Anda di halaman 1dari 16

ASKEP

HARGA DIRI RENDAH

DI SUSUN OLEH:
Yuliana Andriati – PK 115018024

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA
PALU 2020

BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR HARGA DIRI RENDAH


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri ( Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung di
ekspresikan.
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini
dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa –
apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan
daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung
bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan
ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara
negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu
dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi.
Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan
pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart &
Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita,
keinginan, harapan tentang diri sendiri.

c. Identitas Diri (Self Identifity)


Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan identitas dimulai
pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan
tugas utama pada masa remaja
d. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang
diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran
yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart &
Sundeen, 1998).
e. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan
diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa
sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998.
2. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang
tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system
pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang
negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal
(Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan
adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau
kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu tidak
efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan
masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran. Adapun
Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
a. Factor Presdisposisi
Factor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orangtua,
penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal
diri yang tidak realistis.
b. Factor Presipitasi
Factor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehillangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun.
Secara umum, gangguan konsep harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik. Secara situasional misalnya karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau
dipenjara termasuk dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah
disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat
klien tidak nyaman. Penyebab lainnya adalah harapan fungsi tubuh yang tidak
tercapai serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan
keluarga. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit
atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negative dan meningkat
saat dirawat.
Baik factor predisposisi maupun presipitasi diatas bila memengaruhi
seseorang dalam berpikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap akan
memengaruhi terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif
( mekanisme koping individu tidak efektif ). Bila kondisi pada lien tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut dapat menyebabkan klien tifak mau bergaul
dengan orang lain ( isolasi social : menarik diri ), yang menyebabkan klien
asik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko
prilaku kekerasan.
Menurut peplau dan sulivan harga diri berkaitan dengan pengalaman
interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti
good me, bad me, not me, anak sring diperslahkan, ditekan sehingga perasaan
amannya tidak terpengaruhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila
koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah.
Menurut caplan, lingkungan social akan mempengaruhi individu, pengalaman
seseorang dan adanya perubahan social seperti perasaan dikucilkan, ditolak
oleh lingkungna social, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan
menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.
3. Rentang respon 
Respon adaptif Respon maladaptif
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Deperson
alisasi

4. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah (Psikodinamika)


Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri
sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,kekalahan, dan kegagalan, tetapi
merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.Umumnya
disertai oleh evalauasi diri yang negative membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang dirawat dapat
terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan : pemeriksaan
fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur,
bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit,
perlakuan petugas yang tidak menghargai.
b. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada
pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.
5. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
a.    Mengejek dan mengkritik diri
b.    Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri sendiri
c.    Mengalami gejala fisik, missal : tekanan darah tinggi
d.   Menunda keputusan
e.    Sulit bergaul
f.     Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
g.    Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga, halusinasi
h.    Merusak diri : harga diri rendah menyokong pasien untuk mengakhirinya hidup
i.      Merusak/melukai orang lain
j.      Perasaan tidak mampu
k.    Pandangan hidup yang pesimistis
l.      Tidak menerima pujian
m.  Penurunan produktivitas
n.    Penolakan terhadap kemampuan diri
o.    Kurang memerhatikan perawatan diri
p.    Berpakaian tidak rapih
q.    Berkurang selera makan
r.     Tidak berani menatap lawan bicara
s.     Lebih banyak menunduk
t.     Bicara lambat dengan nada suara lemah.

6. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Gangguan citra tubuh

7. Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksudmeliputi :
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
1)   Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat
2)   Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
3)   Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala
positif maupun gejala negative skizofrenia
4)   Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
5)   Tidak menyebabkan kantuk
6)   Memperbaiki pola tidur
7)   Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
8)   Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh
dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan generasi
pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat yang termasuk golongan
generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan
Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone,
Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
c. TherapyKejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples.Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.(Maramis, 2005).
d. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana
pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan
klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri
harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Tanggal pengkajian :
Ruangan :
a. Identitas klien
Biasanya meliputi nama klien ( idntitas ), umur, jenis, kelamin, agama, alamat
lengkap, tanggal masuk, No. MR, penanggung jawab, keluarga yang bisa
dihubungi.
b. Alasan masuk
Biasanya klien mengkritik diri sendiri, pearasaan tidak mampu, pandangan
hidup pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktifitas, penolakan
terhadap kemampuan diri, kurang memprhatikan perawatan diri, berpakaian tidak
rapi, selera makan berkurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, bicara lambat dengan nada bicara lemah.
c. Factor predisposisi
Biasanya penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab yang personal, ketergantungan pada orang
lain, ideal diri yang tidak realistis.
d. Fisik
1.      Tekanan darah : biasanya tekanan darah normal
2.      Pernapasan : biasnaya pernapasan normal
3.      Nadi : biasanya nadinya normal
4.      Suhu : biasanya suhunya normal
e. Psikososial
Biasanya klien mengalami HDR cenderung menarik diri dari lingkungan
sekitar,biasanya klien bersepsi terhadap dirinya,biasanya klien memiliki rasa
frustasi tidak mampu melakukan peran nya seperti orang normal lainnya,biasanya
pandangan dan keyakinan klien HDR terhadap gangguan jiwa sesuai dengan
budaya dan agama yg dianut,biasanya klien tidak medekatkan diri dengan yang
maha kuasa.
f. Kebutuhan persiapan pulang
a.       Makan
Observasi frekuensi,jumlah,variasi,macam(suka/tidak suka/pantangan)dan
cara makan. Observasi kemampuan klien dalam menyiapakan dan
membersihkan alat makan.
b.      BAB/BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAB/BAK,pergi menggunakan dan
membersihkan wec dan merapikan pakaian nya.
c.       Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci
rambut,gunting kuku,,observasi kebersihan tubuh.
d.      Istirahat dan tidur
Observasi lama dan waktu tidur siang/tidur malam,persiapan sebelum tidur
seperti:menyikat gigi,cuci kaki dan berdoa, kegiatan sesudah
tidur,seperti:merapikan tempat tidur, mandi/cuci muka dan menyikat gigi.
e.       Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat:frekuensi,jenis,dosis,waktu,dan cara
pemberiaan,serta reaksi obat.
g. Mekanisme koping
1. Koping adaptif
a.       Bicara pada orang lain
b.      Mampu menyelesaikan masalah
c.       Teknik relaksasi
d.      Aktifitas kontruksi
e.       Olah raga dan lain lain
2. Koping maladaptive
a.       Minum alcohol
b.      Reaksi lambat/berlebihan
c.       Bekerja berlebihan
d.      Menghindar
e.       Mencerai diri
2. MASALAH YANG PERLU DIKAJI
No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1 Masalah utama : gangguan Mengungkapkan ingin Merusak diri sendiri,
konsep diri : harga diri diakui jati dirinya. Merusak orang lain,
rendah Mengungkapkan tidak ada Ekspresi malu,
lagi yang peduli. Menarik diri dari hubungan
Mengungkapkan tidak bisa social, Tampak mudah
apa-apa.    Mengungkapkan tersinggung,            Tidak
dirinya tidak berguna.   mau makan dan tidak tidur
Mengkritik diri sendiri.
Perasaan tidak mampu.
2 Mk : Penyebab tidak Mengungkapkan Tampak ketergantungan
efektifnya koping individu ketidakmampuan dan terhadap orang lain 
meminta bantuan orang Tampak sedih dan tidak
lain.          Mengungkapkan melakukan aktivitas yang
malu dan tidak bisa ketika seharusnya dapat
diajak melakukan sesuatu.  dilakukan                Wajah
Mengungkapkan tidak tampak murung
berdaya dan tidak ingin
hidup lagi.
3 Mk : Akibat isolasi sosial Mengungkapkan enggan Ekspresi wajah kosong
menarik diri bicara dengan orang lain  tidak ada kontak mata
Klien mengatakan malu ketika diajak bicara  Suara
bertemu dan berhadapan pelan dan tidak
dengan orang lain. jelas                         Hanya
memberi jawaban singkat
(ya/tidak)      Menghindar
ketika didekati
3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat menegakkan
diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a.       Harga Diri Rendah
b.      Isolasi Sosial
c.       Defisit Perawatan Diri
4. Intervensi keperawatan
Tujuan Criteria evaluasi Intervensi

Pasien mampu : Setelah….x pertemuan, SP 1


- Mengidentifikasi pasien mempu : - Identifikasi kemampuan
kemampuan dan aspek - Mengidentifikasi positif yang dimiliki
positif yang dimiliki kemampuan aspek - Diskusikan bahwa pasien
- Menilai kemampuan postitf yang dimilik masih memiliki sejumlah
yang dapat digunakan - Memiliki kemampuan dan aspek
- Menetapkan/memilih kemampuan yang positif seperti kegiatan di
kegiatan yang sesuai dapat digunakan rumah adanya keluarga dan
dengan kemampuan - Memilih kegiatan lingkungan terdekat pasien
- Melatih kegiatan yang sesuai kemampuan - Beri pujian yang realitas dan
sudah dipilih, sesuai - Melakukan hindarkan setiap kali
kemampuan kegiatan yang bertemu dengan pasien
- Merencanakan kegiatan sudah dipilih penilaian yang negative
yang sudah dilatihnya. - Merencanakan - Nilai kemampuan yang dapat
kegiatan yang dilakukan saat ini
sudah dilatih - Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saat ini
- Bantu pasien
menyebutkannya dan
memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang
diungkapkan pasien
- Perlihatkan respon yang
kondusif dan menjaadi
pendegar yang aktif.
- Pilih kemampuan yang akan
dilatih
- Diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukan sehari-hari
- Bantu pasien menetapkan
aktivitas mana yang dapat
pasien lakukan secara
mandiri
- Aktivitas yang memerlukan
bantuan minimal dari
keluarga
- Aktivitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari keluarga
atau lingkungan terdeekat
pasien
- Beri contoh cara pelaksanaan
aktifitas yang dapat
dilakukan pasien
- Susun bersama pasien
aktivitas atau kegiatan
sehari-hari pasien
- Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien
untuk menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah dipilih
pasien) yang akan dilatihkan
- Bersama pasien dan keluarga
memperagakan beberapa
kegiatan yang akan
dilakukan pasien
- Beri dukungan atau pujian
yang nyata sesuai kemajuan
yang diperlihatkan pasien
- Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien
untuk mencoba kegiatan
- Beri pujian atas
aktifitas/kegiatan yang dapat
dilakukan pasien setiap hari
- Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi dan
perubahan sikap
- Susun daftar aktifitas yang
sudah dilatihkan bersama
pasien dan keluarga
- Berikan kesempatan
mengungkapkan perasaannya
setelah pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktifitas
yang dilakukan pasien.
Sp 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
- Pilih kemampuan kedua
yang dapat dilakukan
- Latih kemampuan yang
dipilh
- Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP 1dan 2)
- Memilih kemampuan ketiga
yang dapat dilakukan
- Masukkan dalam jadwal
egiatan pasien

Implementasi dan Evaluasi

1. Impelementasi Keperawatan
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah dirumuskan.

2. Evaluasi
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap
kemampuan pasien risiko bunuh diri serta kemampuan perawat dalam merawat pasien
dengan risiko bunuh diri.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah :
a. Gangguan konsep diri
b. Isolasi social
c. Defisit Keperawatan Diri
B. SARAN
1. Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat agar meningkatkan keterampilan dalam memberikan
praktikasuhan keperawatannya, serta pengetahuannya pada pasien dengan Harga
Diri Rendah, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang maksimal dan
dapat menjadi edukator bagi klien maupun keluarganya.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa dengan adanya makalah ini dapat membantu
dalam dalam pembuatan asuhan keperawatan.
3. Bagi Dunia Keperawatan
Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat terus ditingkatkan kekurangannya
sehingga dapat menambah pengetahuan yang lebih baik bagi dunia keperawatan,
serta dapat diaplikasikan untuk mengembangkan kompetensi dalam keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Kelliat, Budhi Anna 2011 . Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Maglaya dan Bailon. 1997. Perawatan Kesehatan Keluarga : suatu proses. Pusdiknakes
Depkes RI. jakarta
Yosep , iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai