Disusun oleh:
LUTHFI ARIZA LUBIS
2041013016
B. Persyaratan Dasar
Sistem pemasitan mutu yang benar dan tepat bagi Industri Farmasi
hendaknya memastikan bahwa :
a. Design dan pengembangan obat yang dilakukan dengan cara yang
memerhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlabotarium yang Baik
b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan
CPOB diterapkan
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian
jabatan
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar
e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama
proses (in porces controls) lain serta validasi yang perlu dilakukan
f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses,
pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi
semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil
pengujian atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen
produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari
prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari
Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir
g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian Pemasitian Mutu
(QA) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan
sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan
mutu dan pelulusan produk
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedimikan rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat
i. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu
j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
mutu produk
m. Prosedur pengelolaan ulang dievaluasi dan distejui
n. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi
proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan
C. Bagian-Bagian Quality Assurance
Quality Assurance dipimpin seorang Apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara professional. Wewenang dan tanggung jawab kepala
Bagian Pemastian Mutu (QA) termasuk :
- Mmebentuk dan menerapkan sistem mutu
- Ikut serta dalam memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan
- Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau ispeksi diri secara
berkala
- Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu (QC)
- Memprakarsai dan berpastisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok)
- Memprakarsai dan berpartsipasi dalam program validasi
- Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas
Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi
- Mengevaluasi/mengkaji catatan bets
- Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait
a. Kalibrasi
Kalibrasi merupakan serangkaian tindakan untuk menentukan tingkat
kesamaan nilai yang diperoleh dari sebuah alat ukur atau sistem akur atau
yang dipersentasikan dari pengukuran bahan dan membandingkannya
dengan nilai yang telah diketahui dari suatu acuan standar
- Kalibrasi internal, kalibrasi internal dilkukan oleh personil yang
sudah terlatih dan memiliki kompetensi,
- Kalibrasi eksternal, kalibrasi eksternal umumnya dilakukan
terhadap peralatan atau instrument yang memiliki standar kalibrasi
secara khusus dan dilakukan oleh perusahaan lain yang memiliki
kalibrator standar, umumnya dilakukan rutin setiap 6 bulan sekali
dan untuk alat yang jarang digunakan setiap 2 tahun sekali atau
sesuai dengan jadwal kalibrasi masing-masing alat atau instrument
b. Kualifikasi
Kulifikasi adalah sistem pemastian suatu peralatan yang berkaitan
dengan kinerja dari fungsinya beserta penetapan batasan nilai tertentu. Ada
4 jenis kualifikasi yaitu :
1. Kualifikasi desain
Merupakan unsur pertama dalam validasi peralatan, sistem atau
fasilitas baru dan dilakukan berdasarkan permintaan
2. Kualifikasi instalasi
Dilakukan terhadap peralatan, sistem dan fasilitas baru atau yang
dimodifikasi mencakup instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang
serta instrumental (instalasi harus sesuai dengan spesifikasi)
3. Kualifikasi Operasional
Dilakukan bila kualifikasi instalasi telah selesai, membuktikan
bahwa parmeter operasi peralatan berfungsi sesuai spesifikasinya.
4. Kualifikasi Kinerja
Dilakukan bila kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional
telah selesai, dibuktikan kapasitas kinerja dari alat sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan.
c. Validasi
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan sistem, perlengkapan
atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu
akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Dalam melakukan
validasi ada beberapa dokumen yang harus disiapkan diantaranya :
1. Rencana Induk validasi
Suatu dokumen yang menyajikan informasi mengenai program kerja
validasi perushaan. Dokumen hendaklah memberikan rincian jadwal
kerja validasi yang harus dilaksanakan
2. Protokol Validasi
Suatu rencana tertulis mulai dari bagaimana validasi akan dilaksanakan
termasuk parameter pengujian, karakteristik produk, peralatan dan
batas pengambilan keputusan terhadap hasil uji yang dapat diterima.
Jenis jenis validasi
1. Validasi Proses
Validasi proses merupakan pembuktian yang didokumentasikan
bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan
dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang
untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan
atribut mutu yang dietapkan sebelumnya validasi proses dapat
dibedakan atas :
• Validasi prospektif
Validasi prospektif dilakukan untuk produksi baru yang belum
dipasarkan, produk lama yang mengalami perubahan besar, dan
transfer product yang sudah pernah diproduksi di satu unit/cabang
dan ditransfer ke unit/cabang lain
• Validasi konkuren
Validasi konkuren dilakukan untuk produk yang sudah berjalan
dengan tingkat produksi rendah atau produk yang rutin diproduksi,
dan proses produlsi yang telah mengalami perubahan atau
modifikasi
• Validasi retrospektif
Validasi untuk produk-produk yang sudah lama dipasarkan, tetapi
belum dilakukan validasi sehingga memerlukan data validasi untuk
registrasi ulang
2. Validasi Metode Analisis
Tindakan pembuktian bahwa semua metode tetap yang digunakan
sesuai dengan tujuan penggunaanya dari selalu memberikan hasil yang
dapat dipercaya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terdapat
empat jenis yaitu, uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas,
uji batas impuritas, dan uji kuantitatif zat aktif
• Akurasi
Untuk memperoleh nilai yang sebenarnya dengan membandingkan
hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya Sebagai persentasi
perolehan kembali (recovery) dengan syarat 98-102%
• Untuk menunjukan kedekatan dari suatu seri pengukuran ynag
diperoleh dari sampel yang homogeny. Presisi dinyatakan dalam
bentuk RSD (relative standart deviasi) atau SRB (sebaran baku
relatif)
3. Validasi pembersihan
Tindakan pembuktian bahwa prosedur yang telah ditetapkan untuk
membersihkan suatu peralatan pengolahan. Hingga pengemasan primer
mampu membersihkan sisa bahan aktif dan zat pembersih yang
digunakan untuk proses pencucian dan juga dapat mengendalikan
cemaran mikroba pada tingkat yang dapat diterima. Metode
pembersihan meliputi metode apus (swab), metode pembilasan terakhir
(rinse), dan metode dengan placebo
d. Stabilitas
Stabilitas merupakan suatu proses untuk menguji ketahanan suatu produk
yang akan diedarkan. Untuk pengujian stabilitas diambil dari 1% batch per
tahun dengan menggunakan alat climatic chamber
1. Stabilitas produk baru
• On Going Stability : Pengujian dilakuakan pada bulan 0, 3, 6, 9,
12, 18, 24, 36, 48, dan 60 bulan. Dengan suhu climatic chamber 30
± 2 0C dan kelembapan relative 75 ± 5%.
• Stabilitas dipercepat. Pengujian dilakukan pada bulan 0, 1, 2, 3,
dan 6 bulan dengan suhu climatic chamber 40 ± 20C dan
kelembapan relative 75 ± 5%.
2. Stabilitas produk yang sudah beredar dan sudah tetap
Pengujian stabilitas terhadap produk-produk yang sudah beredar di
pasaran dan sudah tetap cukup dengan on going stability saja.
Gambar 1. Contoh Alat Climatic Chamber
e. Catatan Pengelolaan Batch (Batch Record)
Batch Record merupakan dokumen tertulis dapat berupa hardcopy atau
softcopy daro batch yang disiapkan selama proses pembuatan produk farmasi.
Dalam batch record tertuang data actual dari proses pembuatan produk dalam
satu batch.
Batch record biasanya terdiri dari kolom nomor batch, nama produk,
tanda tangan pengesahan, riwayat dokumen, referensi dokumen dan lain-lain.
Batch record yang baik adalah sebagai berikut:
- Menggambarkan secara detail pembuatan obat
- Proesedur pembuatan obat disusun secara berurutan dan sederhana
sehingga lengkap mudah dipahami
- Mencantumkan instruksi yang berhubungan dengan keselamatan kerja,
termasuk informasi MSDS (material safety data sheet) dari material-
material yang digunakan unutk produksi
- Instruksi-instruksi dan langkah-langkah pembuatan obat dirancang sesuai
dengan ketentuan CPOB
Batch record yang baik dapat menggambarkan proses pembuatan obat dari
awal hingga akhir. Personil reviewer Batch record akan memeriksa setiap
batch record yang masuk setiap hari dengan secara teliti. Pemeriksaan Batch
record merupakan proses akhir dari alur produksi suatu produk obat sebelum
di distribusikan.
f. Dokumentasi
Dokumentasi bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu.Dokumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam industri
farmasi untuk memastikan bahwa setiap petugas (karwayan) mendapat
instruksi yang jelas dan rinci mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya mengandalkan instruksi
secara lisan. Selain itu, dengan dokumentasi yang baik juga akan
memungkinkan ketelusuran kembali proses produksi yang telah dilakukan
apabila terdapat kesalahan selama produk tersebut dipasarkan.
Dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari informasi
manajemen yang meliputi antara lain :
- Prosedur tetap (Standar Operationg Prosedur)
- Spesifikasi (Bahan baku, pengemas, produk jadi)
- Catatan Pengelolahan Batch dan Catatan Pengemasan Batch (Batch
Processing recodrs)
- Indentifikasi (Penomoran protap, peralatan, batch)
- Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina ,
rejected)
- Protokol dan Laporan Kualifikasi/Validasi
- Dokumen registrasi
- Catatan Kalibrasi, Pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,
dan lain-lain
7. Manfaat PPIC
• Tingkat stok bahan baku yang diperlukan akan selalu memadai, tidak
berlebihan dan tidak kurang
• Proses produksi berjalan sesuai jadwal dan permintaan konsumen dapat
terpenuhi tepat waktu
• Mesin dan peralatan produksi dapat digunakan secara optimal
• Memudahkan pekerjaan departemen penjualan (atau pemasaran),
procurement, dan keuangan melalui perencanaan produksi yang sistematis,
tingkat persediaan yang sesuai permintaan, dan laporan inventaris yang
akurat
• Mengoptimalkan manajemen persediaan serta mencegah dan mengurangi
pemborosan akibat pembelian inventaris yang berlebihan
8. Kegiatan yang dilakukan PPIC
Kegiatan yang dilakukan oleh departemen PPIC di antara lain :
❖ Penerimaan barang Penerimaan barang dilakukan oleh bagian umum atau
bagian penerimaan, baik bahan baku maupun bahan kemas.
o Bagian penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang datang, antara
lain keadaan fisik, penandaan pada barang seperti label dari pabrik
pembuat dan waktu kadaluwarsa, kelengkapan, kesesuaian dengan surat
jalan, dan Certificate of Analysis (CoA). Bila telah sesuai, maka surat jalan
ditanda tangani dan aslinya kembali ke pemasok dengan tembusan
disimpan bagian penerimaan. Bila tidak sesuai, barang di-reject dan
dikembalikan ke pemasok.
o Barang-barang yang telah dicek dan sesuai dibuatkan Memo Penerimaan
Barang yang terdiri dari 5 lembar (2 lembar berwarna putih, 1 lembar
berwarna merah, 1 lembar berwarna kuning dan 1 lembar berwarna hijau)
sebagai bukti penerimaan barang dan didistribusikan ke bagian QC,
logistik dan keuangan. Barang-barang tersebut ditempatkan di daerah
karantina dan diberi label karantina sambil menunggu pemeriksaan oleh
bagian QC.
o Barang-barang tersebut dicatat dalam Buku Ekspedisi Bahan Baku atau
Bahan Kemas.
o Bagian QC melakukan sampling bahan baku dan bahan kemas, kemudian
diberi label “Contoh Diambil” pada barang yg disampling. Petugas QC
akan mengisi Log Book yang berisi nama bahan baku, no batch dan
jumlah yang disampling pada hari itu. Jika barang release, maka diberi
label hijau “Diluluskan”. Manajer QC menandatangani Memo Penerimaan
Barang dan mengambil lembar kuning. Empat Memo Penerimaan Barang
lainnya diteruskan ke bagian logistik. Jika QC me-reject barang tersebut,
maka diberi label merah ”Ditolak” dan barang disimpan di gudang reject
untuk dikembalikan ke pemasok. Bagian QC juga harus membuat Memo
Penolakan Barang (beserta alasan penolakan) yang kemudian diserahkan
ke bagian pembelian, logistik, dan penerimaan.
o Barang yang dinyatakan release oleh bagian QC dimasukkan ke gudang
penyimpanan bahan baku atau bahan kemas. Kepala bagian Logistik akan
menandatangani Memo Penerimaan Barang dan mengambil lembar merah.
o Memo Penerimaan Barang yang lain kembali lagi ke bagian penerimaan
untuk keperluan stok barang. Bagian penerimaan menandatangani Memo
Penerimaan Barang tersebut dan kemudian mengambil lembar hijau.
Selanjutnya, Memo Penerimaan Barang dibawa ke bagian pembelian
untuk dilakukan pemastian bahwa barang telah diperiksa oleh bagian QC
untuk kemudian diserahkan ke bagian keuangan atau administrasi. Dua
lembar putih Memo Penerimaan Barang dan Surat Jalan diserahkan ke
bagian keuangan atau administrasi, kemudian ditandatangani dan dijadikan
arsip.
o Gudang merupakan salah satu sarana pendukung kegiatan produksi dan
operasi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku,
bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan. Gudang juga
berfungsi melindungi bahan dan produk dari pengaruh lingkungan luar dan
serangga. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut maka harus dilakukan
pengelolaan pergudangan secara benar atau biasa disebut manajemen
pergudangan. Manajemen pergudangan memiliki cakupan antara lain,
mengatur orang ataupetugas (SDM), mengatur penerimaan barang,
mengatur penataan/penyimpanan barang, dan mengatur pelayanan akan
permintan barang.
❖ Gudang bahan baku memiliki dua area yang berfungsi sebagai area
samplingdan area penyimpanan.
o Area sampling Area sampling merupakan tempat/ ruang khusus
dilakukannya sampling atau pengambilan contoh bahan baku dan bahan
kemas primer oleh bagian QC. Kelas ruang area sampling ini
dipersyaratkan sama dengan kelas ruang produksi atau grey area
(dikondisikan sama dengan ruang dimana bahan tersebut digunakan).
o Area Penyimpanan
Area penyimpanan adalah tempat untuk menyimpan bahan baku yang sudah
dinyatakan lolos uji oleh QC. Penataan bahan baku disusun berdasarkan
prioritas, artinya bahan baku yang sering digunakan bagian produksi
disimpan di depan supaya lebih mudah dalam pengambilan. Bahan aktif
dan bahan tambahan disimpan terpisah serta disesuaikan dengan kondisi
penyimpanan bahan, misalnya cangkang kapsul disimpan di ruang bersuhu
sejuk. Bahan cair dan mudah terbakar disimpan terpisah di ruang khusus.
Penataan bahan disesuaikan dengan jenis dan kemasan bahan, sedangkan
pengeluarannya menggunakan system FIFO dan FEFO. Untuk
memudahkan pencarian atau pengeluaran digunakan kartu stelling yang
terpasang pada setiap rak.
LINK VIDEO
→Pengantar PPIC :
https://www.youtube.com/watch?v=x16WwlEB0CA
→PPIC di Indusrtri Farmasi:
https://www.youtube.com/watch?v=OpcNSTW-x9U
→Manajemen industri & produksi industry Farmasi:
https://www.youtube.com/watch?v=hX-c2cE3bEo
→PPIC di Bina Pharmaceutical : https://www.youtube.com/watch?v=KtPu5AwWV1Y
BENTUK SEDIAAN PADAT
SEDIAAN TABLET
1. Definisi Tablet
a. Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan
atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat
diklasifikasikan sebagai tablet atau tablet kompresi(USP 26, Hal 2406)
b. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung
satu jenis obatatau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang di
gunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok. (FI III 1997)
c. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. (FI IV 1995)
d. Tablet dapat di definisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu
atau lebih zat aktif dengan atau tanpa eksperimen (yang meningkatkan mutu
sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas, kecepatan
disintegrasi, dan sifat anti lekat dan di buat dengan cara mengempa campuran
serbuk dalam mesin tablet. (Charles S.2010)
2. Alasan Pemilihan Sediaan
1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan
oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan,
penyimpanan, dan pengangkutan;
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang
tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral
untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang (tertutupi) rasanya dalam
tablet;
7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak
memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak
yang bermonogram atau berhiasan timbul;
8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet
tidak segera terjadi;
9. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus seperti tablet lepas
tunda, lepas lambat, lepas terkendali;
10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang
tidak enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik);
11. Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling mudah diproduksi secara
besar‐besaran dengan proses pengemasan yang mudah dan murah sehingga biaya
produksi lebih rendah;
12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah;
13. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
3. Jenis- jenis tablet
a. Tablet biasa / tablet telan.
Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, pecah
di lambung.
b. Tablet kunyah (chewable tablet)
Bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu dalam
mulut kemudian ditelan, umumnya tidak pahit. Dimaksudkan untuk
dikunyah sehingga meninggalkan residu yang memberikan rasa enak
di mulut. Diformulasikan untuk anak-anak, antasida dan antibiotic
tertentu. Dibuat dengan cara dikempa .biasanya digunakan manitol,
sorbitol dan sukrosa sebagai pengikat dan pengisi. Tablet kempa yang
mengandung zat aktif dan eksipien yang harus dikunyah sebelum
ditelan.
c. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles)
Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya
dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat tablet melarut
atau hancur perlahanlahan dalam mulut. Tablet yang mengandung zat
aktif dan zat-zat penawar rasa dan bau, dimaksudkan untuk disolusi
lambat dalam mulut untuk tujuan lokal pada selaput lendir mulut.
Tablet ini dibuat dengan cara tuang disebut pastilles atau dengan cara
kempa tablet menggunakan bahan dasar gula disebut trochisi.
Umumnya mengandung antibiotic, antiseptic, adstringensia.
d. Tablet larut (effervescent tablet)
Dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet mengandung
campuran zat asam dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan
dengan air akan menghasilkan CO2. Diberi wadah yang tertutup rapat
dan terlindung dari lembab, di etiket diberi tanda “bukan untuk
ditelan”. Tablet ini harus dilarutkan dalam air baru diminum.
4. Metoda
a. Granulasi Basah
- Yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi
partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam
jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat
digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan
terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit
dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak
baik.
- Prinsip dari metode granulasi basah adalahmembasahi massa tablet
dengan larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan
tertentu pula, kemudian massa basah tersebut digranulasi.
- Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan
suatu perekat/pengikat sebagai pengganti pengompakan, teknik ini
membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat
yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan
tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan
dimasukan terpisah. Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang
cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel
dan kekuatan ikatannya akan meningkat sampai titik optimal bila
jumlah cairan yang ditambahkan meningkat dalam jumlah yang
optimal. Gaya tegangan permukaan dan tekanan
kapilerpalingpentingpadaawalpembentukangranul,bilacairansudahdita
mbahkanpencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang
merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja. Jika sudah diperoleh
massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan
diberi tekanan dengan alat penggiling tujuannya agar terbentuk granul
sehingga luas permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi
lebih cepat. Setelah pengeringan, granul diayak kembali ukuran ayakan
tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet
yang akandibuat.
- Keuntungan metode granulasi basah :
• Memperoleh aliran yangbaik
• Meningkatkankompresibilitas
• Untuk mendapatkan berat jenis yangsesuai
• Mengontrolpelepasan
• Mencegah pemisahan komponen campuran selamaproses
• Distribusi keseragamankandungan
• Meningkatkan kecepatandisolusi
- Kekurangan metode granulasi basah:
• Banyak tahap dalam proses produksi yang harusdivalidasi
• Biaya cukuptinggi
• Zataktifyangsensitifterhadaplembabdanpanastidakdapatdikerjakan
dengancaraini.
• Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
b. Granulasi Kering
Penimbangan Pencampuran
Awal
Slugging
Pengayakan
Pencampuran
Akhir
Pencetakan
Tablet
Pengemasan
Primer
Pengemasan
Sekunder
c. Kempa Langsung
- Pengertian : pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat
aktif dan eksipien kering, tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.
Metode mudah, praktis, pengerjaan cepat.
- Syarat zak aktif dan eksipien :
- Zat aktif dan eksipien memiliki aliran bagus, kompresibilitas baik
- Zat aktif dosis kecil
- Zat aktif tidak tahan lembap dan panas
- Bentuk kristal (NaCl, NaBr, KCl)
- Mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet.
- Syarat maksimal fine : 12-15 % (menurut Martin dan Hoover), 15%
(menurut Tutorial Pharmacy), 10-20% (menurut RPS dan JPS).
- Keuntungan
- Lebih ekonomis karena validasi lebih sedikit
- Proses lebih singkat karena proses yang dilakukan lebih sedikit,
sehingga waktu, tenaga, mesim yang dibutuhkan lebih sedikit
- Dapat digunakan untuk zat aktif tidak tahan panas dan lembab
- Waktu hancur dan disolusi lebih baik karena tidak melewati proses
granul, tetapi langsung menjadi partikel. Tablet kempa langsung berisi
partikel halus, sehingga tidak melalui proses dari granul ke partikel
halus dahulu.
- Kekurangan
- Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan
pengisi dapat menimbulkan stratifikasi diantara granul yang
selanjutnya dapat menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat
aktif dalam tablet
- Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa
langsung karena itu biasanya digunakan zat aktif yang 30% dari
formula sehingga dibutuhkan banyak dan semakin mahal untuk
pengisi. Dalam beberapa kondisi pengisi juga dapat berinteraksi
dengan obat seperti senyawa amin dengan laktosa spray dried yang
menghasilkan warna kuning.
- Pada kempa langsung mungkin terjadi aliran statik yang terjadi selama
pencampuran dan pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif
dalam granul terganggu.
- Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus
bersifat ; mudah mengalir, kompresibilitas yang baik, kohesifitas dan
adhesifitas yang baik.
5. Alur pembuatan tablet
Alur produksi sediaan tablet dengan kempa langsung
Produk antara
Uji Keseragaman Ukuran
Uji Keseragaman Bobot
Waktu Hancur
High Speed Rotary
Pencetakan Tablet
Disolusi Tabletting Machine
Penetapan Kadar
Uji Kekerasan
Uji Kerapuhan (Friabilitas)
IPC
Produk ruahan
Kebocoran Strip
IPC
Kelengkapan Pengemaan primer Blistering Machine
Penandaan
Penampilan
Pengemaan skunder
Kadar air ,
Distribusi ukuran partikel Granulasi/
Tilting & Lifting
(Granulometri), pembentukan granul (TLT) dan Fitz Mill
Laju alir,
Sudut Istirahat, IPC Fluid Bed Dryer
Kadar Mampat, Pengeringan granul
LOD, (FBD)
Persen Kompresibilitas,
Porositas Tilting & Lifting
Pengayakan
(TLT) dan Fitz Mill
K IPC
Uji Keseragaman Ukuran
Uji Keseragaman Bobot
Produk Ruahan
Waktu Hancur
Disolusi Blistering Machine/
Pengemaan primer
Penetapan Kadar Stripping Machine
Uji Kekerasan
Uji Kerapuhan
Pengemaan skunder
(Friabilitas)
Roller
Slugging compactor
High Speed
Organoleptis Pencetakan Tablet
Rotary
Keseragaman Bobot
IPC 3
Tabletting
Keseragaman Ukuran
Kekerasan Machine
Produk Ruahan
Kerapuhan
Waktu Hancur
Disolusi Blistering
Pengemaan primer
IPC 3 Machine/
Kebocoran Strip Stripping
Kelengkapan
Machine
Pengemaan skunder
Penandaan
Penampilan
Produk Jadi masuk ke Gudang
obat jadi
6. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet:
1. High-Speed Mixer & Granulator (HMG)
Mekanisme mesin: mesin teridiri dari blower, container dan sistem AHU.
Blower akan menghirup udara panas yang dikeluarkan AHU dengan
kecepatan dan suhu tertentu sehingga granul basah terfluidasi
Parameter kritis: air flow, RH (inlet dan outlet), inlet damper position,
waktu, suhu inlet, shaking time dan interval (filter)
End point : suhu outlet/ suhu produk
IPC : LOD dan pemerian
FBD (Fluid Bed Dryer) : adalah sistem pengeringan yang lebih sesuai
untuk bahan/material yang bobotnya relatif ringan (berbentuk granul,
kristal, tepung) dengan mekanisme secara umum adalah sebagai berikut :
Bahan/material yang akan dikeringkan kemudian dimasukan secara
konstan dan kontinyu kedalam ruang pengering kemudain akan didorong
oleh udara panas yang terkontrol dengan volume dan tekanan tertentu.
Selanjutnya untuk bahan/material yang sudah kering (bobotnya sudah
lebih ringan) akan keluar dari ruang pengeringan menuju siklon untuk
ditangkap dan dipisahkan dari udara, namun untuk material yang lebih
halus akan ditangkap oleh fulsejet filter bag.
Hal yang perlu diperhatikan dalam Sistem Fluid Bed Dryer adalah
pengaturan yang baik antara takanan udara, tingkat perpindahan panas dan
waktu pengeringan. Sehingga tudak timbul benturan atau gesekan bahan
pada saat proses pengeringan berlangsung. Untuk bahan yang lengket atau
memiliki kadar air yang tinggi sangat beresiko untuk mengaplikasikan
sistem FBD ini. Keadaan sperti ini perlu dilakukan pengkondisian awal
yaitu mencampurnya dengan bahan/material kering terlebih dahulu agar
tidak menimbulkan masalah pada unit siklon.
3. Tilting & Lifting (TLT) dan Fitz Mill
V-Mixer : sebuah alat atau mesin yang berfungsi untuk mencampur bahan
berbentuk serbuk atau fouder seperti rempah rempah, granul kering, biji
bijian dll. Mesin ini memang bentuknya mirip seperti huruf “V” . Cara
kerja mesin ini adaalah bahan yang sudah di dimasukan ke dalam Chamber
akan diaduk dengan cara diputar baik aitu satu araha atau bolak balik
sampai produck benar benar tercampur dengan rat.mesin ini dilengkapi
dengan pagar aut
9. Roller compactor
b. Pengikat / Binders
- Binders atau bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering
dan bentuk larutan (lebih pengikat berfungsi memberi daya adhesi
pada massa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk
menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan efektif). Bahan
pengikat secara umum dapat dibedakan menjadi: pengikat dari alam,
polimer sintetik/semisintetik dan gula.
Pengikat yang biasanya digunakan dalam granulasi basah :
Bahan pengikat yang umum digunakan pada kempa langsung :
c. Penghancur /Disintegrans
- Untuk mempercepat disintegrasi tablet, maka ditambahkan
disintegran/bahan penghancur. Bahan penghancur akan membantu
hancurnya tablet menjadi granul, selanjutnya menjadi partikel partikel
penyusun sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi tablet.
Jenis dan konsentrasi bahan penghancur
d. Bahan pelicin
Bahan pelicin sebagai eksipien mempunyai 3 fungsi, yaitu:
1. Lubricants
Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara
permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi.
Lubrikan ditambahkan pada pencampuran akhir/final mixing, sebelum proses
pengempaan. Lubrikan dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya dalam
air yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam air.
2. Glidants
Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan/meningkatkan
fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi
die dalam jumlah yang seragam.
Tipe dan jumlah glidan yang biasa digunakan
3. Antiadherents
Antiadherents adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya (sticking)
permukaan tablet padapunch atas dan punch bawah. Talk, magnesium stearat
dan amilum jagung merupakan material yang memiliki sifat antiadherent yang
sangat baik.
Daftar antiadherent yang biasa digunakan
▪ Caranya :
a. Timbang 100 g granul masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat
volumenya,
b. kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan dengan
alat uji, catat volume uji sebelum dimampatkan (Vo)
c. volume setelah dimampatkan dengan pengetukan 500 kali (V).
▪ Perhitungan :
V0−V500
I= x 100%
V0
Keterangan :
I = indeks kompresibilitas (%);
Vo = volume granul sebelum dimampatkan (mL);
V500 = volume granul setelah dimampatkan sebanyak 500 kali ketuk
(mL).
Syarat : tidak lebih dari 20%.
5. Distribuasi Ukuran Granul (Granulometri)
▪ Alat : Sieve Shaker
▪ Caranya :
a. Masukan sejumlah 100 gram granul diletakan di atas ayakan yang
telah tersusun dan ditara
b. Mulai dari ayakan mesh 20 smapai dengan ayakan mesh 100 pada
alat sieve shaker
c. Setelah pengujian selesai, masing-masing ayakan ditimbang
kembali dan dihitung distribusi granul pada tiap-tiap ayakan (%)
6. Bobot Jenis
Evaluasi granul dengan bobot jenis ini yaitu dengan mengetahui bobot
jenis pada granul tersebut, mulai dari bobot nyata, bobit mampat dan
bobot sejati. Evaluasi bobot jenis sejati ini dilakukan menggunakan alat
piknometer.
• Bobot jenis nyata
𝑤
𝜌=
𝑣
Dimana :
W = bobot granul
V =volume granul tanpa pemampatan
• Bobot jenis mampat
𝑤
𝜌𝑛 =
𝑉𝑛
• Bobot jenis sejati
(𝑏 − 𝑎)𝑥𝐵𝑗 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑠𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖
=
(𝑏 + 𝑑) − (𝑎 + 𝑐)
Dimana :
a = bobot piknometer kosong
b = bobot piknometer + 1 gram granul
c = bobot piknometer + 1 gram granul + cairan pendispersi
d = bobot piknometer + cairan pendispersi
Uji Mutu Farmasetik Sediaan Akhir (Tablet)
A. Evaluasi Fisik:
1. Keseragaman Bobot
Farmakope Indonesia memberi aturan cara uji keseragaman
bobot dan batas toleransi yang masih dapat diterima, yaitu tablet tidak
bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan.
Caranya :
1) Timbang 20 tablet satu per satu, hitung bobot rata-ratanya dan
penyimpangan bobot rataratanya. Persyaratan keseragaman
bobot terpenuhi jika tidak lebih dari dua tablet yang masing-
masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar
dari harga yang ditetapkan pada kolom A, dan tidak satu pun
tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
besar dari harga yang ditetapkan pada kolom B.
2) Apabila tidak mencukupi dari 20 tablet, dapat digunakan 10
tablet, tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih
dari bobot rata-rata yang ditetapkan pada kolom B.
Bobot Rata-Rata Penyimpangan Bobot Rata-Rata (%)
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26 mg – 150 mg 10 % 20 %
151 mg – 300 mg 7,5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5% 10 %
2. Kekerasan Tablet
Uji ini digunakan untuk mengetahui kekerasan tablet agar
tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet erat
hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet, dan waktu hancur
tablet.
▪ .Alat : Hardness Tester
10. Formula
Granulasi Basah dan Granulasi Kering :
Fasa Dalam (92%) :
- Zat aktif
- Pengisi
- Pengikat
- Penghancur dalam (menghancurkan granul jadi partikel)
Fasa Luar (8%) :
- Pelincir
- Penghancur luar (menghancurkan tablet jadi granul)
1. Granulasi Basah
a. Pengikat Mucilago Amili = Pengeringan granul memerlukan
waktu yang lebih lama dan memerlukan suhu pengeringa yang
tinggi, tidak bisa untuk zat yang terhidrolisis dan zat yang tidak
stabil pemanasan karena suhu pengeringan 40-70oC
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering (penghancur dalam) = 10% bobot total
Mucilago amili = 10% bobot atau 1/3 dari bobot total
Laktulosa (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering (penghancur luar) = 5%
b. Pengikat PVP = untuk zat yang sukar dikompresi, jika zat aktif
tidak tahan panas dan mudah terhidrolisis dapat digunakan
etanol sebagai cairan pengikat karena PVP bisa larut etanol dan
air, sehingga waktu pengeringan jadi lebih singkat.
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering (penghancur dalam) = 10% bobot total
PVP = 2% dari bobot total
Etanol = qs
Laktulosa (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering (penghancur luar) = 5%
c. Amilum kering sebagai penghancur dalam yang kurang baik saat
pengranulan karena terlalu banyak air yang masuk oleh karena
itu dapat diganti dengan penghancur lain seperti ac-di-sol (±3%)
untuk memperbaiki waktu hancur. Tetapi karena mahal dapat
diganti dengan starch 1500 atau primogel/eksplotab dengan PVP
sebagai pengikat. Starch 1500 dan eksplotab biasa digunakan
untuk fasa luar jarang untuk fasa dalam
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
PVP = 2% dari bobot total
Ac-di-sol = ± 3%
Etanol = qs
Laktulosa (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Ac-di-sol = 3 % atau
Eksplotab = 5 % atau
Starch 1500 = 5 %
d. Laktulosa sebagai pengisi dapat digantikan oleh avicel agar
memperoleh tablet yang lebih baik (karena kompresibilitas dan
sifat alir laktulosa kurang baik). Terdapat 3 jenis avicel : avicel
pH 101 (berbentuk serbuk, umumnya digunakan untuk granulasi
basah), avicel pH 102 (berbentuk granul, umumnya digunakan
untuk granulasi kering dan kompresi langsung), avicel pH 103
(berbentuk granul dengan ukuran lebih kecil dan dapat
menghasilkan waktu hancur yang lebih cepat). Menggunakan
PVP sebagai pengikat dan ac-di-sol sebagai penghancur.
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
PVP = 2% dari bobot total
Ac-di-sol = ± 3%
Etanol = qs
Avicel (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Ac-di-sol = 3 % atau
Eksplotab = 5 % atau
Starch 1500 = 5 %
2. Granulasi Kering :
a. Untuk zat aktif tahan panas dan lembab
- Fasa dalam (92%) :
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering = 10%
PVP = 5%
Laktosa = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering = 5%
Pembuatan : Fasa dalam + ½ fasa luar (hanya ½ talkum dan mg
stearat) = 92% + 1,5% = 93,5%, kemudian dicetak dan
dihancurkan(slug) hingga kecepatalan alir 4 g/s. Setelah jadi slug
ditambah sisa ½ FL (1,5% mg stearat dan talkum + amilum kering).
b. Pengisi dapat diganti dari laktosa ke avicel untuk menjadikan tablet
lebih baik.
- Fasa dalam (92%) :
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering = 10%
PVP = 5%
Avicel = qs\
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering = 5%
3. Kempa Langsung : zat aktif tidak tahan panas dan dosis kecil, dengan
syarat zat aktif memiliki sifat alir bagus, kohesif dan kompresibilitas
baik.
- Zat aktif = sesuai dosis
Laktosa spray dried = qs
Mg stearat = 1 %
Talk = 2%
Amilum kering = 5%
- Kombinasi avicel + eksplotab. Avicel memiliki kompresibilitas yang
baik tetapi aliran kurang baik. Oleh karena itu digunakan eksplotab
sebagai penghancur untuk memperbaiki aliran.
Zat aktif = sesuai dosis
Avicel : eksplotab (3:7) = qs
Mg stearat = 1 %
Talk = 2%
Amilum kering = 5%
- Kombinasi starch 1500 dan avicel (3:1) yang dikenal sebagai “runner
powder” yang memiliki kompresibilitas dan aliran yang baik, tetapi
daya hancur yang tidak bagus sehingga dapat digunakan penghancur
luar seperti amilum kering, eksplotab, ac-di-sol.
Zat aktif = sesuai dosis
Avicel : starch 1500 (3:1) = qs
Mg stearat = 1 %
Talk = 2%
Amilum kering = 5% atau
Eksplotab = 5% atau
Ac-dic-sol = 3%
Contoh Formula :
1. Granulasi Basah
- Pengikat Mucilago Amili
- Pengikat PVP
92
Fase dalam = 92% = 100 × 25 𝑚𝑔 = 23 𝑔
- Fase luar :
7%
Amilum = 92% × 22,5𝑔 = 17,12𝑔
1%
Aerosil = 92% × 22,5𝑔 = 0,245
2. Granulasi Kering
3. Kempa Langsung
11. Perhitungan
1. Evaluasi Granul :
- Kecepatan alir dan waktu istirahat
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
Laju Alir = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟
Sudut Istirahat :
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
Tan α = 𝑗𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 =
α = arc tan
- Bobot Jenis
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
BJ mampat = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
BJ nyata = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
BJ sejati = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑖𝑔𝑛𝑜𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟
- Porositas
BJ mampat
Porositas = 1 - BJ benar(sejati) x 100 % (untuk granul yang
dimampatkan)
𝐵𝐽 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
Porositas = 1 - BJ benar(sejati) x 100 %
- Kadar Mampat
(V0−V1)
Kadar Mampat = x 100 %
𝑉𝑜
- Kelembapan
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎
% Kelembapan Bobot = x 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
% Kandungan Lembab = x 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
2. Evaluasi Tablet
- Keseragaman Bobot
Menghitung penyimpangan untuk batas atas dan batas bawah
berdasarkan syarat.
Contoh :
Tablet > 300 mg = Penyimpanan bobot rata-rata A = 5 %, B = 10%
Bobot rata-rata = 488 mg
5
Penyimpangan 5% = 100 × 488 = 24,4 mg
- % Friksibilitas
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑢𝑗𝑖−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑗𝑖
%friksibilitas = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑢𝑗𝑖
x 100%
Contoh :
A = -0.0659
B = 0.07755
r = 0.907
y = A + Bx
y = -0.0659 + 0.07755x
Fp = 40
y = -0.0659 + 0.07755x
0.375 = -0.0659 + 0.07755x
0.4409 = 0.07755x
X = 5.68 µg/ml
Kadar = volume x konsentrasi x Fp
= 900 ml x 5.68 µg/ml x 40 = 204,480 μg = 204.48 mg
% disolusi = Kadar x 100% = 204.48 mg x 100% = 63.9 %
Kadar awal 320 mg
12. Alat-alat Evaluasi Granul dan Tablet
1. Evaluasi Granul
- Tab Densitimeter : https://www.youtube.com/watch?v=gGQNT77XIk4
- Mouister Balance : https://www.youtube.com/watch?v=2W8zVHYalsA
- Flow tester : https://www.youtube.com/watch?v=B2Q66x4--D0
- Granulometri : https://www.youtube.com/watch?v=oyEFVdqgaFM
2. Evaluasi Tablet
- Jangka sorong (keseragaman ukuran) :
https://www.youtube.com/watch?v=QZhGPO_qXxo dan
https://www.youtube.com/watch?v=YVeJpYThcDc&t=135s
- Keseragaman bobot : https://www.youtube.com/watch?v=ptFiEoAnDBU
- Hardness tester :https://www.youtube.com/watch?v=yutr8lXfYeE
- Friability tester :https://www.youtube.com/watch?v=s-dodQA31-I
- Friksibilitas :https://www.youtube.com/watch?v=uKGHTw3qj4I
- Disintergration tester
:https://www.youtube.com/watch?v=_j568MvTmmk dan
https://www.youtube.com/watch?v=-O-sRHByJss
- Alat disolusi :https://www.youtube.com/watch?v=Lwn9iINOB_U
13. Bahan Tambahan Lainnya
1. Kunyah
- Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah di mulut sebelum ditelan
dan bukan untuk ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk
memberikan suatu bentuk pengobatan yang dapat diberikan dengan
mudah kepada anak-anak atau orang tua, yang mungkin sukar menelan
obat utuh. Tablet kunyah yang paling umum ditemukan di pasaran
adalah tablet kunyah aspirin (yang dimaksudkan untuk digunakan oleh
anak-anak) dan antasid. (Teori dan Praktek Farmasi Industri,1994,
h.712)
- Karakteristik :
1. memiliki bentuk yang halus setelahhancur;
2. mempunyai rasa enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau
tidakenak.
- Keuntungan :
1. ketersediaan hayati lebih baik karena tidak mengalami tahap
disintegrasi (dan kemungkinan dapat meningkatkandisolusinya);
2. kenyamanan bagi penderita dengan meniadakan perlunya air
untukmenelan;
3. sebagai pengganti bentuk sediaan cair yang memerlukan kerja obat
yangcepat;
4. meningkatkan kepatuhan penderita terutama anak-anak dengan rasa
yang enak, selain itu lebih disukaipasien;
5. kestabilan lebihbaik
- Kekurangan :
1. Zat aktif yang rasanya tidak baik dan dosis yang tinggi sangat sulit
dibuat tablet kunyah (Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, hal 367)
2. Faktor aliran, lubrikan, kompresibilitas, dan kompatibilitas sama
halnya untuk tablet biasa.
Sedangkan pertimbangan organoleptik adalah sebagai berikut :
- Rasa danPenyedap
Secara fisiologis, rasa adalah respon panca indera sebagai hasil
rangsangan kimiawi pada ujung rasa di lidah. Ada empat dasar tipe
rasa: asin, asam, manis dan pahit. Rasa asin/asam diperoleh dari zat
yang mampu terionisasi dalam larutan. Banyak zat aktif organik
merangsang respon pahit, walaupun tidak mampu terionisasi dalam air.
Kebanyakan disakarida, sakarida, beberapa aldehid dan sedikit alkohol
memberikan rasa manis.
Istilah penyedap (flavor) berkaitan dengan sensasi gabungan rasa dan
bau. Contohnya, gula mempunyai rasa yang manis tetapi tidak
mempunyai flavor. Sedangkan madu mempunyai rasa manis dan bau
yang khas. Kombinasi keduanya dinamakan flavor madu.
- Aroma
Misal tablet kunyah rasa jeruk harus mempunyai rasa manis dan
asam dan aroma jeruk segar.
- Rasa di mulut (mouthfeel)
Rasa di mulut adalah tipe sensasi atau sentuhan yang dihasilkan
tablet dalam mulut ketika kita mengunyah. Rasa di mulut sangat
penting dalam tablet kunyah. Umumnya tekstur pasir (contoh:
kalsium karbonat) atau bergetah tidak dikehendaki dalam tablet.
Sedangkan sensasi dingin dan sejuk dengan tekstur lembut seperti
manitoldisukai.
- Efek Akhir (Aftereffect)
Efek akhir yang umum dari banyak senyawa adalah rasa akhir (after
taste) yaitu rasa yang timbul dalam mulut setelah tablet hilang.
Misalnya beberapa garam besi meninggalkan rasa karat, sakarin
dalam jumlah besar memberikan rasa pahit dalam mulut. Efek akhir
umum yang lain adalah sensasi mati rasa sebagian dari permukaan
lidah, misalnya antihistamin yang pahit seperti piribenzamin-HCl
dan prometazin-HCl.
- Metoda yang digunakan dalam pembuatan tablet kunyah salah
satunya adalah metoda granulasi basah, walaupun pendekatan ini
serupa dengan granulasi basah pada tablet biasa, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu :
1. Zat penggranulasi harus membentuk lapisan yangfleksibel;
2. Tidak mempunyai rasa dan bau yang tidakenak;
3. Tidak larut dalamsaliva;
4. Tidak mempengaruhi disolusi zat aktif setelahditelan.
- Idealnya pengisi yang rasanya manis seperti gula perlu dimasukkan
dalam granulasi, disintegran baik dimasukkan dalam granulasi basah
untuk menjamin disolusi granulyang baik setelah tablet dikunyah.
Prosedur tersebut merupakan prosedur konvensional. Saat ini banyak
digunakan metode suspensi udara/ fluidized bed. Dalam teknik
tersebut, partikel zat aktif akan disalut oleh cairan suspensi dalam
kondisi terkendali, berkecepatan tinggi, dan aliran udara hangat
disemprot melalui lempeng perforasi dalam bejana penyalut. Partikel
zat aktif mengalami aliran siklik dan disemprotkan larutan/ suspensi
zat penyalut oleh penyemprot otomatis. Setelah partikel tersalut,
partikel tersebut dipisahkkan dari daerah semprotan, dikeringkan
dengan aliran udara panas dan disalut ulang. Siklus ini berlanjut
sampai ketebalan salut yang diinginkan tercapai. Pengaliran partikel
zat aktif meningkatkan pemaparan luas permukaan guna penyalutan
dan pengeringan yang lebih efisien dan merata. Factor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam proses penyalutan adalah sifat zat aktif,
kekentalan larutan penyalut, desain dan
letakdaripenyemprot;jugakecepatandansuhudariudarayangmengalir.Wa
laupun perbaikan rasa dengan penyalutan adalah menarik karena
sederhana, tetapi metode ini hanya terbatas untuk zat aktif yang
rasanya tidak enaknya ringan sampai sedang.
- Bahan eksipien untuk tablet kunyah:
1. Pemanis. Pemanis alam dan pemanis buatan yang paling banyak
digunakan adalah aspartam, siklamat, glizirisin dan sakarin.
2. Flavor
Golongan flavor umum untuk tipe rasa:
• Manis : vanila, stone fruit, anggur, berries, maple,madu
• Asam : citrus, cherry, raspberry, strawberry, rootbeer, anis,
kayumanis
• Asin : kacang, buttery, butterscotch, spice, maple, melon,
raspberry, campuran citrus, campuranbuah-buahan.
• Pahit : kayu manis, anis, kopi, coklat, wine, mint, grapefruit,
cherry, peach, rasberry, kacang, fennel,spice.
• Basa : mint, coklat, krim,vanila
• Logam : anggur, burgundy, lemon-jeruknipis.
Pemilihan flavor untuk formulasi perlu diperhatikan umur pengguna,
misalnya anak- anak mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasamanis
sedangkan orang tua mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit.
3. Pembuatan
Empat aspek yang penting dalam pembuatan tablet kunyah adalah :
• sifat tersatukannya zat aktif dengan zatwarna;
• distribusi ukuranpartikel;
• kadar lembab yang memenuhisyarat;
• sifat kekerasantablet.
2. Tablet Hisap
- Troches atau Lozenges (Tablet Hisap)
Adalah bentuk lain dari tablet yang digunakan dalam rongga mulut.
Digunakan untuk memberikan efek lokal pada mulut dan tenggorokan.
Bentuk tablet ini umumnya digunakan untuk mengobati sakit
tenggorokan atau megurangi batuk pada influenza. Kedua bentuk ini
dapat mengandung anestetik lokal, berbagai antiseptik dan antibakteri,
demulsen, astringen dan antitusif. Kedua jenis tablet ini dirancang agar
tidak hancur di dalam mulut tetapi larut perlahan dalam jangka waktu
30 menit atau kurang.
- Bahan pengisi (diluent)
Bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk memperbesar volume
dan berat tablet. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah laktosa,
pati, dekstrosa, dikalsium fosfat dan mikrokristal selulosa (Avicel).
Bahan pengisi dipilih yang dapat meningkatkan fluiditas dan
kompresibilitas yang baik (Sheth, dkk., 1980).
- Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat bahan obat dengan bahan
penolong lain sehingga diperoleh granul yang baik, yang akan
menghasilkan tablet yang kompak serta tidak mudah pecah. Pengaruh
bahan pengikat yang terlalu banyak akan menghasilkan massa terlalu
basah dan granul yang terlalu keras sehingga tablet yang terjadi
mempunyai waktu hancur yang lama. Apabila bahan pengikat yang
digunakan terlalu sedikit maka akan terjadi perlekatan yang lemah dan
tablet yang terbentuk lunak, serta dapat menjadi capping yaitu lapisan
atas dan atau lapisan tablet membuka (Parrott, 1971).
- Bahan pelicin (lubricant)
Bahan pelicin ditambahkan pada pembuatan tablet yang berfungsi
untuk mengurangi gesekan yang terjadi antara dinding ruang cetak
dengan tablet (lubricant), memperbaiki sifat alir granul (glidant) atau
mencegah bahan yang dikempa agar tidak melekat pada dinding ruang
cetak dan permukaan punch (anti adherent). Beberapa bahan pelicin
yang biasa digunakan adalah: talk, magnesium stearat, asam stearat,
kalsium stearat, natrium stearat, likopodium, lemak, parafin cair
(Lachman dkk, 1994).
- Bahan pemberi rasa dan pemanis
Bahan pemberi rasa sangat penting dalam pembuatan tablet hisap. Apa
yang dirasa mulut saat menghisap tablet sangat terkait dengan
penerimaan konsumen nantinya dan berarti juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas produk. Dalam formula tablet hisap, bahan perasa
yang digunakan biasanya juga merupakan bahan pengisi tablet hisap
tersebut, seperti manitol (Peters, 1989).
3. Tablet Effervesent
1. Bahan pembentuk gas (asam dan basa)
Komponen
asamdanbasamengalamireaksisecaraspontansaatdicampurdenganair.Reaksi
inijuga
dapatberlangsungdenganadanyasejumlahkecilair.Saatsudahterjadireaksi,re
aksiakan berjalan semakin cepat karena produk sampingan reaksi ini
adalah air.
- Asam
Sumber asam yang umumnya digunakan pada tablet effervescent dapat
digolongkan menjadi:
a. AsamMakanan
1. Asam Sitrat: BM = 210,14(C6H8O7.H2O)
Merupakan asam yang paling sering digunakan karena
harganya yang murah. Asam
sitratsangatlarut,sangathigroskopiskekuatanasamnyatinggi(tripo
tik),dantersedia dalam bentuk granul yang dapat mengalir
dengan bebas (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:
Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).
2. Asam Tartrat: BM = 150,09(C4H6O6)
Asam ini mempunyai kelarutan yang lebih besar dari asam
sitrat. Asam ini LEBIH LARUT dalam air dan LEBIH
HIGROSKOPIS apabila dibandingkan dengan asam sitrat.
Kekuatan
asamnyasamadenganasamsitrat,tetapijumlahasamyangdigunaka
nlebih banyak karena asam tartrat bersifat diprotik sedangkan
asam sitrat bersifat triprotik (Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287). Biasanya
digunakan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat karena asam
tartrat saja akan menyebabkan granul gampang remuk dan
asam sitrat saja akan menyebabkan campuran lengket dan
susah digranul (U.S. Patent 6,497,900).
3. Asam Malat
Asam ini bersifat higroskopis dan mudah larut. Asam malat
mempunyai kekuatan yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan asam sitrat dan asam tartrat, tapi cukup tinggi untuk
menyediakan efervesen ketika dikombinasikan dengan sumber
karbonat (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet,
vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).
4. AsamFumarat
Mempunyaikekuatanyangsebandingdenganasamsitrat,namunk
elarutannyarendah dalam air dan bersifat non higroskopis
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd
ed, 1989, hal.288).
5. Asam Adipat & AsamSuksinat
Kedua asam tersebut bersifat non higroskopis, mempunyai
kelarutan yang jauh lebih rendah dari asam sitrat, kurang
tersedia dan kurang ekonomis (Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 288).
b. Asam Anhidrat
Jika asam anhidrat dilarutkan dalam air maka akan terjadi
hidrolisis yang membebaskan
bentukasamnyadandapatbereaksidengansumberkarbondioksida.
Tidakbisadigunakan air karena asam anhidrat dapat bereaksi
sebelum digunakan. Contohnya adalah suksinat
anhidrat(Lieberman,PharmaceuticalDosageForm:Tablet,volI,2
nd
ed,1989,hal.
288) dan asam sitrat anhidrat (Dr. Heni Rachmawati, Bahan
Kuliah Tablet, 2007).
c. GaramAsam
Merupakan senyawa pereduksi kuat; tidak kompatibel
dengan senyawa pengoksidasi. Contohnya:
- LubrikanIntrinsik(ditambahkanpadaformula)
Lubrikan yang umumdigunakan:
i. Garam stearat (Mg, Ca, Zn), efektif bila digunakan dengan
konsentrasi ≤ 1% karena tidak larut air, dapat mengganggu
disintegrasi tablet, dan menghasilkan
larutanyangkeruhdenganpembentukanbusapadapermukaanl
arutan.
ii. Talkdanserbukpolitetrafluoroetilen→tidaklarutair,namundi
sintegrasitablet lebihcepat.
iii. SerbuknatriumbenzoatdanPEG8000mikronisasimerupakanl
ubrikanlarutair yangefektif.
iv. Natrium stearat dan natrium oleat → larut dalam
konsentrasi rendah; kombinasi keduanya akan lebih efektif
tetapi menghasilkan busa/lapisan busa pada
permukaanlarutan.
v. Lainnya:
Surfaktan dapat juga digunakan untuk menghasilkan larutan
bening juga
bergunasebagailubrikan.Natriumlaurilsulfatakanmenyediak
anefeklubrikasi tetapi dapat menghambat disintegrasi jika
konsentrasinya terlalu besar.
Magnesiumlaurilsulfathanyasedikitmempengaruhiwaktudisi
ntegrasi.
- LubrikanEkstrinsik
Bertujuan untuk lubrikasi permukaan alat/mesin tablet. Contohnya
adalah spray malam/wax yang telah dilelehkan.( Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.
293). Lubrikan ini akan membentuk lapisan tipis lemak. Film dapat
disemprotkan pada permukaan alat cetak sebelum pengisian
granul/masa cetak atau digunakan kuas yang dipasangkan pada
bagian bawah punch. Kuas akan mengolesdie pada setiap proses
cetak (Dr. HeniRachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).
3. Komponen Tambahan Lain (Lieberman, Pharmaceutical Dosage
Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.293-294)
a. Flavour
b. Pewarna
c. Pemanis
14. Permasalahan Tablet dan Solusinya
b. Zat warna
Selain gelatin sebagai bahan baku pembuat kapsul, hal lain yang penting untuk
kapsul adalah zat warna . kapsul diberi warna supaya lebih menarik dansebagai
identitas pabrik. Adapun cara pemberian zat warna pada kapsul ialah dengan
menambahkanzat warna ke dalam larutan gelatin selama proses manufaktur. Perlu
diketahui, Pewarna yang digunakan dalam bentuk pigmen dan dapat larut serta
merupakan zat warna yang diizinkan oleh undang-undang.
c. Pengawet
Kita sudah mengetahui bahwa larutan gelatin mengandung air karena itu perlu
penambahan pengawet pada larutan gelatin untuk mereduksi pertumbuhan
mikroorganisme sampai kandungan air lapisan gelatin di bawah 16% b/v, pada
keadaan kadar air seperti ini populasi bakteri akan menurun jumlahnya. Adapun
Pengawet yang digunakan dalam produksi kapsul gelatin ialah sulfurdioksida
dalam bentuk garam natrium, yaitu natriumbisulf atau metabisulfit; asam askorbat
atau ester metil propil PABA, dan asam organiak, asam benzoat.
5. Alur Pembuatan
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk sediaan kapsul keras, yaitu :
1. Kapsul keras dapat disi dengan berbagai bentuk fisik obat :
a. padat kering : serbuk, granul, pelet, tablet, kapsul
b. semisolid : campuran tiksotropik, campuran thermosoftening, pasta
c. cairan : cairan minyak, ssuspensi, larutan
2. Bahan yang tidak dapat dimasukkan kedalam cangkang kapsul gelatin :
a. bahan yang dapat bereaksi dengan cangkang gelatin akan menyebabkan
reaksisambung-silang dan menurunkan kelarutan gelatin, seperti
formaldehid
b. Suatu formula yang mengandung air bebas dalam kadar tinggi, karena
cangkang akan menarik air dan terjadi perubahan bentuk.
c. Untuk formulasi yang jumlah dosis besar BJ ruahan rendah (voluminus),
karenaketerbatasan ukuran kapsul yang dapat ditelan menimbulkan
masalah.
3. Mesin pengisian kapsul
Mesin untuk pengisi kapsul dapat dibedakan berdasarkan keluaran dan cara
mengoperasikan alat, yaitu : secara manual, semi otomatis, dan otomatis.
Sementara mesin otomatis ada yang dapat beroperasi secara selang-seling atau
kontinyu.
Mekanisme pengisian:
Proses pengisian bahan obat kedalam cangkang kapsul dengan cara
sebagai berikut, badan kapsul dipisahkan dari penutup menggunakan alat
penghisap atau vakum. Bagian badan yang sudah terbuka yang menghisap
serbuk/granul dan dimasukkan kedalam badan kapsul dengan tekanan, kemudian
dilakukan penutupan kapsul. Secara umum bahan-bahan yang dapat diisikan
kedalam cangkang kapsul yaitu:
a. Bentuk serbuk, bahan obat dalam bentuk serbuk lebih sering dimasukkan
kedalam cangkang kapsul.
b. Bahan padatan kering, bentuk padatan yang dapat diisikan kedalam kapsul
seperti granul, pelet, tablet menggunakan mesin pengisi otomatis.
c. Bahan multipel (partikel, pelet), Saudara, perlu diketahui mesin untuk pengisi
bahan bahan multipel adalah secara otomatis dan dilengkapi dengan
bermacam alat pengisi sehingga kombinasi bahan seperti campuran serbuk,
pelet dan formulasi semisolida atau serbuk dan tablet dapat diisikan ke dalam
kapsul gelatin keras yang sama.
d. Bahan cairan, Saudara mahasiswa, cairan encer yang diisikan ke dalam
kapsul akan bocor melalui ruang antara badan dan penutup kapsul. Untuk
mengatasi kebocoran ini dapat dilakukan dengan cara penyegelan yang baik,
dapat juga dengan membuat formulasi dalam bentuk solid kemudian
masukkan kedalam kapsul, atau lakukan pemanasan selama proses pengisian
bahan cair kedalam kapsul, sehingga penyegelan kapsul dapat tertutup rapat.
Dosis obat diatur oleh pompa volumetrik sehingga keseragaman bobot isi
kapsul menjadi homogen.
4. Panduan dalam formulasi sediaan kapsul
Sediaan padat non kempa terdiri dari serbuk, granul dan pelet dapat dalam
bentuk bebas baik dengan bahan tunggal maupun campuran, juga dapat
dimasukkan kedalam cangkang kapsul. Beberapa hal perlu mendapat perhatian
dalam proses formulasi sediaan kapsul, yaitu meliputi :
a. Kelembaban
Di ketahui bahwa kelembaban di daerah pengisian dan penyimpanan sangat
penting untuk bentuk sediaan serbuk, karena luas permukaan serbuk yang luas
sehingga akan menyebabkan pengambil lembab yang signifikan. Sementara
cangkang kapsul gelatin juga mudah menarik lembab. Sebaliknya jika
kelembaban sangat rendah kapsul akan menjadi getas, oleh karena itu kadar
kelembapan yang sesuai harus memenuhi persyaratanyang sudah ditentukan.
b. Luas permukaan
Serbuk mempunyai luas permukaan yang besar sehingga mempunyai
peluang sangat besar untuk menghasilkan muatan elektrostatika selama friksi
aliran dan penanganan serbuk.Oleh karena itu alat yang digunakan harus
dihubungkan dengan tanah (grounded).
c. Distribusi ukuran partikel
Pengayakan kering dapat dilakukan untuk serbuk kasar dan granul, ayakan
disusun dengan bagian atas lubang yang lebih besar, bagian bawah lubang yang
lebih kecil.Serbuk dimasukkankedalam ayakan paling atas dan diguncang
(shaken) selama waktu tertentu.Berat serbuk pada tiap ayakan dapat ditimbang
beratnya, sehingga diperoleh distibusi ukuran partikel.Namun demikian ayakan
mempunyai keterbatasan karena tidak dapat membuat lubang ayakan yang sangat
halus.
d. Sifat-sifat aliran serbuk
Sudut istirahat merupakan salah satu cara untuk mengukur sifat alir serbuk.
Caranya serbuk dimasukkan kedalam alat seperti corong, dengan diameter tabung
aliran lebih besar dari corong biasa, kemudian diisi serbuk yang dipereskan pada
permukaan atasnya, kemudian diletakkan pada suatu penyangga (penjepit), corong
diatascawan petri. Selanjutnya penuutup tabung bagian bawah dibuka, serbuk
akan mengalir turun dan ditampung dalam cawan petri. Tinggi tumpukan
ditentukan berbentuk segitiga serbuk.Setelah didapatkan jari-jari tumpukan (r cm)
dan tinggi tumpukan (h cm), maka dapat dihitung besarnya sudut istirahat (sin α
atau tangen α).
Disamping dengan cara sudut istirahat, kecepatan aliran serbuk dapat juga
ditentukan dengan cara mengukur serbuk yang mengalir bebas dari suatu alat
seperti corong yang dibawahnya ada bukaan. Kecepatannya diukur dalam satuan
waktu dan berat.
e. Bobot jenis real dan mampat dari ruahan
Bobot jenis real dan bobot jenis mampat merupakan ukuran derajat
kemampatan (susunan serbuk dalam sistem), atau sebaliknya dapat dinyatakan
sebagai jumlah antar ruang di antara partikel serbuk. Bobot jenis ruahan
ditentukan dengan cara memasukkan suatu sampel serbuk yang diketahui beratnya
ke dalam tabung silinder berskala (gelas ukur). Bobot jenis mampat ditentukan
dengan cara memampatkan (menghentakkan) serbuk dalam silinder berskala,
sampai tidak terjadi lagi pemampatan volume serbuk. Sementara bobot jenis real
dapat ditentukan dengan pignometer helium atau adsorpsi gas.
Dengan cara membagi bobot jenis real dengan bobot jenis mampat akan
didapatkan suatu bilangan yang berkaitan dengan jumalh ruangan dalam serbuk.
f. Pencampuran serbuk
Prinsip utama dalam pencampuran serbuk terjadi mekanisme sebagai
berikut:
✓ Gesekan konvektif yaitu perpindahan sekelompok partikel dalam jumlah
besar terjadi dari satu bagian ke bagian yang lain. disebut juga sebagai
pencampuran makro.
✓ Kegagalan geseran (shear) yang terutama akan mengurangi skala
pemisahan
✓ Gerakan difusif dari partikel individual, yaitu partikel dari bahan-bahan
menjadi miring sehingga gaya gravitasi menyebabkan lapisan atas
tergelincir dan difusi partikel individu berlangsung di atas permukaan yag
baru dikembangkan, disebut sebagai pencampuran mikro (Purnamasari ,
2007).
h. Metode formulasi sediaan kapsul
Pengolahan sediaan kapsul dimulai dari penimbangan bahan aktif dan bahan
tambahan yang sudah diperhitungkan secara seksama. Formulasi kapsul dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu pencampuran langsung serbuk menggunakan
mixer atau melalui proses granulasi basah.
a. Formulasi sediaan kapsul dengan metode granulasi basah, dilakukan proses
granulasi seperti pada formulasi sediaan tablet, dimana bahan aktif dan
sebagian bahan tambahan dibuat granul, kemudian granul yang dihasilkan
dicampur dengan bahan tambahan lainnya, kemudian dilakukan proses
pengisian dengan menggunakan mesin pengisi kapsul. Produk kapsul yang
sudah selesai proses pengisian, tahap selanjutnya adalah polishing kapsul
yang fungsinya untuk menghilangkan serbuk yang lengket pada permukaan
cangkang kapsul sehingga kapsul tampak lebih bersih dan mengkilap.
b. Selain metode granulasi basah, formulasi sediaan kapsul dapat juga dilakukan
dengan metode pencampuran langsung, caranya ialah : bahan aktif dan bahan
tambahan yang sudah ditimbang, lakukan pengayakan dengan pengayak
derajat halus tertentu kemudian dapat langsung dilakukan proses pengisian
kedalam cangkap kapsul.
6. Alat-alat yang digunakan dan Gambar
c. Kompresibilitas
Volume dan kerapatan serbuk ditentukan dari ukuran dan bentuk
partikel.Ukuran partikel dan kerapatan serbuk berpengaruh dengan volume
serbuk. Sehingga uji ini berguna untuk penentuan ukuran cangkang kapsul yang
akan digunakan. Bobot serbuk ditimbang dan dituang hati-hati kedalam suatu
gelas ukur kemudian permukaannya diratakan, volume yang terbaca adalah
volume tuang.Bobot ketukan diperoleh melalui ketukan vertikal timbunan serbuk
yang diisikan kesebuah gelas ukur tertutup yangterletak di atas dasar
lunak.Ketukan tersebut dilakukan sampai diperoleh volumekonstan.
2. Evaluasi Kapsul
a. Uji keseragaman bobot
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian keseragaman bobot
sediaan kapsul yang dihasilkan dengan persyaratan keseragaman bobot
dankandungan dari Farmakope Indonesia Edisi IV.
- Timbang 20 kapsul lalu timbang satu persatu
- Keluarkan isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul
- Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul
- Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap
isi kapsul tidak boleh lebih dari yang di tetapkan kolom “A” dan untuk
setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan kolom “B”
Analisis dan kuantifikasi dari respon molekul bergantung pada radiasi. Terjadi
pertukaran energi antara energi radiasi dan energi yang terkandung yang
terkandung dalam molekul.
Penimbangan
IPC
- Pemerian
- pH
- Stabilitas gel
Campur Tambah pengawet yang sudah
dilarutkan dengan propilen glikol dan
ad air dengan Ultra Torrax
Finished pack
Analysis
Gudang Obat Jadi
5. Evaluasi in process control (IPC) :
1. Penampilan (Organoleptis)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin
mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama
formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi.
2. Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi
sediaan
3. Homogenitas (FI ed III, hal 33)
Tujuan : Menjamin ke-homogenitas-an sediaan suspensi
Prinsip : Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel
maupun distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada
berbagai tempat menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat
atau jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yg lama, homogenitas
dapat ditentukan secara visual.
Penafsiran Hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah
atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai
tempat pengambilan sampel.
4. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial
Pharmacy, hal 116) (khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam
berwarna mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding
terbalik dengan suatu kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide
mikroskop. Lihat dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal
5. Viskositas
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi
viskositasnya diukur dengan viskometer Brookfield Helipath stand.
Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar dengan
menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai
spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh
Evaluasi mutu sediaan akhir
Sediaan akhir yang dihasilkan diuji berdasarkan persyaratan sesuai yang tertera
pada farmakope dan atau buku resmi lainnya.
Evaluasi fisik :
1. Isi minimum (FI IV hal 997)
Tujuan : Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang
tertera pada etiket
Prinsip : Selisih antara penimbangan bobot wadah berisi sediaan dengan
bobot wadah kosong merupakan bobot bersih isi wadah.
Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang
tertera di etiket dan tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang
dari: (pilih salah satu, sesuaikan dengan sediaan)
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram
dan kurang dari 150 gram)
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada
etiket dan hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi
syarat di atas.
2. Uji Kebocoran (FI IV hal 1086)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip : 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian
luarnya dengan kain penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di
atas kain penyerap di dalam oven dengan suhu diatur pada 60o ± 3o selama
8 jam.
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah
pengujian selesai. Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari
bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube atau dari bagian ulir tutup
tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak lebih dari 1 tube,
ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan.
Uji memenuhi syarat jika: tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10
tube uji pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30
tube yang diuji.
3. Uji stabilitas
Dilakukan uji dipercepat dengan:
1. Agitasi atau sentrifugasi (mekanik); Sediaan disentrifugasi dengan
kecepatan tinggi (sekitar 30.000 RPM), Diamati apakah terjadi sineresis,
pemisahan atau tidak. (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy,
hal 116)
2. Manipulasi suhu sampel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada
suhu 30, 40, 50, 60, 70oC. Amati dengan bantuan indikator (seperti sudah
merah mulai suhu berapa terjadi pemisahan. Makin tinggi suhu maka
makin stabil
4. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan
Tujuan : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan
Prinsip : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel
dengan cara mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada
waktu – waktu tertentu. Penafsiran hasil : bahan aktif dinyatakan mudah
terlepas dari sediaan apabila waktu tunggu ( waktu pertama kali zat aktif
ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dan ini tergantung dari
pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.
5. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu
sel difusi dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan
penerima pada selang waktu tertentu.
Evaluasi Kimia :
1. Identifikasi : sesuai yang ada pada monografi
2. Penetapan kadar : sesuai dengan yang ada di monografi
Evaluasi Biologi :
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet) (FI IV , hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa
berair seperti produk parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang
bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan
yang mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan
sebagai parameter efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba
pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida
Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25C dalam media
Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil: Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam
contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih
dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
2. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan
pengawet) (FI IV hal 939-942) Khusus Pengawet
Metode I Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol,
NipaginNipasol) Metode II Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat,
Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan
ditujukan untuk zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan
bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari
jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi
gas atau polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti
yang tertera pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v
atau v/v
3. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-
899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama
proses pembuatan laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik
terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh
antibiotik dalam sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair
yang mengandung biakan mikroba berdasarkan metode lempeng atau
metode turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan
metode garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat
terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin rendah,
makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi
mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar.
Sigma mixer
4. Ultrasonic Mixers
Metode yang efektif untuk menangani bentuk-bentuk tertentu dari masalah
pencampuran adalah untuk permasalahan bahan terhadap getaran ultrasonik.
Hal ini memiliki aplikasi khusus dalam pencampuran dalam preparasi emulsi
(Bhatt & Agrawal, 2007).
Ultrasonic mixer
5. Colloid Mill
Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan merusak
aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim,
pulp, minyak, dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan
kerusakan aglomerat atau dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan
halus yang berukuran sekitar 1 mikron. Bahan yang diproses diisi oleh
gravitasi untuk dipompa sehingga lewat di antara elemen rotor dan stator
dimana ia mengalami gaya geser dan hidrolik tinggi. Bahan dibuang melalui
gerbong dimana ia dapat diresirkulasi untuk perlewatan kedua, biasanya untuk
bahan yang memiliki kepadatan lebih tinggi dan isi serat cakram beralur
berbentuk kerucut. Terkadang pengaturan pendinginan dan pemanasan juga
ditentukan dalam penggilingan ini yang tergantung pada jenis bahan yang
diproses. Kecepatan rotasi rotor bervariasi dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak
kemampuan penyesuaian yang sangat halus antara rotor dan stator bervariasi
dari 0.001-0.005 inci tergantung pada ukuran alat. Colloid
mills memerlukan pengisian air yang banyak, cairan dipaksa melalui
celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur spiral. Dalam
penggilingan ini hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi
panas dan gaya geser terlalu dapat meningkatkan suhu produk. Oleh
karena itu, sebagian besar colloid mills dilengkapi dengan jaket air dan
itu adalah juga diperlukan untuk mendinginkan bahan sebelum dan
setelah melewati penggilingan (Bhatt & Agrawal, 2007).
Colloid mills
Dalam colloid mill primer, aksi geser intens diproduksi antara running rotor pada
beberapa ribu rpm dengan permukaan kerjanya dalam proxim yang dekat ke
stator. Sebuah rotor berdiameter 5 inci berjalan pada 9000 rpm dan memiliki
output 40-60 galon tergantung pada viskositas cairan. Kesenjangan antara dua
permukaan disesuaikan dari 0,3-0,002 inci. Campuran mentah dimasukkan
melalui gerbong ke pusat rotor. Bahan dikeluarkan dan berhenti setelah
homogenisasi di seluruh permukaan shearing. Bahan harus diberikan pada tingkat
yang jarak antara rotor dan stator menjaga keseluruhan pengisian dengan
cairan. Colloid mills digunakan dalam produksi salep, krim, gel dan cairan kental
tinggi untuk grinding, membubarkan dan homogenisasi dalam satu operasi (Bhatt
& Agrawal, 2007).
6. Triple-Roller Mill
Berbagai jenis roller mill biasanya digunakan terdiri dari satu atau lebih rol,
terutama triple-roller mill. Alat ini dilengkapi dengan tiga rol yang terdiri dari
bahan tahan abrasi keras. Mereka dilengkapi sedemikian rupa sehingga mereka
datang dalam kontak dekat satu sama lain dan berputar pada kecepatan yang
berbeda. Materi yang datang di antara rol dihancurkan dan ukuran partikelnya
dikurangi. Penurunan ukuran partikel tergantung pada gap antara rol dan
perbedaan kecepatannya. Bahan masuk melewati gerbong A, diantara rol B dan C
dimana ia mengurangi ukuran. Kemudian bahan tersebut lewat di antara rol C dan
D dimana ia kemudian mengurangi ukuran partikel dan menghasilkan campuran
yang halus. Gap antara rol C dan D biasanya kurang dari celah antara B dan C,
setelah melewati materi antara rol C dan D bahan halus terus dihapus dari rol D
oleh sarana scraper E, dari mana ia dikumpulkan dalam penerima (Bhatt &
Agrawal, 2007).
Pada skala besar, roller mill salep mekanik digunakan untuk mendapatkan salep
halus dan tekstur yang seragam. Perlakuan salep kasar dipaksa untuk lewat
melalui rol stainless steel di mana ia mengurangi ukuran partikel dan produk halus
yang seragam dalam komposisi dan tekstur yang diperoleh. Untuk skala kecil
kerja, pabrik salep kecil tersedia (Bhatt & Agrawal, 2007).
Keuntungan: triple-roller mill menghasilkan dispersi yang sangat seragam dan
cocok untuk terus menerus memproses (Bhatt & Agrawal, 2007).
Triple-roller mills
b. Pengisian ke dalam kemasan Primer Setelah masa hasil pencampuran
memenuhi syarat pengujian maka masa tersebut diisikan ke dalam kemasan
primer berupa tube alumunium. Pengisian menggunakan mesin pengisi semi
otomatik.
c. Pengemasan Sekunder Pengemasan sekunder dilakukan dengan memasukkan
tube ke dalam dus. Dus biasanya individual dimana 1 dus isi 1 tube. Pengisian
tube ke dalam dus ini bisa manual ataupun menggunakan mesin otomatis.
d. Pengemasan Tersier Pengemasan tersier dilakukan dengan memasukkan dus
kedalam karton box. Sebelum dimasukkan setiap dus dilakukan penimbangan
untuk mengecek beratnya apakah sesuai dengan standar atau tidak. Bila sudah
memenuhi standar maka dimasukkan ke dalam box. Bila box sudah penuh
dilakukan penimbangan untuk mengecek kesesuaian beratnya.
LOTION
1. Definisi Lotion
Lotion menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan cair berupa suspensi
atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat
dalam bentuk sebuk halus dengan bahan pensuspensiyang cocok atau emulsi tipe
minyak dalam air (o/w atau m/a) dengan surfaktan yang cocok.
Lotion menurut The British Pharmaceutical Codex adalah persiapan cair
ditujukan untuk aplikasi ke kulit, atau menggunakan bulu sebagai mencuci untuk
irigasi aural, hidung, mata, lisan, atau uretra. Mereka biasanya mengandung zat
kimia tertentu dalam suspensi atau larutan di dalam kendaraan (pembawa) air.
Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang
distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya.
Lotion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi
yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada
permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah
pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.
Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari
tanaman, hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba,
minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa
surfaktan anionik, kationik maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari
udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen glikol dan polialkohol.
Masukkan bahan fase air secara Masukkan bahan fase minyak secara
bertahap kedalam mixing tankhingga bertahap kedalam oil tank, panaskan
suhu 55o – 60o C (1000 rpm, 45 menit ) hingga suhu 70o – 80o C (20 menit,
kecepatan tinggi ), pastikan melebur
semua
6. Alat
1. Tanki pencampuran (Mixing Tank)
2. Tanki minyak (Oil Tank)
3. Tanki Utama
4. Tanki SS
7. Evaluasi
• Organoleptik
Tujuan: Memeriksa kesesuaian warna, bau, tekstur dan melihat pemisahan
fase pada sediaan di manasedapat mungkin mendekati dengan spesifikasi
sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau, rasa, warna,tekstur dan pemisahan fase krim
menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan rasa memenuhi spesifikasi formulasi
• Uji Homogenitas
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain
yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran Hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di
permukaan kaca terlihat merata.
Cara : Dengan cara dioleskan sedikit sampel diatas kaca objek. Kemudian
bagian atasnya di beri kaca dan diberi tekanan. Setelah itu pada kaca
diamati apakah homogen atau tidak dengan menunjukan adanya butiran
serbuk atau tidak.
• Uji Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telat
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi
Penafsiran hasil:pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan
Cara : Alat terlebih dahulu dikalibrasi dangan menggunakan larutan dapar
standart netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan
aquadest, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi
1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dengan aquadest hingga
100 ml, kemudian elektroda dicelupkan kedalam larutan tersebut.
Dibiarkan alat pH menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang
ditunjukkan merupakan pH dari sediaan. Penentuan pH dilakukan tiga kali
pada sediaan terhadap masing masing konsentrasi. Nilai pH diamati
sebelum dan sesudah penyimpanan
• Uji Viskositas
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi
viskositasnya diukur dengan viskometer Brookfield Helipath stand.
Pengukuran konsistensi sediaan dilakukan pada suhu kamar dengan
menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai
spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Cara : Dimasukan sampel uji kedalam beaker glass, lalu dipasang alat
brookfield dengan menggunakan spindel no.64 dan rpm 3. Lalu
dinyalakan viskometer broekfield dan di amati jarum penunjuk sampai
konstan. Di catat angka yang ditunjuk oleh jarum dan dihitung
viskositasnya. Dan diamati pada jam ke 0, 24, 48 dan 76 jam.
• Uji Tipe Emulsi
a. Uji kelarutan zat warna
Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC
diteteskan pada permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi
homogen pada fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah
M/A. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase internal, maka tipe
emulsi adalah A/M. Hal yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan
zat warna larut minyak.
b. Uji pengenceran
Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi
tercampur baik dengan air, tanpa memperlihatkan ketidakcampuran,
maka tipe emulsi adalah M/A. Hal ini dapat dilakukan dengan
mikroskop untuk memberikan visualisasi yang baik tentang tidak
adanya ketidakcampuran.
• Uji Stabilitas
Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan pada penyimpanan suhu kamar,
selama 12 minggu dengan interval waktu pengamatan sediaan 1, 4, 8, 12
minggu meliputi perubahan warna, bau dan pemisahan fase
• Uji Iritasi
Caranya adalah terlebih dahulu, diberi tanda lingkaran dengan diameter 3
cm pada bagian belakang telinga sukarelawan, lalu kosmetika dioleskan
pada bagian yang telah diberi tanda, kemudian dibiarkan selama 24 jam
dan dilihat reaksi yang terjadi berupa kemerahan pada kulit, gatal dan
pengkasaran.
8. Penjelasan Alat Saat Evaluasi
• pH meter
pH meter adalah jenis alat ukur untuk mengukur derajat keasaman atau
kebasaan suatu cairan, pada pH meter digital terdapat elektroda khusus
yang berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi padat , elektroda
(probe pengukur) terhubung sebuah alat elektronik yang mengukur dan
menampilkan nilai pH. Probe atau Elektroda merupakan bagian penting
dari pH meter, Elektroda adalah batang seperti struktur biasanya terbuat
dari kaca. Pada bagian bawah elektroda ada bohlam, bohlam merupakan
bagian sensitif dari probe yang berisi sensor.Untuk mengukur pH larutan,
probe dicelupkan ke dalam larutan.
• Viskometer Brookfield
ViskometerBrookfield ininilaiviskositasnyadidapatkandenganmengukur
gayapuntirsebuah rotorsilinder(spindle)yang dicelupkan kedalamfluida.
ViskometerBrookfieldmemungkinkan untukmengukurviskositasdengan
menggunakan
teknikdalamviscometry.Untukmengukurviskositasfluidadalam
ViskometerBrookfield,bahanharusdiam dalam wadahsementaraituporos
bergeraksambildirendamdalamfluida.Prosedur Kalibrasi untuk Helipath
Stand dan Spindle T-Bar :
1. Letakkan cairan standard (dalam wadah yang sesuai) ke dalam Water
Bath.
2. Atur Viscometer pada posisi pengukuran (gunakan Guard Leg untuk
Model LV dan RV).
3. Pasangkan spindle pada Viscometer. Hindari terjebaknya gelembung
udara dibawah spindle.
4. Cairan standard bersama spindle harus dicelupkan ke dalam water
bath selama minium 1 (satu) jam. Cairan diaduk sebelum pengukuran.
5. Setelah 1 jam, periksa suhu cairan standard dengan themometer yang
akurat.
6. Jika suhu cairan telah mencapai suhu pengujian (± 0.1 oC) lakukan
pengukuan viskositas dan catat hasil pembacaan viscometer. Catatan :
spindle harus berputar sedikitnya 5 (lima) kali putaran sebelum
dilakkan pembacaan.
7. Pembacaan nilai viskositas harus sama dengan nilai cP yang tertera
pada cairan standard dengan toleransi kombinasi akurasi Viscometer
dan Cairan Standard. (Lihat : Interpretasi Hasil Test Kalibrasi).
• Obyek Glass
Obyek glass adalah suatu alat untuk meletakkan bahan amatan yang akan
diamati.
Cara Perawatan : Membersihkan setelah pemakaian, mengeringkan setelah
pemakaian, dan jangan menyimpan dalam keadaan basah.
9. Formulasi
a. Basis Lotion
Pemilihan basis tergantung sifat obat, OTT, absorbs : sifat kulit, aliran
darah dan jenis kulit. Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat
yang digunakan dan konsistensi sediaan yang diharapkan.
Persyaratan basis antara lain:
− noniritasi
− mudah dibersihkan
− tidak tertinggal di kulit
− stabil
− tidak tergantung pada pH
− tersatukan dengan berbagai obat
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:
R/ Emulgid 15%
Aquades ad 100%
R/ Emulgid 15%
Aquades ad 100%
Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:
R/ Emulgid 15%
Aquades ad 100
%
R/ Emulgid 15%
Aquades ad 100
%
Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat yang tahan terhadap basa. Bila
zat aktif tidak tahan basa, maka basis emulgid dinetralkan dengan NaH2P04
sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah emulgator surfaktan.
Adeps lanae 5%
TEA 1,5%
Gliserin 7%
Aquades ad 100%
(3) Art of Compounding hal. 362
R/ Parafin liq 2
Asam stearat 1
Setil alcohol 1
TEA 1
Aquades ad 6
R/ TEA 1
Asam stearat 2
Gliserol 1
Aquades 6
Span 80 0,5%
Tween 80 4,5%
Aquades ad 100 %
Na-lauril sulfat 10 g
Dibuat 1000 g
Cara: lelehkan stearil alkohol dan white petrolatum dalam tangas air sampai suhu
75°C. Tambahkan bahan-bahan lain yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan
dihangatkan sampai suhu 75°C dan aduk campuran krim.
Parafin liq. 1g
aquades ad 10 g
TEA 0,75 g
Nipagin 0,05 g
Akuades ad 100 g
Polisorbat 80 0,775 g
Span 85 0,225 g
Carbopol 934 0,250 g
TEA 0,337 g
Aquades 8,163 g
R/ Asam stearat 7%
Setil alkohol 2%
Gliserin 10 %
TEA 2%
Aquades ad 100 %
R/ Asam stearat 20 %
Lanolin 2%
Gliserin 2%
TEA 0,9 %
Borax 0,5 %
Aquades 74,6 %
R/ Parafin liq. 35 %
Lemak domba 1%
Setil alkohol 1%
Emulgator 7%
Aquades ad . 100 %
(13) R/
GMS
Na-lauril sulfat 15
Parafin liq 15
Aquades ad 100
Basis ini merupakan basis standar yang merupakan kombinasi emulgator HLB
kecil (GMS) dengan emulgator HLB besar (Na-lauril sulfat)
5) Antioksidan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat
iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. Adakala juga, antioksidan
ditambhakan lebih dari 2 karena memanfaatkan sifatnya yang sinergis. (theory
and practice of industrial pharmacy by Lachman anda Lieberman 3rd Ed, p 565)
● Antioksidan yang dapat ditambahkan ("Teknologi Likuida dan
Semisolida", Goeswin A., hlm. 124):
Tipe antioksidan contoh
Antioksidan sebagai agen pereduksi Garam Na dan K dari asam sulfit. Zat-zat ini
mempunyai potensial oksidasi lebih rendah
sehingga lebih mudah teroksidasi
dibandingkan zat yang lain, kadang-kadang
bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal
bebas.
6) Pengompleks
Pengompleks diperlukan untuk membuat kompleks logam yang ada dalam
sediaan yang dapat mengoksidasi. Logam dapat timbul dari proses pembuatan
atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik ("Teknologi Likuida dan
Semisolida", Goeswin A., hlm. 124)
Contoh pengompleks: Sitrat, EDTA. Pada penggunaan sitrat, harus
diperhatikan untuk sediaan suspensi gel atau sediaan yang mengandung selulosa
akan mengubah viskositas karena memutuskan ikatan polimer tersebut atau
mempengaruhi pelepasan (pelepasan akan menurun jika viskositas naik).
7) Emulgator/zat pengemulsi
● Beberapa contoh emulgator: stearil alcohol, asam stearate, trietanolamin
(TEA), setil alcohol, polysorbates (tween), sorbitan esters (span), Na-lauril
sulfat, cetomacrogol 1000, emulgid
● Beberapa jenis zat pengemulsi:
Zat pengemulsi yang lazim digunakan untuk pembentukan emulsi dibagi
menjadi 4 kelompok yaitu elektrolit, surfaktan, koloid hidrofil, dan partikel padat
halus. Pemilihan zat pengemulsi dalam suatu formulasi emulsi biasanya
didasarkan pada pertimbangan stabilitas selama penyimpanan, jenis emulsi yang
akan dihasilkan, dan harga zat pengemulsi tersebut dari segi ekonomisnya (Agoes,
1990).
a) Elektrolit
Zat pengemulsi yang termasuk kelompok elektrolit merupakan zat
pengemulsi yang kurang efektif. Beberapa elektrolit anorganik sederhana
seperti KCNS jika ditambahkan ke dalam air dalam konsentrasi rendah akan
memungkinkan terbentuknya dispersi encer minyak dalam air (M/A) yang
lebih dikenal sebagai oil hydrosol. Ion CNS- menimbulkan potensial negatif
minyak pada antar muka (Agoes, 1990).
b) Koloid Hidrofil
Zat pengemulsi ini diadsorpsi pada antar muka minyak-air dan membentuk
lapisan film multimolekuler di sekeliling globul terdispersi. Beberapa
contoh kelompok ini adalah protein, gom, amilum dan turunan dari zat
sejenis dekstrin, metil selulosa, dan beberapa polimer sintetik seperti
polivinil alcohol (Agoes, 1990).
c) Partikel padat halus tidak larut
Zat pengemulsi ini akan teradsorpsi pada antar muka minyak-air dan akan
membentuk lapisan film mono dan multimolekuler oleh adanya partikel
halus yang teradsorpsi pada antar muka minyak-air. Contohnya
adalah bentonit dan veegum (Agoes, 1990).
d) Asam lemak dan Alkohol
Contoh: asam stearat, asam oleat, dan lemak alkohol seperti: ketostearil,
steail ,dan setil alkohol. Asam stearat biasanya digunakan dalam krim yang
basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh
konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak
menyilaukan pada kulit. Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi,
maka umumnya kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan
secukupnya agar bereaksi dengan 8-20% asam stearat. Asam lemak yang
tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat lunak dan
menjadi mengkilap karena adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat.
Krim yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi yang jauh
lebih keras. Dalam jumlah yang cukup, stearil alkohol menghasilkan krim
keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol .(Lachman, The Teory and
Practice of Industrial pharmacy, hlm. 541).
● Faktor pemilihan emulgator/zat pengemulsi:
6. Perhitungan HLB
Yang harus diperhatikan dari emulgator:
Perbandingan gugus hidrofil dan lipofil. HLB adalah ukuran keseimbangan
keadaan lipofil dan hidrofil yang merupakan karakteristik emulgator golongan
surfaktan.
a. Cara substitusi
Contoh: polisorbat 80 (HLB= 15) dan sorbitan monooleat (HLB=4,3)
digunakan sebagai emulgator dalam sistem M/A berikut:
Parafin cair (HLB butuh =12) 30 g
Wool fat (HLB butuh = 10) 5g
Emulgator 5g
Air ad 100 g
30 5
= x12 + x10 = 11,7
1) HLB butuh pada fasa minyak 35 35
2) emulgator yang diperlukan, mis: polisorbat x%, sorbitan 100-x%
x 100 − x
11,7 = x15 + x 4,3
100 100
x = 69,16%
Polisorbat yang diperlukan = 69% x 5 g = 3,458g
b. Cara aligasi
6 Massa krim Checkweigher Kadar zat aktif Uji kadar zat aktif, pH,
jadi sesuai dengan homogenitas,
ketentuan, viskositas, berat jenis
keseragaman
ukuran partikel,
kekntalan dan BJ
sesuai
−
Timbangan Dasar Industri dari Nyalakan timbangan dengan menekan tombol “on/off”
Mettler Toledo − Didiamkan sekitar 30 menit-1 jam untuk pemanasan
− Periksa kerataan timbangan dan pastikan tidak ada partikel
atau benda lain di atas timbangan
− Lakukan adjustment (penaraan) dengan menekan tombol
“cal”
− Setelah selesai, timbang bahan yang akan ditimbang
− setelah selesai menimbang, pastikan untuk mematikan dan
membersihkan alat.
Double Jacket Mixer − Bahan yang akan dicampur dimasukan malaui inlet produk
− Kemudian steam sebagai sumber pemanas akan
memanaskan tangki tersebut
− Motor penggerak utama mixer akan berputar dengan
kecepatan tertentu untuk mencampur sampai homogen.
Oil Tank − Bahan yang akan dicampur dimasukan malaui inlet produk
− Kemudian steam sebagai sumber pemanas akan
memanaskan tangki tersebut
− Motor penggerak utama mixer akan berputar dengan
kecepatan tertentu untuk mencampur sampai homogen.
Mesin Tube Filling − Siapkan wadah sediaan krim yang akan dikemas
− Masukkan produk pada penampung produk yang tersedia
− Sambungkan saklar mesin pada stop kontak yang ada
− Sambungkan selang mesin filling ke wadah sediaan krim
− Atur posisi kemasan sesuai jenis kemasan yang digunakan
− Atur volume atau ukuran kemesan yang akan digunakan
− Jalankan mesin dengan menekan tombol”on” pada panel
control mesin
− Matikan mesin dengan menekan tombol “power” pada panel
control, jika proses pengemasan sudah selesai
Tahap pelaksanaan:
Pendekatan Formula
Nama Bahan Jumlah Kegunaan
(%)
Acyclovir 3 Zat Aktif
Vaselin Flavum Add 100 Basis salep
Parafin Solid 2 Olegenous vehicle
Chlorbutanol 0,5 Pengawet
Cetosterol alcohol 3 Emolient
Butylated 0,01 Antioksidan
Hydoxytoluene
Glyserin 2 Humectant
Proses Pembuatan
Sediaan salep asiklovir dibuat sebanyak 1000 tube dalam satu batch.
Persiapan Alat dan Bahan
a. Alat
No Nama Alat Cara sterilisasi
1. Mixing tank Dengan cara CIP/SIP. CIP
= cleaning in place untuk
bagian mesin yang tidak
kontak langsung denga
produk dengan cara
menyemprotkan purified
water dan di sanitasi
dengan alcohol 70%.
Sedangkan untuk bagian
yang berkontak dengan
produk dilakukan dengan
cara SIP atau sterilizing in
place yaitu mencuci
dengan WFI dan di
sterilisasi 122oC selama 20
menit
2. Mesin filling Bagian yang berkontak
langsung dengan produk di
lepas dan di sterilisasi
menggunakan autoklaf
122oC selama 20
b. Wadah
No Nama Alat Cara Sterilisasi
1. Tube Logam Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)
2 Tutup tube Desinfeksi ( Alkohol 70%, 24
jam)
c. Bahan
NO Nama Bahan Cara Sterilisasi
1. Acyclovir Radiasi gamma ( Cobalt 60, 25
kGy)
2 Vaselin Flavum Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)
3 Parafin solid Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)
4 Chlorbutanol Panas basah (Autoklaf Suhu
121⁰C selama 15 menit)
5 Cetosterol alcohol Panas basah (Autoklaf Suhu
121⁰C selama 15 menit)
6 Butylated Radiasi gama (Cobalt 60, 25
Hydoxytoluene kGy)
7 Glyserin Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)
1. Vaselin Flavum
Pemeriaan: Berwarna kuning pucat atau berwarna kuning, tembus
cahaya, lembut, tidak berbau dan tidak berasa (HOPE 6th
Edition p. 482)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol panas atau dingin,
gliserin atau air, larut dalam benzene, karbon disulfide,
kloroform, eter hexane dll (HOPE 6th Edition p. 482)
Stabilitas : Vaselin flafum sebaiknya tidak dipanaskan pada suhu 70oC
dalam waktu yang lama karena kan berubah menjadi cair.
Apabila terpapar udara dapat terjadi oksidasi, menyebabkan
terjadinya perubahan warna dan bau dari vaselin (HOPE 6th
Edition p. 482)
Kegunaan : Basis salep hidrokarbon (HOPE 6th Edition p. 482)
2. Paraffin Solid
Pemeriaan: Tidak berbau dan tidak berasa, tembus cahaya, tidak berwarna
atau padatan putih. Sedikit berminyak ketika disentuh dan
rapuh (HOPE 6th Edition p. 474).
Kelarutan: Larut dalam kloroform, eter, minyak volatile, dan kebanyakan
minyak; sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
aseton, etanol (95%), dan air. (HOPE 6th Edition p. 475)
Stabilitas: Stabil pada pemanasan dan cahaya. (HOPE 6th Edition p. 475).
3. Cestostearyl alcohol
Pemeriaan : Berwarna putih atau bewarna krim, berbentuk flakes atau
granul ( handbook.. hal 150
Kelarutan : Larut dalam etanol 95% eter dan minyak: praktis tidak larut
dalam air ( Hanbook
Stabilitas : Stabil pada kondisi penyimpanan normal.
Penyimpanan : Harus disimpan pada tempat tertutup rapat, kering dan
sejuk.
Kegunaan : Emolien
4. Butylated Hydoxytoluene
Pemeriaan : Putih atau kristal kuning pucat atau serbuk dengan
karakteristik bau seperti fenol (HOPE 6th Edition p. 75).
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, larutan
alkali hidroksida dan larutan asam mineral. Larut dalam
aseton, benzena, etanol 95% eter, metanol, toluena, minyak.
Lebih larut daripada butil hidroksil anisol dalam minyak pada
makanan dan lemak. (HOPE 6th Edition p. 75)
Stabilitas : Berubah warna dan kehilangan fungsinya jika terpapar panas
(HOPE 6th Edition p. 76). Terdekomposisi mulai pada suhu
120oC. (Evaluation of Antioxidants Stability by Thermal
Analysis and Its Protective Effect in Heated Edible Vegetable
Oil Journal). Berubah warna menjadi hitam jika terpapar
cahaya (HOPE 6th Edition p. 76).
5. Glyserin
Pemeriaan: Encer, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis,
memiliki rasa yang manis, kira-kira 0,6 kali sukrosa (HOPE
6th Edition p. 283).
Kelarutan: Kelarutan gliserin dalam etanol (95%) larut dan dalam air larut
(HOPE 6th Edition p. 283).
Stabilitas: Terdekomposisi pada 290oC (HOPE 6th Edition p. 283).
Gliserin murni cenderung tidak teroksidasi oleh udara pada penyimpanan
(tahan terhadap oksidasi). (HOPE 6th Edition p. 283) Berubah warna
menjadi hitam jika terpapar cahaya (HOPE 6th Edition p. 285).
d. Alasan pemilian exipien:
Pemilihan basis Vaselin Flavum karena Vaselin ini tidak mengalami proses
pemutihan (bleaching) yang dikhawatirkan masih mengandung sesepora bahan
pemutih yang tertinggal dalam masa Vaselin tersebut. Sedangkan jika digunakan
Vaselin Album ,Vaselin Album sudah mengalami proses pemutihan (bleaching)
yang ditambahkan asam kuat dan juga masih mengandung banyak sesepora bahan
pemutih, sehingga masih banyak mengandung pengotor.
Paraffin cair merupakan campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan yang
diperoleh dari minyak tanah. Tujuan penambahan bahan ini karena Paraffin cair
berguna untuk memperbaiki konsistensi basis sehingga lebih lunak dan memudahkan
penggunaan. Dalam pembuatan salep mata ini Adeps lanae tidak dipilih karena dapat
menimbulkan peradangan dan alergi pada mata.
Penggunaan salep mata biasanya multipledose sehingga dibutuhkan
pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroba saat menutup tube sehingga
infeksi mikroba ke dalam mata dapat dihindari. Pengawet yang biasa digunakan
untuk salep mata ialah Klorobutanol dengan konsentrasi 0,5 %( Pharmaceutical
Exipients, 2006), karena Klorobutanol kompatibel dengan zat aktif dan eksipien
lain.
BHT dipilih sebagai antioksidan tambahan karena tidak beracun serta mempunyai
kelarutan yang baik dalam minyak/lemak
Penimbangan Bahan
Total sediaan yang akan dibuat adalah 1000 tube sebanyak 5 g, maka: 1000 x 5 g
= 5000 g.
Agar salep yang dimasukkan kedalam tube tidak kurang maka dilebihkan 10%
sehingga: 5000 g x ( 10% x 5000 g ) = 5500 g
Prosedur Pembuatan
RUANG PROSEDUR
Grey Area (Ruang Penimbangan) a. Timbang semua bahan yang
dibutuhkan ( Untuk asiklovir di ayak
terlebih dahulu dengan mesh no.100
kemudian baru ditimbang sebanyak
156 g). selanjutnya timbang
Chlorbutanol sebanyak 27,5 g,
Cetostearyl alcohol 156 g, Butylated
Hydoxytoluene 0,55 g glyserin 110 g,
paraffin solid 110 g dan vaselin flavum
4939,95 g.
b. Lakukan sterilisasi bahan baku
dengan metoda yang sesuai
c. Bahan baku di transfer ke white
area melalui transfer box
White Area ( Ruang Pencampuran a. Oil Phase = Parafin solid 110 g
Grade A) dan Vaselin Flavum 4939,59 g
dipanaskan sampai suhu 700C plus
minus 2oC di dalam alat mixer sampai
mencair kemudian didinginkan sampai
suhu 45 oC sambil di putar.
b. Drug Dispersion = Campur
acyclovir 156 g, chllorobutanol 27,5 g
dan cetostearyl alcohol 156 g dan 80 g
glyserin di dalam water bath dengan
bantuan alat homogenizer pada suhu 50
o
C sampai tidak terdapat gumpalan.
Masukkan fase drug dispersion
kedalam oil phase lalu di tambahkan 20
g gluserin
c. Pencampuran akhir = campur
dalam kecepatan tinggi dibawah
tekanan vakum 0,4-0,6 bar pada suhu
45 oC selama 30 menit.
o
Dinginkan sampai suhu 25-30 C
sambil tetap dicampurkan.
d. Lakukan pengemasan dengan
mesin filling.
e. Sediaan yang telah ditutup,
ditrasnfer ke ruang evaluasi melalui
transfer box
Grey Area (Ruang Evaluasi) a. Dilakukan evaluasi sediaan
b. Sediaan yang telah diberi etikat
dan brosur kemudian dikemas dalam
wadah sekunder.
Penjelasan
Untuk alur proses produksi salep diawali pada ruang bahan baku. Pada proses
pembuatannya, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC dengan
mengambil sampel di ruang sampling, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC meliputi
pemerian, kelarutan, bilangan asam, dan bilangan penyabunan, dari hasil uji tersebut tim
QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut memenuhi kriteria yang
berstandarkan CPOB atau tidak.
Lalu petugas yang bertanggung jawab terhadap bahan baku menimbang bahan-
bahan apa saja yang akan dibutuhkan dalam proses produksi salep. Penimbangan bahan
dilakukan untuk produksi sediaan per satu bets. Setelah bahan baku ini dinyatakan lulus
uji kriteria, bahan baku tersebut dicampur dan diolah menjadi produk antara. Kemudian
petugas bagian produksi mengambil bahan baku yang telah ditimbang dengan melakukan
serah terima yang disertai dengan dokumen CPB (Catatan Pengolahan Bets) yang telah
melampirkan tanda tangan petugas.
Proses produksi dilanjutkan di ruang pencampuran. Pada ruang ini, awalnya air
ditampung di dalam alat pemanas (Double Jacket). Air yang digunakan dalam proses
produksi menggunakan air Aquadem (Aquademineralisasi). Air yang dipakai adalah air
yang diambil dari pipa yang telah diatur penyalurannya, yang mana sebelumnya air ini
telah melewati serangkaian proses pernyaringan. Kemudian proses dilanjutkan di tangki
Oil Pot, tangki ini berfungsi untuk melebur fase minyak dari sediaan, lalu dilanjutkan
proses pencampuran bahan dengan menggunakan alat Vacum emulsifier Mixer.
Pada alat ini (Vacum emulsifier Mixer) proses pencampuran dimulai dari
pembuatan basis hingga membentuk massasalep.Selanjutnya masa yang telah jadi
disimpan dalam wadah kemudian di tempatkan di ruang Ruang karantina produk antara.
Produk yang telah jadi di lakukan kembali proses IPC oleh QC, pemeriksaan pemerian,
pH, homogenitas, koefisien variasi, dan stabilitas jika dinyatatakan lulus maka produk
tersebut dimasukkan ke dalam wadah.
Selama proses pengisian sediaan salep operator melakukan proses penimbangan setiap
15 menit sekali, proses ini bertujuan untuk memastikan bobot per tube sesuai dengan
bobot yang diinginkan dari kemasan. kemudian produk yang telah diisi ditempatkan di
ruang karantina produk ruahan untuk selanjutnya melewati tahap pemeriksaan oleh QC,
pemeriksaan itu meliputi pemerian, identifikasi, pH, kadar zat berkhasiat, homogenitas,
koefisien variasi dan keseragaman sediaan,. Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu
hasil pemeriksaan ini yaitu 1-2hari.
https://www.youtube.com/watch?v=hHPuT1ch-9U
https://www.youtube.com/watch?v=DI8fV65943M
https://www.youtube.com/watch?v=RNdQFjfR1YQ
Menurut Cara Pembuatan Obat yang Baik, produksi Sediaan salep terdapat
beberapa aspek, diantaranya :
✓ Sistem yang digunakan untuk membuat sediaan salep adalah system tertutup.
Sistem tertutup adalah suatu sistem di mana produk hampir tidak terpapar ke
lingkungan selama proses dan sedikit sekali melibatkan operator. Produk cair
disaring dan ditransfer ke holding tank melalui pipa sebelum produk tersebut
diisikan ke dalam wadah akhirnya (misal botol dan tube) danditutup.
✓ Untuk mencegah ada “sambungan mati” (deadlegs), sambungan hendaklah tidak
lebih panjang dari 1,5 kali diameter pipa sampai katup. Hendaklah menggunakan
jenis katup diafragma atau katup kupu-kupu dan bukan katupbola.
✓ Air yang digunakan untuk produksi hendaklah memenuhi persyaratan minimal
kualitas Air Murni (Purified Water). Parameter kimia dan mikrobiologi
hendaklah dipantau secara teratur, minimal seminggu sekali, sedangkan pH dan
konduktivitas hendaklah dipantau tiap hari. Terhadap data hasil pemantauan
hendaklah dilakukan analisis kecenderungan (trend analysis).
8. Formulasi
Salep Whitefield see Formularium Nasional
R/ Asam Benzoat 5
Asam Salisilat 5
Lanolin 45
Vaselin Album 45
Lanolin see PH V
R/ Adeps Lanae 75%
Air 25%
Perhitungan Penimbangan Bahan
• Acidum Benzoicum = 15/100 x 5 gram = 750 mg
• Acidum Salicylicum = 15/100 x 5 gram = 750 mg
• Lanolin = 15/100 x 45 gram = 6750 mg
• Vaselin Album = 15/100 x 45 gram = 6750 mg
• Sp Fortior = qs
Perhitungan Lanolin
• Adeps Lanae = 75/100 x 6750 mg = 5060 mg
• Air = 25/100 x 6750 mg = 1690 mg
Pemerian
• Acidum Salicylicum (Asam Salisilat)
Pemeriaan : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih;
hampir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%)
P; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan
amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P; kalium sitrat P dan natrium
sitrat P
Khasiat : Antifungi, Keratolitikum (Depkes, 1979).
• Acidum Benzoicum (Asam Benzoat)
Pemeriaan : Hablur halus dan ringan; tidak berwarna; tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang
lebih 3 bagian etanol (95%) P; dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3
bagian eter P
Khasiat : Antiseptikum extern dan antijamur (Depkes, 1979).
• Adeps Lanae (Lemak Bulu Domba)
Pemeriaan : Zat serupa lemak, liat, lekat; kuning muda atau kuning
pucat, agak tembus cahaya; bau lemah dan khas
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Khasiat : Zat Tambahan (Depkes, 1979).
• Vaselin Album (Vaselin Putih)
Pemeriaan : Massa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah
zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P; larutan
kadang-kadang beropalesensi lemah
Khasiat : Zat Tambahan (Depkes, 1979).
SEDIAAN PASTA
1. Defenisi
Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal (Depkes RI, 2020 : 57). Pasta
hampir sama dengan salep, namun yang membedakannya adalah kandungannya,
secara umum persentase bahan padat pada pasta lebih besar dan kurang berlemak
dibandingkan salep yang dibuat dengan komponen yang sama (Ansel, 1989 : 515)
2. Alasan Pemilihan Sediaan
• Pasta digunakan karena kerjanya melindungi dan mampu menyerap
kotoran dari luka, jadi pasta lebih dipilih apabila kerja melindungi lebih
dibutuhkan dari terapeutiknya
• Pasta digunakan untuk lesi akut yang cendrung membentuk kerak ,
menggelembung atau mengeluarkan cairan karena kualitas pasta lebih
keras dan kurang berlemak sehingga saat pemakaian tetap tinggal
ditempatnya jadi lebih lebih murah menyerap sekresi cairan
• Pasta menempel baik dengan kulit dan dapat membentuk lapisan
pelindung jika menggunakan bahan yang tepat
3. Penggolongan Pasta
a. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fase tunggal mengandung air,
misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulose
b. Kelompok pasta berlemak misalnya Pasta Zink Oksida, merupakan salep
yang padat, kaku, yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi
sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
4. Formula Pasta
a. Zat aktif
• Zat aktif yang sering digunakan misalnya Zinc Oksida, sulrur dan zat
aktif lain yang tentunya dapat dibuat dalam bentuk sediaan semisolid.
• Penggunaan pasta pada umumnya untuk antiseptik, perlindungan,
penyejuk kulit dan absorben sehingga zat aktif yang sering digunakan
ialah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti yang telah
disebut diatas.
• Sifat zat aktif yang perlu diperhatikan ialah zat aktif harus mampu
didispersikan secara homogen pada basis namun dapat lepas dengan
baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai tujuan
farmakologisnya
b. Basis
Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak
atau basis air Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk
pembuatan pasta :
1) Basis Hidrokarbon, Karakteristik dari basis ini yaitu :
✓ Tidak diabsorbsi oleh kulit
✓ Tidak tercampurkan dengan air
✓ Inert
✓ Daya Absorpsi air rendah
✓ Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk
lapisan tahan air & meningkatkan hidrasi sehingga meningkatkan
absorpsi obat melalui kulit.
Contoh basis : paraffin cair, paraffin lunak, hard paraffin
2) Basis absorpsi, Karakterstiknya : bersifat hidrofil dan dapat
menyerap sejumlah tertentu air dan larutan cair. Terbagi menjadi 2
kelas, yaitu :
✓ Basis non-emulsi
Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M.
Mengandung campuran dari emulgen tipe sterol dengan satu
atau lebih parafin. Jika dibandingkan dengan basis
hidrokarbon :
• Kurang bersifat oklusif namun emolien yang baik
• Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit
• Lebih mudah menyebar/ dioleskan (spread)
➔ contoh : Wool fat, Wool alcohol, Bees wax, Kolesterol
✓ Emulsi A/M
Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi.
Terdiri dari :
• Hydrous wool fat (lanolin)
• Oily cream BP
3) Basis air-misibel
Keuntungannya antara lain :
Mudah dibersihkan dari kulit
Misibel/ bercampur dengan eksudat dari luka
Mengurangi gangguan terhadap fungsi kulit
Kontak baik dengan kulit karena kandungan surfaktannya
Penerimaan terhadap kosmetik yang cukup baik
Mudah dibersihkan dari rambut. Salep dengan basis
hidrocarbon/ absorpsi cocok untuk kondisi Scalp
Contoh: pasta resorsinol dan sulfur Tiga salep beremulsi dari basis
ini
4) Basis larut air
Keuntungan :
- Non oklusif
- Absorpsi yang baik oleh kulit
- Bercampur dengan eksudat
- Mudah melarutkan bahan lain
- Mudah dibersihkan dengan cara dicuci
- Bebas dari rasa lengket
- Tidak berwarna
- nyaman digunakan
- Larut air
- kompatibel dengan obat-obat
(Aulton, Pharmaceutical practice ; 125)
c. Bahan tambahan
1) Antioksidan
Lemak dan minyak alami mudah teroksidasi oleh oksigen di udara
maka diperlukan penambahan antioksidan untk mencegah dekomposisi.
Antioksidan dipilih berdasarkan warna, bau, potensi, iritasi, toksisitas,
stabilitas, dan kompatibilitas. Asam edetat dan asam organik dan inorganik
lainnya (asam sitrat, maleat, tartarat, atau fosforat) dapat ditambahkan ke
dalam formula untuk mengkelat sesepora logam yang dapat mengkatalisis
proes oksidasi.
2) Emulsifier
Pada penggunaaan emulsifier yang harus diperhatikan ialah
stabilitas. Penggunaan emulsifier lebih baik dikombinasikan sehingga
diperoleh stabilitas yang lebih baik dan sifat iritan yang lebih rendah.
Macam-macam emulsifier yang dapat digunakan ialah emulsifier
anionik (natrium lauril sulfat, natrium setostearil sulfat, triaetanolamin
stearat, kalsium oleat); pH sistem di adjust sesuai dengan pH kulit manusia
(4,5-6,5) emulsifier kationik (ammonium kuartener, cetrimide); lebih stabil
pada pH 3-7 sehingga cocok untuk produk topical, tetapi dapat
menyebabkan iritasi ketika digunakan pada kulit dan mata emulsifier
nonionik (ester glikol, ester gliserol); kompatibel dengan banyak substansi
obat dan elektrolit, stabil dan tidak mengiritasi.
3) Humektan
Bahan ini digunakan untuk mengurangi sediaan semisolid dari
kehilangan air. Humektan mencegah pengeringan dan membantu
penerimaan produk dengan meningkatkan kualitas pengolesan dan
konsistensi secara umum.
Contohnya gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan makrogol
berbobot molekul rendah.
5. Alur Produksi Pasta
Penimbangan
Tambahkan basis dan zat aktif Zat yang tidak larut dicampur
Lelehkan bersama dan aduk sedikit dengan basis atau zat
sampai homogen baru baru tambahkan sisa basis
(fusion)
Pencampuran IPC
Organoleptis
Kadar zat aktif
pH
BJ
Produk antara Viskositas
homogenitas
labelling
R/ Zat aktif
Bahan tambahan :
− bahan pensuspensi (suspending agent)
− bahan pembasah (wetting agent)/humektan
− pemanis
− pewarna flavour
− pewangi
− pengawet
− dapar atau acidifer
− antioksidan
− anticaking
− floculating agent
− antibusa (antifoaming)
Bahan pembawa : air, sirup, dll
2.2. Bahan Tambahan
- Bahan pensuspensi (suspending agent)
Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah
penggumpalan resin dan bahan berlemak.
Penggolongan Suspending Agent:
a. Golongan Polisakarida
1. Gom Akasia = Gom Arab
(FI III, 279; US Dispensatory,1; Martindale 28th ed., 948; Excipients 02,
1; USP 1985,1528; Husa’s, 161-163; Cooper & Gunn, 103-104; Aulton
Pharm. Practice,100; Aulton,Pharm. Design Form, 275)
Gom akasia adalah eksudat gom arab yang diperoleh dari batang dan
dahan pohon Acacia senegal wild, dan beberapa spesies. Akasia termasuk
suspending agent yang berasal dari alam dan mengandung enzim
pengoksidasi, sehingga akasia kurang cocok untuk digunakan dalam
sediaan farmasi yang mengandung zat aktif yang mudah teroksidasi.
Enzim ini dapat diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 100oC. Sebagai
suspending agent yang baik, sering dikombinasi dengan bahan pengental
yang lain seperti campuran serbuk Tragakan BP yang mengandung akasia
20 %, trgakan 15%, starch 20% dan sukrosa. Karena kekentalannya, akasia
jarang dgunakan dalam sediaan eksternal.
Musilago akasia memiki viskositas yang paling baik pada range pH 5-
9. Dibawah pH 5 dan diatas pH 9, viskositas akan menurun dengan tajam.
Misilago akasia 35% mempunyai viskositas yang kurang lebih sama
dengan gliserin.
Kelarutan : mudah larut dalam air (1 g dalam 2,7 g air) menghasilkan
larutan yang kental dan tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol
95%P, kloroform, eter, gliserol, dan propilen glikol (1 g dalam 20ml) dan
minyak-minyak. Larut dalam 1 :20 bagian gliserin.
Keasaman dan kebasaan : larutan jenuh dalam air bereaksi terhadap
lakmus, jika diencerkan dengan air lalu dibiarkan tidak terjadi pemisahan
endapan. pH 4,5-5 (larutan 5% b/v).
Bobot Jenis : 1,35-1,49
Sterilisasi : autoklaf
2. Tragakan
(FI III, 612; US Dispensatory 27th,1204-1205; Martindale 28th,962;
Excipients, 331;Exipients 02,603; RPS, 1247; Husa’s, 163-164, Cooper &
Gunn 12th, 104-105; Aulton Pharm. Practice, 100; Aulton The Science
of.., 275)
Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan
penorehan batang Asragalus gummifer Labill dan spesies Astragalus lain.
Tragakan memiliki kemampuan membentuk gel, maka tragakan lebih baik
daripada akasia sebagai pengental. Jumlah yang cocok untuk 100 ml
suspensi adalah 0,2 g serbuk tragakan, 2-4 serbuk campuran atau kira-kira
25 ml musilago. Bila digunakan dengan dikombinasi dengan akasia, maka
pembawanya hanya boleh air atau air kloroform.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang menjadi
massa yang homogen, lengket dan seperti gelatin. Jika dikocok dengan
berlebih, massa ini akan membentuk campuran yang seragam , tetapi jika
didiamkan satu atau dua hari akan terjadi pemisahan yang akan
memberikan bagian yang terlarut pada lapisan supernatan. Tragakan
praktis tidak larut dalam alkohol.
Sterilisasi : otoklaf
pH : musilago tragakan memiliki pH 5-6 untuk 1% b/v dispersi.
Penggunaan: tragakan membentuk larutan yang kental atau gel dengan
adanya air. Kekentalan tergantung pada konsentrasi yang digunakan.
Dalam bentuk terdispersi, bubuk tragakan mula-mula akan terdispersi
dalam “distributing agent” seperti alkohol, minyak dan gliserol.
Digunakan sebagai suspending agent dalam lotion, mikstura, dan sediaan
tidak larut lainnya.
3. Na-alginat (Sodium alginat/sodium salt/sodium polymannuronate)
(Excipients, 257;Exipients 02,543; Phrm. Dispensing, 164-165; Cooper &
Gunn 12th, 106; Aulton Pharm. Practice, 101; Aulton The Science of…,
257)
Na-alginat cocok untuk penggunaan internal (garam alginat dengan pelarut
organik tidak digunakan). Kegunaan utama dalam bidang farmasi adalah
sebagai zat pengental dan stabilisator suspensi.
Kelarutan : larut dalam air secara perlahan-lahan (1:20) merupakan
larutan koloidal yang viskos berwarna putih sampai coklat kekuningan.
Praktis tidak larut dalam alkohol, kloroform, eter, dan larutan yang
mengandung lebih 30% alkohol. Na alginat diendapkan dari larutan
dispersinya oleh koloidal (kira-kira 30-50%) tergantung pada tipe dan
konsentrasi alginat. Tak larut dalam larutan asam (pH lebih rendah dari 4).
pH : 7,2 untuk larutan 1% b/v.
Viskositas : terdapat berbagai kualitas Na alginat dimana air mempunyai
viskositas yang bervariasi antara 200-400 cps dalam larutan 1% pada suhu
20o. Gel padat yang immobil oleh larutan Na alginat 5% dalam air.
Viskositas maksimum sekitar pH 7 dan pH 4-10 viskositasnya menurun
sekitar 10%. Konsentrasi rendah dari elektrolit meningkat viskositas.
Larutan yang lebih encer mempunyai viskositas seperti mucilago.
Viskositas dapat meningkat dengan penambahan 0,3% Ca sitrat,
sebelumnya dicampur dengan sedikit air. Konsentrasi elektrolit yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan viskositas sampai terjadi penggaraman
Na alginat. Penambahan alkohol 10% atau gliserin 20% dapat
menstabilkan viskositasnya, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi (sekitar
30-70%) menyebabkan flokulasi. Penggaraman terjadi pada konsentrasi
NaCl lebih dari 4%.
Stabilitas : larutan stabil pada pH 4-10. sterilisasi Na alginat dengan
otoklaf, sedemikian juga larutannya, terjadi kehilangan viskositas
tergantung adanya senyawa-senyawa dalam larutan.
4. Starch (Amylum)
Starch kadang-kadang digunakan dengan suspending agent yang lain
karena viskositas msilagonya yang tinggi.
Penggunaan dalam farmasi : pengisi, pengikat, penghancur/desintegran.
5. Karagen (Chondrus extract)(Martin Disp. Of Medication, 543-544;
RPP, 255)
Kelarutan : semua karagenan terbasahi oleh air, tapi hanya lamda
karagenan dan natrium karagenan yang larut sempurna.
Sifat-sifat bahan: Carrageen tidak larut dalam alkohol, tapi dapat
bercampur dengan alkohol sampai kosentrasi 20%. Makin banyak alkohol
yang ditambahkan, viskositas cairan terdispersi makin meningkat. Pada
kosentrasi alkohol di atas 20% akan terbentuk suatu gel dengan cepat, dan
di atas 40% dapat mengendapkan carrageen. Carrageen mudah terhidrasi
dalam air panas dimana akan membentuk sistem ”transculent straw
colorade”. Pengadukan secara mekanik dapat menyebabkan hidrasi
dipermudah tampa adanya panas
6. Xanthan Gum (Polysaccharide B-1459 / Corn Sugar Gum)
(Aulton Pharm. Practice, 101,Exipient 02,691)
Polisakarida semisintetik, terdiri dari garam natrium, kalium atau kalisum
dari polisakarida dengan BM tinggi yang diasetilase secara parsial.
Pemerian : serbuk berwarna, larut pada air panas/dingin. Pada konsentrasi
0,5% menghasilkan produk kental dan menunjukkan sedikit perubahan
pada interval suhu dan pH yang cukup besar. Pada kosentrasi 1% baru
ditambah pengawet yang sesuai.
Fungsi : Stabilizing agent; suspending agent; viscosity-increasing agent.
Penggunaan Farmasetik: pencampuran suspending agent anorganik
tertentu seperti;magnesium aluminum silicate, or organic gums akan
memeberikan effek rheologl yang sinergis. Pada umumnya perbandingan
pencampuran antara xanthan gum dengan magnesium aluminum silicate
1:2 sampai 1:9 memberikan hasil yang maksimal Efek sinergis yang
optimum juga diperoleh melalui perrbandingan Xantan : Guar gum 3:7
dan 1: 9
7. Guar Gum (Guar Flour) (Martindale 28th, 945-955; Excipients, 228)
Sifat fisika : merupakan dispersi koloidal yang viokous (larutan) yang
terhidrasi dalam air dingin. Viskositas larutan 1% ialah 2000-2500 cps dan
merupakan aliran tiksotropik. Serbuk halus lebih sukar didispersikan.
Untuk mengembangkan viskositas yang maksimum diperlukan waktu 2-4
jam dalam air pada suhu kamar
pH stabilitas : 1-10,5. pada pH 3,5-4,5 viskositasnya kurang. Viskositas
max pada pH 7,5-9
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air dingin
dan panas, guar gum terdispersi.
b. Turunan Selulosa
1. Metilselulosa
(Martindale 28th, 947; RPS, 1245; Excipients,386; Cooper & Gunn, 107;
Aulton Pharm Practice,101; Aulton The Sciencdee of.., 276)
Merupakan polimer selulosa rantai panjang yang rata-rata memiliki dua
gugus hidroksik pada setiap unit heksosa yang termetilasi. Selulosa yang
umum yaitu : MC 20 BPC, 425 BPC, 2500 BPC, dan 4500 BPC.
Nomor-nomor tersebut menandakan perkiraan kekentalannya dalam senti
stokes dari 2 % musilago. Kelas yang viskositasnya tinggi (2500, 4500)
digunakan sebagai pengental dan pendispersi. Dipasaran dikenal dengan
nama metosel.
Jenis-jenis metilselulosa :
a. Metil selulosa 20 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan
viskositas larutan 2 % adalah 17 – 23 centistokes pada 20o C.
b. Metil selulosa 450 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan
larutan 2 % pada 20o C mempunyai viskositas 350 – 450 centistokes.
c. Metil selulosa 2500 : mengandung 27 – 29 % group methoksil dan
larutan 2 % pada 20o C mempunyai viskositas 2200 centistokes.
d. Metil selulosa 4500 : mengandung 27 – 29 % group methoksi dan
larutan 2 % pada 20o C mempunyai viskositas 4000 – 5000
centistokes.
2. CMC Na
(US Dispensatory 27th, 1049; Martin Disp.of Medication, 546-547, 553;
Art of Compounding, 301,305,307; Martindale 28th, 950-951; Lyman’s
Textbook of Pharm. Compounding & Dispensing, 239-240; Excipients, 45;
Cooper & Gunn, 107; Aulton Pharm.Practice, 101; Aulton The Science
of.., 276)
Kelarutan: Larut dalam air (pada semua temperatur), memberikan larutan
jernih, praktis tidak larut dalam pelarut organik.
Stabilitas : terhadap panas, CMC Na dapat disterilisasi dalam keadaan
kering dengan mempertahankan suhu pada 160oC selama 1 jam, tetapi
akan terjadi penurunan viskositas secara perlahan-lahan dan sifat-sifat
larutan yang dibuat dari bahan yang telah disterilkan memburuk.
Sterilisasi larutan dengan pemanasan juga menyebabkan penurunan
viskositas, tetapi hal ini tidak terlalu dipermasalahkan. Bila suatu larutan
dipanaskan dalam autoklaf pada 125o C selama 15 menit dan dibiarkan
menjadi dingin, viskositas menurun sekitar 25 %. Karenanya, bila
menghitung jumlah CMC Na yang akan dipakai dalam sediaan yang akan
disterilkan hal ini harus dipertimbangkan. Avicel (Excipients,108;
Cooper& Gunn, 108; Aulton The Science of…, 276)
Ada dua bentuk avicel yang digunakan dalam bidang farmasi, yaitu yang
dapat membentuk dispersi koloid dalam air dan yang tidak terdispersi
dalam air. Bentuk yang pertama digunakan sebagai suspending agent,
sedang bentuk yang kedua digunakan sebagai pengikat, pengisi,
penghancur dan pelincir pada sediaan padat (tablet).
Kelarutan: Tidak larut dalam air, pelarut asam dan pelarut organik
lainnya, agak sukar larut dalam NaOH (1 : 20)
pH stabilitas: 5,5 – 7
Penggunaan dalam farmasi: pengikat tablet, pengisi (granulasi basah 5
– 20 %), penghancur tablet 5 – 15 %, glidan tablet 5 – 15 %, antiadheren 5
– 20 %. Pengisi kapsul 10 – 30 %, tidak digunakan sebagai adsorben.
Sifat aliran dari dispersi avicel dapat diperbaiki dengan menambahkan
hidrokoloid seperti : CMC, metil selulosa, hidroksi propil selulosa yang
dapat menstabilisasi dispersi untuk melawan efek flokulasi karena
penambahan elektrolit.
3. Hidroksi Etil Selulosa
(RPS, 1245; Martindale 28th, 947,953; Martin Disp. of Medication, 547,
552-555,553; Excipients, 283; Husa’s, 167)
Kelarutan : Larut dengan mudah dalam air dingin/panas menghasilkan
larutan yang larut sempurna, halus, viskous, larut secara parsial dalam
asam asetat, tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik.
pH stabilitas : 2 – 12
Penggunaan : menyerupai CMC Na karena merupakan eter selulosa,
perbedaannya ialah nonionik dan larutan ini tidak dipengaruhi pada
beberapa kasus. Digunakan dalam bidang farmasi sebagai pengental,
koloid pelindung, pengikat, penstabil, dan suspending agent dalam emulsi,
jelly dan ointmen, lotion, ophtalmic, solution, suppositoria, tablet,
shampoo, hair sprays, penetralisir, krim, lotion.
c. Golongan Clay
1. Bentonite ( HPE, 4th ed.,2003,43; Martindale 33th,1499;Husa’s, 168;
Aulton The Science of…, 277; Art of Compounding, 304; CMN)
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam larutan air (aqueous
solution), tetapi mengembang menjadi massa yang homogen dan
menempati kurang lebih 12 kali volume serbuk keringnya. Praktis tidak
larut dan tidak mengembang dalam pelarut organik.
pH : larutan 2 % b/v (suspensi dalam air) 9,5 – 10,5
Stabilitas : Bentonit stabil terhadap suhu tinggi (lebih kecil dari 400o
C). Dapat disterilisasi panas. Untuk serbuk disterilisasi pada suhu 170o C
selama 1 jam setelah dikeringkan 100o C. Suspensinya dalam air
disterilisasi pada autoklaf.
Sifat aliran : tiksotropik (Art of Compounding) untuk suspensi 4 % b/v
yang membentuk gel dan akan lebih cair bila dikocok (terjadi tanpa
pemanasan). Untuk mencapai viskositas 800 cps (20o C) yaitu viskositas
yang baik untuk suspensi diperlukan konsentrasi 6,3 % b/v
Penggunaan: Bentonit akan menyerap air membentuk sol atau gel
tergantung konsentrasinya. Bentuk sol cocok untuk suspending agent.
Bentuk gel dipakai untuk basis salep atau krim.
Penggunaan dalam farmasi : suspending agent 0,5 – 5 %, emulsion
stabilizer 1 %, adsorbent 1 – 2 %
2. Alumunium-Magnesium Silikat (Veegum) (HPE, 4th ed. 2003,43;
Husa’s, 169;Art of Compounding, 303))
Dispersi 5% veegum lebih kental daripada 5 % bentonit dan dispersinya
bersifat basa. Dispersi 4% dalam air memiliki pH kira-kira 9.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, tetapi dapat membentuk suatu
dispersi koloid tiksotropik, praktis tidak larut dalam pelarut organik. Bisa
tercampurkan dengan menggunakan alkohol sampai 40%.
pH stabilitas : 3-11 (Art of Compounding, 303)
Sifat aliran : Dispersi dalam air pada konsentrasi 1-2 % membentuk
suspensi koloidal tipis. Pada konsentrasi 3 % atau lebih tinggi, dispersi
tidak tembus cahaya (“opaque”). Pada konsentrasi meningkat diatas 3 %,
viskositas dispersi akan meningkat cepat. Pada konsentrasi 4 – 5 %,
dispersi tebal, koloid putih sol, dan pada konsentrasi 10% terbentuk gel
yang keras. Dispersi merupakan tiksotropik pada konsentrasi diatas 3%.
Tetapi, adanya garam dapat mengubah sifat aliran karena adanya efek
flokulasi dari ion positif.( Aulton The Science of…, 277).Viskositas dapat
dinaikkan dengan cara : pemanasan, penambahan elektrolit, peningkatan
konsentrasi, pengadukan. Disamping itu, untuk mempertinggi viskositas,
mempertahankan sifat aliran, dan mencegah terjadinya flokulasi, veegum
biasa dikombinasikan dengan bahan pengental organik lain seperti CMC-
Na atau xanthan gum.(Aulton The Science of…, 277)
Penggunaan :
Suspending agent (topical) 1 – 10 %
Suspending agent (oral) 0,5 – 2,5 %
Adsorbent 10 – 50 %
Stabilizing agent 0,5 – 2,5 %
Binding agent 2 – 10 %
Disintegrating tablet 2 – 10 %
Emulsion stabilizer (topical) 2–5%
Emulsion stabilizer (oral) 1–5%
Viskositas modifier 2 – 10 %
3. Hectocrite
(Martindale27th; Lyman Textbook of Pharm. Compounding &
Dispensing, 241; Merck Index 10th; Cooper & Gunn, 110; Aulton The
Science of…, 277; Husa’s, 167)
Hectocrite adalah salah satu senyawa mineral berbentuk tanah liat.
Penggunaan: Sebagai bahan pembuat gel, pensuspensi dan pengemulsi
untuk sediaan luas. Hectocrite yang murni mengabsorpsi air lebih banyak
daripada bentonit dan pada konsentrasi 1 – 2% membentuk suatu gel yang
transparan (tiksotropik). Sebagai pensuspensi untuk sulfur, seng oksida
dan calamin, campuran kalamin dengan seng oksida, bismuth karbonat,
kaolin, dan suatu campuran yang sama banyak daripada sulfadiazin,
sulfadimidin, dan sulfamerazin. Ditemukan bahwa sebagai bahan
pensuspensi, hectocrite lebih efisien dari bentonit dan pembuatan suspensi
dengan hectocrite memberi sedimentasi yang lebih sedikit daripada dengan
bentonit.
d. Polimer Sintetik
Carbomer (Excipients, 89; Husa’s, 169)
Penggunaan :
Emulsifying agent 0,1 – 0,5 %
Gelling agent 0,5 – 2 %
Suspending agent 0,5 – 1
Tablet binder 5 – 10 %
pH : 1 % dispersi carbomer dalam air memiliki pH kira-kira 3
Kelarutan : larut dalam air, alkohol, dan gliserin.
- Bahan pembasah (wetting agent)/humektan
Menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan
meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Cara Kerja: Menghilangkan
lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat + humektan lebih
mudah kontak dengan pembawa Contoh: gliserin, propilen glikol, polietilen
glikol, dll.
- Antioksidan
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat
aktif yang mudah terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif
pada konsentrasi rendah (Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan
Semisolid, 143 – 147).
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :
✓ Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman,
hidroksi kumeran, BHA, BHT).
✓ Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)
✓ Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan
amino dan hidroksi dari p-fenilamin diamin, difenilamin, kasein,
edestin)
✓ Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)
✓ Fenol monohidrat (ex: timol)
- Pemanis
Fungsinya untuk memperbaiki rasa dari sediaan.
Catatan :
Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 20 – 25 %
Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %
Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v ad 20 – 25 % b/v
total
pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan
menyebabkan perubahan volume.
Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi
- Pewarna Dan Pewangi
Pewarna dan pewangi harus serasi. (Lachman Practise, hlm 470)
Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.
Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion
fruit, Mint spice anisi
Manis : Buah-buahan berry, Vanili.
Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.
- Floculating Agent
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc. Floculating
agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat mengendap tetapi mudah
diredispersi kembali.
Contoh floculating agent
Bahan Tipe Muatan ion
Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion
Dokusat natrium Anion
Benzalkonium klorida Kation
Cetylpiridinum klorida Kation
Polisorbat 80 Non-ionik
Sorbitan monolaurat Non-ionik
CMC-Na Polimer hidrofil Anion
Xantan gum Anion
Tragakan Anion
Metil selulosa Non-ionik
PEG Non-ionik
Magnesium aluminium Clay Anion
Silikat
Attapulgit Anion
Bentonit Anion
Kalium dihidrogen fosfat Elektrolit Anion
AlCl3
NaCl Anionik/kationik
- Antibusa (antifoaming)
- Pendapar
(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, ME. Aulton, hlm 277)
Fungsi :
a. Mengatur pH
b. Memperbesar potensial pengawet
c. Meningkatkan kelarutan
Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
mempertahankan pH. Pemilihan pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-
nya berdekatan dengan pH yang diinginkan Pemilihan pendapar harus
mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa
digunakan antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.
DAPAR FARMASETIK
(Martin, Edisi 4,147-148)
Jenis Dapar pKA Pengguna
pKA1 = 2,12 Sediaan oral parenteral
Dapar pospat
pKA2 = 7,21 dan opmik
pKA 1 = 3.15
Sediaan oral parenteral
Dapar sitrat pKA 2 = 4,78
dan opmik
pKA 3 = 6,40
Dapar Asetat pKA = 4.76 Sediaan Oral
pKA1 = 6,37
Dapar Karbonat
pKA2 = 10,33
- Acidifier
Fungsi : Mengatur pH, Meningkatkan kestabilan suspensi, Memperbesar
potensial pengawet, Meningkatkan kelarutan
- Pengawet
Pengawet yang sering digunakan antara lain: Metil/propil paraben (2 : 1 ad 0,1–
0,2 % total), Asam benzoat / Na-benzoat, Chlorbutanol / chlorekresol (untuk obat
luar / mengiritasi), Senyawa amonium (amonium klorida kuarterner) → OTT
dengan metil selulosa
2.3. Contoh Formulasi Sediaan Suspensi
R/ Zat aktif R/ Asetaminofen 120 mg
Sirupus simplek 30 % Sirupus simpleks 30 %
CMC Na 0,25 % CMC Na 0,25 %
Buffer fosfat pH Buffer fosfat pH 6
6
Na-sakarin 0,01 % Na-sakarin 0,01 %
Sorbitol 20 % Sorbitol 20 %
Metil paraben 0,2 % Metil paraben 0,2 %
Propil paraben 0,03 % Propil paraben 0,03 %
Zat warna qs Vanila 0,4 %
Flavouring agent qs Aquadest ad 5 ml
Aquadest ad 5 ml
2.4. Perhitungan Dapar
Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, J. G. Dick, 1973, hlm 108) :
Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk
mengubah pH 1 liter larutan sebanyak 1 unit (satuan pH).
Persamaan (Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm. 456, 464-468)
a. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer) Untuk asam
lemah & garamnya :
b. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Van Slyke, Farmasi Fisik,
Martin, 1993, hlm 466).
3. Pembuatan Sediaan Suspensi
Bill of Materials
Scale (mg/5 mL) Item Material Name Qty/L (g)
Acetaminophen (micronized)
250.00 1 51.00
(2.0% excess)
2500.00 2 Sukrosa 500.00
5.00 3 Methyl paraben 1.00
1.50 4 Propyl paraben 0.30
0.30 5 Sodium citrate 0.06
35.00 6 Glycerin (glycerol) 7.00
400.00 7 Glycerin (glycerol) 80.00
2000.00 8 Sorbitol (70%) 400.00
10.00 9 Xanthan gum 2.00
0.50 10 Dye 0.10
22.50 11 Flavor 4.50
3.50 12 Strawberry flavor 0.70
— 13 Purified water QS to 1 L
b. Metode Pengayakan
Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh
National Bureau of Standards. Ayakan sering digunakan untuk
pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran partikel. Ayakan yang tersedia dengan
ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik photoetching & electroforming.
Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah
massa tertentu ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical
shaker). Serbuk ini dikocok selama waktu tertentu, dan material yang melewati
ayakan dan ditahan pada ayakan berikutnya (next finer sieve) dikumpulkan
kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi logaritma normal, presentase
kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam skala probabilitas
terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.
c. Metode Sedimentasi
Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi
gravitasi berdasarkan hukum Stokes sebagai berikut:
V = h/t = dst2 (ρ s – ρ 0) g / 18 η0
Keterangan:
ρ 0 = media dispersi
ρ s = kepadatan partikel
g = percepatan gravitasi
η0 = viskositas medium
h = jarak
v = kecepatan sedimentasi ( rate of settling )
dst = diameter rata-rata partikel berdasarkan kecepatan sedimentasi
d. Metode Penentuan Volume Partikel
Instrumen yang populer digunakan untuk penentuan volume partikel adalah
Coulter counter. Prinsip kerja dari alat ini adalah ketika partikel tersuspensi dalam
cairan melewati lubang kecil.
4.1.2. Homogenitas
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi
ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan
menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat). Jika sulit dilakukan atau
membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual.
Pengambilan sampel dilakukan pada bagian atas, tengah, atau bawah.
Prosedur : Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca
objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis.Partikel diamati secara visual.
Penafsiran hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat
pengambilan sampel (suspensi dikocok terlebih dahulu).
4.1.3. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi
Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan
utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena
endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan
pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen, maka pengukuran
volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali membentuk dua prosedur
yang paing umum.
a. Volume Sedimentasi (Teori da Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd
ed.Hal 492-493)
Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo)
sebelum terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu, semakin baik
suspendibilitasnya.
Cara : Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala selanjutnya
volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Setelah beberapa waktu/hari
diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi. Volume terakhir tersebut
diukur (Vu). Hitung volume sedimentasi (F). Buat grafik antara F (Sumbu Y)
terhadap waktu (Sumbu X).
Penafsiran Hasil :
· Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan sediaan
yang baik. Demikian bila F mendekati 1.
· Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih
besar dari volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.
· Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau
sedikit curam.
F = Vu/Vo
Keterangan :
F adalah volume sedimentasi dinyatakan dalam %
Vu adalah volume endapan atau sedimen
Vo adalah volume keseluruhan
b. Kemampuan Redispersi (Teori da Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd
ed. Hal 493; Lieberman, Disperse Sistem Vol 2 Hal 304)
Metode penentuan reologi dapat digunakan untuk membantu menentukan perilaku
suatu cairan dan penentuan pembawa dan bentuk struktur partikel untuk tujuan
perbandingan. Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara mengocok
sediaannya dalam wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik.
Keuntungan pengocokan mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila
digunakan dengan kondisi terkendali. Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada
endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100 mL. Dilakukan pengocokan
(diputar) 360˚ dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya adalah jika pada dasar
tabung sudah tidak terdapat endapan.
Penafsiran Hasil : Kemampuan redispersi baik bila suspense telah terdispersi
sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik.
4.1.4. Bobot Jenis Sediaan dengan Piknometer (FI IV <981>, hal 1030)
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis
digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada
perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25˚C terhadap bobot air dengan volume
dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah
perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang sama. bila pada suhu
25˚C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada
masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25˚C. Prosedur
pengujiannya meliputi beberapa tahapan yaitu
- Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan
bobot piknometer dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 25˚C.
- Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20˚C, masukkan ke dalam piknometer.
- Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 25˚C.
- Buang kelebihan zat uji dan timbang.
- Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
- Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot
air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya
ditetapkan pada suhu 25˚C.
4.1.5. Sifat Aliran dan Viskositas dengan Viskometer Brookfield
Viskosimeter Brookfield merupakan viskosimeter banyak titik dimana dapat
dilakukan pengukruan pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh
rheogram yang sempurna. Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk
menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton maupun non-Newton
4.1.6. Volume Terpindahkan
Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas
dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari
250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi
dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang
ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume sediaan
seperti yang tertera pada etiket. Prosedur pengujian meliputi
1. Pilih tidak kurang dari 30 wadah
2. Untuk suspense oral, kocok isi 10 wadah satu persatu
3. Untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah pembawa
seperti yang tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa
seperti yang tertera pada etiket diukur secara seksama dan campur.
4. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur.
5. Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam 30 menit.
6. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran :
volume rata-rata yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95%.
7. Jika A : adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun
wadah yang volumenya kurang dari 95%.
8. Jika B : adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi
tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terhadap 20 wadah tambahan.
9. Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan
tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari
95%.
4.2. Evaluasi Kimia
4.2.1. Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan yang dilakukan adalah berupa uji keseragaman kandungan
untuk suspensi dalam wadah dosis tunggal.
penyaringan
Cek ipc :
organolaptis
<-----------------------------
Kadar zat aktif Pencampuran
pH
akhir
BJ
Cek ipc : -------->
Viskositas Pengisian dan penutupan botol
Penampilan (filling & cropping)
Kebocoran
Volume
Gudang
obat jadi
D. Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi , secara singkat dapat
dijelaskan :
1. Metode gom kering atau metode kontinental.
Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab)dicampur dengan
minyak terlebih dahulu, kemudianditambahkan air untuk pembentukan
corpus emulsi, barudiencerkan dengan sisa air yang tersedia
2. Metode gom basah atau metode Inggris.
Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsiumumnya larut)
agar membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak
dicampurkan untuk mem-bentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan
dengan sisa air.
3. Metode botol atau metode botol forbes.
Digunakan untuk minyak menguap dan zat –zat yang bersifatminyak dan
mempunyai viskositas rendah (kurang kental).Serbuk gom dimasukkan ke
dalam botol kering, kemudianditambahkan 2 bagian air, tutup botol
kemudian campurantersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air
sedikit demi sedikit sambil dikocok.
E. Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Komponen dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalamemulsi.
Terdiri atas :
• Fase dispers / fase internal / fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair
lain.
• Fase kontinue / fase external / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahandasar
(pendukung) dari emulsi tersebut.
• Emulgator.
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untukmenstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan :
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsiuntuk memperoleh
hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris,
preservative (pengawet), anti oksidan. Preservative yang digunakan antara
lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol dan
klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas dan lain – lain.
Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocopherol, asam
sitrat, propil gallat , asam gallat.
F. Formulasi
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:
- Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.
- Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).
- Tipe emulsi (M/A atau A/M).
- Konsistensi emuls
Formula umum sediaan emulsi:
a. Zat aktif
Harus memperhatikan:
- Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).
- Sifat kimia (antaraksi kimia).
- Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air)
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
- Jenis minyak: minyal alam/sintetik
- Konsistensi minyak: encer/padat
- Rasa
c. Emulgator
d. Zat pengawet
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi,
pewarna, dapar, anticaplocking, anti busa, dll
G. Bahan Pembantu
➢ Emulgator
1. Emulgator Berdasarkan Mekanisme Kerja
a. Golongan surfaktan
Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar
permukaan minyak-air serta membentuk lapisan film monomolekuler ada
permukaan globul fase terdispersi. Film yang terbentuk idealnyabersifat fleksibel
(lentur), sehingga tahan benturan dan mudah kembali ke keadaan semula bila
terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film yang bermuatan yang
dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.
Jenis-jenis surfaktan :
➢ Berdasarkan Jenis surfaktan
Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan
bagian lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari
molekul tersebut.
- Surfaktan Anionik
Gugus lipofilik : negative
Contoh : Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat
- Surfaktan Kationik
Gugus lipofilik : positif
Contoh : Zehiran klorida, Setil trimetil amonium bromida
- Surfaktan Non Ionik
Gugus lipofilik : non ionik (tidak bermuatan)
Contoh : Tween-80, Span-80
- Surfaktan Amfoterik
Contoh : Amonium Kwaterner
➢ Berdasarkan HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya :
HLB Penggunaan
1-3 Anti busa
3-8 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-16 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-16 Detergen
16-19 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)
Nilai HLB butuh beberapa minyak
Minyak O/W Emulsion (Fluid) W/O Emulsion (Fluid)
Cetyl alcohol 15 -
Stearyl alcohol 14 -
Stearic acid 15 -
Lanolin anhydrous 10 8
Mineral oil, light and heavy 12 -
Cotton seed oil 10 5
Pecidatum 12 5
Beeswax 12 4
Parafin wax 11 4
Nb: Castrol oil (Codex,87) 14 -
HPLC
VISCOMETER
PIKNOMETER
PH METER
J. Contoh Formulasi
- Formulasi Standar Fornas
Emulsi minyak ikan (Hal: 217)
R/ Oleum lecoris Aselli 100g
Glycerolum 10g
Gummi Arabicum 30g
Oleum Cinnamomi gtt VI
Aqua destillata hingga21g
Emulsi parafin (Hal: 227)
R/ Tiap 100 ml mengandung :
Paraffinum liquidum 50ml
Gummi Aabicum 12,5 mg
Sirupus simplex 10ml
Vanillinum Aethanolum 90 % 4 mg
Aqua destilata hingga 1ml
SEDIAAN ELIKSIR
Definisi
Menurut FI III: Elixir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa
dan bau sedap, mengandung selain obat, juga zat tambahan seperti gula dan
atau zat pemanis lainnya, zat warna, zat wangi dan zat pengawet; digunakan
sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang
dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat. Dapat ditambahkan
Gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai pengganti gula dapat digunakan
sirop gula.
Menurut M. Anief: Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90 %
yang berfungi sebagai kosolven.
Menurut Ansel 19: Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis
dimaksudkan untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa
untuk menambah kelezatan. Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai
pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa obat yang
dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan
kurang kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan
akibatnya kurang efektif dibanding sirup dalam menutupi rasa senyawa obat.
Walaupun demikian, karena sifat hidroalkohol, eliksir lebih mampu
mempertahankan komponen-komponen larutan yang larut dalam air dan yang
larut dalam alkohol daripada sirup. Juga karena stabilitasnya yang khusus dan
kemudahan dalam pembuatannya, dari sudut pembuatan eliksir lebih
disukaidari sirup.
Secara umum dikenal ;
- Eliksir rendah [ low elixir ], kadar etanol 8 -10 % v/v.
- Eliksir tinggi [ high elixir ] , kadar etanol 73 – 78 % v/v.
ALASAN PEMILIHAN SEDIAAN
a. dosis mudah diatur, terutama buat mereka yang sulit menelanobat.
b. karena berupa hidroalkoholik, maka lebih mudah untuk dibuat menjadi
larutanbagi bahan-bahan yang larut dalam air maupun yang larut dalam
alkohol.
c. Dari sisi pembuatan lebih sederhana dibandingkan sirup.
d. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga dapat digunakan
untuk bayi, anak-anak, dan orang tua
e. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan
f. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh sediaan
g. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu mempertahankan
komponen larutan yang larut dalam air dan larut dalam alkohol
dibandingkan daripada sirup.
h. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan lebih disukai
darpada sirup
i. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama pada anak-anak.
j. Dosis selalu seragam bentuk larutan sehingga tidak perlu pengocokan.
k. Dosis dapat diubah sesuai kebutuhan penggunaannya dari sendok takar
yang digunakan.
l. Waktu absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat tidak butuh
desintegrasi dahulu.
m. Sifat mengiritasi dari obat bisa diatasi dengan bentuk sediaan larutan
karena adanya faktor pengenceran. Contoh: KI dan KBr dalam keadaan
kering menyebabkan iritasi.
n. Anak-anak dan beberapa orang dewasa yang sukar menelan tablet atau
kapsul, akan lebih mudah menelan sediaan larutan.
o. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan pewangi, pemanis, atau
pewarna untuk meningkatkan penampilan
Permintaan
Produksi oleh PPI
Kepala Produksi
Penimbangan
IPC :
Pencampuran
Organoleptis
Pengadukan Kadar Zat
pH
IPC Penyaringan BJ
Penampilan Viskositas
Kebocoran
Pengisian dan
Volume
Penampilan
Penutupan Botol
kelengkapan
penanda Labeling &
Pengemasan Sekunder
Gudang
Penyimpnanan
Obat
Diedarkan
EVALUASI ELIKSIR
Evaluasi in process control (IPC)
1. Evaluasi organoleptik
Tujuan : Memeriksa kesesuaian warna, bau dan rasa larutan sedapat mungkin
mendekati dengan
spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip :pemeriksaan bau, rasa, warna menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan rasa memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN
DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat)
2. Penetapan PH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter
Penafsiran hasil :pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ......
(Sesuaikan!!)
3. Penetapan Bobot Jenis [FI Ed IV <981> Hal 1030]
Alat: piknometer
Tujuan : menjamin sediaan memiliki bobot jenis untuk spesifikasi produk yang
akan dibuat
Cara pakai :
- Bersihkan piknometer lalu keringkan dengan oven pada suhu 105⁰C
selama 15 – 30 menit.
- Keluarkan piknometer kemudian masukkan dalam desikator selama 10 –
15 menit.
- Catat volume piknometer yang digunakan ( 50 ml, 25 ml, atau 10 ml ).
- Timbang piknometer kosong dan catat sebagai a gram.
- Masukkan sampel ke dalam piknometer sampai di atas leher, pasang
tutupnya hingga sampel dapat mengisi pipa kapiler sampai penuh dan
pastikan tidak ada gelembung udara di dalam piknometer.
- Keringkan bagian luar piknometer dengan tisu.
- Timbang piknometer berisi sampel dan catat sebagai b gram.
- Setelah selesai piknometer dibersihkan dan dikeringkan.
- Massa jenis suatu zat dapat ditentukan.
Prinsip : membandingkan bobot zat uji di udara terhadap bobot air dengan volume
dan suhu yang
sama
Penafsiran Hasil :
Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
dt = w3 – w1
w2 – w1
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan
Prinsip :mengukur kesesuaian volume sediaan dengan yang tertulis pada etiket
jika dipindahkan dari wadah asli
Penafsiran hasil:
-Volume rata-rata campuran larutan atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak
kurang dari 100%, dan
-Tidak satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume pada etiket.
-Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket
akan tetapi tidak satu wadah pun volumenya kurang dari 95% atau B adalah tidak
lebih dari 1 wadah, volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% volume
tertera pada etiket dilakukan uji tambahan terhadap 20 wadah tambahan.
Persyaratan: Volume rata-rata larutan atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari
100% dari yang tertera di etiket, dan tidak lebih dari 1 dari 30 wadah volume
kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% dari yang tertera di etiket.
Evaluasi kimia
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
3. Penetapan kadar etanol (FI IV <1041>, hal 1036, umumnya dipilih metoda II
(kromatografi gascair)
Tujuan :menetapkan kadar etanol dalam sediaan eliksir
Prinsip :penentuan kadar etanol dengan menggunakan metode kromatografi gas-
cair
Perhitungan kadar :
(2Ru/RsD)
Keterangan :
D = faktor pengenceran larutan uji 1,
Ru dan Rs = berturut- turut adalah perbandingan respon puncak etanol dan
asetonitril dalam larutan uji II dan larutan baku II.
Penafsiran Hasil :bobot jenis ditentukan untuk mendapatkan persentase volume
etanol dalam larutan, sesuai Tabel Bobot Jenis dan Kadar etanol (FI IV, hal 1221-
1223)
Evaluasi biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan :Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada
sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip :Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans,Aspergillus Niger,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari
inokula pada suhu 20-25 C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap
atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
2. Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik)
(FI IV <131>, hal 891- 899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Alat: cawan petri
Prosedur Kerja
1. Penimbangan pemeriksaan bahan baku dilakukan oleh QC.
Timbangan
2. Proses pembuatan sirup dimulai dengan pencucian botol dengan
menggunakan aquademineralisata.
3. Botol kemudian dikeringkan dalam oven double door.
4. Proses pencucian botol seluruhnya ditangani oleh bagian pencucian botol.
5. Tahap selanjutnya adalah pembuatan syrupus simplex yang kemudian dicampur
dengan bahan aktif dan bahan tambahan lain dalam mixing tank.
Mixing Tank
6. . Pengisian sirup ke dalam botol dengan menggunakan Liquid Filling
Machine and Cappering Machine sesuai dengan volume yang dikehendaki.
-Viskositas
Alat ; Viskometer
Metode:Untuk mengukur
viskositas adalah mengukur
waktu yang dibutuhkan oleh
cairan dengan volume tertentu
untuk mengalir melewati suatu
kapiler. Juga dapat dilakukan
pengukuran yang lebih praktis
dengan mengkalibrasi alat yang
telah diketahui viskositasnya
dan cairan uji ditetapkan
dengan membandingkan
terhadap kekentalan cairan
yang telah diketahui (FI III, hal
186).
-Uji Kejernihan (sda)
4 Pengisiandanp Tutupboto Alatpengisi Sesuai -UjiVolume terpindahkan
enutupanbotol ldanbotol volume Prinsip:Membandingkan
volume awal sediaan dengan
volume akhir sediaan yang
dipindahkan untuk mengetahui
kemudahan sediaan untuk
dituang
Prosedur Metoda:10 wadah dipilih dan
dikocok satu per satu kemudian isi
wadah dituang perlahan dalam
gelas ukur didiamkan selama
kurang lebih 30 menit. Jika telah
bebas gelembung udara volume
dapat di ukur. Penafsiran hasil :
Volume rata-rata campuran sirup
yang diperoleh dari 10 wadah
tidak kurang dari 100% dan tidak
satupun yang kurang dari 95%
dari volume yang tertera di etiket.
• Jika A volume rata-rata kurang
dari 100%, tetapi tidak ada
satupun wadah yang volumenya
kurang dari 95% dari yang tertera
di etiket atau
• Jika B volume rarta-rata tidak
kuarang dari 100% dantidak lebih
dari satu wadah yang volumenya
kurang dari 95% tetapi tidak
kurang dari 90% dari volume yang
tertera pada etiket maka lakukan
uji tambahan terhadap 20 wadah
tambahan.
Kriteria penerimaan : Volume rata-rata yang diperoleh dari
30 wadah tidak kurang dari 100%
yang tertera di etiket, dan tidak
lebih dari satu botol yang
bervolume kurang dari 95%, tetapi
tidak kurang dari 90% seperti
yang tertera di etiket (FI IV , hal
1261).
Evaluasi Biologi
H. FORMULASI SIRUP
Formula Standar:
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal
1044.
Volume sediaan tiap botol = 60 ml + (3 % x 60 ml) = 61,8 ml
Dilebihkan 30 botol untuk evaluasi
Total volume sediaan yang akan dibuat : 100.030 botol x 61,8 ml/botol = 6.181.854
ml
Maka :
Volume tiap botol = 60ml + (60ml+3%)= 61,8 ml
Volume 100.000 botol = 100.030 x 61,8 ml = 6.181.854 ml
Total volume sediaan yang akan dibuat = 6.181.854 ml
Perhitungan Formula
a. Chlorpenirmin Maleat 2 mg / 5 mlX 6.181.854mL = 2.472.501 mg
b. Sukrosa = 60/100 x 6.181.854mL = 3.709.112,4 g
c. Natrium Benzoat = 0,15/ 100 X 6.181.854mL = 9.272,781 g
d. Frambozen Flavour concentrate = 5 / 100 x 6.181.854mL = 309.092,7 g
e. Sorbitol = 15/ 100 x 6.181.854mL = 927.278,1 g
f. Purified Water = 6.181.854mL = 1.224.625,518
OBAT TETES
TETES MATA
Defenisi :
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada
mata. (FI IV hal 13)
Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikelasing,
dalam campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal1581)
Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yg terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata
seperti yg tertera pada Suspensiones.(FI IV hal14)
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada
mata (FI VI, hal 58)
Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata
seperti yang tertera pada Suspensi (FI VI, hal 59).
Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam
alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957
hal 221)
Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak
steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan
pada mata. (Codex, 161-165).
Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal
toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan pengawet (dan jika perlu
pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga
dilakukan untuk sediaan hidung dan telinga.
Nilai isotonisitas Cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai
isotonisitas sesuai dengan larutan natrium klorida P 0,9%. Secara ideal larutan
obat mata harus mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap
nilai isotonis rendah yang setara dengan larutan natrium klorida P 0,6% dan
tertinggi setara dengan larutan natrium klorida P 2,0% tanpa gangguan nyata.
Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap
dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilan efek
obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam
jumlah kecil,
pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat
hipertonisitas hanya sementara. Tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran
dengan air mata tidak berarti, jika digunakan larutan hipertonik dalam jumlah
besar sebagai koliria untuk membasahi mata. Jadi yang penting adalah larutan
obat mata untuk keperluan ini harus mendekati isotonik.
Golongan pengawet pada sediaan tetes mata (DOM hal 148; Diktat kuliah
teknologi steril, 291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) :
• Thiomersal
Parahidro Nipagin 0,18% Diadsorpsioleh Jarang digunakan;
ksi + makromolekul, banyak digunakan untuk
benzoat : Nipasol 0,02% interaksi dengan mencegah pertumbuhan
2. Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan
dapar (Codex, 161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
FIIV : 0,6– 2,0% RPSdan RPP : 0,5 –1,8%
AOC : 0,9–1,4% Codex dan Husa : 0,7 –1,5%
FI VI : 0,6 - 2,0%
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5%
Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena
jikapengisotonis yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting
out.
3. Pendapar
Penambahan dapar dalam pembuatan obat mata harus didasarkan pada
beberapa pertimbangan tertentu. Air mata normal memiliki pH lebih kurang 7,4
dan mempunyai kapasitas dapar tertentu. Penggunaan obat mata merangsang
pengeluaran air mata dan penetralan cepat setiap kelebihan ion hidrogen atau ion
hidroksil dalam kapasitas pendaparan air mata. Berbagai obat mata seperti garam
alkaloid bersifat asam lemah dan hanya mempunyai kapasitas dapar yang lemah.
Jika hanya satu atau dua tetes larutan yang mengandung obat tersebut diteteskan
pada mata, pendaparan oleh air mata biasanya cukup untuk menaikan pH sehingga
tidak terlalu merangsang mata. Dalam beberapa hal, pH dapat berkisar antara 3,5
dan 8,5.
Secara ideal larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama
dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak
obat yang tidak cukup larut dalam air. Sebagian besar garam alkaloid mengendap
sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara
kimia pada pH mendekati 7,4. Ketidakstabilan ini lebih nyata pada suhu tinggi
yang digunakan pada sterilitasi dengan pemanasan. Oleh karena itu sistem dapar
harus dipilih sedekat mungkin dengan pH fisiologis yaitu 7,4 dan tidak
menyebabkan pengendapan obat
atau mempercepat kerusakan obat.
Contoh zat Pembuat dapar : Na fosfat (Na2HPO4.12H2O), Asam sitrat
(C6H8O7.H20)
4. Peningkat Viskositas
Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-
25 centipoise (cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa
4000 cps sebanyak 0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil
alkohol (Ansel, 548-552). Menurut Codex, dapat digunakan turunan metil
selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and makrogol.
5. Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu
kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na
metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam
askorbat) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan
fenilefrin.Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka
dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA.
6. Surfaktan
Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas karena bisa melarutkan
bagian lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik
dibandingkan golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam
suspensi steroid dan sebagai pembantu untuk membentuk larutan yang jernih.
surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80).
Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20,
benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-
aril- polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.
Perhitungan
a. Metode Turunnya Titik Beku
Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang
setara dengan 0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar
turunnya titik beku.
0,52 −a
W=
METODE I (BPC) :
b
b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah
tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang
sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam
larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.
I
L
METODE WELLS :
C
Keterangan :
L = turunnya titik beku MOLAL
I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC) C = Konsentrasi molal zat terlarut
Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya
titik beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan
menggolongkan zat-zat tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah
ion yang dihasilkan.
17L
METODE LAIN : E
M
Keterangan :
E = ekivalensi NaCl
L = turunnya titik beku molal M = berat molekul zat.
c. Metode Liso
Berat
Tf
Rumus : 1000
Liso
BM V
Keterangan :
ΔTf = penurunan titik beku
Liso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen
=3,4
BM = berat molekul
V = volume larutan dlm ml Berat = dalam gram zat terlarut
e. Metode Sprowls
Merupakan modifikasi dari metode White dan Vincent, dimana w dibuat tetap
0,3 gram, jadi, V = E x 33,33 ml
Perhitungan Tonisitas :
a.Cara ekivalensi
R/ Ranitidin HCl 27,9 mg
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg
KH2PO4 1,5 mg
Aqua pro injection ad 1 ml
Δ Tf isotonis = 0,52
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34
= 0,18
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )
= 0,31 g/100 ml
= 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml
Raw
Pharmacy Production
Material
weighing check weighing
from
warehouse
e
Pencucian dan
sterilisasi
wadah
Filtrasi Compounding
QC/QA
Inspection
IPC
and
Filling
Approval organolaptis
IPC
Uji Kejernihan
Penetapan
Packaging
kadar Uji pH
Organoleptis
Kejernihan QA Approval
Partikulat
Uji pH Finished
Goods
Viskositas
Evaluasi :
▪ Sterilitas
Memenuhi persyaratan uji sterilitas seperti yang tertera pada FI IV
▪ Kejernihan
Dengan alat khusus, tidak terlihat adanya partikel asing (prosedur ada di FI
IV)
▪ Volume
Volume isi netto setiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang
ditetapkan. Kelebihan volume bisa dilihat di tabel.
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan obat
ke dalam telinga. Bila tidak dinyatakan lain pembawa yang digunakan adalah
bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang
sesuai agar obat mudah menempel pada dinding telinga, biasanya digunakan
gliserin dan propilen glikol. Selain tersebut dapat pula digunakan etanol,
heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Bila sediaan berupa suspense sebagai zat
pensuspensi digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok.
Kecuali dinyatakan lain pH tetes telinga adalah 5,0-6,0 dan disimpan dalam
wadah tertutup rapat.
Timbangan Penimbangan
Digital bahan
IPC Organoleptis
pencampuran
Kejernihan
Partikulat
Penetapan penyaringan Membran 0,45 μm,
kadar IPC Viskositas
dan membran 0,22
μm
Organoleptis
Filling Aseptis
Kejernihan
Partikulat
Penyegelan Botol, Stopper,
Viskositas dan Capp
Pengemasan tersier
Evaluasi
1. Evaluasi Kimia, zat Aktif dan Penetapan Kadar
2. Evaluasi Fisika,
a. Organoleptik: bau, rasa dan warna
b. Penetapan bobot jenis (FI IV, hal. 1030), Gunakan piknometer bersih,
kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobotpiknometer dan
bobot air yang baru dididihkan pada suhu 250. Atur hingga suhu zat uji
lebih kurang 200, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer
yang telah diisi hingga suhu 250, buang kelebihan zat uji dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah
diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bobot zat dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25.
c. Volume terpindahkan, Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam
gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari
dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-
hati utnuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada
penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas
dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata
suspense yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 % dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang
dinyatakan pada etiket.
d. Penetapan pH, Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas
indikator pH dengan cara meneteskan sediaan pada kertas indikator
tersebut kemudian warna yang terbentuk dicocokkan dengan berbagai
warna pH yang ada. Tujuan uji pH yaitu untuk mengetahui pH sediaan
tetes telinga agar sesuai persyaratan yang berlaku.
e. Keasaman dapat diukur seksama menggunakan elektrode dan instrument
yang dibakukan.
f. Homogenitas, Jika sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lainnya yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen. Suspensi tetes telinga yang homogen akan memperlihatkan
jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada
berbagai tempat pengambilan sampel.
g. Volume sedimentasi, untuk melihat kestabilan sediaan obat tetes telinga
terutama dalam bentuk suspensi dan emulsi
h. kemampuan redispersi, Mengamati kemampuan meredispersi kembali
dalam memperkirakan penerimaan pasien terhadap suatu suspensi di
mana endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali
dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang
homogen.Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi
sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik
i. Distribusi ukuran partikel,
j. Sifat aliran dan viskositas dengan viscometer Brookfield. Untuk
mengetahui kekentalan sediaan tetes mata apakah sudah sesuai
k. Kejernihan, Penetapan uji kejernihan dilakukan dengan menggunakan
tabung reaksi alas datar diameter 15 mm-25 mm, tidak berwarna,
transparan dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung
reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspensi padanan yang sesuai
secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera di bawah
sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspensi
padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan di bawah
cahaya yang terdifusi, tegak lurus kea rah bawah tabung. Difusi cahaya
harus sedemikian rupa sehingga suspense padanan I dapat langsung
dibedakan dari air dan dari suspensi padanan II.
3. Evaluasi Biologi,
a. Uji Sterilitas, Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi
langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein
Digest menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-
35oC selama tidak kurang dari 7 hari
b. Uji efektifitas Pengawet, tujuanya yaitu untuk Menunjukkan efektifitas
pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang
dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produkproduk
parenteral, telinga, hidung dan mata yang dicantumkan pada etiket produk
yang berkaitan. Suatu pengawet dinyatakan efektif bila :
✓ Jumlah bakteri viable pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari
0,1 % dari jumlah awal
✓ Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal
✓ Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah
tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b
4. Pengemasan dan pelabelan.
Formulasi
R/ Acidum Aceticum 0,1 g
Glycerolum 1 g
Aethanolum ad 10 m
a. Acidum Aceticum
Sinonim : Asam asetat
Struktur :CH3COOH
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; bau menusuk; rasa asam, tajam.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan gliserol
P.
Fungsi : Pemberi suasana asam, agar bakteri sukar tumbuh.
b. Gliserin
Rumus molekul : CH2OH.CHOH.CH2OH
Sinonim : Gliserol
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berbau, tidak berwarna, rasa manis,
hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopis, netral
terhadap lakmus
Data kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam
kloroform, dalam eterk dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap.
Penyimpanan : Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Untuk meningkatkan kelarutan dan memiliki viskositas yang baik untuk
sediaan tetes telinga sehingga memperlama interaksi sediaan obat dengan telinga.
c. Etanol
Sinonim : Aethanoleum
Struktur : C2H6O
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau
khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P
Fungsi : Zat tambahan
Cara pembuatan :
a. Sterilisasi alat
b. Penimbangan bahan formulasi:
Tiap sediaan tetes telinga Asam Asetat mengandung.
Acidum Aceticum (1 % x 10 ml ) = 0,1 g
Glycerolum 1 g
Aethanolum ad 10 mL
c. Pembuatan sediaan tetes telinga:
- Sterilisasi semua alat yang akan digunakan
- Timbang semua bahan yang dibutuhkan
- Acidum Aceticum dilarutkan dalam glycerolum
- Tambahkan dengan aethanolum ad 10 ml
- Sterilisasi dengan autoklaf
d. Evaluasi Sediaan
OBAT TETES HIDUNG
I. Definisi
Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang digunakan
pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu
atau lebih bahan aktif. Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak
memberi pengaruh yang negative pada fungsi mukosa hidung dan cilianya.
Sediaan hidung mengandung air pada umumnya isotonik dan mungkin berisi
excipients, sebagai contoh, untuk melakukan penyesuaian sifat merekat untuk
sediaan, untuk melakukan penyesuaian atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan
kelarutan bahan aktif, atau kestabilan sediaan itu.
Sediaan hidung disediakan di (dalam) dosis ganda atau kontainer dosis
tunggal, diberikan jika perlu, dengan suatu alat yang dirancang untuk menghindari
paparan dari kontaminan. Kecuali jika dibenarkan dan dijinkan, sediaan hidung
mengandung air disediakan dalam dosis ganda kontainer berisi suatu bahan
pengawet antimicrobial dalam konsentrasi yang sesuai, kecuali bahan aktif
sediaan tersebut mempunyai aktivitas antimicrobial yang cukup.Obat tetes hidung
(OTH) adalah larutan dalam air atau dalam pembawa minyak yang digunakan
dengan cara meneteskannya atau menyemprotkannya kedalam lubang hidung
pada daerah nasopharyngeal dapat mengandung zat pensuspensi,pendapar dan
pengawet. (Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, 1979, hal 10).
2. FORMULASI
1. Komposisi
Umumnya OTH mengandung zat aktif :
a. Antibiotika (ex : Kloramfenikol, neomisin Sultat, Polimiksin B Sultat)
b. Sulfonamida
c. Vasokonstriktor
d. Antiseptik / germiside (ex : Hldrogen peroksida)
e. Anestetika lokal (ex : Lidokain HCl)
Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan sediaan cair lainnya karena
bentuknya larutan atau suspensi; sehingga untuk teori sediaan, evaluasi, dll
mengacu pada larutan atau suspensi.
2. Formula umum (Formularium nasional edisi 2)
Timbangan Penimbangan
Digital bahan
IPC Organoleptis
pencampuran
Kejernihan
Partikulat
Penetapan penyaringan Membran 0,45 μm,
kadar IPC Viskositas
dan membran 0,22
μm
Organoleptis
Filling Aseptis
Kejernihan
Partikulat
Penyegelan Botol, Stopper,
Viskositas dan Capp
Pengemasan tersier
Mixing tank eye drop, digunakan untuk pencampuran sediaan tetes secara steril
3. Alat Filtrasi
Vacum Filter
Alat Filtrasi ini banyak dimanfaatkan untuk membersihkan air dari sampah pada
pengolahan air, menjernihkan preparat kimia di laboratorium, menghilangkan
pirogen dan pengotor pada air suntik injeksi dan obat‐obat injeksi, dan
membersihkan sirup dari kotoran yang ada pada gula dan untuk memurnikan
bahan-bahan obat dari partikel dan bahan yang tidak diinginkan sehingga dapat
menjamin hasil akhir dari suatu produk obat yang berkualitas dan sesuia syarat
yang ditentukan.
4. Steril area, Filling area, stopper insert area
Viable particle / Manifold, alat ini untuk sterilitas, filling sediaan steril
5. Mesin Packaging botol
Catatan Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen karena
(Diktat Kuliah, 186) :
- Sediaan diinjeksikan langsung pada aliran darah (infus intravena)
- Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan irigasi)
- Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)
- Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal)
Karakteristik Cairan Infus (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 427)
Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang paling umum digunakan
dan relevan secara klinik adh parameter aktivitas osmotik yg dinyatakan dalam
terminologi osmolalitas (jumlah osmol zat terlarut per kg pelarut), osmolaritas
(jumlah osmol zat terlarut perliter larutan), dan isotonisitas. Konsentrasi zat
terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau miliosmol. Osmolalitas larutan adalah
jumlah osmol zat terlarut per kilogram pelarut (mosmol/kg), sedangkan
osmolaritas larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per liter larutan
(mosmol/liter). Osmolalitas kurang lebih sama dgnosmolaritas pada larutan encer
tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma 280-295 mosmol/kg.
Aspek Klinik (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 429-430)
Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi infus secara intravena. Infus
isotonik termasuk diantaranya larutan NaCl 0,9%, glukosa 5,5 %, dan campuran
NaCl 0,18% dan glukosa 4%. Larutan-larutan ini ideal untuk pemberian perifer,
walaupun pemberian berlebih infus isoosmotik NaCl 0,9% dapat menyebabkan
peningkatan volume carian ekstraseluler yang dapat menyebabkan berlebihnya
cairan dalam sistem sirkulasi terutama pada pasien manula dan anak kecil.
Larutan hipotonis bervolume besar untuk penggunaan parenteral biasa disesuaikan
atau diatur tonisitasnya dengan penambahan NaCl atau glukosa agar diperoleh
larutan isotonis. Ada beberapa kekecualian, misalnya penggunaan larutan NaCl
0,45% (154 mosmol) yang digunakan untuk penanganan dehidarasi khususnya
pada pasien diabetes.
Kegunaan Cairan Intravena. Larutan sediaan parentral volum besar digunakan
utk: (Ansel, 448)
a. Terapi pemeliharaan
Bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa
yang agak lebih lama (3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung
kalori tinggi.
Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari,
maka digunakan larutan sederhana yang mengandung air dan dextrosa
secukupnya. Pada keadaan dimana pemberian makanan lewat mulut harus
tertunda untuk beberapa minggu atau lebih lama, nutrisi lengkap parenteral harus
diberikan. Yang termasuk dalam larutan ini adalah protein hidrolisat, karbohidrat,
vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup.
b. Terapi pengganti
Pd keadaan tjd kehilangan byk air&elektrolit spt diare berat/muntah, mula-mula
dpt diberikan larutan parenteral dlm jumlah yg lebih besar dr yg lazim kmd
diberikan terapi pengganti.
c. Kebutuhan air
Terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml air per kg/hari
disamping kebutuhan air untuk pemeliharaan. Karena pemberian air secara
intravena dapat menyebabkan hemolisis osmotik sel darah merah, dan karena
penderita yang menerima air umumnya memerlukan nutrisi atau elektrolit,
maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai larutan yang
mengandung dextrosa atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas
yang cukup untuk mencegah sel darah merah pecah.
d. Kebutuhan elektrolit
Kebutuhan kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan
kalium setiap harinya kurang lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti,
harus paling sedikit dikandung 40 mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan
untuk pengganti kehilangan tambahan. Natrium kation merupakan kation utama
ekstrasel. Kebutuhan Na rata-rata 135-170 mEq (8-10 gr NaCl). Tubuh dapat
menahan natrium bila ion ini hilang atau jumlahnya kurang dalam makanan.
Bila terjadi kehilangan natrium, pemberian 3-5 gr NaCl (51-85 mEq) setiap
harinya akan mencegah imbangan negatif natrium. Walaupun elektrolit dan
mineral lain seperti kalsium, Mg, dan besi hilang dari tubuh, tetapi umumnya
mineral- mineral tersebut tidak dibutuhkan selama terapi parenteral jangka
pendek.
e. Kebutuhan kalori
Umumnya penderita yg memerlukan cairan parenteral diberi dextrosa 5% utk
memperkecil kekurangan kalori yg biasa terjadi pd penderita yg mengalami
terapi penggantian atau pemeliharaan. Penggunaan dextrosa juga mengurangi
ketosis & kerusakan protein.
f. Hiperalimentasi parenteral
Merupakan infus yang mengandung sejumlah besar nutrisi dasar yang cukup
untuk sintesis jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian
larutan protein jangka panjang lewat intravena yang mengandung dextrosa
kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit, vitamin, dan pada beberapa
keadaan mengandung insulin.
Parenteral volume besar telah digunakan untuk: (Lachman, Pharmaceutical
Dosage Form:Parenteral, vol I, 1992, hal 250 ; Diktat Steril, 1994, hal 176)
1) Mensuplai kebutuhan air, elektrolit, dan karbohidrat sederhana yang
diperlukan oleh tubuh.
2) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan
larutan infus.
3) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan
secara oral (TPN=Total Parenteral Nutrition).
4) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.
5) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.
6) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.
7) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal.
Cairan intravena biasa digunakan pd kondisi klinik tertentu, a.l: (RPS
ed.21, hal 83
1) Memperbaiki keseimbangan elektrolit
2) Memperbaiki gangguan pada cairan tubuh (pengganti cairan tubuh)
3) Memerlukan nutrisi dasar tubuh
4) Dasar untuk keperluan TPN (Total Parenteral Nutrition)
5) Sebagai pembawa bagi obat-obat lain
Macam metode pemberian
Perbedaan metode pemberian dilakukan dengan pertimbangan kecepatan
pencapaian kadar obat dalam darah dan untuk meminimumkan tingkat iritasi yang
dapat timbul karena pemberian obat.
• Terapi kontinu
a. Infus intravena, obat dilarutkan dalam cairan infus dan diteteskan perlahan- lahan
ke dalam vena. Dengan metoda ini secara simultan dapat menyempurnakan terapi
obat dan cairan, secara kontinu konsentrasi obat dalam darah konstan.
b. Hook-ups, menggunakan sebuah tabung dengan klem yang menghubungkan dua
wadah cairan infus
• Terapi periodik
a. Metode Piggyback, digunakan dalam pemberian dua macam cairan; jarum infus II
diinjeksikan ke karet pada sistem jarum infus I.
b. Pemberian intravena secara langsung (Direct iv Push/Bolus), larutan obat
diinjeksikan secara langsung ke dalam vena dalam selang waktu yang pendek.
2. Laju pemberian (Turco, hal 203-212) “harus dicantumkan di jurnal bagian
farmol”
Laju pemberian yang tepat akan menjamin keamanan dan efektivitas obat hingga
menimbulkan respon yang diinginkan. Sebaliknya, laju pemberian yang tidak
tepat akan dapat membahayakan pasien, antara lain (Turco hal 212) :
a. Respon melambat atau mencapai konsentrasi toksik
b. Meningkatkan kemungkinan flebitis dan tromboflebitis
c. Infiltrasi yang rumit
d. Menyebabkan edema pulmonar yang dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal
dan jantung
e. Menyebabkan speed shock
f. Menimbulkan masalah metabolisme
Komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh
kemampuan pasien untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal
ginjal dan hati. Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan
viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam
= 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat hipertonik seperti larutan
hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap 8 jam atau
3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan
anestesi) laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.
Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000
ml tiap 8 jam, 1000 ml pada 50 ml/jam, 30 tetes/menit. Metode yang paling
sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan mengalir,
wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung ± 3 kaki di atas pasien.
Cairan mulai mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan
masuknya udara ke dalam wadah (untuk wadah plastik, agar cairan mengalir,
tidak dibutuhkan masuknya udara ke dalam wadah). Dalam hal ini laju dapat
diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke dalam drip chamber.
Dalam menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah
tetesan/ml yang dihasilkan oleh infus administration set.
Misal : diketahui set alat menghasilkan 10 tetes/ml, maka :
• untuk cairan 1000 ml yang diberikan selama 480 menit
Laju = 1000 ml = 2,08ml /mnt x 10 tetes/ml = 20,8 tetes/menit ≈ 21 tetes/mnt
480 menit
• untuk cairan R/ diberikan dengan laju 50 ml/jam
Laju = 50 ml/60 mnt = 0,83 ml/menit x 10 tetes/ml = 8,3 tetes/menit ≈ 8 tetes/mnt
C. Zat Aktif Yang dapat Dibuat Infus
Biasanya cairan infus diperlukan dalam kondisi:
- Dehidrasi berat
- Hipoglikemia berat
- Mal absorbs protein, vitamin, dan mineral
- Penderita asidosis
Dari kondisi di atas, dapat disimpulkan bahwa zat aktif yang diperlukan dalam
pembuatan infus, yaitu:
- Larutan elektrolit (ex: Nacl, Na-lactat)
- Dextrosa ( Glukosa )
- Manitol
- Natrium Bicarbonat (NaHCO3)
- Amonium Klorida (NH4Cl) -> untuk alkalosis metabolic
Perbedaan infus dan injeksi
(Benny Logawa hlm 23, Di TS 2005 ditulis pustakanya:Wattimena, Dasar-Dasar
Pembuatan dan Resep-Resep Obat suntik, Hal 103 tp buku ini sdh tdk ada di
perpus Dep.FA)
No Kriteria Injeksi Infus
1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma,
elektrolit, darah, dll,
Memberi tambahan kalori
2 Metode pemberian Suntikan Tetesan
3 Alat Alat suntik Peralatan infus
4 Volume pemberian Maks 20-30 ml (lazim 10 Bisa sampai beberapa liter
ml)
5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim Bisa beberapa jam
1 menit)
6 Pembawa Air, gliserin, Air
propilenglikol, minyak
lemak, etil oleat, dll
7 Isohidris Bila memungkinkan baru diperlukan
dilakukan
8 Isotonis Bila memungkinkan baru Mutlak perlu
dilakukan
9 Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting (terutama untuk larutan
yang mengandung molekul
koloid seperti
dekstran, gelatin, PVP, dll
10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus
diperhatikan
11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali Mutlak perlu
jika 1 kali suntik lebih dari
10 ml
FI III: berlaku untuk
injeksi dengan pembawa
air
12 Wadah Ampul, vial Botol infus/flakon
13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan TIDAK BOLEH menggunakan
dapar dapar
Catatan:
Jika pH stabilitas sediaan menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan
dapar tidak dianjurkan karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar
untuk suntikan IV volume besar (infus)
D. Eksipien
Dalam produksi sediaan infus, eksipien yang digunakan, yaitu :
No. Bahan Fungsi
1. NaCl Pengisotonis
2. NaOH Pengatur pH
3. Aqua Pro Injeksi (Aqua Pelarut
PI)/WFI (Water For Injection)
4. Carbo Adsorbens (Arang Pengikat pirogen
Pengikat/Karbon Aktif) (Depirogenasi)
5. Dinatrium EDTA Chelating Agent
6. HCl Pengatur pH
7. Dextrosa Pengisotonis u/
ZA NH4Cl
Kelas bersih, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu daerah putih
(white area) atau kelas A, B, C dan D; daerah abu (grey area) atau kelas E; dan
daerah hitam (black area) atau kelas F. Semakin ke arah daerah putih, maka
daerah tersebut semakin terkontrol atau semakin tinggi tingkat kebersihannya.
Produksi sediaan obat steril dilakukan pada white area, sementara grey area
digunakan untuk perlakuan terhadap sediaan yang telah berada dalam wadah
primer sehingga tidak ada kontak langsung sediaan dengan lingkungan luar. Black
area adalah area yang tidak terkontrol kebersihannya artinya tidak ditetapkan
jumlah minimal partikel viable maupun non viable yang ada pada ruangan
tersebut. Dengan demikian, memiliki resiko kontaminasi yang cukup tinggi, dan
tidak digunakan untuk proses pembuatan obat, melainkan sebagai area ganti
personel saja. Agar dapat memasuki white area, personel harus melalui black area
dan grey area terlebih dahulu, skematik alur ruang ganti baju kerja untuk menuju
ruang pembuatan sediaan obat steril dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skematik Ruang Ganti Baju Kerja
Instruksi penggunaan baju kerja steril di area ini adalah sebagai berikut:
A. Formula
B. Penimbangan Bahan
Jumlah sediaan yang dibuat : 1 botol infus @ 500 ml
- Untuk sediaan dengan volume lebih dari 50 ml,volume terpindahkan untuk
masing-masing wadah sebesar 2% mL (Farmakope Indonesia IV, 1044) sehingga
untuk sediaan sebanyak 500 ml ketika dimasukkan ke dalam kemasan harus
dilebihkan sampai 510 ml.
- Pembuatan juga dilebihkan untuk mengantisipasi kehilangan zat pada saat
pembilasan, penyaringan dan evaluasi sehingga sediaan dibuat sebanyak 700 ml
larutan untuk 1 botol infus @ 510 mL.
C. Prosedur Pembuatan
J. Perhitungan
Dalam sediaan injeksi dan infus umumnya bisa ada 2 – 4 macam perhitungan
yaitu menghitung dapar, tonisitas sediaan, osmolaritas sediaan, dan ekivalensi
dosis elektrolit. Berikut ini akan dijelaskan perhitungan tonisitas dan osmolaritas:
A. Tonisitas
Agar dapat menghitung tonisitas sediaan dapat digunakan 3 metode yaitu
dengan metode ekivalensi NaCl (E), Penurunan titik beku (ΔTf) dan Metode Liso.
Dalam prakteknya masing-masing metode dapat dipakai tergantung data zat aktif
dan eksipien yang tersedia. Jika tidak tersedia data E/ Tf, data tersebut dapat
dihitung terlebih dahulu menggunakan metode Liso. Perlu diperhatikan bahwa
hanya zat yang terlarut saja yang berkontribusi dalam tonisitas sediaan.
1. Metode Ekivalensi NaCl
Tonisitas total = (m1 . E1) + (m2 . E2) + (mn . En)
Keterangan:
m : Massa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat E : Ekivalensi natrium klorida
Contoh :
Diketahui:
- 500 mL larutan Etilmorfin klorida 2%
- E Etilmorfin klorida = 0,15 (FI IV, hlm. 1243)
Berapa NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis? Tonisitas sediaan = m
xE
= 2% x 0,15
= 0,3%
NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis
= 0,9% - 0,3%
= 0,6%
2. Metode Penurunan Titik Beku
Cara 1
Dengan menggunakan persamaan :
Sediaan
parenteral
Kaca soda
Resistensi asidik dan
Tipe kapur
hidrolitik netral, bisa
II (diperlukan
relatif tinggi juga untuk
dealkalisasi)
sediaan alkalin
yang sesuai
Cairan anhidrat
Sama dengan
Kaca soda dan produk
tipe II, tapi
Tipe lapur (tidak kurang,
dengan
III mengalami sediaan
pelepasan
perlakuan parenteral jika
oksida
sesuai
Hanya
Kaca soda digunakan
Resistensi
Tipe kapur untuksediaaan
hidrolitik
NP (penggunaan non parenteral
sangat rendah
umum) (oral, tipikal,
dsb)
2. Vial
• vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi
vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk
mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak
5 mL atau pun lebih.
• Berdasarkan r.voight (hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup
dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi
untuk menghisap cairan injeksi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran
ganda):
a. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan
adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
b. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13).
c. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya.
d. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang
cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah
ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai
bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
Jenis-Jenis Metode Sterilisasi
Metode Sterilsasi Kondisi
Autoklaf Suhu 121⁰C selama 15 menit, 134⁰C 3
(Cara Panas Basah) menit
Oven (Cara Panas Kering) Suhu 160⁰C selama 120 menit, atau
Suhu 170⁰C selama 60 menit, atau
Suhu 180⁰C selama 30 menit
3. Metode Liso
✓ Metode ini dipakai jika data E dan ΔTf tidak diketahui.
✓ Dengan menggunakan Liso dapat dicari harga E atau ΔTf zat lalu
perhitungan tonisitas dapat dilanjutkan seperti
ALUR PRODUKSI
Ada dua metode pembuatan sediaan injeksi yaitu :
1. Sterilisasi akhir
Persyaratan dengan menggunakan metode ini zat aktif harus stabil
dengan adanya molekul air dan tinggi nya suhu sterilisasi. Sediaan
disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan
2. Aseptik
Metode ini digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu
tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja
farmakologinya
Alur produksi Sterilisasi Akhir
IPC
Kemudian larutan disaring dan dipindahkan ke
wadah yang steril - Mengukur
pH sediaan
Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal lalu sterilkan dengan
autoklaf (121 derajat celcius aselama 15 menit ) atau metode lain
yang sesuai
Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal lalu sterilkan dengan autoklaf
(121 derajat celcius aselama 15 menit ) atau metode lain yang sesuai
Evaluasi oleh
QC
2. Pengatur pH ( dapar)
Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH
dan pemakaian dapar. Perubahan pH pada penyimpanan dapat disebabkan:
o Reaksi degradasi produk
o Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)
o Absorpsi atau evolusi gas dan uap
Tujuan Dapar :
a. Meningkatkan stabilitas obat
Pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada
zat aktif berikut antibiotik (penisilin, tetrasiklin), basa sintetis (adrenalin),
polipeptida (insulin,oksitocin,vasopresin), alkaloida (senyawa ergot),
vitamin (B12, vit C).
b. Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaanya
Penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk
larutan obat suntik dengan pH 5,5 – 7,5. Untuk pH < 3 atau > 10 sebaiknya
tidak didapar karena sulit dinetralisasikan.Peringatan ini ditujukan
terutama untuk injeksi IM dan SK.
Untuk sediaan parenteral volume kecil (<100ml), dapar dapat dibuat bila
pH stabilitas sediaan berada didalam rentang (Lachman Parenteral
Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 195):
▪ IV (SVP) = pH 3 -10,5 ; karena darah merupakan sistem buffer
yang baik.
▪ Rute lain = pH 4–9 (di-adjust)
c. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bukan tujuan dapar yang sebenarnya, tetapi larutan dalam suasana
sangat asam atau sangat basa dapat digunakan untuk mencapai maksud–
maksud tersebut, misalnya injeksi insulin yang pH nya diatur antara 3 -3,5
tidak membutuhkan penambahan antimikroba.
d. Meningkatkan aktifitas fisiologis obat
Sebagai contoh dapat diketengahkan misalnya campuran kering dan
steril dapar pH basa dengan zat aktif atau obat yang sifatnya asam (prokain
adrenalin). Campuran kering tersebut baru dilarutkan dalam air pro injeksi
secara aseptis sesaat sebelum digunakan. Jadi tampak bahwa peningkatan
pH dilakukan sampai batas tertentu dimana zat aktif masih stabil dengan
aktifitas fisiologis yang maksimal.
pH ideal dari sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah, tetapi
hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan karena sediaan harus dibuat pada
pH yang mendukung stabilitas dari sediaan (disesuaikan dengan pH
stabilitas zat aktif). Dapar yang ideal memiliki kapasitas dapar yang cukup
untuk menjaga pH sediaan selama penyimpanan, namun memungkinkan
cairan tubuh beradaptasi dengan mudah. Rentang pH yang tidak dapat
ditoleransi oleh tubuh:
▪ pH > 9 menyebabkan kematian jaringan
▪ pH < 3 sangat menyakitkan dan menyebabkan flebitis
Cara penentuan pH :
o Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik
secara langsung maupunkolorimetri
o Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna
o Dengan perhitungan
Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat (0,2-2%),
dapar sitrat (1-5%), asam asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat /
garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2 (1-2%).
c. Pengawet
Pengawet yang ideal ( Todd R.G Pharmaceutical Handbook ) :
a) Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas,
bekerja pada temperatur dan pH yang luas.
b) Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang
digunakan
c) Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
d) Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
e) Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
f) Bebas dari bau, rasa, warna
g) Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan
sensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
NOTE :Penambahan pengawet dapat dilakukan pada :
a. Sediaan multidosis (kecuali yang dilarang oleh monografi). Pada
sediaan multidosis ada kemungkinan kontaminasi sediaan pada saat
pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara bakteriostatik.
b. Sediaan unit dosis jika tidak dilakukan sterilisasi akhir (pembuatan
aseptik atau dengan filtrasi membrane), karena ada kemungkinan
kontaminasi pada saat pengisian, dll) sering juga ditambahkan
pengawet.(Lachman parenteral hal: 204)
Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada:
a. Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus)
b. Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain
c. Sediaan untuk rute2 tertentu yang tidak boleh ditambahkan
antimikroba seperti intra sisternal, epidural, intra thekal, atau rute
lain yang melalui cairan serebrospinal/ retrookulalar (BP 2008,
2367)
Contoh Pengawet:
Pengawet Konsentrasi yang lazim ( % )
d. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi.
Beberapa antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya (Lachman, Teori &
Praktek, 3rd ed., 1994, 1301):
1. Agen Pereduksi
Antioksidan ini mempunyai potensial oksidasi rendah sehingga
teroksidasi lebih dahulu dari pada zat aktif.
Contoh : Vitamin C 0,02 – 0,1 %
Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %
Natrium metabisulfit 0,1 – 0,15 %
Tiourea 0,005 %
2. Agen pemblokir
Antioksidan ini mencegah oksidasi dengan memutuskan rantai
oksidasi.
Contoh : Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %, BHT 0,005 – 0,02 %,
Vitamin E 0,05 – 0,075 %
3. Zat Sinergis
Bekerja meningkatkan efek antioksidan lainnya terutama
antioksidan agen pemblokir.Contoh :
Vitamin C 0.01 -0.05 %
Asam sitrat 0.005 – 0.01 %
Asam tartrat 0.01 – 0.02 %
Asam fosfat 0.005 – 0.01%
4. Pengompleks
Zat ini membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang
mengkatalisis reaksi oksidasi sehingga reaksi dapat diperlambat.Contoh :
Garam EDTA 0.01 – 0.075 % Selain itu juga dapat meningkatkan
efektivitas pengawet, seperti benzalkonium klorida dengan EDTA, serta
untuk solubilisasi, misal : Kofein + Na. benzoate Teofilin + Etilendiamin
Kinin + Antipirin
Note :
o Natrium meta bisulfit larutan bersifat asam, Natrium bisulfit biasa
digunakan untuk injeksi epineprin, juga digunakan untuk larutan
dengan pH sedang, Na sulfit biasa digunakan untuk sediaan pH basa
(TPC, 1994, 100)
o Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % -0,02 % )
digunakan untuk pelarut minyak ( blocking agent )
e. Suspending agent
Digunakan untuk sediaan injeksi suspensi. Contoh:
1 CMC Na. [0,05 – 0,75 %] (HOPE 5th ed., 2006, 120)
2 PVP [>5%] (HOPE 5th ed., 2006, 611)
3 Sorbitol [10 -25%] (HOPE 5th ed., 2006, 718 untuk IM
4 IM Minyak : Alumunium monostearat (2%) Codex hal 95, gelatin (2%),
manitol (50%)
f. Wetting Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)
Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila
diperlukan dan hanya untuk pelarut air.Contoh : Tween 80, Propilen glikol,
Lecithin, Polioksietilen – Polioksipropilen, Polisorbat 80, Silikonantibusa,
Silikon Trioleat.
g. Solubilizasing Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)
Contoh : PEG 300, Propilenglikol
3. EVALUASI INJEKSI
Evaluasi dalam Proses (IPC)
1. Uji Kejernihan dan Warna (Larutan Parenteral hal 201-203)
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih
untuk menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
2. Pemeriksaan pH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ......
(Sesuaikan!!)
3. Pemeriksaan Bahan Partikulat(FI IV <751> hal 981-985)
Tujuan : memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi
dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang
dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran,
lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama atau
lebih besar dari 25 μm dihitung
Hasil : Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata- rata
partikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau
lebih besar dari 10 μm diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap
wadah sama atau lebih besar dari 25 μm dalam dimensi linier efektif.
4. Penetapan waktu Rekonstitusi (untuk larutan/suspensi Rekonstitusi)
Tujuan : menjamin sediaan mudah direkonstitusikan
Prinsip : menentukan waktu yang diperlukan sejak air dimasukkan dalam
botol sampai serbuk terlarut sempurna
Penafsiran Hasil : waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik
Evaluasi Sediaan Akhir
Evaluasi Fisik
1. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (FI IV, 1044)
Tujuan : menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada
penandaan (Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV)
Prinsip : penentuan volume dilakukan dengan cara mengambil samperl
dengan alat suntik hipodermik dan memasukkannya ke dalam gelas ukur yang
sesuai.
Hasil : volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila
diuji satu persatu.
2. Pemeriksaan Bahan Partikulat (FI IV <751> hal 981-985)
Tujuan : memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi
dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang
dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran,
lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama atau
lebih besar dari 25 μm dihitung
Hasil : Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata- rata
partikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau
lebih besar dari 10 μm diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap
wadah sama atau lebih besar dari 25 μm dalam dimensi linier efektif.
3. Pemeriksaan pH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan
4. Keseragaman Kandungan (untuk larutan/suspensi rekonstitusi)(FI IV hal.
999-1001)
Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif
Prinsip : Menetapkan kadar 10 satuan sediaan satu per satu sesuai penetapan
kadar
Penafsiran hasil :
Keseragaman dosis terpenuhi jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari
10 satuan sediaan adalah 85-115% dari yang tertera pada etiket dan simpangan
baku relatif 6%. Jika 1 satuan berada di luar rentang tersebut dan tidak ada
satuan berada dalam rentang 75,0-125,0% dari kadar yang tertera pada etiket
atau SBR > 6% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi dilakukan uji 20 satuan
tambahan Persyaratan: Terpenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30
sampel terletak di luar rentang 85,0-115% dari kadar tablet yang tertera pada
etiket dan tidak ada satuan yang terletak di luar rentang 75,0-125,0% dari
kadar tablet yang tertera pada etiket dan SBR 30 satuan tidak lebih dari 7,8%.
5. Evaluasi kejernihan (FI ed IV <881> hal 998)
Tujuan : memastikan larutan terbebas dari pengotor
Prinsip : membandingkan kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan,
dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung
dengan latar belakang hitam
Penafsiran Hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama
dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti
tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan
I. Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II,
dan III.
6. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip : untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan
masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah
tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran
tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjjadi kebocoran,
maka kertasa saring atau kapas akan basah.
Hasil : sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saringa atau kapas tidak basah (prosedur b)
Evaluasi Kimia
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data
monografi sediaan (dibuku FI IV atau buku resmi lainnya)
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas (FI IV, 855-863)
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi
langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat cairdan Soybean Casein
Digestprosedur uji dapat menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam
media pada 30-35oC selama tidak kurang dari 7 hari.
Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu
tertentu dan pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan
atau pertumbuhan mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian
dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji tidak absah, maka dilakukan
pengujian Tahap Kedua. Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak
ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali
jumlah sampel uji tahap
2. Uji Endotoksin Bakteri (Jika dipersyaratkan oleh monografi) (FI IV, 905-
907)
Tujuan : memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada
dalam atau pada bahan uji.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate
(LAL), meliputi inkubasi selama waktu yang telah ditetapkan dari endotoksin
yang bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL dan pembacaan
serapan cahaya pada panjang gelombang yang sesuai.
Hasil : bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari
yang ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji Pirogen (untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL) (FI IV, 908-909)
Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji
kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka
waktu tidak lebih dari 10 menit.
Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat
bila tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih. Jika
ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan
pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor
dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau
lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari
3,3º sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
4 . Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan
pengawet)
(FI IV<441> hal 939-942)
Khusus Pengawet :
Metode I → Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol, Nipagin-
Nipasol)
Metode II → Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan
ditujukan untuk zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan
bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah
yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi
gas atau polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti
yang tertera pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v
atau v/v
5. Uji efektivitas pengawet antimikroba(khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet) (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa
berair seperti produk parenteral yang dicantumkan pada
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan
yang mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan
sebagai parameter efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada
sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans,
Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang
berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25C dalam media Soybean-Casein
Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari
0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang & khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah
tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
6. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-
899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik
dalam sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang
mengandung biakan mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode
turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode
garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan
uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat
potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai
KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar
Instrument :
1. pH meter, cara menggunakan alat :
a. Persiapan sebelum kalibrasi.
Langkah pertama untuk menggunakan phmeter yaitu melakukan
kalibrasi terlebih dahulu.Tetapi sebelum melakukan kalibrasi,
harus mempersiapkan beberapa hal terlebih dahulu.Pertama
hidupkan phmeter terlebih dahulu. Perlu diketahui bahwa masing –
masing alat / masing – masing merek phmeter mempunyai letak
tombol On yang berbeda – beda. Sehingga jangan terlalu terpaku
pada sebuah tutorial, khususnya tutorial dalam bentuk video.Kedua
bersihkan elektrode / probe terlebih dahulu. Ada cara khusus dalam
membersihkan elektrode / probe, yaitu penggunaan airnya. Air
yang digunakan bukan air keran, namun harus air destilasi.Setelah
dibersihkan, keringkan menggunakan tisu. Ketiga pilih buffer Ph.
Masing – masing phmeter mempunyai buffer Ph yang berbeda –
beda, ada yang 10,1, 7,01 hingga 4,01. Untuk standar buffer yang
sering digunakan yaitu 7,01.
b. Kalibrasi.
Setelah melakukan persiapan kalibrasi, selanjutnya yaitu tahap
kalibrasi.Untuk proses / tahap kalibrasi harus dilakukan sesuai
dengan urutan. Untuk langkah pertama yaitu letakkan buffer pada
posisi 7,01. Selanjutnya dapat mengukur benda yang telah
dipersiapkan.Kedua letakkan phmeter pada benda
tersebut.Kemudian tunggu selama 1 – 2 menit. Sebaiknya tetapkan
nilai Ph yang sesuai pada nilai buffer sehingga hasil dari
pengukuran akan stabil. Untuk menghitung pengukuran caranya
dengan menunggu angka pada phmeter berhenti / tidak
berubah.Supaya mudah diingat, hasil yang telah ditunjukkan
sebaiknya dicatat.Langkah selanjutnya yaitu bersihkan kembali
alektode / probe dengan air destilasi. Jika menginginkan kalibrasi
lebih dari 1 titik, maka lakukan kembali proses kalibrasi ini. Tetapi
untuk buffer selanjutnya bukan ditetapkan pada nilai 7,01,
melainkan pada nilai 4,01.
Cara Kerja pH Meter:
Prinsip / cara kerja pada alat ini sesuai dengan elektro kimia
diantara larutan yang ada di dalam gelas elektro yang telah
diketahui oleh larutan pada gelas yang belum diketahui. Elektroda
dalam gelas akan mengukur potensial atas elektro kimia dari suatu
ion hidrogen. Ion tersebut digunakan dalam melengkapi sebuah
alur elektrik yang dibutuhkan pada elektroda pembanding. Sesudah
menggunakan alat ini sebaiknya bersihkan probe dengan air suling
/ destilasi / aquades. Tujuannya untuk membuang semua bekas
solution yang sudah diukur. Jika tidak dibersihkan solution tersebut
akan berpengaruh pada pembacaan sebelumnya. Jadi angka yang
ditampilkan tidak valid.Setelah dibersihkan, sebaiknya dilap
dengan tisu.Kemudian simpan alat setelah digunakan.Sebaiknya
saat disimpan, jaga kelembaban pada probe.Probe juga harus
berada di dalam keadaan basah.
2. Mikroskop
Cara menggunakan mikroskop cahaya :
a. Bersihkan permukaan yang datar dari debu-debu yang berpotensi
dapat merusak mikroskop Anda. Bersihkan area dengan cairan
pembersih permukaan dan lap tanpa serat, jika perlu. Pastikan
bahwa meja Anda terletak di dekat stop kontak.
b. pegang mikroskop pada bagian kaki dan lengan mikroskop. Jangan
mengangkatnya hanya dengan memegang lengan mikroskop.
c. Letakkan mikroskop di atas meja. Pasanglah mikroskop ke stop
kontak.
d. Untuk memulai, pastikan bahwa mikroskop menggunakan
kekuatan perbesaran yang paling rendah karena akan lebih mudah
untuk memfokuskan preparat Anda.
e. Untuk memulai, gunakan preparat yang sudah jadi. Anda dapat
membeli preparat yang sudah jadi ini di toko-toko yang menjual
alat-alat laboratorium atau menggunakan beberapa preparat
bawaan mikroskop Anda. Anda akan segera dapat membuat
preparat Anda sendiri.
f. letakkan preparat di meja objek mikroskop. Sentuhlah hanya pada
bagian ujungnya sehingga Anda tidak meninggalkan sidik jari pada
preparat Anda yang bersih.
g. Jepitlah preparat dengan 2 penjepit yang ada di meja
objek. Penjepit-penjepit logam atau plastik ini menjaga preparat
pada tempatnya sehingga Anda dapat memindahkan tangan Anda
untuk memfokuskan mikroskop.
h. Nyalakan mikroskop Anda. Bagian tengah dari preparat Anda
seharusnya tersinari dengan cahaya kecil berbentuk lingkaran di
atasnya.
i. Aturlah lensa mata Anda jika Anda memiliki dua lensa. Putarlah
lensa mata untuk mencari jarak yang tepat antara kedua mata, atau
jarak pupil mata.
j. Mulailah memfokuskan lensa objektif dengan kekuatan
terendah. Anda mungkin memiliki 2 atau 3 lensa objektif berbeda
yang dapat diputar dan diubah-ubah untuk memperbesar benda.
Anda sebaiknya mulai dari perbesaran 4x dan meningkatkan
perbesarannya hingga benda terfokus.
k. Fokuskan benda menggunakan pemutar kasar yang lebih
besar. Pemutar ini adalah pemutar yang lebih besar dari 2 pemutar
yang berada di sisi mikroskop.
l. Aturlah diafragma yang berada di bawah meja objek
EVALUASI SEDIAAN STERIL
Evaluasi dilakukan setelah sediaan di sterilkan dan sebelum wadah di pasang
etiket dan dikemas
Evaluasi fisika
1. Penetapan PH (FI IV, Hal : 1039)
Penetapan PH dengan menggunakan pH meter yang sesuai dan telah
dibakukan sebelumnya. Pengukuran dilakukan pada suhu 250 ± 20 kecuali
dinyatakan lain pada monografi
pH meter
1. Nyalakan PH meter
2. Bersihkan elektroda. Keluarkan elektroda dari larutan
penyimpanannya dan bersihkan dengan air murni dalam
gelas kimia kosong. Setelah dibersihkan, keringkan dengan
tisu.
3. Siapkan larutan penyangga (buffer).
4. Masukkan elektroda ke dalam larutan penyangga dengan
pH 7 dan mulailah lakukan pembacaan.
5. Atur pH. Setelah mendapatkan pembacaan yang stabil, atur
pH meter pada nilai pH larutan penyangga dengan menekan
tombol ukur untuk kedua kalinya.
6. Bersihkan elektroda dengan air murni. Bersihkan dan
keringkan dengan tisu bebas serat sebelum digunakan pada
larutan penyangga yang lain.
7. Atur pH untuk kedua kalinya
8. Bersihkan elektroda dan keringkan
9. Masukkan elektroda ke dalam sampel dan mulailah
pembacaan. Setelah elektroda dimasukkan ke dalam
sampel, tekan tombol ukur dan biarkan elektroda di dalam
sampel selama kira-kira 1-2 menit.
10. Bersihkan elektroda setelah digunakan.
2. Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV, Hal : 981-984)
Bahan partikulat Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak Iarut
dan melayang, kecuali gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam
larutan parenteral.Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari
zat padat steril untuk penggunaan parenteral, barus bebas dari partikel
yang dapat dilihat pada pemeriksaansecara visual.
Persyaratan ini tidak berlaku jika monografi mencantumkan pada
etiket bahwa sediaan tersebut harus dipakai dengan penyaringan akhir.
Uji ini memerlukan suatu sistem elektronik penghitung partikel
pengotor cairan yang dilengkapi dengan sensor cahaya red up dengan alat
untuk memasukkan contoh yang sesuai sebelum melakukan uji lakukan
Penetapan akurasi penghitungan partikel untuk memastikan alat berfungsi
dengan baik.
Prosedur
Buat suspensi dan blangko dari Hitungan Parlikel BPFI dengan
urutan sebagai berikut. Lepaskan penutup luar, pita segel dan setiap label
kertas tepi!s atau yang mudah lepas, cuci bagian luar wadah seperti yang
tertera pada Pencucian alat kaca danpenutup, dan keringkan dalam aliran
udara bebas partikel.
Prosedur penetapan
1. Atur alat penghitung pada ukuran 10 μm dan 15 μm.
2. Campur suspensi dengan membalikkan 25 kali dalam waktu 10 detik.
3. Awaudarakan dengan ultrasonikasi ringan selama. 30 detik atau
dengan membiarkan selama 2 menit.
4. Lepaskan tutup.
5. Aduk isi wadah perlahan-lahan dengan menggoyang- goyangkan atau
dengan alat mekanik. Hatihati, jangan sampai masuk gelembung udara
atau cemaran. Aduk secara sinambung selama analisis.
6. Ambil contoh langsung dari wadah 3 kali berturut-turut, setiap kali
tidak kurang dari 5 ml. Buang data pengambilan pertama.
7. Selesaikan penetapan dalam waktu 5 menit. Ulangi prosedur yang
sama menggunakan blangko.
8. Interpretasi Alat memenuhi uji Penetapan akurasi penghitungan
partikel jika hitungan:. Diperolehpada 10 μm adalah antara 3250 dan
4250 per ml dan perbandingan hitungan yang diperoleh pada 10 μm
terhadap yang diperoleh pada 15 μm antara 1,5 dan 3,5. Jika alat tidak
memenuhi uji Penetapan akurasipenghitungan partikel. alat harus
dikalibrasi ulang dengan hati-hati dan pengujian diulangi
menggunakan suspensi dan blangko yang tersisa.
PROSEDUR UJI
Selama persiapan,gunakan pakaian bebas partikel dan sarung
tangan bebas serbuk. Sebaiknya lemari pengujian diletakktln di ruang
terpisah yang dialiri udara yang telah dilewatkan penyaring HEPA,
penyejuk ruangan serta terkondisi dan dijaga agar tekanan udara positif
terhadap lingkungan sekitar
Lepaskan penutup luar, pita segel dan semua etiket kertas lepas,
cuci bagian luar wadah seperti cara yang tertera pada Pencucian alat kaca
dan penutup dan keringkan dalam aliran udara bebas partikel. Keluarkan
isi wadah seperti dilakukan pada penggunaan biasa atau sesuai aturan pada
etiket kecuali pada wadah dengan penutup yang dapat dibuka, contoh
dapat diambil dengan membuka tutup dan menuangkan isi wadah ke
dalam wadah lain yang bersih.
Sediaan Cair
1. Campur isi wadah dengan membolak-balikkan 25 kali dalam waktu 10
detik. [catatan volume beberapa sediaan sangat kecill, diperlukan
pengocokan yang yang lebih kuat untuk mensuspensikan partikel
dengan sempurna
2. Buka dan kumpulkan isi dari tidak kurang 10 wadah hingga
memperoleh volume tidak kurang dari 20 ml dalam wadah bersih.
3. Awaudarakan dengan ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan
selama 2 menit.
4. Aduk perlahan-lahan memutar dengan tangan atau secara mekanik,
hati-hati jangan sampai masuk gelembung udara atau cemaran lain.
Aduk terus-menerus selama melakukan analisis .
5. Ambil 3 bagian berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 ml.
Buang contoh pengambilan pertama.
6. Untuk Sediaan Kering atau Terliofilisasi, Konstitusikan dengan
sejumlah volume airyang telah disaring atau pelarut yang tepat dan
telah disaring (jika pelarut air tidak sesuai). Untuk sediaan yang
dikemas dalam wadah yang dibuat khusus untuk sediaan obat dan
pelarut dalam wadah terpisah, campur tiap unit kemasanseperti tertera
pada etiket.
7. lnterpretasiInjeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-
rata partikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang
setara atau Jebih besar dari 10 μm diameter sferik efektif dan tidak
lebih dari 1000 tiap wadah sama atau lebih besar dari 25 μm diamater
sferik efektif.
3. Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV, Hal : 1044)
Prosedur
1. Volume ≥ 10 ml (1 wadah)
Volume 4-10 ml (3 wadah)
Volume ≤ 3 ml ( 5 wadah)
2. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran
tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur, dilengkapi dengan
jarum suntik no 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
3. Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik, pindahkan isi
dalam alat suntik tanpa mengosongkan jarum ke dalam gelas ukur atau
gelas piala yang sudah ditara
4. Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji
satu per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari
jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi di gabung
4. Keseragaman sediaan (FI IV, Hal : 999-1001)
Keragaman bobot dilakukan untuk produk yang mengandung zat aktif 50
mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan.
Keseragaman kandungan, jika kandungan zat aktif dalam jumlah lebih
kecil 50 mg
Prosedur keragaman bobot
1. Timbang seksama 10 vial satu per satu, beri identitas tiap vial
2. Keluarkan isi tiap vial dengan cara yang sesuai
3. Timbang saksama tiap vial kosong
4. Hitung bobot netto dari tiap vial dengan cara mengurangkan bobot vial
kosong dari masing-masing bobot vial yang berisi
Prosedur keseragaman kandungan
1. Penetapan kadar tiap satuan, pilih tidak kurang 30 satuan dari sediaan
2. Tetapkan kadar 10 satuan satu per satu seperi tertera pada penetapan
kadar dalam masing-masing monografi. Jika jumlah zat aktif kurang
dalam satuan dosis tunggal kurang dari yang dibutuhkan dalam
penetapan kadar, atur pengenceran
5. Uji kebocoran
6. Uji kejernihan dan warna
7. Uji kejernihan larutan
1. Gunakan tabung reaksi alas datar diameter 15-25 mm, tidak berwarna,
transparan,terbuat dari kaca netral
2. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji
dan suspense padanan yang sesuai secukupnya hingga tabung reaksi
terisi setinggi tepat 40 mm
3. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspense
padanan dengan latar belakang hitam.
4. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke
arah bawah tabung.
5. Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau
pelarut yang digunakan. Atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari
suspensI padanan I.
Evaluasi biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (untuk yang mengandung pengawet)
(FI IV, Hal: 854-855)
a. Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan
jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5
wadah asli sediaan
b. Jika wadah sediaan tidak ditembus secara aseptic, pindahkan 20 ml
sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup,
berukuran sesuai dan steril
c. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu
suspense mikroba baku, mengunakan perbandingan 0,1 ml inokula
setara dengan 20 ml sediaan dan campur
d. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan
sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di dalam sediaan uji
segera setelah inokulasi antara 100.000-1.000.000 per ml.
e. Tetapkan jumlah mikroba viable di dalam tiap suspense inokula
dan hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang di uji dengan
metode lempeng
f. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 200-
250
g. Amati wadah/tabung pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 sesudah
inokulasi
h. Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba
viable pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng
i. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal
pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap mikroba
selama pengujian
Penafsiran hasil, suatu pengawet dinyatakan efektif jika:
• Jumlah bakteri vialbel pada hari 14 berkurang hingga tidak
lebih dari 0,1% dari jumlah awal
• Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama
adalah tetap atau kurang dari jumlah awal
• Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari
pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut
pada hari 14
2. Uji sterilitas (FI IV, Hal 855-863)
3. Uji endotoksin bakteri (FI IV, Hal 905-907)
4. Uji pyrogen (untuk volume >10 ml) (FI IV, Hal 908-909)
5. Uji kandungan antimikroba (FI IV, Hal 939-942)
6. Penetapan potensi antibiotic secara mikrobiologi (untuk zat aktif
antibiotic) (FI IV, Hal 891-899)
Valuasi kimia
1. Uji identifkasi (sesuai monografi sediaan masing-masing)
2. Penetapan kadar (sesuai monografi sediaan masing-masing)
Wadah yangDigunakan
1. Wadah Plastik untuk Sediaan Parenteral Volume Besar
a. Poliolefin
Poliolefin banyak digunakan untuk wadah plastik untuk
sediaan parenteral volume besar karena sifatnya yang
menguntungkan.
Ada 3 jenis poliolefin yang dipakai, yaitu :
1. Polipropilen, dengan beberapa keuntungan, misalnya :
• Mempunyai titik leleh yang relatif tinggi yaitu 165 C
hingga dapat disterilkan pada 116 C di otoklaf
tanparusak.
• Tahan terhadap asam kuat atau basa kuat pada
temperaturkamar.
• Dapat dipakai untuk sediaan gas (aerosol) karena kristal
polimernya membuat plastik tahan terhadaptekanan.
Contoh formula polipropilen :
R/ Polipropilen resin 99,45 – 99,99
Antioksidan 0,01 –0,025
Lubrikan 0,05 – 0,3
Anti oksidan polipropilen yang dipakai, misalnya :
Distearilpentaeritritoldifosfat
Trisnonifenil fosfit(TNPP)
Fenoltersubstitusi
2. Polietilen
3. Kopolimer antara propilen danetilen
b. Polivinil Klorida(PVC)
Plastik dari polivinil khlorida dibagi 2, yaitu :
1. Elastis, sekitar 45% dari polimer polivinil khlorida,
lebih jarang dipakai untuk wadah dalam sediaan
parenteral terutama untuk sediaan parenteral
volumebesar.
2. Rigid, sekitar 55% dari polimer polivinil khlorida
dan paling banyak dipakai, terutama karena residu
monomer vinil khloridanya < 1ppm.
Contoh formula polivinil khlorida :
R/ PVC resin 99 –100
Bahanpenambahplastis 30 –40
Stabilisator 0,25 – 7
Stabilisator yang dipakai misalnya Zn stearat, garam Pb
atau bentuk esternya dan garam logam berat lainnya.
2. Wadah Gelas
Gelas Borosilikat (tipe I)
Wadah gelas borosilikat mengandung Na2O pada jumlah kecil,
sedang kandungan Al2O3 sangat tinggi.Oleh karena itu daya tahan kimia
gelas tipe I sangat tinggi, yaitu tahan terhadap produk alkali, terutama
disebabkan oleh kandungan Al2O3 yang tinggi. Pemberian
BB2O3akanmembantuprosespelelehankarenahanyadigunakanNa 2Odalamju
mlahkecil.
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung,
misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus
set.Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik
gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).
PENGELOLAAN LIMBAH DI INDUSTRI FARMASI
PENGERTIAN LIMBAH
Limbah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber aktivitas
manusia maupun proses-proses alam atau belum mempunyai nilai ekonomi
bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negative.
Limbah industri adalah salah satu penghasil limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), yaitu sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun karena sifat atau konsistensinya dan atau jumlahnya baik
secara langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup serta
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Adapun limbah yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
• Limbah Cair
• Limbah Padat
• Limbah Gas/Udara
• Limbah Suara/Getaran
Pengelolaan limbah bertujuan untuk meminimalkan dampak terhadap
lingkungan yang telah dan akan ditimbulkan oleh adanya pengeluaran limbah
terutama yang berpotensi sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3)
DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Setiap rencana usaha/kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup wajib dengan dokumen ANDAL (Analisis Dampak
Lingkungan) termasuk industry farmasi.
Dalam penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan, terdapat beberapa
istilah yang sering dijumpai. Berikut adalah pengertian beberapa istilah tersebut :
a. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelengaraan usaha dan/atau kegiatan.
b. Dampak Lingkungan Hidup, pengaruh perubahan pada lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan
c. Dampak Besar dan Penting, perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Kriteria
Dampak Besar dan Penting tersebut tergantung dengan :
• Jumlah manusia yang terkena dampak
• Luas wilayah sebaran dampak
• Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
• Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
• Sifat kumulatif dampak
• Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
1. KA-ANDAL (Kerangka Acuan ANDAL), adalah ruang lingkup studi
ANDAL yang merupakan hasil pelingkupan yang sipakati oleh penyusun
ANDAL dan komsi AMDAL.
2. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), adalah telaah secara cermat dan
mendalam tentang dampak besar dan penting suatu kegiatan yang
direncanakan
3. RKL (Rencana Pemantauan Lingkungan), adalah dokumen yang memuat
upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak besar dan
penting terhadap lingkungan akibat suatu kegiatan
4. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan), adalah dokumen yang memuat
upaya pemantauan komponen lingkungan yang terkena dampak besar dan
penting akibat kegiatan yang direncanakan dengan menggunakan indikator
tertentu yang ditentukan oleh peraturan per-UU-an (baku mutu
lingkungan)
5. UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan), adalah dokumen pengelolaan
lingkungan yang digunakan bagi rencana usaha atau kegiatan yang tidak
ada dampak besar usaha atau kegiatan penting, dan/atau secara teknologi
sudah dapat dikelola dampak pentingnya.
6. SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan), merupakan dokumen
pengelolaan lingkungan untuk kegiatan Non-ANDAL dan UPL.
SUMBER PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI FARMASI
❖ Limbah Gas/Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuknya gas dan senyawa asing kedalam udara
sehingga menyebabkan kualitas udara menurun atau membahayakan kehidupan
makhluk hidup atau tidak sesuai lagi peruntukannya.Penyebab terjadinya
pencemaran udara dibedakan menjadi dua yaitu aktivitas alamiah, misalnya
letusan gunung merapi, keadaan klimatogis dan gas-gas yang timbul akibat
kegiatan alamiah.Yang kedua aktivitas manusia seperti pencemaran akibat
kegiatan industry, rumah tangga, sumber tenaga atau perang. Limbah udara di
industry farmasi dihasilkan oleh debu selama produksi, uap lemari asam
dilaboratorium, uap solvent proses film coating dan asap steam boiler, generator
listrik dan incinerator.
Upaya pengelolaan limbah gas atau pencemaran yaitu :
1. Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong + 6 m dilengkapi
dengan absorbent
2. Solvent di ruang coating digunakan dust collector (west system)
3. Debu sekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust collector unit
4. Asap dari genset dan incinerator dibuat cerobong asap + 6 meter
Pemantaun kualitas udara didalam dan diluar lingkungan industry, meliputi
kadar H2S, NH3, SO2. CO, NO2, O3, Total Solid Particle (TSP/debu), Pb.
❖ Limbah Padat
Pencemaran limbah padat adalah masuknya benda-benda padat ke dalam
lingkungan sehingga menyebabkan kualitas lingkungan menurun atau
membahayakan kehidupan makhluk hidup atau tidak sesuai lagi dengan
peruntukannya.
Sumber pencemaran yang dihasilkan antara lain :
1. Obat kadaluarsa
2. Kegiatan produksi meliputi debu bahan formulasi yang terkumpul dari Dust
Collector dan Vaccum Cleaner, bekas kemasan bahan baku, pembantu dan
kemasan yang rusak
3. Kegiatan laboratorium meliputi sampah medis agar dan sampel kadaluarsa
4. Kegiatan kantin karyawan berupa kotoran atau sampah dapur
5. Kegiatan administrasi perkantoran berupa arsip-arsip kadaluarsa
6. Sampah kebun atau halaman
Adapun upaya pengelolaan limbah padat yaitu lingkungan :
1. Limbah padat B3 berupa sisa granul, bahan baku rejected, produk jadi
rejected non betalactam, debu dari dust collector. Limbah tersebut
dimusnahkan dengan double burner incerinator. Dengan pembakaran ganda,
asap sisa pembakaran tidak lagi mengandung bahan berbahaya yang bisa
mencemari lingkungan.
2. Limbah padat non B3
• Sampah domestic dibuatkan tempat sampah
• Sisa-sisa kertas, karton, plastic dan aluminium foil dikumpulkan kemudian
dijual ke pengumpul sampah (perusahaan daur ulang sampah.
❖ Limbah Suara dan Getaran
Pencemaran suara atau kebisingan dan/atau getaran adalah masuknya suara
dan/atau getaran yang tidak diinginkan kedalam lingkungan sehingga kualitas
lingkungan menurun atau tidak sesuai dengan peruntukannya.Suara dan getaran
dari mesin-mesin pabrik, genset dan steam boiler.
Adapun upaya pengelolaan limbah suara dan getaran yaitu :
1. Untuk menanggulangi kebisingan yang ditimbulkan oleh genset, dibuat
ruangan berdinding dua (double cover) dan dilakukan perawatan mesin secara
berkala
2. Untuk menanggulangi getaran yang ditimbulkan oleh mesin genset dan
mesin-mesin lain, mesin-mesin ditempatkan pada lantai yang telah dicor
beton dan diberi penguat (pengunci antara mesin dan lantai).
Pemasangan angka kebisingan dan getaran didalam dan diluar area pabrik
“
▪ Kebisingan : max 65 db
▪ Getaran : max 7,5 Hz
❖ Limbah Cair
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya sesuatu kedalam air
yang menyebabkan menurunnya kualitasnya atau tidak sesuai dengan
peruntukannya.
Sumber pencemaran yang dihasilkan antara lain :
1. Kegiatan produksi meliputi pencucian mesin, alat-alat produksi, pencucian
kemasan, sanitasi kemasan, sanitasi produksi
2. Kegiatan laboratorium meliputi pencucian alat, sanitasi ruangan, sanitasi
karyawan, limbah cair sisa pembakaran dan pelarut bekas reagen
3. Kegiatan sarana penunjang berupa oli bekas mesin serta solar bekas cucian
alat atau mesin yang diperbaiki
4. Kegiatan sanitasi pabrik atau kantor
Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi limbah yang dihasilkan
adalah :
1. Pembuatan saluran drainase sesuai sumber limbah :
▪ Saluran air hujan langsung dialirkan ke selokan umum dan dibuat sumur
resapan
▪ Saluran dari kamar mandi/wc dialirkan ke septi tank
▪ Saluran dari tempat pencucian produksi dan laboratorium di alirkan IPAL
2. Membuat instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)
3. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari golongan beta lactam : sebelum
dicampur dengan limbah non beta lactam ditambahkan NaOH untuk
memecah cincin beta lactam.
Dalam pengelolaan limbah cair terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan
yaitu :
1. Karakteristik dari limbah sangat berbeda antara industry yang satu dengan
yang lain. Misalnya limbah cair industry farmasi memiliki kandungan COD
dan BOD serta kadar fenol yang tinggi, tetapi kadar limbah logamnya rendah
dengan debit air limbah yang tinggi, oleh karena itu agar memperoleh
gambaran spesifik tentang karakteristik dari limbah yang akan diolah maka
harus dilakukan pengamatan atau survey dari limbah yang dihasilkan oleh
industri tersebut.
2. Kemampuan badan air (Assimilative capacity), pengelolaan limbah cair
sangat tergantung dari kemampuan badan air, seperti sungai untuk menerima
beban yang berupa limbah tanpa mengakibatkan pencemaran. Kemampuan
ini sangat berbeda-beda tergantung dari beberapa faktor, misalnya debit air,
kedalaman, klimatologi dan lain-lain. Semakin kecil polutan berarati semakin
besar pula assimilative capacity dari badan air tersebut.
3. Peraturan tentang limbah yang berlaku, mengenaibaku mutu lingkungan dapat
berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Hal ini terkait dengan
karakteristik daerah yang bersangkutan
Prinsip pengelolaan limbah cair :
1. Pengelolaan limbah primer, tujuan pengelolaan limbah pada tahap ini
menghilangkan buangan yang tidak larut, terdapat 4 tahap yaitu :
▪ Screening pada tahap ini berisi usaha-usaha untuk mengurangi atau
menghilangkan bahan buangan besar seperti sampah, plastic, botol, kayu,
barang ronsokan lain berukuran besar. Untuk menghilangkan limbah ini
dapat menggunakan kasa atau ijuk
▪ Canal longitudinal, benda yang masih bisa melewati kas besi atau ijuk
(misalnya pasir) diendapkan dengan menggunakan semacam kanal yang
bagian bawahnya dibuat agak melebar.
▪ Penghilangan lemak , minyak dan sejenisnya. Tahap ini mempunyai
prinsip bahwa lemak, minyak dan sejenisnya memiliki berat jenis yang
lebih kecil dari air sehingga akan mengapung di bagian atas air. Untuk
menghilangkan jenis kotoran ini, air limbah dialirkan kekolam yang
berukuran relative luas dan memiliki aliran rendah dan tenang.
▪ Menghilangkan zat padat tersuspensi. Pada tahap ini dilakukan dengan
cara mengalirkan limbah cair kedalam suatu saluran yang dilengkapi
dengan penyaring-penyaring dari kasa kasa yang diperuntukkan untuk
menyaring zat tersuspensi
2. Pengelolaan limbah sekunder, untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan
lain yang tidak terproses pada pengelolaan primer. Secara garis besar
kontaminan yang dapat dihilangkan dala3 macam yaitu padatan tersuspensi,
senyawa organik terlarut, senyawa anorganik terlarut. Terdapat beberapa cara
untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan ini dengan cara filtrasi
sederhana, penambahan suatu koagulator, penambahan arang aktif (terutama
untuk menurunkan kadar fenol).
3. Pengelolaan limbah tersier, prinsip pengelolaan ini adalah untuk menurunkan
COD dan BOD serta menambahkan oksigen menambahkan oksigen terlarut
(dissolved oxygen/DO). Terdapat beberapa metode, baik secara fisik, biologis
maupun mekanis-biologis. Secara fisik penambahan oksigen terlarut
dilakukan dengan menyemburkan udara bebas kedalam limbah pada
bak/kolam aerasi. Secara biologis dilakukan dengan car menggunakan
activated sludge, dimana limbah dialirkan ke dalam bak/kolam penampungan
yang berisi mikroorganisme yang akan merubah zat-zat organic menjadi
biomassa (energi) dan gas CO2. Sedangkan pengelolaan secara mekanis-
biologis dapat dilakukan dengan menyemprotkan air limbah kepermukaan
benda padat (misalnya lantai beton) yang diberi mikroorganisme.
CONTOH PENGELOLAAN LIMBAH DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO)
TBK, PLANT JAKARTA
Sumber Limbah
a. Limbah padat, terdiri dari limbah :
1. Obat kadaluarsa
2. Kegiatan produksi meliputi debu bahan formulasi yang terkumpul
dari Dust Collector dan Vaccum Cleaner, bekas kemasan bahan
baku, pembantu dan kemasan yang rusak
3. Kegiatan laboratorium meliputi sampah medis agar dan sampel
kadaluarsa
4. Kegiatan kantin karyawan berupa kotoran atau sampah dapur
5. Kegiatan administrasi karyawan berupa kotoran atau sampah dapur
6. Sampah kebun dan halaman.
b. Limbah cair, terdiri dari limbah :
1. Kegiatan produksi meliputi pencucian mesin, alat-alat produksi,
pencucian kemasan, sanitasi kemasan, sanitasi karyawan produksi
2. Kegiatan laboratorium meliputi alat penucican alat, sanitasi
ruangan, sanitasi karyawan, limbah cair sisa pembakaran dan
pelarut bekas reagen
3. Kegiatan sarana penunjang berupa oli bekas mesin serta solar bekas
cucian alat atau mesin yang diperbaiki
4. Kegiatan sanitasi pabrik atau kantor
c. Limbah cemaran debu atau gas, terdiri dari limbah :
1. Kegiatan sarana penunjang berupa gas yang berasal dari sisa
pembakaran bahan bakar
2. Kegiatan produksi meliputi debu yang berasal dari kegiatan proses
produksi antara lain terdiri dari proses granulasi, proses massa
kapsul, proses pencetakan tablet dan proses penyalutan buangan gas
atau debu tersebut akan menyebabkan meningkatnya kadar debu
dan gas pencemar di udara, hal ini akan mempengaruhi komponen-
komponen lingkungan disekitarnya seperti manusia, binatang dan
makhluk hidup lainnya.
Pengelolaan Limbah
Upaya pengelolaan limbah atau cemaran yang dilakukan oleh PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk adalah sebagai berikut :
1. Limbah padat, cair maupun debu yang masuk limbah Bahan Beracun
Berbahaya (B3) diolah keluar kerjasama dengan pengolah limbah B3
yaitu :
▪ PT. Prasada Pemusnah Limbah Industri di Cileungsi, Bogor untuk
limbah B3 padat
▪ PT. Dongwoo Environmental Indonesia di Cikarang, Bekasi untuk
limbah
2. Limbah cair selain B3 diolah sendiri dalam Instalasi Pembuangan Air
Limbah (IPAL)
Proses yang diperlukan dalam pengelolaan limbah cair meliputi proses
fisika, kimia dan biologi yaitu sebagai berikut :
1. Proses Fisika
Pada proses ini air limbah hanya dikenakan pada proses penyaringan
saja, yaitu menyaring kotoran-kotoran kasar antara lain plastik, karet
dan sebagainya
2. Proses Kimia
Untuk limbah betalactam setelah melalui proses fisika dilakukan
proses pembasaan untuk memecah cincin betalactam dengan
menambahakn larutan kapur sampai mencapai pH diatas 11 kemudian
dilanjutkan proses pengendapan sebelum air limbah tersebut dialirkan
menuju pengolahan limbah induk untuk diproses secara bersama-sama
dengan limbah non betalactam. Proses selanjutnya adalah proses
netralisasi dengan penambahan air kapur sampai mencapai pH 7-8.
Penambahan larutan kapur ini dengan cara memasukkan dalam bak
penampungan dan dilakukan sirkulasi kran air limbah menuju bak
anerob ditutup, setelah diperkirakan air limbh di bak penampungan
homogeny maka kran menuju ke bak anerob dibuka dan diatur
debitnya.
3. Proses Biologi
Proses ini merupakan penghilangan kontaminan-kontaminan oleh
adanya aktivitas biologis. Pengelolaan secara biologis dimaksudkan
oleh adanya aktivitas biologis.Pengelolaan secara biologis dimaksud
untuk menghilangkan zat-zat organic biodegradable (mudah terurai
secara biologi).Prinsip dari pengelolaan dari biologi ini adalah
penguraian zat organic oleh mikroorganisme baik oleh bakteri
aerobic.Sebagai nutrien dipakai pupuk NPK. Dalam proses biologi
dibagi menjadi 1 yaitu proses aerob dan anaerob.
▪ Proses aerob
Overflow air limbah yang berasal dari proses anaerob akan mengalir
ke dalam bak aerob, sehingga zat organik yang masih ada diuraikan
kembali oleh bakteri aerobic. Sebagai nutrisi ditambahkan pupuk
NPK secara kontinu sesuai dengan kebutuhan. Proses aerobic
dilakukan pada bak terbuka dengan kedalaman kurang dari 3 m yang
dilengkapi dengan aerator tipe injection, dengan lumpur aktif
sebanyak kurang dari 20% dari volume limbah dan proses
berlangsung secara kontinu.
▪ Proses anaerob
Air limbah setelah dinetralkan kemudian dipompakan ke bak
anaerobik, dalam proses ini melibatkan bakteri anaerob untuk
menguraikan zat-zat organic yang terkandung dalam air limbah
tersebut menjadi zat-zat sederhana. Proses anaerobic dilakukan pada
bak tertutup dengan kedalam >3 m dan berjalan secara kontinu.
Sebagai nutrisi ditambahkan pupuk NPK secara kontinu sesuai
kebutuhan.
4. Proses pengendapan, bertujuan untuk mengendapkan partikel-partikel
yang berasal dari proses aerobic. Endapam yang terbentuk dipompakan
ke dalam bak aerasi yang bertujuan untuk mempertahankan jumlah
lumpur yang ada, sedangkan beningan dialirkan ke bak biokontrol
yang berfungsi sebagai pemantau sebelum air limbah tersebut dibuang
ke badabn air.
5. Bak biokontrol, berfungsi sebagai pemantau sebelum air limbah
tersebut digunakan untuk menyiram tanaman dengan memelihara ikan
mas sebagai indikator. Air yang mengalir ke dalam bak biokontrol,
diperiksa secara rutin dua kali seminggu sesuai SK GUB. KDKI No.
582/1995 parameter yang diperiksa antara lain kandungan Chemical
Cxygen Deman (BOD), Total Solid Suspensi (TSS), pH, phenol dan
zat organic (KMnO4).