Anda di halaman 1dari 406

TUGAS FARMASI INDUSTRI

QA (QUALITY ASSURANCE), PRODUKSI, EVALUASI,


DAN PENGOLAHAN LIMBAH OBAT
DI INDUSTRI FARMASI

Disusun oleh:
LUTHFI ARIZA LUBIS
2041013016

ANGKATAN I TAHUN 2020


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
2020
QUALITY ASSURANCE (QA)
Quality Assurance (QA) ialah semua aspek yang secara kolektif maupun
individual mempengaruhi mutu produk, dari konsep design hingga produk
tersebut ditangan konsumen.Quality Assurance merupakan keseluruhan sistem
yang dibuat dengan tujuan agar seluruh produk industri farmasi yang dihasilkan
memenuhi persyaratatan mutu yang telah ditetapkan.Quality Assurance tidak
hanya seputar Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good
Manufacturing Practice) namun juga seputar Cara Berlabotarium yang baik
(Good Laboratory Practice) dan Cara Uji Klinis yang Baik (Good Clinical
Practice) serta Cara Distribusi yang Baik (Good Distribution Practices).
Departemen QA memliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk
menyusun kebijakan mutu perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang
dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan
memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat,
melaksanakan kebijakan tersebut.
A. Tujuan
Tujuan Quality Assurance ialah agar memastikan bahwa obat yang
dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan dan sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Dalam pedoman pelaksanaan CPOB terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi mutu produk diantaranya ialah :
- Kualitas dari bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan
- Proses pembuatan dan pengawasan mutu
- Bangunan dan perlatan
- Bagian yang terlibat dalam pembuatan obat

B. Persyaratan Dasar
Sistem pemasitan mutu yang benar dan tepat bagi Industri Farmasi
hendaknya memastikan bahwa :
a. Design dan pengembangan obat yang dilakukan dengan cara yang
memerhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlabotarium yang Baik
b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan
CPOB diterapkan
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian
jabatan
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar
e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama
proses (in porces controls) lain serta validasi yang perlu dilakukan
f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses,
pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi
semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil
pengujian atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen
produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari
prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari
Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir
g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian Pemasitian Mutu
(QA) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan
sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan
mutu dan pelulusan produk
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedimikan rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat
i. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu
j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
mutu produk
m. Prosedur pengelolaan ulang dievaluasi dan distejui
n. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi
proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan
C. Bagian-Bagian Quality Assurance
Quality Assurance dipimpin seorang Apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara professional. Wewenang dan tanggung jawab kepala
Bagian Pemastian Mutu (QA) termasuk :
- Mmebentuk dan menerapkan sistem mutu
- Ikut serta dalam memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan
- Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau ispeksi diri secara
berkala
- Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu (QC)
- Memprakarsai dan berpastisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok)
- Memprakarsai dan berpartsipasi dalam program validasi
- Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas
Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi
- Mengevaluasi/mengkaji catatan bets
- Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait

a. Kalibrasi
Kalibrasi merupakan serangkaian tindakan untuk menentukan tingkat
kesamaan nilai yang diperoleh dari sebuah alat ukur atau sistem akur atau
yang dipersentasikan dari pengukuran bahan dan membandingkannya
dengan nilai yang telah diketahui dari suatu acuan standar
- Kalibrasi internal, kalibrasi internal dilkukan oleh personil yang
sudah terlatih dan memiliki kompetensi,
- Kalibrasi eksternal, kalibrasi eksternal umumnya dilakukan
terhadap peralatan atau instrument yang memiliki standar kalibrasi
secara khusus dan dilakukan oleh perusahaan lain yang memiliki
kalibrator standar, umumnya dilakukan rutin setiap 6 bulan sekali
dan untuk alat yang jarang digunakan setiap 2 tahun sekali atau
sesuai dengan jadwal kalibrasi masing-masing alat atau instrument

b. Kualifikasi
Kulifikasi adalah sistem pemastian suatu peralatan yang berkaitan
dengan kinerja dari fungsinya beserta penetapan batasan nilai tertentu. Ada
4 jenis kualifikasi yaitu :
1. Kualifikasi desain
Merupakan unsur pertama dalam validasi peralatan, sistem atau
fasilitas baru dan dilakukan berdasarkan permintaan
2. Kualifikasi instalasi
Dilakukan terhadap peralatan, sistem dan fasilitas baru atau yang
dimodifikasi mencakup instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang
serta instrumental (instalasi harus sesuai dengan spesifikasi)
3. Kualifikasi Operasional
Dilakukan bila kualifikasi instalasi telah selesai, membuktikan
bahwa parmeter operasi peralatan berfungsi sesuai spesifikasinya.
4. Kualifikasi Kinerja
Dilakukan bila kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional
telah selesai, dibuktikan kapasitas kinerja dari alat sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan.

c. Validasi
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan sistem, perlengkapan
atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu
akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Dalam melakukan
validasi ada beberapa dokumen yang harus disiapkan diantaranya :
1. Rencana Induk validasi
Suatu dokumen yang menyajikan informasi mengenai program kerja
validasi perushaan. Dokumen hendaklah memberikan rincian jadwal
kerja validasi yang harus dilaksanakan
2. Protokol Validasi
Suatu rencana tertulis mulai dari bagaimana validasi akan dilaksanakan
termasuk parameter pengujian, karakteristik produk, peralatan dan
batas pengambilan keputusan terhadap hasil uji yang dapat diterima.
Jenis jenis validasi
1. Validasi Proses
Validasi proses merupakan pembuktian yang didokumentasikan
bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan
dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang
untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan
atribut mutu yang dietapkan sebelumnya validasi proses dapat
dibedakan atas :
• Validasi prospektif
Validasi prospektif dilakukan untuk produksi baru yang belum
dipasarkan, produk lama yang mengalami perubahan besar, dan
transfer product yang sudah pernah diproduksi di satu unit/cabang
dan ditransfer ke unit/cabang lain
• Validasi konkuren
Validasi konkuren dilakukan untuk produk yang sudah berjalan
dengan tingkat produksi rendah atau produk yang rutin diproduksi,
dan proses produlsi yang telah mengalami perubahan atau
modifikasi
• Validasi retrospektif
Validasi untuk produk-produk yang sudah lama dipasarkan, tetapi
belum dilakukan validasi sehingga memerlukan data validasi untuk
registrasi ulang
2. Validasi Metode Analisis
Tindakan pembuktian bahwa semua metode tetap yang digunakan
sesuai dengan tujuan penggunaanya dari selalu memberikan hasil yang
dapat dipercaya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terdapat
empat jenis yaitu, uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas,
uji batas impuritas, dan uji kuantitatif zat aktif
• Akurasi
Untuk memperoleh nilai yang sebenarnya dengan membandingkan
hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya Sebagai persentasi
perolehan kembali (recovery) dengan syarat 98-102%
• Untuk menunjukan kedekatan dari suatu seri pengukuran ynag
diperoleh dari sampel yang homogeny. Presisi dinyatakan dalam
bentuk RSD (relative standart deviasi) atau SRB (sebaran baku
relatif)
3. Validasi pembersihan
Tindakan pembuktian bahwa prosedur yang telah ditetapkan untuk
membersihkan suatu peralatan pengolahan. Hingga pengemasan primer
mampu membersihkan sisa bahan aktif dan zat pembersih yang
digunakan untuk proses pencucian dan juga dapat mengendalikan
cemaran mikroba pada tingkat yang dapat diterima. Metode
pembersihan meliputi metode apus (swab), metode pembilasan terakhir
(rinse), dan metode dengan placebo
d. Stabilitas
Stabilitas merupakan suatu proses untuk menguji ketahanan suatu produk
yang akan diedarkan. Untuk pengujian stabilitas diambil dari 1% batch per
tahun dengan menggunakan alat climatic chamber
1. Stabilitas produk baru
• On Going Stability : Pengujian dilakuakan pada bulan 0, 3, 6, 9,
12, 18, 24, 36, 48, dan 60 bulan. Dengan suhu climatic chamber 30
± 2 0C dan kelembapan relative 75 ± 5%.
• Stabilitas dipercepat. Pengujian dilakukan pada bulan 0, 1, 2, 3,
dan 6 bulan dengan suhu climatic chamber 40 ± 20C dan
kelembapan relative 75 ± 5%.
2. Stabilitas produk yang sudah beredar dan sudah tetap
Pengujian stabilitas terhadap produk-produk yang sudah beredar di
pasaran dan sudah tetap cukup dengan on going stability saja.
Gambar 1. Contoh Alat Climatic Chamber
e. Catatan Pengelolaan Batch (Batch Record)
Batch Record merupakan dokumen tertulis dapat berupa hardcopy atau
softcopy daro batch yang disiapkan selama proses pembuatan produk farmasi.
Dalam batch record tertuang data actual dari proses pembuatan produk dalam
satu batch.
Batch record biasanya terdiri dari kolom nomor batch, nama produk,
tanda tangan pengesahan, riwayat dokumen, referensi dokumen dan lain-lain.
Batch record yang baik adalah sebagai berikut:
- Menggambarkan secara detail pembuatan obat
- Proesedur pembuatan obat disusun secara berurutan dan sederhana
sehingga lengkap mudah dipahami
- Mencantumkan instruksi yang berhubungan dengan keselamatan kerja,
termasuk informasi MSDS (material safety data sheet) dari material-
material yang digunakan unutk produksi
- Instruksi-instruksi dan langkah-langkah pembuatan obat dirancang sesuai
dengan ketentuan CPOB
Batch record yang baik dapat menggambarkan proses pembuatan obat dari
awal hingga akhir. Personil reviewer Batch record akan memeriksa setiap
batch record yang masuk setiap hari dengan secara teliti. Pemeriksaan Batch
record merupakan proses akhir dari alur produksi suatu produk obat sebelum
di distribusikan.
f. Dokumentasi
Dokumentasi bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu.Dokumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam industri
farmasi untuk memastikan bahwa setiap petugas (karwayan) mendapat
instruksi yang jelas dan rinci mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya mengandalkan instruksi
secara lisan. Selain itu, dengan dokumentasi yang baik juga akan
memungkinkan ketelusuran kembali proses produksi yang telah dilakukan
apabila terdapat kesalahan selama produk tersebut dipasarkan.
Dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari informasi
manajemen yang meliputi antara lain :
- Prosedur tetap (Standar Operationg Prosedur)
- Spesifikasi (Bahan baku, pengemas, produk jadi)
- Catatan Pengelolahan Batch dan Catatan Pengemasan Batch (Batch
Processing recodrs)
- Indentifikasi (Penomoran protap, peralatan, batch)
- Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina ,
rejected)
- Protokol dan Laporan Kualifikasi/Validasi
- Dokumen registrasi
- Catatan Kalibrasi, Pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,
dan lain-lain

Kriteria Dokumentasi meliputi :


- Dokumen didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan
cermat.
- Dokumen disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil
yang sesuai dan diberi wewenang.
- Isi dokumen tidak berarti ganda; judul, sifat dan tujuannya
dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen dibuat rapi dan
mudah dicek. Dokumen hasil reproduksi jelas dan terbaca.
Reproduksi dokumen kerja dari dokumen induk tidak boleh
menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses reproduksi
- Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up-to-
date. Bila suatu dokumen direvisi, sebaiknya dijalankan suatu
sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah
tidak berlaku secara tidak sengaja
- Dokumen tidak ditulis tangan; namun, bila dokumen memerlukan
pencatatan data, maka pencatatan ini ditulis tangan dengan jelas,
terbaca, dan tidak dapat dihapus. Sebaiknya disediakan ruang yang
cukup untuk mencatat data
- Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada
dokumen ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan
memungkinkan pembacaan informasi semula. Jika perlu, alasan
perubahan dicatat. Pencatatan dibuat atau dilengkapi pada tiap
langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua
aktivitas yang signifikan mengenai pembuatan obat dapat
ditelusuri. Catatan pembuatan disimpan selama paling sedikit satu
tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi.
- Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data
elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan,
namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan
tersedia, dan akurasi catatan dicek. Apabila dokumentasi dikelola
dengan menggunakan metode pengolahan data elektronis, hanya
personil yang diberi wewenang boleh mengentri atau memodifikasi
data dalam komputer dan perubahan dan penghapusannya dicatat;
akses dibatasi dengan menggunakan kata sandi (password) atau
dengan cara lain, dan hasil entri dari data kritis dicek secara
independen. Catatan bets yang disimpan secara elektronis
sebaiknya dilindungi dengan transfer pendukung menggunakan
pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain

Secara garis besar, dokumen pembuatan obat dapat dikelompokkan


berdasarkan jenisnya, sebagai berikut :
1. Spesifikasi
a. Spesifikasi bahan baku
Mencakup :
➢ Deksripsi bahan, termasuk
o Nama yang ditentukan dan kode produk internal
o Rujukan monografi Farmakope
o Pemasok yang disetejui dan bila mungkin produsen bahan
o Standar mikrobiologi, bila ada
➢ Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan
➢ Persyaratan kualitatif dan kuantitatid dengan batas penerimaan
➢ Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
➢ Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali
b. Spesifikasi bahan pengemas :
➢ Deskripsi bahan termasuk
o Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
internal
o Rujukan monografi farmakope, bila ada
o Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan
o Standar mikrobiologis, bila ada
o Spesimen bahan pengemas cetak, termasuk zat warna
➢ Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan
➢ Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
➢ Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
➢ Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali
c. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan
Spesifikasi produk antara dan produk ruahan tersedia, apabila
produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila produk antara
digunakan untuk mengevaluasi produk jadi.Spesifikasi mirip
dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi, sesuai keperluan.
d. Spesifikasi produk jadi
➢ Nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
➢ Formula/komposisi atau rujukan
➢ Deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan,
termasuk ukuran kemasan
➢ Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan
➢ Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
➢ Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila
diperlukan
➢ Masa edar/simpan
2. Dokumen Produksi
a. Dokumen Produksi Induk yang berisi formula produksi dari suatu
produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak
tergantung dari ukuran bets
b. Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk
dan Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi
prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk
suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets
spesifik. Prosedur Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi
sebelum mendapat pengesahan untuk digunakan
c. Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan
Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi dari
masingmasing Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk, dan berisi semua data dan informasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk.
3. Dokumen Pengawasan Mutu
4. Dokumen Penyimpanan dan distribusi
5. Dokumen pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruang
dan peralatan
6. Dokumen penanganan keluhan, obat kembalian dan penarikan obat
jadi
7. Prosedur dan catatan inspeksi diri
8. Pedoman dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan
9. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
10. Kualifikasi dan Validasi
D. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).Program inspeksi
diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB
dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.Dengan
melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan
CPOB, baik yang kritis, berdampak besar maupun yang berdampak
kecil. Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB sebagai
berikut
Tingkat Kekritisan Terdiri dari antara lain
Kritis (C) a. Pencemaran silang bahan baku
Ialah kekurangan yang atau produk
mempengaruhi mutu obat dam b. Produk steril diletakkan
mengakibatkan reaksi fatal terbuka didaerah non-aseptis
terhadap kesehatan konsumen c. Air murni atau Air unutk
sampai kematian. injeksi tercemar
d. Karyawan yang belum terlatih
bekerja di daerah pengisian
sterik/aseptis
Berdampak Bear (M) a. Peralatan ukur utama tidak
Ialah kekurangan yang dikalibrasi atau diluar batas
mempengaruhi mutu ohat tetapi kalibarasi
tidak berdampak fatal terhadap b. Penyimpangan dalam proses
kesehatan konsumen tidak didokumentasi dengan
benar
c. Ketidaklengkapan pengisian
catatan batch
d. Tidak dilakukan inspeksi
terhadap perusahaan
penerimaan kontrak
Berdampak Kecil (m) a. Pembersihan gudang tidak
Ialah kekurangan yang kecil sesuai jadwal
pengaruhnya terahadap mutu b. Permukaan dinding retak
obat dan tidak berdampak c. Catatan ditulis dengan pinsil
terhadap konsumen d. Seragam kerja tidak dipakai
secara benar

Inspeksi diri dilakukan secara independen (ditunjuk secara tertulis dan


tidak dipengaruhi oleh atasan) dan rinci oleh petugas yang kompeten dari
perusahaan, yaitu yang terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai
dalam melakukan inspeksi diri.Ada manfaatnya bila juga menggunakan auditor
luar yang independen.Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan
yang berulang.
Dalam pelaksanaannya, inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai
dengan kebutuhan perusahaan. Namun program inspeksi diri yang menyeluruh
dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali setahun oleh sebuah tim inspeksi diri
yang diketahui oleh QA Manager. Tim ini harus mampu menilai secara objektif
pelaksanaan CPOB terkini pada semua bagian yang terkait dengan pembuatan
obat, termasuk berbagai dokumen yang terkait dengan bagian yang diinspeksi,
seperti protap, dokumen validasi/kualifikasi, catatan bets, dan lainlain. Frekuensi
inspeksi diri tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri dan catatan hasil inspeksi
harus disimpan dan didokumentasikan. Setelah pelaksanaan inspeksi diri, disusun
laporan inspeksi diri serta dibuat Rencana Aksi Perbaikan (Corrective Action
Plan/CAP) dan laporan dari hasil inspeksi diri yang telah dilakukan, mencakup :
- Hasil inspeksi diri
- Evaluasi serta kesimpulan
- Saran tindakan perbaikan
Untuk memperoleh standar inspeksi diri dibuat daftar periksa inspeksi diri
selengkap mungkin yang menyajikan standar minimal dan seragam. Daftar periksa
meliputi semua aspek yang disertai sejumlah pertanyaan yang bersifat umum untuk
masing-masing kategori yang mencakup antara lain :
- Personalia
- Bangunan termasuk fasilitas untuk personil
- Perawatan bangunan dan peralatan
- Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi
- Peralatan
- Pengolahan dan In Process Control (IPC)
- Pengawasan mutu
- Dokumentasi
- Sanitasi dan hygiene
- Program validasi dan re-validasi
- Kalibrasi alat atau sistem pengukuran
- Prosedur penarikan kembali obat jadi
- Penanganan keluhan
- Pengawasan label
- Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindak lanjut/tindakan perbaiakan
Daftar periksa diperbaharui secara berkala agar selalu mengikuti dan
meliputi perubahan, peraturan pemerintah dan kebijakan perusahaan.
Daftar periksa disusun sedemikian rupa sesuai dengan program pembuatan
obat yang ada di industri farmasi agar mudah digunakan oleh tim inspeksi
diri. Tim inspeksi diri dibentuk oleh Manajemen perusahaan terdiri dari
minimal 3 orang yang kompeten dan berpengalaman dalam bidangnya
masing-masing dan memahami CPOB, diketuai oleh QA Manager

• Contoh Batch Record


• Contoh Formulir Registrasi Obat
PPIC ( Production Planning & Inventory Control )
1. Pengertian PPIC
Production Planning & Inventory Control (PPIC) Production Planning and
Inventory Control (umumnya disingkat dengan PPIC) adalah bagian dari kegiatan
manajemen produksi dan persediaan. PPIC berfungsi Membuat perencanaan &
pengendalian produksi, merancang aliran kerja (workflow) organisasi mulaibahan baku
sampai barang jadi, menyusun jadwalsumberdaya dan mengeksekusinya, sehingga
dapatmemberikan pelayanan yang terbaik bagicustomer, serta meminimumkan biaya
produksi keseluruhan. PPICmerupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap
perencanaan produksi dan persediaan barang. PPICmenjembatani kebutuhan produk
yang diperlukan oleh bagian marketing dengan pabrik agar permintaan pasar terpenuhi
2. Tujuan PPIC
Tujuan dari kegiatan PPIC adalah untuk dapat melakukan perencanaan produksi
dan persediaan. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumber secara efektif
serta dapat melakukan pengendalian produksi dan persediaan dengan melakukan
penyesuaian dari perencanaan yang telah dibuat dengan kegiatan produksi sehari-hari.
Permasalahan yang harus dihadapi dalam PPIC antara lain adalah: penyesuaian apa
(dilakukan pada level sistem manufaktur), berapa banyak, kapan, siapa serta bagaimana
penyesuaian harus dilakukan. Dalam arah pengembangan sistem perencanaan dan
pengendalian produksi, Bedworth menggambarkan PPIC sebagai aliran material dan
informasi fungsi pengendalian produksi dalam kegiatan perencanaan sumber daya
manufaktur pada perusahaan.
Secara ringkas tujuan PPIC:
• Memberikan pelayanan yang terbaik bagi customer
• Mengeluarkan biaya produksi yang terendah
• Mengeluarkan biaya persediaan yang terendah
• Mengeluarkan biaya distribusi yang terendah
3. Tugas PPIC
Tugas PPIC
✓ Menyiapkan dan membuat rencana produksi.
✓ Menghitung kebutuhan bahan untuk produksi.
✓ Membuat rencana pengadaan barang berdasarkan rencana produksi dan
kondisi stok barang di gudang.
✓ Menyusun laporan barang jadi.
✓ Menyusun daftar bahan yang harus diorder berdasarkan kebutuhan.
✓ Memantau semua bahan.
✓ Membuat evaluasi hasil produksi dan hasil penjualan.
✓ Menyusun daftar klasifikasi bahan dan produk jadi.
✓ Mengolah data dan menganalisa menganai rencana dan realisasi
produksi.
✓ Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait.
Menurut sumber lain, tugas PPIC adalah :
• Menyediakan pemesanan dari bagian marketing dan menyusun rencana
produksi sesuai dengan pesanan marketing
• Memenuhi permintaan contoh produk dari bagian marketing perusahaan
serta melakukan pemantauan dalam proses pembuatan contoh produk ke
tangan konsumen langganan
• Menyusun rencana pengadaan bahan yang didasarkan atas forecast dari
marketing melalui pemantauan kondisi stock barang yang akan
diproduksi
• Melakukan monitoring pada bagain inventory pada proses produksi,
penyimpanan barang di gudang maupun yang akan didatangkan pada
perusahaan sehingga saat proses produksi yang membutuhkan bahan
dasar bisa berjalan dengan lancar dan seimbang
• Membuat jadwal proses produksi sesuai dengan waktu, routing dan
jumlah produksi yang tepat sehingga menjadikan waktu pengiriman
produk pada konsumen bisa dilakukan secara optimal dan cepat
• Menjaga keseimbangan penggunaan mesin perusahaan sehingga tidak
ada mesin produksi yang overload atau malah jarang digunakan oleh
perusahaan produksi
• Melakukan komunikasi dengan bagian marketing untuk memastikan
penyelesaian masalah produksi
Departemen PPICbertanggung jawab terhadap perencanaan produksi,
pengendalian persediaan dan melaksanakan export-import.
a. Mengatur perencanaan produksi.
Produk yang dihasilkan oleh pabrik dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Kategori A : menguasai 70% dari total penjualan selama setahun dengan
mengacu pada omset sebelumnya dan produk dari kategori ini harus sering
diproduksi tiap bulan untuk melayani permintaan pasar dan menekan modal
yang berhenti.
2. Kategori B : menguasai 20% total omset, diproduksi setiap dua bulan sekali
sesuai permintaan pasar.
3. Kategori C : menguasai 10% dari total omset dan produksi setiap empat sampai
dengan enam bulan sesuai permintaan pasar.
b. Pengendalian persediaan dan pembelian bahan.
Dalam pengendalian persediaan, pembelian bahan dibagi menjadi 3 kategori,
yaitu :
1. Kategori A : menguasai 70% dari total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
bahan dan pembelian dilakukan sesuai kebutuhan. Sebisa mungkin dihindari
terjadinya over stock karena dapat menimbulkan kerugian.
2. Kategori B : menguasai 20% dari total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
bahan dan pembelian dilakukan dua atau tiga bulan, sesuai jadwal produksi.
3. Kategori C : menguasai 10% dari total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
bahan dan pembelian dilakukan tiap tiga atau empat bulan sesuai jadwal
produksi.
Sasaran pokok perencanaan produksi:
• Ketepatan waktu dalam memenuhi janji (permintaan) pelanggan.
• Kecepatan waktu penyelesaian pesanan (permintaan) pelanggan.
• Berkurangnya biaya produksi.
• Peluncuran produk baru dan divestment (write off) produk-produk lama
berjalan lancar (teratur).

Tujuan kontrol inventory:


• Untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan.
• Untuk memperlancar proses produksi.
• Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
(stok out).
• Untuk menghadapi fluktuasi harga.
Sasaran pokok kontrol inventory adalah menghasilkan keputusan tingkat
persediaan, yang menyeimbangkan tujuan diadakannya persediaan dengan biaya
yang dikeluarkan. Jenis barang yang berada dalam kontrol inventory di
departemen PPIC meliputi bahan baku, bahan kemas, produk antara dan produk
jadi. Dalam menjalankan tugasnya, PPIC merupakan penghubung antar
departemen yang ada dalam perusahaan serta mengkoordinasikan fungsi dari
masing masing departemen yang terkait. Selain itu, PPIC juga menjadi
penghubung dengan industri farmasi lainnya.
4. Hubungan PPIC dengan departemen lain
✓ Departemen PPIC dengan departemen R&D
Kedua departemen ini bekerjasama dalam pelaksanaan launching
produk baru. Departemen R&D akan mengajukan ide tentang pembuatan
obat baru, kemudian melakukan trial formulasi untuk memperoleh
formula produk yang dianggap paling baik. Jika formula dan cara
produksi telah ditentukan, PPIC akan mengatur jadwal produksi sediaan
tersebut, baik penyediaan bahan baku maupun bahan kemas.
✓ Departemen PPIC dengan bagian marketing
Kedua departemen ini melakukan koordinasi terhadap forecast
produk jadi. PPIC akan melihat kebutuhan pasar melalui angka penjualan
bulan sebelumnya
dan PPIC bertugas mengatur stok produk jadi yang ada di gudang dan
menyesuaikannya dengan rencana penjualan marketing. Bagian
marketing juga bertugas mengatur dan mempersiapkan strategi penjualan
produk baru. Bagianmarketing juga memberi persetujuan atau penolakan
terhadap usulan tersebut dengan mempertimbangkan kebutuhan pasar
akan produk baru tersebut.
✓ Departemen PPIC dengan bagian purchasing
Kedua departemen ini bekerjasama dalam pengaturan stok bahan
baku dan bahan kemas yang dibutuhkan oleh pabrik. PPIC mengajukan
kebutuhan bahan baku dan bahan kemas kepada bagian purchasing.
Selanjunya bagian purchasingbertanggungjawab terhadap pembelian dan
ketepatan kedatangan bahan baku dan kemas tersebut sesuai dengan
jadwal produksi yang dirancang PPIC.
✓ Departemen PPIC dengan departemen produksi
Kedua departemen ini bekerjasama dalam koordinasi untuk
kelancaran proses produksi. PPIC dan produksi bertugas merancang
weekly plan. Departemen produksi akan melakukan produksi
mingguannya berdasarkan rolling production plan yang telah disusun
oleh departemen PPIC.
✓ Departemen PPIC dengan departemen pengawasan mutu (QC)
Departemen pengawasan mutu bertanggungjawab dalam
pengawasan mutu produk yang dihasilkan. Departemen pengawasan
mutu akan memanfaatkan rolling production plan yang telah disusun
oleh departemen PPIC dalam memperkirakan kebutuhan reagen untuk
pelaksanaan analisis terhadap produk.
✓ Departemen PPIC dengan departemen HRD
Berdasarkan rolling production plan yang telah disusun oleh
departemen PPIC, departemen HRD dapat memperkirakan kemungkinan
kebutuhan peningkatan personil demi mendukung pelaksanaan produksi
yang telah direncanakan.
✓ Departemen PPIC dengan bagian teknik
Bagian teknik dapat menentukan waktu perawatan mesin
berdasarkan rolling production plan yang telah disusun PPIC.
✓ Departemen PPIC dengan distributor
Distributor bertugas mendistribusikan barang jadi yang akan
dipasarkan oleh bagian marketing. Untuk itu diperlukan koordinasi
antara PPIC dan distributor terhadap penyediaan produk jadi.
✓ Departemen PPIC dengan industri lainnya
Untuk melaksanakan kerjasama dalam bentuk toll in/toll out,
PPIC akan menjadi penghubung antara PT. Zenith Pharmaceuticals
dengan industri lainnya.
Tidak sesimple definisinya, fungsi PPIC berkaitan erat dengan
fungsi Marketing, Purchasing, dan Produksi. Disamping itu Informasi
mengenai level of raw material, Work In Process (WIP), Final Product,
dan data stock opname untuk bagian Finance terutama dalam
pembuatan laporan keuangan perusahaan juga termasuk dalam tanggung
jawab PPIC.Beberapa perusahaan memiliki gaya manajemen production
planning yang tampak berbeda secara teknis, tapi secara umum fungsi ini
tidak jauh berbeda. Situasi Market menuntut produsen mampu
menerapkan strategi operasi yang paling tepat. Salah satu contohnya,
untuk menekan biaya penyimpanan, customer menuntut produsen
menerapkan model produksi make to order, dengan variasi item product
yang tinggi dan pemesanan dalam quantity kecil. Faktor ini akan sangat
mempengaruhi model system planning diperusahaan tersebut
5. Struktur Organisasi PPIC
6. Syarat agar peran PPIC optimal
• Ada rencana sales dari marketing departemen.
• Ada formula standar dari semua produk.
• Ada standar kapasitas produksi dan tenaga kerja.
• Ada standar yield dari semua produk.
• Ada pedoman waktu (delivery time) untuk pengadaan bahan atau material,
baik lokal maupun impor.
• Ada batasan minimum dan maksimum stok
• Ada koordinasi dan komunikasi yang baik dengan elemen terkait antara
bagian marketing, inventory, produksi, personalia, quality control dan F & A
(Finance & Accounting).
Perencanaan produksi dilakukan bersama oleh Departemen Production
Planning andInventory Control (PPIC) dengan Departemen Produksi
berdasarkan forecast yangditerima dari divisi marketing. Dengan forecast
tersebut, disusunlah rencana pembeliandan PPIC mengeluarkan Order
Requisition (OR) yang diserahkan ke DepartemenPurchasing (pembelian),
purschasing kemudian membuat Purshase Order (PO)/PurschaseRequest (PR),
memilih suppliers yang cocok dan diketahui oleh manajer untuk diserahkanke
Supplier. Supplier kemudian mengirimkan barang yang sesuai dengan
permintaan dandiserahkan ke gudang. Setelah barang diterima oleh bagian
gudang, bagian gudangkemudian membuat Bukti Penerimaan Barang (BPB).
Salah satu salinan BuktiPenerimaan Barang diserahkan ke Departemen Quality
Control (QC) atau QA
Sistem PPIC

7. Manfaat PPIC
• Tingkat stok bahan baku yang diperlukan akan selalu memadai, tidak
berlebihan dan tidak kurang
• Proses produksi berjalan sesuai jadwal dan permintaan konsumen dapat
terpenuhi tepat waktu
• Mesin dan peralatan produksi dapat digunakan secara optimal
• Memudahkan pekerjaan departemen penjualan (atau pemasaran),
procurement, dan keuangan melalui perencanaan produksi yang sistematis,
tingkat persediaan yang sesuai permintaan, dan laporan inventaris yang
akurat
• Mengoptimalkan manajemen persediaan serta mencegah dan mengurangi
pemborosan akibat pembelian inventaris yang berlebihan
8. Kegiatan yang dilakukan PPIC
Kegiatan yang dilakukan oleh departemen PPIC di antara lain :
❖ Penerimaan barang Penerimaan barang dilakukan oleh bagian umum atau
bagian penerimaan, baik bahan baku maupun bahan kemas.
o Bagian penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang datang, antara
lain keadaan fisik, penandaan pada barang seperti label dari pabrik
pembuat dan waktu kadaluwarsa, kelengkapan, kesesuaian dengan surat
jalan, dan Certificate of Analysis (CoA). Bila telah sesuai, maka surat jalan
ditanda tangani dan aslinya kembali ke pemasok dengan tembusan
disimpan bagian penerimaan. Bila tidak sesuai, barang di-reject dan
dikembalikan ke pemasok.
o Barang-barang yang telah dicek dan sesuai dibuatkan Memo Penerimaan
Barang yang terdiri dari 5 lembar (2 lembar berwarna putih, 1 lembar
berwarna merah, 1 lembar berwarna kuning dan 1 lembar berwarna hijau)
sebagai bukti penerimaan barang dan didistribusikan ke bagian QC,
logistik dan keuangan. Barang-barang tersebut ditempatkan di daerah
karantina dan diberi label karantina sambil menunggu pemeriksaan oleh
bagian QC.
o Barang-barang tersebut dicatat dalam Buku Ekspedisi Bahan Baku atau
Bahan Kemas.
o Bagian QC melakukan sampling bahan baku dan bahan kemas, kemudian
diberi label “Contoh Diambil” pada barang yg disampling. Petugas QC
akan mengisi Log Book yang berisi nama bahan baku, no batch dan
jumlah yang disampling pada hari itu. Jika barang release, maka diberi
label hijau “Diluluskan”. Manajer QC menandatangani Memo Penerimaan
Barang dan mengambil lembar kuning. Empat Memo Penerimaan Barang
lainnya diteruskan ke bagian logistik. Jika QC me-reject barang tersebut,
maka diberi label merah ”Ditolak” dan barang disimpan di gudang reject
untuk dikembalikan ke pemasok. Bagian QC juga harus membuat Memo
Penolakan Barang (beserta alasan penolakan) yang kemudian diserahkan
ke bagian pembelian, logistik, dan penerimaan.
o Barang yang dinyatakan release oleh bagian QC dimasukkan ke gudang
penyimpanan bahan baku atau bahan kemas. Kepala bagian Logistik akan
menandatangani Memo Penerimaan Barang dan mengambil lembar merah.
o Memo Penerimaan Barang yang lain kembali lagi ke bagian penerimaan
untuk keperluan stok barang. Bagian penerimaan menandatangani Memo
Penerimaan Barang tersebut dan kemudian mengambil lembar hijau.
Selanjutnya, Memo Penerimaan Barang dibawa ke bagian pembelian
untuk dilakukan pemastian bahwa barang telah diperiksa oleh bagian QC
untuk kemudian diserahkan ke bagian keuangan atau administrasi. Dua
lembar putih Memo Penerimaan Barang dan Surat Jalan diserahkan ke
bagian keuangan atau administrasi, kemudian ditandatangani dan dijadikan
arsip.
o Gudang merupakan salah satu sarana pendukung kegiatan produksi dan
operasi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku,
bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan. Gudang juga
berfungsi melindungi bahan dan produk dari pengaruh lingkungan luar dan
serangga. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut maka harus dilakukan
pengelolaan pergudangan secara benar atau biasa disebut manajemen
pergudangan. Manajemen pergudangan memiliki cakupan antara lain,
mengatur orang ataupetugas (SDM), mengatur penerimaan barang,
mengatur penataan/penyimpanan barang, dan mengatur pelayanan akan
permintan barang.
❖ Gudang bahan baku memiliki dua area yang berfungsi sebagai area
samplingdan area penyimpanan.
o Area sampling Area sampling merupakan tempat/ ruang khusus
dilakukannya sampling atau pengambilan contoh bahan baku dan bahan
kemas primer oleh bagian QC. Kelas ruang area sampling ini
dipersyaratkan sama dengan kelas ruang produksi atau grey area
(dikondisikan sama dengan ruang dimana bahan tersebut digunakan).
o Area Penyimpanan
Area penyimpanan adalah tempat untuk menyimpan bahan baku yang sudah
dinyatakan lolos uji oleh QC. Penataan bahan baku disusun berdasarkan
prioritas, artinya bahan baku yang sering digunakan bagian produksi
disimpan di depan supaya lebih mudah dalam pengambilan. Bahan aktif
dan bahan tambahan disimpan terpisah serta disesuaikan dengan kondisi
penyimpanan bahan, misalnya cangkang kapsul disimpan di ruang bersuhu
sejuk. Bahan cair dan mudah terbakar disimpan terpisah di ruang khusus.
Penataan bahan disesuaikan dengan jenis dan kemasan bahan, sedangkan
pengeluarannya menggunakan system FIFO dan FEFO. Untuk
memudahkan pencarian atau pengeluaran digunakan kartu stelling yang
terpasang pada setiap rak.
LINK VIDEO
→Pengantar PPIC :
https://www.youtube.com/watch?v=x16WwlEB0CA
→PPIC di Indusrtri Farmasi:
https://www.youtube.com/watch?v=OpcNSTW-x9U
→Manajemen industri & produksi industry Farmasi:
https://www.youtube.com/watch?v=hX-c2cE3bEo
→PPIC di Bina Pharmaceutical : https://www.youtube.com/watch?v=KtPu5AwWV1Y
BENTUK SEDIAAN PADAT
SEDIAAN TABLET
1. Definisi Tablet
a. Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan
atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat
diklasifikasikan sebagai tablet atau tablet kompresi(USP 26, Hal 2406)
b. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung
satu jenis obatatau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang di
gunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok. (FI III 1997)
c. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. (FI IV 1995)
d. Tablet dapat di definisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu
atau lebih zat aktif dengan atau tanpa eksperimen (yang meningkatkan mutu
sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas, kecepatan
disintegrasi, dan sifat anti lekat dan di buat dengan cara mengempa campuran
serbuk dalam mesin tablet. (Charles S.2010)
2. Alasan Pemilihan Sediaan
1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan
oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan,
penyimpanan, dan pengangkutan;
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang
tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral
untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang (tertutupi) rasanya dalam
tablet;
7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak
memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak
yang bermonogram atau berhiasan timbul;
8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet
tidak segera terjadi;
9. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus seperti tablet lepas
tunda, lepas lambat, lepas terkendali;
10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang
tidak enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik);
11. Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling mudah diproduksi secara
besar‐besaran dengan proses pengemasan yang mudah dan murah sehingga biaya
produksi lebih rendah;
12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah;
13. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
3. Jenis- jenis tablet
a. Tablet biasa / tablet telan.
Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, pecah
di lambung.
b. Tablet kunyah (chewable tablet)
Bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu dalam
mulut kemudian ditelan, umumnya tidak pahit. Dimaksudkan untuk
dikunyah sehingga meninggalkan residu yang memberikan rasa enak
di mulut. Diformulasikan untuk anak-anak, antasida dan antibiotic
tertentu. Dibuat dengan cara dikempa .biasanya digunakan manitol,
sorbitol dan sukrosa sebagai pengikat dan pengisi. Tablet kempa yang
mengandung zat aktif dan eksipien yang harus dikunyah sebelum
ditelan.
c. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles)
Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya
dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat tablet melarut
atau hancur perlahanlahan dalam mulut. Tablet yang mengandung zat
aktif dan zat-zat penawar rasa dan bau, dimaksudkan untuk disolusi
lambat dalam mulut untuk tujuan lokal pada selaput lendir mulut.
Tablet ini dibuat dengan cara tuang disebut pastilles atau dengan cara
kempa tablet menggunakan bahan dasar gula disebut trochisi.
Umumnya mengandung antibiotic, antiseptic, adstringensia.
d. Tablet larut (effervescent tablet)
Dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet mengandung
campuran zat asam dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan
dengan air akan menghasilkan CO2. Diberi wadah yang tertutup rapat
dan terlindung dari lembab, di etiket diberi tanda “bukan untuk
ditelan”. Tablet ini harus dilarutkan dalam air baru diminum.
4. Metoda
a. Granulasi Basah
- Yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi
partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam
jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat
digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan
terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit
dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak
baik.
- Prinsip dari metode granulasi basah adalahmembasahi massa tablet
dengan larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan
tertentu pula, kemudian massa basah tersebut digranulasi.
- Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan
suatu perekat/pengikat sebagai pengganti pengompakan, teknik ini
membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat
yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan
tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan
dimasukan terpisah. Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang
cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel
dan kekuatan ikatannya akan meningkat sampai titik optimal bila
jumlah cairan yang ditambahkan meningkat dalam jumlah yang
optimal. Gaya tegangan permukaan dan tekanan
kapilerpalingpentingpadaawalpembentukangranul,bilacairansudahdita
mbahkanpencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang
merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja. Jika sudah diperoleh
massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan
diberi tekanan dengan alat penggiling tujuannya agar terbentuk granul
sehingga luas permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi
lebih cepat. Setelah pengeringan, granul diayak kembali ukuran ayakan
tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet
yang akandibuat.
- Keuntungan metode granulasi basah :
• Memperoleh aliran yangbaik
• Meningkatkankompresibilitas
• Untuk mendapatkan berat jenis yangsesuai
• Mengontrolpelepasan
• Mencegah pemisahan komponen campuran selamaproses
• Distribusi keseragamankandungan
• Meningkatkan kecepatandisolusi
- Kekurangan metode granulasi basah:
• Banyak tahap dalam proses produksi yang harusdivalidasi
• Biaya cukuptinggi
• Zataktifyangsensitifterhadaplembabdanpanastidakdapatdikerjakan
dengancaraini.
• Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
b. Granulasi Kering

Penimbangan Pencampuran
Awal

Slugging

Pengayakan

Pencampuran
Akhir

Pencetakan
Tablet

Pengemasan
Primer

Pengemasan
Sekunder
c. Kempa Langsung
- Pengertian : pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat
aktif dan eksipien kering, tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.
Metode mudah, praktis, pengerjaan cepat.
- Syarat zak aktif dan eksipien :
- Zat aktif dan eksipien memiliki aliran bagus, kompresibilitas baik
- Zat aktif dosis kecil
- Zat aktif tidak tahan lembap dan panas
- Bentuk kristal (NaCl, NaBr, KCl)
- Mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet.
- Syarat maksimal fine : 12-15 % (menurut Martin dan Hoover), 15%
(menurut Tutorial Pharmacy), 10-20% (menurut RPS dan JPS).
- Keuntungan
- Lebih ekonomis karena validasi lebih sedikit
- Proses lebih singkat karena proses yang dilakukan lebih sedikit,
sehingga waktu, tenaga, mesim yang dibutuhkan lebih sedikit
- Dapat digunakan untuk zat aktif tidak tahan panas dan lembab
- Waktu hancur dan disolusi lebih baik karena tidak melewati proses
granul, tetapi langsung menjadi partikel. Tablet kempa langsung berisi
partikel halus, sehingga tidak melalui proses dari granul ke partikel
halus dahulu.
- Kekurangan
- Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan
pengisi dapat menimbulkan stratifikasi diantara granul yang
selanjutnya dapat menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat
aktif dalam tablet
- Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa
langsung karena itu biasanya digunakan zat aktif yang 30% dari
formula sehingga dibutuhkan banyak dan semakin mahal untuk
pengisi. Dalam beberapa kondisi pengisi juga dapat berinteraksi
dengan obat seperti senyawa amin dengan laktosa spray dried yang
menghasilkan warna kuning.
- Pada kempa langsung mungkin terjadi aliran statik yang terjadi selama
pencampuran dan pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif
dalam granul terganggu.
- Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus
bersifat ; mudah mengalir, kompresibilitas yang baik, kohesifitas dan
adhesifitas yang baik.
5. Alur pembuatan tablet
Alur produksi sediaan tablet dengan kempa langsung

Penimbangan Pencampuran mesin v-cone blender


Bahan baku
Bahan

Produk antara
Uji Keseragaman Ukuran
Uji Keseragaman Bobot
Waktu Hancur
High Speed Rotary
Pencetakan Tablet
Disolusi Tabletting Machine
Penetapan Kadar
Uji Kekerasan
Uji Kerapuhan (Friabilitas)
IPC
Produk ruahan

Kebocoran Strip
IPC
Kelengkapan Pengemaan primer Blistering Machine
Penandaan
Penampilan
Pengemaan skunder

Produk Jadi masuk ke


Gudang obat jadi
Alur Produksi pembuatan sediaan tablet metode granulasi basah

Pencampuran bahan obat


Bahan baku Penimbangan ditambah bahan pengisi
dicampur bahan penghancur luar
High-Speed Mixer
& Granulator
Penambahan larutan pengikat sedikit demi
(HMG)
sedikit sampai terbentuk masa yang baik.

Kadar air ,
Distribusi ukuran partikel Granulasi/
Tilting & Lifting
(Granulometri), pembentukan granul (TLT) dan Fitz Mill
Laju alir,
Sudut Istirahat, IPC Fluid Bed Dryer
Kadar Mampat, Pengeringan granul
LOD, (FBD)
Persen Kompresibilitas,
Porositas Tilting & Lifting
Pengayakan
(TLT) dan Fitz Mill

Pencampuran akhir (granul + IBC Blender


pelincir pengisi)
IPC
Homogenitas
Laju alir
Produk antara
K
Kekerasan
ketebalan IPC High Speed Rotary
Pencetakan Tablet
berat tablet Tabletting Machine

K IPC
Uji Keseragaman Ukuran
Uji Keseragaman Bobot
Produk Ruahan
Waktu Hancur
Disolusi Blistering Machine/
Pengemaan primer
Penetapan Kadar Stripping Machine
Uji Kekerasan
Uji Kerapuhan
Pengemaan skunder
(Friabilitas)

Kebocoran Strip IPC Produk Jadi masuk ke


Kelengkapan Gudang obat jadi
Penandaan
Penampilan
Alur produksi tablet metoda granulasi kering

Bahan baku Penimbangan Pencampuran Awal (Zat


mesin v-cone
aktif + penghancur +
pengisi) blender

Roller
Slugging compactor

Grinding hasil Tilting &


slugging Lifting (TLT)
dan Fitz Mill

Bobot granul Pencampuran akhir granul


Kadar zat aktif slugging dengan Fase luar IBC Blender
Distribusi ukuran partikel (pelincir dan pengisi)
Bj nyata, Bj mampat,
%kompresibilitas IPC 3
Sifat alir
Produk antara

High Speed
Organoleptis Pencetakan Tablet
Rotary
Keseragaman Bobot
IPC 3
Tabletting
Keseragaman Ukuran
Kekerasan Machine
Produk Ruahan
Kerapuhan
Waktu Hancur
Disolusi Blistering
Pengemaan primer
IPC 3 Machine/
Kebocoran Strip Stripping
Kelengkapan
Machine
Pengemaan skunder
Penandaan
Penampilan
Produk Jadi masuk ke Gudang
obat jadi
6. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet:
1. High-Speed Mixer & Granulator (HMG)

Mekanisme mesin: Pembentukan campuran/ massa basah (metode


granulasi basah)
Parameter kritis: pembentukan agitator dan pompa larutan pengikat lama
pengadukan
End-point : waktu
IPC : Pemeriaan, massa bis dimampatkan
Secara umum, prinsip kerja granulator mixer geser tinggi melibatkan
proses kunci berikut yang dapat bervariasi tergantung pada jenis mesin.
Beberapa langkah yang pada umumnya dilakukan saat menggunakan High
speed Mixer & granulator (HMG)
1. Pastikan mesin dalam keadaan bersih dan terpasang label “BERSIH”
2. Putar Switch Power ke posisi ON
3. Masukkan bubuk ke dalam wadah mesin, kemudianSecara otomatis
pengaturan mesin akan menambahkan pengikat (cairan granulasi)
4. Bubuk kemudian menjadi basah
5. Kristal bubuk mulai terbentuk (nukleasi)
6. Densifikasikan bubuk
7. Ketika bubuk memasuki ruang pencampuran, Maka akan disemprotkan
dengan cairan dari nosel. Selama pengoprasian, impeler dan hopper
mixer produk membentuk butiran bubuk bulat dan kuat.
2. Fluid Bed Dryer (FBD)

Mekanisme mesin: mesin teridiri dari blower, container dan sistem AHU.
Blower akan menghirup udara panas yang dikeluarkan AHU dengan
kecepatan dan suhu tertentu sehingga granul basah terfluidasi
Parameter kritis: air flow, RH (inlet dan outlet), inlet damper position,
waktu, suhu inlet, shaking time dan interval (filter)
End point : suhu outlet/ suhu produk
IPC : LOD dan pemerian
FBD (Fluid Bed Dryer) : adalah sistem pengeringan yang lebih sesuai
untuk bahan/material yang bobotnya relatif ringan (berbentuk granul,
kristal, tepung) dengan mekanisme secara umum adalah sebagai berikut :
Bahan/material yang akan dikeringkan kemudian dimasukan secara
konstan dan kontinyu kedalam ruang pengering kemudain akan didorong
oleh udara panas yang terkontrol dengan volume dan tekanan tertentu.
Selanjutnya untuk bahan/material yang sudah kering (bobotnya sudah
lebih ringan) akan keluar dari ruang pengeringan menuju siklon untuk
ditangkap dan dipisahkan dari udara, namun untuk material yang lebih
halus akan ditangkap oleh fulsejet filter bag.
Hal yang perlu diperhatikan dalam Sistem Fluid Bed Dryer adalah
pengaturan yang baik antara takanan udara, tingkat perpindahan panas dan
waktu pengeringan. Sehingga tudak timbul benturan atau gesekan bahan
pada saat proses pengeringan berlangsung. Untuk bahan yang lengket atau
memiliki kadar air yang tinggi sangat beresiko untuk mengaplikasikan
sistem FBD ini. Keadaan sperti ini perlu dilakukan pengkondisian awal
yaitu mencampurnya dengan bahan/material kering terlebih dahulu agar
tidak menimbulkan masalah pada unit siklon.
3. Tilting & Lifting (TLT) dan Fitz Mill

Mekanisme mesin: pembentuk granul dan menyeragamkan ukutan partikel


(cupmill, ocilating dan vibrasi)
Parameter: kecepatan pencacah
End-point : Granul habis di ayak
IPC :Pemeriaan, distribusi ukuran partikel, laju alir
Fitz Mill adalah suatu alat yang digunakan untuk menghaluskan bahan
baku granul untuk dijadikan serbuk yang lebih halus. alat ini terbuat dari
bahan food grade dimana material yang berinteraksi langsung dengan
product menggunakan bahan SS316L dan untuk material yang tidak
bersentuhan langsung dengan product menggunakan bahan SS314.
4. IBC Blender

Mekanisme mesin: penambahan glidan, pencampuran hingga homogen


Parameter kritis: kecepatan, waktu
End point: waktu
IPC : Pemeriaan, homogenitas
Cara menggunakan alat:
1. Pastikan mesin dalam keadaan bersih dan terpasang label “BERSIH”
2. Pastikan Compressed Air Supply sudah siap 6-8 bar dan Pintu
Safety/Ruang Mesin Tertutup rapat
3. Setelah semua granul masuk ke dalam BIN Container tutup sebagian
discharge port atas dan pastikan tertutup rapat
4. Putar Switch Power ke posisi ON
5. Putar Switch Power ke posisi 1 untuk mengoperasikan lift. Posisikan
bagian lengan penghubung BIN Container dengan mengarahkan
Joystick ke arah bawah sampai lampu “Connecting OBC Position”
menyala
6. Hubungkan BIN Container ke pegangan pengunci lift, kemudian
kencangkan baut clamp pada masing-masing lengan penghubung
menggunakan kunci khusus sampai Pressure Gauge menunjukkan
angka 6-8 bar
7. Release pressure dengan memutar knob release air pressure pada sisi
belakang lift sampai angka pressure gauge yang berada di lengan
penghubung lift dan BIN Container menunjukkan angka 6-8 bar dan
mesin dapat dioperasikan jika lampu indikator pada mesin menyala
berwarna hijau
8. Pastikan di dalam ruang mesin tidak ada benda yang menghalangi lift
dan BIN Container pada saat berputar
9. Kemudian tutup pintu ruang mixing dengan benar hingga lampu Door
Close pada kontrol menyala
10. Naikkan lift dengan mengarahkan joystick ke arah atas hingga lampu
Blending Position pada kontrol panel menyala
11. Atur waktu dengan mengatur pada Time Setting dan kecepatan dengan
memutar knob speed untuk putaran BIN Container pada kontrol panel
sesuai dengan yang tertera pada batch file
12. Kemudian putar Switch Mode ke posisi Blend dan tekan tombol Reset
kemudian tekan tombol Start pada kontrol panel maka mesin akan
beroperasi
13. Jika waktu mixing yang ditentukan sudah selesai mesin akan berhenti
berputar secara otomatis dengan posisi veritical (jika saat berhenti
posisi BIN Container tidak vertical. Tekan tombol Vertical Return
untuk memposisikan BIN Container pada posisi vertical)
14. Siapkan wadah /container untuk menampung granul tepat di bawah
Discaher Hole, sesuaikan jarak antara Discharge Hole dengan
wadah/container penampung dengan mengarahkan joystick ke arah
bawah
15. Buka discharge hole dengan memutar tuas Valve ke bawah , jika
wadah/container penampung tidak cukup maka tutup Discharge Hole
dengan memutarkan tuas Valve ke posisi samping dan siapkan serta
letakkan kembali wadah/container penampung lainnya di bawah
Discharge Hole, keluarkan hingga granul tyang terdapat di dalam BIN
Container habis dan tutup kembali Valve
16. Angkat wadah /container penampung yang sudah terisi granul dari
bawah BIN Container
17. Turunkan BIN Container dengan mengarahkan joystick ke arah bawah
sampai lampu Connecting IBC Position pada kontrol panel menyala
dan kendurkan baut kemudian lepaskan clamp pengunci BIN
Container terhadap lift, pindahkan BIN Container ke Ruang Washing
untuk dicuci
18. Timbang granul yang sudah selesai diproses dan tempelkan label
“KARANTINA” produk pad wadah/container penampung dan simpan
di Ruang WIP
5. High Speed Rotary Tabletting Machine
Mekanisme mesin: pengisian bulk ke dalam dies -> tekanan 2 kali ->
tablet
Parameter kritis : kecepatan, tekanan, volume (feeding)
End-point: bulk habis
IPC : Pemeriaan, bobot, kekerasan, keregasan, dimensi, waktu hancur.
Cara menggunakan :
1. Tahap Pengisian Bubuk: tempatkan bubuk di hopper dari tempat itu
akan mengalir ke sistem perkakas mesin siap untuk kompresi. Karena
bentuk geometris dari semua hopper, bubuk ini akan mengalir ke
sistem perkakas tablet press
2. Proses Powder Metering : Proses pembuatan tablet melibatkan
pengisian yang tepat dan kompresi bubuk di dalam rongga cetakan.
Oleh karena itu, mesin harus memindahkan bubuk berlebih yang
mungkin menjadi sumber segala bentuk inkonsistensi. Pada tahap ini,
mesin press tablet rotari harus memastikan pengisian rongga cetakan
yang akurat. Harus mencakup volume dan berat bubuk yang
diinginkan yang harus dikompres menjadi tablet. Selama proses ini,
cam bagian bawah turret bergerak ke atas ke tingkat yang telah
ditentukan.

3. Proses Kompresi Tablet


Pada dasarnya, mesin ini mendapatkan namanya "rotary tablet press"
dari fakta bahwa ia memiliki menara putar. Menara inilah yang
memegang sistem perkakas tablet. Biasanya, kapasitas produksi
tergantung pada ukuran menara putar mesin press tablet. Dalam
kebanyakan kasus, Anda dapat membagi turet menjadi beberapa
bagian utama berikut:
a. Punch atas
b. Punch bawah
c. Die
Bubuk yang diisi penuh, kemudian pukulan atas dan bawah mulai
menekan bubuk dengan jumlah tekanan yang ditentukan sebelumnya
agar terbentuk tablet dengan ukuran dan kedalaman yang tepat. Proses
pra-kompresi menghilangkan jejak udara yang mungkin ada dalam
partikel bubuk. Dari tahap pra-kompresi, kemudian bergerak ke
kompresi utama. Kompresor utama memberikan kekuatan yang
signifikan yang memadatkan bubuk hingga ketebalan dan kekerasan
yang diinginkan. Ini karena tekanan yang diberikan oleh serangkaian
pukulan gulungan tekanan.
4. Tablet Discharge
Pada tahap ini, Cams atas akan menarik pukulan atas kembali ke posisi
awal mereka. Di sisi lain, pukulan bagian bawah terangkat. Akibatnya,
pukulan yang lebih rendah mendorong tablet yang sudah diproses
keluar dari rongga cetakan. Scraper kemudian akan menggeser tablet
dari mesin kompresi ke wadah penampung.
6. Blistering Machine (Dwankei 4000A)
Mekanisme mesin : transfer produk dari hopper ke pocket blister dan
disealing dengan suhu dan tekanan tertentu yang kemudian digunting
sesuai spesifikasi.
Parameter kritis : feeder, suhu forming, suhu sealing, change part,
kecepatan, identitas.
End-point : sampai habis
IPC : Pemeriaan, identitas, tes kebocoran
Cara menggunakan:
1. Hidupkan mesin dengan memutar main breaker ke posisi “1”
2. Lalu mulai pengoperasian pada panel dengan memutar “Main Switch
Power” ke posisi 1
3. Putar ”Switch Inching” ke posisi 1
4. Putar “Switch Heater” untuk menghidupkan “Sealing Heater”
ke posisi 1
5. Putar “Switch Thermo Forming” untuk menghidupkan “Lower
Heater” dan “Upper Heater” ke posisi 1. Kemudian atur suhunya
sesuai dengan yang tertera pada batch file
6. Selanjutnya putar “Switch Transport Conveyor” ke posisi 1 jika
switch berfungsi maka PVC yang telah terpasang akan terjepit pada
conveying dan siap berjalan
7. Tekan tombol motor start warna hijau pada panel untuk
memposisikan motor penggerak dalam status Stand By persiapan
mesin beroperasi menghidupkan motor
8. Tekan tombol Start warna hijau maka mesin mulai berjalan
9. Atur Speed/kecepatan mesin dengan cara memutar tuas yang berada
di belakang mesin
10. Tekan tombol start warna hijau maka mesin mulai beroperasi
Prosedur mematikan Mesin Chiller
1. Tekan tombol warna merah ke posisi Off
2. Lepaskan kabel power dari sumber listrik
Prosedur Mematikan Mesin Blister Duan Kwei
1. Pada operation panel tekan tombol motor stop dan tombol stop warna
merah maka lampu indikator pada tombol motor stop dan tombol stop
akan padam
2. Masih dalam panel yang sama putar switch station, forming station,
slitting station, punching station, transport conveyor ke posisi 0
3. Pada operation panel putar Main Switch, Lower Heater, Upper Heater,
Sealing Heater ke posisi 0
4. Putar Main Brekaer ke posisi 0 lalu lepaskan steker dari stop kontak
5. Jka terjadi masalah pada mesin saat beroperasi tekan tombol
EMERGENCY warna merah pada panel .
7. Stripping Machine

Mekanisme mesin: Transfer produk ke dalam dua PLCN dengan proses


pemanasan pada suhu tertentu (sealing) yang di potong berdasarkan
spesifikasi.
Parameter kritis : suhu, tekanan, kecepatan
End-point: tablet habis.
IPC : Pemeriaan, identitas, tes kebocoran.
8. Mesin v- mixer

V-Mixer : sebuah alat atau mesin yang berfungsi untuk mencampur bahan
berbentuk serbuk atau fouder seperti rempah rempah, granul kering, biji
bijian dll. Mesin ini memang bentuknya mirip seperti huruf “V” . Cara
kerja mesin ini adaalah bahan yang sudah di dimasukan ke dalam Chamber
akan diaduk dengan cara diputar baik aitu satu araha atau bolak balik
sampai produck benar benar tercampur dengan rat.mesin ini dilengkapi
dengan pagar aut
9. Roller compactor

Prinsip kerja mesin roller compactor


1. Campuran bubuk ditaruh di hopper. Bubuk akan mengalir ke sistem roller
2. Dua rol berputar berlawanan arah jarum jam, mengompresi bubuk menjadi
serpihan atau pita yang sesuai
3. Mesin akan menggiling pita ke bentuk dan ukuran yang diperlukan.
Bagian mesin ini memiliki saringan yang hanya memungkinkan ukuran
butiran yang tepat untuk melewatinya
4. Pada saat yang sama, mesin meresirkulasi partikel sangat kecil kembali ke
sistem.
7. Eksipien Tablet
a. Bahan pengisi /Fillers / Diluent
- Bahan pengisi dibutuhkan untuk membuat bulk (menambah bobot
sehingga memiliki bobot yang sesuai untuk dikempa), memperbaiki
kompresibilitas dan sifat alir bahan aktif yang sulit dikempa serta
untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempalangsung.
Bahan pengisi dapat dibagi berdasarkan katagori: material organik
(karbohidrat dan modifikasi karbohidrat), material anorganik (kalsium
fosfat dan lainnya), serta coprocessed diluents. Jumlah bahan pengisi
yang dibutuhkan bervariasi, berkisar 5-80% dari bobot tablet
(tergantung jumlah zat aktif dan bobot tablet yang diinginkan).
Macam-macam bahan pengisi tablet

b. Pengikat / Binders
- Binders atau bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering
dan bentuk larutan (lebih pengikat berfungsi memberi daya adhesi
pada massa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk
menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan efektif). Bahan
pengikat secara umum dapat dibedakan menjadi: pengikat dari alam,
polimer sintetik/semisintetik dan gula.
Pengikat yang biasanya digunakan dalam granulasi basah :
Bahan pengikat yang umum digunakan pada kempa langsung :

c. Penghancur /Disintegrans
- Untuk mempercepat disintegrasi tablet, maka ditambahkan
disintegran/bahan penghancur. Bahan penghancur akan membantu
hancurnya tablet menjadi granul, selanjutnya menjadi partikel partikel
penyusun sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi tablet.
Jenis dan konsentrasi bahan penghancur
d. Bahan pelicin
Bahan pelicin sebagai eksipien mempunyai 3 fungsi, yaitu:
1. Lubricants
Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara
permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi.
Lubrikan ditambahkan pada pencampuran akhir/final mixing, sebelum proses
pengempaan. Lubrikan dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya dalam
air yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam air.

2. Glidants
Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan/meningkatkan
fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi
die dalam jumlah yang seragam.
Tipe dan jumlah glidan yang biasa digunakan
3. Antiadherents
Antiadherents adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya (sticking)
permukaan tablet padapunch atas dan punch bawah. Talk, magnesium stearat
dan amilum jagung merupakan material yang memiliki sifat antiadherent yang
sangat baik.
Daftar antiadherent yang biasa digunakan

e. Pewarna dan Pigmen


Bahan pewarna tidak mempunyai aktifitas terapetik, dan tidak dapat
meningkatkan bioavailabilitas atau stabilitas produk, tetapi pewarna
ditambahkan kedalam sediaan tablet untuk fungsi menutupi warna obat yg
kurang baik, identifikasi produk, dan untuk membuat suatu produk lebih
menarik (aesthetic appearance and brand image in the market).
Jenis pewarna (sintetik)
f. Pemanis dan , FLAVORS
Penambahan Pemanis dan pemberi rasa biasanya hanya untuk tablet-tablet
kunyah, hisap, buccal, sublingual, effervescent dan tablet lain yg dimaksudkan
untuk hancur atau larut dimulut.
Beberapa pemanis yang umum digunakan

8. Syarat Zat Aktif yang Bisa Dibuat Tablet


a. Granulasi Basah
Zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang
sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak
baik.
b. Granulasi Kering
Zat aktif yang memiliki dosis efektif yang terlalu tinggi untuk dikempa
langsung atau zat aktif yang sensitif terhadap pemanasan dan kelembaban,
Zat aktif susah mengalir
c. Metode Kempa Langsung,
Zat aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif
yang kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan
lembab.
d. Metode semi granulasi dasar dan Granulasi terpisah
Metode ini dilakukan jika terdapat dua atau lebih zat aktif yang akan
dibuat dalam satu sediaan tablet dan kedua atau lebih zat aktif tersebut
memiliki sifat yang berbeda
9. Evaluasi Granul dan Tablet
Evaluasi Granul
1. Uji Homogenitas
▪ Tujuan : Memastikan bahwa zat aktif terdistribusi merata didalam
campuran
▪ Prinsip : (pilih salah satu dari di bawah ini, sesuaikan dengan sediaan
kita)
1. Visual, jika serbuk berwarna
2. Menetapkan kadar zat aktif dengan cara sampling pada beberapa
titik (atas, tengah, bawah) wadah pencampur
▪ Interpretasi Hasil : Campuran dinyatakan homogen jika: (pilih salah satu
dari di bawah ini, sesuaikan dengan yang dilakukan)
1. Warna terdistribusi merata dalam campuran
2. Kadar zat aktif pada beberapa titik sama
2. Kandungan Lembab (Kadar Air)
▪ Prinsip : alat akan menentukan secara otomatis persentase massa yang
hilang (air, komponen yang mudah menguap) selama pemanasan pada
suhu tertentu (70°C)
▪ Tujuan : Mengontrol kandungan lembab granul sehingga dapat
mengantisipasi masalah yang terjadi selama proses pengempaan tablet,
terutama kandungan lembab menjadi faktor penyebabnya

▪ Alat: Moisture balance


▪ Interpretasi Hasil : Kadar air yang baik 2-4%

Cara pakaimoisture balance:


Ditimbang 5 g granul dan diletakkan pada piring timbangan sebelah kiri
dan posisi lampu diletakkan pada ketinggian 6 cm sehingga bisa mencapai
suhu 105°C. Perhatikan skala kadar air pada posisi nol kemudian lampu
dihidupkan. Perhatikan jika granul mulai mongering, skala keseimbanan
berubah. Dengan bantuan knop indicator, skala keseimbangan dapat
digerakkan agar tercapai kembali. Bila indikaator keseimbangan sudah
kembali maka granul benar-benar kering dan skala dapat dibaca. Granul
kering ditimbang dan kandungan air dibaca.
𝑤1−𝑤2
Kandungan air = ( ) x 100 %
𝑤1

W1 = Berat granul awal (gram)


W2 = berat granul basah
3. Sifat Aliran/ Kecepatan Alir (Aulton, 1988; Liebermann &
Lachman, 1986)
Uji sifat alir terdapat dua metode untuk mengujinya yang
perrtama dengan metode corong dan yang kedua yaitu metode sudut
istirahat. Prinsip dari metode sudut istirahat ini yaitu pengukuran sudut
yang terbentuk dari lereng tumbuhan granul yang mengalir bebas dari
corong terhadap suau bidang datar.
▪ Alat : corong alat uji waktu alir
▪ Caranya :
a. timbang seksama 25 gram granul tempatkan pada corong alat
b. uji waktu alir dalam keadaan tertutup
c. buka penutupnya biarkan granul mengalir
d. catat waktu (gunakan stopwatch)
e. lakukan sebanyak 3 kali
f. kemudian untuk mengukur sudut isirahat dengan menghitung jari-
jari dan tinggi dari tumpukan granul setelah metode corong.
g. Kemudian masukan dalam rumus, dan didapat α yang menentukan
kecepatan alir dari suatu granul tersebut
▪ Persyaratan : 100 gram granul waktu alirnya tidak lebih dari 10
detik (> 10 g/detik).
▪ Metode sudut istrahat ini mempunyai nilai α = arc tag h/r, dimana :
α 25-35o = sangat mudah mengalir
α 30-38o = mudah mengalir
α >38o = kurang mengalir
4. % Kompresibilitas
▪ Alat : Jolting Volumeter

▪ Caranya :
a. Timbang 100 g granul masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat
volumenya,
b. kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan dengan
alat uji, catat volume uji sebelum dimampatkan (Vo)
c. volume setelah dimampatkan dengan pengetukan 500 kali (V).
▪ Perhitungan :
V0−V500
I= x 100%
V0

Keterangan :
I = indeks kompresibilitas (%);
Vo = volume granul sebelum dimampatkan (mL);
V500 = volume granul setelah dimampatkan sebanyak 500 kali ketuk
(mL).
Syarat : tidak lebih dari 20%.
5. Distribuasi Ukuran Granul (Granulometri)
▪ Alat : Sieve Shaker

▪ Caranya :
a. Masukan sejumlah 100 gram granul diletakan di atas ayakan yang
telah tersusun dan ditara
b. Mulai dari ayakan mesh 20 smapai dengan ayakan mesh 100 pada
alat sieve shaker
c. Setelah pengujian selesai, masing-masing ayakan ditimbang
kembali dan dihitung distribusi granul pada tiap-tiap ayakan (%)
6. Bobot Jenis
Evaluasi granul dengan bobot jenis ini yaitu dengan mengetahui bobot
jenis pada granul tersebut, mulai dari bobot nyata, bobit mampat dan
bobot sejati. Evaluasi bobot jenis sejati ini dilakukan menggunakan alat
piknometer.
• Bobot jenis nyata
𝑤
𝜌=
𝑣
Dimana :
W = bobot granul
V =volume granul tanpa pemampatan
• Bobot jenis mampat
𝑤
𝜌𝑛 =
𝑉𝑛
• Bobot jenis sejati
(𝑏 − 𝑎)𝑥𝐵𝑗 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑠𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖
=
(𝑏 + 𝑑) − (𝑎 + 𝑐)
Dimana :
a = bobot piknometer kosong
b = bobot piknometer + 1 gram granul
c = bobot piknometer + 1 gram granul + cairan pendispersi
d = bobot piknometer + cairan pendispersi
Uji Mutu Farmasetik Sediaan Akhir (Tablet)
A. Evaluasi Fisik:
1. Keseragaman Bobot
Farmakope Indonesia memberi aturan cara uji keseragaman
bobot dan batas toleransi yang masih dapat diterima, yaitu tablet tidak
bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan.
Caranya :
1) Timbang 20 tablet satu per satu, hitung bobot rata-ratanya dan
penyimpangan bobot rataratanya. Persyaratan keseragaman
bobot terpenuhi jika tidak lebih dari dua tablet yang masing-
masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar
dari harga yang ditetapkan pada kolom A, dan tidak satu pun
tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
besar dari harga yang ditetapkan pada kolom B.
2) Apabila tidak mencukupi dari 20 tablet, dapat digunakan 10
tablet, tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih
dari bobot rata-rata yang ditetapkan pada kolom B.
Bobot Rata-Rata Penyimpangan Bobot Rata-Rata (%)
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26 mg – 150 mg 10 % 20 %
151 mg – 300 mg 7,5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5% 10 %
2. Kekerasan Tablet
Uji ini digunakan untuk mengetahui kekerasan tablet agar
tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet erat
hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet, dan waktu hancur
tablet.
▪ .Alat : Hardness Tester

▪ Caranya : ambil 20 tablet ukur kekerasan menggunakan alat


heardness tester, kemudian hitung rata-rata dan standard deviation
(SD)
▪ Persyaratan : ukuran yang didapat per tablet minimal 4 kg/cm2
maksimal 10 kg/cm2
3. Keseragaman Ukuran
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1
1/3 tebal tablet.
• Alat : Jangka Sorong
• Caranya : menggunakan 20 tablet kemudian diukur diameter
dan ketebalan tablet tersebut, kemudian dihitung rata-ratanya.
4. Uji Disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari
bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif
sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung
dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya
adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep
(Ansel, 1985).
Alat 1. Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca
atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam
yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah
tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran
sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada
37º ± 0,5 ºC selama pengujian berlangsung dan.menjaga agar gerakan
air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk
lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan,
goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat
perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan
pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian berlangsung.
Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar
setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm
hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas
wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat
digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik
dari sumbu vertikal wadah berputar dengan halus dan tanpa goyangan
yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga
memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki
dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam
masing‐masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.
Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari
pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis
sesuai dengan spesifikasi.Kecuali dinyatakan lain dalam
masing‐masing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat juga
digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm).
Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal
pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang
adalah 25 mm ± 2 mm selama pengujian berlangsung.
Alat 2. Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung
yang terdiri daridaun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada
pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dan 2 mm pada
setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa
goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar
daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi pada Gambar 2.
Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam
yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut
inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah
sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak
bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan
untuk mencegah mengapungnya sediaan.
▪ Media disolusi
Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi. Bila Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur
pH larutan sedemikian hingga berada dalam batas 0,05 satuan
pH yang tertera pada masing-masing monografi.
▪ Waktu
Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pemgujian
dapat diakhiri dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan
jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi. Bila dinyatakan
dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu
yang ditentukan dengan toleransi ± 2%.
▪ Prosedur
Masukkan sejumlah volume media disolusi seperti yang tertera
dalam masing-masing monografi ke dalam wadah, pasang alat,
biarkan media disolusi hingga suhu 370±0,50, dan angkat
thermometer. Masukkan 1 tablet atau 1 kapsul ke dalam alat,
hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang diuji
dansegera jalankan alat pad laju kecepatan masing-masing
monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan atau pada tiap
waktu yang dinyatakan, ambil cuplikan pada bagian pertengahan
antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang
berputar atau daun dari alat gayung, tidak kurang 1 cm dari
dinding wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam
masing-masing monografi. Lanjutkan pengujian terhadap bentuk
sediaaan tambahan.
• Interpretasi
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari
sediaan yang diuji sesuai dengan table penerimaan. Lanjutkan
pengujian samapai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian
memenuhi tahap S1 atau S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang
terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi,
dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan
15% dalam table adalah persentase kadar pada etiket, dengan
demikian mempunyai arti yang sama dengan Q.
5. Uji Waktu Hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur
yang tertera dalam masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak
menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan
dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa
alat uji merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas.
▪ Alat : Disintegration Tester
▪ Caranya :
a. Tablet yang akan diuji (sebanyak 6 tablet) dimasukkan dalam
tiap tube,
b. Ditutup dengan penutup dan dinaik-turunkan ke ranjang
tersebut dalam medium air dengan suhu 37o ± 20C.
c. Dalam monografi yang lain disebutkan mediumnya
merupakan simulasi larutan gastrik (gastric fluid).
d. Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling
terakhir hancur.
▪ Pernyaratan : waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah
kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut
nonenterik kurang dari 30 menit. Sementara untuk tablet salut
enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam medium
asam, dan harus segera hancur dalam medium basa (Sulaiman,
2007).
6. Uji Kerapuhan (Friabilitas)
Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet
digunjang. Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan
terutama pada waktu tablet akan dilapisi (coating). Kerapuhan
merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan
tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi
pada permukaan tablet.
▪ Alat : Friability Tester.
▪ Caranya : Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet,
terlebih dahulu dibebas debukan dan ditimbang. Tablet tersebut
selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan diputar
sebanyak 100 putaran (4 menit). Tablet tersebut selanjutnya
ditimbang kembali, dan dihitung persentase kehilangan bobot
sebelum dan sesudah perlakuan.
F = W0-W1 x 100%
W0
Keterangan :
- F = % Friabilitas
- W0 = Bobot sebelum pengujian
- W1 = Bobot setelah pengujian
▪ Persyaratan : Tablet dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih
dari 1%.
Pemeriksaan Strip
- Uji Kebocoran
Mekanisme :
a. Strip direndam dalam alat uji kebocoran strip yang berisi cairan metilen
blue selama 2 menit.
b. Dilihat apakah ada kebocoran pada strip tersebut dengan cara membuka
strip satu per satu.
c. Jika ada kebocoran maka petugas IPC akan memberitahu operator
kemudian operator memperbaiki mesin striping.
- Uji kesesuaian nomor batch dan expired date pada strip

10. Formula
Granulasi Basah dan Granulasi Kering :
Fasa Dalam (92%) :
- Zat aktif
- Pengisi
- Pengikat
- Penghancur dalam (menghancurkan granul jadi partikel)
Fasa Luar (8%) :
- Pelincir
- Penghancur luar (menghancurkan tablet jadi granul)
1. Granulasi Basah
a. Pengikat Mucilago Amili = Pengeringan granul memerlukan
waktu yang lebih lama dan memerlukan suhu pengeringa yang
tinggi, tidak bisa untuk zat yang terhidrolisis dan zat yang tidak
stabil pemanasan karena suhu pengeringan 40-70oC
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering (penghancur dalam) = 10% bobot total
Mucilago amili = 10% bobot atau 1/3 dari bobot total
Laktulosa (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering (penghancur luar) = 5%
b. Pengikat PVP = untuk zat yang sukar dikompresi, jika zat aktif
tidak tahan panas dan mudah terhidrolisis dapat digunakan
etanol sebagai cairan pengikat karena PVP bisa larut etanol dan
air, sehingga waktu pengeringan jadi lebih singkat.
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering (penghancur dalam) = 10% bobot total
PVP = 2% dari bobot total
Etanol = qs
Laktulosa (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering (penghancur luar) = 5%
c. Amilum kering sebagai penghancur dalam yang kurang baik saat
pengranulan karena terlalu banyak air yang masuk oleh karena
itu dapat diganti dengan penghancur lain seperti ac-di-sol (±3%)
untuk memperbaiki waktu hancur. Tetapi karena mahal dapat
diganti dengan starch 1500 atau primogel/eksplotab dengan PVP
sebagai pengikat. Starch 1500 dan eksplotab biasa digunakan
untuk fasa luar jarang untuk fasa dalam
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
PVP = 2% dari bobot total
Ac-di-sol = ± 3%
Etanol = qs
Laktulosa (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Ac-di-sol = 3 % atau
Eksplotab = 5 % atau
Starch 1500 = 5 %
d. Laktulosa sebagai pengisi dapat digantikan oleh avicel agar
memperoleh tablet yang lebih baik (karena kompresibilitas dan
sifat alir laktulosa kurang baik). Terdapat 3 jenis avicel : avicel
pH 101 (berbentuk serbuk, umumnya digunakan untuk granulasi
basah), avicel pH 102 (berbentuk granul, umumnya digunakan
untuk granulasi kering dan kompresi langsung), avicel pH 103
(berbentuk granul dengan ukuran lebih kecil dan dapat
menghasilkan waktu hancur yang lebih cepat). Menggunakan
PVP sebagai pengikat dan ac-di-sol sebagai penghancur.
- Fase Dalam (92%)
Zat aktif = sesuai dosis
PVP = 2% dari bobot total
Ac-di-sol = ± 3%
Etanol = qs
Avicel (pengisi) = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Ac-di-sol = 3 % atau
Eksplotab = 5 % atau
Starch 1500 = 5 %
2. Granulasi Kering :
a. Untuk zat aktif tahan panas dan lembab
- Fasa dalam (92%) :
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering = 10%
PVP = 5%
Laktosa = qs
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering = 5%
Pembuatan : Fasa dalam + ½ fasa luar (hanya ½ talkum dan mg
stearat) = 92% + 1,5% = 93,5%, kemudian dicetak dan
dihancurkan(slug) hingga kecepatalan alir 4 g/s. Setelah jadi slug
ditambah sisa ½ FL (1,5% mg stearat dan talkum + amilum kering).
b. Pengisi dapat diganti dari laktosa ke avicel untuk menjadikan tablet
lebih baik.
- Fasa dalam (92%) :
Zat aktif = sesuai dosis
Amilum kering = 10%
PVP = 5%
Avicel = qs\
- Fasa Luar (8%)
Mg stearat (pelincir) = 1 %
Talk (pelincir) = 2 %
Amilum kering = 5%

3. Kempa Langsung : zat aktif tidak tahan panas dan dosis kecil, dengan
syarat zat aktif memiliki sifat alir bagus, kohesif dan kompresibilitas
baik.
- Zat aktif = sesuai dosis
Laktosa spray dried = qs
Mg stearat = 1 %
Talk = 2%
Amilum kering = 5%
- Kombinasi avicel + eksplotab. Avicel memiliki kompresibilitas yang
baik tetapi aliran kurang baik. Oleh karena itu digunakan eksplotab
sebagai penghancur untuk memperbaiki aliran.
Zat aktif = sesuai dosis
Avicel : eksplotab (3:7) = qs
Mg stearat = 1 %
Talk = 2%
Amilum kering = 5%
- Kombinasi starch 1500 dan avicel (3:1) yang dikenal sebagai “runner
powder” yang memiliki kompresibilitas dan aliran yang baik, tetapi
daya hancur yang tidak bagus sehingga dapat digunakan penghancur
luar seperti amilum kering, eksplotab, ac-di-sol.
Zat aktif = sesuai dosis
Avicel : starch 1500 (3:1) = qs
Mg stearat = 1 %
Talk = 2%
Amilum kering = 5% atau
Eksplotab = 5% atau
Ac-dic-sol = 3%
Contoh Formula :
1. Granulasi Basah
- Pengikat Mucilago Amili

- Pengikat PVP
92
Fase dalam = 92% = 100 × 25 𝑚𝑔 = 23 𝑔

Granul yang dimisalkan (diperoleh) = 22,5 gram


Parasetamol = 320 mg x 50 = 16 g
10
Amilum = 100 × 22,5 𝑚𝑔 = 2,25 𝑚𝑔

Pvp 1,75% =1,75% × 22,5 𝑚𝑔 = 0,39375𝑚𝑔


Avicel 102 = 23 g – (16 𝑔 + 2,25𝑔 + 0,39375𝑔)
= 23 𝑔 − 18,64𝑔 = 4,36𝑔
Avicel 102 : Laktosa (1:1) = 2,18 g : 2,18 g
23𝑔−22,5𝑔
Kelembapan = × 100% = 2,22%
22,5𝑔
97,78%
Granul kering = 100 − 2,22% = × 22,5𝑔 = 22𝑔
100%
22 𝑔
Jumlah tablet = 23 𝑔 × 50 = 47,83 = 47 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

- Fase luar :
7%
Amilum = 92% × 22,5𝑔 = 17,12𝑔
1%
Aerosil = 92% × 22,5𝑔 = 0,245

2. Granulasi Kering
3. Kempa Langsung

11. Perhitungan
1. Evaluasi Granul :
- Kecepatan alir dan waktu istirahat
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
Laju Alir = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟

Sudut Istirahat :
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
Tan α = 𝑗𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 =

α = arc tan

- Bobot Jenis
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
BJ mampat = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
BJ nyata = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
BJ sejati = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑖𝑔𝑛𝑜𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟

Cairan yang digunakan tidak melarutkan


𝐵𝐽 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
Faktor hausner = 𝐵𝐽 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎

- Porositas
BJ mampat
Porositas = 1 - BJ benar(sejati) x 100 % (untuk granul yang

dimampatkan)
𝐵𝐽 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
Porositas = 1 - BJ benar(sejati) x 100 %

- Kadar Mampat
(V0−V1)
Kadar Mampat = x 100 %
𝑉𝑜

Vo = Volume sebelum dimampatkan


V1 = Volume setelah dimampatkan
- LOD
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
LOD = x 100 %
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

- Kelembapan
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎
% Kelembapan Bobot = x 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
% Kandungan Lembab = x 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

2. Evaluasi Tablet
- Keseragaman Bobot
Menghitung penyimpangan untuk batas atas dan batas bawah
berdasarkan syarat.
Contoh :
Tablet > 300 mg = Penyimpanan bobot rata-rata A = 5 %, B = 10%
Bobot rata-rata = 488 mg
5
Penyimpangan 5% = 100 × 488 = 24,4 mg

Range batas bawah = 488 mg – 24,4 mg = 463.6 mg


Range batas atas = 488 mg + 24.4 mg = 512.4 mg
10
Penyimpangan 10% = 100 × 488 = 48,8

Range batas bawah = 488 mg – 48.8 mg = 439.2mg


Range batas atas = 488 mg + 48.8 mg =536.8 mg
- % Friabilitas
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑢𝑗𝑖−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑗𝑖
%friabilitas = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑢𝑗𝑖
x 100%

- % Friksibilitas
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑢𝑗𝑖−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑗𝑖
%friksibilitas = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑢𝑗𝑖
x 100%

- Uji Keseragaman Sediaan


𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑚 𝐵𝑎𝑘𝑢
Simpangan Baku Relatif (SDR) = 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
x 100%
- Uji Disolusi
1. Buat larutan standar untuk mendapatkan persamaan y = A+Bx
2. Tentukan kosentrasi dari persamaan y = A+Bx
Y = absorban
X = kosentrasi (µg/mL)
3. Penentuan kadar :
Kadar = volume x konsentrasi x Fp
4. Menentukan Persen Disolusi
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟
% disolusi = = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%

Contoh :
A = -0.0659
B = 0.07755
r = 0.907
y = A + Bx
y = -0.0659 + 0.07755x
Fp = 40
y = -0.0659 + 0.07755x
0.375 = -0.0659 + 0.07755x
0.4409 = 0.07755x
X = 5.68 µg/ml
Kadar = volume x konsentrasi x Fp
= 900 ml x 5.68 µg/ml x 40 = 204,480 μg = 204.48 mg
% disolusi = Kadar x 100% = 204.48 mg x 100% = 63.9 %
Kadar awal 320 mg
12. Alat-alat Evaluasi Granul dan Tablet
1. Evaluasi Granul
- Tab Densitimeter : https://www.youtube.com/watch?v=gGQNT77XIk4
- Mouister Balance : https://www.youtube.com/watch?v=2W8zVHYalsA
- Flow tester : https://www.youtube.com/watch?v=B2Q66x4--D0
- Granulometri : https://www.youtube.com/watch?v=oyEFVdqgaFM
2. Evaluasi Tablet
- Jangka sorong (keseragaman ukuran) :
https://www.youtube.com/watch?v=QZhGPO_qXxo dan
https://www.youtube.com/watch?v=YVeJpYThcDc&t=135s
- Keseragaman bobot : https://www.youtube.com/watch?v=ptFiEoAnDBU
- Hardness tester :https://www.youtube.com/watch?v=yutr8lXfYeE
- Friability tester :https://www.youtube.com/watch?v=s-dodQA31-I
- Friksibilitas :https://www.youtube.com/watch?v=uKGHTw3qj4I
- Disintergration tester
:https://www.youtube.com/watch?v=_j568MvTmmk dan
https://www.youtube.com/watch?v=-O-sRHByJss
- Alat disolusi :https://www.youtube.com/watch?v=Lwn9iINOB_U
13. Bahan Tambahan Lainnya
1. Kunyah
- Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah di mulut sebelum ditelan
dan bukan untuk ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk
memberikan suatu bentuk pengobatan yang dapat diberikan dengan
mudah kepada anak-anak atau orang tua, yang mungkin sukar menelan
obat utuh. Tablet kunyah yang paling umum ditemukan di pasaran
adalah tablet kunyah aspirin (yang dimaksudkan untuk digunakan oleh
anak-anak) dan antasid. (Teori dan Praktek Farmasi Industri,1994,
h.712)
- Karakteristik :
1. memiliki bentuk yang halus setelahhancur;
2. mempunyai rasa enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau
tidakenak.
- Keuntungan :
1. ketersediaan hayati lebih baik karena tidak mengalami tahap
disintegrasi (dan kemungkinan dapat meningkatkandisolusinya);
2. kenyamanan bagi penderita dengan meniadakan perlunya air
untukmenelan;
3. sebagai pengganti bentuk sediaan cair yang memerlukan kerja obat
yangcepat;
4. meningkatkan kepatuhan penderita terutama anak-anak dengan rasa
yang enak, selain itu lebih disukaipasien;
5. kestabilan lebihbaik
- Kekurangan :
1. Zat aktif yang rasanya tidak baik dan dosis yang tinggi sangat sulit
dibuat tablet kunyah (Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, hal 367)
2. Faktor aliran, lubrikan, kompresibilitas, dan kompatibilitas sama
halnya untuk tablet biasa.
Sedangkan pertimbangan organoleptik adalah sebagai berikut :
- Rasa danPenyedap
Secara fisiologis, rasa adalah respon panca indera sebagai hasil
rangsangan kimiawi pada ujung rasa di lidah. Ada empat dasar tipe
rasa: asin, asam, manis dan pahit. Rasa asin/asam diperoleh dari zat
yang mampu terionisasi dalam larutan. Banyak zat aktif organik
merangsang respon pahit, walaupun tidak mampu terionisasi dalam air.
Kebanyakan disakarida, sakarida, beberapa aldehid dan sedikit alkohol
memberikan rasa manis.
Istilah penyedap (flavor) berkaitan dengan sensasi gabungan rasa dan
bau. Contohnya, gula mempunyai rasa yang manis tetapi tidak
mempunyai flavor. Sedangkan madu mempunyai rasa manis dan bau
yang khas. Kombinasi keduanya dinamakan flavor madu.
- Aroma
Misal tablet kunyah rasa jeruk harus mempunyai rasa manis dan
asam dan aroma jeruk segar.
- Rasa di mulut (mouthfeel)
Rasa di mulut adalah tipe sensasi atau sentuhan yang dihasilkan
tablet dalam mulut ketika kita mengunyah. Rasa di mulut sangat
penting dalam tablet kunyah. Umumnya tekstur pasir (contoh:
kalsium karbonat) atau bergetah tidak dikehendaki dalam tablet.
Sedangkan sensasi dingin dan sejuk dengan tekstur lembut seperti
manitoldisukai.
- Efek Akhir (Aftereffect)
Efek akhir yang umum dari banyak senyawa adalah rasa akhir (after
taste) yaitu rasa yang timbul dalam mulut setelah tablet hilang.
Misalnya beberapa garam besi meninggalkan rasa karat, sakarin
dalam jumlah besar memberikan rasa pahit dalam mulut. Efek akhir
umum yang lain adalah sensasi mati rasa sebagian dari permukaan
lidah, misalnya antihistamin yang pahit seperti piribenzamin-HCl
dan prometazin-HCl.
- Metoda yang digunakan dalam pembuatan tablet kunyah salah
satunya adalah metoda granulasi basah, walaupun pendekatan ini
serupa dengan granulasi basah pada tablet biasa, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu :
1. Zat penggranulasi harus membentuk lapisan yangfleksibel;
2. Tidak mempunyai rasa dan bau yang tidakenak;
3. Tidak larut dalamsaliva;
4. Tidak mempengaruhi disolusi zat aktif setelahditelan.
- Idealnya pengisi yang rasanya manis seperti gula perlu dimasukkan
dalam granulasi, disintegran baik dimasukkan dalam granulasi basah
untuk menjamin disolusi granulyang baik setelah tablet dikunyah.
Prosedur tersebut merupakan prosedur konvensional. Saat ini banyak
digunakan metode suspensi udara/ fluidized bed. Dalam teknik
tersebut, partikel zat aktif akan disalut oleh cairan suspensi dalam
kondisi terkendali, berkecepatan tinggi, dan aliran udara hangat
disemprot melalui lempeng perforasi dalam bejana penyalut. Partikel
zat aktif mengalami aliran siklik dan disemprotkan larutan/ suspensi
zat penyalut oleh penyemprot otomatis. Setelah partikel tersalut,
partikel tersebut dipisahkkan dari daerah semprotan, dikeringkan
dengan aliran udara panas dan disalut ulang. Siklus ini berlanjut
sampai ketebalan salut yang diinginkan tercapai. Pengaliran partikel
zat aktif meningkatkan pemaparan luas permukaan guna penyalutan
dan pengeringan yang lebih efisien dan merata. Factor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam proses penyalutan adalah sifat zat aktif,
kekentalan larutan penyalut, desain dan
letakdaripenyemprot;jugakecepatandansuhudariudarayangmengalir.Wa
laupun perbaikan rasa dengan penyalutan adalah menarik karena
sederhana, tetapi metode ini hanya terbatas untuk zat aktif yang
rasanya tidak enaknya ringan sampai sedang.
- Bahan eksipien untuk tablet kunyah:
1. Pemanis. Pemanis alam dan pemanis buatan yang paling banyak
digunakan adalah aspartam, siklamat, glizirisin dan sakarin.

2. Flavor
Golongan flavor umum untuk tipe rasa:
• Manis : vanila, stone fruit, anggur, berries, maple,madu
• Asam : citrus, cherry, raspberry, strawberry, rootbeer, anis,
kayumanis
• Asin : kacang, buttery, butterscotch, spice, maple, melon,
raspberry, campuran citrus, campuranbuah-buahan.
• Pahit : kayu manis, anis, kopi, coklat, wine, mint, grapefruit,
cherry, peach, rasberry, kacang, fennel,spice.
• Basa : mint, coklat, krim,vanila
• Logam : anggur, burgundy, lemon-jeruknipis.
Pemilihan flavor untuk formulasi perlu diperhatikan umur pengguna,
misalnya anak- anak mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasamanis
sedangkan orang tua mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit.

3. Pembuatan
Empat aspek yang penting dalam pembuatan tablet kunyah adalah :
• sifat tersatukannya zat aktif dengan zatwarna;
• distribusi ukuranpartikel;
• kadar lembab yang memenuhisyarat;
• sifat kekerasantablet.
2. Tablet Hisap
- Troches atau Lozenges (Tablet Hisap)
Adalah bentuk lain dari tablet yang digunakan dalam rongga mulut.
Digunakan untuk memberikan efek lokal pada mulut dan tenggorokan.
Bentuk tablet ini umumnya digunakan untuk mengobati sakit
tenggorokan atau megurangi batuk pada influenza. Kedua bentuk ini
dapat mengandung anestetik lokal, berbagai antiseptik dan antibakteri,
demulsen, astringen dan antitusif. Kedua jenis tablet ini dirancang agar
tidak hancur di dalam mulut tetapi larut perlahan dalam jangka waktu
30 menit atau kurang.
- Bahan pengisi (diluent)
Bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk memperbesar volume
dan berat tablet. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah laktosa,
pati, dekstrosa, dikalsium fosfat dan mikrokristal selulosa (Avicel).
Bahan pengisi dipilih yang dapat meningkatkan fluiditas dan
kompresibilitas yang baik (Sheth, dkk., 1980).
- Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat bahan obat dengan bahan
penolong lain sehingga diperoleh granul yang baik, yang akan
menghasilkan tablet yang kompak serta tidak mudah pecah. Pengaruh
bahan pengikat yang terlalu banyak akan menghasilkan massa terlalu
basah dan granul yang terlalu keras sehingga tablet yang terjadi
mempunyai waktu hancur yang lama. Apabila bahan pengikat yang
digunakan terlalu sedikit maka akan terjadi perlekatan yang lemah dan
tablet yang terbentuk lunak, serta dapat menjadi capping yaitu lapisan
atas dan atau lapisan tablet membuka (Parrott, 1971).
- Bahan pelicin (lubricant)
Bahan pelicin ditambahkan pada pembuatan tablet yang berfungsi
untuk mengurangi gesekan yang terjadi antara dinding ruang cetak
dengan tablet (lubricant), memperbaiki sifat alir granul (glidant) atau
mencegah bahan yang dikempa agar tidak melekat pada dinding ruang
cetak dan permukaan punch (anti adherent). Beberapa bahan pelicin
yang biasa digunakan adalah: talk, magnesium stearat, asam stearat,
kalsium stearat, natrium stearat, likopodium, lemak, parafin cair
(Lachman dkk, 1994).
- Bahan pemberi rasa dan pemanis
Bahan pemberi rasa sangat penting dalam pembuatan tablet hisap. Apa
yang dirasa mulut saat menghisap tablet sangat terkait dengan
penerimaan konsumen nantinya dan berarti juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas produk. Dalam formula tablet hisap, bahan perasa
yang digunakan biasanya juga merupakan bahan pengisi tablet hisap
tersebut, seperti manitol (Peters, 1989).
3. Tablet Effervesent
1. Bahan pembentuk gas (asam dan basa)
Komponen
asamdanbasamengalamireaksisecaraspontansaatdicampurdenganair.Reaksi
inijuga
dapatberlangsungdenganadanyasejumlahkecilair.Saatsudahterjadireaksi,re
aksiakan berjalan semakin cepat karena produk sampingan reaksi ini
adalah air.

- Asam
Sumber asam yang umumnya digunakan pada tablet effervescent dapat
digolongkan menjadi:
a. AsamMakanan
1. Asam Sitrat: BM = 210,14(C6H8O7.H2O)
Merupakan asam yang paling sering digunakan karena
harganya yang murah. Asam
sitratsangatlarut,sangathigroskopiskekuatanasamnyatinggi(tripo
tik),dantersedia dalam bentuk granul yang dapat mengalir
dengan bebas (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:
Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).
2. Asam Tartrat: BM = 150,09(C4H6O6)
Asam ini mempunyai kelarutan yang lebih besar dari asam
sitrat. Asam ini LEBIH LARUT dalam air dan LEBIH
HIGROSKOPIS apabila dibandingkan dengan asam sitrat.
Kekuatan
asamnyasamadenganasamsitrat,tetapijumlahasamyangdigunaka
nlebih banyak karena asam tartrat bersifat diprotik sedangkan
asam sitrat bersifat triprotik (Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287). Biasanya
digunakan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat karena asam
tartrat saja akan menyebabkan granul gampang remuk dan
asam sitrat saja akan menyebabkan campuran lengket dan
susah digranul (U.S. Patent 6,497,900).
3. Asam Malat
Asam ini bersifat higroskopis dan mudah larut. Asam malat
mempunyai kekuatan yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan asam sitrat dan asam tartrat, tapi cukup tinggi untuk
menyediakan efervesen ketika dikombinasikan dengan sumber
karbonat (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet,
vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).
4. AsamFumarat
Mempunyaikekuatanyangsebandingdenganasamsitrat,namunk
elarutannyarendah dalam air dan bersifat non higroskopis
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd
ed, 1989, hal.288).
5. Asam Adipat & AsamSuksinat
Kedua asam tersebut bersifat non higroskopis, mempunyai
kelarutan yang jauh lebih rendah dari asam sitrat, kurang
tersedia dan kurang ekonomis (Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 288).
b. Asam Anhidrat
Jika asam anhidrat dilarutkan dalam air maka akan terjadi
hidrolisis yang membebaskan
bentukasamnyadandapatbereaksidengansumberkarbondioksida.
Tidakbisadigunakan air karena asam anhidrat dapat bereaksi
sebelum digunakan. Contohnya adalah suksinat
anhidrat(Lieberman,PharmaceuticalDosageForm:Tablet,volI,2
nd
ed,1989,hal.
288) dan asam sitrat anhidrat (Dr. Heni Rachmawati, Bahan
Kuliah Tablet, 2007).
c. GaramAsam
Merupakan senyawa pereduksi kuat; tidak kompatibel
dengan senyawa pengoksidasi. Contohnya:

• Natrium dihidrogen fosfat (Monosodiumfosfat)


Tersedia dalam bentuk granular dan serbuk anhidrat; mudah
larut dalam air; menghasilkan larutan asam dengan pH sekitar
4,5; mudah bereaksi dengankarbonat ataubikarbonat.
• Dinatrium dihidrogen pirofosfat,
mudahdiperolehdanlarutdalamair
• Garam asam sitrat (natrium dihidrogen sitrat dan dinatrium
hidrogensitrat)
• Natrium asam sulfit (Sodium bisulfit) yang sering digunakan
untuk effervescent pembersihtoilet(Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 288-289)
- Basa
Sumber basa yang biasa digunakan sebagai basis effervescent adalah
natrium bikarbonat, natrium karbonat. Natrium bikarbonat lebih dipilih
untuk digunakan dalam formula karena lebih stabil daripada natrium
karbonat
a. Natrium bikarbonat: BM =84,01
Natrium bikarbonat adalah sumber CO2 utama dalam sistem
effervescent. Tidak bersifat higroskopis, larut dalam air, harganya
murah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan 0,85%,. Natrium
bikarbonat bisa menghasilkan kira-kira 52% CO2. Penggunaan
secara luas untuk membuat antasid, baik sebagai komponen
tunggal atau sebagai bagian dari komposisi antasid (FI IV, 1995,
hal. 601; Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I,
2nd ed, 1989, hal. 289).
b. Natrium karbonat: BM = 286,1(Na2CO3.10H2O)
Memiliki pH 11,5 dalam larutan air konsentrasi 1%. Natrium
karbonat mempunyai efek stabilisasi karena kemampuannya
untuk mengabsorbsi lembab, mencegah reaksi awal. Untuk alasan
ini lebih dipilih natrium karbonat bentuk anhidrat (Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.
289). Bentuk anhidrat lebih disukai karena dapat mengabsorpsi
lembab dan kurang higroskopis sehingga mencegah inisiasi reaksi
effervescent (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).
c. Kalium bikarbonat atau kaliumkarbonat
Digunakan terutama apabila ion natrium tidak diinginkan atau
perlu untuk dibatasi, contoh produk antasid dimana dosisnya
bergantung pada jumlah natrium yang disarankan untuk
pencernaan. Lebih larut dan lebih mahal daripada bentuk
natriumnya (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet,
vol I, 2nd ed, 1989, hal. 289).

2. Bahan Tambahan Lainnya


Bahan tambahan lainnya pada tablet effervescent antara lain seperti
bahan pengikat, bahan pengisi, dan lubrikan. Namun bahan-bahan
ini penggunaannya dalam jumlah yang terbatas. Seperti halnya pengisi,
hanya digunakan sedikit saja, karena dalam formula tablet effervescent
sudah banyak mengandung karbonat dan asam.

a. Pengikat dan zatpenggranul


- Untuk pembuatan tablet effervescent dengan metode granulasi,
penggunaan pengikat seperti gelatin, amilum dan gom tidak dapat
digunakan karena kelarutan rendah dan kandungan residu air
tinggi yang dapat mempercepat ketidakstabilan tablet effervescent.
- Pengikat kering seperti laktosa, dekstrosa, dan manitol dapat
digunakan tetapi tidak efektif pada konsentrasi rendah, juga karena
dapat menghambat disintegrasi.
- Pengikat efektif untuk tablet effervescent adalah PVP. PVP
ditambahkan pada serbuk yang digranulasi dalam keadaan kering
kemudian masa dibasahi oleh cairan penggranulasi seperti air,
isopropanol, etanol atau hidroalkohol, atau dilarutkan dalam cairan
penggranulasi. Alkohol ditambahkan sebagai zat penggranulasi
untuk pelarut PVP,
sedangkanairdapatberfungsisebagaipelarutuntukpengikatkeringdans
ebagaipengikat sendiri. Sejumlah kecil air ditambahkan secara hati-
hati dan dikontrol untuk mencegah disolusi awal. Air sangat efektif
sebagai pengikat karena adanya disolusi sebagian dari bahan-bahan
pembantu diikuti dengan kristalisasi karena pengeringan.
- Pelarut organik seperti isopropanol tidak direkomendasikan sebagai
cairan penggranulasi karena bahaya residu (Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989,hal.291).
b. Pengisi
- Biasanya hanya dibutuhkan sedikit pengisi karena komposisi zat
yang menghasilkan effervescent sudah cukup besar.
- Natrium bikarbonat merupakan pengisi yang baik, menyediakan
ekstra effervescent dan efek pH larutan tidak begitu berarti. Pengisi
lain adalah natrium klorida, natrium sulfat. Kedua zat ini relatif
padat dan mungkin berguna untuk menghasilkan kompaksi tablet
yang lebih padat (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet,
vol I, 2nd ed, 1989, hal. 291).
- Pengisi ditambahkan untuk menggenapkan bobot dan meningkatkan
stabilitas sediaan terhadap lembab.
- Kriteria pemilihan pengisi adalah larut baik dalam air, mempunyai
ukran partikel berdekatan dengan komponen lain, dan kompresibel.
- Contoh pengisi
antaralainadalahspraydriedlactose(lebihseringdigunakankarenakeu
nggulansifatnya untuk kempa langsung), sukrosa, dan manitol (Dr.
Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet,2007).
c. Lubrikan
Lubrikan dapat dibagi dua, yaitu:

- LubrikanIntrinsik(ditambahkanpadaformula)
Lubrikan yang umumdigunakan:
i. Garam stearat (Mg, Ca, Zn), efektif bila digunakan dengan
konsentrasi ≤ 1% karena tidak larut air, dapat mengganggu
disintegrasi tablet, dan menghasilkan
larutanyangkeruhdenganpembentukanbusapadapermukaanl
arutan.
ii. Talkdanserbukpolitetrafluoroetilen→tidaklarutair,namundi
sintegrasitablet lebihcepat.
iii. SerbuknatriumbenzoatdanPEG8000mikronisasimerupakanl
ubrikanlarutair yangefektif.
iv. Natrium stearat dan natrium oleat → larut dalam
konsentrasi rendah; kombinasi keduanya akan lebih efektif
tetapi menghasilkan busa/lapisan busa pada
permukaanlarutan.
v. Lainnya:
Surfaktan dapat juga digunakan untuk menghasilkan larutan
bening juga
bergunasebagailubrikan.Natriumlaurilsulfatakanmenyediak
anefeklubrikasi tetapi dapat menghambat disintegrasi jika
konsentrasinya terlalu besar.
Magnesiumlaurilsulfathanyasedikitmempengaruhiwaktudisi
ntegrasi.
- LubrikanEkstrinsik
Bertujuan untuk lubrikasi permukaan alat/mesin tablet. Contohnya
adalah spray malam/wax yang telah dilelehkan.( Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.
293). Lubrikan ini akan membentuk lapisan tipis lemak. Film dapat
disemprotkan pada permukaan alat cetak sebelum pengisian
granul/masa cetak atau digunakan kuas yang dipasangkan pada
bagian bawah punch. Kuas akan mengolesdie pada setiap proses
cetak (Dr. HeniRachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).
3. Komponen Tambahan Lain (Lieberman, Pharmaceutical Dosage
Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.293-294)
a. Flavour
b. Pewarna
c. Pemanis
14. Permasalahan Tablet dan Solusinya

Penyebab Masalah Solusi


Granul lembab (LOD • Jika terlanjur dicetak, Granul dikeringkan lagi
tinggi) masa lengket di punch
atas dan bawah
• Kecepatan aliran
granul tidak bagus,
daya adhesi sangat kuat
sehingga besar tablet
yang akan dicetak
bervariasi.
Aliran granul tidak • Berat tablet akan Diaduk-aduk kembali di
bagus atau tidak bervariasi (naik dan dalam hopper
seragam, terjadi turun)
pemisahan antara fine • Pada ruang cetak, akan
dan granul, BJ berbeda terjadi pemisahan
karena pemilihan bahan antara granul dan fine.
yang tidak bagus Sehingga nantinya
tablet yang banyak isi
fine akan lebih berat.
Punch bawah turun ke • Berat cenderung naik Punch bawah dinaikkan
bawah sehingga ruang dari berat yang
cetak akan menjadi lebih direncanakan sehingga
besar, skrup kupu-kupu ukuran tablet akan
pada alat cetak tablet besar dari syarat
longgar evaluasi.
Punch atas berubah • Tebal tablet akan Punch atas diturunkan
posisi menjadi naik bertambah, kekerasan
akan berkurang
Granul terlalu kering, • Ketika dikempa, • Jika terlalu kering
gaya kompresi yang bagian atas atau bawah dispray dengan
diberikan terlalu besar tablet akan etanol
pecah/capping (pecah 1 • Jika daya kompresi
layer) dari badan tablet tinggi maka
• Laminating (pecah jadi dikurangi
berlapis-lapis)
• Cracking (pecah)
Zat warna dilarutkan di Warna tidak rata, akan Granul dikeringkan
cairan bahan pengikat, menumpuk setelah dengan waktu dan suhu
pada proses pengeringan dikempa (Motling) yang tepat
granul dengan suhu
terlalu tinggi dan dengan
waktu yang cepat
sehingga migrasi zat
warna tidak merata
Die haus sehingga ada Wishkering (tablet Ganti die
ruang antara punch berkumis)
bawah dan die
dikarenakan lubricant
sedikit sehingga die akan
terkikis setelah lama
digunakan
Jumlah lubricant tidak Tablet bergerigi/bergaris- Pada preformulasi
sesuai, die haus sehingga garis disisi tablet lubricant ditambah
permukaan die akan
kasar (bergaris-garis)
SEDIAAN KAPSUL
1. Definisi
Kapsul yaitu salah satu sediaan padat berbentuk lonjong atau bulat yang berisi
serbuk, cair, atau setengah padat yang dimasukkan ke dalam cangkang terbuat
dari gelatin, dapat digunakan untuk pemakaian oral maupun eksternal.
2. Alasan Pemilihan Sediaan
✓ Bentuknya menarik dan praktis
✓ Dapat menutupi rasa dan bau obat yang tidak enak
✓ Cangkang kapsul cepat hancur dalam lambung dan obatnya dapat segera
terabsorbsi, karena obat dalam kapsul tidak menggunakan zat pengikat
seperti tablet atau pil.
✓ Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan dan zat
tambahan seperti pada tablet.
✓ Cangkang kapsul dapat melindungi isinya terhadap cahaya.
✓ Cangkang kapsul yang transparan dapat dijadikan buram dengan Titanium
oksida atau diberi warna sehingga tidak dipengaruhi oleh cahaya.
✓ Kapsul gelatin keras memungkinkan ruang gerak yang lebih luas bagi
penentuan obat dalam resep oleh seorang dokter, dimana seorang ahli
farmasi dapat secara mendadak menyiapkan kapsul menggunakan bahan
obat secara tunggal atau dalam kombinasi dengan dosis yang sesuai
dengan kebutuhan seorang pasien.
✓ Kapsul dapat dibuat dengan bentuk, warna, tulisan atau symbol khas dari
suatu pabrik atau untuk menunjukkan perbedaan dosis dari sediaan yang
sama.
3. Zat aktif yang bisa dibuat dalam bentuk sediaan kapsul
Kapsul menjadi pilihan bila:
➢ zat aktif memiliki bau atau rasa yang tidak enak
➢ zat aktif terlindungi dan terlepas hanya di titik penyerapan terbaik
➢ zat aktif sensitif terhadap cahaya, panas dan tekanan
➢ zat aktif tidak dapat dibuat tablet
4. Bahan Baku Kapsul
a. Gelatin
Kapsul gelatin keras
Cangkang kapsul kosong keras dibuat dari bahan baku gelatin, gula, air,
pewarna, dan bahan pembantu untuk proses, pada dasarnya cangkang kapsul
tidak mempunyai rasa.
Menurut Farmakope Amerika (USP), Gelatin , dihasilkan dari hidrolisis
sebagian dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang-
tulang binatang. Namun didalam perdagangan didapat gelatin dalam bentuk
serbuk halus, serbuk kasar, parutan, serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran.
Sifat bahan gelatin tidak larut dan tersolubilisasi dengan cara hidrolisis. Jika
direaksikan dalam suasana asam akan menghasilkan gelatin tipe A dan pada
suasana alkali menghasilkan gelatin tipe B. Gelatin merupakan produk heterogen
dengan campuran spesies molekul α, β, dan λ peptida. Merupakan material yang
ideal untuk pembentukan cangkang kapsul karena gelatin mempunyuai sifat-sifat
sebagai berikut : dapat dimakan dan larut, lapisan tipis dan berubah dari bentuk
larutan menjadi bentuk gel jika suhu sedikit di atas temperatur kamar. Stabil di
udara bila dalam keadaan kering, mudah mengalami peruraian oleh mikroba, bila
menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair. Biasanya kapsul gelatin
mengandung uap air antara 9-12 %.

b. Zat warna
Selain gelatin sebagai bahan baku pembuat kapsul, hal lain yang penting untuk
kapsul adalah zat warna . kapsul diberi warna supaya lebih menarik dansebagai
identitas pabrik. Adapun cara pemberian zat warna pada kapsul ialah dengan
menambahkanzat warna ke dalam larutan gelatin selama proses manufaktur. Perlu
diketahui, Pewarna yang digunakan dalam bentuk pigmen dan dapat larut serta
merupakan zat warna yang diizinkan oleh undang-undang.
c. Pengawet
Kita sudah mengetahui bahwa larutan gelatin mengandung air karena itu perlu
penambahan pengawet pada larutan gelatin untuk mereduksi pertumbuhan
mikroorganisme sampai kandungan air lapisan gelatin di bawah 16% b/v, pada
keadaan kadar air seperti ini populasi bakteri akan menurun jumlahnya. Adapun
Pengawet yang digunakan dalam produksi kapsul gelatin ialah sulfurdioksida
dalam bentuk garam natrium, yaitu natriumbisulf atau metabisulfit; asam askorbat
atau ester metil propil PABA, dan asam organiak, asam benzoat.
5. Alur Pembuatan
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk sediaan kapsul keras, yaitu :
1. Kapsul keras dapat disi dengan berbagai bentuk fisik obat :
a. padat kering : serbuk, granul, pelet, tablet, kapsul
b. semisolid : campuran tiksotropik, campuran thermosoftening, pasta
c. cairan : cairan minyak, ssuspensi, larutan
2. Bahan yang tidak dapat dimasukkan kedalam cangkang kapsul gelatin :
a. bahan yang dapat bereaksi dengan cangkang gelatin akan menyebabkan
reaksisambung-silang dan menurunkan kelarutan gelatin, seperti
formaldehid
b. Suatu formula yang mengandung air bebas dalam kadar tinggi, karena
cangkang akan menarik air dan terjadi perubahan bentuk.
c. Untuk formulasi yang jumlah dosis besar BJ ruahan rendah (voluminus),
karenaketerbatasan ukuran kapsul yang dapat ditelan menimbulkan
masalah.
3. Mesin pengisian kapsul
Mesin untuk pengisi kapsul dapat dibedakan berdasarkan keluaran dan cara
mengoperasikan alat, yaitu : secara manual, semi otomatis, dan otomatis.
Sementara mesin otomatis ada yang dapat beroperasi secara selang-seling atau
kontinyu.
Mekanisme pengisian:
Proses pengisian bahan obat kedalam cangkang kapsul dengan cara
sebagai berikut, badan kapsul dipisahkan dari penutup menggunakan alat
penghisap atau vakum. Bagian badan yang sudah terbuka yang menghisap
serbuk/granul dan dimasukkan kedalam badan kapsul dengan tekanan, kemudian
dilakukan penutupan kapsul. Secara umum bahan-bahan yang dapat diisikan
kedalam cangkang kapsul yaitu:
a. Bentuk serbuk, bahan obat dalam bentuk serbuk lebih sering dimasukkan
kedalam cangkang kapsul.
b. Bahan padatan kering, bentuk padatan yang dapat diisikan kedalam kapsul
seperti granul, pelet, tablet menggunakan mesin pengisi otomatis.
c. Bahan multipel (partikel, pelet), Saudara, perlu diketahui mesin untuk pengisi
bahan bahan multipel adalah secara otomatis dan dilengkapi dengan
bermacam alat pengisi sehingga kombinasi bahan seperti campuran serbuk,
pelet dan formulasi semisolida atau serbuk dan tablet dapat diisikan ke dalam
kapsul gelatin keras yang sama.
d. Bahan cairan, Saudara mahasiswa, cairan encer yang diisikan ke dalam
kapsul akan bocor melalui ruang antara badan dan penutup kapsul. Untuk
mengatasi kebocoran ini dapat dilakukan dengan cara penyegelan yang baik,
dapat juga dengan membuat formulasi dalam bentuk solid kemudian
masukkan kedalam kapsul, atau lakukan pemanasan selama proses pengisian
bahan cair kedalam kapsul, sehingga penyegelan kapsul dapat tertutup rapat.
Dosis obat diatur oleh pompa volumetrik sehingga keseragaman bobot isi
kapsul menjadi homogen.
4. Panduan dalam formulasi sediaan kapsul
Sediaan padat non kempa terdiri dari serbuk, granul dan pelet dapat dalam
bentuk bebas baik dengan bahan tunggal maupun campuran, juga dapat
dimasukkan kedalam cangkang kapsul. Beberapa hal perlu mendapat perhatian
dalam proses formulasi sediaan kapsul, yaitu meliputi :

a. Kelembaban
Di ketahui bahwa kelembaban di daerah pengisian dan penyimpanan sangat
penting untuk bentuk sediaan serbuk, karena luas permukaan serbuk yang luas
sehingga akan menyebabkan pengambil lembab yang signifikan. Sementara
cangkang kapsul gelatin juga mudah menarik lembab. Sebaliknya jika
kelembaban sangat rendah kapsul akan menjadi getas, oleh karena itu kadar
kelembapan yang sesuai harus memenuhi persyaratanyang sudah ditentukan.
b. Luas permukaan
Serbuk mempunyai luas permukaan yang besar sehingga mempunyai
peluang sangat besar untuk menghasilkan muatan elektrostatika selama friksi
aliran dan penanganan serbuk.Oleh karena itu alat yang digunakan harus
dihubungkan dengan tanah (grounded).
c. Distribusi ukuran partikel
Pengayakan kering dapat dilakukan untuk serbuk kasar dan granul, ayakan
disusun dengan bagian atas lubang yang lebih besar, bagian bawah lubang yang
lebih kecil.Serbuk dimasukkankedalam ayakan paling atas dan diguncang
(shaken) selama waktu tertentu.Berat serbuk pada tiap ayakan dapat ditimbang
beratnya, sehingga diperoleh distibusi ukuran partikel.Namun demikian ayakan
mempunyai keterbatasan karena tidak dapat membuat lubang ayakan yang sangat
halus.
d. Sifat-sifat aliran serbuk
Sudut istirahat merupakan salah satu cara untuk mengukur sifat alir serbuk.
Caranya serbuk dimasukkan kedalam alat seperti corong, dengan diameter tabung
aliran lebih besar dari corong biasa, kemudian diisi serbuk yang dipereskan pada
permukaan atasnya, kemudian diletakkan pada suatu penyangga (penjepit), corong
diatascawan petri. Selanjutnya penuutup tabung bagian bawah dibuka, serbuk
akan mengalir turun dan ditampung dalam cawan petri. Tinggi tumpukan
ditentukan berbentuk segitiga serbuk.Setelah didapatkan jari-jari tumpukan (r cm)
dan tinggi tumpukan (h cm), maka dapat dihitung besarnya sudut istirahat (sin α
atau tangen α).
Disamping dengan cara sudut istirahat, kecepatan aliran serbuk dapat juga
ditentukan dengan cara mengukur serbuk yang mengalir bebas dari suatu alat
seperti corong yang dibawahnya ada bukaan. Kecepatannya diukur dalam satuan
waktu dan berat.
e. Bobot jenis real dan mampat dari ruahan
Bobot jenis real dan bobot jenis mampat merupakan ukuran derajat
kemampatan (susunan serbuk dalam sistem), atau sebaliknya dapat dinyatakan
sebagai jumlah antar ruang di antara partikel serbuk. Bobot jenis ruahan
ditentukan dengan cara memasukkan suatu sampel serbuk yang diketahui beratnya
ke dalam tabung silinder berskala (gelas ukur). Bobot jenis mampat ditentukan
dengan cara memampatkan (menghentakkan) serbuk dalam silinder berskala,
sampai tidak terjadi lagi pemampatan volume serbuk. Sementara bobot jenis real
dapat ditentukan dengan pignometer helium atau adsorpsi gas.
Dengan cara membagi bobot jenis real dengan bobot jenis mampat akan
didapatkan suatu bilangan yang berkaitan dengan jumalh ruangan dalam serbuk.
f. Pencampuran serbuk
Prinsip utama dalam pencampuran serbuk terjadi mekanisme sebagai
berikut:
✓ Gesekan konvektif yaitu perpindahan sekelompok partikel dalam jumlah
besar terjadi dari satu bagian ke bagian yang lain. disebut juga sebagai
pencampuran makro.
✓ Kegagalan geseran (shear) yang terutama akan mengurangi skala
pemisahan
✓ Gerakan difusif dari partikel individual, yaitu partikel dari bahan-bahan
menjadi miring sehingga gaya gravitasi menyebabkan lapisan atas
tergelincir dan difusi partikel individu berlangsung di atas permukaan yag
baru dikembangkan, disebut sebagai pencampuran mikro (Purnamasari ,
2007).
h. Metode formulasi sediaan kapsul
Pengolahan sediaan kapsul dimulai dari penimbangan bahan aktif dan bahan
tambahan yang sudah diperhitungkan secara seksama. Formulasi kapsul dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu pencampuran langsung serbuk menggunakan
mixer atau melalui proses granulasi basah.
a. Formulasi sediaan kapsul dengan metode granulasi basah, dilakukan proses
granulasi seperti pada formulasi sediaan tablet, dimana bahan aktif dan
sebagian bahan tambahan dibuat granul, kemudian granul yang dihasilkan
dicampur dengan bahan tambahan lainnya, kemudian dilakukan proses
pengisian dengan menggunakan mesin pengisi kapsul. Produk kapsul yang
sudah selesai proses pengisian, tahap selanjutnya adalah polishing kapsul
yang fungsinya untuk menghilangkan serbuk yang lengket pada permukaan
cangkang kapsul sehingga kapsul tampak lebih bersih dan mengkilap.
b. Selain metode granulasi basah, formulasi sediaan kapsul dapat juga dilakukan
dengan metode pencampuran langsung, caranya ialah : bahan aktif dan bahan
tambahan yang sudah ditimbang, lakukan pengayakan dengan pengayak
derajat halus tertentu kemudian dapat langsung dilakukan proses pengisian
kedalam cangkap kapsul.
6. Alat-alat yang digunakan dan Gambar

Alat pencampur skala besar : tangki stainless SS 316L dengan agitator.


meliputi :
➢ Pengaduk berputar (rotating)
➢ Pengaduk tetap
➢ Pengaduk vertikal
➢ Unggun Udara (fluid bed)
7. Evaluasi
Sediaan kapsul yang selesai diproduksi harus dilakukan evaluasi sesuai
parameter uji yang disyaratkan Farmakope Indonesia atau farmakope lain yang
dijadikan acuan.
1. Syarat/ Karakteristik Sediaan Kapsul
a. Homogen : setiap bagian campuran kapsul harus mengandung bahan yang
sama dalam perbandingan yang sama pula.
b. Kering : tidak boleh menggumpal atau mengandung air karena
mengandung bahan yang higroskopis, efloresen, deliquesen ataupun
campuran eutektik.
c. Derajat kehalusan tertentu, bila ukuran partikel kapsul sangat halus, maka
kapsul lebih homogen.
2. Parameter uji kapsul
Kapsul yang sudah selesai difomulasi selanjutnya dilakukan serangakaian
uji terhadap massa kapsul , serbuk / granul sebelum diisikan kedalam kapsul
yakni: sifat alir; sudut istirahat dan kompresibilitas. Selain itu juga dilakukan uji
terhadap kapsul yang sudah diisikan massa serbuk/granul yaitu : keseragaman
bobot; waktu hancur; disolusi dan kadar.
PROSES EVALUASI KAPSUL
1. Massa serbuk / granul
a. Sifat alir
Salah satu hal yang penting dalam produksi sediaan padat adalah sifat
aliran serbuk atau granul. Aliran massa akan mempengaruhi keseragaman bobot
dalam sediaan. Kecepatan aliran serbuk ini ditentukan oleh faktor ukuran partikel,
distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, bobot jenis.Uji terhadap sifat alir ini
dilakukan dengan menggunakan flow meter. Timbang sejumlah serbuk/granul (50
g) kemudian masukkan kedalam flow meter, buka bagian bawah dan catat waktu
alir
.
b. Sudut Istirahat
Cara uji ini juga merupakan uji untuk menentukan sifat aliran massa. Uji
ini dilakukan dengan menggunakan corong, dimana serbuk atau massa dialirkan
melalui corong, kemudian diukur jari-jari dan tinggi dari serbuk yang jatuh
kebawah.

