Anda di halaman 1dari 13

CORPORATE GOVERNANCE

“CORPORATE GOVERNANCE dan CORPORATE CONTROL”

Dosen Pengempu : Dr.Ni Made Dwi Ratnadi,S.E.,

Nama Kelompok :

1. Ni Luh Putu Sugiani (1807511048)


2. Putu Wanda Ayu Sumantri (1807511061)
3. I Gusti Agung Istri Taradintya Putra Ningrat (1807511099)
4. Putu Ayu Pradnyanita (1807511121)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA
2020

1. Corporate Governance di Asia dan Dunia ditinjau dari Struktur Pengurus atau
Pengelola Perusahaan

1.1.Corporate Governance di Asia

Secara umum ada tiga persoalan utama di Asia yang menyebabkan pelaksanaan good
corporate governance masih begitu lemah. Tiga persoalan ini antara lain:

1) Banyak perusahaan yang masih terbelakang atau belum didisain untuk memainkan peran
penting di pasar.
2) Pasarnya sendiri tidak bekerja secara optimal dan lingkungan bisnisnya tidak kompetitif.
3) Sistem hukum yang lemah dan lembaga-lembaga yang menangani dan menjalankan
aturan itu main sendiri maupun keseluruhan penegakan peraturan administratif masih
lemah termasuk didalamnya penegakan peraturan di bursa saham atau standarisasi
laporan akuntansi.

Ini berarti bahwa GCG tidak saja berakibat positif bagi pemegang saham, namun juga
bagi masyarakat yang lebih luas yang berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itulah
berbagai lembaga- lembaga ekonomi dan keuangan dunia seperti World Bank dan International
Monetary Fund sangat berkepentingan terhadap penegakan corporate governance (CG) di
negara-negara penerima dana, karena mereka menganggap bahwa corporate governance (CG)
merupakan bagian penting sistem pasar yang efisien. Bank Dunia sejak dini menyebutkan bahwa
krisis finansial Asia disebabkan kegagalan sistematis (systematic failures) dalam pelaksanaan
corporate governance yang ditandai oleh lemahnya sistem hukum, inkonsistensi dalam setandar
akutansi dan auditing, penyelenggaraan praktek perbankan yang buruk, supervisi dewan
komisaris yang tidak efektif, dan pelindungan yang kurang terhadap pemegang saham minoritas.

1.2 Good Corporate Governance Di Asia

1) Good Corperate Governance Di Malaysia


Pedoman Corperate Governance (Pedoman The Malaysian Code on Corporate
Governance) ini diterbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk
melaksanakan Pedoman ini diatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek
tersebut. Pedoman ini diterbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman
yang diterbitkan sebelumnya.
a. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat comply and
explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak menerapkan seluruh
aspek dalam Pedoman tersebut. Bagi perusahaan yang tercatat di bursa efek Malaysia,
prinsip prinsip Good Corporate Governance dan praktik-praktik terbaik yang telah
diterapkan perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan tahunan. Perusahaan juga wajib
mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang tidak dilaksanakan disertai alasan atas
ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan mengadopsi praktek tata kelola negara lain,
hal ini juga harus diungkapkan.
b. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explains sehingga
tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh aspek dalam
Pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat kewajiban untuk
mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam laporan tahunan. Dengan
demikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya di bursa tidak
mengungkapkan dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan tata kelola, Bursa
Malaysia dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan atau direksi sebagaimana
tercantum dalam persyaratan Listing di Bursa Malaysia.
c. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Pedoman Good Corporate Governance terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a) Bagian 1 : Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang
berlaku di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan
fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip sesuai dengan keadaan
masing-masing perusahaan.
b) Bagian 2 : Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.
Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan untuk
membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka terhadap tata kelola
perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
c) Bagian 3 : Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain t di atas yang bersifat
sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar tetapi untuk
investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam tata kelola perusahaan.
2) Good Corporate Governance Di Singapura
a. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply andexplain
Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek Singapore
mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata kelola mereka
dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip- prinsip yang terdapat
dalam Pedoman. Perusahaan juga wajib mengungkapkan dan menjelaskan setiap
perbedaan pelaksanaannya dari Pedoman tersebut. Perusahaan juga didorong untuk
melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola dan
mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam
laporan tahunan perusahaan.
b. Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak
menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan
untuk tidak menerapkannya.
c. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Ruang lingkup Tata Kelola perusahaan
- Board Matters
- Remuneration Matters
- Accountability and Audit
- Communication with Shareholders
- Disclosure of Corporate Governance Arrangem
3) Good Corporate Governance di China
Di China, perusahaan terbuka menggunakan system two-tiered board .
Walaupunn China menggunakan two-tiered board , namun dalam penerapannya ada
perbedaannya dengan yang ditetapkan di Amerika Serikat dan Inggris. Two-triered board
di China terdiri dari dewan direksi dan dewan pengawas, yang merupakan transplantasi
dari system di Jerman. Fungsi dewan pengawas di China berbeda dengan dewan
pengawas di Jerman. Dewan pengawas di China tidak memiliki kewenangan dalam
membuat keputusan perusahaan dan juga tidak memiliki kewenangan untuk mengangkat
atau membubarkan anggota-anggota dewn direksi. Dalam praktiknya peran monitoring
dewan komisaris lebih dekoratif daripada fungsinya. Pada Agustus 2001, China
Securities Regulatory Commission (CSRC) diberikan kewenangan oleh Negara, untuk
mengundangkan Guielines for Introducing Independent Directors to the Board of
Directors of Listed Companies (Guidelines). Agar direksi independen dapat berperan
secara aktif, Guilines ini mewajibkan agar direksi independen harus dapat
mengungkapkan pendapat yang independen dalam setiap peristiwa yang penting dalam
perusahaan terbuka dan juga memiliki kewenangan khusus lainnya seperti yang terdapat
dalam hukum perusahaan dan hukum dan regulasi yang relevan lainnya. Pada Januari
2002, CSRC dan State Ecconomic and Trade Commission secara bersama-sama
mengeluarkan Code of Corporate Governance of Listed Companies in China (the Code).
Code ini terdiri atas seperangkat aturan yang komprehensif yang mencangkup prinsip-
prinsip dasar corporate governance bagi peruahaan terbuka. Secara khusus, dapat
dikatakan Code di China ini menegaskan bahwa semua perusahaan terbuka di China
dalam menjalankan usahanya harus menggunakan semangat yang ada pada Code untuk
mengembangkan corporate governance. Code dibuat berdasarkan OECD principles,
meliputi 5 prinsip GCG yaitu, hak-hak pemegang saham, transparansi, akuntabilitas,
keadilan, dan pertangguangjawaban. Selain itu, China Securities Regulatory Commission
(CSRC) segera serius berkomitmen untuk memajukan dan menerapkan corporate
governance di China dan mensejajarkan dengan perkembangan internasional seperti
inisiatif-inisiatif yang dikeluarkan oleh OECD. Model corporate governance yang
ditetapkan di China merupakan hal yang relatif baru di Negara tersebut. Model tersebut
pada dasarnya memberikan 5 karakteristik dasar bentuk korporasi yang ada pada saat ini
hadir di China yaitu :
a. Adanya pemisahan dan personalitas hukumm yang berbeda
b. Pertanggungjawaban bagi pemilik dan manajer
4) Good Corporate Governance di Jepang
Konsep inti corporate governance yang diterapkan oleh jepang adalah company
community. Pandangan ini menganggap bahwa para pegawai tidak dipekerjakan oleh
perusahaan tetapi mereka termasuk dalam “company community”. Company community
itu sendiri terdiri dari manajemen, dewan direksi, dan para pegawai inti yang membagi
identitas mereka sebagai “company community”. Dewan direksi yang dipilih oleh
pemegang saham menentukan semua arah dan kebijakan korporasi dan menunjuk
eksekutif perusahaan yang mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut. Pada
praktiknya yang berlaku umum saat ini, corporate board di jepang mewakili kepentingan
perusahaan dan karyawannya secara kolektif, bukan hanya kepentingan pemegang
saham semata. Dua hal yang muncul dari praktik governance tersebut adalah :
a. Hampir semua direktur merupakan senior manajer atau mantan karyawan
perusahaan. Hampir 80% korporasi di jepang tidak mempunyai anggota dewan
direksi dari luar. Jikapun ada, tidak lebih dari 2 orang.
b. Pemegang saham merupakan pemilik pasif. Komposisi pemegang saham biasanya
didominasi business partner dan investor institusi dengan membentuk block of
friendly serta stable shareholders (60-80%), sedangkan individual hanya sebagai
pemegang saham minoritas.
Upaya pembaharuan corporate governance di jepang dilakukan oleh Corporate
Governance Forum of Japan dengan mengeluarkan corporate governance code pada Mei
1998. Forum ini terdiri dari para eksekutif, akademis, pengacara, dan perwakilan
shareholders. Shareholder sebagai penyedia modal penyertaan, diberi posisi yang
istimewa. Forum ini membuat beberapa rekomendasi yang memberi perubahan penting
bagi corporate governance di jepang. Rekomendasi rekomendasi tersebut antara lain :
a. Mengharuskan lebih banyak outside directors dalam keanggotaan dewan.
b. Mengharuskan dibentuknya Komite Audit, Komite Remunerasi, dan Komite
Nominasi yang independen.
Dalam pelaksanaannya,Corporate Governance Forum of Japan sendiri yang memonitor
kemajuan dan mendesak Tokyo Stock Exchange untuk menyertakan the code dalam
daftar aturan pencatatan (listing rules). Kemudian pada 22 Mei 2002, jepang
mengeluarkan revisi Japan’s Commercial Code Revisi ini berlaku pada 1 Februari 2003,
yang didalamnya termasuk sejumlah perubahan yang berakibat pada pengoperasian
dewan direksi di jepang. Sistem yang baru ini mengharuskan untuk membentuk 3 komite
dalam dewan direksi: nomination committee, komite audit dan komite pemberian
kompensasi.

