Anda di halaman 1dari 7

I.

Judul
PENANGANAN HEWAN COBA

II. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis hewan coba yang akan digunakan.
2. Untuk mengetahui teknik penandaan hewan coba.
3. Untuk mengetahui cara memegang hewan percobaan.
4. Untuk mengetahui berbagai teknik pemberian obat.

III. Dasar Teori


Pada dasarnya hewan coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium
merupakan suatu kunci dalam mengembangkan suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi
ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit seperti: malaria,
filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan jiwa dan semacam bentuk kanker. Hewan
percobaan tersebut oleh karena sebagai alternatif terakhir sebagai animal model. Setelah
melihat beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan, maka dengan berkurangnya atau
bahkan tidak tersedianya hewan percobaan, akan berakibat. penurunan standar keselamatan
obat-obatan dan vaksin, bahkan dapat melumpuhkan beberapa riset medis yang sangat
dibutuhkan manusia.
Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam
rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini
berisi tentang segi etik percobaan yang meng-gunakan manusia (1964) antara lain dikatakan
perlunya diakukan percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun
riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas
hewan percobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program
keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono, M.E., 1992).
Mus musculus liar atau Mus musculus rumah adalah hewan satu spesies dengan Mus
musculus laboratorium. Semua galur Mus musculus laboratorium sekarang ini merupakan
keturunan dari Mus musculus liar sesudah melalui peternakan selektif (Smith &
Mangkoewidjojo, 1988).
Semua hewan uji dipelihara dalam kandang khusus untuk memelihara mencit dengan
pencahayaan alami dengan kepadatan satu ekor tiap kandang. Alas kandang diberi sekam

1
yang diganti tiap tiga hari sekali. Semua hewan uji diberi makan dan minum secara ad libitum
selama pemeliharaan. ( Muliani H, 2011).
Cara memegang hewan (handling) dan penentuan jenis kelamin
Masih dalam rangka pengelolaan hewan percobaan secara keseluruhan, cara
memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara
memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh
sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan
dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan
dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang
memegangnya (Sulaksono, M.E., 1992).
Identiftikasi (Pemberian tanda pada hewan).
Tujuan dari pada pemberian tanda pada hewan adalah disamping untuk mencegah
kekeliruan hewan dalam sistim pembiakannya juga untuk mempermudah pengamatan dalam
percobaan. Bermacam-macam cara yang dipakai dalam identifikasi tergantung kepada selera
dan juga lama tidaknya hewan tersebut terpaki atau dipelihara. (marking, ear punching, too
clipping, ear tags, tattocing, coat colors) (Sulaksono, M. E., 1992).
Rute Penggunaan Obat
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta
kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:
a. tujuan terapi mengkehendaki efek lokal atau efek sistemik
b. apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. stabilitas obat di dalam lambung dan atau usus
d. keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. kemampuan pasien menelan obat melelui oral
Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan efek
terapi/obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek
sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedangkan
efek lokal adalah efek obat yang hanya berkerja setempat misalnya salep (Anief, M., 1994).
Anastesi Lokal
Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf biladikenakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Anastetik lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak
merusak jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan anastetik lokal memenuhi syarat ini.

2
Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula
kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup
waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang
masa pemulihan. Zat anastetik lokal juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat
disterilkan tanpa mengalami perubahan. (Katzung,1997)
IV. Bahan, Alat dan Cara Kerja
A. Alat yang digunakan:
- Sarung tangan
- Suntik
- Timbangan
B. Bahan yang digunakan:
- mencit (Mus Musculus L.) dan tikus putih (Rattus novergicus)
- larutan akuades
- larutan Ketamin
C. Cara Kerja
1. Cara Memperlakukan Mencit (Mus Musculus L.)
- mencit dipegang pada setengah bagian dari pangkal ekor
- mencit diletakkan pada permukaan yang kasart
- dipegang lipatan kulit tengkuk diantara jari telunjuk dan ibu jari.
- dipegang ekor mencit dengan jari kelingking tangan yang sama
2. Cara Memperlakukan Tikus Putih (Rattus novergicus)
- dipegang tikus putih didaerah setengah bagian proksimal ekor.
- diletakkan tikus putih pada permukaan yang kasar
- dipegang lipatan kulit tengkuk diantara jari telunjuk dan ibu jari.
- dipegang ekor dengan jari kelingking tangan yang sama
3. Cara Pemberian Obat
- Oral
diberikan dengan menggunakan alat suntik yang dilengkapi jarum oral. kanulla
dimasukkan kedalam mulut, kemudian perlahan-lahan dimasukkan melalui tepi langit-
langit ke belakang sampai esophagus.
- Subkutan
diberikan dibawah kulit pada daerah tengkuk
- Intra Vena
penyuntikan dilakukan melalui venna ekor menggunakan jarum
3
- Intra Musculer
Menggunkan jarum disuntikkan kedalam otot lengan bagian depan atau belakang
- Intraperitonial
Hewan dipegang punggungnya sehingga kulit abdomennya menjadi tegang. pada saat
penyuntikan kepala mencit lebih rendah dari abdomennya. jarum disuntikkan dengan
membentuk sudut 10o dengan abdomen agak menepi dari garis tengah untuk
menghindari terkenanya kandung kencing. penyuntikan juga tidak boleh terlalu tinggi
karena dapat mengenai liver.

