ke dalam pikiran dan hati Nabi. Maksudnya wahyu ke

dunia fisik berarti bahwa wahyu terjadi dalam bentuk yang lebih bisa dipahami

oleh manusia. Oleh karena itu, wahyu di dalam pikiran Nabi dikomunikasikan

dalam bahasa Arab (bahasa yang dipahami Nabi dan masyarakatnya). Saat

itulah wahyu mulai berperan, berkaitan dengan keadaan-keadaan, kebutuhan-

27
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed dalam Mengusung Pendekatan
Kontekstual dalam Penafsiran al-Qur’an” Paradikma, Prinsip, dan Metode Penafsiran Kontekstual
atas Al-Qur’an, Lien Iffah Naf’atu Fina dan Ari Henri, trj, (Yogyakarta: Ladang Hikmah dan
Baitul Hikmah Press, 2016), hlm 80.
28
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”...., hlm 81.

19
kebutuhan dan persoalan-persoalan Nabi dan masyarakat terkait norma, adat-

istiadat, sitem-sistem, dan institusi-institusi masyarakat tersebut. (Ruh-Pikiran

dan Hati Nabi-Eksternalisasi-Konteks Sosio-Historis)

Level ketiga, Teks-Konteks-Teks yang Meluas.

Sekali wahyu dieksternalisasikan dan dikomunikasikan oleh Nabi kepada

masyarakatnya, wahyu menjadi sebuah teks (oral atau tertulis) yang

dihubungkan dengan secara mendalam dengan konteks komunitas Nabi. Teks

tersebut diceritakan, dibaca, dikomunikasikan, diajarkan,dijelaskan, dan

diamalkan.29 Disinilah awal teks diekternalisasikan konteks langsung dari

aktualisasi.

Level keempat, Teks Tertutup-Komunitas-Komunitas Interpretatif-

Konteks-Inspirasi.

Dengan wafatnya Nabi, teks telah final dan tertutup.30 meski demikian, aspek-

aspek tertentu dalam wahyu tidak terhenti begitu saja. Teks masih terus

berjalan dengan melibatkan 2 dimensi pewahyuan: (1) wahyu yang berawal

dari Nabi dipadukan dengan komunitas dan terus mentransmisikan kepada

generasi-generasi berikutnya; (2) petunjuk ilahiyah untuk petunjuk bagi mereka

yang sadar akan kehadiran-Nya dan berushakan memprektikan firman-Nya

dalam kehidupan mereka.

29
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 82.
30
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 82.

20
Firman Tuhan

Diluar Pemahaman Langit Level Pertama

Manusia

Ruh

Fikiran dan Hati Nabi Level Kedua

Dalam Habasa Arab

Pemahaman Level Ketiga

Manusia Aktualisasi oleh Komunitas Pertama

(Konteks makro 1)

Aktualiasasi Berkelanjutan dalam Sejarah Level

Keempat

Aplikasi dalam Konteks saat ini

(Konteks makro 2)

Berdasarkan penjelasan diatas, menurut Saeed pendekatan31 dalam

Metode tafsir al-Qur’an dapat diklasifikasiakn menjadi 3, yaitu:

(1) Pendekatan Tekstualis

31
Yang dimaksud pendekatan yaitu arah gerak yang dipakai dalam proses penafsiran.

21
Pendekatan tekstualis merupakan suatu pendekatan dalam penafsiran al-

Qur’an yang Mengikuti Teks dengan seksama dan mengadopsi pendekatan

literalistik terhadap teks.32 Kontekstualitas suatu teks, dalam pandangan

kaum tekstualis lebih dilihat sebagai suatu wacana dalam konteks

intrateks. Jadi pendekatan kontekstual cenderung bersifat kearaban, karena

al-Qur’an turun pada masyarakat Arab. Yang artinya masyarakat Arab

adalah audiens secara mutlak dan menjadi acuan proses penafsiran.

Dengan demikian, pendekatan tekstualis biasanya analisisnya cenderung

bergerak dari refleksi (teks) ke praktis (konteks) yang bersifat kearaban,

yaitu penafsir tidak memiliki peran di dalamnya.

(2) Pendekatan Semi-Tekstualis

Kecenderungan pendekatan ini tidak terlalu jauh berbeda dengan

kelompok tekstualis. Prinsip-prinsip dasar tentang pandangan al-Qur’an

dan orientasi metodologi penafsiran biasanya mengikuti kaum tekstualis.

Termasuk pada linguistik dan penolakan pada sosio-historis yang terkait.

Tetapi mereka berusaha mengemas dan menyajikan kandungan makna-

makna al-Qur’an dalam ‘idiom’ dan bingkai modern, namun seringkali

dalam diskursus yang apologetik (mempertahankan sesuatu secara

ilmiah).33 Mereka tidak memperhatikan persoalan tentang hubungan antara

kandungan etika-legal al-Qur’an dengan konteks sosio-historis. Sehingga

32
Pendekatan tesktual arah gerak yang cenderung pada teks. Sifatnya menurun; dari teks ke
konteks. Islah Gusmian, Khasanah Tafsir Indonesia; Dari Hermenutik Himgga Ideologi
(Yogyakarta: LkiS, 2013),hlm 121.
33
Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’an ; Towards a Contemporary Approach (London
dan New York, 2006), hlm 3.

22
model interpretasinya cenderung menghakimi realitas kehidupan dan

terkesan kaku.

(3) Pendekatan Kontekstualis

Kata kontekstualis diartikan dengan situasional. Jadi pendekatan

kontekstualis ini adalah cara dalam menafsirkan suatu teks dengan

pemaknaan yang melihat keterkaitan masa lalu, masa kini, dan masa

mendatang; dimana sesuatau dilihat dari sudut historis kemudian makna

fungsional saat ini dan makna yang dianggap relevan di kemudian hari.

Sehingga antara teks al-Qur’an dan penerapannya selalu berkaitan dan

berkembang.

2. Klasifikasi ayat-ayat al-Qur’an

Bagi Saeed, banyak dari sisi al-Qur’an yang memberikan kemungkinan

terhadap keberagaman penafsiran dan hanya bersifat pemikiran semata. Selain

kompleksitas kandungan al-Qur’an atas berbagai macam tema, ide-ide,

gagasan, nilai teks, al-Qur’an juga mengakui adanya ayat-ayat mustayabihat.

Saeed kemudian, membagi ayat-ayat al-Qur’anke dalam empat jenis (ayat-ayat

taksiran), aykni:34 (1) ayat-ayat teologis, yaitu ayat yang mengandung tentang

informasi ketuhanan, eskatologi, dan hal-hal yang gaiblainnya; (2) ayat-ayat

kisah, yaitu yang banyak merujuk kepada peristiwa-peristiwa dalam sejarah

manusia, baik konteks masa lalu, saat ini, maupun masa depan; (3) ayat-ayat

perumpamaan, yaitu ketika al-Qur’an mengungkapkan pesannya melalui fase,

expresi, dan teks tertentu untuk menggambarkan konsep atau gagasan tertentu;

34
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 177-178.

23
(4) ayat-ayat yang berorientasi praktis, yaitu ayat yang bermuatan ethico-

legal.35 Ayat-ayat ethico-legal adalah ayat-ayat yang menjadi fokus kajian

hukum Islam saat ini, seperti tentang ibadah, pernikahan, perceraian, warisan,

jihad, pidana, hubungan dengan non-muslim, hubungan antar agama dan

pemerintahan.

C. Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed

Istilah Tafsir secara etimologi (bahasa) merupakan bentuk isim masdar (kata

benda abstrak) dari kata fasaya-yufassiru-tafsiran yang berarti pemahaman,

penjelasan dan perincian.36 Tafsir bisa berarti al-ibanah (menjelaskan), al-kasyaf

(menyingkap), dan al-izh-har (menampakkan) makna atau pengertian yang

tersembunyi.Sehingga tafsir berarti menyingkap apa yang dimaksudkan atau yang

tertutup oleh kata yang sulit. Dalam pengertian inilah al-Qur’an menggunakan

kata tersebut dalam QS. Al-Furqan [25]: 33. “Tidaklah orang-orang kafir itu

datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datang

kepadamu sesuatau yang benar dan yang paling baik.Penjelasannya, hasil

pemahaman manusia (baca:mufassir) terhadap al-Qur’an yang dilakukan dengan

menggunakan perangkat metode dan pendekatan tertentu sesuai keinginan

mufassir yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu makna teks ayat-ayat al-

35
Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’an..., hlm 90-91.
36
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Dzurriyah,
2010), hlm 316.

24
Qur’an. sehingga yang dimaksud dengan ‘tafsir al-Qur’an’ adalah penjelasan

tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia.37

Sebagai sebuah disiplin ilmu, tafsir tidak akan terlepas dari perangkat atau

alat (metode). Sehingga, yang dimaksud dengan metode tafsir adalah prosedur

(cara) sistematis sebagai upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan

al-Qur’an. menurut Nasruddin Baidan, metode tafsir merupakan suatu cara yang

teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa

yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan-Nya

kepada Nabi Muhammad SAW.38

Kontekstual berasal dari kata ‘konteks’ yang artinya sebuah konsep umum

yang bisa mencakup, misalnya, konteks linguistik, dan juga “konteks makro”.

Konteks linguistik berkait dengan cara dimana sebuah frase, kalimat atau teks

pendek tertentu ditetapkan dalam teks yang lebih besar. Biasanya, ini mencakup

upaya menempatkan teks yang tengah dikaji dalam rangkaian teks yang

mendahului atau mengikutinya. Tipe konteks ini, meski penting juga guna

memperoleh pemahaman dasar atas kandungan teks_ tidak menjadi fokus utama

dalam pendekartan kontekstual. yang lebih menarik dan berguna bagi pendekatan

kontekstual adalah “konteks makro”. Ini bermakna upaya memberi perhatian

kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan intelektual di sekitar teks al-

Qur’an. Konteks makro juga memperhatikan terjadinya konteks pewahyuan dan

37
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir; Syarat, ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an (Tangerag:Lentera Hati, 2013), hlm 9.
38
Nashrudin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm
55.

25
pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut. Di samping itu, ia

mencakup juga berbagai gagasan, asumsi, nilai, kayakinan, kebiasaan relijius, dan

norma budaya yang ada pada saat itu. Pemahaman akan elemen-elemen tersebut

sangatlah penting dalam kegiatan penafsiran, karena al-Qur’an merespon,

berinteraksi, dan mendukung/menolak hubungan-hubungan kontekstual tersebut.39

Sehingga inti dari metode/pendekatan kontekstual terletak pada gagasan mengenai

konteks saat ini.

Metode tafsir yang dikembangkan Saeed adalah motode kontekstual.

Landasan teoritis yang dirumuskan Abdullah Saeed bagi penafsiran kontekstual

adalah: (1) adanya keterkaitan antara wahyu dan konteks sosio-historis yang

mengitarinya;40 (2) fenomena fleksibilitas dalam cara membaca al-Qur’an dan

pengubahan hukum mengikuti situasi dan kondisi yang baru (naskh) karena al-

Qur’an sejak awal pewahyuannya telah berdialektika secara aktif dengan audien

pertama;41 (3) kondisi al-Qur’an yang secara internal (ayat-ayat teologis, kisah,

perumpamaan) tidak bisa dipahami sama dengan ayat-ayat ethico-legal (bersifat

praktis)42

Dengan demikian kita dapat mengetahui bagaimana bangunan epistemologi

kontekstual yang dibangun Abdullah Saeed, yakni:

1) Mengakui Kompleksitas makna. Bagi Saeed, makna teks al-Qur’anselalu

tidak pasti. Yaitu penafsir hanya sampai pada kemampuan menaksir. Hal

ini sangat berbeda dengan anggapan kaum tekstualis, yang meyakini

39
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 14.
40
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 53.
41
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 135.
42
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 177.

26
bahwa makna teks adalah sesuatu yang pakem, sehingga tidak ada otoritas

bagi generasi akhir untuk menambah makna.

2) Memperhatikan konteks sosio-historis penafsiran. Al-Qur’an turun dengan

cara berdialektika dengan konteks sosio-historis pada masanya.

Pengetahuan terhadap konteks sosio-historis periode pra-Islam dan periode

Islam awal tidak bisa diabaikan.43 Untuk memahami konteks ini, seseorang

membutuhkan pengetahuan akan kehidupan Nabi dan masyarakat saat itu,

baik dari segi sosial, ekonomi, politik, hukum, dan adat yang berlangsung.

Sehingga konteks sosio-historis menunjukkan bagaimana teks tersebut

difahami oleh generasi pertama. Selain itu konteks sosio-historis

menunjukkan begitu banyak aspek kehidupan pada masa pewahyuan yang

berbeda dengan masa kini. Perhatian konteks sosio-historis ini akan

menunjukkan manakah ayat ethico-legal.

3) Merumuskan hirarki nilai ayat-ayat ethico-legal untuk menentukan mana

yang berubah dan mana yang tetap. Penetuan ini bukanlah hal yang

mudah. Untuk itu Saeed merumuskan hirarki nilai, yang merupakan

penyempurna dari ideal-moral Rahman. Nilai-nilai itu adalah:

a) Nilai-nilai yang bersifat kewajiban, meliputi:44 Nilai yang berkaiatan

dengan kepercayaan (rukun iman), praktik ibadah, halal-haram yang

disebut dalam al-Qur’an. nilai-nilai ini bersifat abadi, tidak akan

berubah meski kondisi telah berbeda.

43
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 231.
44
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 257-258.

27
b) Nilai-nilai fundamental, yaitu nilai-nilai kemanusiaan dasar45 meliputi,

kebebasan, perlindungan hidup, hak milik, keturunan dan agama.

c) Nilai-nilai proteksional, nilai yang merupakan undang-undang bagi

nilai fundamental.46 Contoh: untuk melindungi hidup, maka ada

larangan membunuh.

d) Nilai-nilai implementasi, merupakan tindakan atau langkah spesifik

yang dilakukan atau digunakan untuk melaksanakan nilai

proteksional.47 Contoh: hukuman potong tangan bagi yang mencuri

mungkin relevan digunakan pada zamannya, namun tidak untuk saat

ini.

e) Nilai-nilai intruksi, yaitu ukuran atau tindakan yang diambil al-Qur’an

ketika berhadapan dengan sebuah persoalan khusus pada masa

pewahyuan. 48

Dengan prinsip-prinsip tersebut, Saeed membagi empat tahap kerangka

kerja penafsirannya serta langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Bertemu dengan dunia teks, tahap ini merupakan perkenalan dengan teks

dan dunianya.

b. Melakukan analisis kritis (Critical analysis), Penafsir menjangkau makna

teks dari berbagai aspek, meliputi:

45
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 263.
46
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 264.
47
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 265.
48
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 271.

28
1) Analisis linguistic, yaitu analisis kebahasaan meliputi makna kata,

frase, dan sintaksis49. Menurut Saeed, ini mencakup upaya

identifikasi, mengapa fitur-fitur linguistik tertentu digunakan di dalam

teks dan bagaimana pengaruhnya terhadap makna.50

2) Analisis kontek sastra, disini penafsir melihat ayat dan sesudahnya.

3) Bentuk sastra, mengidentifikasikan teks apakah yang dimaksud adalah

ayat kisah, ibadah, perumpamaan atau hukum. Bagian ini sangat

berkaitan dengan makna.

4) Analisis teks-teks yang berkaitan, tahapan ini Saeed menganjurkan

untuk mengumpulkan dan mengindentifikasi teks-teks yang berkaitan

dengan teks yang dikaji dalam al-Qur’an. ketika teks-teks sudah

dikumpulkan dan diidentifikasi, sebuah gagasan kunci akan muncul

dari teks-teks yang berbeda tersebut; sejumlah pesan, gagasan, nilai-

nilai yang domain; bagaimana relevansi teks-teks yang terkait. Ketika

hal-hal tersebut telah dilakukan, mufasir bisa mengkaji pesan-pesan

yang disampaikan untuk menyusun nilai-nilai domain dalam teks

berdasarkan hierarki relevansinya.51

5) Relevansi kontekstual, dengan menelusuri ayat-ayat yang sama tadi

dari sisi kronologi pewahyuan.

c. Menemukan makna teks bagi penerima pertama

49
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sintaksis yaitu pengaturan dan hubungan kata
dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar.
50
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 170.
51
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 171-172.

29
1) Menelusuri teks dan konteks makro 1, konteks makro, kontek makro,

artinya menuju kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural dan

intelektual pada saat itu yang berhubung dengan teks al-Qur’an.

konteks makro mencakup sejumlah gagasan, nilai dan pandangan

relevan yang bisa dipahami dengan mengkaji data historis yang ada

bagi sang mufasir dari berbagai sumber. Tujuannya adalah

merumuskan pemahaman guna memperoleh data-data sejarah yang

komprehensif atas kondisi di mana teks diturunkan.52

2) Menentukan hierarki pesan

3) Menelusuri sosio-historis

d. Menentukan makna dan aplikasi teks bagi masa kini, yaitu mengaitkan

makna teks saat itu dengan konteks makro 2. Artinya menentukan makna

teks dari konteks saat dulu dan dipadukan relevasinya dengan konteks atau

audien saat ini. Menurut Saeed, semakin besar kesamaan unsur 1 dan 2,

maka semakin tinggi kemungkinan bahwa pesan kunci akan tetap

sebagaimana adanya,variasi dari kedua konteks tersebut dapat memberikan

kemungkinan tentang pesan kunci yang lebih besar yang terjadi dan

diaktualisasikan secara berbeda dalam konteks makro 2, jika nilai yang

disampaikan oleh teks tersebut tidak bersifat universal.53

52
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 166-167.
53
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm180.

30
D. Interaksi Sosial; Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim (Toleransi)

Secara bahasa, kata interaksi berarti melakukan aksi timbal balik,54

sedangkan kata sosial berarti, segala yang berkenaan dengan masyarakat. 55 Dari

penjelasan tersebut, maka hubungan/interaksi sosial adalah melakukan aksi tibal

balik dengan masyarakat. Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan

yang tindakan yang berdasarkan normadan nilai sosial yang berlaku dan

diterapkan di salam masyarakat.

Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri

dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada ada

dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran dan pribadi masing-

masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai yang kita

harapkan.

Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari

hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari

individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar fikiran.

Interaksi sosial merupakan kunci rotasi semua kehidupan sosial. Dengan tidak

adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin

ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling saling berhadapan antara satu

sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat

saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan

dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka

kegiatan-kegiatan antar satu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.

54
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., hlm 594.
55
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,...,hlm 1496.

31
Kegiatan menganalisis komunikasi telah dilakukan oleh Aristoteles dalam

bukunya Rhetorica. Menurut pandangan Aristoteles, setiap komunikasi atas terdiri

tiga unsur penting, antara lain:56

1) Pembicara

2) Apa yang dibicarakan

3) Penerima/ orang yang mendengarkan (audien)

Tidak dapat dipungkiri bahwa semua yang hidup didunia ini pasti tidak bisa

hidup sendiri. Setiap orang pasti menjalin hubungan dengan yang lain. Dari

pembagian unsur-unsur komunikasi di atas, maka dapat dijabarkan macam-

macam hubungan sosial, sebagai berikut:

1) Perorangan, yaitu hubungan sosial yang terjalin antar satu orang dengan

orang lain.

2) Peorangan dengan kelompok, yaitu hubungan sosial yang terjalin antara satu

orang dengan kelompok tertentu.

3) Antar kelompok, yaitu hubungan sosial yang terjalin antara kelompok

dengan kelompok. Contohnya: hubungan umat Muslim dengan Non-

Muslim.

Namum dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dibangun yaitu hubungan

muslim dengan non-muslim (Toleran). Sehingga pokok pembahasan disini

meliputi:

1) Saling mengenal dan menghargai

2) Kebaikan dan keadilan (Birr wa Adl)

56
Masyhuri, Asas-asas Komunikasi ( Semarang: IKIP Semarang Press, 1991), hlm 22.

32
BAB III

HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian Muslim dan Non-Muslim

Sebelum berbicara mengenai hubungan Muslim dengan Non-Muslim, perlu

dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud Muslim? Dan apa yang dimaksud

Non-Muslim? Kata Muslim merupakan isim fail dari fi’il ‫ مسلم‬-‫اسلم – يسلم – اسالما‬,

yang berarti orang yang menyelamatkan.57 Karena hanya sebagai subyek dari

perbuatan Islam, maka pengertiannya tergantung pada pada pengertian Islam itu

sendiri.Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitan dengan asal katanya Islam

memiliki beberapa pengertian, diantarnya adalah:

1) Berasal dari ‘salm’ )‫ (السلم‬yang berarti damai

2) Berasal dari ‘aslama’) ‫ ( أسلم‬yang berati menyerah. Menyerah disini yaitu

menyerahkan diri pada Allah.

3) Berasal dari kata ‘Istaslama-Mustaslimun’ )‫مستسلم‬-‫ (استسلم‬penyerahan diri

secara total kepada Allah.

4) Berasal dari kata ‘saliim’ )‫ ( سليم‬yang berarti bersih dan suci.

5) Berasal dari kata ‘salam’ )‫ ( سالم‬yang berarti selamat dan sejahtera.

57
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia..., hlm 177.

33
Muslim adalah orang Islam, adapun pengertian Islam menurut istilah

dirumuskan dalam dua arti, arti luas dan arti sempit. Dalamarti luas, Islam adalah

agama wahyu Illahi yang diturunkan kepada manusia kepada seluruh nabi, sejak

Adam samapai Muhammad. Sedangkan dalam ari sempit, Islam adalah agama

yang diturunkan untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat melalui Nabi

Muhammad guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/aturan Allah

SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju

kebahagiaan dunia dan akhirat

Dengan demikian, pengertian muslim secara bahasa mempunyai dua arti

luas dan sempit. Dalam arti luas, muslim adalah orang yang memeluk agama-

agama yang diturunkan kepada seluruh nabi. Dan dalam arti sempit, muslim

adalah orang yang memeluk agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.

Secara garis besar, ajaran Islam terdiri dari akidah, ibadah, dan akhlak.

Ajaran tersebut dapat diperoleh dari tiga komponen dasar agama Islam yaitu,

iman, Islam dan ihsan. Dalam diri seorang muslim, arti bahasa dari iman berati

kepercayaan, Islam berarti menyerahkan diri atau tunduk dan ihsan berarti

kebijaksanaan dan atau kebaikan.

Sedangkan pengertian Non-Muslim dapat dilihat dari pengertian muslim

dengan mendapat kata imbuhan non yang berarti tidak atau bukan. Maka non-

muslim berarti orang yang tidak atau bukan beragama muslim.58 Pengertian non-

muslim mempunyai makna bahwa seluruh pemeluk agama selain agama Islam.

Oleh karena Islam yang dibawa Nabi Muhammad sebagai penyempurna agama

58
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994), hlm 692.

34
yang dibawa Nabi dan Rasul sebelumnya, maka agama Islam yang dibawa Nabi

Muhammad merupakan agama Islam terakhir. Dengan demikian, pengertian non-

muslim adalah pemeluk selain agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

Dalam agama Islam, tidak terdapat ajaran yang memaksakan seorang

manusia menjadi muslim. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-

Baqarah ayat 256:

‫الر ْش ُد ِم ان‬ ِ
...‫ي‬
ِ ‫الْغا‬ ‫اَل إِ ْكار ااه ِِف الدي ِن ۖ قا ْد تابا ن ا‬
ُّ ‫َّي‬

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah...”59

Dari ayat tersebut jelas tidak membutuhkan interpretasi lagi, karena

memang lafadh dan artinya sudah jelas. Ayat tersebut dikuatkan pula oleh ayat

lain, yaitu pada surat Yunus ayat 99:

ِِ ِ‫ض ُكلُّهم ا‬
‫َّي‬
‫ناس اح نَّت يا ُكونُوا ُم ْؤمن ا‬ ِ ‫َج ًيعا ۖ أافاأانْ ا‬
‫ت تُ ْكرهُ الن ا‬ ْ ُ ِ ‫ك اَل ام ان ام ْن ِِف ْاْل ْار‬
‫اولا ْو اشاءا اربُّ ا‬

)10:99(

Artinya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang

yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa

59
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),
hlm 63.

35
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman

semuanya”.60

Dari pengertian kedua ayat tersebut sudah jelas bahwa dalam agama Islam

tidak ada ajaran memaksa kepada siapapun untuk menjadi seorang muslim, karena

dengan memaksakan agama kepada seseorang hanya akan membuat seseorang

merasa tertekan dalam menjalankan ibadahnya. Tuhan sendiri telah memberi

kebebasan kepada makhluknya untuk memilih keyakinan masing-masing. Dan

bagi Allah tidaklah sulit jika menginginkan makhluk ciptaan-Nya untuk menjadi

muslim semua.

Dari keterangan tersebut, jelas bahwa yang dimaksud dengan non- muslim

adalah selain penganut agama Islam. Yang termasuk didalamnya adalah penganut

agama-agama di luar Islam, di Indonesia misalnya penganut agama Kristen,

Katholik, Hindu, Budha dan lain sebagainya. Dalam agama Islam sendiri tidak

ada ajaran yang memaksakan kelompok non-muslim tersebut untuk menjadi

seorang muslim. Karena dalam ajaran Islam, memeluk agama dengan paksaan

hanya akan membuat hati seseorang merasa tertekan dan juga dalam menjalankan

ibadahnya tidak dengan ketulusan dan keikhlasan dari hati.

Disamping itu juga akan menanamkan dendam di dalam hati dan jiwa

sehingga justru timbul jarak bahkan penolakan dan kekacauan. Islam juga

memberi toleransi untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing tanpa harus

menganggu ibadah dari umat Islam itu sendiri.

60
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 322.

36
Kelompok non-muslim dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok,

Abdullah Nashih ‘Ulwan membaginya menjadi empat kelompok, yaitu: kelompok

ahli kitab, kelompok atheis dan murtad, kelompok paganis dan musyrikin,

kelompok orang-orang munafik.61

1) Kelompok Ahli Kitab

Yang dimaksud ahli kitab adalah orang-orang yang menganut satu

kitab samawi dan mengikuti salah seorang Nabi. Orang-orang tersebut

menganut atau mempercayai suatu agama yang memiliki kitab suci dari

Allah selain al-Qur’an. orang yang tetap berpegang teguh pada agama yang

dibawa nabinya sebelum Nabi Muhammad. Pada zaman sekarang ahli kitab

dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a) Kelompok Yahudi, yaitu mereka yang berpegang teguh kepada syariat

Nabi Musa yang menerima kitab Taurat.

b) Kelompok Nasrani, yaitu mereka yang berpegang kepada syariat Nabi

Isa yang menerima kitab Injil

Risalah Islam yaitu al-Qur’an adalah penutup seluruh risalah sekaligus

mencakup semua syariat yang terdahulu. Risalah tersebut mempunyai

keistimewaan yaitu bersifat universal untuk seluruh alam, abadi dan actual

sepanjang zaman. Islam turun untuk seluruh bangsa dan umat tanpa

membeda-bedakan jenis, warna kulit dan bahasa. Sudah dikabarkan bahwa

kedatangan Nabi Muhammad telah dikabarkan terlebih dahulu disebutkan

dalam Taurat dan Injil sebagai penutup dari semua risalah yang sebelumnya

61
Abdullah Nashih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim, Terj. Kathur Suhardi,
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1990), hlm 32.

37
berkembang di masyarakat. Kitab-kitab samawi sebelum Islam yang kini

masih beredar diantara kelompok Yahudi dan Nasrani sudah bermacam-

macam versinya. Saling berbeda dan banyak menyimpang atau dirubah.

2) Kelompok Atheis dan Murtad

Murtad artinya perbuatan orang muslim yang meninggalkan agama

yang telah diridhoi Allah, lalu memeluk agama lain selain Islam, atau

menyakini suatu akidah dan ideologi tertentu yang bertentangan dengan

tatanan Islam.

Sedangkan atheis adalah pengingkaran terhadap dzat Illahi, menolak

risalah samawi yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-rasul-Nya. Atau

dengan pengertian lain bahwa atheis merupakan pengingkaran tentang hal-

hal ghaib yang dibawa dan disampaikan para rasul.62

Baik atheis maupun murtad merupakan faktor perusak kehormatan

manusia, karakter dan eksistensinya. Islam tidak akan membiarkan umatnya

menjadi atheis maupun murtad dan tidak memberi hati kepada siapa saja

yang melakukan dua jenis perbuatan tersebut.

3) Kelompok Paganis dan Musyrikin

Yang dimaksud kelompok paganis adalah orang-orang yang membuat

sesembahan selain Allah, atau mengambil Tuhan selain Allah.63 Yang

termasuk kelompok ini adalah orang-orang penyembah api, binatang, orang-

orang majusi dan lain-lainnya yang menyembah patung-patung.

4) Kelompok orang-orang munafik

62
Abdullah Nashih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim..,hlm 62.
63
Abdullah Nashih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim..., hlm 55.

38
Kemunafikan adalah suatu sikap pada diri seseorang yang mengaku-

aku Islam, tap jauh dari lubuk hatinya menyimpan bara kekufuran yang

menyala dan tujuan-tujuan yang tidak baik. Sifat-sifat yang terdapat dalam

orang munafik antara lain adalah: perkataannya selalu bohong dan dusta,

perbuatannya dipenuhi bahaya dan kerusakan, bodoh, selalu memakai

topeng berganti-ganti sesuai kondisi yang dihadapi.

B. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim dalam Al-Qur’an Menurut

Beberapa Tokoh Mufassir

Dalam kehidupan sehari-hari, Islam mengajarkan agar muslim dapat selalu

menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat.

Islam memiliki konsep dan prinsip-prinsip yang dapat memberikan solusi konkrit

dalam memecahkan problem hidup bertetangga yang tertuang dalam ajaran

akhlak. Akhlak yang dapat digunakan untuk mendorong manusia bagaimana

harusnya berbuat baik pada khalik dan bagaiman seharusnya berbuat baik kepad

makhluk (sesama manusia). Dalam hal ini termasuk pula bagaimana berbuat baik

kepada non muslim.

Hubungan antara Muslim dan Non-Muslim terkait dengan hubungan sehari-

hari meliputi dua pokok penting yaitu hubungan toleran dan intoleran. Namun

pada karya ini, penulis ingin memaparkan hubungan toleran antara Muslim dan

Non-Muslim, sebagai beriku:

1. Saling Mengenal dan Menghargai

39
‫وًب اوقاباائِ ال لِتا اع اارفُوا ۖ إِ نن‬ ِ ِ ‫َي أايُّ اها الن‬
ً ُ‫ناس إ نَّن اخلا ْقناا ُك ْم م ْن ذا اك ٍر اوأُنْثاى او اج اع ْلناا ُك ْم ُشع‬
ُ ‫ا‬

ِ ‫اَّللِ أاتْ اقا ُكم ۖ إِ نن ن‬


‫أا ْكارام ُك ْم ِعْن اد ن‬
)49:13(
ٌ‫اَّللا اعل ٌيم اخبِي‬ ْ

Artinya:

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki

dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa

diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha

Mengenal.”64(QS Al-Hujurat [49]:13)

Allah menciptakan seluruh makhluk di dunia ini sudah dengan tujuan.

Begitu juga diciptakannya manusia supaya saling mengenal dan saling

memahami, saling melengkapi. Dan menjadikan manusia di dunia supaya

bertaqwa kepada-Nya.

Menurut M. Quraish Shihab dalam kitab tafsir Al-Misbah65, setelah

memberi petujuk tata krama pergaulan dengan sesama muslim, ayat di atas

beralih kepada uraian tentang prinsip dasar hubungan antar manusia. Karena

itu, ayat di atas tidak lagi menggunakan pangilan yang ditujukan kepada

orang-orang yang beriman , tetapi kepada semua jenis manusia. Allah

berfirman: Hai manusia, senungguhnya kami menciptakan kamudari seorang

64
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah...,hlm 517.
65
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, Vol. 12, 2002), hlm 615-616.

40
laki-laki dan perempuan, yakni Adam dan Hawa, atau dari sperma (benh laki-

laki) dan ovum (indung perempuan), serta menjadikan kamu berbangsa dan

bersuku-suku supaya kamu aling kenal-mengenalyang mengantar kamu untuk

bantu-membantu serta saling melengkapi, sesungguhnya yang paling mulia

diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal sehingga tidak

ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya, walau detak detik jantung dan

niat seseorang.

Sedangkan menurut Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam

kitab tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur66Wahai manusia, sesungguhnya Kami

menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka

bagaimanakah kamu menghinakan sebagian yang lain sedangkan kamu

sebenarnya adalah orang seketurunan. Dan kami menjadikan kamu bersuku-

suku dan berbangsa supaya kamu saling mengenal, bukan untuk saling

bermungsuh-mungsuhan. Jelasnya, Allah menjadikan kamu terdiri dari

beberapa bangsa dan warna kulit supaya kamu lebih tertarik untuk saling

berkenalan. Inilah dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, yang

menghilangkan kasta-kasta dan dan perbedaan-perbedaan bangsa. Masih

adanya perbedaan rasial (apartheid) sangat ditentang oleh agama Islam.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang

paling bertaqwa. Orang yang paling mulia dan tinggi kedudukannya di dunia

serta di akhirat adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya. Taqwa adalah suatu

66
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur,(Semarang, PT.
Pustaka Rizki Putra, 2003), hlm 3925-3926.

41
prinsip umum yang mencakup: takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang

diridhai-Nya, yang melengkapi kebajikan dunia dan kebajikan akhirat.

Kemudianmenurut Allamah Kamal Faqih Imani dalam kitab tafsir

Nurul Qur’an67 Islam menolak semua perbedan rasial, politik, golongan,

geografis, ekonomi, intelektual budaya, sosial dan militer, serta menempatkan

taqwa kepada Allah SWT sebagai setandar untuk membedakan kebajikan dan

kejahatan. Maka dinyatakan, Sesungguhnya, orang yang paling mulis di

antara kalia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara

kalian. Pada ayat-ayat terdahulu seruannyaditujukan kepada orang-orang

yang beriman, sedangkan dalam ayat ini digunakan frase “Wahai manusia!”

berbagai ayat al-Qur’an membicarakan tentang faktor-faktor yang menjadi

pembangun “masyarakat beriman”, serta mencegah dan melarang masyarakat

dari perbuatan-perbuatan tertentu.

Ayat ke-13 ini memiliki cakupan paling luas, yang ditujukan kepada

seluruh manusia, dan menjelaskan tentang prinsip-prinsip penting yang

menjamin disiplin, stabilitas dan standar nilai-nilai kemanusiaan; mana nilai

yang benar mana nilai yang salah. Ayat ini menyatakan, Wahai manusia!

Sesungguhnya, kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dans

eorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-

suku supaya kalian saling mengenal. Penciptaan manusia dari seorang laki-

laki dan perempuan menunjukkan bahwa silsilah manusia berawal dari Adam

dan Hawa. Semua umat manusia berasal dari akar yang sama, sehingga

67
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta; Nur Al-Huda, Jld 17, 2013),
hlm 358-359.

42
membangga-banggakan silsilah, kabilah, dan suku menjadi kurang ada

artinya. Allah menciptakan karakteristik yang berberda pada setiap suku

bukan sebagai diskriminasi, melainkan untuk memelihara tatanan sosial,

karena karakteristik yang berbeda seperti itu justru memberikan “kekayaan”

dalam jati diri kelompok-kelompok manusia. Tanpa adanya ciri-ciri tertentu

tersebut maka aturan sosial dalam masyarakat menjadi tidak berharga,

sehingga akan timbul kekacauan yang melanda mereka.

2. Kebaikan dan Keadilan (Birr wa Adl)

‫وه ْم اوتُ ْق ِسطُوا‬ ِ ِ ِ ِ ِ‫ن‬


ُ ‫ين اَلْ يُ اقاتلُوُك ْم ِِف الدي ِن اواَلْ ُُيْ ِر ُجوُك ْم م ْن د اَي ِرُك ْم أا ْن تااَُّب‬
‫اَّللُ اع ِن الذ ا‬
‫اَل ياْن اها ُك ُم ن‬

‫َّي‬ ِِ ُّ ‫اَّللا ُُِي‬


‫إِلاْي ِه ْم ۖ إِ نن ن‬
)60:8(
‫ب الْ ُم ْقسط ا‬

Artinya:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap

orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula)

mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang berlaku adil.”68 (QS. Al-Mumtahanah [60]:8)

Dalam ayat ini jelas tidak lagi berbicara etika sesama muslim saja, akan

tetapi kita (sebagai seorang Muslim) mengaplikasikan ajaran-ajaran yang ada

di dalam al-Qur’an dengan baik. Yaitu dengan berbuat baik kepada siapa saja

dan berbuat adil, tidak membedakan ras, suku, bangsa, serta agama.

68
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah ...,hlm 550.

43
Islam adalah agama yang sempurna, sehingga manusia harusnya

mengimbangi apa yang sudah Allah berikan kepadanya (manusia) dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai/ajaran-ajaran yang ada di dalamnya serta

menerapkannya.

Menurut M. Quraish Shihab dalam kitab tafsir Al-Misbah69 ayat ke-8

menggariskan prinsip dasar hubungan interaksi antara kaum Muslimin dan Non-

Muslim. Ayat di atas secara tegas menyebut nama Yang Maha Kuasa dengan

menyatakan: Allah yang memerintahkan kamu bersikap tegas terhadap orang

kafir, walaupun keluarga kamu tidak melarang kamu menjalin hubungan dan

berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak mmerangi kamu karena agama

dan tidak mengusir kamu dari negari kamu. Allah tidak melarang kamu berbuat

baik dalam bentuk apa pun bagi mereka dan tidak juga melarang kamu berlaku

adil kepada mereka. Kalau demikian, jika dalam interaksi sosial mereka berada

dipihak yang benar,sedang salah seorang dari kamudipihak yang salah, kamu

harus membela dan memenangkan mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang berlaku adil. Allah tidak lain hanya melarang kamu menyangkut

orang-orang yang memerangi kamu dalam agama dan mengusir kamu dari negeri

kamu dan membantu orang lain dalam mengusir kamu. Melarang kamu untuk

menjadikan mereka teman-teman akrab tempat menyimpan rahasia dan penolong-

penolong yang kamu andalkan. Barang siapa yang mengindahkan tuntunan ini,

merekalah orang-orang yang beruntung dab barang siapa menjadikan mereka

69
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, Vol. 13, 2002), hlm 596-597.

44
sebagai teman-teman akrab tempat menyimpan rahasia maka mereka itulah yang

sungguh jauh kebejatannya, merekalah tidak lain selain mereka orang-orang

zalim yang sungguh mantap kezalimannya.

Kemudian menurut Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam kitab

tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur70Allah tidak melarang kamu berbuat kebajikan

dan berlaku jujur terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu dan tidak

mengusirmu dari kampung-kampungmu: sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang jujur. Allah mencegah kita membuka rahasia-rahasia perang dan lain-

lain yang menguntungkan musuh. Tetapi adakah Allah juga melarang kita

menolong mereka dengan harta kekayaan serta berlaku adil? Allah menyuruh

Rasul-Nya berbuat kebajikan kepada mereka dan menepati janji hingga

berakhirnya masa perjanjian. Diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lain dari

Abdullah Ibn Zubair: pada suatu hari Qutaillah binti Abdil Uzza (masih kafir)

datang kepada anaknya Asma’ binti Abu Bakar dengan membawa beberapa

hadiah. Asma’ menolak hadiah itu, bahkan melarang dia masuk ke dalam rumah

sebelum Asma’ bertanya kepada Aisyah, bagaimana pendapat Rosul. Berkenaan

dengan itu turunlah ayat 8. Nabi menyuruh asma’ menerima hadiah dari ibunya

dan menyambutnya sebagaimana mestinya.

Sedangkan menurut Allamah Kamal Faqih Imani dalam kitab tafsir Nurul

Qur’an71 ayat ke-8 menyatakan bahwa Allah SWT tidak melarangmu untuk

berbuat baik dan adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena

70
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 4193.
71
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta; Nur Al-Huda, Jld 18, 2013),
hlm 141-142.

45
kamu memluk agama Islam dan tidak mengusirmu dari negerimu, karena Allah

SWT mencintai orang-orang yang berlaku adil.

46
BAB IV

ANALISIS HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-


QUR’AN PERSPEKTIF METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH
SAEED

A. Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim

Setiap manusia tidak bisa hidup sendiri, saling menopang dan membutuhkan

bantuan dari orang lain. Terkait dengan hal itu, setiap peristiwa pasti ada sebabnya

dan dikembalikan lagi dengan undang-undang (al-Qur’an) atau memastikan

akurasi dan reliabilitas teks72, sebagai berikut:

1. Saling Mengenal dan Menghargai

‫وًب اوقاباائِ ال لِتا اع اارفُوا ۖ إِ نن‬ ِ ِ ‫َي أايُّ اها الن‬


ً ُ‫ناس إ نَّن اخلا ْقناا ُك ْم م ْن ذا اك ٍر اوأُنْثاى او اج اع ْلناا ُك ْم ُشع‬
ُ ‫ا‬

ِ ‫اَّللِ أاتْ اقا ُكم ۖ إِ نن ن‬


‫أا ْكارام ُك ْم ِعْن اد ن‬
)49:13(
ٌ‫اَّللا اعل ٌيم اخبِي‬ ْ

Artinya:

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”73 (QS. Al-Hujurat

[49]: 13)

2. Kebaikan dan Keadilan (Birr wa Adl)

72
Abdullah Saeeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 161.
73
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 517.

47
‫وه ْم اوتُ ْق ِسطُوا‬ ِ ِ ِ ِ ِ‫ن‬
ُ ‫ين اَلْ يُ اقاتلُوُك ْم ِِف الدي ِن اواَلْ ُُيْ ِر ُجوُك ْم م ْن د اَي ِرُك ْم أا ْن تااَُّب‬
‫اَّللُ اع ِن الذ ا‬
‫اَل ياْن اها ُك ُم ن‬

‫َّي‬ ِِ ُّ ‫اَّللا ُُِي‬


‫إِلاْي ِه ْم ۖ إِ نن ن‬
)60:8(
‫ب الْ ُم ْقسط ا‬

Artinya:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-

orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu

dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku

adil.”74(QS. al-Mumtahanah[60]: 8)

B. Analisis Bahasa dan Asbabun-Nuzul

Sebuah aspekpokok penafsiran adalah membangun pemahaman akan fitur-

fitur bahasa dalam teks. Proses ini bisa saja mencakup usaha mengidentifikasikan

sejumlah istilah dan gagasan domain di dalam teks.75

Kata (‫ )شعوب‬syu’ub adalah bentuk jamak dari kata (‫ )شعب‬sya’b. Kata ini

digunakan untuk menunjuk kumpulan dari sekian (‫ )قبيلة‬qabilah yang biasa

diterjemahkan suku yang merujuk pada satu kakek. Qabilah/suku pun terdiri dari

sekian banyak kelompok keluarga yang dinamai (‫‘ )عمارة‬imarah, dan yang ini

terdiri lagi dari sekian banyak kelompok yang dinamai (‫)بطن‬bathn. Di bawah

bathn ada sekian (‫ )فخد‬fakhdz hingga akhirnya sampai pada himpunan keluarga

74
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 550.
75
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 171.

48
yang terkecil. Terlihat dari penggunaan kata sya’bbahwa ia bukan menunjuk pada

pengertian bangsa sebagaimana dipahami dewasa ini.76

Kata (‫ )تعارفوا‬ta’arafu terambil dari kata (‫‘ )عرف‬arafa yang berarti

mengenal. Ppatrom kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal

balik. Dengan demikian, ia berarti saling mengenal.77

Firman-Nya (‫يقاتلوكم‬ ‫)لم‬lam yuqaatilukum/tidak memerangi kamu

menggunakan bentuk mudhari. Ini dipahami sebagai bermakna “mereka secara

faktual sedang memerangi”, sedang kata (‫ )في‬fi yang berarti dalam mengandung

isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan berada dalam wadah tersebut

sehingga tidak ada dari keadaan mereka yang berada diluar wadah itu. Dengan

kata (‫)في الدين‬fi ad-diin / dalam agama tidak termasuklah peperangan yang

disebabkan kepentingan duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama, dan

tidak termasuk pula siapapun yang tidak secara faktual memerangi umat Islam—

antara lain pada masa nabi yakni suku khuza’ah demikian juga wanita-wanita, dan

penduduk negeri Ahl Al-kitab yang membayar pajak. Berbuat baik terhadap

mereka adalah salah bentuk ahklak mulia. Kata (‫ )تبروهم‬tabarruuhum terambil dari

kata (‫ )بر‬birr yang berarti kebajikan yang luas. Salah satu nama Allah swt, adalah

al-Barr. Ini karena demikian itu kebajikan-Nya. Diantara yang terhampar

dipersada bumi ini dinamai bar karena saking luasnya. Dengan penggunaan kata

tersebut oleh ayat diatas tercermin izin untuk melakukan aneka kebajikan bagi

76
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, Vol. 12, 2002), hlm 617.
77
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an..., hlm
617.

49
non-muslim selama tidak membawa dampak negatif bagi umat Islam. Kata

tuqsithu terambil dari kata qish yang berarti adil. Bisa juga ia dipahami dalam arti

bagian. Pakar tafsir dan hukum, Ibnu Arabi, memahaminya demikian dan atas

dasar itu, menurutnya, ayat diatas menyatakan: tidak melarang kamu memberi (se)

bagian dari hartamu kepada mereka. “rujukan QS al-Baqarah [2]: 272 untuk

memahami lebih banyak persoalan tentang ini.”78

Al-Biqa’i memahami penggunaan kata (‫ )إليهم‬ilaihim/ kepada mereka yang

dirangkaikan dengan kata (‫ )تقسطوا‬tuqsithu itu sebagai isyarat bahwa hal yang

diperintahkan ini hendaknya diantar hingga sampai kepada mereka. Hal itu—tulis

ulama itu lebih jauh—mengisyaratkan bahwa sikap yang diperintahkan ini

termasuk bagian dari hubungan yang diperintahkan dan bahwa itu tidak akan

berdampak negatif bagi umat Islam—walau mereka memaksa diri mengirimnya

dari jauh karena memang Allah suka kelemah lembutan dalam segala hal dan

memberi imbalan atasnya dengan apa yang tidak diberikanya melalui hal-hal

lain.79

Kata (‫ )العدل‬al-‘adl terambil dari kata (‫‘ )عدل‬adala yang terdiri dari huruf-

huruf ‘ain, dal, lam. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak

belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seseorang yang adil

adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama,

78
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, Vol. 13, 2002), hlm 597-598.
79
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an..., hlm
598.

50
bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak

berpihak kepada salahseorang yang berselisih.

Beberapa pakar mendefinisikan ‘adil dengan menempatkan sesuatu pada

tempatnya. Adalagi yang berkata ‘adil adalah moderasi;”tidak mengurangi tidak

juga melebihkan,” dan masih banyak rumusan yang lainya.80

Azbabun Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika fathu Makkah Bilal naik ke

atas ka’bah untuk adzan. Berkatalah beberapa orang “Apakah pantas budak hitam

adzan di atas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah

membenci orang ini, pasti Allah akan menggantinya’. Ayat ini (QS. 49:13) turun

sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, dan yang paling

mulia adalah yang paling taqwa (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang

bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah).Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa

ayat ini (QS. 49:13) turun berkenaan dengan Abi Hindin akan dikawinkan oleh

Rasulullah kepada seorang wanita Bani Bayadlah. Bani Bayadlah berkata: “Wahai

Rasulullah pantaskah kalau kami mengawinkan puteri-puteri kami kami kepada

budak-budak kami?”.

Ayat ini (QS. 49:13) turun sebagai penjelas bahwa Islam tidak ada

perbedaan antara bekas budak dengan orang merdeka (Diriwayatkan oleh Ibnu

80
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an..., (Vol.
6),
hlm 698.

51
Akasari di dalam kitab Mubhamat ‘yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykual’ yang

bersumber dari Abu Bakar bin Abi Dawud di dalam tafsirnya).81

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Qatilah (Ibu Kandung Asma

seorang kafir) datang kepada Asma binti Abi Bakar (anaknya). Setelah itu Asma

bertanya kepada Rosulullah saw: ”Bolehkan saya berbuat baik kepadanya?”

Rosulullah menjawab: “Ya” (boleh).Turunlah ayat ini (QS.60: 8) berkenaan

dengan peristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat

baik kepada orang yang tidak memungsuhi Agama Allah. Diriwayatkan oleh Al-

Bukhari dari Asma binti Abi Bakar. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Sitti

Qatilah (bekas isteri Abu Bakar) yang telah diceraikannya pada zaman Jahiliyyah

datang kepada anaknya bernama Asma binti Abi Bakar, membawa bingkisan.

Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memperkenankan ibunya masuk ke

dalam rumahnya. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah (saudaranya)

untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah saw. Maka Rasulpun

memerintahkan untuk menerimanya dengan baik serta menerima pula

bingkisannya. Ayat ini (QS. 60: 8) turun berkenaan dengan peristiwa itu yang

menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang kafir yang

tidak memusuhi Agama Allah.82

81
Qamaruddin Shaleh serta tim, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
ayat Al-Qur’an (Bandung: IKAPI ‘Ikatan Penerbit Indonesia’: 1990), hlm 475.
82
Qamaruddin Shaleh serta tim, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
ayat Al-Qur’an ...,hlm 515-516.

52
C. Ayat-ayat Serupa dan Munasabah Ayat

Dalam tahapan ini, seorang mufasir bisa mengidentifikasi teks-teks lain

yang mungkin memiliki relevansi dengan teks primer yang sedang dibahas.83

Sehingga mampu mengidentifikasi gagasan-gagasan kunci dari apa yang menjadi

pokok pembahasan.

Ayat-ayat yang serupa tentang saling mengenal dan menghargai84

‫نه ْم ِِف اَلْ ِن الْ اق ْوِل ۖ او ن‬ ِِ


‫اَّللُ يا ْعلا ُم‬ ُ ‫اه ْم ۖ اولاتا ْع ِرفان‬
ُ ‫يم‬
‫ اولا ْو نا اشاءُ اْل ااريْناا اك ُه ْم فالا اعارفْ تا ُه ْم بس ا‬

)47:30( ‫أ ْاع امالا ُك ْم‬

Artinya:

“Dan kalau kami kehendaki, niscaya kami tunjukkan mereka kepadamu

sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. dan

kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka

dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.”85(QS. Muhammad [47]: 30)

‫اه ْم‬ ِِ
ُ ‫يم‬
‫ اولا ْو نا اشاءُ اْل ااريْناا اك ُه ْم فالا اعارفْ تا ُه ْم بس ا‬seandainnya kami kehendaki, niscaya kami

tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka

dengan tanda-tandanya.Seandainya kami (Allah) menghendaki, wahai Rasul,

tentulah kami memperkenalkan mereka kepadamu seorang demi seorang

83
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 171-172.
84
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mukjam Al-Mufahras Li Al-Fadzli Qur’an Karim
(Arab: Daarul Kutub, 1945), hlm 458)
85
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 510.

53
berdasarkan tanda-tanda yang tampak pada dirimereka. Tetapi Allah tidak berbuat

seperti itu kepada semua orang munafik, supaya jangan disakiti oleh kerabat-

kerabat mereka yang ikhlas.86

... ‫اب يا ْع ِرفُوناهُ اك اما يا ْع ِرفُو ان أابْنااءا ُه ْم‬ ِ ِ‫ن‬


)2:146(
‫اه ُم الْكتا ا‬
ُ ‫ين آتا ْي نا‬
‫الذ ا‬

Artinya:

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang Telah kami beri Al Kitab (Taurat dan

Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya

sendiri87...”88(QS al-Baqarah [2]: 146)

Para ahlul kitab mengetahui bahwa Nabi muhammad sesungguhnya benar

karena mereka telah mengenalnya melalui keterangan-keterangan yang ditemuan

dalam kitab-kitab mereka. Selain itu juga dengan melihat sifat-sifat Nabi

sebagaimana telah diungkapkan dalam kitab-kitab terdahulu. Bahkan, mereka

mengenal sifat-sifat Nabi itu tidak ubahnya dengan mengenal anak-anak mereka

yang dididik, diasuh, dan dipeliharanya sejak kecil.89 Jadi ayat ini berkaitan

dengan saling mengenal antara satudengan yang lain dengan baik.

‫ضاراة الننعِي ِم‬ ِ ‫ف ِِف وج‬


ْ ‫وه ِه ْم نا‬
)83:24(
ُ ُ ُ ‫تا ْع ِر‬

Artinya:

86
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 3870.
87
mengenal Muhammad s.a.w. yaitu mengenal sifat-sifatnya sebagai yang tersebut dalam
Taurat dan Injil.
88
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 23.
89
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 233.

54
“Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh

kenikmatan.”90(QS. al-Muthafifin [83]: 24)

Apabila kita melihat mereka, maka kita pun meyakini bahwa mereka berada

di dalam kenikmatan. Sebab, wajah mereka tampak berseri-seri. Hal ini

menegaskan bahwa ketika kita melihat kerabat kita bahagia, maka kita ikut

merasa bahagia. Sehingga dalam mebmasyarakat dapat saling mengenal dan

memahami dengan baik.

)23:69( ‫أ ْام اَلْ يا ْع ِرفُوا ار ُسواَلُْم فا ُه ْم لاهُ ُمْن ِك ُرو ان‬

Artinya:

“Ataukah mereka tidak mengenal Rasul mereka, Karena itu mereka

memungkirinya?”91(QS. AL-Mu’minun [23]:69)

Padahal jelas bahwa di dalam kitabnya dijelaskan tentang Rasul

Muhammad, tetapi mereka tidak mengenalnya dengan baik. Maka dalam hal ini,

berkaitan dengan bagaimana kita harus berhubungan baik dengan semua orang,

apapun agama, ras, suku dan bangsanya mengenali dengan baik adalah sesuatu

yang pokok.

... ‫اب يا ْع ِرفُوناهُ اك اما يا ْع ِرفُو ان أابْنااءا ُه ُم‬ ِ ِ‫ن‬


)6:20(
‫اه ُم الْكتا ا‬
ُ ‫ين آتا ْي نا‬
‫الذ ا‬

Artinya:

90
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 588.
91
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 346.

55
“Orang-orang yang Telah kami berikan Kitab kepadanya, mereka mengenalnya

(Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. ...”92(QS. al-An’an

[6):20)

Semua orang Yahudi dan Nasrani mengetahui bahwa Muhammad itu Nabi

yang ummi, Nabi penghabisan, dan pengikut semua rasul. Pengetahuan mereka

tentang Muhammad sama dengan penegtahuan (pengenalan) mereka mengenai

anak-anak sendiri atau lebih dari itu. Mareka mengetahui Muhammad dengan

sangat baik, karena sifat-sifatnya telah dijelaskan dalam kitab-kitab mereka

sendiri (Taurat dan Injil).93 Pokok permasalahan disini yaitu bagaimana cara kita

saling mengenal seseorang dengan baik tanpa ada sekat perbedaan agama, ras,

suku dan bangsa.

Ayat-ayat yang serupa tentang kebaikan dan keadilan94

ً ‫ول اعلاْي ُك ْم اش ِه‬


... ‫يدا‬ ِ ‫ك اج اع ْلناا ُك ْم أُنمةً او اسطًا لِتا ُكونُوا ُش اه اداءا اعلاى الن‬
ُ ‫ناس اويا ُكو ان النر ُس‬ ِ
‫اواك اذل ا‬

)2:143(

Artinya:

“Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil

dan pilihan95 agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul

92
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 130.
93
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 1209
94
Azharuddin Sahil, Indeks Al-Qur’an (Bandung, Mizan, 1996), hlm 3.
95
umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, Karena mereka akan menjadi saksi atas
perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.

56
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu...”96 (QS. Al-Baqarah [2]:

143)

Kami telah menjadikan kamu suatu umat yang paling baik dan adil, umat

yang seimbang (moderat), tidak termasuk umat yang berlebih-lebihan dalam

beragama (ekstrem) dan tidak pula termasuk golongan orang yang terlalu kurang

dalam menunaikan kewajiban agamanya.97 Di sini dijelaskan bahwa Islam agama

yang sempurna dengan menebarkan kebaikan dan keadilan.

)4:58( ... ‫ناس أا ْن اَْت ُك ُموا ًِبلْ اع ْد ِل‬ ‫ اوإِ اذا اح اك ْمتُ ْم باْ ا‬...
ِ ‫َّي الن‬

Artinya:

“...Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya

kamu menetapkan dengan adil....”98 (QS. An-Nisa’[4]: 58)

Apabila kamu menjadi penguasa maka hendaklah berlaku adil. Kemudian

dikaitkan dengan menjalin hubungan sosial ini, maka berlaku adillah dalam hal

apapun.

)4:135( ... ‫َّي ًِبلْ ِق ْس ِط‬ ِ


‫ين اآمنُوا ُكونُوا قا نوام ا‬
ِ‫ن‬
‫اَي أايُّ اها الذ ا‬

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar

penegak keadilan...”99 (QS. An-Nisa’ [4]: 135)

96
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 22.
97
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 225.
98
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 87.
99
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 100.

57
Allah telah memerintahkan umat-Nya supaya menegakkan keadilan dan

mewujudkannya dengan cara yang sesempurna-sempurnanya dan melarang

mereka dipengaruhi oleh tekanan.100 Sehingga menegakkan keadilan ini sangat

penting untuk kemaslahatan umat manusia.

‫َّي ِنَّللِ ُش اه اداءا ًِبلْ ِق ْس ِط ۖ اواَل اَْي ِرامن ُك ْم اشناآ ُن قا ْوٍم اعلاى أناَل‬ ِ
‫ين اآمنُوا ُكونُوا قا نوام ا‬
ِ‫ن‬
‫اَي أايُّ اها الذ ا‬

)5:8( ‫اَّللا اخبِيٌ ِِباا تا ْع املُو ان‬ ‫ب لِلتن ْق اوى ۖ اواتن ُقوا ن‬
‫اَّللا ۖ إِ نن ن‬ ِ ِ
ُ ‫تا ْعدلُوا ۖ ْاعدلُوا ُه او أاقْ ار‬

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu

menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan

janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu

untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada

takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui

apa yang kamu kerjakan.”101 (QS. Al-Maidah [5]: 8)

‫ ُش اه اداءا ًِبلْ ِق ْس ِط‬menjadi saksi yang adil (melahirkan kebenaran dengan secara

adil) memperlihatkan mana yang hak (benar) dihadapan siapapun. ‫اواَل اَْي ِرامن ُك ْم اشناآ ُن‬

‫اعلاى أناَل تا ْع ِدلُوا‬ ‫قا ْوٍم‬Dan janganlah karena rasa permungsuhan terhadap suatu kaum
mendorong kamu berlaku tidak adil. Janganlah karena didorong oleh rasa benci
atau permungsuhan kepada suatu golongan, kamu berlaku curang atau tidak
memelihara keadilan. Mukmin yang benar tetap berlaku adil dan tetap menahan

100
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 972.
101
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 108.

58
hawa nafsunya. ‫ب لِلتن ْق اوى‬ ِ
ُ ‫ ْاعدلُوا ُه او أاقْ ار‬berbuat adillah kamu, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Berlaku adillah kamu, karena adil itu jalan yang paling dekat
dengan takwa.102

‫اب اه ْل تا ْن ِق ُمو ان ِمننا إِنَل أا ْن اآمننا ًِب نَّللِ اواما أُنْ ِزال إِلاْي ناا اواما أُنْ ِزال ِم ْن قا ْب ُل اوأا نن‬
ِ ‫قُل َي أ ْاهل الْ ِكتا‬
‫ْا ا‬

ِ ‫أا ْكثارُكم فا‬


‫اس ُقو ان‬
)5:59(
ْ‫ا‬

Artinya:

“Katakanlah: "Hai ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, Hanya

lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami

dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu

benar-benar orang-orang yang fasik?”103 (QS. Al-Maidah [5]:59)

ِ ‫وأا نن أا ْكثارُكم فا‬Dan


‫اس ُقو ان‬ ْ‫ا‬ ‫ا‬ sesungguhnya kebanyakan kamu orang-orang yang

fasik memberi pengertian bahwa diantara ahlul kitab yang tetap berpegang kepada
pokok-pokok agama dan larangannya, yaitu: tauhid, mencintai kebenaran, dan
keadilan. Merekalah yang bersegara memeluk agama Islam ketika telah jelas
baginya hakikat Islam.104

‫وسى أُنمةٌ يا ْه ُدو ان ًِب َْلاِق اوبِِه يا ْع ِدلُو ان‬ ِ ِ


)7:159(
‫اوم ْن قا ْوم ُم ا‬

Artinya:

102
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 1046.
103
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 118.
104
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 1109.

59
“Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk

(kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak Itulah mereka menjalankan

keadilan105.”106(QS Al-A’raf [7]: 159)

Diantara kaum Musa ada segolongan besar yang memberi petunjuk kepada

manusia tentang kebenaran dan menuntun mereka kepada kebajikan. Selain itu

memutuskan perkara dengan adil, tidak mengikuti hawa nafsu, dan tidak makan

barang yang haram.107

)7:181( ‫اوِِم ْنن اخلا ْقناا أُنمةٌ يا ْه ُدو ان ًِب َْلاِق اوبِِه يا ْع ِدلُو ان‬

Artinya:

“Dan di antara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi

petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan

keadilan.”108 (QS Al-A’raf [7]: 181)

Sebagian dari umat yang telah kami jadikan dan telah kami utus kepada

mereka beberapa rasul, ada sebagian umat yang menunjuki manusia kepada

kebajikan dan dengan kebajikan itu mereka memutuskan hukum, sehingga

menjadilah segala urusan mereka dalam keadaan cukup baik. Tidak keluar batas

105
Maksudnya: mereka memberi petunjuk dan menuntun manusia dengan berpedoman
kepada petunjuk dan tuntunan yang datang dari Allah s.w.t. dan juga dalam hal mengadili perkara-
perkara, mereka selalu mencari keadilan dengan berpedomankan petunjuk dan tuntunan Allah.

106
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 170.
107
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 1494.
108
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 174.

60
dan tidakkurang dari batas, serta mereka menjadi umat yang imbang dan tetap

menegakkan keadilan.109

ۖ ‫ان اوإِيتا ِاء ِذي الْ ُق ْراَب اوياْن اهى اع ِن الْ اف ْح اش ِاء اوالْ ُمْن اك ِر اوالْبا ْغ ِي‬
ِ ‫اْلحس‬ِ ِ ِ ‫إِ نن ن‬
‫اَّللا اَيْ ُم ُر ًبلْ اع ْدل او ْ ْ ا‬

)16:90( ‫ياعِظُ ُك ْم لا اعلن ُك ْم تا اذ نك ُرو ان‬

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu

dapat mengambil pelajaran.”110 (QS Al- Nahl [16]: 90)

ِ ‫اْلحس‬ِ ِ ِ ‫إِ نن ن‬Sesungguhnya


‫ان‬ ‫اَّللا اَيْ ُم ُر ًبلْ اع ْدل او ْ ْ ا‬ Allah menyuruh (kamu) berlaku

adil dan berbuat kebajikan, iringilah langkah kakimu dalam kebaikan dan
ِ ‫ وإِيت‬memberi kepada kaum kerabat,
keadilan dengan semua orang‫اء ِذي الْ ُق ْراَب‬‫ا ا‬
maksudnya, Dia memerintahkan unutk menyambung tali silaturahmi dengan
sanak kerabat dan tetangga dengan baik.

)20:112( ‫ض ًما‬
ْ ‫اف ظُْل ًما اواَل اه‬
ُ ‫ فا اال اُيا‬...

Arrtinya:

“...Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan

tidak (pula) akan pengurangan haknya.”111 (QS Thaha [20]:112)

109
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 1520.
110
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 277.
111
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 319.

61
Ketika seorang Muslim diberlakukan tidak baik dan adil kepada NoN-

Muslim maka jangan takut akan halitu, karena Allah tidak akan mengurangi

pahalamu dan memuliakan kamuatas hal itu.

‫ك الْ ُمْب ِطلُو ان‬ ِ ِ ُ‫اَّللِ ق‬


)40:78(
‫ض اي ًِب َْلاِق او اخ ِسار ُهناال ا‬ ‫فاِإذاا اجاءا أ ْام ُر ن‬...

Artinya:

“...Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara)

dengan adil. dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang

batil.”112 (QS. Al-Ghafir [40] ayat 78)

Apabila telah datang azab Allah SWT, yang mencakup semua orang yang

mendustakan-Nya, maka Allah SWT pun memutuskan semua perkara dengan

seadil-adilnya. Allah SWT akan melepaskan perkara para rasul dan orang-orang

mukmin. Sebaliknya Dia akan membinasakan semua orang yang membantah ayat-

ayat-Nya dan menganggap bahwa Allah mempunyai sekutu. 113 Berkaitan dengan

hal ini (menjalin hubungan kepada semua orang dengan baik) Allah telah

menerangkan dalam kitabnya dengan sempurna dan manusia diperintahkan untuk

berbuat kebaikan dan berlaku adil.

112
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 476.
113
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 3635.

62
‫اَّللُ ِم ْن‬
‫ت ِِباا أانْ ازال ن‬ ِ ِ ‫فالِ اذلِك فاادع ۖ و‬
ُ ‫ت ۖ اواَل تاتنبِ ْع أ ْاه اواءا ُه ْم ۖ اوقُ ْل اآمْن‬
‫استاق ْم اك اما أُم ْر ا‬
ْ ‫ا ُْ ا‬

‫ت ِْل ْاع ِد ال باْي نا ُك ُم ۖ ن‬


‫اَّللُ اربُّناا اواربُّ ُك ْم ۖ لاناا أ ْاع امالُناا اولا ُك ْم أ ْاع امالُ ُك ْم ۖ اَل‬ ِ ٍ ‫كِتا‬
ُ ‫اب ۖ اوأُم ْر‬

ِ ِِ
)42:15(
ُ‫اَّللُ اَْي ام ُع باْي نا ناا ۖ اوإلاْيه الْ امصي‬
‫ُح نجةا باْي ناناا اوباْي نا ُك ُم ۖ ن‬

Artinya:

“Maka Karena itu Serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah114 sebagai

mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan

Katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan Aku

diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan

Tuhan kamu. bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak

ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan

kepada-Nyalah kembali (kita)."115(QS. Ash-Shura’ [42] ayat 15)

‫ع‬ ِِ
ُ ‫ك فا ْاد‬
‫فال اذل ا‬karena itu serulah mereka kepada agama, oleh karena umat-umat

terdahulu terpecah dan berselisih karena tidak memliki landasan iman yang benar

dan sempurna, hai Muhammad, maka serulah mereka agar bersatu padu

menyambut agama yang toleran ini.‫أ ُِم ْرت‬ ‫استا ِق ْم اك اما‬


ْ ‫ او‬dan berlaku luruslah

sebagaimana kamu diperintahkan. ‫ اواَل تاتنبِ ْع أ ْاه اواءا ُه ْم‬janganlah kamu mengikuti hawa

nafsu mereka, janganlah kamu, wahai Rasul, mengikuti hawa nafsu mereka yang
114
Maksudnya: tetaplah dalam agama dan lanjutkanlah berdakwah.
115
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 484.

63
ٍ ‫اَّلل ِمن كِتا‬
‫اب‬ ِ ‫وقُل آمْن‬katakanlah:
selalu meragukan kebenaran. ْ ُ‫ت ِباا أانْ ازال ن‬
ُ ‫ا ْ ا‬ “Aku

beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah SWT. “aku membenarkan semua

kitab yang sudah diturunkan kepada nabi-nabi, yaitu Taurat, Injil, Zabur, Shuhuf

Ibrahim; aku tidak mendustakan salah satu darinya.‫كم‬


ُ ‫باْي نا‬ ُ ‫ت ِْل ْاع ِد ال‬ ِ
ُ ‫ اوأُم ْر‬dan aku

diperintahkan berlaku adil diantara kamu, Aku, kata Muhammad seterusnya,

diperintahakan oleh Allah SWT untuk berlaku adil dalam menetapkan hukum-

hukum-Nya atas perkara yang kamu ajukan kepadaku.116

ِ ‫ان ِمن الْمؤِمنَِّي اقْ ت ت لُوا فاأ‬


‫ُخارى‬ ُ ‫ت إِ ْح اد‬
ْ ‫اُهاا اعلاى ْاْل‬ ْ ‫اصل ُحوا باْي نا ُه اما ۖ فاِإ ْن باغا‬
ْ ‫اوإِ ْن طاائِافتا ِ ا ُ ْ ا ا ا‬

‫اصلِ ُحوا باْي نا ُه اما ًِبلْ اع ْد ِل اوأاقْ ِسطُوا‬


ْ ‫ت فاأ‬
ِ‫فا اقاتِلُوا النِِت تابغِي ح نَّت تاِفيء إِ اَل أام ِر ن‬
ْ ‫اَّلل ۖ فاِإ ْن فااءا‬ ْ ‫ا‬ ‫ْ ا‬

‫َّي‬ ِِ ُّ ‫اَّللا ُُِي‬


‫ۖ إِ نن ن‬
)49:9(
‫ب الْ ُم ْقسط ا‬

Artinya:

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang

hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar

perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu

perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut,

damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku

116
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 3696-3697.

64
adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”117(QS. Al-

Hujurat [49] ayat 9).

‫َّي‬ ِِ ُّ ‫اَّللا ُُِي‬


‫ اوأاقْ ِسطُوا ۖ إِ نن ن‬...
‫ب الْ ُم ْقسط ا‬ serta berlaku adillah; sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang berlaku adil. Berlaku adillah kamu dalam segala

tindak tandukmu, karena Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Selain

itu, Allah akan memberikan pembalasan yang sebaik-baiknya kapada mereka.118

D. Kontekstualisasi Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim

Al-Qur’an adalah sebuah aksi komunikatif (Comunicative act) yang

memiliki tujuan tertentu. Umat Islam meyakini al-Qur’an sebagai kalam Tuhan.

Al-Qur’an ditujukan, pada awalnya, kepada kalangan tertentu, yaitu penduduk

Makkah dan Madinah pada abad ke-7 M. Oleh karena itu, aksi komunikatif al-

Qur’an sangat berkait konteks spesifik tempat kejadian pertamanya, serta

hubungan antara Sang pemberi Kalam (Tuhan) dan para penerima pertamanya

(Nabi Muhammad dan generasi sahabat). Meski pesan al-Qur’an terus-menerus

diaktualisasikan dan direaktualisasi sepanjang generasi Muslim pasca Nabi

Muhammad, konteks-konteks yang baru itu tetap terhubungakan dengan konteks

pewahyuan pertama.119

Epistimologi pendekatan kontekstual yang di bangun Abdullah Saeed ini,

mengantarkan penulis untuk bisa lebih menjabarkan mengenai konsep

117
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah..., hlm 516.
118
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nur,..., hlm 3918.
119
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 139.

65
berhubungan baik anatara Muslim dengan Non-Muslim sesuai yang terjadi saat

ini.Kebobrokan moral manusia terjadi karena manusianya itu sendiri. Sebagai alat

bantu mengembalikan moral itu dengan baik, Saeed menerapkan beberapa prinsip

bahwa setiap peristiwa itu terjadi karena ada sebab yang mengawalinya, kemudian

dari peristiwa tersebut Saeed mengembalikan lagi dengan teks awal atau ajaran al-

Qur’an sehingga akan terjadi analisis kejadian dan mendapat solusi yang terbaik.

Prinsip-prinsip Saeed dalam membangun hubungan yang Toleran antara Muslim

dengan Non-Muslim yang paling menonjol yaitu kembali lagi pada fitrah manusia

di ciptakan untuk saling mengenal, menghargai, berbuat baik dan berlaku adil

dengan siapa pun itu tanpa melihat perbedaan ras, suku, bangsa, bahkan agama

sekalipun.

Konteks ini (QS. al-Hujurat:13), pada mulanya turun karena terjadi

peristiwa seorang budak yang hitam melakukan adzan diatas Ka’bah. Namun ada

seorang yang merasa tidak pantas akan hal tersebut. Sehingga turunlah ayat ini (S.

49:13) sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi sesama

manusia, baik dari segi suku, bangsa, ras, serta agama. Kemudian turunnya (QS.

al-Mumtahanah:8) berkenaan dengan peristiwa yang menegaskan bahwa Allah

tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi agama Allah.

Melalui ajaran dan pilar tadi, Islam mendorong para pengikutnya agar

bersikap toleran dengan pengikut agama lain dan bersikap positif terhadapnya,

karena Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai khalifah yang mempunyai

tanggung jawab kolektif untuk membangun bumi ini, baik secara moril dan

materil.

66
Hubungan tidak harmonis antar Muslim dengan Non-Muslim telah

melahirkan sejumlah salah pengertian, opini yang keliru dan pernyataan yang

berisi provokasi dan penyebar sikap kebencian dan permungsuhan terhadap Islam.

Islam dituduh sebagai agama teroris, mengandung ajaran membunuh orang secara

membabi buta dan merupakan ancaman keberlangsungan kebudayaan moderen.

Ini disebabkan percampur –adukkan Islam sebagai agama yang berdasarkan al-

Qur’an dan Hadis dengan aksi segelintir orang Islam yang tidak bertanggung

jawab. Sehingga hal tersebut memicu umat lain atau Non-Muslim menumbuhkan

sisi-sisi kebencian dalam dirinya yang kemudian merusak hubungan baik antara

kelompok. Dari sini, terlihat urgensi topik prinsip hubungan muslim dengan non-

muslim dalam Islam untuk menjelaskan petunjuk Allah SWT dan utusan-Nya

Nabi Muhammad SAW tentang hal tersebut. Bagaiman para sahabat Nabi dan

umat Islam dari masa ke masa menerapkan prinsip dan nilai Illahi dalam

menciptakan kehidupan yang damai di tengah-tengah masyarakat yang berbeda

agama, budaya, ras, suku dan bangsa.

Hubungan Muslim dengan orang lain ini dijelaskan Allah SWT dalam al-

Qur’an dan melalui utusannya Nabi Muhammad SAW. Dimana harus terjalin atas

dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, persaudaraan kemanusiaan.

Persamaan dan keadilan itu ibarat dua sisi uang logam yang bila salah satu

sisinya hilang, sisi yang lain tidak ada artinya. Stabilitas sosial dan masyarakat

tidak akan tercapai bila keduanya menjadi sirna. Untuk itu, suatu keharusan

memberlakukan keadilan dan kebaikan kepada semua orang tanpa melihat

perbedaan suku, ras, bangsa, serta agama sekalipun.

67
Bahkan al-Qur’an tidak hanya sekedar menghimbau umat Islam agar

bersikap toleran yang dianggap sebagai syarat mutlak bagi kehidupan yang damai,

tetapi meminta komitmen mereka agar saling mengenal, menghargai, berbuat

baik dan adil. Bukan dalam arti dapat menerima orang lain saja, tetapi harus

menghormati budaya, kepercayaan, dan perbedaan peradabannya. Hal yang

dimaksud firman Allah surat al-Hujurat ayat 13 dan al-Mumtahanah ayat 8.

Al-Qur’an setelah memberi petunjuk tata karma pergaulan dengan sesama

muslim, ayat di atas telah menguraikan prinsip dasar hubungan antar manusia.

Karena itu, ayat dia atas tidak lagi tidak lagi berbicara kepada orang-orang yang

beriman, tetapi kepada semua manusia. “Hai manusia, Sesungguhnya kami

menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling

kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi

Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. ..” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)

Diciptakannya manusia di dunia ini, Allah telah memerintahalan kepada

makhluknya agar saling kenal-mengenal, membantu, dan saling melengkapi. Hal

itu dikuatkan dengan Firman Allah SWT: “Allah tidak melarang kamu untuk

berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu

Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”(QS. al-Mumtahanah[60]: 8)

Kaum Muslimin diperbolehkan berdamai dengan musuh-musush yang

mereka kehendaki jika terpaksa harus melakukannya dan perdamaian tersebut

menghasilkan kemaslahatan-kemaslahatan yang tidak merekatemukan jika tidak

68
dengan cara ini, karena Rasulullah SAW sendiri berdamai dengan penduduk

Makkah di perdamaian Hudaibiyah, berdamai dengan orang-orang Najran dengan

syarat mereka menyerahkan sejumlah uang kepada beliau, berdamai dengan

orang-orang Bahrain dengan syarat mereka membayar jizyah dla jumlah tertentu

kepada beliau, dan berdamai dengan Ukaidar Daumah kemudian beliau

melindungi darahnya dengan syarat ia membayar jizyah kepada beliau.120

Dengan hal tersebut, maka untuk membangun hubungan yang harmonis

perlu pengorbanan akan hal itu. Seseorang harus mampu membangun rasa

nyaman orang lain terhadap diri kita, begitu pula sebaliknya. Sehingga

menumbuhkan rasa simpatik terkait dalam hal ini yaitu berkaitan hubungan

harmonis antara Muslim dengan Non-Muslim pada saat ini.

E. Hirarki Nilai Ayat-Ayat Mengenai Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim

Meskipun Rahman telah mencoba membangun hirarki nilai ayat-ayat etika-

hukum dan menafsirkan ayatnya, namun dia tidak menjelaskan secara eksplisit

bahwaperumusan hirarki nilai sangat penting bagi metodologi alternative

penafsiran. Namun, paling tidak dia telah mengangkat persoalan nilai (yang dia

sebut’general principles’). Rahman melanjutkan pemikirannya bahwa sebagai

basisnya, seorang mufasir harus membangun (yang disebutnya sebagai) ‘teori

sosial-moralyang terpadu dan komprehensif’.121

120
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim; Minhajul Muslim, (Jakarta:
Ensiklopedi Muslim, 2004 ), hlm 488.
121
Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 252-253.

69
Berdasarkan makna dari ayat di atas, yaitu menjelaskan bahwa makhluk

Allah itu wajib saling mengenal dan memahami serta berkewajiban berbuat baik

dan berlaku adil kepada semua orang (menyatakan sebuah hubungan sosial) tidak

melihat perbedaan suku, ras, bahkan agama dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Sehingga ayat tersebut termasuk dalam ayat ethico-legal. Dengan demikian dapat

dijabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,sebagai berikut:

1) Nilai yang bersifat kewajiban, dalam surat al-Hujurat ayat 13 dan al-

Mumtahanah ayat 8 yaitu nilai moral dan sosial. Rasyid Ridho yakin

bahwa sebuah peradaban harus berpegang bukan hanya pada dimensi-

dimensi ekonomi dan politik. Ia juga membutuhkan ajaran-ajaran moral

dan nilai-nilai etika untuk menopang kemajuannya.122

2) Nilai fundamental, dalam ayat di atas nilai kemanusiaan ini sangat

dijunjung tinggi dalam segala aspek kehidupan manusia di dunia ini.

3) Nilai proteksional, setiap orang yang hidup di dunia ini pasti

membutuhkan perlindungan. Berkaitan dengan ini, kerukunan dalam

bermasyarakat sangat dibutuhkan supaya tidak terjadi pertikaian yang pada

ujungnya timbul rasa saling dengki samapai dendam yang berujung saling

membunuh.

4) Nilai-nilai intruksi, berkaitan dengan nilai ini, QS. al-Hujurat ayat 13 dan

al-Mumtahanah ayat 8 sebagai landasar dasar sebuah hubungan muslim

dengan non-muslim yang harmonis.

122
Emad Eldin Shahin, Modernisasi, Bukan Westernisasi; Visi Politik dan Intelektual M.
Rasyid Ridha (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2002), hlm 100.

70
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Abdullah Saeed adalah professor Arab dan Islamic studies dari Oman yang

tinggal di Australia. Dia adalah Direktur pada Center for Study of Contemporary

Islam di Universitas Melbourne. Saeed adalah ilmuan yang produktif.

Metode tafsir kontekstaul merupakan sumbangsih yang diberikan Abdullah

Saeed bagi metodologi penafsiran al-Qur’an khususnya kontemporer. Bagi Saeed

dalam melakukan penafsiran ada empat hal poin yang perlu dilakukan, antara lain:

bertemu dengan dunia teks, melakukan analisis kritis (analisis bahasa, analisis

konteks sastra, bentuk sastra, analisis teks-teks yang berkaitan, relasi kontekstual),

menentukan makna teks bagi penerima pertama, menentukan makna dan aplikasi

teks bagi saat ni.

Hubungan Muslim dengan Non-Muslim saat ini memang tidak begitu

sempurna, banyak sekali terjadi perselisihan antara mereka. Maka dengan itu,

penulis menerapkan metode tafsir kontekstual Saeed dalam mengaplikasikan

hubungan Muslim dengan Non-Muslim dengan baik (toleran)yang tertera dalam

QS. al-Hujurat ayat 13, bahwa sesama manusia diperintahkan saling mengenal

dan menghargai. Kemudian dikuatkan lagi dengan QS. al-Mumtahnah ayat 8,

sangat dianjurkan atas manusia saling berbuat kebaikan dan berlaku adil kepada

siapapun (yaitu kepada mereka yang tidak memerangimu karena agamamu dan

tidak mengusirmu dari negerimu). Al-Qur’an setelah memberi petunjuk tata

krama pergaulan dengan sesama muslim, ayat di atas telah menguraikan prinsip

71
dasar hubungan antar manusia. Karena itu, ayat dia atas tidak lagi tidak lagi

berbicara kepada orang-orang yang beriman, tetapi kepada semua manusia.

Islamadalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak-hak agama

lain, kecuali yang bersifatpaganisme atau syirik, untuk hidup dan menjalankan

agama masing-masing dengan penuh kesungguhan.

B. Saran

Hubungan muslim dengan non-muslim yang terjadi saat ini, mayoritas

sangat kurang pas dengan ajaran yang diberlakukan dalam al-Qur’an. Al-Qur’an

mengajarkan unutk saling mengenal, berbuat baik dan berlaku adil kepada siapa

pun tanpa melihat perbedaan ras, suku, bangsa sertaagama. Namun, saat ini, Islam

dianggap sebagai teroris, karena akibat dari orang Islam yang tidak bertanggung

jawab.

Abdullah Saeed, mencoba mengembangkan metode tafsir kontekstual dalam

ayat-ayat ethico-legal dalam hal ini terkait Hubungan Muslim dengan Non-

Muslim. Yaitu mengembalikan nilai moral dan sosial dalam kehidupan

bermasyarakat. Sehingga dibutuhkan pikiran-pikiran kritis untuk melanjutkan

usaha Abdullah Saeed, dalam mengembangkan wacana hubungan muslim dengan

non-muslim yang harmonis berdasarkan ajaran al-Qur’an. karya ini merupakan

salah satu sumbangan kecil terhadap penerapan metode tafsir kontekstual

Abdullah Saeed. Mengingat, al-Qur’an sepenuhnya diyakini umat Islam sebagai

shahih li kulli zaman wa makan, karenanya, tugas kita sebagai seorang Muslim,

untuk senantiasa membangun hubungan harmonis dengan siapa pun dan kapan

pun.

72
DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashrudin, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka

Pelajar, 1998).

Bakar, Abu Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim; Minhajul Muslim,

(Jakarta: Ensiklopedi Muslim, 2004).

Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat

(Yogyakarta: kanisius, 1990).

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha

Putra, 1989).

Eldin, Dr Emad Shahin, Modernisasi, Bukan Westernisasi; Visi Politik dan

Intelektual M. Rasyid Ridha (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2002).

Fuad, Muhammad Abdul Baqi, Al-Mukjam Al-Mufahras Li Al-Fadzli

Qur’an Karim (Arab: Daarul Kutub, 1945).

Furchan, Arief dan Agus Maimun, Study Tokoh: Metode Penelitian

Mengenai Tokoh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Gragg, Kenneth, The Event of the Qu r’an: Islam and the Scripture

(London: George Allen and Unwin Lid, 1971).

Gusmian,Islah,Khasanah Tafsir Indonesia; Dari Hermenutik Himgga

Ideologi (Yogyakarta: LkiS, 2013).

Hajar, Haidi Widagdo, Interaksi Sosial Muslim Dengan Non-Muslim

Prespektif Hadi,(Yogyakatra: TESIS UIN Saunan Kalijaga, 2011).

Hasbi, Muhammad ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-

Nur,(Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2003).

73
Iffah, Lien Nafi’atu Fina, Interpretasi Kontekstual: Studi Atas Pemikiran

Hermeneutika al-Qur’an Abdullah Saeed, Esensia,(Vol. XII No. 1, Januari 2011).

Masyhuri, Asas-asas Komunikasi ( Semarang: IKIP Semarang Press, 1991).

Kamal, Allamah Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta; Nur Al-Huda,

Jld 17, 2013).

Kamal, Allamah Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta; Nur Al-Huda,

Jld 17, 2013).

Muhammad, Ichan Nur, “Hermeneutika al-Qur’an: Analisis Peta

Perkembangan Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer”, Skripsi Fakultas

Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga 1995.

Mustafa, Ali Yaqub, Kerukunan Umat dalam Prespektif Al-Qur’an dan

Hadis (Jakarta:Pustaka Firdaus,2000).

Nichlatus, Sheyla Sovia, “Interpretasi Kontekstual; Studi Pemikiran

Hermeneutika Abdullah Saeed”, Dialogi, (Vol 13, No. 1, 2013).

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994).

Quraish, M. Shihab, Kaidah Tafsir; Syarat, ketentuan, dan Aturan yang

Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an (Tangerag:Lentera

Hati, 2013).

Quraish, M. Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-

Qur’an(Jakarta: Lentera Hati, Vol. 6, 2002).

Quraish, M. Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-

Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 12, 2002).

74
Quraish, M. Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-

Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 13, 2002).

Rachman, Hatib “Hermeneutika al-Qur’an Kontekstual: Metode

Menafsirkan al-Qur’an Abdullah Saeed, Afkaruna (Vol. 9, No. 2, Juli 2013).

Rohman, Fazlur, Islam dan Modernitas:tentang Transformasi Intelektual,

terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985).

Saeed, Abdullah, Al-Qur’an Abad 21; Tafsir Kontekstual (Bandung: Mizan,

2016).

Saeed, Abdullah, Interpreting the Qur’an ; Towards a Contemporary

Approach (London dan New York, 2006).

Saeed,Abdullah,“Contextualizing” dalam Andrew Rippin (ed), The

Blackwell Companion to the Qur’an (Oxford: Blackwell Publishing, 2006).

Sahil, Azharuddin, Indeks Al-Qur’an (Bandung, Mizan, 1996).

Shaleh, Qamaruddin serta tim, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis

Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an (Bandung: IKAPI ‘Ikatan Penerbit Indonesia’:

1990).

Suriansyah, Eka dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah

Saeed, Jurnal Kajian Islam (Vol. 3 No. 1, April 2011).

Syamsuddin, Sahiron, “Argumentasi Abdullah Saeed dalam Mengusung

Pendekatan Kontekstual dalam Penafsiran al-Qur’an” Paradikma, Prinsip dan

Metode Penafsiran Kontekstual al-Qur’an , terj. Lien Iffah Naf’atu Fina dan Ari

Henri (Yogyakarta: Ladang Hikmah dan Baitul Hikmah Press, 2016).

75
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Besar

Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Wahyuni, Muhammad Nafis, Cak Nun Sang Guru Besar; Biografi

Pemikiran Prof. Dr. Nurcholis Madjid, (Jakarta, PT Kompas Mesia Nusantara,

2014).

Wartoyo, “, Bunga Bank: Abdullah Saeed vs Yusuf Qaradhawi “Sebuah

Dialektika Pemikiran antara Kaum Modernis dengan Neo-Revivalis”, La_Riba;

Jurnal Ekonomi Islam (Vol IV, No 1 Juli 2010).

Yunus,Mahmud, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa

Dzurriyah, 2010).

Zaini,Ahmad, “Model Interpretasi al-Qur’an Abdullah Saeed”, Islamica

(Vol 6 No. 1, September 2011).

76
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

BIODATA PENULIS

Triyanah, Dilahirkan di kabupaten Semarang tepatnya di Dusun Tajuk, Desa

Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada tanggal 28 November

1992. Anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan dari Bapak Suparno (alm) dan

Ibu Suratmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di MI Khoiru Zaidah Tajuk di

Kecamatan Getasan pada tahun 2005. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan

pendidikan di MTS Sudirman Getasan dan tamat pada tahn 2008, kemudian

melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA M. Borobudur pada tahun 2008 dan

selesai pada tahun 2011. Pada tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan di

perguruan tinggi negeri, tepatnya di STAIN Salatiga yang baru beberapa tahun

belakang ini pindah setatus menjadi IAIN Salatiga Fakultas Ushuluddin, Adab,

dan Humaniora pada Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, yang InsyaAllah akan

menyelesaikan pendidikan tinggi pada tahun ini (2017).

Daftar Riwayat Hidup

1. Nama :Triyanah

2. Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 28 November 1992

3. Jurusan : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

4. Semester : VIII (Genap)

5. Tahun Ajaran : 2016/2017

6. Jenis Kelamin : Perempuan

77
7. Agama : Islam

8. Status Perkawinan : Belum Menikah

9. Pekerjaan : Mahasiswa

10. Alamat : Tajuk 001/003, Tajuk, Kec. Getasan, Kab.

Semarang

11. Riwayat Pendidikan : MI Khoiru Zaidah lulus tahun 2005, MTS

Sudirman Getasan tahun 2005-2008, SMA Muhammadiyah Borobudur tahun

2008-2011

12. Riwayat Pekerjaan : Admin BMT Mitra Umat Borobudur 2011-

2012, Pendamping Asrama Boarding School SMPIT Nurul Islam Tengaran

2014-Sekarang.

13. Riwayat Organisasi : OSIS, ROHIS, LDK, HMJ, Senat

Mahasiswa (SEMA)

78
Lampiran 2

79
Lampiran 3

FOTO BERSAMA ABDULLAH SAEED

Pada Acara Workshop Tentang Aplikasi Pendekatan Kontekstual dan Resepsi

Pendekatan Hitoris-Kritis atas Al-Qur’an di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

80

Anda mungkin juga menyukai