1.3 Good Corporate Governance Di Dunia


Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan-
perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika
Serikat, Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap
negara dan pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama
tumbangnya perusahaan perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan
prinsip – prinsip good corporate governance mereka.
Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai macam hal,
diantaranya yaitu :
a. Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen
perusahaan.
b. Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan
kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
c. Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil keputusan
keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan.

Kelemahan - kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang


dewan pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang
buruk mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan
demi kepentingan perusahaan. Dalam melakukan penyalah gunaan jabatan tersebut tidak
sedikit manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti
penasehat hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik. Skandal bisnis
perusahaan- perusahaan raksasa dunia tersebut telah melukai kehidupan ekonomi banyak
negara. Dampak negatif skandal tersebut antara lain adalah menurunnya kepercayaan
investor untuk menanamkan dananya dalam perdagangan surat berharga. Selain itu bank
dan lembaga keuangan non- bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit mereka. Sejak
terjadinya skandal bisnis tersebut diatas para investor surat berharga dan bank - bank
kreditur sadar bahwa hak dan kepentingan mereka di perusahaan dimana mereka
menanamkan dananya tidak sepenuhnya terlindungi. Mengingat pentingnya penerapan
GCG, negara- negara di dunia berusaha unuk menerapkan GCG di dalam perusahaan dan
pemerintahannya. Hingga saat ini GCG berkembang pesat dan memiliki beragam cara
dalam pelaksanaannya. Berikut adalah beberapa contoh penerapan GCG di berbagai
negara di dunia

1) Good Corporate Governance di Amerika


Tipikal perusahaan di Amerika Serikat kebanyakan bisnis dikelola atas arahan
direksi. Dalam praktiknya, sebagian besar direksi, yaitu direksi yang berasal dari luar
perusahaan, tidak dapat secara langsung mengelola bisnis perusahaan. Sebagai akibatnya,
maka manajerlah yang mengelola bisnis perusahaan dan peran direksi terbatas hanya
untuk memberikan pengawasan dalam urusan perusahaan. Sistem pengelolaan
perusahaan di Amerika Serikat menggunakan outsider atau arm’s length yang berarti
investor ataupun pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan sepenuhnya
kepada pengurus perusahaan dan mereka sangat jarang mencampuri dan ikut serta dalam
pelaksanaan bisnis.
Pergerakan reformasi corporate governance di Amerika dimulai dengan adanya
SEC. SEC melakukan evaluasi tentang bagaimana perusahaan yang dimiliki public
dikelola. SEC mewajibkan perusahaan untuk melakukan investigasi internal dan secara
sukarela menyerahkan laporan tersebut kepada SEC. Di samping itu, peranan SEC dalam
corporate governance yaitu memberikan saran dan nasihat kepada CEO untuk memonitor
kinerja perusahaan, SEC juga menyarankan untuk membentuk suatu komite audit dalam
perusahaan public. Selain SEC, The American Law Institute (ALI) juga
mengintroduksikan aturan yang berisi rekomendasi tentang prinsip-prinsip corporate
governance.
Reformasi corporate governance pertama kali berawal dari sebuah pidato Arthur
Levitt pada tahun 1998. Levitt memaparkan berbagai permasalahan yang ada dalam suatu
perusahaan pada saat itu, yang mengakibatkan kinerja dan akuntabilitas perusahaan
terhadapt pemegang saham atau stakeholders menjadi buruk. Reformasi kedua corporate
governance kedua terjadi pada tahun 2002 yaitu disahkannya undang-undang yang
mengatur keberadaan komite audit dalam perusahaan di Amerika Serikat.
2) Good Corporate Governance di Inggris
Mulai Mei 1991, upaya perbaikan corporate governance di Inggris dilakukan
dengan membentuk Cadbury Committee yang bertugas untuk membuat rekomendasi
untuk memperbaiki mekanisme corporate governance bukan hanya untuk bank saja
melainkan juga untuk semua perusahaan-perusahaan di Inggris. Rekomendasi ini tertuang
dalam Cadbury Report. Selain Cadbury Committee, Hampell Committee juga
merupakan komite yang berperan dalam penegakan corporate governance di Inggris,
yang diharapkan memfokuskan rekomendasi pada tiga bidang yaitu pembentukan prinsip
keterbukaan pada pembayaran bagi eksekutif, klarifikasi lebih lanjut dalam peranan
eksekutif direksi dan non eksekutif direksi, dan metode untuk meningkatkan kepentingan
institusional investor di Inggris. Dalam perkembangan berikutnya, Hampel Committee
mengharuskan agar komite-komite yang akan dibentuk pada masa mendatang dalam
mereview corporate governance haruslah memperhatikan prinsip-prinsip corporate
governance yang dibuat oleh American Law Institute (ALI).

3) Good Corporate Governance di Australia

Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis,
tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan
tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban yang baik.
Penerapan GCG didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and
Development dengan penerbitan prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu
negara-negara baik negara anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk
menerapkan GCG di negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan saran-
saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki
peranan dalam proses pengembangan GCG. Penerapan GCG di Australia dimulai dari
adanya reaksi pemerintah Australia terhadap krisis ekonomi dan runtuhnya perusahaan
banyak perusahaan public pada awal tahun 2000. Pemerintah Australia menerbitkan
pedoman good corporate governance bagi perusahaan-perusahaan publik serta
memperbaharui undang-undang tentang perusahaan Australia. Pemerintah Australia
menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit dan pengungkapan informasi
perusahaan yang disebut Corporate Law Economic Reform Program (CLERP). Program
tersebut juga mengaktifkan partisipasi pemegang saham dalam meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi perusahaan- perusahaan public

2. Corporate Control Across the World

2.1 Corporate Control di Seluruh Dunia

Perusahaan Inggris dan AS merupakan pemegang saham besar yang memiliki gelar
yang cukup besar atas control manajemen perusahaan mereka. Karenanya, konflik kepentingan
kemungkinan besar lebih banyak akan muncul di antara pemegang saham besar dan pemegang
saham minoritas dibandingkan antara pemegang saham dan manajer. Secara singkat, tata kelola
perusahaan berkaitan dengan distribusi kekuasaan di dalam perusahaan yaitu bergantung pada
suara yang dimiliki oleh berbagai pemegang saham. Selain itu di sebagian besar negara,
pemegang saham signifikan diwajibkan mengungkapkan kepemilikan hak suara mereka, tetapi
tidak ada persyaratan untuk kepemilikan hak arus kas. Oleh karena itu, data tentang kontrol
tersedia secara luas kepemilikan mungkin cukup terbatas.

Berle dan Means menyatakan dalam bukunya tahun 1932 bahwa, ketika perusahaan
tumbuh, mereka mengalami pemisahan kepemilikan dan kontrol. Menciptakan konflik
kepentingan antara pengelola dan pemilik, yaitu pemegang saham. Sebagai langkah pertama
untuk menguji validitas hipotesis ini untuk fokus pada peristiwa penting dalam kehidupan
perusahaan, yaitu penawaran umum perdana perusahaan (IPO). Penawaran umum perdana terdiri
dari perusahaan yang memperoleh pencatatan di bursa saham yang diakui dan menawarkan
sahamnya kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya. Saham yang ditawarkan dalam IPO
bisa terdiri dari dua jenis. Pertama, terdiri dari saham utama. Ini adalah saham baru yang
diterbitkan oleh perusahaan itu sendiri. Proses dari penjualan saham utama pergi ke perusahaan,
meningkatkan modal ekuitasnya. Ada berbagai alasan mengapa perusahaan ingin menambah
modal. Alasannya adalah dana internal, yaitu laba ditahan dan / atau dana dari yang ada
pemegang saham, tidak cukup untuk membiayai semua peluang investasi yang tersedia. Kedua,
mereka mungkin terdiri dari saham sekunder. Ini adalah saham yang ada perusahaan, yang
dipegang oleh pemegang saham lama. Alasan penting mengapa perusahaan memutuskan untuk
melakukan IPO adalah memberikan mereka para pemegang saham kesempatan untuk menjual
sebagian atau semua milik saham mereka.
Tabel 2.1 menunjukkan hasil dari percobaan ini. Tiga pola penting muncul tentang
evolusi kontrol setelah IPO di perusahaan Jerman dan Inggris. Pertama, jika seseorang
mendefinisikan kendali sebagai kendali mayoritas maka pemegang saham awal dari IPO Jerman
kehilangan kendali hanya setelah tahun ke-5. Namun, bahkan di tahun ke-6 awal pemegang
saham masih memiliki rata-rata 45% suara. Sebagai perbandingan awal, pemegang saham
perusahaan Inggris telah kehilangan kendali dua tahun setelah IPO. Kedua, sementara pemegang
saham besar baru membutuhkan waktu lebih lama untuk muncul di IPO Jerman, enam tahun
setelah IPO tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua negara. Memang, sekitar sepertiga
dari saham di IPO Jerman dan Inggris dipegang oleh pemegang saham baru. Ketiga, ada
perbedaan substansial antara pelampung bebas IPO Jerman dan Inggris. Sedangkan IPO Jerman
memiliki free float sekitar 25%. IPO Inggris Raya memiliki free float yang jauh lebih tinggi
sekitar 40%.

Untuk mempersingkat , ada bukti pemisahan kepemilikan dan kontrol di perusahaan Inggris
setelah IPO sedangkan tidak ada bukti seperti itu untuk Jerman perusahaan di mana tingkat
kontrol yang cukup besar tetap berada di tangan pemegang saham awal waktu setelah IPO.
Terakhir, usia rata-rata perusahaan Jerman pada saat itu IPO sekitar 50 tahun dibandingkan
dengan sekitar 13 tahun untuk perusahaan Inggris.

Dalam bab ini telah diulas mengenai pola kendali perusahaan di seluruh dunia.
Bertentangan dengan tesis Adolf Berle dan Gardiner Means bahwa kepemilikan dan kontrol
terpisah saat perusahaan tumbuh, tidak ada pemisahan seperti itu di sebagian besar perusahaan di
luar Inggris dan Amerika Serikat. Faktanya, rata-rata perusahaan Inggris atau AS adalah satu
satunya perusahaan yang memiliki tesis Berle – Means ditegakkan. Di belahan dunia lainnya,
termasuk Continental Eropa Barat, Asia dan Eropa Timur, kendali terkonsentrasi dan ada di
tangan dari satu atau lebih pemegang saham. Oleh karena itu, jenis utama konflik kepentingan
cenderung muncul di sebagian besar perusahaan di luar Inggris dan Amerika Serikat adalah
konflik antara pemegang saham besar dan pemegang saham minoritas. Jenis pemegang saham
utama di Inggris dan Amerika Serikat adalah investor institusional serta anggota dewan direksi.
Sebaliknya, di sisa dunia jenis utama pemegang saham adalah keluarga, dan perusahaan industri
dan induk serta pemerintah. Sedangkan negara-negara bekas Blok Komunis serta Komunis China
telah melakukan program ambisius untuk memprivatisasi dan / atau mendesentralisasi ekonomi
mereka agar kendali perusahaan tetap terkonsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Georgen, Marc. 2012. Internasional Corporate Governance.London:Pearson
Friska,Junia.2013. Penerapan Good Corporate Governance di Dunia
https://unicapah19.blogspot.com/2013/03/implementasi-good-governance-di.html (Diakses pada
tanggal 1 Oktober 2020)
Puspita.2019. Corporate Governance di Asia dan Dunia
https://id.scribd.com/document/400242066/RMK-CG (Diakses pada tanggal 1 Oktober 2020)

Anda mungkin juga menyukai