V. Hasil Percobaan
A. Pemberian obat melalui oral
- Dihitung dosis, dimasukkan obat ke oral sonde
- Dipegang tengkuk mencit
- Diselipkan jarum oral yang telah berisi obat berdekatan dengan langit-langit dan
dorong hingga masuk ke esofagus
- Didesak larutan obat keluar dari alat suntik

B. Anastesi pada Tikus


1. Tikus Putih 1 (Rattus novergicus)
- Ditimbang tikus
- Dihitung dosis berdasarkan berat badan tikus
- Berat Tikus 1 : 106 gram (0,106 Kg) x 50 (dosis) = 5,3 / 50 (konsentrasi) = 0,1 ml
- Dimasukkan obat ke spuit (suntik) sebanyak 0,1 ml
- Dipegang tengkuk tikus dengan tangan kiri sehingga ibu jari melingkar di bawah
rahang (bukan tenggorokan) sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala.
2. Tikus Putih 2 (Rattus novergicus)
- Ditimbang tikus
- Dihitung dosis berdasarkan berat badan tikus
- Disuntikkan larutan obat pada otot tungkai tikus
- Berat Tikus 2 : 83 gram (0,083 Kg) x 50 (dosis) = 4,15 / 50 (konsentrasi) = 0,08 ml
- Dimasukkan obat ke spuit (suntik) sebanyak 0,08 ml
- Dipegang tengkuk tikus dengan tangan kiri sehingga ibu jari melingkar di bawah
rahang (bukan tenggorokan) sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala

4
- Disuntikkan larutan obat pada otot tungkai tikus

VI. Pembahasan
Mencit dan tikus putih adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di
dalam laboratorium fisiologi hewan dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah
ditangani dan bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi.
Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.
Metode yang biasa dilakukan dalam penanganan hewan coba mencit dan tikus putih adalah :
1. Handling:
· Ekor dipegang di daerah pangkal ekor dengan tangan kiri.
· Leher dipegang dengan tangan kanan, jangan terlalu menggencet.
· Jari telunjuk dan ibu jari memegang kulit leher, jari kelingking menjepit ekor.
2. Perlakuan oral :
· Suntik diisi dengan bahan perlakuan
· Tikus putih atau mencit di handling dengan benar
· Ujung kanula dimasukkan ke rongga mulut sampai rongga tekak
· Suntikkan perlahan
Pada praktikum dilakukan perlakuan pada hewan coba tikus putih putih dengan cara,
pertama-tama ekor mencit dipegang dan diangkat dengan tangan kanan, mencit dibiarkan
mencengkram alas penutup kandang (kawat rang), sehingga frekuensi gerak mencit dapat
diminimalkan. Cengkram kulit punggung mencit sebanyak-banyaknya dan seerat mungkin
dengan tangan kiri, hingga kepala mencit tidak dapat digerakkan ke kanan dan kekiri. Jari
tengah dan jari manis mencengkram perut mencit dan ekor mencit dililitkan pada jari
kelingking.
Menurut Katzung, B. G., 1998, derajat dosis yang tergantung pada depresi fungsi
susunan saraf pusat adalah karakteristik untuk obat-obat hipnotif sedatif. Pada obat-obat
tersebut, peningkatan dosis diatas yang diperlukan untuk hipnotis dapat menimbulkan suatu
keadaan anestesi umum. Dengan dosis yang lebih tinggi lagi, hipnotik-sedatif dapat menekan
pusat pernapasan dan pusat vasomotor di medula, menimbulkan koma dan kematian
Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat secara umum dilakukan
karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya. Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian
intraperitonial, memiliki keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur
dibandingkan dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka
5
kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan
respons penderita. Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi
dan adesi terlalu besar (Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995).
Pada praktikum ini hanya dilakukan perlakuan hewan coba tikus putih. Perlakuan
hewan coba tikus putih hampir sama mencit, namun harus berhati – hati sebab hewan coba ini
lebih agresif daripada mencit.

VII. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. mencit dan tikus putih adalah hewan yang secara fisiologi hampir mnyerupai dengan
manusia dan hewan mamalia lainnya sehingga memungkinkan untuk dijadikan hewan
percobaan.
2. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan
ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya.
3. penandaan dilakukan untuk mencegah kekeliruan hewan dalam sistim pembiakannya
juga untuk mempermudah pengamatan dalam percobaan.
4. Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan efek
terapi/obat.
5. Zat anastetik lokal harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan
tanpa mengalami perubahan
6. beberapa cara pemberian obat yaitu : Oral, subkutan, intravena, intra maskular,
intraperitonial.

6
Daftar Pustaka

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anonimous, 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Laboratorium Fisiologi hewan.


Fakultas Biologi. Universitas Gajah mada. Yogyakarta.

Katzung, BG. 1997.Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6.EGC : Jakarta, hal.414-417.

Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. (1989). Penggunaan Hewan-hewan percobaan


Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Muliani H, (2011). Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Biji Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol.XIX, No. 1. Fakultas
MIPA Universitas Diponegoro. Semarang.

Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan
Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 3-5.

Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan


Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. University Press, Jakarta.

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan
Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai