Ketentuan Pidana
Pasal 113 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan atau huruf h, untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan atau huruf g untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau pidana
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
Bhayu Rhama
PENERBIT PT KANISIUS
Taman Nasional dan Ekowisata
1019003xxx
© 2019 - PT Kanisius
Cetakan ke- 3 2 1
Tahun 21 20 19
ISBN 978-979-21-xxxx-x
v
vi TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
Bhayu Rhama
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan........................................................... 1
Bab II Konsep Taman Nasional.......................................... 11
A. Definisi Taman Nasional..................................... 11
B. Fungsi Taman Nasional...................................... 22
C. Manajemen Taman Nasional............................. 37
Bab III Manajemen Taman Nasional di Indonesia.............. 55
Bab IV Ekowisata................................................................ 77
A. Definisi Ekowisata.............................................. 77
B. Ekowisata di Indonesia....................................... 84
Referensi ........................................................................... 89
Biodata Penulis..................................................................... 125
ix
Bab I
PENDAHULUAN
1
2 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
11
12 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
IUCN Kategori II
Taman Nasional
Taman Taman Nasional di di Afrika Selatan
Nasional secara Inggris - Lanskap yang - Wilayah
Internasional (IUCN Dilindungi (IUCNPengelolaan Habitat
Kategori II) Kategori V) (IUCN Kategori IV/
Non-Kategori)
Umumnya dimiliki Sebagian besar tanah Beberapa lahan
oleh public. dimiliki pemilik tanah dimiliki oleh pemilik
perorangan. tanah perorangan
dan komunal, tetapi
sebagian besar
tanah yang diklaim
di taman nasional
sedang dalam tahap
negosiasi.
Memberikan Dapat diakses oleh Pemanfaatan
peluang bagi semua orang untuk satwa liar untuk
pengunjung untuk menikmati dan belajar pendidikan
pendidikan dan tentang kualitas khusus. lingkungan dan
rekreasi. pariwisata.
Melindungi Melindungi lanskap Melindungi
ekosistem dan yang memiliki karakter ekosistem dan
spesies secara luas. khusus, warisan budaya spesies hewan liar
dan alam. terutama badak.
Sumber: Campaign for National Parks (2013); Carruthers (2009); Child (2009); National
Parks UK (2015a)
praktis akan tidak memiliki listrik, air bersih, dan akses jalan raya
selama status taman nasional tetap berjalan. Mereka terbatasi
dalam mengumpulkan tanaman obat-obatan, memancing,
mengumpulkan kayu, mengumpulkan makanan, mencari
makanan untuk ternaknya, berburu, atau mengumpulkan
sumber daya lain dari taman nasional (Pimbert dan Pretty, 1997:
7). Di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan, satu-satunya
akses ke desa yang berada di dalam Taman Nasional adalah
dengan jalan air dan tidak ada listrik yang menerangi rumah
warga. Akan menjadi pertanyaan apakah mereka memilih jalan
hidup tradisional atau terpaksa melalui jalan hidup tersebut.
Mereka akan tertinggal dari segi pembangunan atau terpaksa
mengungsi keluar dari tanah kelahirannya.
Sebaliknya, ketika status taman nasional dicabut atau
disandingkan dengan status sebagai objek wisata, para
wisatawan akan datang dan membawa modernisasi bagi
masyarakat. Masyarakat akan mengenal uang dan akhirnya
mengenal bagaimana menjadi kapitalis, yang kadang kala harus
mengorbankan dan mengeksploitasi alam sebesar-besarnya
untuk mendapatkan kesejahteraan individual. Pihak lain dapat
berpendapat bahwa pembangunan dan konservasi dapat
berjalan beriringan. Ada sebuah titik optimal di mana setiap
stakeholder, termasuk alam itu sendiri, memperoleh manfaat
maksimal dan kerugian minimum. Ini adalah sebuah solusi
strategis yang membutuhkan kerja sama semua pihak dan inilah
yang diusung oleh wacana pembangunan berkelanjutan.
Bhayu Rhama 37
55
56 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
A. Definisi Ekowisata
Ekowisata dapat didefinisi secara luas atau secara ketat.
Secara luas, ekowisata tidak lain adalah pariwisata berbasis
alam (Barker, 2009: 51). Dalam definisi yang paling ketat,
ekowisata adalah “perjalanan menuju wilayah yang rapuh, asli,
dan biasanya terlindungi, yang diharapkan memberikan dampak
minimum dan berskala kecil, dan mendidik pengunjung,
menyediakan dana untuk konservasi, memberikan manfaat
ekonomi langsung dan pemberdayaan politik masyarakat lokal,
serta memberikan penghargaan terhadap berbagai budaya
dan hak asasi manusia” (John dan Pang, 2002: 4). Definisi yang
lebih renggang mencakup definisi dari International Ecotourism
Society (TIES) sebagai “perjalanan bertanggung jawab ke
daerah alami yang melestarikan lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal” (Chambliss, Slotkin, dan
Vamosi, 2008; TIES, 2007). Dalam disertasi ini, definisi yang
diadopsi adalah definisi yang paling ketat mengenai ekowisata.
Konsep ekowisata berkembang sebagai bentuk upaya
melawan efek negatif dari pariwisata massal yang terus
77
78 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
B. Ekowisata di Indonesia
Ekowisata di Indonesia baru muncul pada tahun 1995 dari
sebuah seminar dan workshop yang melibatkan Pact-Indonesia
dan WALHI di Bogor (Dalem, 2003: 86). Workshop ini langsung
mengarah pada ekowisata berbasis masyarakat dengan
membawa tema “Community-based Ecotourism: Opportunity
or Illusion?” Sebanyak 65 partisipan ikut serta, mencakup
LSM, para pembuat kebijakan, spesialis ekowisata, komunitas,
dan operator tour (Lindberg et al, 1997: 68). Dalam seminar
ini disimpulkan prinsip-prinsip ekowisata sebagai berikut
(Sembiring et al, 2004: 3).
1. Perjalanan yang bertanggung jawab, di mana seluruh pihak
yang terlibat dalam kegiatan ekowisata harus berupaya
melakukan perlindungan alam atau setidak-tidaknya me
minimalkan pengaruh negatif terhadap lingkungan alam
dan budaya di lokasi objek ekowisata.
2. Lokasi ekowisata merupakan wilayah yang alami atau
wilayah yang dikelola dengan mengacu kepada kaidah
alam atau wilayah yang dikelola dengan kaidah alam.
Kawasan yang dikelola mengacu kepada kaidah alam
Bhayu Rhama 85
89
90 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
Nature_Science_Animals/sub6_8c/entry-4090.html
(Diakses pada 12 Februari 2016).
Heintzman, P. (2000). Leisure and Spiritual Well-being
Relationships: A Qualitative Study. Loisir et Société/Society
and Leisure, 23 (1), pp. 41-69.
Hidayat, A. W. (2009). Politik Kebijakan Konservasi: Studi
Kasus Taman Nasional Gunung Merapi. Jurnal Tanah Air,
(Oktober-Desember), 75-94.
Higham, J. (2007). Critical Issues in Ecotourism: Understanding A
Complex Tourism Phenomenon. Oxford: Elsevier.
Himoonde, T. (2007). Opportunities and Constraints of Local
Participation in Ecotourism: A Case Study of Kasanka
National Park (KNP), Zambia (Unpublished Master
Dissertation). Norwegian University of Science and
Technology, Norway.
Hoag, H. (2007, June 23). Green to Go. The Globe and Mail.
Diambil dari http://www.theglobeandmail.com/life/green-
to-go/article4095237/?page=all. (Diakses 16 Juni 2014).
Hoath, A. M. (2005). Re-imagining The National Park as Village
Domain: An Indonesian Case Study. Paper presented
at the conference of Conservation For/By Who: Social
Controversies & Cultural Contestations Regarding National
Parks and Reserves in The Malay Archipelago, Singapore.
Diambil dari https://ari.nus.edu.sg/Assets/repository/
files/events/abs_parks.pdf (Diakses pada 20 April 2014).
Holden, A. (2008). Environment and tourism (2nd ed.). London:
Routledge.
Holtz, C., Edwards, S. (2003). Linking Biodiversity and Sustainable
Tourism Policy. In D. A. Fennell and R. K. Dowling (Ed.),
Ecotourism Policy and Planning (pp. 39-54). Oxon: CABI.
102 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
work/programmes/gpap_home/gpap_quality/gpap_
pacategories/gpap_pacategory2/ (Diakses pada 16
Oktober 2015).
Jacob, S. and Luloff, A. (1995). Exploring The Meaning of Rural
Through Cognitive Maps. Rural Sociology, 60(2), pp. 260-
273.
Jacoby, K. (2014). Crimes Against Nature: Squatters, Poachers,
Thieves, and The Hidden History of American Conservation.
Berkeley: University of California Press.
Jepson, P. and Whittaker, R. J. (2002). Histories of Protected
Areas: Internationalisation of Conservationist Values and
Their Adoption in The Netherlands Indies (Indonesia).
Environment and History, 8(2), pp. 129-172.
John, A. and Pang, D. (2002). Community Perceptions of Eco-
tourism. Annals School of Hotel & Tourism Management,
Hong Kong Polytechnic University. Hong Kong SAR,
CHINA. Diambil dari http://s3.amazonaws.com/
academia.edu.documents/10669745/COMMUNITY%20
PERCEPTIONS%20OF%20ECOTOURISM.PDF?AWSAcc
essKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=14697
14783&Signature=ye1imGGPC2JCRzBHXHlxF7GpD4k
%3D&response-content-disposition=inline%3B%20file-
name%3DEcotourism_A_sustainable_option.pdf (Diakses
pada 9 April 2014).
Jorgensen, A. (2009). Evaluating the Benefits of Urban Green
Space- progressing The Research Agenda. Unpublished
manuscript.
Kaplan, S. (1995). The Restorative Benefits of Nature: Toward
An Integrative Framework. Journal of Environmental
Psychology, 15 (3), pp. 169-182.
104 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
aryosangpenggoda.blogspot.co.uk/2012/04/politik-dan-
konflik-konservasi-di.html (Diakses pada 7 Mei 2014).
Nugroho, I. (2010). Nilai-nilai Pancasila Sebagai Falsafah
Pandangan Hidup Bangsa untuk Peningkatan Kualitas
Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Lingkungan
Hidup. Jurnal Konstitusi, 3 (2), pp. 107-128.
Nuva, R., Shamsudin, M. N., Radam, A. and Shuib, A. (2009).
Willingness to Pay Towards The Conservation of
Ecotourism Resources at Gunung Gede Pangrango
National Park, West Java, Indonesia. Journal of Sustainable
Development, 2 (2), pp. 173-186.
Obenaus, S. (2005). Ecotourism – Sustainable Tourism in
National Parks and Protected Areas: A Case Study
of Banff National Park in Canada and National Park
Gesäuse in Austria – A Comparison (Unpublished Master
Dissertation). University of Vienna, Austria.
Parsons, R., Tassinary, L. G., Ulrich, R. S., Hebl, M. R. and
Grossman-Alexander, M. (1998). The View from The
Road: Implications for Stress Recovery and Immunization.
Journal of Environmental Psychology, 18 (2), pp. 113-140.
Patlis, J. M. (2005). What Protects The Protected Areas?
Decentralization in Indonesia, The Challenges Facing
Its Terrestrial and Marine National Parks, and The
Rise of Regional Protected Areas. Paper presented at
the conference of Conservation For/By Who: Social
Controversies & Cultural Contestations Regarding National
Parks and Reserves in The Malay Archipelago, Singapore.
Diambil dari https://ari.nus.edu.sg/Assets/repository/
files/events/abs_parks.pdf (Diakses pada 20 April 2014).
Patterson, M. E., Williams, D. R., Watson, A. E. and Roggenbuck,
J. R. (1998). An Hermeneutic Approach to Studying The
112 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
euro-crisis-and-its-impact-indonesia-s-economy.html
(Diakses pada 12 Februari 2016).
Riza, H. (2008). Resources Report on Languages of Indonesia.
Proceedings of The 6th Workshop on Asian Language
Resources (ALR 6) (93-94). India: Asian Federation of
Natural Language Processing.
Ross, S. and Wall, G. (1999). Ecotourism: Towards Congruence
between Theory and Practice. Tourism Management, 20,
pp. 123-132.
Runte, A. (1983). Reply to Sellars. Forest & Conservation History,
27 (3), pp. 135-141.
Runte, A. (2010). National Parks: The American Experience (4th
ed.). Lanham: Taylor Trade Publishing.
Russell, J. A. (1980). A Circumplex Model of Affect. Journal of
Personality and Social Psychology, 39 (6), pp. 1161-1178.
Sangadji, A. (2005). National Parks versus Farmers: The
Experience of Conflict between Dongi-Dongi Farmers
and The Managers of Lore Lindu National Park. Paper
presented at the conference of Conservation For/By Who:
Social Controversies & Cultural Contestations Regarding
National Parks and Reserves in The Malay Archipelago,
Singapore. Diambil dari https://ari.nus.edu.sg/Assets/
repository/files/events/abs_parks.pdf (Diakses pada 20
April 2014).
Sangsubhan, K. and Basri, M. C. (2012). Global Financial Crisis
and ASEAN: Fiscal Policy Response in The Case of Thailand
and Indonesia. Asian Economic Policy Review, 7 (2), pp.
248-269.
Sarawak Commissioner of Law Revision. (2008). Department
of Forest Sarawak. Diambil dari http://www.forestry.
Bhayu Rhama 115
sarawak.gov.my/page.php?id=148&menu_id=0&sub_
id=90 (Diakses pada 20 November 2013).
Saruan, J. (1999). Dukungan Pemda Mengintegrasikan
Pembangunan Wilayah dengan Pengelolaan Taman
Nasional dalam Antisipasi Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Proceedings of the conferene of Pengelolaan Taman
Nasional Kawasan Timur Indonesia: Kelembagaan
Pengelolaan Taman Nasional, Manado, Indonesia
(Pp. D1-(1-12)). Jakarta, Indonesia: Natural Resources
Management/EPIQ Program’s Protected Areas & Forest
Management.
Scheyvens, R. (1999). Ecotourism and The Empowerment of
Local Communities. Tourism Management, 20 (2), pp. 245-
249.
Sembiring, I., Hasnudi, Irfan and Umar, S. (2004). Survei
Potensi Ekowisata di Kabupaten Dairi. Medan, Indonesia:
Universitas Sumatra Utara.
Sembiring, S. N. (2005). Autonomy and The Future of Protected/
Conservation Area Management in Indonesia: A
Legal Analysis. Paper presented at the conference of
Conservation For/By Who: Social Controversies & Cultural
Contestations Regarding National Parks and Reserves in
The Malay Archipelago, Singapore. Diambil dari https://
ari.nus.edu.sg/Assets/repository/files/events/abs_parks.
pdf (Diakses pada 20 April 2014).
Sharpley, R. (2006). Ecotourism: A Consumption Perspective.
Journal of Ecotourism, 5 (1-2), pp. 7-22.
Sharpley, R. (2009). The English Lake District – National Park
or Playground? In W. Frost and C. M. Hall (Ed.), Tourism
and National Parks: International Perspectives on
116 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA
unwto.org/en/content/understanding-tourism-basic-
glossary (Diakses pada 6 Oktober 2015).
UNWTO. (2015a). Tourism Highlights 2015 Edition. UN World
Tourism Organization. Diambil dari mkt.unwto.org/
publication/unwto-tourism-highlights-2015-edition
(Diakses pada 28 September 2015).
UNWTO-UNEP. (2002). World Ecotourism Summit – Québec
Declaration on Ecotourism. Québec, Canada: Author.
Upton, C., Ladle, R., Hulme, D., Jiang, T., Brockington, D., &
Adams, W. M. (2008). Are Poverty and Protected Area
Establishment Linked at A National Scale? Oryx, 42 (01),
19-25.
US National Park Service. (2015). Nature - Grand Canyon
National Park. Diambil dari http://www.nps.gov/grca/
learn/nature/index.htm (Diakses pada 30 Desember
2015).
Usop, S. and Kristianto, D. (2011). Pembangunan Berbasis
Masyarakat. Model Pemberdayaan Masyarakat melalui
Corporate Social Responsibility. Diambil dari http://
www.academia.edu/3776357/pembangunan_berbasis_
masyarakat_model_pemberdayaan_masyarakat_melalui_
corporate_social_responsibility (Diakses pada 8 Desember
2014).
Valentine, P. (1992). Review: Nature-based Tourism. In B. Weiler
and C. M.Hall (Ed.), Special Interest Tourism (pp. 105-127).
London: Belhaven Press.
Van Beukering, P. J., Cesar, H. S. and Janssen, M. A. (2003).
Economic Valuation of The Leuser National Park on
Sumatra, Indonesia. Ecological Economics, 44(1), pp. 43-
62.
Bhayu Rhama 121
125
126 TAMAN NASIONAL DAN EKOWISATA