c. Kompresibilitas
Volume dan kerapatan serbuk ditentukan dari ukuran dan bentuk
partikel.Ukuran partikel dan kerapatan serbuk berpengaruh dengan volume
serbuk. Sehingga uji ini berguna untuk penentuan ukuran cangkang kapsul yang
akan digunakan. Bobot serbuk ditimbang dan dituang hati-hati kedalam suatu
gelas ukur kemudian permukaannya diratakan, volume yang terbaca adalah
volume tuang.Bobot ketukan diperoleh melalui ketukan vertikal timbunan serbuk
yang diisikan kesebuah gelas ukur tertutup yangterletak di atas dasar
lunak.Ketukan tersebut dilakukan sampai diperoleh volumekonstan.
2. Evaluasi Kapsul
a. Uji keseragaman bobot
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian keseragaman bobot
sediaan kapsul yang dihasilkan dengan persyaratan keseragaman bobot
dankandungan dari Farmakope Indonesia Edisi IV.
- Timbang 20 kapsul lalu timbang satu persatu
- Keluarkan isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul
- Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul
- Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap
isi kapsul tidak boleh lebih dari yang di tetapkan kolom “A” dan untuk
setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan kolom “B”

b. Uji Waktu Hancur


Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa
kapsul digunakan untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode berbeda atau lebih dengan
jarak waktu yang jelas di antara periode pelepasan tersebut. Uji waktu hancur
tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan
dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan, yang tertinggal pada kasa alat uji
merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari
penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut.
Caranya pengujian :
- Masukkan satu kapsul yang akan di uji pada masing-masing tabung dari
keranjang, tanpa menggunakan cakram
- Sebagai pengganti cakram digunakan suatu kasa berukuran 10 mesh
seperti yang diuraikan pada rangkaian keranjang. Kasa ini ditempatkan
pada permukaan lempengan atas dari rangkaian keranjang
- Amati kapsul dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing-masing
monografi: semua kapsul harus hancur kecuali bagian dari cangkang
kapsul
- Bila 1 atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12
kapsul lainnya, tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji harus hancur
sempurna.
- Persyaratan waktu hancur kapsul tidak lebih dari 15 menit
c. Uji disolusi
Uji disolusi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa banyak persentase
bahan aktif dalam sediaan obat (kapssul) yang terabsorpsi dan masuk kedalam
peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Persyaratan dalam waktu 30 menit
harus larut tidak kurang dari 85% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.
d. Penetapan kadar
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan bahan
aktif yang terkandung dalam kapsul telah memenuhi persyaratan dan sesuai
dengan yang tertera pada etiket. Metode penetapan kadar yang digunakan sesuai
dengan bahan aktif yang terkandung dalam sediaan kapsul.
Cara penetapan :
• Timbang 10-20 kapsul,
• isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi menggunakan pelarut
yang sesuai menurut prosedur yang ssudah ditetapkan
• Secara umum rentang kadsar bahan aktif yang ditentukan berada diantara
90-110% daripernyataan pada etiket.
8. Formulasi (Komponen dalam sediaan kapsul)
Sediaan kapsul selain mengandung bahan aktif juga ada bahan tambahan
yang jenis dan fungsinya berbeda-beda.
a. Bahan aktif
Bahan aktif merupakan zat yang memberikan respon terapeutik setelah
dikonsumsi kedalam tubuh dengan dosis yang sesuai. Sediaan kapsul dengan
bahan aktif tertentu mempunyai tujuan antara lain :
- Menutupi bau dan rasa tidak enak
- Melindungi bahan aktif kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
- Membantu pasien yang tidak dapat minum obat dalam bentuk serbuk
- Dapat dicampur beberapa bahan obat yang tidak tercampur secara fisik
- Memperbaiki penampilan
Bahan aktif yang sering dibuat kapsul antara lain : antibiotika, analgetika, vitamin
dll.
b. Bahan tambahan
Bahan tambahan dalam kapsul dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki keadaan formula yang kurang memenuhi persyaratan, supaya hasil
produk kapsul dapat memenuhi kriteria yang diharapkan dan sesuai tujuan yang
diinginkan.
a) Pengisi /diluen
Bahan tambahan pengisi diberikan dalam campuran sediaan kapsul
tujuannya ialah supaya menambah bobot dan volume dari campuran yang dibuat.
Bahan pengisi yang sering digunakan dalam formulasi sediaan kapsul
adalah laktosa, mikrokristalin Selulosa dan amilum.
▪ Laktosa
Laktosa merupakan pengisi yang paling sering digunakan dalam formulasi
sediaan kapsul.Laktosa mempunyai dua bentuk yaitu hidrat dan anhidrat.Bentuk
hidrat dapat memberikan reaksi menjadi berubah warna kecoklatan dengan adanya
senyawa amin dan senyawa alkali, sementara bentuk anhidrat tidak memberikan
reaksi ini.Stabililitas baik dalam pencampuran dengan bahan aktif yang hidrat
maupun anhidrat.Pelepasan bahan aktif sangat cepat.
▪ Mikrokristalin selulosa (Avicel)
Mikrokristalin selulosa disebut juga Avicel, dalam perdagangan ada yang
berbentukserbuk yaitu Avicel PH 101, dan bentuk granul Avicel PH 102.
Merupakan bahan pengisi yang relatif mahal, akan tetapi mempunyai fungsi daya
pengikat,kemampuan disintegran, lubrikan dan glidan yang baik.
▪ Amilum (pati)
Pati dalam Farmakope edisi IV mengatakan berasal dari singkong, amilum
manihot; jagung, amilum maidis; bersa, amilum orizae; kentang, amilum solani,
dan gandum, amilum tritici. Pati mengancung lembap antara 11-14%.Pati dapat
digunakan sebagai pengisi dan pengikat dalam formulasi kapsul.Sifat pati yang
mengalir tidak baik, maka dalam formulasi perlu ditambahkan glidan.Pati yang
dapat mengalir dengan baik yaitu Starch 1500, dibuat dari pati jagung,
mengandung lembab kira-kira 10%.
b) Pengikat /binder
Bahan pengikat diperlukan dalam formulasi sediaan kapsul, supaya
menyatukan partikel partikel bahan umumnya serbuk sehingga menjadi suatu
masa yang kompak dan menjadi agregat yang lebih besar, terutama dalam
granulasi yang membuat campuran serbuk dapat mengalir bebas.
▪ Gelatin
Pengikat gelatin sering digunakan karena daya ikatnya baik. Perlu pemanasan
untuk melarutkan gelatin supaya tidak terbentuk gel. Umumnya kadar gelatin
sebagai pengikat 2-10%, jika terlalu besar konsentrasi akan menyebabkan laju
disolusi yang lambat.
▪ Pati (Amilum)
Pati atau amilum sebagai pengikat dibuatkan musilago amili dengan kadar 5-
10%, cara membuat musilago yaitu dengan suspensikan amilum dengan air sedikit
dingin, kemudian tuangkan kedalam sisa air yang sudah dididihkan, aduk sampai
jernih.
▪ Polivinilpirolidon (PVP)
PVP merupakan pengikat polimer sintetik yang banyak digunakan sebagai
pengikat. Umumnya konsentrasi sebagai pengikat 3-15%. PVP sangat mudah larut
dalam air dan alcohol. Jika menggunakan pelarut alcohol maka campuran cepat
kering sehingga lebih mudah diporses selanjutnya.
▪ Metilselulosa
Sebagai pengikat metilselulosa digunakan dengan konsentrasi 1-5%
mempunyai kekentalan yang baik, menghasilkan campuran yang dapat mengalir
bebas.
c) Penghancur /disintegran
Sediaan kapsul yang ditelan harus mengalami hancur atau terdisintegrasi
di dalamlambung supaya bahan aktif dapat diabsorpsi. Penghancur yang sering
digunakan dalam formulasi sediaan kapsul antara lain sebagai berikut :
▪ Amilum
Afinitas amilum sangat besar terhadap air, sehingga melalui sistim kerja
kapiler yang menyebabkan granul yang berada dalam kapsul menjadi pecah.
▪ Selulosa
Selulosa yang sering digunakan sebagai penghancur adalah yang sudah
dimurnikan,metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa dan
karboksimetilselulosa. Golongan selulosa mempunyai daya tarik yang sangat
tinggi terhadap air, sehingga terjadi pengembangan dan granul granul dalam
kapsul akan pecah setelah ditelan.
▪ Pelicin /lubrikan
Pelicin adalah bahan tambahan yang mempunyai fungsi mencegah perlekatan
antara masa granul yang akan dimasukkan kedalam kapsul dengan alat pengisi
kapsul.Mekanismenya dengan membentuk suatu film pada permukaan granul-
granul sehingga kekuatan gesek menjadi rendah.Misalnya magnesium stearate,
talcum, magnesium lauril sulfat.
d) Pelincir /glidan
Supaya antar granul atau masa yang akan dimasukkan kedalam kapsul
tidak terjadi gesekan dan dapat mengalir dengan baik, perlu ditambahkan suatu
bahan eksipien pelincir. Bahan pelincir yang sering digunakan antara lain, pati,
talcum dan aerosol.
Contoh formulasi sebagai berikut :
FORMULASI SEDIAAN KAPSUL AMOKSILIN 500 mg
Amoksilin 500 mg
Avicel 15%
Aerosil 1%
Talk 1%
Mg. Stearat 1%
Laktosa ad 650mg
m.f caps 500
SEDIAAN SUPPOSITORIA
1. Pengertian
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh (FI IV, hal 16).
2. Keuntungan dan Kerugian Suppositoria
Keuntungan Fasttrack, hal 157-158.
• Bentuk sediaan rektal berhasil digunakan untuk memberikan efek lokal
untuk pengobatan infeksi dan peradangan, misalnya wasir,
• Bentuk sediaan rektal digunakan untuk meringankan sembelit atau
membersihkan usus setelah operasi,
• Bentuk sediaan rektal dapat digunakan untuk memberikan efek sistemik
dimana penyerapan obat secara oral dapat mengiritasi lambung dan tidak
dianjurkan,
• Bentuk sediaan rektal dapat digunakan untuk efek lokal dalam pengobatan
penyakit usus besar, misalnya kolitis ulserativa.
• Dengan mengikuti nasehat dari apoteker, penggunaan bentuk sediaan rektal
dan vagina dapat dengan mudah dilakukan pasien.
Kerugian Fasttrack, hal 158
Di negara-negara tertentu khususnya Amerika dan Inggris, bentuk sediaan
rektal kurang dikenal, khususnya untuk pengobatan sistemik, dimana hal ini
berbeda dengan di Eropa.
• Petunjuk dari ahlinya diperlukan dalam pemberian bentuk sediaan ini.
• Penyerapan bahan obat dari rektum berlangsung lambat.
• Pemberian rektal dari bahan obat dapat menghasilkan efek samping lokal.
• Pembuatan suppositoria di industri lebih sulit daripada bentuk rektum
lainnya.
3. Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Suppositoria
• Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum maupun
vagina atau urethra seperti penyakit hemoroid/ wasir/ambien dan infeksi
lainnya
• Juga secara rectal digunakan untuk sistemik, karena dapat diserap oleh
membran mukosa dan rektum
• Apabila penggunaan obat oral tidak memungkinkan, seperti pasien mudah
muntah dan tidak sadar
• Aksi kerja awal akan diperoleh secara cepat, karena obat diabsorbsi
melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi darah
• Agar terhindar dari pengrusakan obat oleh enzym di dalam saluran GI dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hepar
4. Bentuk-Bentuk Suppositoria Ansel, hal 576-577.
a. Suppositoria rektal
Berbentuk silindris dan kedua ujungnya tajam, peluru, torpedo dan
berjari-berjari kecil. Panjangnya ± 32 mm (1,5 inci). Amerika menetapkan
beratnya 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang digunakan sebagai
basis, sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran dan beratnya ½ dari ukuran
dan berat orang dewasa.
b. Suppositoria vagina
Berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai dengan kompendik
resmi beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao, tergantung pada jenis
basis, berat untuk vagina ini berbeda-beda.
c. Suppositoria uretra
Bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam
saluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6
mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini bervariasi. Apabila basisnya
dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Suppositoria urin wanita, panjang dan
beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, jika
menggunakan basis oleum cacao.
5. Penggunaan jenis-jenis suppositoria
a. Suppositoria Rektal Ansel, hal 578 dan 593.
Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering
digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi, rasa gatal dan
radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anorektal lainnya. Suppositoria
antiwasir seringkali mengandung sejumlah zat, termasuk anastetik lokal,
vasokontriksi, astringen, analgetik, pelunak yang menyejukkan dan zat pelindung.
Suppositoria laksatif yang terkenal adalah suppositoria gliserin, yang
menyebabkan efek laksatif (pencahar) karena iritasi lokal dari membran mukosa.
Contoh lain: suppositoria rektum aminofilin, aspirin, bisakodil, kloropromazepin
b. Suppositoria Vagina Ansel, 578 dan 596.
Suppositoria vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal digunakan
terutama sebagai antiseptik pada hygiene wanita dan sebagai zat khusus untuk
memerangi dan menyerang penyebab penyakit (bakteri patogen) Obat-obatan
yang umum digunakan adalah trikomonasida untuk memerangi vaginitas yang
disebabkan oleh tricomonas vaginals, candida (monilia) albicons, dan
mikroorganisme lainnya.
c. Suppositoria uretra Ansel, hal 578.
Suppositoria uretra biasa digunakan sebagai antibakteri dan sebagai
sediaan anestetik lokal untuk pengujian uretra.
6. Aksi Suppositoria Lachman, hal 1184-1186.
• Suppositoria untuk efek lokal
Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya tidak diabsorpsi,
misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal dan antiseptik. Basis-basis yang
digunakan untuk obat-obat ini sebenarnya ini tidak dapat diabsorbsi, lambat
meleleh dan lambat melepaskan obat, berbeda dengan basis-basis suppositoria
yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik.
• Suppositoria untuk efek sistemik
Pemilihan basis suppositoria yang mungkin dikehendaki harus
diperhatikan. Ketersediaan obat dalam sirkulasi sistemik dan harga basis
suppositoria harus dipertimbangkan sebelum pengerjaan formulasi dimulai.
7. Anatomi Rektum dan Faktor yang mempengaruhi Absorbsi Suppositoria
(Ansel, hal 579-580)
Rektum manusia panjangnya ± 15-20 cm. Pada waktu isi kolon kosong,
rektum hanya berisi 2-3 mL cairan mukosa yang inert dalam keadaan istirahat,
rektum tidak ada gerakan, tidak ada vili dan mikrovili pada 13 mukosa rektum
akan tetapi terdapat muskularisasi yang berlebihan dari bagian submukosa
dinding rektum dengan darah dan kelenjar porta. Adapun faktor fisiologi yang
mempengaruhi absorbsi obat dari rektum, yaitu:
a. Kandungan kolon
Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria yang mengandung obat,
absorpsi yang lebih besar lebih banyak terjadi pada rektum yang kosong daripada
rektum yang digelembungkan oleh feses. Ternyata obat lebih mungkin
berhubungan dengan permukaan rektum dan kolon yang mengabsorbsi ketika
tidak ada feses. Oleh karena itu bila diinginkan suatu enema untuk pengosongan
dapat digunakan dan dimungkinkan pemberiaannya sebelum penggunaan
suppositoria dengan obat yang diabsorbsi.
b. Jalur sirkulasi
Obat yang diabsorbsi melalui rektum, tidak seperti yang diabsorbsi setelah
pemberian secara oral, dimana obat tidak melalui sirkulasi portal sehingga
dengan demikian obat dimungkinkan untuk tidak dimetabolisme dalam hati.
Untuk memperoleh efek sistemik pembuluh hemoroid bagian bawah yang
mengelilingi kolon menerima obat yang diabsorbsi lalu mulai mengedarkannya ke
seluruh tubuh tanpa melalui hati
c. pH dan tidak adanya kemampuan mendapar dari cairan rectum.
Karena cairan rektum pada dasarnya netral pada pada pH (7-8) dan
kemampuan bentuk obat yang digunakan lazimnya secara kimia tidak berubah
oleh lingkungan rektum.
8. Basis Suppositoria yang Ideal Lachman, hal 1168.
• Telah mencapai kesetimbangan kristalinitas, dimana sebagian besar
komponen mencair pada temperatur rektal 36oC, tetapi basis dengan
kisaran leleh tinggi dapat digunakan untuk campuran eutektikum,
penambahan minyak-minyak, balsam-balsam, serta suppositoria yang
digunakan pada iklim tropis.
• Secara keseluruhan basis tidak toksik dan tidak mengiritasi pada jaringan
yang peka dan jaringan yang meradang.
• Dapat bercampur daengan berbagai jenis obat.
• Basis suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada pendingin,
sehingga dapat dilepaskan dari cetakan tanpa menggunakan pelumas
cetakan.
• Basis suppositoria tersebut tidak merangsang Basis suppositoria tersebut
mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi
• “angka air” tinggi, maksudnya presentase air yang tinggi dapat
dimasukkan kedalamnya.
• Basis suppositoria tersebut stabil pada penyimpanan, maksudnya warna,
bau, atau pola penglepasan obat tidak berubah.
• Suppositoria dapat dibuat dengan mencetak dengan tangan, mesin
kompresi, atau eksfursi. Jika basis tersebut berlemak maka mempunyai
persyaratan tambahan sebagai berikut.
a. “angka asam” dibawah 0,2
b. “angka penyabunan” berkisar 200 sampai 245
c. “angka iod” kurang dari 7
d. Interval antara “titik leleh” dan “titik memadat” kecil atau kurva SFI-
nya tajam.
9. Jenis-jenis basis
a. Basis berminyak atau berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai,
karena pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini, utama dan
kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainnya.
b. Massa lebur suhu tinggi larut air (polietilen glikol)
Polietilen glikol yang melebur jauh diatas suhu tubuh, harus larut
dalam usus. Akan tetapi orang dewasa hanya memiliki 1-2 mL cairan usus,
yang terdistribusi diatas 10-20 m panjang rektum. Untuk melarutkan
suppositoria ini dapat dilakukan oleh sejumlah cairan, melalui gaya
osmotik, meskipun memerlukan waktu yang cukup panjang. Suppositoria
dengan basis PEG tidak dapat dibuat dengan cara menggulung
suppositoria dengan tangan.
c. Massa elastis larut air (gliserol gelatin)
Kedalam kelompok ini gliserol gelatin elastis. Pada suhu kamar
bentuknya mantap, dan mencair pada suhu tubuh. Keuntungannya adalah
melarut dengan cepat pada cairan rektum. Kerugiannya bahwa
suppositoria khusus dengan konsentrasi gliserol yang rendah merupakan
media makanan yang baik bagi bakteri. Basis ini sering digunakan dalam
suppositoria vagina, yang dimaksudkan untuk efek lokal dari zat
antimikroba.
d. Basis yang dapat terdispersi dengan air
Basis yang dapat terdispersi dalam air memberikan keuntungan
tambahan pada penyimpanan dan penanganan pada temperatur lebih
tinggi, dengan tuntutan tercampurkannya obat-obat secara tidak
membantu pertumbuhan mikroba, tidak toksik dan tidak sensitif.
10. Masalah-masalah dalam suppositoria (Lachman, hal 1186-1189)
• Air dalam suppositoria Penggunaan air sebagai pelarut untuk
mencampurkan zat-zat dalam basis suppositoria harus dihindarkan untuk
alasan sebagai berikut :
a. Air mempercepat oksidasi lemak
b. Jika air menguap, zat-zat yang terlarut akan membentuk kristalkristal
c. Kecuali jika jumlah air berada dalam jumlah lebih tinggi dari yang
dibutuhkan untuk melarutkan obat, air mempunyai nilai kecil dalam
membantu absorpsi obat
d. Reaksi antara bahan-bahan yang terdapat dalam suppositoria
tampaknya lebih sering terjadi dengan adanya air
e. Pemasukan air atau zat-zat lain yang dapat dikontaminasi oleh
pertumbuhan bakteri memerlukan tambahan bahan-bahan
bakteriostatik seperti paraben
• Higroskopisitas
Suppositoria gelatin yang mengandung gliserin gelatin kehilangan lembap
oleh penguapan dalam iklim kering dan mengadsorpsi lembap dalam
kondisi kelembapan yang tinggi. Basis PEG juga higroskopis.
• Ketidakcampuran
Basis-basis PEG ternyata tidak dapat bercampur dengan garam-garan
perak, asam tanat, aminopirin, kirin, dan sulfonamid.
• Viskositas
Viskositas massa suppositoria yang mencair adalah penting dalam
pembuatan suppositoria.
• Kerapuhan
Pecahnya suppositoria seringkali disebabkan oleh pendinginan yang cepat
dari basis yang mencair dalam suatu cetakan yang sangat dingin.
• Kerapatan
Jika volume penyusutan terjadi dalam cetakan selama pendingin,
penambahan pengganti harus dibuat untuk mendapatkan berat
suppositoria yang tepat.
• Penyusutan volume
Penyusutan dapat dihilangkan dengan menuangkan massa sedikit diatas
temperatur bekunya ke dalam suatu cetakan yang dihangatkan sampai
temperatur sama.
• Faktor penggantian dosis
Jumlah basis yang diganti oleh bahan-bahan aktif dalam formulasi
suppositoria dapat dihitung.
• Pelumas atau zat penglepas cetakan
Minyak cokelat melengket pada cetakan suppositoria karena volume
penyusutan rendah.
• Pengawasan bobot dan volume
Jumlah bahan-bahan aktif dalam suppositoria tergantung pada
konsentrasinya dalam massa tersebut, variasi volume dalam cetakan dan
variasi bobot antar suppositoria.
• Ketengikan dan antioksidan
Ketengikan disebabkan oleh autooksidasi dan penguraian berturut-turut
dari lemak tidak jenuh menjadi aldehid jenuh dan tidak jenuh, berbagai
keton dan asam yang mempunyai bau kuat dan tidak menyenangkan.
ALUR PRODUKSI SUPPOSITORIA
A. Alur Penerimaan Bahan Baku, Bahan Jadi dan Bahan Ekspedisi
1. Barang diperoleh dari supplier
2. Barang diterima bagian gudang, lalu disimpan sementara diarea karantina,
diberi label karantina (label kuning), dicek fisik secara visual sesuai
dengan surat pesanan barang yang meliputi kebenaran label bahan, nomer
batch/lot, keutuhan kemasan (wadah, label, segel, bruto, asal negara,
tanggal pembuatan, tanggal kedaluarsa), jumlah dan CoA.
3. Apabila sudah selesai, maka dibuatkan bukti titipan barang sementara
(BTBS). BTBS dibuat tiga rangkap, lembar asli untuk supplier, copy 1
untuk arsip gudang, copy 2 sebagai surat permohonan pemeriksaan kepada
QC.
4. Barang diterima oleh supervisor penyimpanan bahan baku dan disetujui
oleh asisten manager penyimpanan. Dilakukan pemeriksaan oleh
laboratorium QC, selama masa pemeriksaan QC memberi label karantina
berwarna kuning pada label tersebut.
5. QC akan melakukan sampling terhadap bahan baku yang datang, barang
diterima atau ditolak berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
6. Setelah bahan baku diluluskan, bagian penyimpanan akan membuat bukti
penerimaan bahan baku (BPBB). Bahan baku akan disimpan dalam
gudang sesuai dengan stabilitas bahan baku. Bahan baku yang diluluskan
diberi label hijau dengan tulisan diluluskan dan ditempel diatas label
karantina.
7. Jika bahan baku ditolak, maka gudang akan membuat surat pemberitahuan
kepada bagian pembelian bahwa barang yang dikirim oleh pemasok tidak
memenuhi syarat dengan melampirkan HPL (Hasil Pemeriksaan
Laboratorium) dan surat pengembalian barang ke supplier dan pemasok
(retur). Bahan baku yang ditolak diberi label merah dan ditempel diatas
label karantina.
8. Bahan baku akan diperiksa ulang 1 tahun sekali maksimal 12 hari sebelum
jatuh tempo bagian penyimpanan bahan baku harus mengajukan surat
permohonan pemeriksaan ke laboratorium QC. Selam pemeriksaan ulang
berlangsung, status bahan baku adalah karantina (label kuning).
9. Untuk bahan baku maupun bahan jadi yang diimpor dari manufacturing
asing langsung dilakukan pemeriksaan QC. Jika bahan baku ditolak, maka
barang bisa dikembalikan, tergantung negosiasi manager impor.
B. Metode analisis untuk pengujian mutu bahan baku:
1. Spektrofotometri UV/Vis (Farmakope Indonesia IV, Spektrofotometri
UV/Vis (Farmakope Indonesia IV, 1995; hal 1061) 95; hal 1061)
a. Prinsip Kerja: Radiasi UV/Vis diabsorpsi oleh molekul sehingga
menyebabkan elektron yang tidak terikat tereksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Panjang gelombang dimana absorpsi itu terjadi
tergantung dari seberapa kuat elektron terikat dalam molekul.
b. Alasan pemilihan metode: Metode ini praktis, jumlah sampel yang
dibutuhkan sedikit, mudah dilaksanakan dan mempunyai sensitivitas
yang baik.
c. Masalah yang mungkin terjadi dalam analisis: Blanko dari sampel
terkadang kurang menunjukkan spektrum yang baik sehingga
mempengaruhi kadar sampel atau spektrum yang dihasilkan. Selain itu
adanya pengotor pada sampel dapat mempengaruhi absorbsi sinar UV
sehingga m mempengaruhi absorbsi sinar UV sehingga mempengaruh
empengaruhi nilai kadarnya.
2. Spektrofotometri IR (Gandjar, 2010)
a. Prinsip Kerja: Radiasi inframerah menyebabkan terjadinya vibrasi
dan/atau rotasi dalam molekul yang dikenai sinar infra merah.
b. Alasan pemilihan metode: Metode ini mempunyai sensitivitas yang
baik, spesifitas tinggi, dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
c. Masalah yang mungkin terjadi dalam analisis: Panjang gelombang
pada infra merah memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan
suhu. Ketika suhu mengalami kenaikan, maka panjang gelombang
akan menurun dapat mempengaruhi absorbansi dan hasil analisis
kadarnya.
C. Kualitas Berdasarkan Desain (Quality By Design/QBD)
Kualitas berdasarkan desain (QbD) adalah suatu pendekatan ilmiah
modern dalam memformulasikan suatu desain produk, pengujian baik secara
manual maupun otomatis serta mempersingkat penemuan masalah. KbD
menggunakan pendekatan sistematik untuk menjamin kualitas dengan
mengembangkan pemahaman mendalam mengenai kompatibilitas produk akhir
dengan semua komponen dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk.
Dalam KbD yang diuji bukan hanya produk akhir saja melainkan semua saja
melainkan semua proses pengembang proses pengembangan. Hasilnya, an.
Hasilnya, kualitas suatu prod kualitas suatu produk dapat uk dapat dianalisis
secara efisien dan sumber kesalahan dapat diidentifikasi dengan cepat. KbD
membutuhkan identifikasi semua titik kritis dalam formulasi dan proses maupun
penentuan variasi yang lebih luas yang dapat mempengaruhi kualitas produk
akhir. Informasi mengenai komponen maupun proses yang diperoleh sangat
mempengaruhi kualitas produk, keamanan, serta fleksibilitas kualitas bisnis.
Dalam QbD ada empat hal yang menjadi kunci utama, yaitu:
1. Menentukan Tujuan
Pembuatan Produk Pada tahap ini yang harus ditetapkan adalah Profil
Kualitas dari Produk Target (Quality Target Product Profile/QTPP) dan semua
Komponen Titik Kritis (Criticaal Quality Attributes/CQA) dari suatu produk.
QTTP meliputi semua faktor yang berkaitan berkaitan dengan produk sedangkan
sedangkan CQA meliputi meliputi karakteristik karakteristik produk yang
memberikan pengaruh besar terhadap kualitas produk.Hal ini dapat memberikan
gambaran mengenai desain produk. Komponen produk dapat terkarakterisasi serta
kompabilitas masing-masing komponen dapat terevaluasi.
2. Menemukan Ruang Proses Desain
Pemahaman mengenai suatu proses adalah kunci dalam menemukan ruang
proses desain. ICH mendefinisikan ruang desain sebagai “penentuan
multidimensional kombinasi dan interaksi dari sebuah material dan atau parameter
proses yang dapat menjamin kualitas”. Parameter Kritis Proses (Critical Process
Parameter) dapat diidentifikasi dengan menentukan semua variasi proses yang
dapat memberikan dampak pada kualitas suatu produk. Ketika ruang desainnya
ditemukan, maka kita dapat mengantisipasi dan merencanakan bagaimana
mengontrol proses tersebut. Data penelitian, penelitian, produk maupun literature
literature dapat digunakan digunakan untuk menentukan menentukan parameter-
parameter- parameter tersebut.
3. Memahami Ruang Kontrol
Didasarkan pada ruang proses desain, maka ruang kontrol yang baik juga
dapat dipahami. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami proses yang dapat
mempengaruhi kualitas suatu produk dari variabel proses produksi, sehingga
proses produksi tetap berjalan dibawah pengawasan.
4. Menentukan Target Ruang Operasi
Ruang operasi merupakan parameter terbaik, penentuan secara statistik
memungkinkan kita untuk mengakomodasi semua variable alam dalam CPPs dan
CQAs. Untuk produk yang umum, ruang operasi harus selalu dalam pengawasan
dan harus mengikuti referensi pembuatan produk yang ada sehingga parameternya
tetap sama. Sedangkan untuk produk baru, ruang operasi harus didesain
sedemikian rupa agar sesuai dengan guideline regulasi.
Keuntungan dari penggunaan metode QbD ini diantaranya adalah
merupakan metode yang efisien baik dari segi waktu maupun
harga.Memungkinkan untuk tetap mengikuti peraturan yang dikeluarkan oleh
BPOM serta mereduksi waktu registrasi dari BPOM. QbD secara signifikan dapat
memberikan keuntungan besar bagi suatu indutri yang menerapkannya (DPT
Labs, 2013)

Gambar 1 Quality by Design (QbD) Tools


D. Jenis – Jenis Metode Pencetakan Suppositoria
1. Pencetakan dengan tangan (manual)
Dilakukan pada preparasi suppositoria dalam jumlah kecil. Dilakukan
dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen
dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula
basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan
menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang
homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu
batang silinder dengan garis tengah dan panjang panjang yang
dikehendaki. dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah mencegah
pelekatan pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah
tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu uju satu ujungnya
diruncingkan.
2. Pencetakan dengan kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi
suatu bentuk bentuk yang dikehendaki. dikehendaki. Suatu roda tangan
berputar berputar menekan menekan suatu piston pada massa suppositoria
yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan.

3. Pencetakan dengan penuangan


Metode ini digunakan saat dalam pembuatan suppoitoria skala kecil
maupun skala besar. Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya
diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan
setempat yang berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau
disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan
logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel.

4. Pencetakan dengan Mesin Otomatis


Penuangan, pendinginan, dan pengeluaran dari cetakan dilakukan oleh mesin
Output rotary machine berkisar 3500-6000 supp berkisar 3500-6000
suppositoria per jam.

E. PAT yang Sesuai Untuk Produksi Suppositoria


Industri farmasi banyak diregulasi oleh agensi regulator seperti BPOM,
maka produk jadi farmasi harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan. PAT
sebagai sebuah sistem dalam merancang, menganalisa, dan mengkontrol
(mengendalikan) pembangunan pembangunan melewati melewati beberapa
beberapa pengukuran pengukuran (contoh (contoh : dalam keadaan keadaan
proses) proses) dari keadaan kritis kualitas dan kinerja dalam keadaan belum
terlaksana dan pada proses pematerialan pematerialan dan processces, dengan
tujuan untuk memastikan memastikan hasil kualitas kualitas produk akhir. Penting
untuk dicatat bahwa maksud analisa pada PAT mengaju pada arti luas dari bahan
kimia, kondisi fisik, mikrobiologi, matematis dan resiko analisa yang
dilaksanakan secara terpadu. Tujuan dari PAT adalah untuk meningkatkan
pemahaman dan pemahaman dan kendali ata kendali atas proses manufaktur,
yang manufaktur, yang sejalan sejalan dengan kualitas dengan kualitas sistem obat
kita : kualitas tidak dapat diuji pada produk; hal tersebut harus dibuat atau
dirancang. Menggunakan Near-Infrared (NIR), spektrum bisa dilihat langsung
dalam sampel tanpa kontak langsung dan tidak menyebabkan kerusakan sampel.
Pada saat proses proses pencampuran, pencampuran, prediksi prediksi secara
kualitatif kualitatif homogenitas homogenitas hasil pencampuran pencampuran
dengan menggunakan Near Infra Red spektroskopi (NIR) yang dapat
disambungkan pada suppository suppository moulding. moulding. Penggunaan
Penggunaan NIR ini dilakukan dilakukan untuk memaksimalkan memaksimalkan
bias dalam prediksi pada proses pencampuran.

Suppositoria moulding SG 4/W ini memiliki tabung pencampuran dengan


kapasitas 5 liter dengan kapasitas bekerja 65% dan terletak dalam warm oil bath,
dilengkapi dengan pemanas termostatik yang sapat dikendalikan (antara 20° C dan
100° C). Dua transmisi NIR probe dipasang di adaptor twin screw extruder
dengan diameter sekrup 27 mm. Probe pertama digunakan untuk mengirim
laserlight melalui melt, dan di sisi berlawanan dari saluram melt, probe kedua
menangkap sinyal ini dan mengirimkan ke detector. Normalisasi vektor dari
spektra dilakukan untuk mengurangi intensitas yang disebabkan oleh interference.
Dengan menggunakan nearinfrared (NIR), spectrum dapat diukur secara langsung
pada sampel utuh tanpa kontak atau terjadi kerusakan pada sampel. Secara khusus,
NIR spektroskopi melibatkan chemometrics yang menjadi teknik penting untuk
PAT dalam proses produksi farmasi. Chemometrics, 4 multiple regresi linear,
komponen utama regresi dan regresi parsial least-squares parsial least-squares
(PLS) merupakan metode an (PLS) merupakan metode analisis yang ideal alisis
yang ideal untuk mendapatkan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang
sampel data spektroskopi dari data spectrum NIR di banyak banyak industri.
industri. Oleh karena itu, metode spektroskopi spektroskopi NIR dengan
chemometrics telah dimanfaatkan untuk memecahkan masalah seperti
keseragaman isi obat, ukuran partikel, dan stabilitas bubuk massal di industry
farmasi.

Analisis dan kuantifikasi dari respon molekul bergantung pada radiasi. Terjadi
pertukaran energi antara energi radiasi dan energi yang terkandung yang
terkandung dalam molekul.

Keuntungan dari NIR spektroskopi:


1. Minimal atau bahan tidak membutuhkan preparasi sampel
2. Kecepatan menganalisis tinggi (<1 detik)
3. Resolusi tinggi
4. Bisa diaplikasikan secara luas (hamper semua organic dan beberapa
anorganik)
5. Hasil yang didapatkan kuantitatif dan kualitatif
6. Tidak ada fase (gas, solid, liquid)
7. Tidak merusak sampel, tidak kontak langsung dengan sampel
PENGUJIAN/EVALUASI SEDIAAN SUPPOSITORIA
1. Penampilan
Untuk mengevaluasi adanya keretakan, migrasi bahan aktif, bau, warna
a. Bentuk
Dianjurkan untuk memeriksa bentuk suppositoria untuk melihat apakah
bentuk tersebut konsisten.
b. Kondisi Permukaan
Hal-hal yang dapat dievaluasi, diantaranya sebagai berikut: kecemerlangan,
kusam, bintik-bintik, retak, daerah gelap, rongga aksial, gelembung udara,
lubang, dll
c. Warna
Intensitas, sifat dan homogenitas warna harus diverifikasi
d. Bau
Verifikasi bau dapat mencegah kebingungan ketika supositoria yang sama
sedang diproses. Perubahan bau juga dapat menjadi indikasi dari proses
degradasi.
2. Keseragaman Bobot
• Timbang 20 suppo sendiri2 (w1-w20)
• Timbang 20 suppo bersamaan (w)
• Hitung rata-rata w/20
Evaluasi: tdk lebih 2 suppo berbeda dengan berat rata-rata > 5%, dan tidak ada
satu suppo yang berbeda dengan rata-rata > 10%.
3. Uji Jarak Leleh (Melting Range Test)
Uji ini disebut juga kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu
ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila
dicelupkan dalam penanggas air dengan temperatur tetap (37oC). Sedangkan uji
kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya
untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh
sempurna dari suppositoria adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP.
Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penanggas air yang konstan, dan waktu
yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air
disekitarnya diukur. Pola pelepasan obat secara in vitro diukur dengan
menggunakan alat kisaran leleh yang sama.

Alat Disentrigasi Tablet USP


4. Liquefaction Time / Softening Time
Pengujian pencairan atau waktu melunak memberikan informasi tentang
sediaan suppositoria ketika pada suhu maksimum 37⁰C. Tes yang umum
digunakan adalah metode Krowczynski, yang mengukur waktu yang dibutuhkan
suppositoria untuk mencair pada tekanan yang sama dengan yang ada di rektum
(sekitar 30 g) dengan adanya air pada suhu 37⁰C. Secara umum, titik leleh
suppositoria tidak boleh lebih dari 37⁰C dan syarat lama waktu pencairan tidak
boleh lebih dari 30 menit (Lachman et al ., 1994). Alat yang dapat digunakan
untuk pengujian adalah pipa-U dan pipa selofan.
U-Tube apparatus for melting point determination.
Liquefaction time apparatus
Pada metode Krowczynski, uji tersebut terdiri dari pipa-U yang sebagian
dicelupkan ke dalam bagian penanggas air yang bertemperatur konstan.
Penyempitan pada satu sisi menahan menahan suppositoria suppositoria tersebut
tersebut pada tempatnya tempatnya dalam pipa. Sebuah batangan batangan dari
kaca ditempatkan ditempatkan di bagian atas suppositoria, suppositoria, dan
waktu yang diperlukan batangan untuk melewati suppositoria sampai
penyempitan tersebut dicatat sebagai ”waktu melunak”. Ini dapat dilaksanakan
dalan berbagai temperatur dari 35,5 sampai 37⁰C sebagai suatu pemeriksaan
pengawasan mutu, dan dapat juga dikaji sebagai suatu ukuran kestabilan fisika
terhadap waktu. Suatu penanggas air dengan elemen pendingin dan pemanas harus
digunakan untuk menjamin pengaturan panas dengan parbedaan tidak lebih dari
0.1⁰C.

Liquefaction time apparatus dengan pipa selofan


Uji melunak untuk mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal
untuk mencair dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyari
melalui selaput semiparmiabel, yakni pipa selofan, diikat pada kedua ujung
kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37⁰C disirkulasi
melalui kondensor tersebut pada laju sedemikian rupa, sehingga separuh bagian
bawah pipa selofan kempis dan separuh bagian atas terbuka. Tekanan hidrostatis
air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut mulai kempis. Bila
temperatur air dibuat stabil pada suhu 37⁰C, suppositoria turun, dan waktu
tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan sempu dengan sempurna
dalam pipa rna dalam pipa tersebut (Setnikar and tersebut (Setnikar and Fantelli,
1962).
5. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur keregasan atau
kerapuhan suppositoria. Suppositoria dengan bentuk-bentuk yang berbeda
memiliki titik hancur yang berbeda pula.

Alat uji kekerasan suppositoria


Pengujian kekerasan suppositoria diawali dengan pendiaman suppositoria
pada suhu 25 ± 1,5⁰C. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu
ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan.
Suppositoria ditempatkan secara tegak dengan bagian runcing menghadap ke atas.
Pintu kaca ditutup dan selanjutnya bantalan digeser sehingga batang pemberat
dalam posisi menggantung bersamaan dengan pencatatan pencatatan waktu.
Penentuan Penentuan kekerasan kekerasan diawali diawali dengan memberi
memberi beban 600 gram menggunakan batang pemberat. Kemudian dilakukan
penambahan beban dengan berat masing-masing 200 gram setiap 1 menit.
Pencatat waktu dihentikan saat suppositoria hancur (beban telah sampai pada
batas yang ditentukan. Percobaan tersebut dilakukan 3 kali untuk masing-masing
suppositoria. Waktu dan beban yang digunakan dicatat. Hasil sediaan suppositoria
yang baik adalah memiliki kekerasan dalam rentang 1,8 – 2,0 Kg (Lieberman,
1994).
Pembacaan Beban:
a. Apabila sediaan hancur dalam waktu 0 – 20 detik setelah pemberian
lempeng terakhir, maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam
perhitungan.
b. Apabila sediaan hancur dalam waktu 20 – 40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir, maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya
setengah dari massa yang digunakan (misal 100 gram)
c. Apabila sediaan belum hancur dalam waktu >40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir, maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke
dalam perhitungan. (Milala et al ., 2013)
Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang
beranekaragam ini ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur
yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan, yakni produksi, pengemasan,
pengiriman, dan peng pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan.
6. Uji Disolusi
Uji disolusi supositoria diperlukan untuk menguji pengerasan dan transisi
polimorfik polimorfik bahan aktif dan basis supositoria. supositoria. Namun,
tidak ada uji disolusi disolusi yang benar-benar benar-benar tepat untuk
supositoria supositoria karena ketidaklarutan ketidaklarutan beberapa beberapa
pembawa pembawa supositoria dalam air. Jika menggunakan larutan disolusi
aqueous maka memerlukan tahap partisi, namun tahap tersebut membutuhkan
waktu eksta yang dapat mengubah perhitungan laju disolusi. Laju disolusi pada
supositoria cair yang mengandung surfaktan lebih cepat daripada yang tidak
mengandung surfaktan. Apabila menggunakan surfaktan, profil disolusi kurang
lebih sama pada teknik y profil disolusi kurang lebih sama pada teknik yang
berbeda. Kehadiran surfaktan berbeda. Kehadiran surfaktan membat supositoria
lebih sensitif pada perbedaan teknik disolusi (Gjellan, 1989).
7. Uji Stabilitas
a. Lemak coklat dalam penyimpanan dapat terbentuk seperti serbuk putih di
permukaannya, permukaannya, diatasi diatasi dengan disimpan disimpan
di suhu dingin yang seragam seragam dan mengemas dalam aluminium
foil.
b. Suppositoria dari lemak coklat semakin keras dal Suppositoria dari lemak
coklat semakin keras dalam penyimpanan karena terjadi penyimpanan
karena terjadi transisi menjadi bentuk kristal yang stabil.
c. Apabila suppositoria disimpan pada suhu tinggi di bawah titik lelehnya
setelah produksi proses kadaluarsa akan lebih cepat.
d. Softening time dapat digunakan untuk uji stabilitas.
BENTUK SEDIAAN SEMI SOLID
GEL
1. Defenisi
• Farmakope Indonesia edisi IV: Gel kadang kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan.
• Formularium Nasional: Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa
suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa organik, masing masing terbungkus dan saling
terserap oleh cairan.
• Ansel: Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri
dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil
atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan.
2. Alasan atau keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994)
1) Kemampuan penyebarannya baik pada kulit
2) Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
3) Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
4) Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
Sifat yang diharapkan dalam sediaan gel topikal yaitu memiliki aliran
tiksotropik, tidak lengket, tidak berkendir, daya sebar baik, tidak berminyak,
mudah dicuci, sebagai emolien, ringan (khususnya untuk jaringan yang
mengelupas), tidak terdapat noda, dapat dengan bahan tambahan lain, larut air
atau dapat bercampur dengan air (Allen, 2002), tidak berlendir dan konsentrasi
bahan pembentuk gel tidak terlalu tinggi agar gel mudah dicuci atau digunakan
dan viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu
penyimpanan.
3. Formulas sediaan gel
Formula Umum/standar
Formulasi adalah menggabungkan bersama komponen dalam hubungan
yang sesuai dengan formula yang ada. Formulasi merupakan tahapan lanjutan dari
kegiatan praformulasi. Dalam kegiatan formulasi harus diperhatikan
tahapantahapan dalam menggabungkan tiap komponen yang tertera pada formula
yang telah dibuat (Siregar, 2010). Formulasi merupakan salah satu kegiatan dalam
pembuatan sediaan dimana menitikberatkan pada kegiatan merancang komposisi
bahan baik bahan aktif maupun bahan tambahan yang diperlukan untuk membuat
sediaan tertentu yang meliputi nama dan takaran bahan.Pembuatan formulasi
dilakukan setelah tahapan praformulasi.
3.1 Zat aktif
Bahan Berkhasiat Bahan berkhasiat adalah bahan obat yang digunakan
untuk tujuan pengobatan sehingga dapat memberikan efek terapi yang diharapkan.
Salah satu contohnya : Natrium Diklofenak
Natrium Diklofenak dapat meredakan rasa nyeri dengan cara menghambat
enzim cyclooxygenase (COX) sehingga prosuksi prostaglandin di seluruh tubuh
akan menurun. Bahan berkhasiat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bahan aktif yang agak sukar larut dalam air sehingga efektif meredakan rasa nyeri
dengan dibuat sediaan gel. Dosis Natrium Diklofenak untuk meredakan rasa nyeri
dalam sediaan topikal adalah 1%.
Natrium diklofenak sebagai bahan aktif memiliki kelarutan dalam 30-100
bagian air, yang artinya agak sukar larut dalam air. Dapat bercampur atau
compatibel dengan bahan lain dalam sediaan, dan memiliki stabilitas yang baik
apabila di buat sediaan oral maupun topikal. Nama resmi: Natrium Diklofenak
Nama lain :diclofenac sodium BM/TD/TL :318,13g/cm3 /188oC/284oC. Rumus
struktur : C14H10Cl2NNaO2. Pemerian :serbuk hablur putih, higroskopik 18
Kelarutan : mudah larut dalam etanol, metanolk, agak sukar larut dalam air,
praktus larut dalam kloroform Penyimpanan :dalam wadah tertutup rapat
3.2 Basis gel
Pemilihan basis gel tergantung sifat obat, OTT, absorpsi, sifat kulit dan
jenis luka. Pertimbangan pemilihan basis gel dipengaruhi oleh sifat zat berkhasiat
yang digunakan dan konsistensi sediaan yang diharapkan. Sifat basis yang perlu
diperhatikan adalah tidak berkhasiat, tidak mengiritasi dan menghidrasi, bersatu
dengan zat aktif secara fisika dan kimia, dan stabil secara kimia dan fisika.
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel partikel anorganik, bila
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,
1989).
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.
istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada
pelarut dari bahan bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik
dari bahan hidrofobik.
Jenis- jenis basis gel
1) Tragacanth
• Polisakarida komplek alami dengan variasi sifat reologi dan kualitas
mikrobiologinya
• Diperoleh dari getah tanaman genus Astragalus
• Viskos, tidak berbau, tidak berwarna
• Konsentrasi yang diperlukan 5%
• Perlu dibasahi dengan etanol atau gliserin sebelum didispersi dalam air
• Digunakan untuk treatmen luka bakar topikal
• Bersifat asam dan memiliki BM 840.000
• Berfungsi sebagai ‘demulscent’ dan ‘suspending agent’
2) Fenugreek Mucilage
• Diekstrakdengan multiple maserasi biji jinten hitam
• Mengandung polisakarida galaktomanan
• Larut lambat dalam air, cepat dalam air panas membentuk larutan
koloidal viskous
• Ceiling concentration 2,5-3,5
3) Hidroksi propil metilselulose (HPMC)
HPMC merupakan turunan dari metal selulosa yang memiliki ciri-ciri
serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut
dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan
akan segera menggumpal dan membentuk koloid.
Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak
digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Anonim,
2006; Rowe., dkk, 2005).
4) Metilselulosa
• Larut dalam air dingin tapi tidak larut dalam air panas
• Nonionik dan stabil dalam spektrum pH luas
• Non toksik
• Kompatibel dengan air, alkohol (70%), dan propilenglikol (50%)
• Kejernihan, hidrasi, dan viskositas maksimum tercapai jika gel
didinginkan 0-I0° C selama 1 jam
• Merk pasarannya Methocel HG dan Methocel MC
5) Hidroksietilselulosa
• Membentuk lapisan oklusif ketika diaplikasikan ke kulit dan dibiarkan
kering
• pH 5,5 8,5
• Larut dalam air dingin dan panas
• Pendispersian lebih mudah dengan bantuan pengadukan pada suhu 20-
25° C kemudian dipanaskan hingga 60-70°C
6) Hidroksipropilselulosa
• Terhidrasi dan swelling dalam air
• Gel yang terbentuk lebih encer
• pH 5,5 8,5
• Larut dalam air dingin< 38°C membentuk koloidal halus dan jernih,
suhu 40-45°C presipitasi
• Larut dalam pelarut organic dingin maupun panas (exzetanol)
• Gel stabil pada pH 6 8, pada pH rendah dan asam akan terhidrolisis dan
viskositas menurun, demikian juga kenaikan suhu hingga 45 C juga
menurunkan viskositas
7) Hidroksipropilmetilselulosa = Hipromelose
• Membentuk gel kental tapi toleransi terhadap ion muatan positif rendah
• Terdispersi dalam air dingin praktis tidak larut dalam air panas
• Penggunaan sebagai ‘thickening agent 0,25 5%
• Bersifat nonionic sehingga tidak bereaksi dengan garam metal
membentuk presipitat
• Inkompatibel dengan senyawa pengoksidasi
8) Cmc
• Umum digunakan dalam bentuk garam sodium, dikenal sebagai
carmellose sodium
• Membentuk gel kental
• Stabilitas maksimum pH 7-9
• Konsentrasi untuk gel 3-6%
• Larut dalam air di segala temperatur
• Presipitasi terjadi pada pH < 2 dan bila dicampur dengan ethanol 95%
• Inkompatibel dengan senyawa sangat asam, garam besi, logam
aluminium, merkuri, seng dan presipitasi dengan protein bermuatan
positif.
9) Carbopol=carbomer
• Membentuk larutan asam pH 3,0
• Penetralisir ditambahkan untuk menaikan pH dan menyebabkan
disperse mengental membentuk gel (KOH, NaOH, TEA)
3.3 Zat tambahan
1) Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua
gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai
antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan
inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent
1. Tragakan: metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi
benzoat 0,05 % w/v
2. Na alginate: metil hidroksi benzoat 0,1 0,2 % w/v, atau klorokresol 0,1
% w/v atau asam benzoat 0,2 % w/v
3. Pektin: asam benzoat 0,2 % w/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % w/v
atau klorokresol 0,1 0,2 % w/v
4. Starch glyserin: metil hidroksi benzoat 0,1 0,2 % w/v atau asam
benzoat 0,2 % w/v
5. MC: fenil merkuri nitrat 0,001 % w/v atau benzalkonium klorida 0,02%
w/v
6. Na CMC: metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat
0,02 % w/v
7. Polivinil alkohol: klorheksidin asetat 0,02 % w/v
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air.
Biasanya digunakan pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan
propilparaben 0,025% sebagai pengawet.
2) Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat.
Contohnya EDTA
3) Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan
sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %
4. Alur produksi

Persiapan Alat dan Bahan

Penimbangan

Pembuatan basis gel Pelarutan zat aktif dengan ethanol

IPC
- Pemerian
- pH
- Stabilitas gel
Campur Tambah pengawet yang sudah
dilarutkan dengan propilen glikol dan
ad air dengan Ultra Torrax

IPC Karantina produk antara


- Pemerian
- Identifikasi
- pH
- Kadar zat
berkhasiat
- Homogenitas IPC
- Stabilitas gel Pengisian Tube - pemerian
- Bobot rata-rata

Karantina Produk Ruahan IPC


- Pemerian
- Identifikasi
- pH
Pengemasan
- Kadar zat
berkhasiat
- Homogenitas
Karantina Produk Jadi - Koefisien Variasi

Finished pack
Analysis
Gudang Obat Jadi
5. Evaluasi in process control (IPC) :
1. Penampilan (Organoleptis)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin
mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama
formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi.
2. Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi
sediaan
3. Homogenitas (FI ed III, hal 33)
Tujuan : Menjamin ke-homogenitas-an sediaan suspensi
Prinsip : Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel
maupun distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada
berbagai tempat menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat
atau jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yg lama, homogenitas
dapat ditentukan secara visual.
Penafsiran Hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah
atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai
tempat pengambilan sampel.
4. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial
Pharmacy, hal 116) (khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam
berwarna mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding
terbalik dengan suatu kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide
mikroskop. Lihat dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal
5. Viskositas
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi
viskositasnya diukur dengan viskometer Brookfield Helipath stand.
Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar dengan
menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai
spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh
Evaluasi mutu sediaan akhir
Sediaan akhir yang dihasilkan diuji berdasarkan persyaratan sesuai yang tertera
pada farmakope dan atau buku resmi lainnya.
Evaluasi fisik :
1. Isi minimum (FI IV hal 997)
Tujuan : Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang
tertera pada etiket
Prinsip : Selisih antara penimbangan bobot wadah berisi sediaan dengan
bobot wadah kosong merupakan bobot bersih isi wadah.
Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang
tertera di etiket dan tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang
dari: (pilih salah satu, sesuaikan dengan sediaan)
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram
dan kurang dari 150 gram)
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada
etiket dan hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi
syarat di atas.
2. Uji Kebocoran (FI IV hal 1086)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip : 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian
luarnya dengan kain penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di
atas kain penyerap di dalam oven dengan suhu diatur pada 60o ± 3o selama
8 jam.
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah
pengujian selesai. Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari
bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube atau dari bagian ulir tutup
tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak lebih dari 1 tube,
ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan.
Uji memenuhi syarat jika: tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10
tube uji pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30
tube yang diuji.
3. Uji stabilitas
Dilakukan uji dipercepat dengan:
1. Agitasi atau sentrifugasi (mekanik); Sediaan disentrifugasi dengan
kecepatan tinggi (sekitar 30.000 RPM), Diamati apakah terjadi sineresis,
pemisahan atau tidak. (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy,
hal 116)
2. Manipulasi suhu sampel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada
suhu 30, 40, 50, 60, 70oC. Amati dengan bantuan indikator (seperti sudah
merah mulai suhu berapa terjadi pemisahan. Makin tinggi suhu maka
makin stabil
4. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan
Tujuan : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan
Prinsip : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel
dengan cara mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada
waktu – waktu tertentu. Penafsiran hasil : bahan aktif dinyatakan mudah
terlepas dari sediaan apabila waktu tunggu ( waktu pertama kali zat aktif
ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dan ini tergantung dari
pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.
5. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu
sel difusi dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan
penerima pada selang waktu tertentu.

Evaluasi Kimia :
1. Identifikasi : sesuai yang ada pada monografi
2. Penetapan kadar : sesuai dengan yang ada di monografi

Evaluasi Biologi :
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet) (FI IV , hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa
berair seperti produk parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang
bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan
yang mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan
sebagai parameter efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba
pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida
Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25C dalam media
Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil: Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam
contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih
dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
2. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan
pengawet) (FI IV hal 939-942) Khusus Pengawet
Metode I  Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol,
NipaginNipasol) Metode II  Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat,
Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan
ditujukan untuk zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan
bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari
jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi
gas atau polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti
yang tertera pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v
atau v/v
3. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-
899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama
proses pembuatan laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik
terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh
antibiotik dalam sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair
yang mengandung biakan mikroba berdasarkan metode lempeng atau
metode turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan
metode garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat
terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin rendah,
makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi
mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar.

6. Peralatan yang di gunakan saat proses produksi


a. Peralatan yang dapat digunakan untuk proses pencampuran
1. Planatory Mixer
Planatory mixer digunakan untuk pencampuran dan mengaduk bahan kental
dan seperti bubur, planatory mixer tersebut masih sering digunakan untuk
operasi dasar pencampuran dalam industri farmasi. Planatory mixer digunakan
dengan kecepatan rendah untuk pencampuran kering dan kecepatan lebih
cepat untuk peremasan yang diperlukan dalam granulasi basah.

2. Double Planetary Mixers


Double planetary mixers mencakup dua bilah yang berputar pada sumbu
mereka sendiri, sementara mereka mengorbit tempat mencampur pada sumbu
umum. Bilah terus maju di sepanjang pinggiran tempat, menghapus bahan dari
dinding tempat dan membawanya ke bagian interior. Berlawanan
dengan conventional planetary mixer, negosiasi kedua konsfigurasi bilah
menyapu dinding tempat searah jarum jam dan memutar dalam arah yang
berlawanan pada sekitar tiga kali kecepatan perjalanan. Shear
blades menggantikan bahan dari dinding tempat dan oleh aksi tumpang tindih
mereka pusat membawa partikel ke arah agitator shafts, sehingga
menghasilkan gaya geser yang luas. Dengan menggunakan bahan ini bahkan
bahan yang sangat kental dan kohesif dapat dicampur secara efisien (Bhatt &
Agrawal, 2007).

Double planetary mixers


3. Sigma mixer
Sigma mixer berisi pencampuran elemen (blades) dari dua tipe sigma dalam
jumlah yang kontra berputar ke dalam untuk mencapai sirkulasi ujung ke
ujung serta menyeluruh dan pencampuran yang seragam di pembersihan dekat
atau tertentu dengan wadah. Produk campuran dapat dengan mudah
diberhentikan dengan memiringkan wadah dengan tuas tangan secara manual
baik dengan sistem roda gigi yang dioperasikan secara manual atau
bermotor. Mixer yang lengkap dipasang pada baja dibuat dari kekuatan yang
sesuai untuk menahan getaran dan memberikan performance (Bhatt &
Agrawal, 2007). Sigma mixer digunakan untuk proses granulasi basah
dalam pembuatan tablet, massa pil dan salep. Hal ini terutama
digunakan untuk pencampuran padat-cair meskipun bisa digunakan
untuk campuran padat-padat juga.

Sigma mixer
4. Ultrasonic Mixers
Metode yang efektif untuk menangani bentuk-bentuk tertentu dari masalah
pencampuran adalah untuk permasalahan bahan terhadap getaran ultrasonik.
Hal ini memiliki aplikasi khusus dalam pencampuran dalam preparasi emulsi
(Bhatt & Agrawal, 2007).

Ultrasonic mixer
5. Colloid Mill
Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan merusak
aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim,
pulp, minyak, dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan
kerusakan aglomerat atau dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan
halus yang berukuran sekitar 1 mikron. Bahan yang diproses diisi oleh
gravitasi untuk dipompa sehingga lewat di antara elemen rotor dan stator
dimana ia mengalami gaya geser dan hidrolik tinggi. Bahan dibuang melalui
gerbong dimana ia dapat diresirkulasi untuk perlewatan kedua, biasanya untuk
bahan yang memiliki kepadatan lebih tinggi dan isi serat cakram beralur
berbentuk kerucut. Terkadang pengaturan pendinginan dan pemanasan juga
ditentukan dalam penggilingan ini yang tergantung pada jenis bahan yang
diproses. Kecepatan rotasi rotor bervariasi dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak
kemampuan penyesuaian yang sangat halus antara rotor dan stator bervariasi
dari 0.001-0.005 inci tergantung pada ukuran alat. Colloid
mills memerlukan pengisian air yang banyak, cairan dipaksa melalui
celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur spiral. Dalam
penggilingan ini hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi
panas dan gaya geser terlalu dapat meningkatkan suhu produk. Oleh
karena itu, sebagian besar colloid mills dilengkapi dengan jaket air dan
itu adalah juga diperlukan untuk mendinginkan bahan sebelum dan
setelah melewati penggilingan (Bhatt & Agrawal, 2007).

Colloid mills
Dalam colloid mill primer, aksi geser intens diproduksi antara running rotor pada
beberapa ribu rpm dengan permukaan kerjanya dalam proxim yang dekat ke
stator. Sebuah rotor berdiameter 5 inci berjalan pada 9000 rpm dan memiliki
output 40-60 galon tergantung pada viskositas cairan. Kesenjangan antara dua
permukaan disesuaikan dari 0,3-0,002 inci. Campuran mentah dimasukkan
melalui gerbong ke pusat rotor. Bahan dikeluarkan dan berhenti setelah
homogenisasi di seluruh permukaan shearing. Bahan harus diberikan pada tingkat
yang jarak antara rotor dan stator menjaga keseluruhan pengisian dengan
cairan. Colloid mills digunakan dalam produksi salep, krim, gel dan cairan kental
tinggi untuk grinding, membubarkan dan homogenisasi dalam satu operasi (Bhatt
& Agrawal, 2007).
6. Triple-Roller Mill
Berbagai jenis roller mill biasanya digunakan terdiri dari satu atau lebih rol,
terutama triple-roller mill. Alat ini dilengkapi dengan tiga rol yang terdiri dari
bahan tahan abrasi keras. Mereka dilengkapi sedemikian rupa sehingga mereka
datang dalam kontak dekat satu sama lain dan berputar pada kecepatan yang
berbeda. Materi yang datang di antara rol dihancurkan dan ukuran partikelnya
dikurangi. Penurunan ukuran partikel tergantung pada gap antara rol dan
perbedaan kecepatannya. Bahan masuk melewati gerbong A, diantara rol B dan C
dimana ia mengurangi ukuran. Kemudian bahan tersebut lewat di antara rol C dan
D dimana ia kemudian mengurangi ukuran partikel dan menghasilkan campuran
yang halus. Gap antara rol C dan D biasanya kurang dari celah antara B dan C,
setelah melewati materi antara rol C dan D bahan halus terus dihapus dari rol D
oleh sarana scraper E, dari mana ia dikumpulkan dalam penerima (Bhatt &
Agrawal, 2007).
Pada skala besar, roller mill salep mekanik digunakan untuk mendapatkan salep
halus dan tekstur yang seragam. Perlakuan salep kasar dipaksa untuk lewat
melalui rol stainless steel di mana ia mengurangi ukuran partikel dan produk halus
yang seragam dalam komposisi dan tekstur yang diperoleh. Untuk skala kecil
kerja, pabrik salep kecil tersedia (Bhatt & Agrawal, 2007).
Keuntungan: triple-roller mill menghasilkan dispersi yang sangat seragam dan
cocok untuk terus menerus memproses (Bhatt & Agrawal, 2007).

Triple-roller mills
b. Pengisian ke dalam kemasan Primer Setelah masa hasil pencampuran
memenuhi syarat pengujian maka masa tersebut diisikan ke dalam kemasan
primer berupa tube alumunium. Pengisian menggunakan mesin pengisi semi
otomatik.
c. Pengemasan Sekunder Pengemasan sekunder dilakukan dengan memasukkan
tube ke dalam dus. Dus biasanya individual dimana 1 dus isi 1 tube. Pengisian
tube ke dalam dus ini bisa manual ataupun menggunakan mesin otomatis.
d. Pengemasan Tersier Pengemasan tersier dilakukan dengan memasukkan dus
kedalam karton box. Sebelum dimasukkan setiap dus dilakukan penimbangan
untuk mengecek beratnya apakah sesuai dengan standar atau tidak. Bila sudah
memenuhi standar maka dimasukkan ke dalam box. Bila box sudah penuh
dilakukan penimbangan untuk mengecek kesesuaian beratnya.
LOTION
1. Definisi Lotion
Lotion menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan cair berupa suspensi
atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat
dalam bentuk sebuk halus dengan bahan pensuspensiyang cocok atau emulsi tipe
minyak dalam air (o/w atau m/a) dengan surfaktan yang cocok.
Lotion menurut The British Pharmaceutical Codex adalah persiapan cair
ditujukan untuk aplikasi ke kulit, atau menggunakan bulu sebagai mencuci untuk
irigasi aural, hidung, mata, lisan, atau uretra. Mereka biasanya mengandung zat
kimia tertentu dalam suspensi atau larutan di dalam kendaraan (pembawa) air.
Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang
distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya.
Lotion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi
yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada
permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah
pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.
Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari
tanaman, hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba,
minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa
surfaktan anionik, kationik maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari
udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen glikol dan polialkohol.

2. Alasan Pemilihan Sediaan Lotion


1. Lotion lebih mudah digunakan (penyebaran lotion lebih merata daripada
krim
2. Lebih ekonomis (Lotion menyebar dalam lapisan tipis)
3. Dosis yang diberikan biasanya lebih rendah
4. Kerja sistemnya rendah

3. Zat Aktif Sediaan Lotion


• Calamin
• Zinc oxide
• Diphenhydramine hydrochloride.
• Vitamin
• Ekstrak
4. Bahan Eksipien
Eksipien atau bahan penolong adalah materi yang terdapat dalam obat namun
tidak memiliki zat aktif. Fungsinya adalah sebagai pembawa atau pelarut zat aktif
sehingga memungkinkan penyampaian obat. Bahan eksipien yang digunakan
untuk memproduksi lotion adalah :
➢ Barrier Agent (Pelindung)
Berfungsi sebagai pelindung kulit dan juga ikut mengurangi dehidrasi.
➢ Emollient (Pelembab)
Emolien adalah bahan-bahan yang digunakan untuk mencegah atau
mengurangi kekeringan, sebagai perlindungan bagi kulit. Dari sudut biokimia,
kekeringan merupakan ukuran dari kandungan air kulit, dan aksi emollient
merupakan fenomena yang berhubungan dengan konservasi air. Pada kondisi
normal kandungan air dan tekanan uap epidermis lebih tinggi dari udara
sekitarnya, sehingga terjadi penguapan air dari permukaan kulit. Kulit menjadi
kering karena kehilangan air yang berlebihan dari lapisan tanduk ketika terpapar
pada kelembapan yang rendah, hidrasi yang tidak cukup dari lapisan epidermis
di bawahnya, dan pergerakan udara.
➢ Humektan
Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan
mencegah kekeringan (kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap
produk dengan meningkatkan kualitas usapan dan konsistensi secara umum.
Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya
terhadap viskositas dan konsistensi produk akhir.
➢ Pengental
Bahan pengental digunakan agar diperoleh struktur yang lebih kental
(meningkatkan viskositas) sehingga diharapkan akan lebih baik daya lekatnya.
➢ Emulgator
Emulgator adalah suatu bahan yang dalam strukturnya memiliki bagian yang
lyofilik maupun lyofobik, yang mampu mengakomodasi droplet-droplet cairan
yang tidak saling campur, untuk dapat terdispersi dengan stabil.
Emulgator yang ideal untuk farmaseutika :
− Stabil.
− Inert.
− Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.
− Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
− Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.
Emulgator mencegah terjadinya koalesen globul berdispersi dalam sistem emulsi
dengan membentuk hambatan permukaan. Gunakan konsentrasi minimum, jika
terlalu tinggi dapat menyebabkan pembentukan busa.Zat pengemulsi terdiri dari
pengemulsi anionik (misalnya ion lauril sulfat, TEA stearat), kationik (garam
amonium kuarterner) dan pengemulsi nonionik (polioksietilenlauril alkohol dsb).
➢ Buffer (Pendapar)
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif,
untuk meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar
harus diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap stabilitas krim dan zat
aktif. Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada sediaan dengan rentang
stabilitas pH yang kecil, dengan maksud untuk menjaga stabilitas zat aktif dalam
sediaan.
➢ Pengawet
Berfungsi sebagai sebagai pelindung sediaan semi solid, khususnya yang
mengandung sediaan yang terdiri dari air terhadap serangan mikroba.
Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :
− Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
− Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik
− Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas
− Stabil pada kondisi penyimpanan.
− Tidak berbau dan tidak berasa
− Tidak mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain dalam
formula dan bahan pengemas.
− Larut dalam konsentrasi yang digunakan.
➢ Pelarut
Berfungsi sebagai pembawa untuk melarutkan suatu jenis obat atau lebih
yang kemudian digunakan sebagai obat dalam, obat luar, maupun untuk
dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
5. Alur Pembuatan Lotion

Penimbangan Bahan (Raw Material)

Masukkan bahan fase air secara Masukkan bahan fase minyak secara
bertahap kedalam mixing tankhingga bertahap kedalam oil tank, panaskan
suhu 55o – 60o C (1000 rpm, 45 menit ) hingga suhu 70o – 80o C (20 menit,
kecepatan tinggi ), pastikan melebur
semua

Campurkan kedua fase minyak dan air dalam


tanki utama sesuai metode emulsifikasi yang
digunakan, lakukan pengadukan dengan kecepatan
tinggi selama 30-45 menit

Lakukan pendinginan hingga suhu 40o-45oC,


turunkan kecepatan mixing, tambahkan zat aktif
dan bahan tambahan lain

Turunkan suhu dalam mixing tank hingga 30oC,


lalu masukkan parfum.

QC ambil sampel produk rumahan, uji spesifikasi


produk
Pindahkan produk ke tanki SS yang telah disanitasi, siap
pengisian
Pengemasan

6. Alat
1. Tanki pencampuran (Mixing Tank)
2. Tanki minyak (Oil Tank)
3. Tanki Utama
4. Tanki SS
7. Evaluasi
• Organoleptik
Tujuan: Memeriksa kesesuaian warna, bau, tekstur dan melihat pemisahan
fase pada sediaan di manasedapat mungkin mendekati dengan spesifikasi
sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau, rasa, warna,tekstur dan pemisahan fase krim
menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan rasa memenuhi spesifikasi formulasi
• Uji Homogenitas
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain
yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran Hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di
permukaan kaca terlihat merata.
Cara : Dengan cara dioleskan sedikit sampel diatas kaca objek. Kemudian
bagian atasnya di beri kaca dan diberi tekanan. Setelah itu pada kaca
diamati apakah homogen atau tidak dengan menunjukan adanya butiran
serbuk atau tidak.
• Uji Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telat
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi
Penafsiran hasil:pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan
Cara : Alat terlebih dahulu dikalibrasi dangan menggunakan larutan dapar
standart netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan
aquadest, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi
1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dengan aquadest hingga
100 ml, kemudian elektroda dicelupkan kedalam larutan tersebut.
Dibiarkan alat pH menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang
ditunjukkan merupakan pH dari sediaan. Penentuan pH dilakukan tiga kali
pada sediaan terhadap masing masing konsentrasi. Nilai pH diamati
sebelum dan sesudah penyimpanan
• Uji Viskositas
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi
viskositasnya diukur dengan viskometer Brookfield Helipath stand.
Pengukuran konsistensi sediaan dilakukan pada suhu kamar dengan
menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai
spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Cara : Dimasukan sampel uji kedalam beaker glass, lalu dipasang alat
brookfield dengan menggunakan spindel no.64 dan rpm 3. Lalu
dinyalakan viskometer broekfield dan di amati jarum penunjuk sampai
konstan. Di catat angka yang ditunjuk oleh jarum dan dihitung
viskositasnya. Dan diamati pada jam ke 0, 24, 48 dan 76 jam.
• Uji Tipe Emulsi
a. Uji kelarutan zat warna
Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC
diteteskan pada permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi
homogen pada fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah
M/A. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase internal, maka tipe
emulsi adalah A/M. Hal yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan
zat warna larut minyak.
b. Uji pengenceran
Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi
tercampur baik dengan air, tanpa memperlihatkan ketidakcampuran,
maka tipe emulsi adalah M/A. Hal ini dapat dilakukan dengan
mikroskop untuk memberikan visualisasi yang baik tentang tidak
adanya ketidakcampuran.
• Uji Stabilitas
Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan pada penyimpanan suhu kamar,
selama 12 minggu dengan interval waktu pengamatan sediaan 1, 4, 8, 12
minggu meliputi perubahan warna, bau dan pemisahan fase
• Uji Iritasi
Caranya adalah terlebih dahulu, diberi tanda lingkaran dengan diameter 3
cm pada bagian belakang telinga sukarelawan, lalu kosmetika dioleskan
pada bagian yang telah diberi tanda, kemudian dibiarkan selama 24 jam
dan dilihat reaksi yang terjadi berupa kemerahan pada kulit, gatal dan
pengkasaran.
8. Penjelasan Alat Saat Evaluasi
• pH meter
pH meter adalah jenis alat ukur untuk mengukur derajat keasaman atau
kebasaan suatu cairan, pada pH meter digital terdapat elektroda khusus
yang berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi padat , elektroda
(probe pengukur) terhubung sebuah alat elektronik yang mengukur dan
menampilkan nilai pH. Probe atau Elektroda merupakan bagian penting
dari pH meter, Elektroda adalah batang seperti struktur biasanya terbuat
dari kaca. Pada bagian bawah elektroda ada bohlam, bohlam merupakan
bagian sensitif dari probe yang berisi sensor.Untuk mengukur pH larutan,
probe dicelupkan ke dalam larutan.
• Viskometer Brookfield
ViskometerBrookfield ininilaiviskositasnyadidapatkandenganmengukur
gayapuntirsebuah rotorsilinder(spindle)yang dicelupkan kedalamfluida.
ViskometerBrookfieldmemungkinkan untukmengukurviskositasdengan
menggunakan
teknikdalamviscometry.Untukmengukurviskositasfluidadalam
ViskometerBrookfield,bahanharusdiam dalam wadahsementaraituporos
bergeraksambildirendamdalamfluida.Prosedur Kalibrasi untuk Helipath
Stand dan Spindle T-Bar :
1. Letakkan cairan standard (dalam wadah yang sesuai) ke dalam Water
Bath.
2. Atur Viscometer pada posisi pengukuran (gunakan Guard Leg untuk
Model LV dan RV).
3. Pasangkan spindle pada Viscometer. Hindari terjebaknya gelembung
udara dibawah spindle.
4. Cairan standard bersama spindle harus dicelupkan ke dalam water
bath selama minium 1 (satu) jam. Cairan diaduk sebelum pengukuran.
5. Setelah 1 jam, periksa suhu cairan standard dengan themometer yang
akurat.
6. Jika suhu cairan telah mencapai suhu pengujian (± 0.1 oC) lakukan
pengukuan viskositas dan catat hasil pembacaan viscometer. Catatan :
spindle harus berputar sedikitnya 5 (lima) kali putaran sebelum
dilakkan pembacaan.
7. Pembacaan nilai viskositas harus sama dengan nilai cP yang tertera
pada cairan standard dengan toleransi kombinasi akurasi Viscometer
dan Cairan Standard. (Lihat : Interpretasi Hasil Test Kalibrasi).
• Obyek Glass
Obyek glass adalah suatu alat untuk meletakkan bahan amatan yang akan
diamati.
Cara Perawatan : Membersihkan setelah pemakaian, mengeringkan setelah
pemakaian, dan jangan menyimpan dalam keadaan basah.
9. Formulasi
a. Basis Lotion
Pemilihan basis tergantung sifat obat, OTT, absorbs : sifat kulit, aliran
darah dan jenis kulit. Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat
yang digunakan dan konsistensi sediaan yang diharapkan.
Persyaratan basis antara lain:
− noniritasi
− mudah dibersihkan
− tidak tertinggal di kulit
− stabil
− tidak tergantung pada pH
− tersatukan dengan berbagai obat
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:

− kualitas dan kuantitasbahan


− cara pencampuran, kecepatan dan tipepencampurannya
− suhupembuatan
− jenisemulgatordengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk
emulsi yang stabil dengan tipe emulsi yang dikehendaki (M/A)
Basis lotion terdiri atas basis emulsi tipe M/A.
b. Zat tambahan
Zat tambahan dalam sediaan lotion :
• Barrier Agent, contoh : Asam Stearat, Bentonit, Seng Oksida, Titanium
Oksida, dan Dimetikon
• Emollient, contoh : Lanolin, Parafin, Stearil Alkohol, Vaselin
• Humektan, contoh : Gliserin, Propilen Glikol, Sorbitol
• Pengental, contoh : Setil alcohol, Karbopol, Vegum, Tragakan, Gum,
Gliserin Monostearat
• Emulgator, contoh : Trietanolamin, Asam Stearat, Setil Alkohol
• Buffer, contoh : Asam Sitrat, Asam Laktat, Natrium Sitrat
• Pengawet, contoh : Metil Paraben, Propil Paraben, Formaldehid, Asam
Sorbat, Asam Benzoat.
• Pelarut, contoh : Alkohol, Air
SEDIAAN KRIM
1. Definisi sediaan krim
● Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim krim adalah bentuk sediaan
setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
● Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
● Menurut Formularium Nasional krim adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2. Tipe sediaan krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air sehingga dapat dicuci dengan air
serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim digolongkan
menjadi 2 (dua) tipe (Widodo, 2013) yaitu:
● Tipe A/M yaitu tipe air dalam minyak, air terdispersi dalam minyak.
Contohnya cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetika yang
digunakan untuk memberi rasa dingin dan nyaman pada kulit.
● Tipe M/A yaitu tipe minyak dalam air, minyak terdispersi dalam air.
Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik
yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai alas
bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) akan
meninggalkan lapisan berminyak/film.
3. Alasan pemilihan sediaan krim
Sediaan krim:
● Mudah dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian
● Tidak lengket (tipe emulsi M/A)
● Basis krim mengandung air dalam jumlah banyak sedangkan sel hidup
biasanya lembab. Hal ini akan mempercepat pelepasan obat. Selain itu,
tegangan permukaan kulit akan diturunkan oleh emulgator dan bahan
pembantu lain yang terdapat dalam basis krim sehingga absorbsi lebih
cepat (penetrating enhancer). Basis krim yang berair juga dapat
memelihara kelembaban sel kulit yang rusak.
● Krim mudah dipakai, memberikan dispersi obat yang baik pada
permukaan kulit dan mudah dicuci dengan air.
● Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang larut air dan larut
minyak, maka bentuk pembawa yang cocok untuk memperoleh absorbsi
yang optimal adalah krim atau basis salep emulsi (RPS, Hal 413).
4. Zat aktif dalam sediaan krim
5. Formulasi
Formula umum sediaan krim:
● Zat aktif: Bahan aktif yang biasanya terkandung dalam sediaan adalah
bahan yang larut dalam air, larut dalam minyak atau memberi efek lokal
pada kulit.
● Basis krim: basis krim adalah bahan dasar sediaan krim.
● Bahan tambahan: Bahan tambahan yang sering digunakan untuk
memberikan keadaan yang lebih baik dari suatu krim
Formula basis krim:
● Pemilihan basis krim tergantung dari jenis aktivitas farmakologi yang
diinginkan, kompatibilitas dengan komponen lain, stabilitas fsikokimia
dan mikrobiologi produk, kemudahan dalam pembuatan, penuangan, dan
ketersebaran, lamanya waktu kontak, kemungkinan terjadinya reaksi
hipersensitivitas, dan kemudahan pencucian krim dari daerah aplikasi
(Pharmaceutical Manufacturing Handbook, p 269).
● Persyaratan basis krim (RPS 18th ed. hal 1603) antara lain:
− Noniritasi
− Mudah dibersihkan
− Tidak tertinggal di kulit
− Stabil
− Tidak tergantung pada pH
− Tersatukan dengan berbagai obat

● Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:


− Kualitas dan kuantitas bahan
− Cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya
− Suhu pembuatan
− Jenis emulgator
− Dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang
stabil dengan tipe emulsi yang dikehendaki (M/A atau M/A)
● Contoh formula standar basis krim:
(1) Formula standar untuk krim basis M/A (Van Duin hal.119)

R/ Emulgid 15%

ol. Sesami 15%

Aquades ad 100%

R/ Emulgid 15%

ol. Arach 15%

Aquades ad 100%

Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:

R/ Emulgid 15%

Parafin liq 15%

Aquades ad 100
%

R/ Emulgid 15%

ol. Arach 15%

Aquades ad 100
%

Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat yang tahan terhadap basa. Bila
zat aktif tidak tahan basa, maka basis emulgid dinetralkan dengan NaH2P04
sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah emulgator surfaktan.

(2) Van Duin hal. 121

R/ Asam stearate 25%

Adeps lanae 5%

TEA 1,5%

Gliserin 7%

Aquades ad 100%
(3) Art of Compounding hal. 362

R/ Parafin liq 2

Asam stearat 1

Setil alcohol 1

TEA 1

Aquades ad 6

(4) Martindale ed 28 hal. 45 (Krim TEA)

R/ TEA 1

Asam stearat 2

Gliserol 1

Aquades 6

(5) AJHP vol 26 Feb 1969 hal. 94

R/ Setil alkohol 20%

Mineral oil 20%

Span 80 0,5%

Tween 80 4,5%

Metil paraben (Nipagin) 0,4 %

Propil paraben (Nipasol) 0,08 %

Aquades ad 100 %

(6) USP30NF 25 (Hydrophilic ointment) hal. 2795

R/ Metil paraben 0,25 g

Propil paraben 0,15 g

Na-lauril sulfat 10 g

Propilen glikol 120 g

Stearil alkohol 250 g

White petroleum 250 g


Aquades 370 g

Dibuat 1000 g

Cara: lelehkan stearil alkohol dan white petrolatum dalam tangas air sampai suhu
75°C. Tambahkan bahan-bahan lain yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan
dihangatkan sampai suhu 75°C dan aduk campuran krim.

(7) Fornas 1978 hal. 135


R/

Gentamisin sulfat setara dengan gentamisin 10000


UI

Setomakrogol 1000 300


mg

Setostearil alkohol 1,2 g

Parafin liq. 1g

Vaselin album 2,5 g

aquades ad 10 g

(8) Yenti et al., 2011

R/ Paraffin liquidum 12,5 g

Asam stearate 7,25 g

Adeps lanae 1,5 g

TEA 0,75 g

Nipagin 0,05 g

Akuades ad 100 g

(9) Skripsi Devi Nurverial 1995

R/ Parafin liq. 3,75 g

Vaselin album 3,75 g

Polisorbat 80 0,775 g

Span 85 0,225 g
Carbopol 934 0,250 g

TEA 0,337 g

Aquades 8,163 g

(10) Martin, Dispensing of Medication hal. 827

R/ Asam stearat 7%

Setil alkohol 2%

Gliserin 10 %

Light mineral oil 20 %

TEA 2%

Aquades ad 100 %

(11) Keither, The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialist, hal. 68


(Vanishing cream)

R/ Asam stearat 20 %

Lanolin 2%

Gliserin 2%

TEA 0,9 %

Borax 0,5 %

Aquades 74,6 %

(12) Pharmaceutical Handbook 19th ed. Hal. 19

R/ Parafin liq. 35 %

Lemak domba 1%

Setil alkohol 1%

Emulgator 7%

Aquades ad . 100 %

(13) R/
GMS
Na-lauril sulfat 15

Parafin liq 15

Aquades ad 100

Basis ini merupakan basis standar yang merupakan kombinasi emulgator HLB
kecil (GMS) dengan emulgator HLB besar (Na-lauril sulfat)

Bahan tambahan dalam sediaan krim


1) Pengawet
● Kriteria pengawer yang ideal (RPS ed 21, p 887):
− Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas atau
berbagai macam mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit.
− Larut dalam konsentrasi yang digunakan
− Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
− Tidak mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain
dalam formula dan bahan pengemas
− Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik
− Tidak berbau dan tidak berasa
− Stabil pada kondisi penyimpanan
− Tidak mahal
− Tahan terhadap serangan mikroorganisme
− Aktivitas tetap bertahan walaupun terdapat banyak bakteri
− Aktivitas tidak terpengaruh dengan bahan-bahan pengemulsi
● Contoh pengawet dan keterbatasan peakaiannya:
a) Senyawa ammonium kuarterner:
Senyawa ini dapat diinaktivasi oleh senyawa ionik, nonionik dan
protein. Efektif pada bakteri gram (-) Pseudomonas aeruginosa.
Konsentrasi 0,002-0,01 % untuk penggunaan eksternal.
b) Senyawa organik merkuri:
Senyawa ini cenderung toksik dan mensensitisasi kulit. Pemakaian
dibatasi dalam formulasi untuk digunakan dekat atau dalam mata. Phenyl
mercuric nitrat & acetate 🡪 0,004-0,01% mengandung emulgator
nonionik.
c) Formaldehid:
Bersifat mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan reaktivitas
tinggi.
d) Fenol terhalogenasi:
Senyawa ini berbau, dapat diinaktivasi oleh senyawa nonionik, anionik
dan protein. Aktivitas terbatas untuk bakteri Gram negatif. Contoh:
Hexachlorophene-o-chloro-m-cresol (HPCMC), p-chloro-m-xylenol
(PCMX), dichloro-m-xylenol (DCMX).
e) Asam sorbat:
Contoh: Kalium sorbat, untuk formula dengan pH 6,5 -7, pada
konsentrasi tinggi dapat teroksidasi oleh cahaya matahari dan
menyebabkan penghilangan warna sediaan, terbatas hanya untuk
antibakteri. Konsentrasi 0,1-0,2% untuk mengawetkan musilago akasia
dan tragakan serta emulsi yang terdiri dari surfaktan nonionik.
f) Asam benzoat:
Contoh: Natrium benzoat, untuk formula dengan pH 5.5 atau kurang.
Tidak banyak digunakan lagi karena hanya terbatas untuk antibakteri.
Konsentrasi 0,1% b/v (yang terdiri dari 2% v/v larutan asam benzoat)
digunakan bersama 0,25% kloroform untuk emulsi parafin cair.
g) Metilparaben atau propilparaben:
Senyawa ini umum digunakan. Menurut Fornas edisi II., hlm. 313
untuk metilparaben sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan untuk propil
paraben sejumlah 0,02%-0,05%. Tetapi penggunaan Tween 80 dan
Tween 20 dapat mengikat metil paraben dan propil paraben sehingga
pengawet menjadi tidak aktif. Metil paraben & propil paraben dapat
terikat pada Tween 80 sebanyak 57% dan 90% sehingga agar keduanya
tetap efektif sebagai antimikroba, maka konsentrasinya harus
ditingkatkan. (Lachman, Teori & Praktek Ind. Far., 1066). Pada
pembuatan krim, metil paraben dan propil paraben dilarutkan terlebih
dahulu dalam alkohol, lalu ditambahkan ke dalam basis krim yang sudah
dingin.
h) Pengawet yang lain adalah klorokresol yang mempunyai aktivitas
sebagai antifungi dan antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai
0,1% untuk pemakaian luar.
i) Na Benzoat:
Sebagai pengawet antimikroba, potensinya akan turun dengan adanya
makromolekul, tetapi masih lebih baik dibandingkan turunan paraben.
Oleh karena itu, penggunaan Na benzoate biasanya dalam konsentrasi
tinggi, bisa mencapai 0,5%. Larut dalam 2 bagian air.
2) Pendapar
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk
meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus
diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif.
Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada sediaan dengan rentang stabilitas pH
yang kecil, dengan maksud untuk menjaga stabilitas zat aktif dalam sediaan.

3) Humektan atau pembasah


Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan,
mencegah kekeringan (kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap
produk dengan meningkatkan kualitas usapan dan menjaga konsistensi secara
umum.
Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya
terhadap viskositas dan konsistensi produk akhir. Bahan-bahan yang biasa
digunakan sebagai humektan pada krim dan gel adalah: gliserol,
propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan BM rendah. ("Pharmaceutical
Codex" 12nd ed., hlm. 150).

Poliol, gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih


rendah digunakan sebagai pelembab (humektan) dalam krim. Pemilihan
humektan tidak hanya didasarkan pada laju perubahan kelembaban, tapi juga efek
dari preparasi krim terhadap tekstur dan viskositasnya. Bahan-bahan ini mencegah
krim menjadi kering, mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam
botol, memperbaiki konsistensi dan mutu terhapusnya suatu krim jika
dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar tanpa
digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan sediaan lebih pekat.
Sorbitol 70% lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada konsentrasi
yang lebih rendah, umumnya 3% sorbitol sebanding dengan 10% gliserin.
Propilenglikol dan PEG kadang-kadang dikombinasi dengan gliserin karena
kemampuan menyerap lembab keduanya lebih rendah daripada gliserin.
(Lachman, The Teory and Practice of Industrial pharmacy, hlm. 544). Pembasah
diperlukan karena mayoritas obat yang terdispersi adalah hidrofob. Pembasah
ditambahkan ke serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya.
4) Surfaktan
Surfaktan berguna untuk menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan
kontak antara zat padat dengan cairan. Surfaktan yang berfungsi sebagai wetting
agent memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%. Surfaktan kurang dari
0,05% akan memberikan pembasahan yang belum sempurna dan apabila surfaktan
lebih dari 0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang sangat halus,
distribusi ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB tinggi
menyebabkan adanya busa. (Disperse system Vol I p. 181)
● Contoh surfaktan:
a) Surfaktan ionik: lebih efektif tapi lebih sensitif terhadap pH dan eksipien
lain. Umumnya surfaktan berasa pahit kecuali poloxamers.
b) Polisorbat 80 (Tween 80): paling banyak digunakan karena toksisitas
lebih rendah daripada yang lain dan kompatibel dengan banyak bahan lain.
Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang kompatibel dengan
eksipien kation dan anion, konsentrasi yang digunakan 0,1%.
c) Nonoxynols dan poloxamers: efektif di bawah nilai KMKnya.
Penambahan elektrolit netral dalam jumlah kecil, Kalium klorida
menurunkan KMK, menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan
pembasahan suspensi yang dihasilkan lebih cenderung membentuk
formasi flokulasi/ agregat. Alkohol 0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan
sebagai pembasah, dipilih tergantung kemampuan membasahi permukaan
obat hidrofob. (Disperse system, vol.I, hlm. 181). Suspensi neocolamin,
zinc oxide, magnesia magma dengan metil selulosa ditambah 0,1 mL
polysorbate 80 (Tween 80) untuk 60 mL sediaan suspensi, penampilannya
baik walaupun viskositasnya turun. Untuk mengkoreksi busa yang muncul,
ditambah sorbitan monooleat (Span 80) dalam jumlah yang sama (AOC,
hal.306).
● Tipe surfaktan:
Tipe surfaktan HLB

Anionik Nonionik Keterangan

Clocusate sodium Pahit, busa

Na-lauril sulfat Pahit, busa

Polysorbate 65 10,5 Pahit

Octoxynol 9 12,2 Pahit

Nonoxynol 60 13,2 Pahit

Polysorbate 60 14,9 Pahit

Polysorbate 80 15 Biasa digunakan, pahit

Polysorbate 40 15,6 Toksisitas rendah, pahit

Polysorbate 20 16,7 Pahit

Poloxamer 235 10 Toksisitas rendah, rasa baik

Poloxamer 180 19 Busa, pahit

Nilai HLB mengindikasikan fungsi dari masing-masing emulgator, emulgator


dengan HLB 1 -3 bersifat sebagai antibusa, 7-10 sebagai wetting agent, 13-15
sebagai detergent, 13-20 sebagai solubilizers. Emulsi M/A biasanya memiliki
HLB dengan rentang 8-16 sementara emulsi A/M 3-8. Secara umum, surfaktan
lipofil memiliki nilai HLB dengan rentang 0-10 sebagai antibusa atau wetting
agent dengan emulsi A/M. surfaktan hidrofil memiliki nilai dengan rentang 10-20
dengan bentuk emulsi M/A. surfaktan nonionic efektif pada rentang pH 3-10,
surfaktan kationik efektif pada rentang pH 3-7, dan surfaktan anionic efektif pada
rentang pH diatas 8. (RPS 21 ed, p 761)

5) Antioksidan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat
iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. Adakala juga, antioksidan
ditambhakan lebih dari 2 karena memanfaatkan sifatnya yang sinergis. (theory
and practice of industrial pharmacy by Lachman anda Lieberman 3rd Ed, p 565)
● Antioksidan yang dapat ditambahkan ("Teknologi Likuida dan
Semisolida", Goeswin A., hlm. 124):
Tipe antioksidan contoh

Antioksidan sejati Tokoferol, alkil galat, BHA, BHT. Mencegah


oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal
bebas & mencegah reaksi cincin.

Antioksidan sebagai agen pereduksi Garam Na dan K dari asam sulfit. Zat-zat ini
mempunyai potensial oksidasi lebih rendah
sehingga lebih mudah teroksidasi
dibandingkan zat yang lain, kadang-kadang
bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal
bebas.

Antioksidan sinergis Asam edetat dan asam-asam organik seperti


sitrat, maleat, tartrat atau fosfat untuk khelat
terhadap sesepora logam. Senyawa yang
bersifat membentuk kompleks dengan logam,
karena adanya sedikit logam dapat
merupakan katalisator reaksi oksidasi.

6) Pengompleks
Pengompleks diperlukan untuk membuat kompleks logam yang ada dalam
sediaan yang dapat mengoksidasi. Logam dapat timbul dari proses pembuatan
atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik ("Teknologi Likuida dan
Semisolida", Goeswin A., hlm. 124)
Contoh pengompleks: Sitrat, EDTA. Pada penggunaan sitrat, harus
diperhatikan untuk sediaan suspensi gel atau sediaan yang mengandung selulosa
akan mengubah viskositas karena memutuskan ikatan polimer tersebut atau
mempengaruhi pelepasan (pelepasan akan menurun jika viskositas naik).

7) Emulgator/zat pengemulsi
● Beberapa contoh emulgator: stearil alcohol, asam stearate, trietanolamin
(TEA), setil alcohol, polysorbates (tween), sorbitan esters (span), Na-lauril
sulfat, cetomacrogol 1000, emulgid
● Beberapa jenis zat pengemulsi:
Zat pengemulsi yang lazim digunakan untuk pembentukan emulsi dibagi
menjadi 4 kelompok yaitu elektrolit, surfaktan, koloid hidrofil, dan partikel padat
halus. Pemilihan zat pengemulsi dalam suatu formulasi emulsi biasanya
didasarkan pada pertimbangan stabilitas selama penyimpanan, jenis emulsi yang
akan dihasilkan, dan harga zat pengemulsi tersebut dari segi ekonomisnya (Agoes,
1990).
a) Elektrolit
Zat pengemulsi yang termasuk kelompok elektrolit merupakan zat
pengemulsi yang kurang efektif. Beberapa elektrolit anorganik sederhana
seperti KCNS jika ditambahkan ke dalam air dalam konsentrasi rendah akan
memungkinkan terbentuknya dispersi encer minyak dalam air (M/A) yang
lebih dikenal sebagai oil hydrosol. Ion CNS- menimbulkan potensial negatif
minyak pada antar muka (Agoes, 1990).
b) Koloid Hidrofil
Zat pengemulsi ini diadsorpsi pada antar muka minyak-air dan membentuk
lapisan film multimolekuler di sekeliling globul terdispersi. Beberapa
contoh kelompok ini adalah protein, gom, amilum dan turunan dari zat
sejenis dekstrin, metil selulosa, dan beberapa polimer sintetik seperti
polivinil alcohol (Agoes, 1990).
c) Partikel padat halus tidak larut
Zat pengemulsi ini akan teradsorpsi pada antar muka minyak-air dan akan
membentuk lapisan film mono dan multimolekuler oleh adanya partikel
halus yang teradsorpsi pada antar muka minyak-air. Contohnya
adalah bentonit dan veegum (Agoes, 1990).
d) Asam lemak dan Alkohol
Contoh: asam stearat, asam oleat, dan lemak alkohol seperti: ketostearil,
steail ,dan setil alkohol. Asam stearat biasanya digunakan dalam krim yang
basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh
konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak
menyilaukan pada kulit. Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi,
maka umumnya kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan
secukupnya agar bereaksi dengan 8-20% asam stearat. Asam lemak yang
tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat lunak dan
menjadi mengkilap karena adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat.
Krim yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi yang jauh
lebih keras. Dalam jumlah yang cukup, stearil alkohol menghasilkan krim
keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol .(Lachman, The Teory and
Practice of Industrial pharmacy, hlm. 541).
● Faktor pemilihan emulgator/zat pengemulsi:

− Berdasarkan harga HLB butuh, umumnya kombinasi


− Sifat ionik emulgator:
Emulgator Keterangan

Emulgator kationik: Efektif pada pH 3-7 (Dispensing for Pharmaceutical


Students, Cooper & Guns, hlm 128), digunakan dalam
emulsi yang mengandung bahan obat kationik,
konsentrasi elektrolit yang tinggi, keasaman yang tinggi.
pH kulit ±5,5 🡪emulgator kationik cocok untuk tujuan
topikal. Memiliki aktivitas antimikroba sehingga tidak
perlu penambahan pengawet. Kompatibel dengan bahan
obat kationik dan dengan ion kalsium dan magnesium,
tetapi sensitif pada surfaktan anionik 🡪 dalam konsentrasi
kecil sekalipun 🡪 efek pengawet berkurang dan juga
terjadi dengan surfaktan nonionik konsentrasi tinggi.
Sifat-sifat emulgator kationik: daya pengemulsi lemah
dan merupakan eksipien yang dapat mempertinggi
konsistensi. Contohnya senyawa amonium kuarterner
seperti cetrimide, benzalkonium klorida, dan domiphen
bromida.
Emulgator anionik. Efektif pada pH 7-8 digunakan dalam emulsi yang
mengandung bahan obat anionik. Contohnya natrium
lauril sulfat, natrium ketostearil sulfat, TEA stearat, dan
kalsium oleat

Emulgator nonionik. Banyak digunakan untuk emulsi m/a ataupun sebaliknya


a/m. Efektif pada pH 4-9 dan diatas pH 9 banyak yang
terhidrolisis, karena banyak berupa golongan ester. Tidak
dipengaruhi oleh elektrolit, efek iritasi lebih berkurang
daripada emulgator ionic. dan todak memberikan efek
iritasi. Salah satu kelemahan dari emulgator nonionik
adalah kecenderungan untuk mengikat atau
menginaktivasi pengawet golongan asam karboksilat dan
fenolat. Contohnya: gliserin, monostearat, sorbitan
monolaurat, sorbitan menooleat, sorbitan monopalmitat,
polioksi 8 stearat, dll. (TPC ed 6, hal 87)

6. Perhitungan HLB
Yang harus diperhatikan dari emulgator:
Perbandingan gugus hidrofil dan lipofil. HLB adalah ukuran keseimbangan
keadaan lipofil dan hidrofil yang merupakan karakteristik emulgator golongan
surfaktan.
a. Cara substitusi
Contoh: polisorbat 80 (HLB= 15) dan sorbitan monooleat (HLB=4,3)
digunakan sebagai emulgator dalam sistem M/A berikut:
Parafin cair (HLB butuh =12) 30 g
Wool fat (HLB butuh = 10) 5g
Emulgator 5g
Air ad 100 g
30 5
= x12 + x10 = 11,7
1) HLB butuh pada fasa minyak 35 35
2) emulgator yang diperlukan, mis: polisorbat x%, sorbitan 100-x%

x 100 − x
11,7 = x15 + x 4,3
100 100
x = 69,16%
Polisorbat yang diperlukan = 69% x 5 g = 3,458g

Sorbitan yang diperlukan = 5- 3,458 = 1,542 g

b. Cara aligasi

7. Alur pembuatan sediaan krim


Tahap awal produksi: bagian PPIC akan membuat rencana produksi sesuai dengan
pesanan yang masuk, kemudian PPIC akan menghitung kebutuhan bahan untuk
produksi dan menyerahkan dokumen kebutuhan barang ke bagian gudang, bagian
gudang akan menyiapkan bahan yang akan digunakan untuk produksi. Bahan yang
sudah disiapkan akan diserahkan ke bagian produksi untuk memulai produksi

Proses produksi dan IPC

No Tahap Proses Peralatan Titik kritis IPC


.

1 Penyiapan - Kebenaran Periksa no. batch,


bahan identitas bahan expired date, re-test
dan expire date date, nama bahan baku,
label hijau (berarti
sudah diluluskan), dan
jumlah barang yang
akan ditimbang

2 Penimbangan Timbangan Dasar Kebenaran Pemerian, kelarutan,


bahan Industri dari identitas bahan bilangan asam, bilangan
Mettler Toledo penyabunan

3 Pencampuran I Double Jacket Keseragaman Homogenitas


Mixer ukuran partikel

4 Pencampuran Oil Tank Keseragaman Homogenitas


II ukuran partikel

5 Pencampuran Vacuum Keseragaman Homogenitas


III Emulsifier Mixer ukuran partikel

6 Massa krim Checkweigher Kadar zat aktif Uji kadar zat aktif, pH,
jadi sesuai dengan homogenitas,
ketentuan, viskositas, berat jenis
keseragaman
ukuran partikel,
kekntalan dan BJ
sesuai

7 Pengisian Mesin Tube Memastikan bobot Operator melakukan


Filling pertube sesuai penimbangan setiap 15
dengan yang menit
tertera dikemasan

8 Pemindahan ke - Bobot per tube Uji pemerian, pH, kadar


ruang seragam, kadar zat zat aktif, homogenitas,
karantina aktif sesuai dan keseragamaan bobot
pH sesuai

9 Pengemasan Cartoning Keseuaian ukuran Cek penampilan,


machine kotak, tube tidak kelengkapan,
primer bocor, kerapian penandaan, kebocoran
kemasan

10 Labeling Brosur Kesesuaian brosur Penampilan dan


kelengkapan

11 Pengemasan Karton Kerapian Penampilan,


sekunder pengemasan, kelengkapan,
jumlah per karton penandaan dan
sesuai kebocoran

Evaluasi sediaan krim

8. Cara pakai alat-alat untuk produksi dan IPC


Nama alat Cara pakai


Timbangan Dasar Industri dari Nyalakan timbangan dengan menekan tombol “on/off”
Mettler Toledo − Didiamkan sekitar 30 menit-1 jam untuk pemanasan
− Periksa kerataan timbangan dan pastikan tidak ada partikel
atau benda lain di atas timbangan
− Lakukan adjustment (penaraan) dengan menekan tombol
“cal”
− Setelah selesai, timbang bahan yang akan ditimbang
− setelah selesai menimbang, pastikan untuk mematikan dan
membersihkan alat.

Double Jacket Mixer − Bahan yang akan dicampur dimasukan malaui inlet produk
− Kemudian steam sebagai sumber pemanas akan
memanaskan tangki tersebut
− Motor penggerak utama mixer akan berputar dengan
kecepatan tertentu untuk mencampur sampai homogen.

Oil Tank − Bahan yang akan dicampur dimasukan malaui inlet produk
− Kemudian steam sebagai sumber pemanas akan
memanaskan tangki tersebut
− Motor penggerak utama mixer akan berputar dengan
kecepatan tertentu untuk mencampur sampai homogen.

Vacuum Emulsifier Mixer − Sambungkan sumber elektromekanis emulsi homogen


homogen, catu daya konsisten, dan perhatikan ground ground
grounding yang andal, nyalakan saklar daya utama, nyalakan
power supply controller, yang menunjukkan lampu.
− Hubungkan semua pipa dari panci homogen (termasuk
spillway, outlet dan drain, dll).
− Sebelum pekerjaan vakum, harus memeriksa apakah panci
pengemulsi emulsi ditekan dengan tutup panci, mulut pot,
penutup bahan, dan lain-lain, harus ditutup rapat dan dapat
diandalkan. Tutup semua port katup pada tutupnya, lalu
buka. katup vakum pada tutupnya, lalu buka vakum pompa
vakum, tutup pompa vakum sesuai kebutuhan, dan tutup
katup vakum.
− pemotongan homogen, scraper mixing: Setelah memberi
makan (debugging, air dapat digunakan sebagai gantinya)
dan kemudian buka saklar kontrol yang sesuai untuk
mengendalikan operasi pengadukan dan pengikis
pencampuran. Pengadukan juga harus diaktifkan sebelum
mulai memeriksa apakah dinding pencampuran mengikis
abnormal, jika ada, harus segera dikesampingkan.
− Pompa vakum dapat dioperasikan dengan kondisi segel dari
panci homogen. Jika ada kebutuhan khusus untuk membuka
pompa mulai udara, operasi tidak dapat berlangsung selama 3
menit.
− Pompa vakum dilarang beroperasi tanpa fluida kerja.
Dilarang menyumbat port knalpot saat pompa sedang
menyala.
− Secara teratur periksa minyak pelumas dan oli pada bagian
dan bantalan, dan pasang kembali minyak pelumas yang
bersih dan gemuk pada waktunya.
− Jagalah homogenizer bersih. Setiap saat material harus
dihentikan atau diganti, harus dibersihkan bagian kontak dari
cairan kerja, terutama roda pemotong yang memotong lengan
kepala, bantalan geser dan lengan poros di dalam poros
seragam. sleeve.Setelah membersihkan dan memasang
kembali impeler putar backhand harus bebas dari fenomena
lag, dua flensa tubuh panci dan tutup pot harus dinyalakan ke
kanan.
Checkweigher − Nyalakan alat checkweigher
− Atur standar berat yang diingkinkan
− Atur kecepatan penimbangan
− Letakkan barang yang akan ditimbang di atas conveyor
− Setelah itu barang akan berjalan ke proses penimbangan dan
pemisahan antara barang yang beratnya sesuai standar atau
pun yang tidak sesuai (reject).
− Selalu pastikan alat dalam keadaan bersih

Mesin Tube Filling − Siapkan wadah sediaan krim yang akan dikemas
− Masukkan produk pada penampung produk yang tersedia
− Sambungkan saklar mesin pada stop kontak yang ada
− Sambungkan selang mesin filling ke wadah sediaan krim
− Atur posisi kemasan sesuai jenis kemasan yang digunakan
− Atur volume atau ukuran kemesan yang akan digunakan
− Jalankan mesin dengan menekan tombol”on” pada panel
control mesin
− Matikan mesin dengan menekan tombol “power” pada panel
control, jika proses pengemasan sudah selesai

Cartoning Machine Tahap persiapan:

− Buka kran angina


− Persiapkan box untuk proses cartooning
− Sambungkan ke kontak listrik untuk menyalakan mesin
− Pastikan kabel dalam keadaan baik

Tahap pelaksanaan:

− Putar main power switch ke kanan pada posisi ON. Tekan


tombol “on/of” untuk memposisikan mesin tetap
hidupsetelah muncul tampilan eady” pada monitor
menandakan siap untuk digunakan , lalu tekan “start” pada
monitor untuk menjalan kan mesin
− Letakkan sediaan obat pada accelerator, lalu mesin akan
berjalan dan melaksanakan cartoning
Tahap akhir:

− Setelah selesai menggunakan, matikan mesin dengan


menekan tombol “on/off”. Pastikan mesin bersih.

HPLC (High Performance 1) Persiapan awal:


liquid Chromatography)
● Lakukan persiapan sample
● Lakukan pengecekan kabel ke sumber daya(listrik).
● Jika dirasa tegangan listrik di wilayah anda tidak
stabil, disarankan menggunakan stabilizer untuk
memastikan sumber daya stabil.
● Nyalakan komputer dan setiap modul pada
alat HPLC.
● Saat merasa sudah menyalakan instrument sesuai
prosedur, namun tidak menyala. Tidak perlu
menekan tombol power berulang kali, hubungi
teknisi
● Buka atau double click icon software yang HPLC di
komputer. Lakukan pengecekan sederhana, apakah
instrument dan komputer sudah saling terhubung
dan bisa berkomunikasi.
2) Pengoperasian alat

● Perhatikan pipa atau selang outlet sudah terletak


pada penampung yang benar.
● Fokus ke software yang ada di komputer. Sebelum
dan setelah menggunakan alat ini, lakukan flush atau
purge (pencucian kolom). agar kondisi kolom selalu
dalam keadaan bersih dan tidak tersumbat. Pastikan
membuka katup tekanan sebelum melakukan
pembersihan kolom.
● Perhatikan dan pastikan larutan yang digunakan
untuk fase gerak tersedia dalam jumlah yang cukup.
Beberapa jenis larutan yang digunakan diantaranya
adalah : Asetonitril, Metanol atau Aquabidest.
● Lakukan setting method pada software HPLC. Pada
tahap ini anda diminta untuk melakukan setting
detail mengenai aplikasi, komposisi dan waktu
injeksi.
● Operasikan instrument untuk mendapatkan base line
yang stabil.
● Pastikan tidak terdapat gelembung pada cairan fase
gerak.
● Setelah base line didapat, masukkan sample. Dengan
cara injeksi manual atau auto sampler, itu tergantung
konfigurasi dari alat.
● Detektor akan menangkap data dari sample dan
menampilkannya di software.
● Save atau print hasil pengukuran.
3) Setelah menggunakan alat

● Keluarkan vial dari auto sampler


● Lakukan flush atau membersihkan kolom.
● Mematikan instrument sesuai dengan alur yang
ditetapkan. Jika perlu melakukan disconnecting
instrument, lakukan itu terlebih dahulu sebelum
menonaktifkan switch power.
● Matikan komputer dan cabut sumber daya, jika tidak
digunakan dalam waktu lama.
● Tutup HPLC dengan cover atau case lainnya untuk
mencegah debu dan kotoran menempel.

Digital viscometer − Tekan saklar yang berada dibelakang untuk menyalakan.


− Pilih mode bahasa dengan menekan < dan > kemudian
tekan OK
− Untuk mengatur viscometer tekan OK.
− Saat display menunjukan “Cursor stop at” tekan tombol
^ dan v untuk memilih rotor yang dipakai.
− Tekan tombol < dan > untuk mengganti mode kecepatan
rotor dan pilih auto sehingga alat akan otomatis akan
mencari kecepatan yang sesuai.
− Setelah mengatur kecepatan dan rotor yang dipakai,
tekan OK.
− Jika ingin menghentikan proses pengukuran tekan Reset
dan tekan OK untuk memulai lagi.

9. Evaluasi sediaan krim


1) Uji Organoleptis:
Uji Organoleptis meliputi pemeriksaan bentuk, warna, dan bau dari krim.
Uji ini dilakukan dengan mendeskripsikan bentuk, warna, dan bau dari
sediaan krim yang telah dibuat.
2) Uji Homogenitas Masing-masing krim yang akan diuji diolekan pada tiga
buah objek glass untuk diamati homogenitasnya. Apabila tidak ada
butiran-butiran kasar diatas ketiga objek glass tersebut maka krim yang
diuji homogenitas
3) Uji Viskositas Cara kerja uji viskositas yaitu dengan menuangkan krim
kedalam cup viscometer. Memilih dayung yang sesuai dan dan dipasang
ke tempat dayung. Viskometer dipasang pada statif, kemudian memeriksa
water pass sampai menunjukkan letak gelembung udara yang paling
tengah. Setelah alat terpasang, dilanjutkan dengan menghidupkan alat
viskometer dengan cara menekan tombol “ON” lalu mencatat viskositas
sediaan setelah dayung berputar 3-4 kali sampai menunjukan angka yang
stabil.
4) Uji Daya Sebar
Uji daya sebar. Uji ini dilakukan dengan melakukan alat-alat seperti
sepasang lempeng kaca bundar dan anak timbang gram. Krim ditimbang ±
0,5 gram dan diletakan ditengah kaca bundar, diatas kaca diberi anak
timbang sebagai beban dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter krim yang
menyebar (dengan mengambil panjang rata-rata diameter dari tiga sisi)
diukur kemudian beban ditambahkan sebanyak 50 gram, 100 gram, 150
gram, 200 gram, 250 gram sebagai beban tambahan. Setiap penambahan
beban tersebut, beban didiamkan selama satu menit dan diukur diameter
krim yang menyebar seperti sebelumnya.
5) Uji Daya Lekat
Uji ini dilakukan dengan alat tes daya lekat krim. Uji dilakukan dengan
menggunakan dua objek glass, stopwatch, anak timbang (gram). Uji daya
lekat dilakukan dengan cara meletakkan krim ± 0,5 gram diatas objek
glass diantara dua objek glass dan ditekan dengan beban 0,5 kg selama 5
menit, kemudian pasang objek glass padaalat tes danlepaskan beban
seberat 20 gram. Catat waktu hingga kedua objek tersebut terlepas, ulangi
sebanyak tiga kali.
6) Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH stik yang
dimasukkan kedalam sediaan krim dan ditunggu beberapa saat sampai
berubah warna. Untuk mengetahui besarnya pH, warna yang timbul pada
pH stik dapat dibandingkan dengan pH indikator.
SEDIAAN SALEP MATA STERIL
1. Definisi salep mata menurut beberapa literatur :
1. FI IV hal 12 salep mata adalah salep yang digunakan pada mata.
2. BP 1993 hal 73 salep mata adalah sediaan semisolida steril yang
mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan
konjungtiva. Salep mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif
yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum
digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat
mengandung bahan pembantu yang cocok seperti anti oksidan, zat
penstabil, dan pengawet.
3. Aulton, Pharmaceutical Practice,hal 267, Salep mata digunakan untuk
tujuan terapeutik dan diagnostik, dan mengandung obat seperti
antimikroba (antibakteri dan antivirus), kortikosteroid, antiinflamasi
nonsteroid (NSAID’S) dan midriatik. Basis salep mata seperti Simple
Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek
lubrikasi. Salep mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi
partikel dan harus diperhatikan untuk memelihara stabilitas sediaan
selama waktu paruhnya dan sterilitas selama pemakaian.
4. Lachman, The Theory of Industrial Pharmacy hal. 230, sediaan salep
mata yang ideal adalah :
• Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang
diinginkan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh
penderita.
• Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam
pembuatannya akan memberikan keuntungan karena akan
menurunkan kemungkinan interferensi dengan metode analitik
dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif.
2. Keuntungan dan kerugiaan penggunaan salep mata
1. Keuntungan penggunaan salep mata : (Remington, 1965)
• Dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan
dalam air yang ekuivalen.
• Onset dan waktu puncak absorbsi lebih lama.
• Waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih
tinggi.
2. Kerugian penggunaan salep mata : (Remington, 1965)
• Dapat mengganggu penglihatan dan menjadi kabur, kecuali pemakaian
pada saat tidur.
3. Formulasi
Formulasi dari sediaan salep mata terdiri dari zat aktif dan dasar salep atau
basis salep. Salep mata harus steril berisi zat antimicrobial, preservative,
antioksidan, dan stabilitator.
Batasan ukuran partikel yaitu setiap 10 μg zat aktif tidak boleh mengandung atau
mempunyai partikel >90 nm, tidak boleh lebih dari 2 partikel >50 nm, dan tidak
boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006).
1. Zat aktif
Zat aktif yang digunakandalam formulasi salep mata mengandung
antibiotic, antibakteri, dan antimikroba seperti kloramfenikol, gentamisin
sulfat, tetrasklin hidrokortison.
2. Dasar atau basis salep mata
Basis salep mata yang paling umum digunakan yaitu vaselin. Beberapa
bahan dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci
dengan air dan bahan dasar larut dalam air. Bahan dasar seperti ini
memungkinkan disperse obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh
menyebabkan iritasi mata.
Penggunaan campuran dari petroletum dan petrolatum (minyak
mineral) dimanfaatkan sebagai basis salep mata (Ansel, 1989). Basis untuk
salep mata biasanya petrolatum putih walaupun dalam beberapa kasus basis
larut air juga digunakan. Jika zat aktif yang digunakan tidak larut
didispersikan kedalam basis yang disterilkan dengan panas kering dan
dicampur secara aseptis dengan obat dan bahan tambahan yang steril.
Menurut Martindale edisi 29, basis salep mata terdiri dari:
• Parrafin liquidum ad 10
• Adeps lanae ad 10
• Vaselin flava ad 80
Menurut Farmakope Indonesia, basis salep mata terdiri dari :
• Parrafin liquidum ad 0,5
• Adepslanae ad 0,5
• Vaselin ad 10
4. Penyiapan Salep Mata
Meskipun salep mata dapat disterilkan dengan radiasi ionisasi, tetapi biasanya
dibuat dengan menggunakan teknik aseptik, dengan mencampurkan zat-zat
berkhasiat yang telah dihaluskan atau larutan pekat steril dari zat berkhasiat ke
dalam basis. Alat yang digunakan dalam pembuatan harus dibersihkan dan
disterilkan .
Salep mata disiapkan dengan 2 metode :
a. Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan yang stabil,
maka zat aktif dilarutkan dengan air untuk injeksi dalam jumlah
minimum. Larutan tersebut diinkorporasikan pada basis cair dan
campuran diaduk hingga dingin.
b. Zat aktif tidak larut dalam air, maka zat aktif dihaluskan bersama
dengan sejumlah basis. Campuran ini diencerkan dengan basis yang
tersisa.
Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyediakan Sediaan Salep Mata
(Farmakope Indonesia IV hal. 12)
Perhatian khusus untuk setiap salep mata adalah:
1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik
yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas
2. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat
disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang
memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salep
mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep mata
dalam tube biasanya dilakukan dengan radiasi sinar gamma. (RPS hal.
1585). Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan
melakukan pembuatan uji dibawah aliran udara laminar.
3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin
masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan.
Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah
bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan seperti yang terdapat pada uji
salep mata <FI IV lampiran 1241>.
Zat anti mikroba yang dapat digunakan (RPS hal.1585) :
• Klorbutanol
• Paraben
• senyawa Hg organik OTT dengan halida
4. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan
atau serbuk halus.
5. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat
kebocoran dan partikel logam pada Uji Salep Mata.
Salep mata tidak boleh mengandung partikel yang dapat mengiritasi
mata. Dalam pembuatan diusahakan untuk meminimalkan kontaminasi
dari partikel asing, seperti pecahan partikel logam dari peralatan yang
dipakai untuk membuat sediaan. Dan juga perlu dilakukan pengurangan
ukuran partikel sehingga tidak dapat dirasakan kekasaran pada uji
homogenitas. (RPS hal.1585).
6. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan
penutupan. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk
menjamin sterilitas pada pemakaian pertama.
7. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan
difusi obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat
dalam jangka waktu tertentu dalam kondisi penyimpanan yang sesuai.
5. Persyaratan
Persyaratan dalam pembuatan atau formulasi salep mata sebagai berikut:
1. Salep mata dibuat dari bahan yang disterilkan dibawah kondisi yang benar-
benar aseptik dan memenuhi persyaratan dari tes sterilisasi resmi.
2. Sterilisasi terminal dari salep akhir dalam tube disempurnakan dengan
menggunakan dosis yang sesuai dengan radiasi gamma.
3. Salep mata harus mengandung bahan yang sesuai atau campuran bahan
untuk mencegah pertumbuhan atau menghancurkan mikroorganisme yang
berbahaya ketika wadah terbuka selama penggunaan. Bahan antimikroba
yang biasa digunakan adalah klorbutanol, paraben atau merkuriorganic
4. Salep akhir harus bebas dari partikel besar.
5. Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata,membiarkan difusi obat
melalui pencucian sekresi mata dan mempertahankan aktivitas obat pada
jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang sesuai.
6. Sterilitas merupakan syarat yang paling penting,tidak layak membuat
sediaan larutan mata yang mengandung banyak mikroorganisme yang
paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa. Infeksi mata dari
organisme ini dapat menyebabkan kebutaan, bahaya yang paling utama
adalah memasukkan produk nonsteril kemata saat kornea digosok. Bahan
partikulat yang dapat mengiritasi mata menghasilkan ketidaknyamanan
pada pasien.
7. Salep mata harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji
salep mata.
8. Wadah untuk salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian
dan penutupan, harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas
pada pemakaian pertama.
Adapun karakteristik dari sediaan salep mata meliputi:
1.Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih
secara normal diperoleh dengan filtrasi. Tentunya, pentingnya peralatan
filtrasi agar jernih dan tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak
dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk
menghilangkannya. Pengerjaan penampilan untuk larutan dalam
lingkungan yang bersih, penggunaan LAF dan harus tidak tertumpah
memberikan kebersihan untuk penyiapan larutan jernih bebas dari partikel
asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan sterilisasi dilakukan
dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa
larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup.
Keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tak tertumpahkan.
Wadah atau tutup tidak membawapartikel dalam larutan selama kontak
lama dalam penyimpanan. Normalnya dilakukan tes sterilisasi.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan seperti produk mata tergantung sifat kimia
bahan obat, pH produk, metode penyiapan (khususnya penggunaan suhu),
zat tambahan larutan dan tipe pengemasan.
Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata pada pH
6,8. Namun demikian pH stabilitas kimia (atau ketidakstabilan) dapat
diukur dalam beberapa hari atau bulan. Dengan obat ini, bahan kehilangan
stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pada pH 5 kedua obat
stabil dalam beberapa tahun.
3. Pendapar dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya diformulasi pada pH yang ekuivalen
dengan cairan air mata yaitu 7,4. dan prakteknya jarang dicapai. Mayoritas
bahan aktif dalam optalmology adalah garam basa lemah dan paling stabil
pada pH asam. Ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi kortikosteroid
tidak larut. Suspensi biasanya paling stabil pada pH asam.
pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator. pH
diseleksi jadi optimum untuk stabil. Sistem dapar diseleksi agar
mempunyai kapasitas adekuat untuk memperoleh pH dengan range
stabilitas untuk durasi umur produk. Kapasitas buffer adalah kunci utama
situasi ini.
4. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam
larutan berair. Larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika
magnitude sifat koligatif larutan adalah sama. Larutan mata
dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9 % larutan
NaCl.
Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas dari suatu waktu
yang diusulkan. Mata biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk
range 0,5 % – 1,8 % NaCl intraokuler. Namun demikian ini tidak
dibutuhkan ketika stabilitas produk dipertimbangkan.
5. Viskositas
USP mengizinkan penggunaan peningkat viskositas untuk memperpanjang
waktu kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya.
Bahan-bahan seperti metil selulose, polivinil alkohol dan hidroksil
metilselulose ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.
Investigator telah mempelajari efek peningkatan viskositas pada waktu
kontak dalam mata. Umumnya viskositas meningkat dari 25 – 50 cps
range signifikan meningkatkan lama kontak dalam mata.
6. Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata dibolehkan, namun
pemilihannya dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya natrium
bisulfit atau metasulfit, digunakan dalam konsentrasi sampai 0,3 %,
khususnya dalam larutan yang mengandung garam epinefrin. Antioksidan
lain seperti asam askobat atau asetilsistein dapat digunakan. Antioksidan
ini berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi epinefrin
Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi hal yang sama.
Surfaktan nonionik, keluar toksis kecil seperti bahan campuran digunakan
dalam konsentrasi rendah khususnya suspensi steroid dan berhubungan
dengan kejernihan larutan. Surfaktan jarang digunakan sebagai kosolven
untuk meningkatkan kelarutan
Penggunaan surfaktan, khususnya beberapa konsentrasi signifikan,
sebaiknya dengan karakteristik bahan-bahan. Surfaktan nonionik,
khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan komponen pengawet
antimikroba dan inaktif sistem pengawet. Benzalkonium klorida dalam
range 0,01– 0,02 % dengan toksisitas faktor pembatas konsentrasi, sebagai
pengawet digunakan dalam jumlah besar larutan dengan suspensi sediaan
mata.
6. Zat aktif
Asiklovir merupakan obat antivirus yang digunaka secara luas terhadap
virus herpes, terutama Herpes Simplex Virus tipe 1 dan 2 serta virus Varicella
Zozter. Virus herpes ini sendiri dapat menyerang pada bagian Genital ataupun
bagian tubuh lainnya tidak terkecuali mata. Herpes mata disebabkan oleh HSV 1
yang menyerang kelopak mata, korena, retina dan konjungtiva sehingga
membutuhkan sediaan steril dalam penangannanya.
7. Alasan Pemilihan sediaan
Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada
sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak
salep yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.
8. Dosis
Acyclovir 3% dioleskan 5 kali sehari setiap 4 jam sampai 3 hari setelah sembuh.
9. Preformulasi Zat
Preformulasi Zat Aktif
a. Acyclovir
Nama Kimia : 9-[(2-Hydroxyethoxy)methyl ] guanine 2-Amino-1,9-
dihydro- 9-(2-hydoxyethoxymethyl)-6H-purin-6-
one
Rumus Molekul : C8H11N5O3
Struktur

Pemeriaan Serbuk hablur, putih hingga hamper putih, melebur pada


suhu lebih dari 250oC disertai penguraian.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hlm.57)
Kelarutan Larut dalam asam klorida 0,1N, agak sukar larut dalam
air, tidak larut dalam etanol
(Farmakope Indonesia Edia IV hlm.57)
Stabilitas
a. Panas Suhu terjadinya dekomposisi dari Acyclovir dimulai dari
>150oC Stabil pada panas kering
(Journal of chromatographic vo.45,July 2007)
Namun akan melebur pada suhu lebih dari 250˚C disertai
peruraian
(Farmakope Indonesia Edisi IV hlm.57))

b. Hidrolisis Acyclovir lebih stabil pada larutan yang bersifat basa


dibandingkan asam (The pharmaceutical Codex, hal 712)
c. Cahaya

d. PH Terlindung dari cahaya (Martindale edisi 36. Hlm.862)

5,10-7,63(International Journal of Pharmaceutical


research and
development, Judul:Transdermal delivery of Asyclovir
with
respect with effect of terpene)
Inkompatibilitas Acyclovir incompatible dengan Foscarnet
(Martindal edisi 36. Hlm 862
Absorbsi Pada salep mata konsentrasi tertinggi disepat oleh
aqueous humor.
(Sweetman, 2009?
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat
(Farmakope Indonesai Edisi IV hlm.57)
Cara sterilisasi Sterilisasi awal dengan metode panas kering
Sediaan menggunakan oven pada suhu 170oC selama 60 menit.

Pendekatan Formula
Nama Bahan Jumlah Kegunaan
(%)
Acyclovir 3 Zat Aktif
Vaselin Flavum Add 100 Basis salep
Parafin Solid 2 Olegenous vehicle
Chlorbutanol 0,5 Pengawet
Cetosterol alcohol 3 Emolient
Butylated 0,01 Antioksidan
Hydoxytoluene
Glyserin 2 Humectant

Proses Pembuatan
Sediaan salep asiklovir dibuat sebanyak 1000 tube dalam satu batch.
Persiapan Alat dan Bahan
a. Alat
No Nama Alat Cara sterilisasi
1. Mixing tank Dengan cara CIP/SIP. CIP
= cleaning in place untuk
bagian mesin yang tidak
kontak langsung denga
produk dengan cara
menyemprotkan purified
water dan di sanitasi
dengan alcohol 70%.
Sedangkan untuk bagian
yang berkontak dengan
produk dilakukan dengan
cara SIP atau sterilizing in
place yaitu mencuci
dengan WFI dan di
sterilisasi 122oC selama 20
menit
2. Mesin filling Bagian yang berkontak
langsung dengan produk di
lepas dan di sterilisasi
menggunakan autoklaf
122oC selama 20
b. Wadah
No Nama Alat Cara Sterilisasi
1. Tube Logam Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)
2 Tutup tube Desinfeksi ( Alkohol 70%, 24
jam)

c. Bahan
NO Nama Bahan Cara Sterilisasi
1. Acyclovir Radiasi gamma ( Cobalt 60, 25
kGy)
2 Vaselin Flavum Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)
3 Parafin solid Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)
4 Chlorbutanol Panas basah (Autoklaf Suhu
121⁰C selama 15 menit)
5 Cetosterol alcohol Panas basah (Autoklaf Suhu
121⁰C selama 15 menit)
6 Butylated Radiasi gama (Cobalt 60, 25
Hydoxytoluene kGy)
7 Glyserin Panas kering ( Oven 170oC
selama 1 jam)

1. Vaselin Flavum
Pemeriaan: Berwarna kuning pucat atau berwarna kuning, tembus
cahaya, lembut, tidak berbau dan tidak berasa (HOPE 6th
Edition p. 482)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol panas atau dingin,
gliserin atau air, larut dalam benzene, karbon disulfide,
kloroform, eter hexane dll (HOPE 6th Edition p. 482)
Stabilitas : Vaselin flafum sebaiknya tidak dipanaskan pada suhu 70oC
dalam waktu yang lama karena kan berubah menjadi cair.
Apabila terpapar udara dapat terjadi oksidasi, menyebabkan
terjadinya perubahan warna dan bau dari vaselin (HOPE 6th
Edition p. 482)
Kegunaan : Basis salep hidrokarbon (HOPE 6th Edition p. 482)
2. Paraffin Solid
Pemeriaan: Tidak berbau dan tidak berasa, tembus cahaya, tidak berwarna
atau padatan putih. Sedikit berminyak ketika disentuh dan
rapuh (HOPE 6th Edition p. 474).
Kelarutan: Larut dalam kloroform, eter, minyak volatile, dan kebanyakan
minyak; sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
aseton, etanol (95%), dan air. (HOPE 6th Edition p. 475)
Stabilitas: Stabil pada pemanasan dan cahaya. (HOPE 6th Edition p. 475).
3. Cestostearyl alcohol
Pemeriaan : Berwarna putih atau bewarna krim, berbentuk flakes atau
granul ( handbook.. hal 150
Kelarutan : Larut dalam etanol 95% eter dan minyak: praktis tidak larut
dalam air ( Hanbook
Stabilitas : Stabil pada kondisi penyimpanan normal.
Penyimpanan : Harus disimpan pada tempat tertutup rapat, kering dan
sejuk.
Kegunaan : Emolien
4. Butylated Hydoxytoluene
Pemeriaan : Putih atau kristal kuning pucat atau serbuk dengan
karakteristik bau seperti fenol (HOPE 6th Edition p. 75).
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, larutan
alkali hidroksida dan larutan asam mineral. Larut dalam
aseton, benzena, etanol 95% eter, metanol, toluena, minyak.
Lebih larut daripada butil hidroksil anisol dalam minyak pada
makanan dan lemak. (HOPE 6th Edition p. 75)
Stabilitas : Berubah warna dan kehilangan fungsinya jika terpapar panas
(HOPE 6th Edition p. 76). Terdekomposisi mulai pada suhu
120oC. (Evaluation of Antioxidants Stability by Thermal
Analysis and Its Protective Effect in Heated Edible Vegetable
Oil Journal). Berubah warna menjadi hitam jika terpapar
cahaya (HOPE 6th Edition p. 76).
5. Glyserin
Pemeriaan: Encer, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis,
memiliki rasa yang manis, kira-kira 0,6 kali sukrosa (HOPE
6th Edition p. 283).
Kelarutan: Kelarutan gliserin dalam etanol (95%) larut dan dalam air larut
(HOPE 6th Edition p. 283).
Stabilitas: Terdekomposisi pada 290oC (HOPE 6th Edition p. 283).
Gliserin murni cenderung tidak teroksidasi oleh udara pada penyimpanan
(tahan terhadap oksidasi). (HOPE 6th Edition p. 283) Berubah warna
menjadi hitam jika terpapar cahaya (HOPE 6th Edition p. 285).
d. Alasan pemilian exipien:
Pemilihan basis Vaselin Flavum karena Vaselin ini tidak mengalami proses
pemutihan (bleaching) yang dikhawatirkan masih mengandung sesepora bahan
pemutih yang tertinggal dalam masa Vaselin tersebut. Sedangkan jika digunakan
Vaselin Album ,Vaselin Album sudah mengalami proses pemutihan (bleaching)
yang ditambahkan asam kuat dan juga masih mengandung banyak sesepora bahan
pemutih, sehingga masih banyak mengandung pengotor.
Paraffin cair merupakan campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan yang
diperoleh dari minyak tanah. Tujuan penambahan bahan ini karena Paraffin cair
berguna untuk memperbaiki konsistensi basis sehingga lebih lunak dan memudahkan
penggunaan. Dalam pembuatan salep mata ini Adeps lanae tidak dipilih karena dapat
menimbulkan peradangan dan alergi pada mata.
Penggunaan salep mata biasanya multipledose sehingga dibutuhkan
pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroba saat menutup tube sehingga
infeksi mikroba ke dalam mata dapat dihindari. Pengawet yang biasa digunakan
untuk salep mata ialah Klorobutanol dengan konsentrasi 0,5 %( Pharmaceutical
Exipients, 2006), karena Klorobutanol kompatibel dengan zat aktif dan eksipien
lain.
BHT dipilih sebagai antioksidan tambahan karena tidak beracun serta mempunyai
kelarutan yang baik dalam minyak/lemak
Penimbangan Bahan
Total sediaan yang akan dibuat adalah 1000 tube sebanyak 5 g, maka: 1000 x 5 g
= 5000 g.
Agar salep yang dimasukkan kedalam tube tidak kurang maka dilebihkan 10%
sehingga: 5000 g x ( 10% x 5000 g ) = 5500 g

No Nama Bahan Jumlah yang ditimbang


1. Acyclovir 3% 156 g
2. Chlorbutanol 0,5% 27,5 g
3. Cetosterol alcohol 3% 156 g
4. Butylated Hydoxytoluene 0,55 g
0,01%
5. Glyserin 2% 110 g
6. Parafin solid 2% 110 g (Dilebihkan 20% = 132)
7. Vaselin Flavum 100% 4939,95 g

Prosedur Pembuatan
RUANG PROSEDUR
Grey Area (Ruang Penimbangan) a. Timbang semua bahan yang
dibutuhkan ( Untuk asiklovir di ayak
terlebih dahulu dengan mesh no.100
kemudian baru ditimbang sebanyak
156 g). selanjutnya timbang
Chlorbutanol sebanyak 27,5 g,
Cetostearyl alcohol 156 g, Butylated
Hydoxytoluene 0,55 g glyserin 110 g,
paraffin solid 110 g dan vaselin flavum
4939,95 g.
b. Lakukan sterilisasi bahan baku
dengan metoda yang sesuai
c. Bahan baku di transfer ke white
area melalui transfer box
White Area ( Ruang Pencampuran a. Oil Phase = Parafin solid 110 g
Grade A) dan Vaselin Flavum 4939,59 g
dipanaskan sampai suhu 700C plus
minus 2oC di dalam alat mixer sampai
mencair kemudian didinginkan sampai
suhu 45 oC sambil di putar.
b. Drug Dispersion = Campur
acyclovir 156 g, chllorobutanol 27,5 g
dan cetostearyl alcohol 156 g dan 80 g
glyserin di dalam water bath dengan
bantuan alat homogenizer pada suhu 50
o
C sampai tidak terdapat gumpalan.
Masukkan fase drug dispersion
kedalam oil phase lalu di tambahkan 20
g gluserin
c. Pencampuran akhir = campur
dalam kecepatan tinggi dibawah
tekanan vakum 0,4-0,6 bar pada suhu
45 oC selama 30 menit.
o
Dinginkan sampai suhu 25-30 C
sambil tetap dicampurkan.
d. Lakukan pengemasan dengan
mesin filling.
e. Sediaan yang telah ditutup,
ditrasnfer ke ruang evaluasi melalui
transfer box
Grey Area (Ruang Evaluasi) a. Dilakukan evaluasi sediaan
b. Sediaan yang telah diberi etikat
dan brosur kemudian dikemas dalam
wadah sekunder.

Alur pembuatan salep mata


Evaluasi Produk
Uji penetapan Isi Minimun
a. Prinsip evaluasi: menghitung selisih antara tube kosong dan tube yang berisi
sediaan. ( Farmakope Indonesia Edisi V. hlm 1519)
b. Prosedur Evaluasi:
1. Diambil 10 wadah, hilangkan semua etiket dan yang dapat mempengaruh
bobot.
2. Bersihkan dan keringkan dengan sempurna bagian luar wadah dengan cara
yang sesuai satu persatu.
3. timbang bobot wadah yang berisi sediaan, catat bobotnya
4. keluarkan isi sediaan secara kuantitatif dari masing-masing wadah, poting
ujung wadah.
5. timbang kembali wadah kosong yang isi sediiaannya telah dikeluarkan,
catat bobotnya.
6. perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi wadah.
c. Persyaratan : Volume bersih masing-masing wadah tidak kurang dari 90%
untuk sediaan yang tertera pada etiket 60 g/ml atau kurang. Jika persyaratan
tidak terpenuhi maka lakukan penambahan 20 wadah. Rata-rata dari 30 wadah
tidak kurang dari 90%.
Uji kebocoran tube
a. Prinsip evaluasi: Dengan cara menempatkan tube secara horizontal pada kertas
penyerap kemudian dilakukan pemanasan degan menggunakan oven pada suhu
60oC selama 8 jam. ( Farmakope Indonesia Edisi V. hlm 1519)
b. Prosedur Evaluasi:
1. Ambil 10 wadah salep
2. Bersihkan dan keringkan permukaan luar wadah.
3. letakkan secara horizontal pada kertas penyerap kemudian dioven pada suhu
dan waktu yang telah ditentukan.
c. Persyaratan : Tidak boleh ada kebocoran yang berarti selama atau setelah
pengujian selesai. Jika terjadi kebocoran ulangi pengujian
dengan 20 wadah salep lainnya.
Uji Homogenitas
a. Prinsip evaluasi: Menentukan berdasarkan jumlah partikel maupun
distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada
berbagai tempat yang ditentukan secara visual.
b. Prosedur Evaluasi:
1. Homogenitas sediaan diuji dengan metode visual.
2. Sejumlah sediaan yang diambil dari beberapa bagian salep
digunakan untuk pengujian
3. Setiap salep tersebut dioleskan pada kaca transparan untuk
dilihat partikel sediaan salep tersebut.
c. Persyaratan : Tidak terdapat partikel dalam sediaan.
Uji Penetapan logam dalam salep mata
a. Prinsip evaluasi:Menentukan jumlah partikel logam pada sediaan
salep mata dengan cara memanaskan sediaan salep dan melihat
jumlah partikel logam yang akan berada pada bagian dasar salep
setelah mengeras ( Farmakope Indonesia Edisi V. hlm 1563)
b. Prosedur Evaluasi:
1. Mengeluarkan secara sempurna isi dari 10 tube salep
2. Memasukkan masing-masing kedalam cawan petri yang terpisah
ukuran 60mm, alas datar, jernih dan bebas goresan.
3. tutup cawan petri kemudian panaskan pada suhu 85oC selama 2
jam.
4. Biarkan masing-masing mencapai suhu kamar dan membeku.
5. Angkat tutup dan balikan cawan petri dan tempatkan pada
mikroskop yang sesuai untuk perbesaran 30kali yang dilengkapi
dengan kirometer pengukuran dan dikalibrasi pada perbesaan yang
digunakan.
6. Amati partikel logam pada dasar cawan petri
7. Hitung jumlah partikel yang ukurannya 50 mikrometer atau
lebih.
c. Persyaratan : Jika jumlah partikel dari 10 tube tidak lebih dari 50
partikel dan jika tidak lebih dari 1 tube mengandung 8 partikel.
Uji Sterilitas
a. Prinsip evaluasi : Menguj suatu bahan dengan teknis inokulasi
langsung atau filtrasi langsung untuk melihat ada
atau tidaknya pertumbuhan mikroba.
Menggunakan media tioglikonat cair dan soybeen
casein digest. (Farmakope Indonesia Edisi V, hlm
1359)
b. Prosedur evaluasi :
A. Metoda penyaringan/ filtrasi memberan
1. membrane penyaring yang digunakan memiliki porositas 0,45
mikrometer.
2. Peralatan filtrasi disterilkan terlebih dahulu dengan cara yang
sesuai.
3. Larutan uji Kemudian disaring menggunakan memberan dalam
kondisi aseptis.
4. kemudian membrane dipindahkan secara aseptis kedalam media
5. lakukan inkubasi
B. Metode inokulasi langsung
1. Sejumlah sediaan dimasukkan kedalam media.
2. Kemudian, ditambahkan sejumlah kecil inoculum
3. Pada kedua cara digunakan mikroba yang sama seperti tertera
pada uji untuk anaerob, aerob dan kapang.
4. Uji fertilitas dilakukan sebagai control positif.
5. Semua wadah diinkubasi.
c. Persyaratan : media yang berisi sediaan tidak ditumbuhi
mikroorganisme.
Uji endotoksi bakteri
a. Prinsip : Dilakukan menggunakan Limulus amebocyte
lysate (LAL). Tekhinik pengujiaan menggunakan jendal gel dan
fotometrik ( Farmakope Indonesia Edisi V, hak 1359)
b. Prosedur Evaluasi:
Untuk bakteri p. aeroginosa dan s.aureus
1. Siapkan sampel 1 dalam 10 volum pengenceran dimana
tidak lebih dari 1 gram sdiaan diuji.
2. Gunakan 10 ml atau jumlah yang sesuai dengan 1 g atau 1
ml, inokulasi ke dalam media soybeen casein digest broth
dengan cumlah yang sesuai.
3. Campur dan inkubasi pada suhu 30-35oC selama 18-24 jam.
c. Persyaratan : Jika koloni yang tumbuh tidak seperti yang
dikerjakan pada hasil uji konformasi identifikasi negatif.
Uji kadar acyclovir
Penetapan kadar acyclovir disini dapat menggunakan HPLC berdasarkan
artikel Validasi Metode Penetapan Kadar Asiklovir Dalam Salpe Menggunakan
Kromatografi Cair kinerja Tinggi ( KCKT). Dalam artikel tersebut dijelaskan
menggunakan fasa diam C18 dengan ukuran 250 mm x 4,6 mm dan fasa gerak
campuran asetonotril:asam fosfat 80:20 v/v. dengan laju alir 1 mL/menit, Pnajnag
gelombang 254 nm dan volume injeksi 20 μL.
Registrasi Produk
Registrasi produk diajukan kepada kepala badan, dengan kriteria dan
tatalaksana registrasi ditetapkan oleh kepala badan. Dokumen registrasi
merupakan dokumen rahasia yang dipegunakan terbatas hanya untuk keperluan
evaluasi oleh yang berwenang. Terhadap registrasi dikenakan biaya, Ketentuan
tentang biaya sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai peraturan perundang-
undangan. Terhadap dokumen registrasi yang telah memenuhi ketentuan
dilakukan evaluasi sesuai kriteria izin edar (Permenkes No
1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat).

Link untuk menonton video


1. Metode produksi sediaan steril
https://www.youtube.com/watch?v=iepWLPv8vb8
2. Oinment packing mechine https://www.youtube.com/watch?v=b_I0MWdP2cM
3. Penggunaan HPLC https://www.youtube.com/watch?v=eCj0cRtJvJg
SEDIAAN SALEP
1. Definisi Salep
❖ Menurut Farmakope Indonesia III, Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut ata terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok.
❖ Menurut Farmakope Indonesi IV, Sediaan semi padat atau setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak
boleh berbau tengik.Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang
tidak mengandung obat keras atau narkotika adalah 10%.
❖ Menurut FI VI, Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir.
❖ Menurut Ansel, salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian
luar yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut
salep mata. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang
disebutkan terakhir bisanya dikatakan sebagai “dasar salep” (basis ointment) dan
digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung obat.
2. Alasan Pembuatan Sediaan Salep
a. Penggunaan yang mudah
b. Paling cocok untuk tujuan pengobatan pada kulit karena kontak antara obat
dengan kulit lebih lama (Anief, 2005)
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit.
d. Memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit dan mudah dicuci
dengan air.
e. Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang larut air dan larut minyak,
maka bentuk pembawa yang cocok untuk memperoleh absorbsi yang optimal
adalah krim atau basis salep emulsi (RPS, Hal 413)
3. Dasar Salep
Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4
kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang
dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah
satu dasar salep tersebut.
1. Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih ,
vaselin kuning, cera album, cera flavum. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep
hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering dan
tidak tampak berubah dalam waktu lama.
2. Dasar Salep Serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar
salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin
hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak
yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini
juga berfungsi sebagai emolien.
Contoh: adepsl lanae, unguentum simpleks (cera flava : oleum sesami = 30 : 70),
hydrophilic petrolatum (vaselin alba : cera alba : stearil alkohol : kolesterol = 86 : 6 : 3 :
3)
3. Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim).
Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada
dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik.
Contoh: vanishing cream, elmusifying wax, elmusifying ointment B.P., hydrophilic
oinment.
4. Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut
air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep yang
dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin,
lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.
Contoh: Poly Ethylen Glycol (PEG), campuran PEG, tragacanth, gummi arabicum.
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang
ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat
terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang
mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang
mangandung air.Sedian akan dibuat dalam bentuk salep dikarenakan sifat zat aktif yang
sukar larut dalam air dan diperuntukan untuk pemakaian topikal.Bahan obat harus larut
atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Sari A dan Amy M, 2016).
4. Peraturan Pembuatan Salep Menurut F. Van Duin
1. Peraturan salep pertama
“Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika
perlu dengan pemanasan”.
2. Peraturan salep kedua
“Bahan bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih
dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya
oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya.”
3. Peraturan salep ketiga
“Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air
harus diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No. 60.”
4. Peraturan keempat
“Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus
sampai dingin.” Bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus
dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya.
5. Cara Pembuatan Salep Ditinjau dari Khasiat Utamanya
Zat padat
a. Zat padat dan larut dalam dasar salep.
1. Camphorae
• Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan di dalam pot salep tertutup
(jika tidak dilampaui daya larutnya).
• Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (Ol. Sesame), camphorae
dilarutkan lebih dahulu dalam minyak tersebut.
• Jika dalam resep terdapat salol, mentol, atau zat lain yang dapat mencair jika
dicampur (karena penurunan titik eutektik), Camphorae dicampurkan agar
mencair, baru ditambahkan dasar salepnya.
• Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi lebih dahulu
dengan eter atau alcohol 95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya.
2. Pellidol
• Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama sama dengan dasar
salepnya yang dicairkan (jika dasar salep disaring, pellidol ikut disaring tetapi
jangan lupa harus ditambahkan pada penimbangannya sebanyak 20%).
• Jika pellidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya, maka digerus dengan
dasar salep yang sudah dicairkan.
3. Iodium
• Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti pada camphorae
• Larutkan daalam larutan pekat KI atau NaI (seperti pada Unguentum Iodii dari
Ph. Belanda V).
• Ditetesi dengan etanol 95% sampai larut, baru ditambahkan dasar salepnya.
b. Zat padat larut dalam air
1. Protargol (argentum proteinatum)
• Larut dalam air dengan jalan menaburkan di atas air kemudian didiamkan selama
15 menit di tempat gelap.
• Bila dalam resep terdapat gliserol, maka Protargol digerus dengan gliserin baru
ditambah air, dan tidak perlu ditunggu 15 menit (gliserol mempercepat daya larut
protargol dalam air).
2. Colargol (argentum colloidale)
Sama dengan Protargol dan air yang dipakai 1/3 kalinya.
3. Argentums nitrat (AgN03)
Zat ini tidak boleh dilarutkan dalam air karena akan meninggalkan bekas noda
hitam pada kulit yang disebabkan oleh terbentuknya Ag2O3, kecuali pada resep
obat wasir.
4. FenoI/fenol
Fenol dalam salep tidak dilarutkan karena akan menimbulkan rangsangan atau
mengiritasi kulit dan juga tidak boleh diganti dengan penoI liquidfactum.
c. Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air
Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air, yaitu:
• Argentums nitrat
• Fenol
• Hydrargyri bichloridum Chrysarobin
• Pirogalol
• Stibii et kaIii tartrans
• OIeumiocoris aseIIi
• Zinc sulfat
• Antibiotik (misalnya penisilin)
• Chloretum auripo natrico
Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep:
• Ichtyol
• Balsam balsem dan minyak yang mudah menguap
• Air
• Gliserin
• Marmer album serta zat padat tidak larut dalam air
Penjelasan :
• Ichtyol, sebab jika ditambahkan pada masa salep yang panas atau digilas terlalu
lama dapat terjadi pemisahan.
• Balsem balsem dan minyak atsiri, balsem merupakan campuran dari damar dan
minyak atsiri, jika digerus terlalu lama akan keluar damarnya sedangkan minyak
atsiri akan menguap.
• Air, berfungsi sebagai pendingin dan untuk mencegah permukaan mortir menjadi
licin.
• Gliserin, harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, sebab tidak bias
campur dengan bahan dasar salep yang sedang mencair dan ditambahkan sedikit
sedikit sebab tidak bias diserap dengan mudah oleh dasar salep.
d. Zat Cair (Sebagai pelarut bahan obat)
1. Air
Terjadi reaksi
Contohnya, jika aqua calcis bercampur dengan minyak lemak akan terjadi penyabunan
sehingga cara penggunaannya adalah dengan diteteskan sedikit demi sedikit kemudian
dikocok dalam sebuah botol bersama dengan minyak lemak, baru dicampur dengan bahan
lainnya.
Tak terjadi reaksi
Jumlah sedikit: teteskan terakhir sedikit demi sedikit
Jumlah banyak: diuapkan atau diambil bahan berkhasiatnya saja dan berat airnya diganti
dengan dasar salepnya
2. Spiritus/etanol/alcohol
Jumlah sedikit: teteskan terakhir sedikit demi sedikit
Jumlah banyak:
– Tahan panas: Tinct. Ratanhiae, panaskan diatas tangas air sampai sekental sirop atau
sepertiga bagian.
– Tak tahan panas:
· Diketahui pembandingnya, maka diambil bagian bagiannya saja, misalnya tinct. lodii
· Tak diketahui pembandingnya, teteskan terakhir sedikit demi sedikit.
· Jika dasar salep lebih dari 1 macam, harus diperhitungkan menurut perbandingan
dasar salepnya.
3. Cairan kental
Umumnya dimasukkan sedikit demi sedikit. Contohnya: gliserin, pix lithantratis, pix
liquida, balsam peruvianum, ichtyol, kreosot. Bahan berupa ekstak/extraktum
• Extraktum siccum/kering
Umumnya larut dalam air, maka dilarutkan dalam air, dan berat air dapat
dikurangkan dari dasar salepnya
• Exractum spissum/kental
Diencerkan dahulu dengan air atau etanol
• Extractum liquidum
Dikerjakan seperti pada cairan dengan spiritus.
Bahan bahan lain :
• Hydrargyrum
Gerus dengan adeps lanae dalam lumpang dingin, sampai halus (<20ug) atau
gunakan resep standar, misalnya: Unguentum hydrargyri (Ph. Belanda V) yang
mengandung 30% dan Unguentum Hydrargyri Fortio (C.M.N) mengandung
50%.
• Naphtolum
Dapat larut dalam sapo kalicus, larutkan dalam sapo tersebut. Jika tidak ada sapo,
dikerjakan seperti Camphorae. Mempunyai D.M/T.M untuk obat luar.
• Bentonit
Serbuk halus yang dengan air akan membentuk massa seperti salep
6. Alur Produksi Sediaan Salep BerdasarkanCPOB

Penjelasan

Untuk alur proses produksi salep diawali pada ruang bahan baku. Pada proses
pembuatannya, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC dengan
mengambil sampel di ruang sampling, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC meliputi
pemerian, kelarutan, bilangan asam, dan bilangan penyabunan, dari hasil uji tersebut tim
QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut memenuhi kriteria yang
berstandarkan CPOB atau tidak.
Lalu petugas yang bertanggung jawab terhadap bahan baku menimbang bahan-
bahan apa saja yang akan dibutuhkan dalam proses produksi salep. Penimbangan bahan
dilakukan untuk produksi sediaan per satu bets. Setelah bahan baku ini dinyatakan lulus
uji kriteria, bahan baku tersebut dicampur dan diolah menjadi produk antara. Kemudian
petugas bagian produksi mengambil bahan baku yang telah ditimbang dengan melakukan
serah terima yang disertai dengan dokumen CPB (Catatan Pengolahan Bets) yang telah
melampirkan tanda tangan petugas.

Proses produksi dilanjutkan di ruang pencampuran. Pada ruang ini, awalnya air
ditampung di dalam alat pemanas (Double Jacket). Air yang digunakan dalam proses
produksi menggunakan air Aquadem (Aquademineralisasi). Air yang dipakai adalah air
yang diambil dari pipa yang telah diatur penyalurannya, yang mana sebelumnya air ini
telah melewati serangkaian proses pernyaringan. Kemudian proses dilanjutkan di tangki
Oil Pot, tangki ini berfungsi untuk melebur fase minyak dari sediaan, lalu dilanjutkan
proses pencampuran bahan dengan menggunakan alat Vacum emulsifier Mixer.

Double Jacket Vacum emulsifier Mixer

Pada alat ini (Vacum emulsifier Mixer) proses pencampuran dimulai dari
pembuatan basis hingga membentuk massasalep.Selanjutnya masa yang telah jadi
disimpan dalam wadah kemudian di tempatkan di ruang Ruang karantina produk antara.
Produk yang telah jadi di lakukan kembali proses IPC oleh QC, pemeriksaan pemerian,
pH, homogenitas, koefisien variasi, dan stabilitas jika dinyatatakan lulus maka produk
tersebut dimasukkan ke dalam wadah.

Selama proses pengisian sediaan salep operator melakukan proses penimbangan setiap
15 menit sekali, proses ini bertujuan untuk memastikan bobot per tube sesuai dengan
bobot yang diinginkan dari kemasan. kemudian produk yang telah diisi ditempatkan di
ruang karantina produk ruahan untuk selanjutnya melewati tahap pemeriksaan oleh QC,
pemeriksaan itu meliputi pemerian, identifikasi, pH, kadar zat berkhasiat, homogenitas,
koefisien variasi dan keseragaman sediaan,. Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu
hasil pemeriksaan ini yaitu 1-2hari.

Beberapa link alur produksi salep

https://www.youtube.com/watch?v=hHPuT1ch-9U

https://www.youtube.com/watch?v=DI8fV65943M

https://www.youtube.com/watch?v=RNdQFjfR1YQ
Menurut Cara Pembuatan Obat yang Baik, produksi Sediaan salep terdapat
beberapa aspek, diantaranya :

✓ Sistem yang digunakan untuk membuat sediaan salep adalah system tertutup.
Sistem tertutup adalah suatu sistem di mana produk hampir tidak terpapar ke
lingkungan selama proses dan sedikit sekali melibatkan operator. Produk cair
disaring dan ditransfer ke holding tank melalui pipa sebelum produk tersebut
diisikan ke dalam wadah akhirnya (misal botol dan tube) danditutup.
✓ Untuk mencegah ada “sambungan mati” (deadlegs), sambungan hendaklah tidak
lebih panjang dari 1,5 kali diameter pipa sampai katup. Hendaklah menggunakan
jenis katup diafragma atau katup kupu-kupu dan bukan katupbola.
✓ Air yang digunakan untuk produksi hendaklah memenuhi persyaratan minimal
kualitas Air Murni (Purified Water). Parameter kimia dan mikrobiologi
hendaklah dipantau secara teratur, minimal seminggu sekali, sedangkan pH dan
konduktivitas hendaklah dipantau tiap hari. Terhadap data hasil pemantauan
hendaklah dilakukan analisis kecenderungan (trend analysis).

Sanitasi Sistem Pengolahan Air dapat dilakukan dengan cara:


a. Pemanasan,atau
b. Kimiawi
✓ Pemeriksaan mutu bahan yang diterima sebelum dipindahkan ke dalam tangki
penyimpanan adalah untuk mencegah agar bahan yang masih tersisa di dalam
tangki penyimpanan (yang sudah memenuhi persyaratan mutu) tidak tercampur
dengan bahan yang sama dari tangki pemasok yang belum diketahuimutunya.
✓ Tiap pipa transfer hendaklah diberi penandaan yang jelas dengan mencantumkan
identitasproduk.
✓ Homogenitas hendaklah dipertahankan selama pengisian dengan pengadukan
terus-menerus sejak awal sampai akhir prosespengisian.
✓ Kondisi penyimpanan produk antara dan produk ruahan hendaklah disesuaikan
untuk menghindarkan perubahan mutu produk. Jangka waktu dan kondisi
penyimpanan produk antara hendaklahdivalidasi.
7. In ProcessControl
Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan hal yang
yang penting dalam pemastian mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan
keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk
memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi
penyebab variasi karakteristik produk selama prosesberjalan.

Prosedur tertulis untuk pengawasan-selama-proses hendaklah dipatuhi. Prosedur


tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan
sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas
penerimaan untuk tiapspesifikasi.

Dalam proses produksi produk semisolid, dilakukan pemeriksaan selama proses


produksi (In Process Control) oleh personil produksi. IPC dilakukan pada tahap-tahap
kritis selama proses pembuatan salep dan krim, misal :

a. Mixting Process : pH, homogenitas, kehalusan


b. Filling Process : bobot isi tube, penampilan,termasuk pencetakan
expired date dan nomorbets.
❖ Organoleptik (Goeswin Agoes, Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida,
hal127)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian warna, tekstur dan bau salep di mana sedapat
mungkin mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan
selamaformulasi.

Prinsip: pemeriksaan warna dan bau salep menggunakan panca indera.

Penafsiran hasil: warna, dan penampilan memenuhi spesifikasi formulasi


❖ Distribusi ukuran partikel (Disperse System vol II 1989,hal. 670-672)
Tujuan : menentukan distribusi ukuranpartikel
Prinsip: Menghitung frekuensi ukuran partikel dengan menggunakan mikroskop
dan membuat plot antara frekuensi ukuran terhadap range ukuran partikel
Penafsiran hasil : Distribusi ukuran yang baik adalah yang menghasilkan kurva
distribusi normal
❖ Isi minimum (FI IV <861> hal997)
Tujuan: Menentukan kesesuaian isi minimum salep dalam wadah dengan bobot
yang tertera dalam penandaan dan volume kelebihan yang dipersyaratkan dalam
Farmakope Indonesia IV.
Prinsip:Pengukuran isi sediaan salep dalam wadah dilakukan dengan
menghitung selisih bobot salep dalam wadah dengan bobot wadah yang telah
dikeluarkan isinya.
Hasil : perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di
etiket dan tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang dari: (pilih salah
satu, sesuaikan dgn sediaan)
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60
gram&kurang dari 150 gram) Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan
20 wadah lagi.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada
etiket dan hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi syarat
diatas.
❖ Uji Kebocoran , u/ semua yang pake tube (FI IV <1241> hal1086)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga
sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip : 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian
luarnya dengan kain penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas
kain penyerap di dalam oven dengan suhu diatur pada 60o ± 3o selama 8jam.
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah
pengujian selesai. Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar
dimana terdapat lipatan dari tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat
kebocoran pada 1 tube tetapi tidak lebih dari 1 tube, ulangi pengujian dengan 20
tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika: tidak ada satu pun kebocoran diamati
dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30
tube yangdiuji.
❖ Uji efektivitas pengawet antimikroba(FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada
sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yangbersangkutan.

Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang


mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai
parameter efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan
dgn cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus
Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel
dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlahawal.
b. Jumlah kapang & khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang
dr jmlhawal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap
atau kurang dari bilangan yang disebut pada a danb.

❖ Homogenitas (Goeswin Agoes-Teknologi Farmasi liquida&


semisolida-127, FI III hal 33) Tujuan : Menjamin ke-homogenitas-an
sediaanemulsi
Prinsip : Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun
distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat atau jika sulit dilakukan
atau membutuhkan waktu yg lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual.
Penafsiran Hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat
pengambilan sampel.
❖ Penetapan Viskositas

Tujuan : mengetahui harga viskositas suatusediaan


Alat : ViscometerHoeppler
Prinsip : mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada
temperaturtetap
Penafsiran hasil :
viskositas cairan dihitung dengan
rumus : η = B (ρ1 – ρ2 ) t
keterangan: η =
viskositascairan
B = konstanta bola
ρ1= bobot jenis bola
ρ2= bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu
❖ Penetapan pH (FI IV <1071>, hal1039-1040)
Tujuan: Mengetahui pH emulsi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan persyaratan
yangtelah disesuaikan
Prinsip : Pengukuran terhadap pH emulsi mengunakan pH meter yang telah
dikalibrasidengan larutan dapar

8. Formulasi
Salep Whitefield see Formularium Nasional
R/ Asam Benzoat 5
Asam Salisilat 5
Lanolin 45
Vaselin Album 45
Lanolin see PH V
R/ Adeps Lanae 75%
Air 25%
Perhitungan Penimbangan Bahan
• Acidum Benzoicum = 15/100 x 5 gram = 750 mg
• Acidum Salicylicum = 15/100 x 5 gram = 750 mg
• Lanolin = 15/100 x 45 gram = 6750 mg
• Vaselin Album = 15/100 x 45 gram = 6750 mg
• Sp Fortior = qs
Perhitungan Lanolin
• Adeps Lanae = 75/100 x 6750 mg = 5060 mg
• Air = 25/100 x 6750 mg = 1690 mg
Pemerian
• Acidum Salicylicum (Asam Salisilat)
Pemeriaan : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih;
hampir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%)
P; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan
amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P; kalium sitrat P dan natrium
sitrat P
Khasiat : Antifungi, Keratolitikum (Depkes, 1979).
• Acidum Benzoicum (Asam Benzoat)
Pemeriaan : Hablur halus dan ringan; tidak berwarna; tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang
lebih 3 bagian etanol (95%) P; dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3
bagian eter P
Khasiat : Antiseptikum extern dan antijamur (Depkes, 1979).
• Adeps Lanae (Lemak Bulu Domba)
Pemeriaan : Zat serupa lemak, liat, lekat; kuning muda atau kuning
pucat, agak tembus cahaya; bau lemah dan khas
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Khasiat : Zat Tambahan (Depkes, 1979).
• Vaselin Album (Vaselin Putih)
Pemeriaan : Massa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah
zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P; larutan
kadang-kadang beropalesensi lemah
Khasiat : Zat Tambahan (Depkes, 1979).
SEDIAAN PASTA

1. Defenisi
Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal (Depkes RI, 2020 : 57). Pasta
hampir sama dengan salep, namun yang membedakannya adalah kandungannya,
secara umum persentase bahan padat pada pasta lebih besar dan kurang berlemak
dibandingkan salep yang dibuat dengan komponen yang sama (Ansel, 1989 : 515)
2. Alasan Pemilihan Sediaan
• Pasta digunakan karena kerjanya melindungi dan mampu menyerap
kotoran dari luka, jadi pasta lebih dipilih apabila kerja melindungi lebih
dibutuhkan dari terapeutiknya
• Pasta digunakan untuk lesi akut yang cendrung membentuk kerak ,
menggelembung atau mengeluarkan cairan karena kualitas pasta lebih
keras dan kurang berlemak sehingga saat pemakaian tetap tinggal
ditempatnya jadi lebih lebih murah menyerap sekresi cairan
• Pasta menempel baik dengan kulit dan dapat membentuk lapisan
pelindung jika menggunakan bahan yang tepat
3. Penggolongan Pasta
a. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fase tunggal mengandung air,
misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulose
b. Kelompok pasta berlemak misalnya Pasta Zink Oksida, merupakan salep
yang padat, kaku, yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi
sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
4. Formula Pasta
a. Zat aktif
• Zat aktif yang sering digunakan misalnya Zinc Oksida, sulrur dan zat
aktif lain yang tentunya dapat dibuat dalam bentuk sediaan semisolid.
• Penggunaan pasta pada umumnya untuk antiseptik, perlindungan,
penyejuk kulit dan absorben sehingga zat aktif yang sering digunakan
ialah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti yang telah
disebut diatas.
• Sifat zat aktif yang perlu diperhatikan ialah zat aktif harus mampu
didispersikan secara homogen pada basis namun dapat lepas dengan
baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai tujuan
farmakologisnya
b. Basis
 Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak
atau basis air Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk
pembuatan pasta :
1) Basis Hidrokarbon, Karakteristik dari basis ini yaitu :
✓ Tidak diabsorbsi oleh kulit
✓ Tidak tercampurkan dengan air
✓ Inert
✓ Daya Absorpsi air rendah
✓ Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk
lapisan tahan air & meningkatkan hidrasi sehingga meningkatkan
absorpsi obat melalui kulit.
Contoh basis : paraffin cair, paraffin lunak, hard paraffin
2) Basis absorpsi, Karakterstiknya : bersifat hidrofil dan dapat
menyerap sejumlah tertentu air dan larutan cair. Terbagi menjadi 2
kelas, yaitu :
✓ Basis non-emulsi
 Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M.
Mengandung campuran dari emulgen tipe sterol dengan satu
atau lebih parafin. Jika dibandingkan dengan basis
hidrokarbon :
• Kurang bersifat oklusif namun emolien yang baik
• Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit
• Lebih mudah menyebar/ dioleskan (spread)
➔ contoh : Wool fat, Wool alcohol, Bees wax, Kolesterol
✓ Emulsi A/M
 Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi.
Terdiri dari :
• Hydrous wool fat (lanolin)
• Oily cream BP
3) Basis air-misibel
Keuntungannya antara lain :
Mudah dibersihkan dari kulit
Misibel/ bercampur dengan eksudat dari luka
Mengurangi gangguan terhadap fungsi kulit
Kontak baik dengan kulit karena kandungan surfaktannya
Penerimaan terhadap kosmetik yang cukup baik
Mudah dibersihkan dari rambut. Salep dengan basis
hidrocarbon/ absorpsi cocok untuk kondisi Scalp
Contoh: pasta resorsinol dan sulfur Tiga salep beremulsi dari basis
ini
4) Basis larut air
Keuntungan :
- Non oklusif
- Absorpsi yang baik oleh kulit
- Bercampur dengan eksudat
- Mudah melarutkan bahan lain
- Mudah dibersihkan dengan cara dicuci
- Bebas dari rasa lengket
- Tidak berwarna
- nyaman digunakan
- Larut air
- kompatibel dengan obat-obat
(Aulton, Pharmaceutical practice ; 125)
c. Bahan tambahan
1) Antioksidan
Lemak dan minyak alami mudah teroksidasi oleh oksigen di udara
maka diperlukan penambahan antioksidan untk mencegah dekomposisi.
Antioksidan dipilih berdasarkan warna, bau, potensi, iritasi, toksisitas,
stabilitas, dan kompatibilitas. Asam edetat dan asam organik dan inorganik
lainnya (asam sitrat, maleat, tartarat, atau fosforat) dapat ditambahkan ke
dalam formula untuk mengkelat sesepora logam yang dapat mengkatalisis
proes oksidasi.
2) Emulsifier
Pada penggunaaan emulsifier yang harus diperhatikan ialah
stabilitas. Penggunaan emulsifier lebih baik dikombinasikan sehingga
diperoleh stabilitas yang lebih baik dan sifat iritan yang lebih rendah.
Macam-macam emulsifier yang dapat digunakan ialah emulsifier
anionik (natrium lauril sulfat, natrium setostearil sulfat, triaetanolamin
stearat, kalsium oleat); pH sistem di adjust sesuai dengan pH kulit manusia
(4,5-6,5) emulsifier kationik (ammonium kuartener, cetrimide); lebih stabil
pada pH 3-7 sehingga cocok untuk produk topical, tetapi dapat
menyebabkan iritasi ketika digunakan pada kulit dan mata emulsifier
nonionik (ester glikol, ester gliserol); kompatibel dengan banyak substansi
obat dan elektrolit, stabil dan tidak mengiritasi.
3) Humektan
Bahan ini digunakan untuk mengurangi sediaan semisolid dari
kehilangan air. Humektan mencegah pengeringan dan membantu
penerimaan produk dengan meningkatkan kualitas pengolesan dan
konsistensi secara umum.
Contohnya gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan makrogol
berbobot molekul rendah.
5. Alur Produksi Pasta

Penimbangan

Tambahkan basis dan zat aktif Zat yang tidak larut dicampur
Lelehkan bersama dan aduk sedikit dengan basis atau zat
sampai homogen baru baru tambahkan sisa basis
(fusion)

Pencampuran IPC
Organoleptis
Kadar zat aktif
pH
BJ
Produk antara Viskositas
homogenitas

Pengisian dalam tube


IPC
Kebocoran
Isi minimum

labelling

Karantina produk jadi

Gudang obat jadi


6. Evaluasi
a. Organoleptis
• Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat
mungkin mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah
ditentukan selama formulasi.
• Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
• Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi
formulasi.
b. Penetapan pH
 Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH
meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang
mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode indikator yang peka, elektroda kaca, dan elektrode
pembanding yang sesuai
Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi
sediaan
(Depatemen Kesehatan RI, 2020 : 2066).
c. Viskositas
• Dengan viskometer Brookfield.
• Alat ini menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan ke
dalam zat uji, dan mengukur tahanan gerak dari bagian yang
berputar. Tersedia kumparan yang berbeda untuk rentang
kekentalan tertentu, dan umumnya dilengkapi dengan beberapa
kecepatan rotasi.
(Departemen Kesehatan RI, 2020 : 2064)
d. Homogenitas
• Tujuan : Menjamin ke-homogenitas-an sediaan
• Prinsip : Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel
maupun distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel
pada berbagai tempat (ditentukan menggunakan mikroskop untuk
hasil yang lebih akurat). Jika sulit dilakukan atau membutuhkan
waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual.
Pengambilan sampel dilakukan pada bagian atas, tengah, atau
bawah.
• Prosedur : Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan
dengan kaca objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis.Partikel
diamati secara visual.
• Penafsiran Hasil : pasta yang homogen akan memperlihatkan jumlah
atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada
berbagai tempat pengambilan sampel.
e. Distribusi ukuran partikel
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam
berwarna mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding
terbalik dengan suatu kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide
mikroskop. Lihat dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal
f. Isi minimum (FI IV <861> hal 997)
Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang
tertera pada etiket
Prosedur:
• ambil 10 tube sampel yang sudah dibersihkan bagian luarnya (etiket
dihilangkan) dan ditimbang
• potong ujung bawah tube, isi dikeluarkan dan cuci tube dengan
pelarut yang sesuai
• keringkan tube dan timbang kembali wadah kosong serta bagian tube
lainnya
Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah
Bobot bersih rata-rata tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan
tidak satu wadah pun yang beratnya kurang dari:
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram
dan kurang dari 150 gram)
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi. Bobot rata-
rata 30 wadah (10+20) harus memenuhi syarat diatas.
g. Uji Kebocoran (FI IV hal 1086)
Prinsip: untuk mengetahui kebocoran pada wadah yang digunakan (tube)
Prosedur:
• bersihkan dan keringkan 10 tube dengan kain penyerap
• letakkan tube pada kertas penyerap dalam oven dengan suhu 60 +
3°C selama 8 jam
Penafsiran hasil:
- dari 10 tube tidak boleh ada yang bocor
- jika ada satu tube yang bocor lakukan uji tambahan dengan 20 tube dan
tidak boleh ada lebih dari 1 tubE yang bocor (30 tube)
h. Uji stabilitas
Dilakukan uji dipercepat dengan:
o Agitasi atau sentrifugasi (mekanik); Sediaan disentrifugasi dengan
kecepatan tinggi (sekitar 30.000 RPM), Diamati apakah terjadi
sineresis, pemisahan atau tidak. (Lacman, Theory & Practice of
Industrial Pharmacy, hal 116)
o Manipulasi suhu sampel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan
pada suhu 30, 40, 50, 60, 70oC.Amati dengan bantuan indikator (seperti
sudah merah mulai suhu berapa terjadi pemisahan. Makin tinggi suhu
maka makin stabil
i. Penetapan Kadar zat Aktif (sesuai monografi)
j. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan : Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang
ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau
bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang dicantumkan pada
etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip : Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam
sediaan yang mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat
digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet dalam sediaan.
Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri
biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa
dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu
20-250C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil: Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam
contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih
dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
BENTUK SEDIAAN CAIR
SEDIAAN SUSPENSI
1. Definisi Sediaan Suspensi
Menurut FI Edisi II, suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat
padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Menurut Fl Edisi IV, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
Menurut Formularium nasional Edisi II, suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan
pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau
tanpa zat tambahan yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang
ditetapkan.
Suspensi adalah sediaan bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat
mengendap, dan bila dikocok perlahan endapan harus terdispersi segera kembali. Dapat
ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas tetapi kekentalan suspensi harus
menjamin sedian mudah di kocok dan dituang.
2. Formula
2.1. Formula umum
(Disperse System, vol 2, Lieberman, hal. 232)

R/ Zat aktif
Bahan tambahan :
− bahan pensuspensi (suspending agent)
− bahan pembasah (wetting agent)/humektan
− pemanis
− pewarna flavour
− pewangi
− pengawet
− dapar atau acidifer
− antioksidan
− anticaking
− floculating agent
− antibusa (antifoaming)
Bahan pembawa : air, sirup, dll
2.2. Bahan Tambahan
- Bahan pensuspensi (suspending agent)
Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah
penggumpalan resin dan bahan berlemak.
Penggolongan Suspending Agent:
a. Golongan Polisakarida
1. Gom Akasia = Gom Arab
(FI III, 279; US Dispensatory,1; Martindale 28th ed., 948; Excipients 02,
1; USP 1985,1528; Husa’s, 161-163; Cooper & Gunn, 103-104; Aulton
Pharm. Practice,100; Aulton,Pharm. Design Form, 275)
Gom akasia adalah eksudat gom arab yang diperoleh dari batang dan
dahan pohon Acacia senegal wild, dan beberapa spesies. Akasia termasuk
suspending agent yang berasal dari alam dan mengandung enzim
pengoksidasi, sehingga akasia kurang cocok untuk digunakan dalam
sediaan farmasi yang mengandung zat aktif yang mudah teroksidasi.
Enzim ini dapat diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 100oC. Sebagai
suspending agent yang baik, sering dikombinasi dengan bahan pengental
yang lain seperti campuran serbuk Tragakan BP yang mengandung akasia
20 %, trgakan 15%, starch 20% dan sukrosa. Karena kekentalannya, akasia
jarang dgunakan dalam sediaan eksternal.
Musilago akasia memiki viskositas yang paling baik pada range pH 5-
9. Dibawah pH 5 dan diatas pH 9, viskositas akan menurun dengan tajam.
Misilago akasia 35% mempunyai viskositas yang kurang lebih sama
dengan gliserin.
Kelarutan : mudah larut dalam air (1 g dalam 2,7 g air) menghasilkan
larutan yang kental dan tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol
95%P, kloroform, eter, gliserol, dan propilen glikol (1 g dalam 20ml) dan
minyak-minyak. Larut dalam 1 :20 bagian gliserin.
Keasaman dan kebasaan : larutan jenuh dalam air bereaksi terhadap
lakmus, jika diencerkan dengan air lalu dibiarkan tidak terjadi pemisahan
endapan. pH 4,5-5 (larutan 5% b/v).
Bobot Jenis : 1,35-1,49
Sterilisasi : autoklaf
2. Tragakan
(FI III, 612; US Dispensatory 27th,1204-1205; Martindale 28th,962;
Excipients, 331;Exipients 02,603; RPS, 1247; Husa’s, 163-164, Cooper &
Gunn 12th, 104-105; Aulton Pharm. Practice, 100; Aulton The Science
of.., 275)
Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan
penorehan batang Asragalus gummifer Labill dan spesies Astragalus lain.
Tragakan memiliki kemampuan membentuk gel, maka tragakan lebih baik
daripada akasia sebagai pengental. Jumlah yang cocok untuk 100 ml
suspensi adalah 0,2 g serbuk tragakan, 2-4 serbuk campuran atau kira-kira
25 ml musilago. Bila digunakan dengan dikombinasi dengan akasia, maka
pembawanya hanya boleh air atau air kloroform.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang menjadi
massa yang homogen, lengket dan seperti gelatin. Jika dikocok dengan
berlebih, massa ini akan membentuk campuran yang seragam , tetapi jika
didiamkan satu atau dua hari akan terjadi pemisahan yang akan
memberikan bagian yang terlarut pada lapisan supernatan. Tragakan
praktis tidak larut dalam alkohol.
Sterilisasi : otoklaf
pH : musilago tragakan memiliki pH 5-6 untuk 1% b/v dispersi.
Penggunaan: tragakan membentuk larutan yang kental atau gel dengan
adanya air. Kekentalan tergantung pada konsentrasi yang digunakan.
Dalam bentuk terdispersi, bubuk tragakan mula-mula akan terdispersi
dalam “distributing agent” seperti alkohol, minyak dan gliserol.
Digunakan sebagai suspending agent dalam lotion, mikstura, dan sediaan
tidak larut lainnya.
3. Na-alginat (Sodium alginat/sodium salt/sodium polymannuronate)
(Excipients, 257;Exipients 02,543; Phrm. Dispensing, 164-165; Cooper &
Gunn 12th, 106; Aulton Pharm. Practice, 101; Aulton The Science of…,
257)
Na-alginat cocok untuk penggunaan internal (garam alginat dengan pelarut
organik tidak digunakan). Kegunaan utama dalam bidang farmasi adalah
sebagai zat pengental dan stabilisator suspensi.
Kelarutan : larut dalam air secara perlahan-lahan (1:20) merupakan
larutan koloidal yang viskos berwarna putih sampai coklat kekuningan.
Praktis tidak larut dalam alkohol, kloroform, eter, dan larutan yang
mengandung lebih 30% alkohol. Na alginat diendapkan dari larutan
dispersinya oleh koloidal (kira-kira 30-50%) tergantung pada tipe dan
konsentrasi alginat. Tak larut dalam larutan asam (pH lebih rendah dari 4).
pH : 7,2 untuk larutan 1% b/v.
Viskositas : terdapat berbagai kualitas Na alginat dimana air mempunyai
viskositas yang bervariasi antara 200-400 cps dalam larutan 1% pada suhu
20o. Gel padat yang immobil oleh larutan Na alginat 5% dalam air.
Viskositas maksimum sekitar pH 7 dan pH 4-10 viskositasnya menurun
sekitar 10%. Konsentrasi rendah dari elektrolit meningkat viskositas.
Larutan yang lebih encer mempunyai viskositas seperti mucilago.
Viskositas dapat meningkat dengan penambahan 0,3% Ca sitrat,
sebelumnya dicampur dengan sedikit air. Konsentrasi elektrolit yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan viskositas sampai terjadi penggaraman
Na alginat. Penambahan alkohol 10% atau gliserin 20% dapat
menstabilkan viskositasnya, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi (sekitar
30-70%) menyebabkan flokulasi. Penggaraman terjadi pada konsentrasi
NaCl lebih dari 4%.
Stabilitas : larutan stabil pada pH 4-10. sterilisasi Na alginat dengan
otoklaf, sedemikian juga larutannya, terjadi kehilangan viskositas
tergantung adanya senyawa-senyawa dalam larutan.
4. Starch (Amylum)
Starch kadang-kadang digunakan dengan suspending agent yang lain
karena viskositas msilagonya yang tinggi.
Penggunaan dalam farmasi : pengisi, pengikat, penghancur/desintegran.
5. Karagen (Chondrus extract)(Martin Disp. Of Medication, 543-544;
RPP, 255)
Kelarutan : semua karagenan terbasahi oleh air, tapi hanya lamda
karagenan dan natrium karagenan yang larut sempurna.
Sifat-sifat bahan: Carrageen tidak larut dalam alkohol, tapi dapat
bercampur dengan alkohol sampai kosentrasi 20%. Makin banyak alkohol
yang ditambahkan, viskositas cairan terdispersi makin meningkat. Pada
kosentrasi alkohol di atas 20% akan terbentuk suatu gel dengan cepat, dan
di atas 40% dapat mengendapkan carrageen. Carrageen mudah terhidrasi
dalam air panas dimana akan membentuk sistem ”transculent straw
colorade”. Pengadukan secara mekanik dapat menyebabkan hidrasi
dipermudah tampa adanya panas
6. Xanthan Gum (Polysaccharide B-1459 / Corn Sugar Gum)
(Aulton Pharm. Practice, 101,Exipient 02,691)
Polisakarida semisintetik, terdiri dari garam natrium, kalium atau kalisum
dari polisakarida dengan BM tinggi yang diasetilase secara parsial.
Pemerian : serbuk berwarna, larut pada air panas/dingin. Pada konsentrasi
0,5% menghasilkan produk kental dan menunjukkan sedikit perubahan
pada interval suhu dan pH yang cukup besar. Pada kosentrasi 1% baru
ditambah pengawet yang sesuai.
Fungsi : Stabilizing agent; suspending agent; viscosity-increasing agent.
Penggunaan Farmasetik: pencampuran suspending agent anorganik
tertentu seperti;magnesium aluminum silicate, or organic gums akan
memeberikan effek rheologl yang sinergis. Pada umumnya perbandingan
pencampuran antara xanthan gum dengan magnesium aluminum silicate
1:2 sampai 1:9 memberikan hasil yang maksimal Efek sinergis yang
optimum juga diperoleh melalui perrbandingan Xantan : Guar gum 3:7
dan 1: 9
7. Guar Gum (Guar Flour) (Martindale 28th, 945-955; Excipients, 228)
Sifat fisika : merupakan dispersi koloidal yang viokous (larutan) yang
terhidrasi dalam air dingin. Viskositas larutan 1% ialah 2000-2500 cps dan
merupakan aliran tiksotropik. Serbuk halus lebih sukar didispersikan.
Untuk mengembangkan viskositas yang maksimum diperlukan waktu 2-4
jam dalam air pada suhu kamar
pH stabilitas : 1-10,5. pada pH 3,5-4,5 viskositasnya kurang. Viskositas
max pada pH 7,5-9
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air dingin
dan panas, guar gum terdispersi.
b. Turunan Selulosa
1. Metilselulosa
(Martindale 28th, 947; RPS, 1245; Excipients,386; Cooper & Gunn, 107;
Aulton Pharm Practice,101; Aulton The Sciencdee of.., 276)
Merupakan polimer selulosa rantai panjang yang rata-rata memiliki dua
gugus hidroksik pada setiap unit heksosa yang termetilasi. Selulosa yang
umum yaitu : MC 20 BPC, 425 BPC, 2500 BPC, dan 4500 BPC.
Nomor-nomor tersebut menandakan perkiraan kekentalannya dalam senti
stokes dari 2 % musilago. Kelas yang viskositasnya tinggi (2500, 4500)
digunakan sebagai pengental dan pendispersi. Dipasaran dikenal dengan
nama metosel.
Jenis-jenis metilselulosa :
a. Metil selulosa 20 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan
viskositas larutan 2 % adalah 17 – 23 centistokes pada 20o C.
b. Metil selulosa 450 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan
larutan 2 % pada 20o C mempunyai viskositas 350 – 450 centistokes.
c. Metil selulosa 2500 : mengandung 27 – 29 % group methoksil dan
larutan 2 % pada 20o C mempunyai viskositas 2200 centistokes.
d. Metil selulosa 4500 : mengandung 27 – 29 % group methoksi dan
larutan 2 % pada 20o C mempunyai viskositas 4000 – 5000
centistokes.
2. CMC Na
(US Dispensatory 27th, 1049; Martin Disp.of Medication, 546-547, 553;
Art of Compounding, 301,305,307; Martindale 28th, 950-951; Lyman’s
Textbook of Pharm. Compounding & Dispensing, 239-240; Excipients, 45;
Cooper & Gunn, 107; Aulton Pharm.Practice, 101; Aulton The Science
of.., 276)
Kelarutan: Larut dalam air (pada semua temperatur), memberikan larutan
jernih, praktis tidak larut dalam pelarut organik.
Stabilitas : terhadap panas, CMC Na dapat disterilisasi dalam keadaan
kering dengan mempertahankan suhu pada 160oC selama 1 jam, tetapi
akan terjadi penurunan viskositas secara perlahan-lahan dan sifat-sifat
larutan yang dibuat dari bahan yang telah disterilkan memburuk.
Sterilisasi larutan dengan pemanasan juga menyebabkan penurunan
viskositas, tetapi hal ini tidak terlalu dipermasalahkan. Bila suatu larutan
dipanaskan dalam autoklaf pada 125o C selama 15 menit dan dibiarkan
menjadi dingin, viskositas menurun sekitar 25 %. Karenanya, bila
menghitung jumlah CMC Na yang akan dipakai dalam sediaan yang akan
disterilkan hal ini harus dipertimbangkan. Avicel (Excipients,108;
Cooper& Gunn, 108; Aulton The Science of…, 276)
Ada dua bentuk avicel yang digunakan dalam bidang farmasi, yaitu yang
dapat membentuk dispersi koloid dalam air dan yang tidak terdispersi
dalam air. Bentuk yang pertama digunakan sebagai suspending agent,
sedang bentuk yang kedua digunakan sebagai pengikat, pengisi,
penghancur dan pelincir pada sediaan padat (tablet).
Kelarutan: Tidak larut dalam air, pelarut asam dan pelarut organik
lainnya, agak sukar larut dalam NaOH (1 : 20)
pH stabilitas: 5,5 – 7
Penggunaan dalam farmasi: pengikat tablet, pengisi (granulasi basah 5
– 20 %), penghancur tablet 5 – 15 %, glidan tablet 5 – 15 %, antiadheren 5
– 20 %. Pengisi kapsul 10 – 30 %, tidak digunakan sebagai adsorben.
Sifat aliran dari dispersi avicel dapat diperbaiki dengan menambahkan
hidrokoloid seperti : CMC, metil selulosa, hidroksi propil selulosa yang
dapat menstabilisasi dispersi untuk melawan efek flokulasi karena
penambahan elektrolit.
3. Hidroksi Etil Selulosa
(RPS, 1245; Martindale 28th, 947,953; Martin Disp. of Medication, 547,
552-555,553; Excipients, 283; Husa’s, 167)
Kelarutan : Larut dengan mudah dalam air dingin/panas menghasilkan
larutan yang larut sempurna, halus, viskous, larut secara parsial dalam
asam asetat, tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik.
pH stabilitas : 2 – 12
Penggunaan : menyerupai CMC Na karena merupakan eter selulosa,
perbedaannya ialah nonionik dan larutan ini tidak dipengaruhi pada
beberapa kasus. Digunakan dalam bidang farmasi sebagai pengental,
koloid pelindung, pengikat, penstabil, dan suspending agent dalam emulsi,
jelly dan ointmen, lotion, ophtalmic, solution, suppositoria, tablet,
shampoo, hair sprays, penetralisir, krim, lotion.
c. Golongan Clay
1. Bentonite ( HPE, 4th ed.,2003,43; Martindale 33th,1499;Husa’s, 168;
Aulton The Science of…, 277; Art of Compounding, 304; CMN)
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam larutan air (aqueous
solution), tetapi mengembang menjadi massa yang homogen dan
menempati kurang lebih 12 kali volume serbuk keringnya. Praktis tidak
larut dan tidak mengembang dalam pelarut organik.
pH : larutan 2 % b/v (suspensi dalam air) 9,5 – 10,5
Stabilitas : Bentonit stabil terhadap suhu tinggi (lebih kecil dari 400o
C). Dapat disterilisasi panas. Untuk serbuk disterilisasi pada suhu 170o C
selama 1 jam setelah dikeringkan 100o C. Suspensinya dalam air
disterilisasi pada autoklaf.
Sifat aliran : tiksotropik (Art of Compounding) untuk suspensi 4 % b/v
yang membentuk gel dan akan lebih cair bila dikocok (terjadi tanpa
pemanasan). Untuk mencapai viskositas 800 cps (20o C) yaitu viskositas
yang baik untuk suspensi diperlukan konsentrasi 6,3 % b/v
Penggunaan: Bentonit akan menyerap air membentuk sol atau gel
tergantung konsentrasinya. Bentuk sol cocok untuk suspending agent.
Bentuk gel dipakai untuk basis salep atau krim.
Penggunaan dalam farmasi : suspending agent 0,5 – 5 %, emulsion
stabilizer 1 %, adsorbent 1 – 2 %
2. Alumunium-Magnesium Silikat (Veegum) (HPE, 4th ed. 2003,43;
Husa’s, 169;Art of Compounding, 303))
Dispersi 5% veegum lebih kental daripada 5 % bentonit dan dispersinya
bersifat basa. Dispersi 4% dalam air memiliki pH kira-kira 9.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, tetapi dapat membentuk suatu
dispersi koloid tiksotropik, praktis tidak larut dalam pelarut organik. Bisa
tercampurkan dengan menggunakan alkohol sampai 40%.
pH stabilitas : 3-11 (Art of Compounding, 303)
Sifat aliran : Dispersi dalam air pada konsentrasi 1-2 % membentuk
suspensi koloidal tipis. Pada konsentrasi 3 % atau lebih tinggi, dispersi
tidak tembus cahaya (“opaque”). Pada konsentrasi meningkat diatas 3 %,
viskositas dispersi akan meningkat cepat. Pada konsentrasi 4 – 5 %,
dispersi tebal, koloid putih sol, dan pada konsentrasi 10% terbentuk gel
yang keras. Dispersi merupakan tiksotropik pada konsentrasi diatas 3%.
Tetapi, adanya garam dapat mengubah sifat aliran karena adanya efek
flokulasi dari ion positif.( Aulton The Science of…, 277).Viskositas dapat
dinaikkan dengan cara : pemanasan, penambahan elektrolit, peningkatan
konsentrasi, pengadukan. Disamping itu, untuk mempertinggi viskositas,
mempertahankan sifat aliran, dan mencegah terjadinya flokulasi, veegum
biasa dikombinasikan dengan bahan pengental organik lain seperti CMC-
Na atau xanthan gum.(Aulton The Science of…, 277)
Penggunaan :
Suspending agent (topical) 1 – 10 %
Suspending agent (oral) 0,5 – 2,5 %
Adsorbent 10 – 50 %
Stabilizing agent 0,5 – 2,5 %
Binding agent 2 – 10 %
Disintegrating tablet 2 – 10 %
Emulsion stabilizer (topical) 2–5%
Emulsion stabilizer (oral) 1–5%
Viskositas modifier 2 – 10 %
3. Hectocrite
(Martindale27th; Lyman Textbook of Pharm. Compounding &
Dispensing, 241; Merck Index 10th; Cooper & Gunn, 110; Aulton The
Science of…, 277; Husa’s, 167)
Hectocrite adalah salah satu senyawa mineral berbentuk tanah liat.
Penggunaan: Sebagai bahan pembuat gel, pensuspensi dan pengemulsi
untuk sediaan luas. Hectocrite yang murni mengabsorpsi air lebih banyak
daripada bentonit dan pada konsentrasi 1 – 2% membentuk suatu gel yang
transparan (tiksotropik). Sebagai pensuspensi untuk sulfur, seng oksida
dan calamin, campuran kalamin dengan seng oksida, bismuth karbonat,
kaolin, dan suatu campuran yang sama banyak daripada sulfadiazin,
sulfadimidin, dan sulfamerazin. Ditemukan bahwa sebagai bahan
pensuspensi, hectocrite lebih efisien dari bentonit dan pembuatan suspensi
dengan hectocrite memberi sedimentasi yang lebih sedikit daripada dengan
bentonit.
d. Polimer Sintetik
Carbomer (Excipients, 89; Husa’s, 169)
Penggunaan :
Emulsifying agent 0,1 – 0,5 %
Gelling agent 0,5 – 2 %
Suspending agent 0,5 – 1
Tablet binder 5 – 10 %
pH : 1 % dispersi carbomer dalam air memiliki pH kira-kira 3
Kelarutan : larut dalam air, alkohol, dan gliserin.
- Bahan pembasah (wetting agent)/humektan
Menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan
meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Cara Kerja: Menghilangkan
lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat + humektan lebih
mudah kontak dengan pembawa Contoh: gliserin, propilen glikol, polietilen
glikol, dll.
- Antioksidan
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat
aktif yang mudah terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif
pada konsentrasi rendah (Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan
Semisolid, 143 – 147).
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :
✓ Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman,
hidroksi kumeran, BHA, BHT).
✓ Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)
✓ Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan
amino dan hidroksi dari p-fenilamin diamin, difenilamin, kasein,
edestin)
✓ Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)
✓ Fenol monohidrat (ex: timol)
- Pemanis
Fungsinya untuk memperbaiki rasa dari sediaan.
Catatan :
Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 20 – 25 %
Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %
Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v ad 20 – 25 % b/v
total
pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan
menyebabkan perubahan volume.
Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi
- Pewarna Dan Pewangi
Pewarna dan pewangi harus serasi. (Lachman Practise, hlm 470)
Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.
Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion
fruit, Mint spice anisi
Manis : Buah-buahan berry, Vanili.
Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.
- Floculating Agent
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc. Floculating
agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat mengendap tetapi mudah
diredispersi kembali.
Contoh floculating agent
Bahan Tipe Muatan ion
Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion
Dokusat natrium Anion
Benzalkonium klorida Kation
Cetylpiridinum klorida Kation
Polisorbat 80 Non-ionik
Sorbitan monolaurat Non-ionik
CMC-Na Polimer hidrofil Anion
Xantan gum Anion
Tragakan Anion
Metil selulosa Non-ionik
PEG Non-ionik
Magnesium aluminium Clay Anion
Silikat
Attapulgit Anion
Bentonit Anion
Kalium dihidrogen fosfat Elektrolit Anion
AlCl3
NaCl Anionik/kationik

- Antibusa (antifoaming)
- Pendapar
(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, ME. Aulton, hlm 277)
Fungsi :
a. Mengatur pH
b. Memperbesar potensial pengawet
c. Meningkatkan kelarutan
Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
mempertahankan pH. Pemilihan pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-
nya berdekatan dengan pH yang diinginkan Pemilihan pendapar harus
mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa
digunakan antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.
DAPAR FARMASETIK
(Martin, Edisi 4,147-148)
Jenis Dapar pKA Pengguna
pKA1 = 2,12 Sediaan oral parenteral
Dapar pospat
pKA2 = 7,21 dan opmik
pKA 1 = 3.15
Sediaan oral parenteral
Dapar sitrat pKA 2 = 4,78
dan opmik
pKA 3 = 6,40
Dapar Asetat pKA = 4.76 Sediaan Oral
pKA1 = 6,37
Dapar Karbonat
pKA2 = 10,33

- Acidifier
Fungsi : Mengatur pH, Meningkatkan kestabilan suspensi, Memperbesar
potensial pengawet, Meningkatkan kelarutan
- Pengawet
Pengawet yang sering digunakan antara lain: Metil/propil paraben (2 : 1 ad 0,1–
0,2 % total), Asam benzoat / Na-benzoat, Chlorbutanol / chlorekresol (untuk obat
luar / mengiritasi), Senyawa amonium (amonium klorida kuarterner) → OTT
dengan metil selulosa
2.3. Contoh Formulasi Sediaan Suspensi
R/ Zat aktif R/ Asetaminofen 120 mg
Sirupus simplek 30 % Sirupus simpleks 30 %
CMC Na 0,25 % CMC Na 0,25 %
Buffer fosfat pH Buffer fosfat pH 6
6
Na-sakarin 0,01 % Na-sakarin 0,01 %
Sorbitol 20 % Sorbitol 20 %
Metil paraben 0,2 % Metil paraben 0,2 %
Propil paraben 0,03 % Propil paraben 0,03 %
Zat warna qs Vanila 0,4 %
Flavouring agent qs Aquadest ad 5 ml
Aquadest ad 5 ml
2.4. Perhitungan Dapar
Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, J. G. Dick, 1973, hlm 108) :
Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk
mengubah pH 1 liter larutan sebanyak 1 unit (satuan pH).
Persamaan (Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm. 456, 464-468)
a. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer) Untuk asam
lemah & garamnya :

b. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Van Slyke, Farmasi Fisik,
Martin, 1993, hlm 466).
3. Pembuatan Sediaan Suspensi
Bill of Materials
Scale (mg/5 mL) Item Material Name Qty/L (g)
Acetaminophen (micronized)
250.00 1 51.00
(2.0% excess)
2500.00 2 Sukrosa 500.00
5.00 3 Methyl paraben 1.00
1.50 4 Propyl paraben 0.30
0.30 5 Sodium citrate 0.06
35.00 6 Glycerin (glycerol) 7.00
400.00 7 Glycerin (glycerol) 80.00
2000.00 8 Sorbitol (70%) 400.00
10.00 9 Xanthan gum 2.00
0.50 10 Dye 0.10
22.50 11 Flavor 4.50
3.50 12 Strawberry flavor 0.70
— 13 Purified water QS to 1 L

Dispersi asetaminofen harus dicampur secara seragam.


Jika dispersi asetaminofen ditambahkan ke dasar sirup panasatau dihomogenisasi untuk
waktu yang lama, flokulasi mungkin muncul.Saat menangani sirup atau lendir atau
dispersi obat,kerugian penanganan tidak boleh lebih dari 1%. Jika melebihi1%, suspensi
yang buruk dapat terjadi.
1. Tambahkan 180 g air yang telah dimurnikan ke dalam mixer dan panaskan hingga 90
o
C.
2. Larutkan Methyl paraben dan propyl paraben sambil diaduk.
3. Tambahkan dan larutkan Sukrosa sambil diaduk.
4. Dinginkan hingga kira-kira 50 oC to 55 oC.
5. Tambahkan dan larutkan sodium sitrat sambil diaduk.
6. Saring sirup melalui filter T-1500 yang telah dicuci dengan air bersih.
7. Kumpulkan sirup dalam tangki baja tahan karat yang bersih.
8. Dispersi Xanthan gum dan Glycerin dalam baja tahan karat di wadah terpisah
9. Tambahkan 40 g air panas murni (90oC) sekaligus percampuran.
10. Campur selama 20 menit untuk mendapatkan mucilago yang halus dan homogen.
11. Campur Glycerin dalam 10 g air murni (25◦C) secara terpisah di wadah stainless
steel.
12. Tambahkan zat aktif Acetaminophen sambil diaduk dengan pengaduk.
13. Aduk selama 25 menit agar suspensi seragam.
14. Tambahkan sirup gula dan mucilago ke dalam mixer
15. Bilas wadah mucilago dengan 15 g air yang telah dimurnikan dan tambahkan bilasan
ke mixer.
16. Dinginkan sampai 25oC sambil mencampur.
17. Tambahkan dispersi zat aktif Acetaminophen ke mixer.
18. Bilas wadah dispersi dengan 15 g air yang telah dimurnikan dan tambahkan bilasan
ke mixer.
19. Periksa suspensi untuk keseragaman dispersi.
20. Campur selama 5 menit lagi pada 18 rpm dan vakum 0,5 bar, jika diperlukan.
21. Tambahkan Sorbitol (70%) ke dalam mixer dan aduk selama 10 menit.
22. Larutkan Dye dalam 7 g air murni dan tambahkan ke pengaduk.
23. Dispersikan perasa dalam 7 g air murni dan tambahkan ke pengaduk.
24. Tambahkan Perasa strawberry ke mixer.
25. Tambahkan air dingin murni (25oC) untuk menaikkan volume sampai 1 L.
26. Homogenkan selama 5 menit dengan kecepatan rendah di bawah vakum 0,5 bar, 18
rpm, dan suhu 25oC.
27. Periksa dispersi untuk keseragaman.
28. Periksa pH (batas: 5,7 ± 0,5 pada 25oC). Jika perlu, sesuaikan pH dengan larutan
20% asam sitrat atau natrium garam sitrat.
29. Pindahkan suspensi melalui saringan 630- m ke tangki penyimpanan stainless steel,
setelah pencampuran selama 5 menit di 18 hingga 20 rpm pada suhu kamar.
Alat-alat yang digunakan pada saat produksi sediaan suspensi
Cara kerja mixing tank pada proses pembuatan suspensi
cara kerja Mixing Tank Double Jacket adalah bahan liquid yang akan dicampr dimasukan
melalui inlet product, kemudian steam sebagai sumber pemanas akan memanaskan tangki
tersebut, motor penggerak utama mixer akan berputar dengan kcepatan tertentu untuk
memixing sampai homogen.

Gambar 1 Alat Mixing Tank


Cara kerja colloid mill
Prinsip dasar yang digunakan dalam Colloid Mill dikenal sebagai rotor stator yang
ditempatkan dalam wadah silinder. Rotor dan stator ditempatkan sedekat mungkin untuk
membuat celah sempit dimana material dikecilkan untuk bisa melewati celah tersebut.
- Material/massa yang akan digiling ditempatkan dalam hopper
- Massa kemudian turun melalui pipa, kemudian akan melewati rotor-stator
- Rotor-stator yang bergerigi akan menggiling massa ke ukuran yang lebih kecil
tergantung setting kerapatan dan kecepatan putar rotor.
- Massa yang telah digiling keluar melalui pipa, bila belum lembut massa ini
bisa diresirkulasi melalui hopper lagi

Gambar 2 colloid mill


4. Evaluasi Sediaan Suspensi
4.1. Evaluasi Fisika
4.1.1. Distribusi Ukuran Partikel
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel:
a. Metode Mikroskopik
Cara kerja
Digunakan untuk menentukan ukuran partikel antara 0,2-100 μm
- Pada metode ini suspensi (yang sebelumnya diencerkan ataupun tidak) diteteskan
pada slide (semacam objek glass). Kemudian besarnya akomodasi mikroskop
diatur sehingga partikel terlihat dengan jelas.
- Frekuensi ukuran yang diperoleh diplot terhadap range ukuran partikel sehingga
diperoleh kurva distribusi ukuran partikel.
- Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah
antara 300-500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus
cukup sehingga diperoleh data yang representatif. British standard bahkan
menetapkan pengukuran terhadap 625 partikel.
- Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel
dengan jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran partikel
sempit, 200 partikel sudah mencukupi.
- Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila dilakukan
pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian, konsentrasi dan waktu yang
cukup lama. Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu macam,
sebaiknya tidak digunakan metode ini
Penafsiran Hasil : Distribusi ukuran partikel yang baik adalah distribusi normal
pada kurvanya.

b. Metode Pengayakan
Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh
National Bureau of Standards. Ayakan sering digunakan untuk
pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran partikel. Ayakan yang tersedia dengan
ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik photoetching & electroforming.
Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah
massa tertentu ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical
shaker). Serbuk ini dikocok selama waktu tertentu, dan material yang melewati
ayakan dan ditahan pada ayakan berikutnya (next finer sieve) dikumpulkan
kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi logaritma normal, presentase
kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam skala probabilitas
terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.
c. Metode Sedimentasi
Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi
gravitasi berdasarkan hukum Stokes sebagai berikut:
V = h/t = dst2 (ρ s – ρ 0) g / 18 η0
Keterangan:
ρ 0 = media dispersi
ρ s = kepadatan partikel
g = percepatan gravitasi
η0 = viskositas medium
h = jarak
v = kecepatan sedimentasi ( rate of settling )
dst = diameter rata-rata partikel berdasarkan kecepatan sedimentasi
d. Metode Penentuan Volume Partikel
Instrumen yang populer digunakan untuk penentuan volume partikel adalah
Coulter counter. Prinsip kerja dari alat ini adalah ketika partikel tersuspensi dalam
cairan melewati lubang kecil.
4.1.2. Homogenitas
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi
ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan
menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat). Jika sulit dilakukan atau
membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual.
Pengambilan sampel dilakukan pada bagian atas, tengah, atau bawah.
Prosedur : Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca
objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis.Partikel diamati secara visual.
Penafsiran hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat
pengambilan sampel (suspensi dikocok terlebih dahulu).
4.1.3. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi
Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan
utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena
endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan
pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen, maka pengukuran
volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali membentuk dua prosedur
yang paing umum.
a. Volume Sedimentasi (Teori da Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd
ed.Hal 492-493)
Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo)
sebelum terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu, semakin baik
suspendibilitasnya.
Cara : Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala selanjutnya
volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Setelah beberapa waktu/hari
diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi. Volume terakhir tersebut
diukur (Vu). Hitung volume sedimentasi (F). Buat grafik antara F (Sumbu Y)
terhadap waktu (Sumbu X).
Penafsiran Hasil :
· Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan sediaan
yang baik. Demikian bila F mendekati 1.
· Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih
besar dari volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.
· Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau
sedikit curam.
F = Vu/Vo
Keterangan :
F adalah volume sedimentasi dinyatakan dalam %
Vu adalah volume endapan atau sedimen
Vo adalah volume keseluruhan
b. Kemampuan Redispersi (Teori da Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd
ed. Hal 493; Lieberman, Disperse Sistem Vol 2 Hal 304)
Metode penentuan reologi dapat digunakan untuk membantu menentukan perilaku
suatu cairan dan penentuan pembawa dan bentuk struktur partikel untuk tujuan
perbandingan. Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara mengocok
sediaannya dalam wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik.
Keuntungan pengocokan mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila
digunakan dengan kondisi terkendali. Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada
endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100 mL. Dilakukan pengocokan
(diputar) 360˚ dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya adalah jika pada dasar
tabung sudah tidak terdapat endapan.
Penafsiran Hasil : Kemampuan redispersi baik bila suspense telah terdispersi
sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik.
4.1.4. Bobot Jenis Sediaan dengan Piknometer (FI IV <981>, hal 1030)
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis
digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada
perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25˚C terhadap bobot air dengan volume
dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah
perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang sama. bila pada suhu
25˚C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada
masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25˚C. Prosedur
pengujiannya meliputi beberapa tahapan yaitu
- Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan
bobot piknometer dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 25˚C.
- Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20˚C, masukkan ke dalam piknometer.
- Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 25˚C.
- Buang kelebihan zat uji dan timbang.
- Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
- Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot
air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya
ditetapkan pada suhu 25˚C.
4.1.5. Sifat Aliran dan Viskositas dengan Viskometer Brookfield
Viskosimeter Brookfield merupakan viskosimeter banyak titik dimana dapat
dilakukan pengukruan pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh
rheogram yang sempurna. Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk
menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton maupun non-Newton
4.1.6. Volume Terpindahkan
Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas
dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari
250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi
dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang
ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume sediaan
seperti yang tertera pada etiket. Prosedur pengujian meliputi
1. Pilih tidak kurang dari 30 wadah
2. Untuk suspense oral, kocok isi 10 wadah satu persatu
3. Untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah pembawa
seperti yang tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa
seperti yang tertera pada etiket diukur secara seksama dan campur.
4. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur.
5. Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam 30 menit.
6. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran :
volume rata-rata yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95%.
7. Jika A : adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun
wadah yang volumenya kurang dari 95%.
8. Jika B : adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi
tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terhadap 20 wadah tambahan.
9. Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan
tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari
95%.
4.2. Evaluasi Kimia
4.2.1. Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan yang dilakukan adalah berupa uji keseragaman kandungan
untuk suspensi dalam wadah dosis tunggal.

4.2.2. Penetapan Kadar (Dalam monografi zat aktif masing-masing.)


4.2.3. Identifikasi (Dalam monografi zat aktif masing-masing.)

4.3. Evaluasi Biologi


4.3.1. Uji Potensi ( Suspensi Antibiotik) (FI IV <131>, hal 891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik
dalam sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang
mengandung biakan mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode
turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode
garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji
linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya.
Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah
dan diameter hambat yang besar
4.3.2. Uji Batas Mikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)
(FI IV <51>, hal 847-854)
Tujuan: untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob variabel didalam semua
jenis perbekalan farmasai, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk
menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu
4.3.3. Uji Efektivitas Pengawet (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada
sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.Pengurangan jumlah
mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang mengandung pengawet dalam
selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet
dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung
bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa
dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25
Syarat/penafsiran hasil: Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh
yang diuji, jika: Jumlah bakteri variabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak
lebih dari 0,1% dari jumlah awal. Jumlah kapang dan khamir variabel selama 14
hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal. Jumlah tiap mikroba uji
selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan
yang disebut.
4.4. Penyimpanan Dan Penandaan
Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. (FI IV hal 18)
(Catatan: Wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan
cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau
menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan dan distribusi harus dapat
ditutup rapat kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah tertutup
kedap untuk bahan dosis tunggal).
Penyimpanan: disimpan ditempan sejuk (FI III hal 2).
Penandaan: Pada etiket harus tertera “kocok dahulu” (FI III hal 32)
Pada etiket sediaan Suspensi Rekonstitusi harus tertera (fornas edisi 2 th. 1978 hal 333):
- Volume cairan yang diperlukan
- Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.
SEDIAAN EMULSI
A. Defenisi
Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas
emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut
dengan emulgator (emulsifying agent). Emulsi berasal dari kata emulgeo yang
artinya menyerupai milk, warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya
dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air.
Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai
emulgator dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut. Pada pertengahan
abad ke XVIII, ahli farmasi Perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari
oleum olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan
gom arab, tragacanth, kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan
emulgator dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
B. Tujuan Pemakaian Emulsi
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari
campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsitipe o/w.
2. Dipergunakan sebagai obat luar.Bisa tipe o/w maupun w/o tergantung
banyak faktor misalnyasifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki
C. Alur produksi sediaan
Penimbangann
Pembuatan syrupus simplex nn fase disperse
bahan aktif

Pencampuran bahan aktif


Pelarutan gula

penyaringan

Cek IPC: Pengahalusan


Keseragaman kadar - - - - - - - - - - ->
(colloid mill)

Cek ipc :
organolaptis
<-----------------------------
Kadar zat aktif Pencampuran
pH
akhir

BJ
Cek ipc : -------->
Viskositas Pengisian dan penutupan botol
Penampilan (filling & cropping)
Kebocoran
Volume

Cek IPC : -------------------->


Labeling
Penampilan
Kelengkapan

< -------- IPC :


Pengemasan sekunder
Penampilan, Kelengkapan

Gudang
obat jadi
D. Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi , secara singkat dapat
dijelaskan :
1. Metode gom kering atau metode kontinental.
Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab)dicampur dengan
minyak terlebih dahulu, kemudianditambahkan air untuk pembentukan
corpus emulsi, barudiencerkan dengan sisa air yang tersedia
2. Metode gom basah atau metode Inggris.
Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsiumumnya larut)
agar membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak
dicampurkan untuk mem-bentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan
dengan sisa air.
3. Metode botol atau metode botol forbes.
Digunakan untuk minyak menguap dan zat –zat yang bersifatminyak dan
mempunyai viskositas rendah (kurang kental).Serbuk gom dimasukkan ke
dalam botol kering, kemudianditambahkan 2 bagian air, tutup botol
kemudian campurantersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air
sedikit demi sedikit sambil dikocok.
E. Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Komponen dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalamemulsi.
Terdiri atas :
• Fase dispers / fase internal / fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair
lain.
• Fase kontinue / fase external / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahandasar
(pendukung) dari emulsi tersebut.
• Emulgator.
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untukmenstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan :
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsiuntuk memperoleh
hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris,
preservative (pengawet), anti oksidan. Preservative yang digunakan antara
lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol dan
klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas dan lain – lain.
Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocopherol, asam
sitrat, propil gallat , asam gallat.
F. Formulasi
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:
- Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.
- Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).
- Tipe emulsi (M/A atau A/M).
- Konsistensi emuls
Formula umum sediaan emulsi:
a. Zat aktif
Harus memperhatikan:
- Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).
- Sifat kimia (antaraksi kimia).
- Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air)
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
- Jenis minyak: minyal alam/sintetik
- Konsistensi minyak: encer/padat
- Rasa
c. Emulgator
d. Zat pengawet
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi,
pewarna, dapar, anticaplocking, anti busa, dll
G. Bahan Pembantu
➢ Emulgator
1. Emulgator Berdasarkan Mekanisme Kerja
a. Golongan surfaktan
Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar
permukaan minyak-air serta membentuk lapisan film monomolekuler ada
permukaan globul fase terdispersi. Film yang terbentuk idealnyabersifat fleksibel
(lentur), sehingga tahan benturan dan mudah kembali ke keadaan semula bila
terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film yang bermuatan yang
dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.
Jenis-jenis surfaktan :
➢ Berdasarkan Jenis surfaktan
Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan
bagian lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari
molekul tersebut.
- Surfaktan Anionik
Gugus lipofilik : negative
Contoh : Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat
- Surfaktan Kationik
Gugus lipofilik : positif
Contoh : Zehiran klorida, Setil trimetil amonium bromida
- Surfaktan Non Ionik
Gugus lipofilik : non ionik (tidak bermuatan)
Contoh : Tween-80, Span-80
- Surfaktan Amfoterik
Contoh : Amonium Kwaterner
➢ Berdasarkan HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya :
HLB Penggunaan
1-3 Anti busa
3-8 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-16 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-16 Detergen
16-19 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)
Nilai HLB butuh beberapa minyak
Minyak O/W Emulsion (Fluid) W/O Emulsion (Fluid)
Cetyl alcohol 15 -
Stearyl alcohol 14 -
Stearic acid 15 -
Lanolin anhydrous 10 8
Mineral oil, light and heavy 12 -
Cotton seed oil 10 5
Pecidatum 12 5
Beeswax 12 4
Parafin wax 11 4
Nb: Castrol oil (Codex,87) 14 -

b. Golongan koloid hidrofil


Emulgator ini membentuk lapisan film multimolekuler disekeliling
globul yang terdispersi. Lapisan film yang dibentuk bersifat rigid dan
kuat. Selain itu golongan ini juga bersifat mengembang dalam air
sehingga dapat meningkatkan viskositas sediaan yang sekaligus akan
meningkatkan kestabilan emulsi.
Contoh : acasia, tragakan, CMC, tylosa.
c. Golongan zat terbagi halus
Emulgator ini membentuk lapisan film mono dan multimolekuler, oleh
adanya partikel halus yang teradsorpsi pada antar permukaan kedua fasa.
Contoh: bentonit, veegum.
Codex, 88: Veegum dapat mengabsorbsi air sehingga dapat membentuk
gel. Pada konsentrasi 2- 5%, veegum dapat menjadi emulgator sistem
M/A. Bentonit dapat digunakan sebagai stabilisator emulsi M/A dan A/M.
Lapisan film yang mengelilingi globul fase terdispersi membantu
mencegah pengelompokkan globul dan idealnya lapisan tersebut bersifat
fleksibel sehingga dapat dibentuk kembali denagn cepat jika terganggu
atau sedikit pecah.
2. Emulgator Alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
a. Emulgator Alam dari Tumbuh-Tumbuhan.
Pada umumnya termasuk karbohidrat dan merupakan emulgator tipe o/w,
sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat dirusak
bakteri. Oleh sebab itu pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus
selalu ditambah bahan pengawet.
• Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum.
Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan
emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu :
- kerja gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film)
- terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan
cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi)
Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab menggunakan
gom arab sebanyak ½ dari jumlah minyaknya. Untuk membuat corpus
emulsi diperlukan air 1,5 X berat gom, diaduk keras dan cepat sampai
putih , lalu diencerkan dengan air sisanya.
• Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat Cara
pembuatan . Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat
corpus emulsi dengan air panas 1,5 X berat gom . Dinginkan dan
encerkan emulsi dengan air dingin. Contoh : cera, oleum cacao,
parafin solid
• Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri
• Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak, kecuali oleum ricini
karena memiliki gugus OH yang bersifat hidrofil sehingga untuk
membuat emulsi cukup dibutuhkan 1/3 nya saja. Contoh : Oeum
amygdalarum
• Minyak Lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak
lemak Kedua minyak dicampur dulu, zat padat dilarutkan dalam
minyaknya, tambahkan gom ( ½ x myk lemak + aa x myk atsiri +
aa x zat padat )
• Bahan obat cair BJ tinggi, contohnya chloroform, bromoform :
Ditambah minyak lemak 10 x beratnya, maka BJ campuran
mendekati satu. Gom sebanyak ¾ kali bahan obat cair.
• Balsam-balsam Gom sama banyak dengan balsam.
• Oleum Iecoris Aseli Menurut Fornas dipakai gom 30 % dari berat
minyak
• Tragacanth
Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh
emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan trgacanth sebanyak
1/10 kali gom arab. Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5 – 6.
Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan sekaligus air 20 x
berat tragacanth. Tragacanth hanyaberfungsi sebagai pengental tidak dapat
membentuk koloid pelindung.
• Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada umumnya
zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom
arab. Sebelum dipakai agar-agar tersebut dilarutkan dengan air mendidih
Kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 45oC
(bila suhunya kurang dari 45oC larutan agar-agar akan berbentuk gel).
Biasanya digunakan 1-2 %
• Chondrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutup
rasa dari minyak tersebut. Cara mempersiapkan dilakukan seperti pada
agar.
• Emulgator lain Pektin
Metil selulosa, karboksimetil selulosa 1-2 %.
b. Emulgator dari bahan hewan
• Kuning telur
Kuning telur mengandung lecitin (golongan protein / asam amino) dan
kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi sebagai emulgator. Lecitin
merupakan emulgator tipe o/w. Tetapi kemampuan lecitin lebih besar dari
kolesterol sehingga secara total kuning telur merupakan emulgator tipe
o/w. Zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak empat kali beratnya
dan minyak menguap dua kali beratnya.
• Adeps Lanae
Zat ini banyak mengandung kholesterol , merupakan emulgator tipe w/o
dan banyak dipergunakan untuk pemakaian luar. Penambahan emulgator
ini akan menambahkemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam
keadaan kering dapat menyerap air 2 X beratnya.
c. Emulgator alam dari tanah mineral
• Magnesium Aluminium Silikat/ Veegum
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam - garam
magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini, emulsi yang terbentuk
adalah emulsi tipe o/w. Sedangkan pemakaian yang lazim adalah sebanyak
1 %. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.
• Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat
mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa sepert
gel. Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5 %
2. Emulgator Buatan
a. Sabun
Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap
elektrolit. Dapat dipergunakan sebagai emulgator tipe o/w maupun w/o,
tergantung dari valensinya. Bila sabun tersebut bervalensi 1, misalnya
sabun kalium, merupakan emulgatortipe o/w, sedangkan sabun dengan
valensi 2 , missal sabun kalsium, merupakan emulgator tipe w/o.
b. Tween 20 : 40 : 60 : 80
c. Span 20 : 40 : 80
Emulgator dapat dikelompokkan menjadi :
• Anionik : sabun alkali, natrium lauryl sulfat
• Kationik : senyawa ammmonium kuartener
• Non Ionik : tween dan span.
• Amfoter : protein, lesitin
➢ Pengawet
Pengawet diperlukan dalam sediaan emulsi karena:
- Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi
bakteri/mikroorganisme
Pengawet terutama diperlukan pada saat sediaan M/A, karena air merupakan
fasa yang jumlahnya lebih besar (fasa eksternal).Semua emulsi memerlukan
bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme.(FI IV hal 7)
- Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.
- Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan,
maupun dari personel.
- Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari sediaan emulsi
(seperti perubahan warna, terbentuknya gas dan bau, perubahan sifat
rheologi, pecah <Martin, 1161>) yang disebabkan oleh organisme
(stabiltas) <Martin, hal 494>
- Bakteri dapat menguraikan emulgator non ionik dan anionik, gliserin,
gum tumbuhan sebagai pengental (Martin, 1161)
Persyaratan pengawet :
- Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).
- Tercampurkan dengan komponen lain dalam sediaan dan material
pengemas (wadah)
- Efektif dalam konsentrasi rendah, stabil pada rentang pH dan suhu yang
luas.
- Tidak toksik dan tidak merangsang/tidak mengiritasi.
- Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.
Contoh Pengawet :
a. Asam organic
- Asam benzoat, digunakan pada pH 5, konsentrasi 0,1% digunakan
CHCl3 untuk emulsi parafin cair.
- Asam sorbat, digunakan pada pH 6,5, dapat mengiritasi kulit dan kurang
efektif, konsentrasi0,1 – 0,2%
b. Ester dari asam p-hidroksi benzoat
Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, efektif pada pH 7 – 9, terdispersi
pada kedua fasa, konsentrasi 0,1 – 0,2%. Contoh metil paraben, etil
paraben, propil paraben, butil paraben, dan garam-garam natriumnya.
c. Senyawa amonium quarterner
Konsentrasi 0,002 – 0,01%. Contoh: benzal konium klorida, setilpiriinium
klorida, dll.
d. Senyawa merkuri organik Konsentrasi 0,004 – 0,01%
e. Pengawet lainnya Fenol 0,5% dan klorokresol 0,1%. Keduanya digunakan
juga pada pembuatan krim.
➢ Antioksidan
Antioksidan diperlukan terutama untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi bahan
berkhasiat dan oksidasi fese minyak yang menimbulkan ketengikan dari fasa
minyak (konsentrasi 0,01-0,1%). Syarat antioksidan:
- Dapat segera terdispersi pada sediaan.
- Syarat lain sama dengan pengawet.
Contoh: BHT (butil hidroksi toluat), BHA (butil hidroksi anisol), tokoferol/vit E,
dodesil galat, alkil galate, natrium metabisulfit.Untuk ion logam berat yang dapat
mengkatalisasi terjadinya reaksi oksidasi, dapat diikat dengan ”sequestering
agent” seperti asam sitrat dan asam tartrat
➢ Flavor / Pemanis
Pemanis perlu ditambahkan untuk menutup bau yang tidak enak, oleh
karena itu dipilih bau yang tahan lama tetapi tidak terlalu merubah fasa sediaan.
Flavour ditambahklan pada fasa luar setelah sediaan jadi. Contoh: sorbitol
(pemanis fasa air), vanilin (fasa air).
H. Evaluasi sediaan IPC
Monitoring oleh bagian quality control yaitu IPC (In Process Control) terdiri
dari:
- Pada proses penimbangan dan penyerahan harus memperhatikan identitas
bahan baku, termasuk: no. part, no. batch, expired date, re-test date, nama
bahan baku, label hijau (berarti sudah diluluskan), dan jumlah barang yang
akan ditimbang
- Pada proses pencampuran akhir harus memperhatikan bahan yang akan
dicampur sudah tepat
- Sebelum proses pengisian periksa: organoleptis, homogenitas, kadar zat
aktif, pH, berat jenis, dan viskositas.
- Setelah proses pengisian dan penutupan periksa penampilan dan
kebocoran.
- Pada tahap labeling, periksa: penampilan, kelengkapan, dan penandaan
- Pada tahap pengemasan sekunder, periksa: penampilan, kelengkapan,
penandaan, kebocoran, dan keseragaman bobot.
I. Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan selama IPC (in process control), adalah sebagai
berikut:
- Untuk pemeriksaan kadar zat aktif digunakan HPLC (High Peformance
Liquid Chromatography).
- Untuk pemeriksaan pH mengguanakan pH meter
- Untuk pemeriksaan berat jenis menggunakan piknometer
- Untuk pemeriksaan viskositas menggunakan viscometer
Cara pakai HPLC:
2) Persiapan awal:
• Lakukan persiapan sample
• Lakukan pengecekan kabel ke sumber daya(listrik).
• Jika dirasa tegangan listrik di wilayah anda tidak stabil, disarankan
menggunakan stabilizer untuk memastikan sumber daya stabil.
• Nyalakan komputer dan setiap modul pada alat HPLC.
• Saat merasa sudah menyalakan instrument sesuai prosedur, namun
tidak menyala. Tidak perlu menekan tombol power berulang kali,
hubungi teknisi
• Buka atau double click icon software yang HPLC di komputer.
Lakukan pengecekan sederhana, apakah instrument dan komputer
sudah saling terhubung dan bisa berkomunikasi.
3) Pengoperasian alat
• Perhatikan pipa atau selang outlet sudah terletak pada penampung yang
benar.
• Fokus ke software yang ada di komputer. Sebelum dan setelah
menggunakan alat ini, lakukan flush atau purge (pencucian kolom).
agar kondisi kolom selalu dalam keadaan bersih dan tidak tersumbat.
Pastikan membuka katup tekanan sebelum melakukan pembersihan
kolom.
• Perhatikan dan pastikan larutan yang digunakan untuk fase gerak
tersedia dalam jumlah yang cukup. Beberapa jenis larutan yang
digunakan diantaranya adalah : Asetonitril, Metanol atau Aquabidest.
• Lakukan setting method pada software HPLC. Pada tahap ini anda
diminta untuk melakukan setting detail mengenai aplikasi, komposisi
dan waktu injeksi.
• Operasikan instrument untuk mendapatkan base line yang stabil.
• Pastikan tidak terdapat gelembung pada cairan fase gerak.
• Setelah base line didapat, masukkan sample. Dengan cara injeksi
manual atau auto sampler, itu tergantung konfigurasi dari alat.
• Detektor akan menangkap data dari sample dan menampilkannya di
software.
• Save atau print hasil pengukuran.
4) Setelah menggunakan alat
• Keluarkan vial dari auto sampler
• Lakukan flush atau membersihkan kolom.
• Mematikan instrument sesuai dengan alur yang ditetapkan. Jika perlu
melakukan disconnecting instrument, lakukan itu terlebih dahulu
sebelum menonaktifkan switch power.
• Matikan komputer dan cabut sumber daya, jika tidak digunakan dalam
waktu lama.
• Tutup HPLC dengan cover atau case lainnya untuk mencegah debu
dan kotoran menempel.
Cara pakai pH meter:
1. Ambil sampel air yang mau di ukur kadar pHnya (letakkan dalam
wadah).
2. Nyalakan dengan menekan tombol on pada pH meter.
3. Masukkan pH meter ke dalam wadah yang berisi air yang akan di uji.
4. Pada saat di celupkan ke dalam air, skala angka akan bergerak acak.
5. Tunggu hingga angka tersebut berhenti dan tidak berubah-ubah.
6. Hasil akan terlihat di display digital.
Cara pakai piknometer:
2. Bersihkan piknometer lalu keringkan dengan oven pada suhu 105⁰C
selama 15 – 30 menit.
3. Keluarkan piknometer kemudian masukkan dalam desikator selama
10 – 15 menit.
4. Catat volume piknometer yang digunakan ( 50 ml, 25 ml, atau 10 ml ).
5. Timbang piknometer kosong dan catat sebagai a gram.
6. Masukkan sampel ke dalam piknometer sampai di atas leher, pasang
tutupnya hingga sampel dapat mengisi pipa kapiler sampai penuh dan
pastikan tidak ada gelembung udara di dalam piknometer.
7. Keringkan bagian luar piknometer dengan tisu.
8. Timbang piknometer berisi sampel dan catat sebagai b gram.
9. Setelah selesai piknometer dibersihkan dan dikeringkan.
10. Massa jenis suatu zat dapat ditentukan.
Cara pakai digital viscometer:
1. Tekan saklar yang berada dibelakang untuk menyalakan.
2. Pilih mode bahasa dengan menekan < dan > kemudian tekan OK
3. Untuk mengatur viscometer tekan OK.
4. Saat display menunjukan “Cursor stop at” tekan tombol ^ dan v untuk
memilih rotor yang dipakai.
5. Tekan tombol < dan > untuk mengganti mode kecepatan rotor dan
pilih auto sehingga alat akan otomatis akan mencari kecepatan yang
sesuai.
6. Setelah mengatur kecepatan dan rotor yang dipakai, tekan OK.
7. Jika ingin menghentikan proses pengukuran tekan Reset dan tekan OK
untuk memulai lagi.Setelah selesai bersihkan rotor dan matikan saklar.
Gambar alat :

HPLC

VISCOMETER

PIKNOMETER
PH METER
J. Contoh Formulasi
- Formulasi Standar Fornas
Emulsi minyak ikan (Hal: 217)
R/ Oleum lecoris Aselli 100g
Glycerolum 10g
Gummi Arabicum 30g
Oleum Cinnamomi gtt VI
Aqua destillata hingga21g
Emulsi parafin (Hal: 227)
R/ Tiap 100 ml mengandung :
Paraffinum liquidum 50ml
Gummi Aabicum 12,5 mg
Sirupus simplex 10ml
Vanillinum Aethanolum 90 % 4 mg
Aqua destilata hingga 1ml
SEDIAAN ELIKSIR
Definisi
Menurut FI III: Elixir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa
dan bau sedap, mengandung selain obat, juga zat tambahan seperti gula dan
atau zat pemanis lainnya, zat warna, zat wangi dan zat pengawet; digunakan
sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang
dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat. Dapat ditambahkan
Gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai pengganti gula dapat digunakan
sirop gula.
Menurut M. Anief: Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90 %
yang berfungi sebagai kosolven.
Menurut Ansel 19: Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis
dimaksudkan untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa
untuk menambah kelezatan. Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai
pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa obat yang
dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan
kurang kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan
akibatnya kurang efektif dibanding sirup dalam menutupi rasa senyawa obat.
Walaupun demikian, karena sifat hidroalkohol, eliksir lebih mampu
mempertahankan komponen-komponen larutan yang larut dalam air dan yang
larut dalam alkohol daripada sirup. Juga karena stabilitasnya yang khusus dan
kemudahan dalam pembuatannya, dari sudut pembuatan eliksir lebih
disukaidari sirup.
Secara umum dikenal ;
- Eliksir rendah [ low elixir ], kadar etanol 8 -10 % v/v.
- Eliksir tinggi [ high elixir ] , kadar etanol 73 – 78 % v/v.
ALASAN PEMILIHAN SEDIAAN
a. dosis mudah diatur, terutama buat mereka yang sulit menelanobat.
b. karena berupa hidroalkoholik, maka lebih mudah untuk dibuat menjadi
larutanbagi bahan-bahan yang larut dalam air maupun yang larut dalam
alkohol.
c. Dari sisi pembuatan lebih sederhana dibandingkan sirup.
d. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga dapat digunakan
untuk bayi, anak-anak, dan orang tua
e. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan
f. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh sediaan
g. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu mempertahankan
komponen larutan yang larut dalam air dan larut dalam alkohol
dibandingkan daripada sirup.
h. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan lebih disukai
darpada sirup
i. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama pada anak-anak.
j. Dosis selalu seragam bentuk larutan sehingga tidak perlu pengocokan.
k. Dosis dapat diubah sesuai kebutuhan penggunaannya dari sendok takar
yang digunakan.
l. Waktu absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat tidak butuh
desintegrasi dahulu.
m. Sifat mengiritasi dari obat bisa diatasi dengan bentuk sediaan larutan
karena adanya faktor pengenceran. Contoh: KI dan KBr dalam keadaan
kering menyebabkan iritasi.
n. Anak-anak dan beberapa orang dewasa yang sukar menelan tablet atau
kapsul, akan lebih mudah menelan sediaan larutan.
o. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan pewangi, pemanis, atau
pewarna untuk meningkatkan penampilan

ZAT AKTIF YANG BISA DIBUAT DALAM BENTUK SEDIAAN ELIKSIR


- Zat aktif dengan kelarutan rendah
- Zat aktif dengan bau dan rasa tidak enak
- Zat aktif berupa antibiotic
- Zat aktif yang absorbsinya rendah di saluran cerna
- Zat aktif yang bersifat iritatif
BAHAN PEMBUATAN ELIKSIR
1. Zat aktif
Zat aktif merupakan zat utama/zat berkhasiat dalam sediaan eliksir
2. Pelarut
Pelarut merupakan cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa
disebut sebagai zat pembawa. Pelarut utama yang digunakan yaitu etanol
unutk mempertinggi kelarutan
3. Pemanis
Pemanis merupakan zat tambahan untuk memberikan rasa manis pada
eliksir. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilenglikol sebagai
pengganti gula atau sukrosa.
4. Zat penstabil
Zat penstabil merupakan zat tambahan untuk menjaga eliksir dalam
keadaan stabil
5. Pengawet Pengawet merupakan zat tambahan yang digunkan untuk
menjaga agar eliksir dapat tahan lama dan tetap stabil dalam penyimpanan
yang lama. Eliksir dengan kadar alkohol 10-12% dapat berfungsi sebagai
pengawet
FORMULASI ELIKSIR
Contoh zat aktif: paracetamol
R / Acetaminofen 2,4 gram
Benzyl alkohol 1,5 % v /v Kd = 13 Pengawet
Propilen Glikol 15 % V /V Kd = 33 Pemanis
Etanol 10 % V /V Kd = 25 Pelarut
Aqua Ad 120 Ml Kd = 80 Pelarut
Yang berbentuk larutan adalah ; Benzylalkohol, Propilenglikol, Etanol dan Aqua,
jumlah 100 %.
Dihitung Kd total adalah semua larutan = [1,5/100 x 13] + [15/100 x 33] +
[10/100 x 25] + [73,5/100 x 80] = 66,45
Kd total = 66,45. Berarti Asetaminofen akan larut dalam pelarut tunggal
ataupelarut campur yang lain asal nilai Kd nya sama atau hampir sama dengan
66,45.
PERHITUNGAN
-Konstanta dielektrik (Kd)
Adalah suatu pendekatan lain yang dapat dipakai untuk meramalkan kepolaran ,
suatu pelarut.
Suatu pelarut polar akan lebih mudah melarutkan zat polar. Sebaliknyazat yang
non polar akan mudah melarutkan zat non polar pula.
Contoh ; Carbon tetrachloride [ non polar ] akan mudah larut dalam benzene
[ non polar ]
Pelarut polar mempunyai nilai Konstanta dielektriknya besar [ 50 keatas ] Contoh
air, Kd = 80. Semipolar [ 20 – 50 ], Non polar = [ 1 - 20 ] Contoh ;
Chloroform , Kd = 5.
Soal Perhitungan Konstanta Dielektrik
-Berapakah Konstanta Dielektrik dari Chloroform spirit ?
Dalam literatur Chloroform spirit, komposisinya ;
R / Chloroform 5%
Etanol 95 %
Diketahui ; Kd untuk Chloroform = 5
Kd untuk Etanol = 25
Kd Air = 80
Kd total : [ 5/100 x 5 ] + [ 95/100 x 25 ] = 24.

-Berapakah Konstanta Dielektrik dari Etanol 70 %


Komposisinya ; R / Etanol 70 %
Air 30 %
Kd total : [ 70 /100 x 25 ] + [ 30 / 100 x 80 ] = 41.25
ALUR PRODUKSI ELIKSIR

Permintaan
Produksi oleh PPI

Kepala Produksi

Penimbangan

Pelarut Zat Aktif Eksipien Bahan Sirup Simplex

Pelarutan Pembuatan Sirup Simplex

IPC :
Pencampuran

Organoleptis
Pengadukan Kadar Zat
pH
IPC Penyaringan BJ
Penampilan Viskositas
Kebocoran
Pengisian dan
Volume
Penampilan
Penutupan Botol
kelengkapan
penanda Labeling &
Pengemasan Sekunder

Approve QA Obat Jadi

Gudang
Penyimpnanan

Obat
Diedarkan
EVALUASI ELIKSIR
Evaluasi in process control (IPC)
1. Evaluasi organoleptik
Tujuan : Memeriksa kesesuaian warna, bau dan rasa larutan sedapat mungkin
mendekati dengan
spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip :pemeriksaan bau, rasa, warna menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan rasa memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN
DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat)
2. Penetapan PH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter

Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan


Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Cara pakai :
- Ambil sampel air yang mau di ukur kadar pHnya (letakkan dalam wadah).
- Nyalakan dengan menekan tombol on pada pH meter.
- Masukkan pH meter ke dalam wadah yang berisi air yang akan di uji.
- Pada saat di celupkan ke dalam air, skala angka akan bergerak acak.
- Tunggu hingga angka tersebut berhenti dan tidak berubah-ubah.
- Hasil akan terlihat di display digital.
Pada dasarnya derajat keasaman air (pH) yang optimal untuk tambak baik itu ikan
ataupun udang adalah 6,5 – 8 (netral). Karena pada kisaran tersebut menunjukkan
imbangan yang optimal antara oksigen dan karbondioksida serta berbagai
mikorooganisme yang merugikan akan sulit berkembang.Alat uji kadar keasaman
air yang sangat mudah pengoperasiannya adalah pH meter 900 ISW. Alat pH
meter 900 ISW dapat menguraikan derajat tingkat keasaman skala 0 sampai 14.
Hanya dengan mencelupkan ujung alat ke dalam air yang diuji, maka hasilnya
akan langsung terlihat melalui tampilan digital yang ada di alat tersebut.

Penafsiran hasil :pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ......
(Sesuaikan!!)
3. Penetapan Bobot Jenis [FI Ed IV <981> Hal 1030]
Alat: piknometer

Tujuan : menjamin sediaan memiliki bobot jenis untuk spesifikasi produk yang
akan dibuat
Cara pakai :
- Bersihkan piknometer lalu keringkan dengan oven pada suhu 105⁰C
selama 15 – 30 menit.
- Keluarkan piknometer kemudian masukkan dalam desikator selama 10 –
15 menit.
- Catat volume piknometer yang digunakan ( 50 ml, 25 ml, atau 10 ml ).
- Timbang piknometer kosong dan catat sebagai a gram.
- Masukkan sampel ke dalam piknometer sampai di atas leher, pasang
tutupnya hingga sampel dapat mengisi pipa kapiler sampai penuh dan
pastikan tidak ada gelembung udara di dalam piknometer.
- Keringkan bagian luar piknometer dengan tisu.
- Timbang piknometer berisi sampel dan catat sebagai b gram.
- Setelah selesai piknometer dibersihkan dan dikeringkan.
- Massa jenis suatu zat dapat ditentukan.
Prinsip : membandingkan bobot zat uji di udara terhadap bobot air dengan volume
dan suhu yang
sama
Penafsiran Hasil :
Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
dt = w3 – w1
w2 – w1
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan

4. Evaluasi kejernihan [FI ed IV <881> hal 998


Tujuan :memastikan larutan terbebas dari pengotor
Prinsip :membandingkan kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan,
dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung
dengan latar belakang hitam
Penafsiran Hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan
air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di
atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.
Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II, dan
III.
5. Penetapan Viskositas (Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika 2002, hlm 13-15)
Tujuan :mengetahui harga viskositas suatu sediaan
Alat :Viscometer Hoeppler
Prinsip : mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada
temperatur tetap
Cara pakai :
1) Mengukur diameter bola yang akan dijatuhkan ke dalam tabung viskometer
menggunakan mikrometer sekrup
2) Menimbang massa bola
3) Mengukur panjang tabung viskometer dari batas atas sampai batas bawah
4) Menentukan massa jenis masing- masing cairan
5) Mengukur temperatur viskometer hoppler
6) Mengisi tabung dengan cairan sampel dan dimasukkan bola
7) Menyalakan stopwatch pada saat bola di batas atas lightbarrier
8) Mematikan stopwatch pada saat bola di batas bawah lightbarrier
9) Mencatat waktu bola jatuh dari batas atas sampai batas bawah
10) Mengulangi prosedur 7-9 sebanyak 10 kali berturut- turut, pada temperatur
yang berbeda
11) Menentukan viskositasnya dengan rumus : η = K (P B P S ) t atau η = 2gR 2
(P B P S ) 9V η = Viskositas (cp) K = Tetapan viskositas P B = Massa jenis bola
(g/cm 3 ) P S = Massa jenis sampel (g/cm 3 ) t = Waktu (s) g = Percepatan
gravitasi (m/s 2 ) R = Jari-jari bola (cm) V = Kecepatan (m/s)
12) Kemudian membandingkan nilai viskositas zat cair dengan adanya perubahan
suhu 6. Kajian Konsep Fisika yang berkaitan dengan Viskometer Hoppler Hukum
Stokes Suatu benda yang dijatuhkan bebas dalam suatu fluida kental,
kecepatannya makin besar sampai mencapai suatu kecepatan maksimumyang
tetap. Kecepatan maksimum yang tetap ini dinamakan kecepatan terminal.
Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan
sehingga gaya gesek = gaya berat gaya archimides Bila kita jatuhkan benda kecil
berbentuk bola yang massa jenisnya lebih besar dari pada zat cair yang diam,maka
benda tersebut akan jatuh secara perlahan-lahan ( tenggelam ). Hal ini disebabkan
benda tersebut mendapat gaya gesek yang menentang arah pergerakan arah
tersebut, dimana arah gaya resultan yang ditimbulkannya terhadap benda akan
selalu mengarah ke atas. Besarnya gaya tersebut dapat diperoleh melalui rumus
yang dikemukakan oleh Stokes ( Hukum Stokes ) : F = Gaya Stokes v = kecepatan
bola jatuh F = 6.π.η.r.v r = jari jari η = viskositas 7.
Penafsiran hasil :
viskositas cairan dihitung dengan rumus :
η = B (ρ1 – ρ2 ) t
keterangan :η = viskositas cairan
B = konstanta bola
ρ1= bobot jenis bola

ρ2= bobot jenis cairan


t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu

6. Uji Volume terpindahkan (FI IV hal 1089)


Tujuan :Sebagai jaminan bahwa larutan oral yang dikemas dalam wadah dosis
ganda, dengan
volume yang tertera di etiket tidak lebih dari 250 ml, jika dipindahkan dari wadah
asli akan memberikan volume sediaan seperti tertera di etiket.
Alat: Gelas ukur

Prinsip :mengukur kesesuaian volume sediaan dengan yang tertulis pada etiket
jika dipindahkan dari wadah asli
Penafsiran hasil:
-Volume rata-rata campuran larutan atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak
kurang dari 100%, dan
-Tidak satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume pada etiket.
-Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket
akan tetapi tidak satu wadah pun volumenya kurang dari 95% atau B adalah tidak
lebih dari 1 wadah, volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% volume
tertera pada etiket dilakukan uji tambahan terhadap 20 wadah tambahan.
Persyaratan: Volume rata-rata larutan atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari
100% dari yang tertera di etiket, dan tidak lebih dari 1 dari 30 wadah volume
kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% dari yang tertera di etiket.
Evaluasi kimia
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
3. Penetapan kadar etanol (FI IV <1041>, hal 1036, umumnya dipilih metoda II
(kromatografi gascair)
Tujuan :menetapkan kadar etanol dalam sediaan eliksir
Prinsip :penentuan kadar etanol dengan menggunakan metode kromatografi gas-
cair
Perhitungan kadar :
(2Ru/RsD)
Keterangan :
D = faktor pengenceran larutan uji 1,
Ru dan Rs = berturut- turut adalah perbandingan respon puncak etanol dan
asetonitril dalam larutan uji II dan larutan baku II.
Penafsiran Hasil :bobot jenis ditentukan untuk mendapatkan persentase volume
etanol dalam larutan, sesuai Tabel Bobot Jenis dan Kadar etanol (FI IV, hal 1221-
1223)

Evaluasi biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan :Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada
sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip :Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans,Aspergillus Niger,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari
inokula pada suhu 20-25 C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap
atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
2. Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik)
(FI IV <131>, hal 891- 899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Alat: cawan petri

Prinsip :Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam


sediaan yang
ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba
berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas
(FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada
Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan
diameter hambat yang besar
3. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan
pengawet) (FI IV<441> hal 939- 942)
Khusus Pengawet : Metode I =Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol,
Fenol, Nipagin-Nipasol)
Metode II =Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan
untuk zat-zat yang
paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada,
tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas
atau polarografi
(sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Alat : Kromatografi

Persyaratan :Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti yang


tertera pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil :kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau
v/v.
SEDIAAN SIRUP
A. DEFINISI BENTUK SEDIAAN SIRUP
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sukrosa, kecuali
dinyatakan lain, kadar sukrosa C12H22O11 tidak kurang dari 64% dan tidak
lebih dari 66% (FI III, 1979).
B. ALASAN PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN
• Sirup merupakan sediaan larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula
lain dengan kadar tinggi (FI IV, 1995)
• Bentuk sediaan cair dapat memudahkan penggunaan pada pasien yang
memiliki kesulitan dalam menelan obat oral berbentuk padat
• Merupakan sediaan cair berbentuk larutan yang mengandung pemanis dan
flavor sehingga dapat menutupi rasa obat yang pahit dan merupakan
bentuk sediaan yang disukai oleh anak-anak
• Memberikan rasa enak ketika diminum
C. ZAT AKTIF SIRUP
✓ Zat aktif sirup adalah zat aktif yang dapat larut dalamair.
✓ Zat aktif harus stabil dalam betuk larutan
D. EKSIPIEN SIRUP
Menurut Duin (1991), bahan tambahan dalam sediaan sirup antara lain :
1. Pelarut
Pelarut adalah cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa disebut sebagai
zat pebawa. Contoh pelarut adalah air, gliserol, propilenglikol,etanol,eter, dll.
2. Pemanis
Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori yang
dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori rendah.
Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sdangkan
yang berkalori rendah seperti laktosa.
3. Pengawet antimikroba
Pengawet antimikroba digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam
penyimpanan agar dapat bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba
atau jamur. Pengawet yang umum digunakan dalam sirupdengan
konsentrasi lasim yang efektif adalah : asam benzoat (0,1-0,2 %),
natrium benzoat (0,1-0,2 %) dan berbagi campuran metil ,profil,dan
butil paraben (total ± 0,1 %).
4. Flavoring agent
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan
yang berasal dari alam untuk membuat sirup mempunyai rasa yang enak. Karena
sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air
yang cukup. Pemberian flavoring agent harus sesuai dengan rasa sediaan sirup,
misalkan sirup dengan rasa jeruk diberi aroma citrus.
5. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil selama penyimpanan.
Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan
kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisen dengan rasa. Kebanyakan
pewarna yang biasa digunakan pada sediaan farmasi mempunyaiNomor E dan
Nomor FD & C, contoh : Tartrazine (E 102 dan FD & C yellow no 5); Citrus red
no 2 (Aulton, 1988)
6. Anticaplocking agent
Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol (caplocking), maka
umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti sorbitol, gliserol,atau
propilenglikol Yang paling umum digunakan adalahsorbitol sebanyak 15-30%
7. Zat penstabil
Zat penstabil dimaksudkan untuk menjaga agar sirup dalam keadaan stabil contoh
dari zat penstabil adalah antioksidan, pendapar, pengkompleks
8. Solubilizer
Solubilizer digunakan untuk memodifikasi polaritas air untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif yang non polar. Contoh eksipien yang biasa digunakan yaitu
propylene glycol (PG), senyawa alkohol missal etanol, sorbitol, polyethylene
glycol contohnya PEG-400
E. ALUR PROSES PRODUKSI SIRUP

Prosedur Kerja
1. Penimbangan pemeriksaan bahan baku dilakukan oleh QC.

Timbangan
2. Proses pembuatan sirup dimulai dengan pencucian botol dengan
menggunakan aquademineralisata.
3. Botol kemudian dikeringkan dalam oven double door.
4. Proses pencucian botol seluruhnya ditangani oleh bagian pencucian botol.
5. Tahap selanjutnya adalah pembuatan syrupus simplex yang kemudian dicampur
dengan bahan aktif dan bahan tambahan lain dalam mixing tank.

Cara kerja Mixing Tank : bahan liquid yang akan dicampr


dimasukan melalui inlet product, kemudian steam sebagai sumber
pemanas akan memanaskan tangki tersebut, motor penggerak
utama mixer akan berputar dengan kcepatan tertentu untuk
memixing sampai homogen.

Mixing Tank
6. . Pengisian sirup ke dalam botol dengan menggunakan Liquid Filling
Machine and Cappering Machine sesuai dengan volume yang dikehendaki.

Mesin Pengisian Botol terdiri dari bagian


asupan yang memuat botol, yang
kemudian ditransfer melalui bagian
transportasi yang terputus-putus.

kcepatan tertentu untuk memixing sampai


homogen.
Filling and Capping Machine
7. Setelah sirup diisikan, botol ditutup (capping) secara otomatis.
F. PENGAWASAN DALAM PROSES (IPC)

No. Tahap Proses Bahan Peralatan Titikkritis IPC


1 Penimbangan Sesuaikom Timbangan Kebenarani Pemeriksaan bahan baku oleh
posisi dentitasbah QC
an, -Organoleptis : warna, rasa
kadaluarsa dan bau
-Spesifikasi bahan baku :
Sesuaikan dengan label bahan
baku/ pada material record
2 Pencampuran Sesuaikom Bejana Homogenita -Uji Kejernihan
posisi Pencampur s Alat : tabung reaksi alas datar
(Mixing (d = 15 cm)
Tank) Syarat : Jernih jika kejernihan
sama dengan air/pelrut yang
digunakan
CK : Bandingkan kejernihan
larutan uji dan pembanding di
bawah cahaya yang terdifusi,
tegak lurus ke arah bawah
tabung, latar hitam (FI IV,Hal
998).
-Uji pH
alat : pH meter
Syarat : Nilai pH yang
dianjurkan untuk sirup adalah
berkisar antara 4 – 7 (FI IV,
1995).
-Metode :Penetapan pH
dilakukan dengan cara
potensiometri atau kolorimetri.
Semua larutan untuk penetapan
pH menggunakan air bebas
karbondioksida p. pengukuran
pada suhu 25˚C±2˚C, kecuali
dinyatakan lain dalam masing-
masing (FI IV, hal. 1039,
1995).

3 Penyaringan Sesuai Alat Kejernihan -Organoleptis


komposisi penyaring -Uji pH
Liquid - BJ
Alat : Piknometer
Prinsip:Perbandingan berat
piknometer yang berisi sampel
dengan berat piknometer yang
diisi dengan air
Metode :Evaluasi bobot jenis
digunakan piknometer bersih,
kering, dan sudah dikalibrasi
dengan menetapkanbobot
piknometer dan bobot aor yang
telah dididihkan pada suhu
25˚C . atur suhu zat uji hingga
±20˚C dan dimasukkan
piknometer yang sudah diisi zat
uji hingga 25˚C buang
kelebihan lalu ditimbang.
Kurangkan bobot piknometer
kosong dari bobot piknometer
yang telah diisi hasilnya (FI IV,
Hal 1030):
Bobot jenis = (bobot pikno-sampel) – bobot pikno
(bobot pikno-air) – bobot pikno

Syarat : BJ sirup 1,3g/ml (FI


III1979)

-Viskositas
Alat ; Viskometer
Metode:Untuk mengukur
viskositas adalah mengukur
waktu yang dibutuhkan oleh
cairan dengan volume tertentu
untuk mengalir melewati suatu
kapiler. Juga dapat dilakukan
pengukuran yang lebih praktis
dengan mengkalibrasi alat yang
telah diketahui viskositasnya
dan cairan uji ditetapkan
dengan membandingkan
terhadap kekentalan cairan
yang telah diketahui (FI III, hal
186).
-Uji Kejernihan (sda)
4 Pengisiandanp Tutupboto Alatpengisi Sesuai -UjiVolume terpindahkan
enutupanbotol ldanbotol volume Prinsip:Membandingkan
volume awal sediaan dengan
volume akhir sediaan yang
dipindahkan untuk mengetahui
kemudahan sediaan untuk
dituang
Prosedur Metoda:10 wadah dipilih dan
dikocok satu per satu kemudian isi
wadah dituang perlahan dalam
gelas ukur didiamkan selama
kurang lebih 30 menit. Jika telah
bebas gelembung udara volume
dapat di ukur. Penafsiran hasil :
Volume rata-rata campuran sirup
yang diperoleh dari 10 wadah
tidak kurang dari 100% dan tidak
satupun yang kurang dari 95%
dari volume yang tertera di etiket.
• Jika A volume rata-rata kurang
dari 100%, tetapi tidak ada
satupun wadah yang volumenya
kurang dari 95% dari yang tertera
di etiket atau
• Jika B volume rarta-rata tidak
kuarang dari 100% dantidak lebih
dari satu wadah yang volumenya
kurang dari 95% tetapi tidak
kurang dari 90% dari volume yang
tertera pada etiket maka lakukan
uji tambahan terhadap 20 wadah
tambahan.
Kriteria penerimaan : Volume rata-rata yang diperoleh dari
30 wadah tidak kurang dari 100%
yang tertera di etiket, dan tidak
lebih dari satu botol yang
bervolume kurang dari 95%, tetapi
tidak kurang dari 90% seperti
yang tertera di etiket (FI IV , hal
1261).

-Caps locking : Pengamatan


visual ; mengamati adanya
kristalisasi gula (sukrosa) pada
leher botol ;Gunakan alkohol
polihidrik (sorbitol, gliserin,
propilen glikol )

5 Labelling Label Kertasdanl Sesuaibentu -Pengecekkan labelling (Oleh


merek em k QC) meliputi :
Nomor produksi, bahan yang
digunakan,berat bersih, tanggal
& kode produksi, tanggal
kadaluarsa, nomor zin edar,
halal.
-Pengecekkan kemasan
sekunder (Oleh QC):
Syarat kemasan sekunder :
Nomor batch, Expired date,
brosur, etiket, sendok dalam
kemasan karton
-Pengujian bahan kemas
Sampling : √n+1
Dilakukan pada label, brosur,
wadah, karton alumunium foil,
dan tutup botol
6 Pengemasan Kotakobat Lem Kerapian - Cekpenampilankelengkapan
Produk
7 Karantina jadi -Organoleptik
- Cekpenampilankelengkapan
G. EVALUASI SEDIAAN
Evaluasi Fisika

No. EvaluasiFisik Prinsip Alat Cara Kerja


a
1 Organoleptis Pemeriksaan Visual Spesifikasi bahan baku : Sesuaikan
sediaan secara dengan label bahan baku/ pada
visual meliputi material record
warna, rasa dan
bau
10 wadah dipilih dan dikocok satu
2 Volume Mengukurkeses Gelas ukur per satu kemudian isi wadah dituang
terpindahkan uian volume kering perlahan dalam gelas ukur
sediaandengan didiamkan selama kurang lebih 30
yang menit. Jika telah bebas gelembung
tertulispadaetik udara volume dapat di ukur.
etjikadipindahk Penafsiran hasil : Volume rata-
andariwadahasl rata campuran sirup yang diperoleh
i dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satupun yang
kurang dari 95% dari volume yang
tertera di etiket. (FI IV, 1995 )

3 pH Pengukuran pH meter Pengukuran pH menggunakan pH


pHyang meter yang telah dikalibrasi. pH
terjadiantaralar meterdikalibrasi dengan cara
utan yang dicelupkan dalam larutan buffer pH
terdapat di 7, kemudian dibilas dengan
dalamelektroda aquadest. pH meter dicelupkan
Rentang
gelas yang telah dalam sampel sirup, didiamkan
pH : 4 – 7
di beberapa saat dan hasilnya dapat
ketahuidenganl dilihat dari angka yang tertera di
arutan yang layarnya.
terdapat di
luarelektrodage
las yang
tidakdiketahui

4 Bobot Jenis Perbandingan Piknomete Evaluasi bobot jenis digunakan


berat r piknometer bersih, kering, dan sudah
piknometer dikalibrasi dengan
yang berisi menetapkanbobotpiknometer dan
sampeldengan bobot aor yang telah dididihkan pada
berat suhu 25˚C . atur suhu zat uji hingga
piknometer BJ sirup ±20˚C dandimasukkan piknometer
yang diisi 1,3g/ml (FI yang sudah diisi zat uji hingga 25˚C
dengan air III1979) buang kelebihan
laluditimbangKurangkan bobot
piknometer kosong dari bobot
piknometer yang telah diisi hasilnya
(FI IV, Hal 1030):
Bobot jenis = (bobot pikno-sampel) – bobot pikno
(bobot pikno-air) – bobot pikno

5 Homogenitas Melihat Tabung Homogenitas : Secara organoleptis.


dan kehomogenan reaksi alas Sediaan yang telah dibuat dan
Kejernihan sediaan secara datar (d = diletakkan di gelas ukur diamati
organoleptis 15 cm) secara organoleptis

Jernih jika Uji Kejernihan : Bandingkan


kejernihan kejernihan larutan uji dan
sama dengan pembanding di bawah cahaya yang
air/pelarut yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
digunakan tabung, latar hitam (FI IV,Hal 998).
6 Viskositas Mengukur Viskometer Alat ; Viskometer
kecepatan bola Hoppler Metode:Untuk mengukur viskositas
jatuh melalui adalah mengukur waktu yang
cairan dalam
dibutuhkan oleh cairan dengan
tabung
volume tertentu untuk mengalir
pada suhu tetap
melewati suatu kapiler. Juga dapat
dengan cara
dilakukan pengukuran yang lebih
menghitung
praktis dengan mengkalibrasi alat
waktu yang
dibutuhkan oleh Sesuai yang telah diketahui viskositasnya
bola untuk dan cairan uji ditetapkan dengan
spesifikasi
menetukan jarak membandingkan terhadap
yang
tertentu kekentalan cairan yang telah
ditetapkan
melalui cairan diketahui (FI III, hal 186).
pada tabung.
Evaluasi Kimia
Sirup merupakan produk sediaan yang larut dalam air, maka penetapan kadar zat
aktif yang terkandung di dalamnya dapat ditentukan dengan titrasi sesuai dengan
monografi masing-masing zat aktif.
Contoh zat aktif Chlorfeniramini maleat

No. Evaluasi Prinsip Cara Kerja Referensi


Kimia
1 Penetapan Secara Timbang saksama lebih kurang 500 mg zat, (FI V,
kadar kuantitatif larutkan dalam 20 ml asam asetat glasial P, 2014)
untuk tambahkan 2 tetes kristal violet LP dan titrasi
mengetahui dengan asam perklolat 0,1 N LV. Lakukan
konsentrasi zat penetapan blangko. Tiap ml asam perklorat 0,1
aktif dalam N setara dengan19,54 mg
sediaan. C16H19.CIN2C4H4O4

2 Identifikas Spektrofotom Penyerapan Ultraviolet (USP NF


etri UV- Pelarut → Alkohol: antara 6,0% dan 8,0% dari Hal, 1728,
ii
Visible : C2H5OH 2007)
interaksi yang
terjadi antara CK : Pindahkan 10 mL larutan oral, diukur secara
energy yang akurat, ke pemisah. memindahkan sekitar 40 mg USP
berupa sinar Chlorpheniramine Maleat RS, ditimbang secara
monokromatis akurat, ke labu volumetrik 100 mL, larutkan dengan
dari sumber air untuk volume, campur, dan pipet 10 mL larutan
sinar dengan standar ini ke dalam separator yang mirip dengan
materi yang yang larutan oral. Lakukan setiap larutan sbb:
berupa molekul. tambahkan 10 mL larutan NaOH (1 banding 10) dan
Besar energy ekstrak dengan dua bagian hexane 50 mL .
yang diserap Gabungkan ekstrak dalam pemisah kedua, cuci
tertentu dan dengan 10 mL larutan NaOH (1 dalam 250). ekstrak
menyebabkan larutan heksana dengan dua bagian asam hidroklorat
electron 40 mL (1 banding 100) kumpulkan ekstrak dalam
tereksitasi dari labu volumetrik 100 mL, tambahkan asam encer yang
ground state ke sama ke volume, dan campur. cuci 50 mL bagian
keadaan masing-masing larutan, dan HCl encer (masing-
tereksitasi yang masing 1 dalam 100), masing-masing, dengan tiga
memiliki energy bagian kloroform 30 mL dan kemudian dengan 50 mL
lebih tinggi heksana. Saring fase asam dengan kertas saring,
buang beberapa mL pertama setiap filtrat, dan
tentukan absorbansi larutan yang diperoleh dari
Larutan Oral dan larutan standar dalam sel 1 cm pada
panjang gelombang serapan maksimum 264 nm,
dengan spektrofotometer, dengan asam diekstraksi
sebagai blanko. menghitung kuantitas, dalam ug
klorpheniramin maleat (C16H19ClN2.C4H4O4)
dalam setiap mL larutan oral yang diambil dengan
formula.

Evaluasi Biologi

No. EvaluasiBi Prinsip JumlahSampel Referensi


ologi
Pengujian Penghitungan jumlah Pengenceransuspe FI V,2014
mikroba koloni/ml dari setiap wadah nsi sample
sampel terhitung dari awal hinggamengadung
pengujian, dan menghitung 0.01 ml atau 0,001
perubahan dalam nilai log ml
jumlah koloni/ml untuk setiap
mikroba yang digunakan pada
setiap interval uji dan
dinyatakan sebagai log
reduksi
Ujiefektivit Penentuan uji angka lempeng FI V,2014
aspengawe total dari setiap sediaan uji
t untuk validasi sampel
berdasarkan kondisi media
dan waktu inkubasi rekoveri
mikroba

H. FORMULASI SIRUP
Formula Standar:

(Handbook of Pharmaceutical Manufacturing ; Liquid Products. Hal. 235


Formula Direncanakan
NamaBahan Jumlah Fungsi Alasan
(%)
Chlorpheniramine 4mg/ 5 ZatAktif Bahan utama obat yang sering
Maleate (CTM) mL diberikan pada anak-anak ketika
sakit
Sukrosa 60 % Pemanis murah, dapatmenutupi rasa
pahit
Natriumbenzoate 0,15 % Pengawet Sebagaiantimikroba karena
palarut aquadest mudah di
tumbuhi mikroba
Frambozen (5% Perasa & Untuk memberikan warna dan
Flavour v/v) pewarna rasa yang enak sehingga disukai
concentrate pasien anak-anak
Sorbitol 15 % Anti Mencegahterjadinyapengkristala
Capsdan ngulaakibatjumlahgula yang
Locking banyak
Purified Water Ad 100 Pelarut Karena harga terjangkau dan
% mudah di dapat

Akandibuatsediaansirup CTM dengan volume 60 ml per botol. Kekuatansediaan


yang dibuat adalah 4 mg/5ml denganjumlah 100.000 botol

Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal
1044.
Volume sediaan tiap botol = 60 ml + (3 % x 60 ml) = 61,8 ml
Dilebihkan 30 botol untuk evaluasi
Total volume sediaan yang akan dibuat : 100.030 botol x 61,8 ml/botol = 6.181.854
ml
Maka :
Volume tiap botol = 60ml + (60ml+3%)= 61,8 ml
Volume 100.000 botol = 100.030 x 61,8 ml = 6.181.854 ml
Total volume sediaan yang akan dibuat = 6.181.854 ml
Perhitungan Formula
a. Chlorpenirmin Maleat 2 mg / 5 mlX 6.181.854mL = 2.472.501 mg
b. Sukrosa = 60/100 x 6.181.854mL = 3.709.112,4 g
c. Natrium Benzoat = 0,15/ 100 X 6.181.854mL = 9.272,781 g
d. Frambozen Flavour concentrate = 5 / 100 x 6.181.854mL = 309.092,7 g
e. Sorbitol = 15/ 100 x 6.181.854mL = 927.278,1 g
f. Purified Water = 6.181.854mL = 1.224.625,518
OBAT TETES
TETES MATA
Defenisi :
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada
mata. (FI IV hal 13)
Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikelasing,
dalam campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal1581)
Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yg terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata
seperti yg tertera pada Suspensiones.(FI IV hal14)
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada
mata (FI VI, hal 58)
Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata
seperti yang tertera pada Suspensi (FI VI, hal 59).
Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam
alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957
hal 221)
Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak
steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan
pada mata. (Codex, 161-165).
Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal
toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan pengawet (dan jika perlu
pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga
dilakukan untuk sediaan hidung dan telinga.
Nilai isotonisitas Cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai
isotonisitas sesuai dengan larutan natrium klorida P 0,9%. Secara ideal larutan
obat mata harus mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap
nilai isotonis rendah yang setara dengan larutan natrium klorida P 0,6% dan
tertinggi setara dengan larutan natrium klorida P 2,0% tanpa gangguan nyata.
Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap
dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilan efek
obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam
jumlah kecil,
pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat
hipertonisitas hanya sementara. Tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran
dengan air mata tidak berarti, jika digunakan larutan hipertonik dalam jumlah
besar sebagai koliria untuk membasahi mata. Jadi yang penting adalah larutan
obat mata untuk keperluan ini harus mendekati isotonik.

Alasan Pemilihan Sediaan Tetes Mata


1. Sangat baik digunakan untuk pemberian dosis kecil
2. Melalui botol inaktinis maka mutu obat dapat tetap terjaga.
3. Memberikan kemudahan dalam pemberian, terutama ketika diaplikasikan
pada mata, hidung, dan telinga. kadang-kadang tanpa penetes dan atau dapat
disertai penetes medisinal
4. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas
dan kemudahan penangananan.
5. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan
efek terapinya.
6. Obat lebih mudah diabsorbsi
7. Dosis, rasa, warna, dan bau dapat diatur
8. Mengurangi resiko iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan.

Alasan Pemilihan Zat Aktif Tetes Mata


Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air
atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus
diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu :
a. Kelarutan
b. Stabilitas
c. pH stabilitas dan kapasitas dapar
d. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk
garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat.
Sedangkan untuk zat aktif yang berupa sam lemah, biasanya digunakan garam
natrium (Codex hal 161).

Kekurangan Tetes Mata


a. Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 L)
maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur
GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. -bloker
untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan
jantung atau asma bronkhial.
b. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada
retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata
adalah efeknya lokal/topikal.

Syarat Larutan Tetes mata


1. Steril
2. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.
3. Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (Diktat hal
300) atau 0,7 – 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301)
4. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
5. Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)

Formula Umum Tetes Mata


R/Zat aktif
Bahanpembantu:
Pengawet → Pendapar
Pengisotonis → Peningkat viskositas Antioksidan
Pensuspensi untuksuspensi
Surfaktan
Bahan Eksipien Untuk Tetes Mata
1. Pengawet
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan
mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat
tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) :
1. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama
terhadap
2. Pseudomonas aeruginosa.
3. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dankonjungtiva).
4. Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yangdipakai.
5. Tidak memiliki sifat alergen danmensensitisasi.
6. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal
penggunaansediaan.
Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan untuk tetes mata adalah :
a. Benzalkonium klorida +EDTA
b. Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkurinitrat
c. Klorobutanol + EDTA/paraben
d. Tiomerasol +EDTA
e. Feniletilakohol +paraben

Golongan pengawet pada sediaan tetes mata (DOM hal 148; Diktat kuliah
teknologi steril, 291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) :

Jeni Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan


s
Senyawa Sabun, surfaktan • Paling banyak dipakai
amonium anionik, salisilat, nitrat, untuk sediaanoptalmik.
kuartener : 0,004 – 0,02 fluorescein natrium. • Efektivitasnya

Benzalkoni % ditingkatkan dengan

um klorida (biasanya0,01 penambahanEDTA


%) 0,02%.
Senyawa Halida tertentu Biasanya digunakan
merkuri nitrat 0,01 – 0,005% dengan sebagai pengawet dari
: 0,005% fenilmerkuriasetat zat aktif yang OTT

• Fenil dengan benzalkonium

merkuri nitrat klorida

• Thiomersal
Parahidro Nipagin 0,18% Diadsorpsioleh Jarang digunakan;
ksi + makromolekul, banyak digunakan untuk
benzoat : Nipasol 0,02% interaksi dengan mencegah pertumbuhan

Nipagin, Nipasol surfaktannonionik jamur, dalam


dosis tinggi mempunyai
sifat antimikroba yang
lemah.
Fenol : Stabilitasnya pH Akan berdifusi melalui
Klorobuta 0,5 – 0,7% dependent; aktivitasnya kemasan polietilen low-
nol tercapai pada density
konsentrasi dekat
kelarutan max
Alkohol Kelarutan dalam air Akan berdifusi melalui
aromatik : 0,5 - 0,9% or rendah kemasan polietilen low-
Feniletil 0,5% density, kadang2
alkohol digunakan dalam
kombinasi dengan
pengawet lain.

2. Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan
dapar (Codex, 161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
FIIV : 0,6– 2,0% RPSdan RPP : 0,5 –1,8%
AOC : 0,9–1,4% Codex dan Husa : 0,7 –1,5%
FI VI : 0,6 - 2,0%
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5%
Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena
jikapengisotonis yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting
out.
3. Pendapar
Penambahan dapar dalam pembuatan obat mata harus didasarkan pada
beberapa pertimbangan tertentu. Air mata normal memiliki pH lebih kurang 7,4
dan mempunyai kapasitas dapar tertentu. Penggunaan obat mata merangsang
pengeluaran air mata dan penetralan cepat setiap kelebihan ion hidrogen atau ion
hidroksil dalam kapasitas pendaparan air mata. Berbagai obat mata seperti garam
alkaloid bersifat asam lemah dan hanya mempunyai kapasitas dapar yang lemah.
Jika hanya satu atau dua tetes larutan yang mengandung obat tersebut diteteskan
pada mata, pendaparan oleh air mata biasanya cukup untuk menaikan pH sehingga
tidak terlalu merangsang mata. Dalam beberapa hal, pH dapat berkisar antara 3,5
dan 8,5.
Secara ideal larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama
dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak
obat yang tidak cukup larut dalam air. Sebagian besar garam alkaloid mengendap
sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara
kimia pada pH mendekati 7,4. Ketidakstabilan ini lebih nyata pada suhu tinggi
yang digunakan pada sterilitasi dengan pemanasan. Oleh karena itu sistem dapar
harus dipilih sedekat mungkin dengan pH fisiologis yaitu 7,4 dan tidak
menyebabkan pengendapan obat
atau mempercepat kerusakan obat.
Contoh zat Pembuat dapar : Na fosfat (Na2HPO4.12H2O), Asam sitrat
(C6H8O7.H20)

4. Peningkat Viskositas
Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-
25 centipoise (cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa
4000 cps sebanyak 0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil
alkohol (Ansel, 548-552). Menurut Codex, dapat digunakan turunan metil
selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and makrogol.
5. Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu
kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na
metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam
askorbat) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan
fenilefrin.Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka
dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA.

6. Surfaktan
Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas karena bisa melarutkan
bagian lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik
dibandingkan golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam
suspensi steroid dan sebagai pembantu untuk membentuk larutan yang jernih.
surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80).
Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20,
benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-
aril- polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.
Perhitungan
a. Metode Turunnya Titik Beku
Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang
setara dengan 0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar
turunnya titik beku.

0,52 −a
W=
METODE I (BPC) :
b

W = Jumlah (g) bahan pembantu isotonik dalam 100 ml larutan


a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak
nilai untuk larutan 1% b/v
b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotonis
jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan pengisotonis)
K.m.n.1000
METODE II : Tb =
M .L.
Keterangan :
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86
yang menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)
m = Zat yang ditimbang (g) n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut L = massa pelarut (g)

b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah
tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang
sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam
larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.

I
L
METODE WELLS :
C

Keterangan :
L = turunnya titik beku MOLAL
I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC) C = Konsentrasi molal zat terlarut

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya
titik beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan
menggolongkan zat-zat tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah
ion yang dihasilkan.

17L
METODE LAIN : E
M

Keterangan :
E = ekivalensi NaCl
L = turunnya titik beku molal M = berat molekul zat.
c. Metode Liso
Berat
Tf
Rumus : 1000
Liso
BM V
Keterangan :
ΔTf = penurunan titik beku
Liso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen
=3,4
BM = berat molekul
V = volume larutan dlm ml Berat = dalam gram zat terlarut

d Metode White – Vincent.


Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada sediaan
parenteral agar isotonis. Rumus yang dipakai :
V = w x E x 111,1
Dengan,
V = volume dalam ml
W = berat dalam gram
E = ekivalensi NaCl
Contoh :
R/ Phenacaine hidroklorida 0,06 gr Asam borat 0,30 gr Aqua bidestilata steril
ad 100 ml
Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x 111,1 ml
= 18 ml
Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai
100 ml

e. Metode Sprowls
Merupakan modifikasi dari metode White dan Vincent, dimana w dibuat tetap
0,3 gram, jadi, V = E x 33,33 ml

Perhitungan Tonisitas :
a.Cara ekivalensi
R/ Ranitidin HCl 27,9 mg
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg
KH2PO4 1,5 mg
Aqua pro injection ad 1 ml

Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %


E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )

Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4


anhidrat) x 0,98
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98
= 1,1 mg/ml
= 0,11 g/100 ml
= 0,11%
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)
KH2PO4 1,5 mg/ml
= 0,15 g/100 ml
= 0,15 %
E 0,5% = 0,48 (FI Ed. IV)

Zat E Jumlah zat dalam 100 ml Kesetaraan NaCl


(g)
Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464
Na2HPO4 0,44 0,11 0,0484
dihidrat
KH2PO4 0,48 0,15 0,0720

NaCl yang ditambahkan agar isotonis :


= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )
= 0,3332 g/ 100 ml
NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml
c. Cara penurunan titik beku

Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279


Na2HPO4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264
KH2PO4 0.25 0.15 0.0375
Jumlah 0.3429 ~ 0.34

Δ Tf isotonis = 0,52
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34
= 0,18
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )
= 0,31 g/100 ml
= 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml

Alur Produksi Tetes Mata


a. Penyiapan bahan baku dan bahan pengemas
Material pengemas harus dibersihkan sebelum digunakan, pembersihan vial
dilakukan dengan pencucian, sedangkan pembersihan botol dilakukan dengan
disemprot (blowing). Setelah dibersihkan selanjutnya dilakukan sterilisasi sesuai
dengan jenis wadah, sterilisasi panas kering dengan oven untuk vial, sterilisasi uap
bertekanan dengan autoklaf untuk rubber stopper, radiasi sinar gamma untuk botol
dan plug serta sterilisasi dengan gas etilen oksida untuk tutup botol. Material
pengemas yang telah disterilisasi kemudian dibawa ke air lock dalam kemasan tiga
rangkap plastik untuk dipapar sinar UV selama 2 jam. Setelah itu botol, plug, dan
tutup akan dibawa ke ruang steril dan plastik pengemas bagian terluar dilepas.
b. Pencampuran (compounding)
Pada proses compounding, air yang digunakan dalam pembuatan sediaan tetes
mata adalah purified water, sementara untuk sediaan injeksi digunakan water for
injection. Seluruh bahan dicampur hingga larut sempurna sesuai dengan tahapan
prosedur yang telah ditetapkan dalam MP. Selama proses pengolahan, IPC yang
dilakukan adalah uji kejernihan dan pH.
c. Filtrasi
Tahapan selanjutnya setelah proses compounding adalah filtrasi yang
dilakukan dalam dua tahap, yaitu prafilter dan filter akhir. Prafilter bertujuan untuk
menyaring partikel dan mikroba menggunakan penyaring berukuran 0.45 μm,
sedangkan filter akhir bertujuan untuk menyaring Pseudomonas sp
menggunakan penyaring berukuran 0.22 μm.
d. Pengisian (filling)
Apabila hasil filtrasi akhir telah mendapat approval dari departemen QC, maka
dilakukan proses pengisian secara aseptik kedalam kemasan primer. Proses
pengisian dilakukan secara aseptik pada ruangan kelas A.

Raw
Pharmacy Production
Material
weighing check weighing
from
warehouse
e
Pencucian dan
sterilisasi
wadah

Filtrasi Compounding
QC/QA
Inspection
IPC
and
Filling
Approval organolaptis
IPC
Uji Kejernihan
Penetapan
Packaging
kadar Uji pH

Organoleptis

Kejernihan QA Approval

Partikulat

Uji pH Finished
Goods
Viskositas
Evaluasi :
▪ Sterilitas
Memenuhi persyaratan uji sterilitas seperti yang tertera pada FI IV
▪ Kejernihan
Dengan alat khusus, tidak terlihat adanya partikel asing (prosedur ada di FI
IV)
▪ Volume
Volume isi netto setiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang
ditetapkan. Kelebihan volume bisa dilihat di tabel.

▪ Stabilitas bahan aktif


Harus dapat dipastikan bahwa bahan aktif stabil pada proses pembuatan
khususnya pada proses sterilisasi dan stabil pada waktu penyimpanan sampai
waktu tertentu. Artinya sampai batas waktu tersebut kondisi obat masih dapat
memenuhi persyaratan.

▪ Kemampuan difusi bahan aktif dari sediaan


Sesuai dengan bahasan tentang pengaruh pH terhadap penetrasi bahan aktif
dari sediaan OTM, maka koefisien partisi bahan aktif dalam sediaan
merupakan hal yang sangat penting

▪ Evaluasi terhadap kemampuan difusi bahan aktif dari sediaan OTM


berlangsung beberapa tahap:
▪ Kemampuan perubahan pH sediaan OTM sebagai akibat penambahan
sejumlah volume tertentularutan pH 7,4
▪ Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan
▪ Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan setelah penambahan sejumlah
volume tertentu larutan dengan pH 7,4
TETES TELINGA
Defenisi :
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara
meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat
menggunakan cairan pembawa bukan air (FI III, hal. 10)
Larutan otic atau tetes telinga adalah larutan yang mengandung air atau
gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar (FI
IV, hal 18)
Suspensi tetes telinga Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung
partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
(FI VI, hal. 61)
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat
aktif dalam air, dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa
lain yang cocok (The Pharmaceutical Codex, hal158).
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan
aktif dalam cairan pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory meatus’
tanpa menghasilkan tekanan yang berbahaya pada gendang telinga (seperti air,
glikol, dan asam lemak) (BP 2008,2342).

Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan obat
ke dalam telinga. Bila tidak dinyatakan lain pembawa yang digunakan adalah
bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang
sesuai agar obat mudah menempel pada dinding telinga, biasanya digunakan
gliserin dan propilen glikol. Selain tersebut dapat pula digunakan etanol,
heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Bila sediaan berupa suspense sebagai zat
pensuspensi digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok.
Kecuali dinyatakan lain pH tetes telinga adalah 5,0-6,0 dan disimpan dalam
wadah tertutup rapat.

Alasan Pemilihan Sediaan tetes :


a. Sangat baik digunakan untuk pemberian dosis kecil
b. Melalui botol inaktinis maka mutu obat dapat tetap terjaga.
c. Memberikan kemudahan dalam pemberian, terutama ketika diaplikasikan
pada mata, hidung, dan telinga. kadang-kadang tanpa penetes dan atau dapat
disertai penetes medisinal
d. Obat lebih mudah diabsorbsi
e. Dosis, rasa, warna, dan bau dapat diatur
f. Mengurangi resiko iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan.

Alasan Pemilihan Zat Aktif :


1. Kelarutan, zat Aktif Harus Larut dalam Cairan Pembawa
Kebanyakan senyawa obat larut dalam cairan pembawa yang umum
digunakan pada sediaan tetes telinga, jika senyawa obat tidak larut dalam cairan
pembawa maka bisa dibuat sediaan suspensi.
2. Stabilitas zat aktif
3. Zat Aktif Berkhasiat
Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk
mencegah penyakit, mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba.

Bahan Eksipien Untuk Tetes Telinga :


1. Cairan Pembawa/ Pelarut, seperti :Jarang air, Umumnya propilenglikol,
gliserin, dan PEG dengan BM kecil seperti PEG 300
2. Pensuspensi, seperti : sortbitan (Span), Polisorbat (Tween), atau Surfaktan
lain yang cocok>
3. Pengawet, seperti : klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi
paraben-paraben .
4. Antioksidan, seperti Na.Bisulfit
5. Keasaman-kebasaan, Seperti, NaOH, atau HCl, Kecuali dinyatakan lain pH
larutan antara 5,0-6,0.
Alur Produksi Sediaan Tetes Telinga :

Penyiapan Alat Sterilisasi


Autoklaf

Timbangan Penimbangan
Digital bahan

IPC Organoleptis
pencampuran
Kejernihan

Partikulat
Penetapan penyaringan Membran 0,45 μm,
kadar IPC Viskositas
dan membran 0,22
μm
Organoleptis
Filling Aseptis
Kejernihan

Partikulat
Penyegelan Botol, Stopper,
Viskositas dan Capp

Inspeksi sediaan secara


virtual

Etiket dan pengemasan Viable particle /


sekunder Manifold

Pengemasan tersier

Evaluasi
1. Evaluasi Kimia, zat Aktif dan Penetapan Kadar
2. Evaluasi Fisika,
a. Organoleptik: bau, rasa dan warna
b. Penetapan bobot jenis (FI IV, hal. 1030), Gunakan piknometer bersih,
kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobotpiknometer dan
bobot air yang baru dididihkan pada suhu 250. Atur hingga suhu zat uji
lebih kurang 200, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer
yang telah diisi hingga suhu 250, buang kelebihan zat uji dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah
diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bobot zat dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25.
c. Volume terpindahkan, Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam
gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari
dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-
hati utnuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada
penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas
dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata
suspense yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 % dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang
dinyatakan pada etiket.
d. Penetapan pH, Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas
indikator pH dengan cara meneteskan sediaan pada kertas indikator
tersebut kemudian warna yang terbentuk dicocokkan dengan berbagai
warna pH yang ada. Tujuan uji pH yaitu untuk mengetahui pH sediaan
tetes telinga agar sesuai persyaratan yang berlaku.
e. Keasaman dapat diukur seksama menggunakan elektrode dan instrument
yang dibakukan.
f. Homogenitas, Jika sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lainnya yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen. Suspensi tetes telinga yang homogen akan memperlihatkan
jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada
berbagai tempat pengambilan sampel.
g. Volume sedimentasi, untuk melihat kestabilan sediaan obat tetes telinga
terutama dalam bentuk suspensi dan emulsi
h. kemampuan redispersi, Mengamati kemampuan meredispersi kembali
dalam memperkirakan penerimaan pasien terhadap suatu suspensi di
mana endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali
dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang
homogen.Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi
sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik
i. Distribusi ukuran partikel,
j. Sifat aliran dan viskositas dengan viscometer Brookfield. Untuk
mengetahui kekentalan sediaan tetes mata apakah sudah sesuai
k. Kejernihan, Penetapan uji kejernihan dilakukan dengan menggunakan
tabung reaksi alas datar diameter 15 mm-25 mm, tidak berwarna,
transparan dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung
reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspensi padanan yang sesuai
secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera di bawah
sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspensi
padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan di bawah
cahaya yang terdifusi, tegak lurus kea rah bawah tabung. Difusi cahaya
harus sedemikian rupa sehingga suspense padanan I dapat langsung
dibedakan dari air dan dari suspensi padanan II.

3. Evaluasi Biologi,
a. Uji Sterilitas, Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi
langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein
Digest menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-
35oC selama tidak kurang dari 7 hari
b. Uji efektifitas Pengawet, tujuanya yaitu untuk Menunjukkan efektifitas
pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang
dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produkproduk
parenteral, telinga, hidung dan mata yang dicantumkan pada etiket produk
yang berkaitan. Suatu pengawet dinyatakan efektif bila :
✓ Jumlah bakteri viable pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari
0,1 % dari jumlah awal
✓ Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal
✓ Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah
tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b
4. Pengemasan dan pelabelan.

Formulasi
R/ Acidum Aceticum 0,1 g
Glycerolum 1 g
Aethanolum ad 10 m

a. Acidum Aceticum
Sinonim : Asam asetat
Struktur :CH3COOH
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; bau menusuk; rasa asam, tajam.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan gliserol
P.
Fungsi : Pemberi suasana asam, agar bakteri sukar tumbuh.
b. Gliserin
Rumus molekul : CH2OH.CHOH.CH2OH
Sinonim : Gliserol
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berbau, tidak berwarna, rasa manis,
hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopis, netral
terhadap lakmus
Data kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam
kloroform, dalam eterk dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap.
Penyimpanan : Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Untuk meningkatkan kelarutan dan memiliki viskositas yang baik untuk
sediaan tetes telinga sehingga memperlama interaksi sediaan obat dengan telinga.
c. Etanol
Sinonim : Aethanoleum
Struktur : C2H6O
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau
khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P
Fungsi : Zat tambahan

Cara pembuatan :
a. Sterilisasi alat
b. Penimbangan bahan formulasi:
Tiap sediaan tetes telinga Asam Asetat mengandung.
Acidum Aceticum (1 % x 10 ml ) = 0,1 g
Glycerolum 1 g
Aethanolum ad 10 mL
c. Pembuatan sediaan tetes telinga:
- Sterilisasi semua alat yang akan digunakan
- Timbang semua bahan yang dibutuhkan
- Acidum Aceticum dilarutkan dalam glycerolum
- Tambahkan dengan aethanolum ad 10 ml
- Sterilisasi dengan autoklaf
d. Evaluasi Sediaan
OBAT TETES HIDUNG
I. Definisi
Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang digunakan
pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu
atau lebih bahan aktif. Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak
memberi pengaruh yang negative pada fungsi mukosa hidung dan cilianya.
Sediaan hidung mengandung air pada umumnya isotonik dan mungkin berisi
excipients, sebagai contoh, untuk melakukan penyesuaian sifat merekat untuk
sediaan, untuk melakukan penyesuaian atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan
kelarutan bahan aktif, atau kestabilan sediaan itu.
Sediaan hidung disediakan di (dalam) dosis ganda atau kontainer dosis
tunggal, diberikan jika perlu, dengan suatu alat yang dirancang untuk menghindari
paparan dari kontaminan. Kecuali jika dibenarkan dan dijinkan, sediaan hidung
mengandung air disediakan dalam dosis ganda kontainer berisi suatu bahan
pengawet antimicrobial dalam konsentrasi yang sesuai, kecuali bahan aktif
sediaan tersebut mempunyai aktivitas antimicrobial yang cukup.Obat tetes hidung
(OTH) adalah larutan dalam air atau dalam pembawa minyak yang digunakan
dengan cara meneteskannya atau menyemprotkannya kedalam lubang hidung
pada daerah nasopharyngeal dapat mengandung zat pensuspensi,pendapar dan
pengawet. (Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, 1979, hal 10).
2. FORMULASI
1. Komposisi
Umumnya OTH mengandung zat aktif :
a. Antibiotika (ex : Kloramfenikol, neomisin Sultat, Polimiksin B Sultat)
b. Sulfonamida
c. Vasokonstriktor
d. Antiseptik / germiside (ex : Hldrogen peroksida)
e. Anestetika lokal (ex : Lidokain HCl)
Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan sediaan cair lainnya karena
bentuknya larutan atau suspensi; sehingga untuk teori sediaan, evaluasi, dll
mengacu pada larutan atau suspensi.
2. Formula umum (Formularium nasional edisi 2)

Bentuk Larutan Bentuk Suspensi


Zat Akitf Zat Aktif
Anti oksidan (bila perlu) Pensuspensi
Pendapar Pengental
pengisotonis Pendapar
pelarut Pembawa
pengental -
3. Bahan Pembantu
a. Cairan Pembawa :
• Umumnya digunakan air
• Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan
pembawa obat tetes hidung
• Catatan (Repetitorium) :
Dalam pembawa minyak yang dulu digunakan untuk aksi depo sekarang tidak lagi
digunakan karena dapat menimbulkan pnemonia Upoid jika masuk mencapai
paru-paru.
1) Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cillia epithelia pada
mukosa hiding. Hidung yang berfungsi sebagai filter yang harus senantiasa bersih.
Kebersihan ini dicapai dengan aktivitas cilia yang secaro aktif menggerakkan
lapisan tipis mucus hidung pada bagian tenggorokan.
2) Agar aktivitas cillla epithelial tidak terganggu maka :
• Viskositas larutan harus seimbang dengan viskositas mukus hidung. (The
Art of Compounding hal 253: pH sekresi hidung dewasa sekitar 5,5-6,5
sedangkan anak-anak sekitar pH 5-6.7).
• pH sediaan sedikit asam mendekati netral.
• Larutan Isotonis atau Larutan sedikit hipertonis.
• Cairan pembawa lain : propilenglikol dan parafin liquid.pH Larutan dan
Zat Pendapar
b. PH sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan pH sekresi anak-anak
antara 5,0 - 6,7. Jadi dibuat pH larutan OTH antara pH 5 sampai 6,7. Rhinitis akut
menyebabkan pergeseran pH ke arah basa. Peradangan akut menyebabkan
pergeseran pH ke arah asam. Larutan sedikit asam akan leblh efektif bila
digunakan untuk pengobatan demam dan infeksi sinusitis. Obat-obat yang bersifat
alkali akan meningkatkan sekresi basa demikian juga sebaliknya (Fabricant
"Modern Medication of Ear, Nose and Throat," New York, 1951). Keduanya
dapat mempengaruhi aksi cillia. Jadi penggunaan obat tetes hidunng bersifat basa
adalah kontraindikasi selama rinitis akut dan rinosinusitiss akut.
Kapasitas dapar OTH sedang dan isotonis atau hampir isotonis karena kapasitas
dapar cairan mucus hidung rendah, maka larutan alkali dari sulfonamida tanpa
dapar dapat menyebabkan kerusakan serius pada cillia. Untuk mengatasi kekuatan
basa Sulfonamida yang dapat mengiritasi ini dianjurkan penggunaan
propilenglikol. Disarankan menggunakan dapar fostat pH 6.5 atau dapar lain yang
cocok pH 6.5 dan dibuat isotonis dengan NaCI.
c. Pensuspensi (FI III,hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan lain yang
cocok, kadar tidak boleh melebihi dari 0,01 %b/v.
d. Pengental
Untuk menghasilkan viskositas larutan yang seimbang dengan viskositas mucus
hidung (agar aksi cillia tidak terganggu). Sering digunakan :
- Metil selulosa (Tylosa) = o,1 -0.5 % ;
- CMC-Na = 0.5-2 %
Larutan yang sangat encer/sangat kental menyebabkan iritasi mukosa hidung.
e. Pengawet ( FI III,hal 10)
Umumnya digunakan :
- Benzolkonium Klorida = O.01 – 0,1 %b/v
- Klorbutanol = 0.5-0.7 % b/v
Pengawet antimikroba digunakan sama dengan yang digunakan dalam
pengawetan larutan obat mata.
f. Tonisitas ( FI III ,Hal 10)
Kalau dapat larutan dibuat isotonis (0.9 % NaCI) atau sedikit hipertonis dengan
memakai NaCl atau dekstrosa.
g. Sterilitas
Sediaan hidung steril disiapkan menggunakan metoda dan material yang
dirancang untuk memastikan sterilitas dan untuk menghindari paparan dari
kontaminan dan pertumbuhan dari jasad renik, rekomendasi pada aspek ini
disiapkan dalam bentuk teks pada metoda produksi sediaan yang steril (BP 2001).
Sediaan tetes hidung harus steril. Cara sterilisasi :
a) Filtrasi dengan menggunakan filter membran dengan ukuran pori 0,45µm
atau 0,2 µm
b) Panas kering
c) Autoclaving
d) Sterilisasi gas dengan etilen oksida
ALUR PRODUKSI SEDIAAN TETES HIDUNG

Penyiapan Alat Sterilisasi


Autoklaf

Timbangan Penimbangan
Digital bahan

IPC Organoleptis
pencampuran
Kejernihan

Partikulat
Penetapan penyaringan Membran 0,45 μm,
kadar IPC Viskositas
dan membran 0,22
μm
Organoleptis
Filling Aseptis
Kejernihan

Partikulat
Penyegelan Botol, Stopper,
Viskositas dan Capp

Inspeksi sediaan secara


virtual

Etiket dan pengemasan Viable particle /


sekunder Manifold

Pengemasan tersier

2.3 PERSYARATAN DALAM OBAT TETES HIDUNG


a. Viskositas
Penambahan bahan metil cellulose sebanyak 0,5 % untuk mendapatkan viskositas
larutan yang seimbang dengan viskositas mukosa hidung.
b. Isotonis
Iritasi mukosa hidung tidak akan terjadi jika larutan isotonis atau sedikit
hipertonis. Namun, larutan yang sangat encer atau sangat pekat akan
menyebabkan iritasi mukosa hidung. Untuk tonisitas, kita dapat menambahkan
NaCl atau Dekstrosa.
c. Isohidris
Keasaman (pH) sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 – 6,5, sedangkan anak
antara 5,0 – 6,7. Rhintis akut menyebabkan pergeseran pH ke arah basa,
sedangkan peradangan akut menyebabkan pergeseran pH ke arah asam.
Sebaiknya, kita menggunakan dapar phosphat pH 6,5.
d. Tetes hidung harus steril dan untuk untuk menjaga agar oabat terhindar
dari kontaminasi, maka penambahan preservatif juga dilakukan misalnya dengan
nipagin atau nipasol atau kombinasi keduanya. Nipagin dipakai 0,04-0,01 %;
sedangkan campurannya dapat dibuat dengan kombinasi Nipagin (0.026%) +
Nipasol (0.014%).
e. Harus mengandung antibakteri untuk mereduksi untuk pertumbuhan
bakteri selama obat di teteskan.
f. Zat aktif berkhasiat dekongestan, anestetik lokal atau antiseptic
g. Hindari penggunaan larutan obat yang bereaksi alkali
h. Pemberian guttae nasales pada bayi tidak boleh mengandung menthol
i. Tidak boleh menggunakan cairan pembawa minyak mineral atau minyak
lemak Dan Sebagai cairan pembawa umumnya digunakan air.
2.4 EVALUASI SEDIAAN
1. Sterilisasi
2. Kejernihan
3. pH
4. Volume/berat sediaan
Evaluasi sediaan mengacu pada penilaian larutan atau suspensi (BP 2001).
● Keseragaman robot dilakukan untuk sediaan tetes hidung berupa larutan:
Timbanglah masa sediaan tetes hidung secara individu sepuluh wadah, dan
tentukan rata-rata bobotnya. Tidak lebih dari dua bobot individu menyimpang
dengan lebih dari 10% dari rata-rata bobot dan sama sekali tidak menyimpang
lebih dari 20%.
● Keseragaman isi dilakukan untuk sediaan tetes hidung berupa emulsi atau
suspensi.
2.5 PEMILIHAN WADAH
Wadah :
- Dalam wadah tertutup baik,terlindung dari cahaya
- Penyimpanan dilakukan didalam suatu kontainer yang yang tertutup baik,
jika sediaan steril,simpanlah di dalam wadah steril, yang kedap udara.
Label sediaan tetes hidung harus mengandung hal-hal berikut (BP 2001) :
● nama dan jumlah bahan aktif
● instruksi penggunaan sediaan tetes hidung
● tanggal kadaluarsa
● kondisi penyimpanan sedian tetes hidung.
2.6 KOMPATIBILITAS WADAH TERHADAP SEDIAAN JADI
Wadah Kompatibiltas dengan sediaan jadi karena zat aktif dengan bahan
tambahan dalam sediaan Cocok dengan API ( Aqua Pro Injeksi) , serta wadah
terhindar dari sinar matahari langsung yang terbuat dari gelas dan berwarna.
Penjelasan Alat Untuk Obat Tetes
1. Alat Timbang Obat tetes

Mettler toledo, timbangan dasar di industri


2. Alat Pencampuran

Mixing tank eye drop, digunakan untuk pencampuran sediaan tetes secara steril
3. Alat Filtrasi

Vacum Filter
Alat Filtrasi ini banyak dimanfaatkan untuk membersihkan air dari sampah pada
pengolahan air, menjernihkan preparat kimia di laboratorium, menghilangkan
pirogen dan pengotor pada air suntik injeksi dan obat‐obat injeksi, dan
membersihkan sirup dari kotoran yang ada pada gula dan untuk memurnikan
bahan-bahan obat dari partikel dan bahan yang tidak diinginkan sehingga dapat
menjamin hasil akhir dari suatu produk obat yang berkualitas dan sesuia syarat
yang ditentukan.
4. Steril area, Filling area, stopper insert area
Viable particle / Manifold, alat ini untuk sterilitas, filling sediaan steril
5. Mesin Packaging botol

Maksipack, digunakan unruk pengemasan botol di industri, baik botol kaca,


maupun botol plastik untuk obat.
Alat lengkap Produksi sediaan steril, mulai dari pencampuran, penyaringan ,
filling sampai pengemasan
SEDIAAN INFUS
A. Definisi
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen,
sedapat mungkin isotonis dengan darah, disuntikkan langsung ke dalam vena
dalam volume yang relative besar. Infus IV harus jernih dan praktis bebas partikel
(British Pharmacope 2009).
B. Alasan Pemilihan Sediaan
Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan parenteral volume besar terbagi
menjadi 2 macam, yaitu :
1. Secara intravena (Turco hal 163 ) : = infus intravena = venoclysis
2. Non intravena (Turco hal 177) :
a. Larutan dialisis (misal: untuk cuci darah karena keracunan dan transplantasi
ginjal), contoh : Peritoneal Dialysis Solution (Turco,180), Hemodialysis
(Turco, 181)
b. Larutan irigasi (misal untuk cuci luka), contoh : Surgical Irrigating Solution
(Splash Solution) = Sodium Chloride for Irrigation (Turco, 178), Urologic
Irrigation Solution (Turco, 179), Glycine Solution (Turco, 179), Sorbitol
Solution (Turco, 180), Urologic Solution G / Suby’s Solution (Turco, 180).
Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan : (The
Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 415)
1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral
2. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara
intramuskular
3. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
4. Perlunya respon yang cepat karena pasien tidak dapat mentoleransi obat atau
cairan secara oral.
5. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
6. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
7. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara
terus menerus
8. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
9. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena Kelebihan sediaan
infus:
- Dapat diberikan pada pasien dengan kondisi tidak sadar, tidak dapat
menerima obat melalui oral
- Pelepasan obat ke dalam darah dapat diatur
- Pemberian IV volume besar (min 100 ml) dapat bertahan lama sehingga
pemberian dapat dilakukan hanya sekali suntikkan.
Di samping keuntungan-keuntungan dari pemberian secara intravena,
terdapat pula kemungkinan terjadinya komplikasi seperti : (The Pharmaceutical
Codex, ed.12 hal 415)
1. Emboli udara (gumpalan udara pada pembuluh darah)
2. Inkompatibilitas obat (bisa sebelum dan setelah penyuntikan)
3. Hipersensitivitas
4. Infiltrasi atau ekstravasasi (rasa nyeri pada daerah sekitar)
5. Sepsis (infeksi bakteri sistemik)
6. Thrombosis atau phlebitis (terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan
jarum pada dinding vena, Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)
• Kerugian yg lain:
• Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien .
• Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi. (Ansel,
Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)
• Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya
persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas
partikel).
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan infus intravena, yaitu
(Modul Praktikum Teknologi Sediaan Steril Kemenkes RI 2016):
1. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi (Departemen Kesehatan RI, 1995).
2. Bebas pirogen (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3. Sedapat mungkin dibuat isotonis dan isohidris terhadap darah.
4. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar.
5. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel.
6. Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai yang ada pada etiket
sediaan.
7. Memenuhi persyaratan lain yang tertera pada injeksi. Kecuali dinyatakan lain,
syarat injeksi meliputi:
• Keseragaman volume
• Keseragaman bobot
• Pirogenitas
• Sterilitas
• Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
• Penandaan: etiket menyatakan konsentrasi mosmol total dalam satuan
mosmol/L (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Persyaratan Infus Intravena (Modul Praktikum Sediaan Farmasi dan Evaluasi
ITB):
a. Sediaan steril (FI 4 855)
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan
Hayati.
b. Bebas pirogen (FI 4, 908)
Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera
pada Uji Keamanan Hayati.
c. Isotonis
d. Isohidris
e. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
f. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
g. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
h. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal
i. Penandaan : (FI Ed. IV hal 1020)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi
cairan, makanan bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika
osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya. Jika keterangan
mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing- masing, pada etiket
hendaknya disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter
Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih
dari 1 μm misal TPN (M/A)
j. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak
menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus
intravena harus dinyatakan
k. Memenuhi syarat penetapan volume injeksi dalam wadah. Kecuali dinyatakan
lain, syarat injeksi meliputi (FI 4,1044): keseragaman volume.

Catatan Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen karena
(Diktat Kuliah, 186) :
- Sediaan diinjeksikan langsung pada aliran darah (infus intravena)
- Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan irigasi)
- Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)
- Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal)
Karakteristik Cairan Infus (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 427)
Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang paling umum digunakan
dan relevan secara klinik adh parameter aktivitas osmotik yg dinyatakan dalam
terminologi osmolalitas (jumlah osmol zat terlarut per kg pelarut), osmolaritas
(jumlah osmol zat terlarut perliter larutan), dan isotonisitas. Konsentrasi zat
terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau miliosmol. Osmolalitas larutan adalah
jumlah osmol zat terlarut per kilogram pelarut (mosmol/kg), sedangkan
osmolaritas larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per liter larutan
(mosmol/liter). Osmolalitas kurang lebih sama dgnosmolaritas pada larutan encer
tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma 280-295 mosmol/kg.
Aspek Klinik (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 429-430)
Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi infus secara intravena. Infus
isotonik termasuk diantaranya larutan NaCl 0,9%, glukosa 5,5 %, dan campuran
NaCl 0,18% dan glukosa 4%. Larutan-larutan ini ideal untuk pemberian perifer,
walaupun pemberian berlebih infus isoosmotik NaCl 0,9% dapat menyebabkan
peningkatan volume carian ekstraseluler yang dapat menyebabkan berlebihnya
cairan dalam sistem sirkulasi terutama pada pasien manula dan anak kecil.
Larutan hipotonis bervolume besar untuk penggunaan parenteral biasa disesuaikan
atau diatur tonisitasnya dengan penambahan NaCl atau glukosa agar diperoleh
larutan isotonis. Ada beberapa kekecualian, misalnya penggunaan larutan NaCl
0,45% (154 mosmol) yang digunakan untuk penanganan dehidarasi khususnya
pada pasien diabetes.
Kegunaan Cairan Intravena. Larutan sediaan parentral volum besar digunakan
utk: (Ansel, 448)
a. Terapi pemeliharaan
Bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa
yang agak lebih lama (3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung
kalori tinggi.
Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari,
maka digunakan larutan sederhana yang mengandung air dan dextrosa
secukupnya. Pada keadaan dimana pemberian makanan lewat mulut harus
tertunda untuk beberapa minggu atau lebih lama, nutrisi lengkap parenteral harus
diberikan. Yang termasuk dalam larutan ini adalah protein hidrolisat, karbohidrat,
vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup.
b. Terapi pengganti
Pd keadaan tjd kehilangan byk air&elektrolit spt diare berat/muntah, mula-mula
dpt diberikan larutan parenteral dlm jumlah yg lebih besar dr yg lazim kmd
diberikan terapi pengganti.
c. Kebutuhan air
Terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml air per kg/hari
disamping kebutuhan air untuk pemeliharaan. Karena pemberian air secara
intravena dapat menyebabkan hemolisis osmotik sel darah merah, dan karena
penderita yang menerima air umumnya memerlukan nutrisi atau elektrolit,
maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai larutan yang
mengandung dextrosa atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas
yang cukup untuk mencegah sel darah merah pecah.
d. Kebutuhan elektrolit
Kebutuhan kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan
kalium setiap harinya kurang lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti,
harus paling sedikit dikandung 40 mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan
untuk pengganti kehilangan tambahan. Natrium kation merupakan kation utama
ekstrasel. Kebutuhan Na rata-rata 135-170 mEq (8-10 gr NaCl). Tubuh dapat
menahan natrium bila ion ini hilang atau jumlahnya kurang dalam makanan.
Bila terjadi kehilangan natrium, pemberian 3-5 gr NaCl (51-85 mEq) setiap
harinya akan mencegah imbangan negatif natrium. Walaupun elektrolit dan
mineral lain seperti kalsium, Mg, dan besi hilang dari tubuh, tetapi umumnya
mineral- mineral tersebut tidak dibutuhkan selama terapi parenteral jangka
pendek.
e. Kebutuhan kalori
Umumnya penderita yg memerlukan cairan parenteral diberi dextrosa 5% utk
memperkecil kekurangan kalori yg biasa terjadi pd penderita yg mengalami
terapi penggantian atau pemeliharaan. Penggunaan dextrosa juga mengurangi
ketosis & kerusakan protein.
f. Hiperalimentasi parenteral
Merupakan infus yang mengandung sejumlah besar nutrisi dasar yang cukup
untuk sintesis jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian
larutan protein jangka panjang lewat intravena yang mengandung dextrosa
kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit, vitamin, dan pada beberapa
keadaan mengandung insulin.
Parenteral volume besar telah digunakan untuk: (Lachman, Pharmaceutical
Dosage Form:Parenteral, vol I, 1992, hal 250 ; Diktat Steril, 1994, hal 176)
1) Mensuplai kebutuhan air, elektrolit, dan karbohidrat sederhana yang
diperlukan oleh tubuh.
2) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan
larutan infus.
3) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan
secara oral (TPN=Total Parenteral Nutrition).
4) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.
5) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.
6) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.
7) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal.
Cairan intravena biasa digunakan pd kondisi klinik tertentu, a.l: (RPS
ed.21, hal 83
1) Memperbaiki keseimbangan elektrolit
2) Memperbaiki gangguan pada cairan tubuh (pengganti cairan tubuh)
3) Memerlukan nutrisi dasar tubuh
4) Dasar untuk keperluan TPN (Total Parenteral Nutrition)
5) Sebagai pembawa bagi obat-obat lain
Macam metode pemberian
Perbedaan metode pemberian dilakukan dengan pertimbangan kecepatan
pencapaian kadar obat dalam darah dan untuk meminimumkan tingkat iritasi yang
dapat timbul karena pemberian obat.
• Terapi kontinu
a. Infus intravena, obat dilarutkan dalam cairan infus dan diteteskan perlahan- lahan
ke dalam vena. Dengan metoda ini secara simultan dapat menyempurnakan terapi
obat dan cairan, secara kontinu konsentrasi obat dalam darah konstan.
b. Hook-ups, menggunakan sebuah tabung dengan klem yang menghubungkan dua
wadah cairan infus
• Terapi periodik
a. Metode Piggyback, digunakan dalam pemberian dua macam cairan; jarum infus II
diinjeksikan ke karet pada sistem jarum infus I.
b. Pemberian intravena secara langsung (Direct iv Push/Bolus), larutan obat
diinjeksikan secara langsung ke dalam vena dalam selang waktu yang pendek.
2. Laju pemberian (Turco, hal 203-212) “harus dicantumkan di jurnal bagian
farmol”
Laju pemberian yang tepat akan menjamin keamanan dan efektivitas obat hingga
menimbulkan respon yang diinginkan. Sebaliknya, laju pemberian yang tidak
tepat akan dapat membahayakan pasien, antara lain (Turco hal 212) :
a. Respon melambat atau mencapai konsentrasi toksik
b. Meningkatkan kemungkinan flebitis dan tromboflebitis
c. Infiltrasi yang rumit
d. Menyebabkan edema pulmonar yang dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal
dan jantung
e. Menyebabkan speed shock
f. Menimbulkan masalah metabolisme
Komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh
kemampuan pasien untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal
ginjal dan hati. Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan
viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam
= 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat hipertonik seperti larutan
hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap 8 jam atau
3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan
anestesi) laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.
Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000
ml tiap 8 jam, 1000 ml pada 50 ml/jam, 30 tetes/menit. Metode yang paling
sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan mengalir,
wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung ± 3 kaki di atas pasien.
Cairan mulai mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan
masuknya udara ke dalam wadah (untuk wadah plastik, agar cairan mengalir,
tidak dibutuhkan masuknya udara ke dalam wadah). Dalam hal ini laju dapat
diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke dalam drip chamber.
Dalam menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah
tetesan/ml yang dihasilkan oleh infus administration set.
Misal : diketahui set alat menghasilkan 10 tetes/ml, maka :
• untuk cairan 1000 ml yang diberikan selama 480 menit
Laju = 1000 ml = 2,08ml /mnt x 10 tetes/ml = 20,8 tetes/menit ≈ 21 tetes/mnt
480 menit
• untuk cairan R/ diberikan dengan laju 50 ml/jam
Laju = 50 ml/60 mnt = 0,83 ml/menit x 10 tetes/ml = 8,3 tetes/menit ≈ 8 tetes/mnt
C. Zat Aktif Yang dapat Dibuat Infus
Biasanya cairan infus diperlukan dalam kondisi:
- Dehidrasi berat
- Hipoglikemia berat
- Mal absorbs protein, vitamin, dan mineral
- Penderita asidosis
Dari kondisi di atas, dapat disimpulkan bahwa zat aktif yang diperlukan dalam
pembuatan infus, yaitu:
- Larutan elektrolit (ex: Nacl, Na-lactat)
- Dextrosa ( Glukosa )
- Manitol
- Natrium Bicarbonat (NaHCO3)
- Amonium Klorida (NH4Cl) -> untuk alkalosis metabolic
Perbedaan infus dan injeksi
(Benny Logawa hlm 23, Di TS 2005 ditulis pustakanya:Wattimena, Dasar-Dasar
Pembuatan dan Resep-Resep Obat suntik, Hal 103 tp buku ini sdh tdk ada di
perpus Dep.FA)
No Kriteria Injeksi Infus
1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma,
elektrolit, darah, dll,
Memberi tambahan kalori
2 Metode pemberian Suntikan Tetesan
3 Alat Alat suntik Peralatan infus
4 Volume pemberian Maks 20-30 ml (lazim 10 Bisa sampai beberapa liter
ml)
5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim Bisa beberapa jam
1 menit)
6 Pembawa Air, gliserin, Air
propilenglikol, minyak
lemak, etil oleat, dll
7 Isohidris Bila memungkinkan baru diperlukan
dilakukan
8 Isotonis Bila memungkinkan baru Mutlak perlu
dilakukan
9 Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting (terutama untuk larutan
yang mengandung molekul
koloid seperti
dekstran, gelatin, PVP, dll
10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus
diperhatikan
11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali Mutlak perlu
jika 1 kali suntik lebih dari
10 ml
FI III: berlaku untuk
injeksi dengan pembawa
air
12 Wadah Ampul, vial Botol infus/flakon
13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan TIDAK BOLEH menggunakan
dapar dapar

Catatan:
Jika pH stabilitas sediaan menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan
dapar tidak dianjurkan karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar
untuk suntikan IV volume besar (infus)
D. Eksipien
Dalam produksi sediaan infus, eksipien yang digunakan, yaitu :
No. Bahan Fungsi
1. NaCl Pengisotonis
2. NaOH Pengatur pH
3. Aqua Pro Injeksi (Aqua Pelarut
PI)/WFI (Water For Injection)
4. Carbo Adsorbens (Arang Pengikat pirogen
Pengikat/Karbon Aktif) (Depirogenasi)
5. Dinatrium EDTA Chelating Agent
6. HCl Pengatur pH
7. Dextrosa Pengisotonis u/
ZA NH4Cl

E. Spesifikasi Ruang Bersih


Ruang bersih adalah ruangan dengan keadaan terkontrol yang
diperbolehkan untuk digunakan sebagai ruang pembuatan sediaan obat steril
(Badan POM RI, 2013). Pembuatan sediaan steril, dilakukan pada ruang kelas A,
B, C, dan D (white area). Untuk pembuatan sediaan obat non steril dilakukan
pada kelas E (grey area) yang spesifikasi kebersihan ruangannya tidak seketat
ruang bersih untuk pembuatan sediaan obat steril.
Tabel 1. Spesifikasi Ruang Bersih
Tabel 2. Klasifikasi Penggunaan Ruang Steril Untuk Sterilisasi

Kelas bersih, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu daerah putih
(white area) atau kelas A, B, C dan D; daerah abu (grey area) atau kelas E; dan
daerah hitam (black area) atau kelas F. Semakin ke arah daerah putih, maka
daerah tersebut semakin terkontrol atau semakin tinggi tingkat kebersihannya.
Produksi sediaan obat steril dilakukan pada white area, sementara grey area
digunakan untuk perlakuan terhadap sediaan yang telah berada dalam wadah
primer sehingga tidak ada kontak langsung sediaan dengan lingkungan luar. Black
area adalah area yang tidak terkontrol kebersihannya artinya tidak ditetapkan
jumlah minimal partikel viable maupun non viable yang ada pada ruangan
tersebut. Dengan demikian, memiliki resiko kontaminasi yang cukup tinggi, dan
tidak digunakan untuk proses pembuatan obat, melainkan sebagai area ganti
personel saja. Agar dapat memasuki white area, personel harus melalui black area
dan grey area terlebih dahulu, skematik alur ruang ganti baju kerja untuk menuju
ruang pembuatan sediaan obat steril dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skematik Ruang Ganti Baju Kerja

Berbeda dengan grey area, white area digunakan untuk menyiapkan


sediaan obat awal hingga dikemas dalam kemasan primer, dengan demikian
memiliki tingkat kebersihan yang lebih tinggi.

Alat : Kelengkapan baju kerja (baju steril lengkap)

Instruksi penggunaan baju kerja steril di area ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Penggunaan Baju Kerja Steril


F. Alur Pembuatan dan IPC

Gambar 3. Skema Alur Produksi Sediaan Infus


G. Alat-Alat yang Digunakan Skala Pabrik
Alat yang digunakan dalam produksi sediaan infus:
- Timbangan Industri (Digital Nagata LCS-202W 60kg)
- Timbangan Industri (Digital OHAUS D24PE150 150 kg)
- Autoklaf Industri Farmasi
- Mesin sterilisasi tutup botol infus
- Mesin filling infus botol
- Mesin filling Tas Infus (Infus Plastik , ex asering)
H. Evaluasi dan Alat Yang Digunakan Evaluasi dalam proses (IPC)
1. Uji Kejernihan dan Warna (Larutan Parenteral hal 201-203)
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari
wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor
berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
2. Pemeriksaan pH (FI IV, 1039-1040) Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ......
(Sesuaikan!!)
3. Pemeriksaan Bahan Partikulat (FI IV, 981-985)
Tujuan : memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat
padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang dapat
diamatipada pemeriksaan secara visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu
membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Jumlah
partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama atau lebih besar
dari 25 μm dihitung Hasil : Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal
memenuhi syarat uji jika mengandung tidak lebih dari 50 partikel per mL yang
setara atau lebih besar dari 10 μm
dan tidak lebih dari 5 partikel per mL yang setara atau lebih besar dari 25 μm
dalam dimensi linier efektif.
Evaluasi Sediaan Akhir Evaluasi Fisik
1. Penetapan Volume Infus dalam Wadah (FI IV, 1044)
Tujuan : menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume
injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan
(Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV).
Prinsip : penentuan volume dilakukan dengan cara mengambil samperl dengan
alat suntik hipodermik dan memasukkannya ke dalam gelas ukur yang sesuai.
Hasil : volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu.
2. Pemeriksaan Bahan Partikulat dalam Infus (FI IV, 981-982)
Tujuan : memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat
padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang dapat diamati
pada pemeriksaan secara visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu
membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Jumlah
partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama atau lebih besar
dari 25 μm dihitung Hasil : Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal
memenuhi syarat uji jika mengandung tidak lebih dari 50 partikel per mL yang
setara atau lebih besar dari 10 μm dan tidak lebih dari 5 partikel per mL yang
setara atau lebih besar dari 25 μm dalam dimensi linier efektif.
3. Penetapan pH (FI IV, 1039) Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu......
(Sesuaikan!!)
4. Uji Kejernihan (FI IV, 998)
Tujuan : memastikan larutan terbebas dari pengotor
Prinsip : membandingkan kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan,
dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung
dengan latar belakang hitam
Penafsiran Hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama
dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti
tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.
Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II, dan
III.
5. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191-192)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan u/ menjaga sterilitas&volume serta
kstabilan sediaan.
Prinsip : untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang
masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan metilen biru
0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam
karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan
dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan
dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring
atau kapas. Jika terjadi kebocoran, maka kertas saring atau kapas akan basah.
Hasil : sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru
(prosedur
a) dan kertas saringa atau kapas tidak basah (prosedur b)
6. Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 201-203)
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari
wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor
berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas (FI IV, 855-863)
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi
langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest
menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-35oC selama
tidak kurang dari 7 hari.
Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan
pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan
mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika
ternyata uji tidak absah, maka dilakukan pengujian Tahap Kedua.
Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba
pada pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap
2. Uji Endotoksin Bakteri (FI IV, 905-907)
Tujuan : memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada dalam atau
pada bahan uji.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL).
Prosedur meliputi inkubasi selama waktu yang telah ditetapkan dari endotoksin
yang bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL dan pembacaan serapan
cahaya pada panjang gelombang yang sesuai.
Hasil : bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL (FI IV, 908-909)
Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima
oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara
IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci dengan
dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka waktu tidak lebih
dari 10 menit. Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi
syarat bila tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih. Jika
ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan pengujian
dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor
kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah
kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3º sediaan dinyatakan
memenuhi syarat bebas pirogen.
4. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik
dalam sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang
mengandung biakan mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode
turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode
garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji
linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya.
Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah
dan diameter hambat yang besar.
I. Formulasi

A. Formula
B. Penimbangan Bahan
Jumlah sediaan yang dibuat : 1 botol infus @ 500 ml
- Untuk sediaan dengan volume lebih dari 50 ml,volume terpindahkan untuk
masing-masing wadah sebesar 2% mL (Farmakope Indonesia IV, 1044) sehingga
untuk sediaan sebanyak 500 ml ketika dimasukkan ke dalam kemasan harus
dilebihkan sampai 510 ml.
- Pembuatan juga dilebihkan untuk mengantisipasi kehilangan zat pada saat
pembilasan, penyaringan dan evaluasi sehingga sediaan dibuat sebanyak 700 ml
larutan untuk 1 botol infus @ 510 mL.
C. Prosedur Pembuatan
J. Perhitungan
Dalam sediaan injeksi dan infus umumnya bisa ada 2 – 4 macam perhitungan
yaitu menghitung dapar, tonisitas sediaan, osmolaritas sediaan, dan ekivalensi
dosis elektrolit. Berikut ini akan dijelaskan perhitungan tonisitas dan osmolaritas:
A. Tonisitas
Agar dapat menghitung tonisitas sediaan dapat digunakan 3 metode yaitu
dengan metode ekivalensi NaCl (E), Penurunan titik beku (ΔTf) dan Metode Liso.
Dalam prakteknya masing-masing metode dapat dipakai tergantung data zat aktif
dan eksipien yang tersedia. Jika tidak tersedia data E/ Tf, data tersebut dapat
dihitung terlebih dahulu menggunakan metode Liso. Perlu diperhatikan bahwa
hanya zat yang terlarut saja yang berkontribusi dalam tonisitas sediaan.
1. Metode Ekivalensi NaCl
Tonisitas total = (m1 . E1) + (m2 . E2) + (mn . En)
Keterangan:
m : Massa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat E : Ekivalensi natrium klorida
Contoh :
Diketahui:
- 500 mL larutan Etilmorfin klorida 2%
- E Etilmorfin klorida = 0,15 (FI IV, hlm. 1243)
Berapa NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis? Tonisitas sediaan = m
xE
= 2% x 0,15
= 0,3%
NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis
= 0,9% - 0,3%
= 0,6%
2. Metode Penurunan Titik Beku
Cara 1
Dengan menggunakan persamaan :

W = Jumlah (g) bahan pengisotonis dalam 100 ml larutan


a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak
nilai untuk larutan 1%
b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotonis.
Jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0.
Cara 2
Dengan menggunakan persamaan:
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86
yang menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)
m = zat yang ditimbang (g) n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut L = massa pelarut (g)
B. Osmolaritas (FI ED. IV HLM. 1020)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intravena untuk melengkapi
cairan, makanan bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika
osmotik disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya. Keterangan kadar
osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau
hiper-osmotik. Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mOsm) = zat terlarut
per liter larutan.
Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus : (Lachman, leon, et all,
1993, 2nd edition, hlm. 561)
SEDIAAN INJEKSI VOLUME KECIL
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda
volume 100 ml atau kurang (FI IV, hlm.10).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril
berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir
(FI.III.1979).
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang
berbeda
yaitu (FI IV, hlm 9-10):
• Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai
dengan namaInjeksi …..
• Sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, dan dapat
dibedakan dari nama bentuknya disebut …. steril.
• Sediaan seperti tertera pada no 2, tetapi mengandung satu atau lebih
dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari
nama bentuknya, disebut …. untuk injeksi.
• Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara iv atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan
dari nama bentuknya disebut Suspensi …. Steril.
• Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai, dibedakan dengan nama …
steril untuk suspensi.
Rute Pemberian Sediaan Injeksi
1. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis.
Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi
dalam air.
2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik
Disuntukkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume
yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis,
pH netral, dan bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam
jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzim
hialuronidase), jika pasien tesebut tidak dapat menerima infus intravena.
3. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam
bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang
berupa larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap
lambat.Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan
untuk mencegah rasa sakit.
4. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa
larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan
melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang
bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa dapat sedikit
hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan dan tidak
memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang
dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml disebut “infus
intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen, tidak boleh
mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung
bakterisida.Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
5. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume
antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh
mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
7. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang didasar
otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan
cerebrospinal.Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan serebrospinal
lambat, meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang belakang sering
hipertonis.Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka.
8. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi.Bentuknya
suspensi atau larutan dalam air.
9. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata.Berupa suspensi atau
larutan, tidak lebih dari 1 ml.
10. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk
larutan suspensi dalam air.
11. Intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut.Penyerapan berlangsung cepat,
namun bahaya infeksi besar.
12. Peridural (p.d), ekstradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang. (Syamsuni, 2007:
196-198)
Jenis-jenis Injeksi Volume Kecil:
1. Ampul
• Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki
ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1,
2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah
takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakainannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).
• Produk parenteral dibuat mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan
pelarut hingga pengemasan. Bahan pengemas yang biasa digunakan
sebagai sediaan steril yaitu gelas, plastik, elastik (karet), metal.
Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti prosedur aseptis dan steril
karena pengemas ini langsung berinteraksi dengan sediaan yang dibuat,
termasuk dalam hal ini wadah. Wadah merupakan bagian yang
menampung dan melindungi bahan yang telah dibuat (Ansel,1989).
• Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan
dan efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih
dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan
pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan
parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat
suntik ditempatkan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda
(Ansel, 1989).
• Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup
rapat kembali dengan jaminan tetap steril (Ansel,1989)
• Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan,
kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel, 1989)
• Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat dengan
melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis.
• Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah
dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas.
Sesudah dibuka, isi ampul dapat dihisap kedalam alat suntik dengan jarum
hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup dan digunakan lagi
untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan
dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara
pemberian khusus.
• Gelas yang digunakan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan
menjadi 4 kategori, yaitu :

Gelas Komposisi Sifat-sifat Aplikasi


Sediaan
Resistensi parenteral
terhadap asidik dan
Tipe 1 Borosilikat hidrolisis netral, bisa
tinggi,eksporasi juga untuk
termal rendah sediaan alkali
yang sama

Sediaan
parenteral
Kaca soda
Resistensi asidik dan
Tipe kapur
hidrolitik netral, bisa
II (diperlukan
relatif tinggi juga untuk
dealkalisasi)
sediaan alkalin
yang sesuai

Cairan anhidrat
Sama dengan
Kaca soda dan produk
tipe II, tapi
Tipe lapur (tidak kurang,
dengan
III mengalami sediaan
pelepasan
perlakuan parenteral jika
oksida
sesuai

Hanya
Kaca soda digunakan
Resistensi
Tipe kapur untuksediaaan
hidrolitik
NP (penggunaan non parenteral
sangat rendah
umum) (oral, tipikal,
dsb)

§ Tipe 1, 2 dan 3 dimaksudkan untuk produk parenteral


§ Dan tipe NP dimaksudkan untuk produk non-parenteral dan tipe itu
dimaksudkan untuk penggunaan oral dan topical
Keempat kategori tersebut tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut
dan kemampuannya untuk mencegah penguraian.Pembuatan sediaan farmasi
harus memilih dan menggunakan wadah yang tidak mempengaruhi komposisi dan
kestabilan dari produknya. Tipe 1 umumnya merupakan gelas yang paling tahan
dari keempat kategori tersebut (Ansel,1989).
Proses pengemasan dimulai dari :
Pembersihan
Pada umumnya, ampul kosong yang dipasarkan dalam keadaan terbuka
memiliki leher yang lebar untuk memudahkan pembersihan dan pengisian.
Dengan cara pengisian ampul berulang kali dengan cairan pencuci dan akhirnya
dikosongkan dapat diperoleh ampul yang bersih dan menjamin bahwa seluruh
partikel pengotor dan serpihan gelas telah dihilangkan.
Dalam industri kecil, digunakan beberapa alat pencuci dimana ampul-
ampul dipasang pada kanula dan air ditekan mengalir kedalam ampul melaui
kanula bermantel.Suplai air dihentikan digantikan dengan aliran udara bertekanan
yang menekan keluar sisa-sisa air sampai ampul mengering.
Dalam industri besar, tersedia mesin-mesin pembersih ampul semiotomatis
dan otomatis. Pada mesin pencuci otomatis pembersihan dilakuakan dengan
cairan pencuci panas bersuhu 80C bertekanan tinggi (0,4 Mpa, 4 at) dimana
serpihan gelas yang melekat erat pada dinding-dinding dan umumnya baru dapat
dihilangkan pada saat sterilisasi melalui kerja panas, juga turut tercuci.
Setelah dilakukan penyemprotan dengan cairan pencuci umumnya masih
diikuti 2xpencucian dengan air pada tekanan yang sama dan diakhiri dengan air
suling (0,05 Mpa, 0,5 at) (voight,1995).
Pengisian
Pengisian ampul dengan larutan obat dilakuakn pada sebuah alat khusus
untuk pabrik kecil atau menengah pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi
yang bekerja secara manual atau elektris. Melalui gerak lengannya larutan
yangakan diisikan dihisap oleh sebuah torak kedalam penyemprot penakar dan
melalui kebalikan gerak lengan dilakukan pengisiannya (voight,1995).
Penutupan
Penutupan ampul dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama cara peleburan,
dimana semburan nyala api diarahkan pada leher ampul yang terbuka dan ampul
ditutup dengan membakar disatu lokasi lehernya sambil diputar kontinyu. Kedua
cara tarikan, dimana seluruh alat penutup ampul otomatis yang digunakan dalam
industri bekerja menurut prinsip ini
Pada alat ini sebuah (atau juga 2 buah) semburan api diarahkan pada
bagian tengah leher ampul. Setelah gelas melunak bagian atas leher dijepit dengan
sebuah pinset (pada kerja manual), atau dilakukan oleh alat khusus (masinel)
kemudian ditarik keatas kemudian ampul dapat ditutup.

2. Vial
• vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi
vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk
mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak
5 mL atau pun lebih.
• Berdasarkan r.voight (hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup
dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi
untuk menghisap cairan injeksi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran
ganda):
a. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan
adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
b. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13).
c. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya.
d. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang
cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah
ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai
bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
Jenis-Jenis Metode Sterilisasi
Metode Sterilsasi Kondisi
Autoklaf Suhu 121⁰C selama 15 menit, 134⁰C 3
(Cara Panas Basah) menit

Oven (Cara Panas Kering) Suhu 160⁰C selama 120 menit, atau
Suhu 170⁰C selama 60 menit, atau
Suhu 180⁰C selama 30 menit

Radiasi Sinar γ, Elektron dipercepat Cobalt 60 dengan dosis 25 KGy


(Cara Dingin)

Gas Etilen Oksida 800-1200 mg/L 45-63⁰C, RH 30-70%


1-4 jam
Filtrasi Membran filter steril dengan pori ≤
(Removal Bakteri) 0,22 μm

Formula Umum Sediaan Injeksi Volume Kecil


R/ Zat aktif Pembawa
Zat tambahan
Zat tambahan ini dapat berupa :
♦ Pengatur tonisitas
♦ Pengatur pH ( dapar )
♦ Pengawet
♦ Antioksidan
♦ Anestetik lokal
♦ Zat pengompleks
♦ Suspending agent
1. Zat aktif
Data yang diperlukan:
- Kelarutan
- pH stabilitas
dapat dicapai dengan penambahan aam encer (HCl encer, asam
bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (fosfat,sitrat).
- Stabilitas zat aktif.
Faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif: oksigen, air, suhu
cahaya
- Tidak tersatukannya zat aktif
- Dosis
Menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian
- Rute pemberian
Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut
(intraspinal: 10 ml, intramuskular maks 3 ml, subkutan 2 ml,
intradermal 0,2 ml).
2. Bahan Pembawa Obat Suntik
a. Pembawa air
Syarat air untuk injeksi menurut USP (Lachman Parenteral
Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 192) :
• Harus dibuat segar dan bebas pirogen
• Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm.
• pH antara 5-7
• Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium,
dan karbondioksida.
• Kandungan logam berat terbatas
• Kandungan material organik (spt: tanin, lignin) terbatas
• Jumlah partikel berada pada batas yang diperbolehkan
✓ Air Pro Injeksi
Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan
dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Monografi aqua p.i:FI IV
hal. 112-113 ).
Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-100ºC
selama 15 menit, diaduk, kemudian saring panas-panas dengan kertas
saring lapis ganda.
✓ Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti
barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang
mengendap. Cara pembuatan : Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit
lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan
✓ Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 30 menit dan pada saat
pendinginannya dialiri gas nitrogen.Dipakai untuk melarutkan zat aktif
yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin, klorfeniramin,
klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin,
promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin.
b. Pembawa non air
Pembawa non air digunakan jika (Rep. Tek Fa. Steril hal 5):
• Zat aktif tidak larut dalam air
• Zat aktif terurai dalam air
• Diinginkan kerja depo dalam sediaan
Syarat umum pembawa non air (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan
Steril Hal 153):
• Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi
• Dapat tersatukan dengan zat aktif
• Inert secara farmakologi
• Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan
• Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan
dengan mudah
• Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
• Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan
sterilisasi dengan panas
• Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
3. Bahan Pembantu / Zat Tambahan
Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk :
• Meningkatkan kelarutan zat aktif
• Menjaga stabilitas zat aktif
• Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose
• Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian
Syarat bahan tambahan :
• Inert secara farmakologi, fisika, maupun kimia
• Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan
• Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat
TONISITAS
Dalam prakteknya masing-masing metode dapat dipakai tergantung data zat aktif
dan eksipien yang tersedia.Jika tidak tersedia data E/ Tf, data tersebut dapat
dihitung terlebih dahulu menggunakan metode Liso.Perlu diperhatikan bahwa
hanya zat yang terlarut saja yang berkontribusi dalam tonisitas sediaan.

1. Metode Ekivalensi NaCl


✓ Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah
tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik
yang sama atau ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium
klorida (g) yang menghasilkan tekanan osmotik sama seperti 1 g bahan
obat dengan syarat bahwa baik natrium klorida maupun bahan obat berada
dalam larutan bervolume sama.
✓ Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam
larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.
✓ Nilai E pada literatur dapat bervariasi, tergantung pada konsentrasi bahan,
pemilihan E didasarkan pada konsentrasi yang paling mendekati
konsentrasi bahan yang digunakan dalam formula. Dengan bantuan
ekivalensi natrium klorida (E) dapat dihitung volume air yang
dibutuhkan untuk membuat larutan bahan obat isotonis. Untuk itu berlaku :
Tonisitas total = (m1 . E1) + (m2 . E2) + (mn . En)
Keterangan:
m : Massa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat
E : Ekivalensi natrium klorida
a. Contoh Soal 1:
Diketahui:
- 500 mL larutan Etilmorfin klorida 2%
- E Etilmorfin klorida = 0,15 (FI IV, hlm. 1243)
Berapa NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis?
Tonisitas sediaan = m x E
= 2% x 0,15
= 0,3%
NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis
= 0,9% - 0,3%
= 0,6%
b. Contoh soal 2:
R/ Ranitidin HCl 27,9 mg
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg
KH2PO4 1,5 mg
addAqua p.i 1 ml
Berapa NaCl yang perlu ditambahkan agar isotonis?
Ranitidin HCl 27,9 mg/mL = 2,79 g/100mL = 2,79%
Dari FI IV hlm. 1236 – 1361 didapatkan:
Nama Zat Konsentrasi E
Ranitidin HCl 2,79% E3% = 0,16
Na2HPO4 dihidrat 0,11% E0,5% = 0,44
KH2PO4 1,5 mg/mL 0,15% E0,5% = 0,48
Maka kesetaraan NaCl (E) untuk masing-masing zat (dalam 100 ml sediaan):
Nama Zat Konsentrasi E Tonisitas (%)
Ranitidin HCl 2,79 % E3% = 0,16 2,79% x 0,16 = 0,446
Na2HPO4 dihidrat 0,11 % E0,5% = 0,44 0,11% x 0,44 = 0,0484
KH2PO4 1,5 mg/mL 0,15 % E0,5% = 0,48 0,15% x 0,48 = 0,072
Tonisitas total sediaan = 0,446+0,0484+0,072 = 0,5664
NaCl yang perlu ditambahkan agar isotonis = (0,9 – 0,5664)%
= 0,3336 %
2. Metode Penurunan Titik Beku
✓ Suatu sediaan dikatakan isotonis jika mengakibatkan penurunan titik beku
(ΔTf) sebanyak 0,520 dari titik beku pelarut murni yang digunakan.
✓ ΔTf 0,520 ini adalah penurunan titik beku yang diakibatkan oleh
0,9% NaCl atau 5,5% Dekstrosa dalam air.
✓ Dengan ini kita pun dapat menarik hubungan antara metode ekivalensi
NaCl dan metode penurunan titik beku sehingga dapat menghitung
tonisitas sediaan apabila data zat aktif dan eksipien terlarut ada yang
berupa data E dan ΔTf.

3. Metode Liso
✓ Metode ini dipakai jika data E dan ΔTf tidak diketahui.
✓ Dengan menggunakan Liso dapat dicari harga E atau ΔTf zat lalu
perhitungan tonisitas dapat dilanjutkan seperti
ALUR PRODUKSI
Ada dua metode pembuatan sediaan injeksi yaitu :
1. Sterilisasi akhir
Persyaratan dengan menggunakan metode ini zat aktif harus stabil
dengan adanya molekul air dan tinggi nya suhu sterilisasi. Sediaan
disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan
2. Aseptik
Metode ini digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu
tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja
farmakologinya
Alur produksi Sterilisasi Akhir

Gerus zat aktif dan ditimbang

Larutkan zat aktif dalam sejumlah


tertentu aqua pro injection

Setelah zat aktif dan semua zat tambahan


terlarut lalu dituang kedalam suatu wadah

IPC
Kemudian larutan disaring dan dipindahkan ke
wadah yang steril - Mengukur
pH sediaan

Kekurangan aqua pro injection dituangkan


sedikit demi sedikit lalu tuang kesuatu wadah
terukur (larutan stok)

Kemudian larutan disaring kembali ke dalamkolom reservoir


melalui membrane filter bakteri yang diletakkan di atas suatu
bejana untuk hasil filtrasi

Kemudian larutan dituang ke wadah


steril lalu ditutup
Sebelum diisikan ke wadah terakhir, alat untuk
menyuntikan sediaan haruslah sudah steril
biasa nya dengan alkohol 70%

Ampul / vial yang telah berisi zat


aktif , bila perlu dialiri gas nitrogen

Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal lalu sterilkan dengan
autoklaf (121 derajat celcius aselama 15 menit ) atau metode lain
yang sesuai

Sterilisasi akhir, lakukan evaluasi sediaan

Kemas dalam dus yang sudah diberi etiket


dan brosur mengenai informasi obat
Alur produksi metode aseptic

Semua bahan baku (zat aktif dan eksipien) yang telah


ditimbang di sterilisasi dengan metode yang sesuai

Larutkan zat aktif dalam sejumlah


tertentu aqua pro injection

Setelah zat aktif dan semua zat tambahan


terlarut lalu dituang kedalam suatu wadah

Kemudian larutan disaring dan dipindahkan ke


wadah yang steril

Kekurangan aqua pro injection dituangkan


sedikit demi sedikit lalu tuang kesuatu wadah
terukur (larutan stok)

Kemudian larutan disaring kembali ke dalamkolom reservoir


melalui membrane filter bakteri yang diletakkan di atas suatu
bejana untuk hasil filtrasi

Kekurangan aqua pro injection dituangkan


sedikit demi sedikit lalu tuang kesuatu wadah
terukur (larutan stok)

Kemudian larutan dituang ke wadah


steril lalu ditutup
Sebelum diisikan ke wadah terakhir, alat untuk
menyuntikan sediaan haruslah sudah steril biasa
nya dengan alkohol 70%

Ampul / vial yang telah berisi zat


aktif , bila perlu dialiri gas nitrogen

Sterilisasi akhir, lakukan evaluasi sediaan

Kemas dalam dus yang sudah diberi etiket


dan brosur mengenai informasi obat
Alur produksi injeksi kering tanpa granulasi (sterilisasi akhir)
Note : jika zat aktif tidak tahan ahaya maka prosedur embuatan dilakukan diruangan
terlindung cahaya

Zat aktif dan eksipien digerus kemudian


ditimbang sejumlah yang dibutuhkan

Masing – masing zat di digerus dan dicampurkan sampai


homogen dalam wadah yang dapat berguna sebagai mortir

Campuran sediaan ditimbang dan dimasukkan


dalam vial dengan corong dan zalfkaart

Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal lalu sterilkan dengan autoklaf
(121 derajat celcius aselama 15 menit ) atau metode lain yang sesuai

Sterilisasi akhir lalu evaluasi sediaan

Kemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan


brosur mengenai informasi obat
Injeksi suspensi kering tanpa granulasi (metode aseptic)
Semua pengerjaan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat sensitive terhadap cahaya,
maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium

Zat aktif dan eksipien ditimbang lalu


sterilisasi atau dengan metode yang sesuai

Campuran zat aktif dan eksipien dalam mortar steril


kemudain campur sampai homogen

Campuran zat aktif dan eksipien dalam mortar steril


kemudian gerus pada alat penggerus sampai homogen

Campuran tadi di ayak dengan ukuran B40

Campuran ditimbang lalu masukkan dalam vial dengan


bantuan corong zalfkarf

Vial ditutup dengan karet dan alumunium cap

Evaluasi oleh
QC

Kemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan


brosur mengenai informasi obat
Alur injeksi suspense dengan pembawa air (Metode aseptik)

Suspending agent dicampur bersama minyak lalu steril


dengan autoklaf (120 derajat Celsius selama 15 menit)

Timbang zat aktif, sterilisasi, kemudian gerus dalam


mortar steril lalu campurkan dengan pembawa ysng telah
steril (sudah dingin) sedikit demi sedikit sambil dilakukan
penggerusan oleh alat

Suspense dituang ke dalam suatu wadah terukur kemudian


tambahan aqua pro injection untuk mencukupkan volume

Setekah diaduk homogen , tuang ke dalam vial steril


Injeksi suspense dengan pembawa minyak (metode aspetik)

Suspending agent dicampur bersama minyak lalu steril


dengan oven (170 derajat Celsius selama 30 menit)

Timbang zat aktif, sterilisasi, kemudian gerus dalam


mortar steril lalu campurkan dengan pembawa ysng telah
steril (sudah dingin) sedikit demi sedikit sambil dilakukan
penggerusan oleh alat

Suspense dituang ke dalam suatu wadah terukur kemudian tambahan


minyaak steril untuk mencukupkan volume (tanpa suspending agent)

Setekah diaduk homogen , tuang ke dalam vial steril


Injeksi larutan minyak (metode aseptic)

timbang zat aktif campurkan


dalam minyak lalu sterilisasi
dengan oven (170 derajat
celsius selama 30 menit)

campuran tersebut dituang


dalam suatu wadah terukur
lalu tamabhakan dengan
minyak steril

aduk homogen lalu tuang


suspensi dalam vial steril
Injeksi Emulsi M/A (Metode Aseptik)

Zat –zat larut minyak dan emulgator


minyak sterilisasi dalam oven

Zat – zat larut air campur dengan API dan


emulgator air, sterilisasi dengan autoklaf

Campur dan gerus kedua campuran pada


suhu yang sama ( 60 -70 derajat Celsius)

Campuran tersebut tuang dalam wadah terukur


lalu tambahkan API untuk mencukupkan volume

aduk homogen lalu tuang suspensi dalam vial


steril
1. EKSIPIEN DAN FUNGSI
a. Pembawa air
✓ Syarat air untuk injeksi:
- Harus dibuat segar dan bebas pirogen
- Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm
- pH antara 5-7
- Tidak enagandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan ammonium dan
karbondioksida
- Kandungan logam berat terbatas
- Kandungan material organic terbatas
- Jumlah partikel berada pada batas yang diperbolehkan
Note:
1. Air untuk injeksi harus dibuat segar, artinya: air yang telah selesai
diproses, hanya boleh disimoan pada temperature kamar selama 24
jam (bila tidak langsung digunakan)
2. Air untuk injeksi yang sudah mengandung zat bakteriostatik tidak
boleh dijual dalam wadah yang lebih besar dari 30 mL untuk
mencegah kemungkinan masuknya zat bakteriostatik yang mungkin
toksik dalam jumlah yang besar ke dalam tubuh.
✓ Air Pro Injeksi
Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume,
dipanaskan 60-10000C selama 15 menit, diaduk, kemudian
saring panas-panas dengan kertas saring lapis ganda. Tidak
boleh menggunakan aqua DM karena ada zat-zat organic yang
tidak bermuatan dapat lolos, ditanggulangi dengan filtrasi
karbon adsorben dan filtrasi bakteri.
✓ Air Pro Injeksi bebas CO2
Digunakan untuk menghilangkan CO2 dari sediaan karena
CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic
seperti barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam
lemahnya yang mengendap.
Cara pembuatan : mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu
dialiri gas nitrogen sambil didinginkan
✓ Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 30 menit dan
pada saat pendinginannya dialiri gas nitrogen.Dipakai untuk
melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin,
klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine,
metilergotamin, proklorperazin, promazin, promesatin HCl,
sulfamidin, turbokurarin.
b. Pembawa non-air
Pembawa non air digunakan jika :
o Zat aktif tidak larut dalam air
o Zat aktif terurai dalam air
o Diinginkan kerja depo dalam sediaan
Syarat umum pembawa non air:
o Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi
o Dapat tersatukan dengan zat aktif
o Inert secara farmakologi
o Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan
o Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan
dengan mudah
o Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
o Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan
sterilisasi dengan panas
o Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
1) Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air
Pelarut organik yang bercampur dengan air dapat dijadikan
kosolven dalam sediaan injeksi, bertujuan untuk meningkatkan
kelarutan suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta
meningkatkan stabilitas zat tertentu yang mudah terhidrolisis.
Pelarut yang dapat digunakan adalah : etanol, propilenglikol,
polietilenglikol dan gliserin.
Campuran pelarut dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan
toksisitas, terutama jika digunakan dalam konsentrasi
tinggi.Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrasi tinggi
dapat menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan.Yang harus
diperhatikan juga, beberapa produk yang diberikan secara intravena
dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan
pengendapan obat di dalam pembuluh darah.
2) Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air
Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif dan untuk membuat sediaan lepas lambat.Injeksi
pembawa minyak hanya dapat diberikan secara IM.Jenis pembawa
non air yang tidak dapat bercampur dengan air yang dapat
digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah:
a. Minyak lemak
✓ Campuran ester asam lemak tidak jenuh dan gliserol
✓ Pada label sediaan harus dicantumkan jenis pembawa minyak
yang digunakan karena padabeberapa orang dapat
menimbulkan reaksi alergi.
✓ Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin cair
(karena tidak dapatdimetabolisme dalam tubuh dan dapat
menimbulkan reaksi terhadap jaringan atau tumor).
✓ Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar
dan tidak boleh menjadi tengik. Untuk mencegah ketengikan
akibat oksidasi maka dalam formula dapatditambahkan
antioksidan seperti BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll.
✓ Minyak wijen (sesame oil) lebih banyak digunakan untuk
sebagian besar injeksi pembawa minyak, karena merupakan
minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain
(kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung
antioksidan alami.
✓ Minyak tumbuhan sering menimbulkan rasa nyeri sehingga
perlu penambahan benzyl alkohol 0,5 % sebagai anastetik lokal
✓ Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak
kacang), Ol. Gossypii, Ol.Sesami (Minyak Wijen), Ol.
Terebinthinae, Ol. Maydis (minyak jagung), Ol. Olivarum
Netral (Minyak Zaitun), Ol. Amigdalarum. (Rep. Tek Fa. Steril
hal 5)
b. Isopropil miristat
▪ Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah
▪ Sebagai pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak
lemak
▪ Digunakan jenis yang bebas peroksida karena mencegah
teroksidasinya bahanberkhasiat dan minyak yang digunakan.
c. Benzil benzoat
Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan
bau yang khas. Biasanya digunakan bersama dengan pembawa
lain.

Bahan Pembantu / Zat Tambahan


Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk :
o Meningkatkan kelarutan zat aktif
o Menjaga stabilitas zat aktif
o Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose
o Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian
Syarat bahan tambahan :
o Inert secara farmakologi, fisika, maupun kimia
o Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan
o Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat
1. Pengatur Tonisitas
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel
darah merah sehingga tidakterjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka
larutan tersebut dikatakan isotonis (ekivalendengan 0,9% NaCl). Sel darah
merah dalam larutan
- Hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi
kedalam sel (hemolisis). Keadaan hipotonis kurang dapat
ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversibel.
- hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini
cukup dapat ditoleransi.
Larutan perlu isotonis agar:
o Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi
o Mengurangi hemolisis sel darah
o Mencegah ketidakseimbangan elektrolit
o Mengurangi sakit pada daerah injeksi
Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena:
o konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil
o variasi dosis pemberian
o metode pemberian
o pertimbangan stabilitas produk
Contoh pengatur tonisitas (pada keadaan hipotonis) : NaCl 0,9 %, Glukosa,
Natrium Sitrat, Natrium Sulfat 1,6 % , Dekstrosa 5,5 %
Sifat NaCl Sukrosa Glukosa
pH 6,7 -7,3 konstanta disosiasi ; 4-6
pKa =12,62
Kelarutan 1 dalam 2,8 bagian 1 dalam 0,5 bagian air Bercampur dengan air
air 1 dalam 2,6 1 dalam 0,2 air 100° C
bagian air 100°C
Cara Oven (padatan), Otoklaf dan filtrasi
Sterilisasi otoklaf, filtrasi (larutan) Otoklaf (larutan)
(larutan)
Inkompatibili besi, perak, timbal, Asam askorbat akibat sianokobalamin;
tas garam merkuri, adanya kontaminan kanamisin sulfat;
oksidator kuat, metil logam berat, penutup novobiosin natrium;
paraben,HPC alumunium, asam warfarin natrium;
lemah ataukuat eritromisin gluseptat pada
pH ,5,05; vitamin B
kompleks terdekomposisi
basa kuat; dalam bentuk
aldehid inkompatibel
dengan amin, amida,
asam amino, peptida dan
protein
tidak untuk penderita
Keamanan non toksik, non iritan DM atau intoleransi
metabolic sukrosa.
5,51 % b/v iso-osmosis,
0,9 % b/v = iso- 9,25 % b/v = iso- namun tidak isotonik,
Osmolaritas
osmosis osmosis dapat menyebabkan
hemolisis.

2. Pengatur pH ( dapar)
Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH
dan pemakaian dapar. Perubahan pH pada penyimpanan dapat disebabkan:
o Reaksi degradasi produk
o Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)
o Absorpsi atau evolusi gas dan uap
Tujuan Dapar :
a. Meningkatkan stabilitas obat
Pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada
zat aktif berikut antibiotik (penisilin, tetrasiklin), basa sintetis (adrenalin),
polipeptida (insulin,oksitocin,vasopresin), alkaloida (senyawa ergot),
vitamin (B12, vit C).
b. Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaanya
Penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk
larutan obat suntik dengan pH 5,5 – 7,5. Untuk pH < 3 atau > 10 sebaiknya
tidak didapar karena sulit dinetralisasikan.Peringatan ini ditujukan
terutama untuk injeksi IM dan SK.
Untuk sediaan parenteral volume kecil (<100ml), dapar dapat dibuat bila
pH stabilitas sediaan berada didalam rentang (Lachman Parenteral
Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 195):
▪ IV (SVP) = pH 3 -10,5 ; karena darah merupakan sistem buffer
yang baik.
▪ Rute lain = pH 4–9 (di-adjust)
c. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bukan tujuan dapar yang sebenarnya, tetapi larutan dalam suasana
sangat asam atau sangat basa dapat digunakan untuk mencapai maksud–
maksud tersebut, misalnya injeksi insulin yang pH nya diatur antara 3 -3,5
tidak membutuhkan penambahan antimikroba.
d. Meningkatkan aktifitas fisiologis obat
Sebagai contoh dapat diketengahkan misalnya campuran kering dan
steril dapar pH basa dengan zat aktif atau obat yang sifatnya asam (prokain
adrenalin). Campuran kering tersebut baru dilarutkan dalam air pro injeksi
secara aseptis sesaat sebelum digunakan. Jadi tampak bahwa peningkatan
pH dilakukan sampai batas tertentu dimana zat aktif masih stabil dengan
aktifitas fisiologis yang maksimal.
pH ideal dari sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah, tetapi
hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan karena sediaan harus dibuat pada
pH yang mendukung stabilitas dari sediaan (disesuaikan dengan pH
stabilitas zat aktif). Dapar yang ideal memiliki kapasitas dapar yang cukup
untuk menjaga pH sediaan selama penyimpanan, namun memungkinkan
cairan tubuh beradaptasi dengan mudah. Rentang pH yang tidak dapat
ditoleransi oleh tubuh:
▪ pH > 9 menyebabkan kematian jaringan
▪ pH < 3 sangat menyakitkan dan menyebabkan flebitis
Cara penentuan pH :
o Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik
secara langsung maupunkolorimetri
o Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna
o Dengan perhitungan
Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat (0,2-2%),
dapar sitrat (1-5%), asam asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat /
garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2 (1-2%).
c. Pengawet
Pengawet yang ideal ( Todd R.G Pharmaceutical Handbook ) :
a) Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas,
bekerja pada temperatur dan pH yang luas.
b) Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang
digunakan
c) Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
d) Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
e) Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
f) Bebas dari bau, rasa, warna
g) Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan
sensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
NOTE :Penambahan pengawet dapat dilakukan pada :
a. Sediaan multidosis (kecuali yang dilarang oleh monografi). Pada
sediaan multidosis ada kemungkinan kontaminasi sediaan pada saat
pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara bakteriostatik.
b. Sediaan unit dosis jika tidak dilakukan sterilisasi akhir (pembuatan
aseptik atau dengan filtrasi membrane), karena ada kemungkinan
kontaminasi pada saat pengisian, dll) sering juga ditambahkan
pengawet.(Lachman parenteral hal: 204)
Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada:
a. Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus)
b. Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain
c. Sediaan untuk rute2 tertentu yang tidak boleh ditambahkan
antimikroba seperti intra sisternal, epidural, intra thekal, atau rute
lain yang melalui cairan serebrospinal/ retrookulalar (BP 2008,
2367)
Contoh Pengawet:
Pengawet Konsentrasi yang lazim ( % )

Benzalkonium klorida 0.01


Benzethonium klorida 0.01
Benzil alkohol 1-2
Klorobutanol 0.25-0.5
Klorokresol 0.1-0.3
Metakresol 0.1-0.3
Kresol 0.3 – 0.5 •
Fenol 0.25 -0.5 •
Fenilmerkuri nitrat dan asetat 0.002
Metil -p-hidroksibenzoat 0.1 – 0.2 •
Propil -p-hidroksibenzoat 0.02 – 0.2 •
Butil -p-hidroksibenzoat 0.015
Timerosal 0.01

d. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi.
Beberapa antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya (Lachman, Teori &
Praktek, 3rd ed., 1994, 1301):
1. Agen Pereduksi
Antioksidan ini mempunyai potensial oksidasi rendah sehingga
teroksidasi lebih dahulu dari pada zat aktif.
Contoh : Vitamin C 0,02 – 0,1 %
Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %
Natrium metabisulfit 0,1 – 0,15 %
Tiourea 0,005 %
2. Agen pemblokir
Antioksidan ini mencegah oksidasi dengan memutuskan rantai
oksidasi.
Contoh : Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %, BHT 0,005 – 0,02 %,
Vitamin E 0,05 – 0,075 %
3. Zat Sinergis
Bekerja meningkatkan efek antioksidan lainnya terutama
antioksidan agen pemblokir.Contoh :
Vitamin C 0.01 -0.05 %
Asam sitrat 0.005 – 0.01 %
Asam tartrat 0.01 – 0.02 %
Asam fosfat 0.005 – 0.01%
4. Pengompleks
Zat ini membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang
mengkatalisis reaksi oksidasi sehingga reaksi dapat diperlambat.Contoh :
Garam EDTA 0.01 – 0.075 % Selain itu juga dapat meningkatkan
efektivitas pengawet, seperti benzalkonium klorida dengan EDTA, serta
untuk solubilisasi, misal : Kofein + Na. benzoate Teofilin + Etilendiamin
Kinin + Antipirin
Note :
o Natrium meta bisulfit larutan bersifat asam, Natrium bisulfit biasa
digunakan untuk injeksi epineprin, juga digunakan untuk larutan
dengan pH sedang, Na sulfit biasa digunakan untuk sediaan pH basa
(TPC, 1994, 100)
o Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % -0,02 % )
digunakan untuk pelarut minyak ( blocking agent )
e. Suspending agent
Digunakan untuk sediaan injeksi suspensi. Contoh:
1 CMC Na. [0,05 – 0,75 %] (HOPE 5th ed., 2006, 120)
2 PVP [>5%] (HOPE 5th ed., 2006, 611)
3 Sorbitol [10 -25%] (HOPE 5th ed., 2006, 718 untuk IM
4 IM Minyak : Alumunium monostearat (2%) Codex hal 95, gelatin (2%),
manitol (50%)
f. Wetting Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)
Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila
diperlukan dan hanya untuk pelarut air.Contoh : Tween 80, Propilen glikol,
Lecithin, Polioksietilen – Polioksipropilen, Polisorbat 80, Silikonantibusa,
Silikon Trioleat.
g. Solubilizasing Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)
Contoh : PEG 300, Propilenglikol

3. EVALUASI INJEKSI
Evaluasi dalam Proses (IPC)
1. Uji Kejernihan dan Warna (Larutan Parenteral hal 201-203)
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih
untuk menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
2. Pemeriksaan pH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ......
(Sesuaikan!!)
3. Pemeriksaan Bahan Partikulat(FI IV <751> hal 981-985)
Tujuan : memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi
dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang
dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran,
lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama atau
lebih besar dari 25 μm dihitung
Hasil : Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata- rata
partikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau
lebih besar dari 10 μm diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap
wadah sama atau lebih besar dari 25 μm dalam dimensi linier efektif.
4. Penetapan waktu Rekonstitusi (untuk larutan/suspensi Rekonstitusi)
Tujuan : menjamin sediaan mudah direkonstitusikan
Prinsip : menentukan waktu yang diperlukan sejak air dimasukkan dalam
botol sampai serbuk terlarut sempurna
Penafsiran Hasil : waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik
Evaluasi Sediaan Akhir
Evaluasi Fisik
1. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (FI IV, 1044)
Tujuan : menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada
penandaan (Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV)
Prinsip : penentuan volume dilakukan dengan cara mengambil samperl
dengan alat suntik hipodermik dan memasukkannya ke dalam gelas ukur yang
sesuai.
Hasil : volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila
diuji satu persatu.
2. Pemeriksaan Bahan Partikulat (FI IV <751> hal 981-985)
Tujuan : memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi
dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang
dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran,
lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama atau
lebih besar dari 25 μm dihitung
Hasil : Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata- rata
partikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau
lebih besar dari 10 μm diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap
wadah sama atau lebih besar dari 25 μm dalam dimensi linier efektif.
3. Pemeriksaan pH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan
4. Keseragaman Kandungan (untuk larutan/suspensi rekonstitusi)(FI IV hal.
999-1001)
Tujuan : Menjamin keseragaman kandungan zat aktif
Prinsip : Menetapkan kadar 10 satuan sediaan satu per satu sesuai penetapan
kadar
Penafsiran hasil :
Keseragaman dosis terpenuhi jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari
10 satuan sediaan adalah 85-115% dari yang tertera pada etiket dan simpangan
baku relatif  6%. Jika 1 satuan berada di luar rentang tersebut dan tidak ada
satuan berada dalam rentang 75,0-125,0% dari kadar yang tertera pada etiket
atau SBR > 6% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi dilakukan uji 20 satuan
tambahan Persyaratan: Terpenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30
sampel terletak di luar rentang 85,0-115% dari kadar tablet yang tertera pada
etiket dan tidak ada satuan yang terletak di luar rentang 75,0-125,0% dari
kadar tablet yang tertera pada etiket dan SBR 30 satuan tidak lebih dari 7,8%.
5. Evaluasi kejernihan (FI ed IV <881> hal 998)
Tujuan : memastikan larutan terbebas dari pengotor
Prinsip : membandingkan kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan,
dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung
dengan latar belakang hitam
Penafsiran Hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama
dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti
tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan
I. Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II,
dan III.
6. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip : untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan
masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah
tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran
tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjjadi kebocoran,
maka kertasa saring atau kapas akan basah.
Hasil : sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saringa atau kapas tidak basah (prosedur b)
Evaluasi Kimia
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data
monografi sediaan (dibuku FI IV atau buku resmi lainnya)
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas (FI IV, 855-863)
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi
langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat cairdan Soybean Casein
Digestprosedur uji dapat menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam
media pada 30-35oC selama tidak kurang dari 7 hari.
Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu
tertentu dan pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan
atau pertumbuhan mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian
dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji tidak absah, maka dilakukan
pengujian Tahap Kedua. Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak
ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali
jumlah sampel uji tahap
2. Uji Endotoksin Bakteri (Jika dipersyaratkan oleh monografi) (FI IV, 905-
907)
Tujuan : memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada
dalam atau pada bahan uji.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate
(LAL), meliputi inkubasi selama waktu yang telah ditetapkan dari endotoksin
yang bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL dan pembacaan
serapan cahaya pada panjang gelombang yang sesuai.
Hasil : bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari
yang ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji Pirogen (untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL) (FI IV, 908-909)
Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji
kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka
waktu tidak lebih dari 10 menit.
Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat
bila tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih. Jika
ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan
pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor
dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau
lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari
3,3º sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
4 . Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan
pengawet)
(FI IV<441> hal 939-942)
Khusus Pengawet :
Metode I → Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol, Nipagin-
Nipasol)
Metode II → Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan
ditujukan untuk zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan
bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah
yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi
gas atau polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti
yang tertera pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v
atau v/v
5. Uji efektivitas pengawet antimikroba(khusus untuk formula yang
menggunakan pengawet) (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa
berair seperti produk parenteral yang dicantumkan pada
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan
yang mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan
sebagai parameter efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada
sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans,
Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang
berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25C dalam media Soybean-Casein
Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari
0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang & khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah
tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
6. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-
899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik
dalam sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang
mengandung biakan mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode
turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode
garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan
uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat
potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai
KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar
Instrument :
1. pH meter, cara menggunakan alat :
a. Persiapan sebelum kalibrasi.
Langkah pertama untuk menggunakan phmeter yaitu melakukan
kalibrasi terlebih dahulu.Tetapi sebelum melakukan kalibrasi,
harus mempersiapkan beberapa hal terlebih dahulu.Pertama
hidupkan phmeter terlebih dahulu. Perlu diketahui bahwa masing –
masing alat / masing – masing merek phmeter mempunyai letak
tombol On yang berbeda – beda. Sehingga jangan terlalu terpaku
pada sebuah tutorial, khususnya tutorial dalam bentuk video.Kedua
bersihkan elektrode / probe terlebih dahulu. Ada cara khusus dalam
membersihkan elektrode / probe, yaitu penggunaan airnya. Air
yang digunakan bukan air keran, namun harus air destilasi.Setelah
dibersihkan, keringkan menggunakan tisu. Ketiga pilih buffer Ph.
Masing – masing phmeter mempunyai buffer Ph yang berbeda –
beda, ada yang 10,1, 7,01 hingga 4,01. Untuk standar buffer yang
sering digunakan yaitu 7,01.
b. Kalibrasi.
Setelah melakukan persiapan kalibrasi, selanjutnya yaitu tahap
kalibrasi.Untuk proses / tahap kalibrasi harus dilakukan sesuai
dengan urutan. Untuk langkah pertama yaitu letakkan buffer pada
posisi 7,01. Selanjutnya dapat mengukur benda yang telah
dipersiapkan.Kedua letakkan phmeter pada benda
tersebut.Kemudian tunggu selama 1 – 2 menit. Sebaiknya tetapkan
nilai Ph yang sesuai pada nilai buffer sehingga hasil dari
pengukuran akan stabil. Untuk menghitung pengukuran caranya
dengan menunggu angka pada phmeter berhenti / tidak
berubah.Supaya mudah diingat, hasil yang telah ditunjukkan
sebaiknya dicatat.Langkah selanjutnya yaitu bersihkan kembali
alektode / probe dengan air destilasi. Jika menginginkan kalibrasi
lebih dari 1 titik, maka lakukan kembali proses kalibrasi ini. Tetapi
untuk buffer selanjutnya bukan ditetapkan pada nilai 7,01,
melainkan pada nilai 4,01.
Cara Kerja pH Meter:
Prinsip / cara kerja pada alat ini sesuai dengan elektro kimia
diantara larutan yang ada di dalam gelas elektro yang telah
diketahui oleh larutan pada gelas yang belum diketahui. Elektroda
dalam gelas akan mengukur potensial atas elektro kimia dari suatu
ion hidrogen. Ion tersebut digunakan dalam melengkapi sebuah
alur elektrik yang dibutuhkan pada elektroda pembanding. Sesudah
menggunakan alat ini sebaiknya bersihkan probe dengan air suling
/ destilasi / aquades. Tujuannya untuk membuang semua bekas
solution yang sudah diukur. Jika tidak dibersihkan solution tersebut
akan berpengaruh pada pembacaan sebelumnya. Jadi angka yang
ditampilkan tidak valid.Setelah dibersihkan, sebaiknya dilap
dengan tisu.Kemudian simpan alat setelah digunakan.Sebaiknya
saat disimpan, jaga kelembaban pada probe.Probe juga harus
berada di dalam keadaan basah.
2. Mikroskop
Cara menggunakan mikroskop cahaya :
a. Bersihkan permukaan yang datar dari debu-debu yang berpotensi
dapat merusak mikroskop Anda. Bersihkan area dengan cairan
pembersih permukaan dan lap tanpa serat, jika perlu. Pastikan
bahwa meja Anda terletak di dekat stop kontak.
b. pegang mikroskop pada bagian kaki dan lengan mikroskop. Jangan
mengangkatnya hanya dengan memegang lengan mikroskop.
c. Letakkan mikroskop di atas meja. Pasanglah mikroskop ke stop
kontak.
d. Untuk memulai, pastikan bahwa mikroskop menggunakan
kekuatan perbesaran yang paling rendah karena akan lebih mudah
untuk memfokuskan preparat Anda.
e. Untuk memulai, gunakan preparat yang sudah jadi. Anda dapat
membeli preparat yang sudah jadi ini di toko-toko yang menjual
alat-alat laboratorium atau menggunakan beberapa preparat
bawaan mikroskop Anda. Anda akan segera dapat membuat
preparat Anda sendiri.
f. letakkan preparat di meja objek mikroskop. Sentuhlah hanya pada
bagian ujungnya sehingga Anda tidak meninggalkan sidik jari pada
preparat Anda yang bersih.
g. Jepitlah preparat dengan 2 penjepit yang ada di meja
objek. Penjepit-penjepit logam atau plastik ini menjaga preparat
pada tempatnya sehingga Anda dapat memindahkan tangan Anda
untuk memfokuskan mikroskop.
h. Nyalakan mikroskop Anda. Bagian tengah dari preparat Anda
seharusnya tersinari dengan cahaya kecil berbentuk lingkaran di
atasnya.
i. Aturlah lensa mata Anda jika Anda memiliki dua lensa. Putarlah
lensa mata untuk mencari jarak yang tepat antara kedua mata, atau
jarak pupil mata.
j. Mulailah memfokuskan lensa objektif dengan kekuatan
terendah. Anda mungkin memiliki 2 atau 3 lensa objektif berbeda
yang dapat diputar dan diubah-ubah untuk memperbesar benda.
Anda sebaiknya mulai dari perbesaran 4x dan meningkatkan
perbesarannya hingga benda terfokus.
k. Fokuskan benda menggunakan pemutar kasar yang lebih
besar. Pemutar ini adalah pemutar yang lebih besar dari 2 pemutar
yang berada di sisi mikroskop.
l. Aturlah diafragma yang berada di bawah meja objek
EVALUASI SEDIAAN STERIL
Evaluasi dilakukan setelah sediaan di sterilkan dan sebelum wadah di pasang
etiket dan dikemas
Evaluasi fisika
1. Penetapan PH (FI IV, Hal : 1039)
Penetapan PH dengan menggunakan pH meter yang sesuai dan telah
dibakukan sebelumnya. Pengukuran dilakukan pada suhu 250 ± 20 kecuali
dinyatakan lain pada monografi
pH meter
1. Nyalakan PH meter
2. Bersihkan elektroda. Keluarkan elektroda dari larutan
penyimpanannya dan bersihkan dengan air murni dalam
gelas kimia kosong. Setelah dibersihkan, keringkan dengan
tisu.
3. Siapkan larutan penyangga (buffer).
4. Masukkan elektroda ke dalam larutan penyangga dengan
pH 7 dan mulailah lakukan pembacaan.
5. Atur pH. Setelah mendapatkan pembacaan yang stabil, atur
pH meter pada nilai pH larutan penyangga dengan menekan
tombol ukur untuk kedua kalinya.
6. Bersihkan elektroda dengan air murni. Bersihkan dan
keringkan dengan tisu bebas serat sebelum digunakan pada
larutan penyangga yang lain.
7. Atur pH untuk kedua kalinya
8. Bersihkan elektroda dan keringkan
9. Masukkan elektroda ke dalam sampel dan mulailah
pembacaan. Setelah elektroda dimasukkan ke dalam
sampel, tekan tombol ukur dan biarkan elektroda di dalam
sampel selama kira-kira 1-2 menit.
10. Bersihkan elektroda setelah digunakan.
2. Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV, Hal : 981-984)
Bahan partikulat Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak Iarut
dan melayang, kecuali gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam
larutan parenteral.Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari
zat padat steril untuk penggunaan parenteral, barus bebas dari partikel
yang dapat dilihat pada pemeriksaansecara visual.
Persyaratan ini tidak berlaku jika monografi mencantumkan pada
etiket bahwa sediaan tersebut harus dipakai dengan penyaringan akhir.
Uji ini memerlukan suatu sistem elektronik penghitung partikel
pengotor cairan yang dilengkapi dengan sensor cahaya red up dengan alat
untuk memasukkan contoh yang sesuai sebelum melakukan uji lakukan
Penetapan akurasi penghitungan partikel untuk memastikan alat berfungsi
dengan baik.
Prosedur
Buat suspensi dan blangko dari Hitungan Parlikel BPFI dengan
urutan sebagai berikut. Lepaskan penutup luar, pita segel dan setiap label
kertas tepi!s atau yang mudah lepas, cuci bagian luar wadah seperti yang
tertera pada Pencucian alat kaca danpenutup, dan keringkan dalam aliran
udara bebas partikel.
Prosedur penetapan
1. Atur alat penghitung pada ukuran 10 μm dan 15 μm.
2. Campur suspensi dengan membalikkan 25 kali dalam waktu 10 detik.
3. Awaudarakan dengan ultrasonikasi ringan selama. 30 detik atau
dengan membiarkan selama 2 menit.
4. Lepaskan tutup.
5. Aduk isi wadah perlahan-lahan dengan menggoyang- goyangkan atau
dengan alat mekanik. Hatihati, jangan sampai masuk gelembung udara
atau cemaran. Aduk secara sinambung selama analisis.
6. Ambil contoh langsung dari wadah 3 kali berturut-turut, setiap kali
tidak kurang dari 5 ml. Buang data pengambilan pertama.
7. Selesaikan penetapan dalam waktu 5 menit. Ulangi prosedur yang
sama menggunakan blangko.
8. Interpretasi Alat memenuhi uji Penetapan akurasi penghitungan
partikel jika hitungan:. Diperolehpada 10 μm adalah antara 3250 dan
4250 per ml dan perbandingan hitungan yang diperoleh pada 10 μm
terhadap yang diperoleh pada 15 μm antara 1,5 dan 3,5. Jika alat tidak
memenuhi uji Penetapan akurasipenghitungan partikel. alat harus
dikalibrasi ulang dengan hati-hati dan pengujian diulangi
menggunakan suspensi dan blangko yang tersisa.
PROSEDUR UJI
Selama persiapan,gunakan pakaian bebas partikel dan sarung
tangan bebas serbuk. Sebaiknya lemari pengujian diletakktln di ruang
terpisah yang dialiri udara yang telah dilewatkan penyaring HEPA,
penyejuk ruangan serta terkondisi dan dijaga agar tekanan udara positif
terhadap lingkungan sekitar
Lepaskan penutup luar, pita segel dan semua etiket kertas lepas,
cuci bagian luar wadah seperti cara yang tertera pada Pencucian alat kaca
dan penutup dan keringkan dalam aliran udara bebas partikel. Keluarkan
isi wadah seperti dilakukan pada penggunaan biasa atau sesuai aturan pada
etiket kecuali pada wadah dengan penutup yang dapat dibuka, contoh
dapat diambil dengan membuka tutup dan menuangkan isi wadah ke
dalam wadah lain yang bersih.
Sediaan Cair
1. Campur isi wadah dengan membolak-balikkan 25 kali dalam waktu 10
detik. [catatan volume beberapa sediaan sangat kecill, diperlukan
pengocokan yang yang lebih kuat untuk mensuspensikan partikel
dengan sempurna
2. Buka dan kumpulkan isi dari tidak kurang 10 wadah hingga
memperoleh volume tidak kurang dari 20 ml dalam wadah bersih.
3. Awaudarakan dengan ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan
selama 2 menit.
4. Aduk perlahan-lahan memutar dengan tangan atau secara mekanik,
hati-hati jangan sampai masuk gelembung udara atau cemaran lain.
Aduk terus-menerus selama melakukan analisis .
5. Ambil 3 bagian berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 ml.
Buang contoh pengambilan pertama.
6. Untuk Sediaan Kering atau Terliofilisasi, Konstitusikan dengan
sejumlah volume airyang telah disaring atau pelarut yang tepat dan
telah disaring (jika pelarut air tidak sesuai). Untuk sediaan yang
dikemas dalam wadah yang dibuat khusus untuk sediaan obat dan
pelarut dalam wadah terpisah, campur tiap unit kemasanseperti tertera
pada etiket.
7. lnterpretasiInjeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-
rata partikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang
setara atau Jebih besar dari 10 μm diameter sferik efektif dan tidak
lebih dari 1000 tiap wadah sama atau lebih besar dari 25 μm diamater
sferik efektif.
3. Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV, Hal : 1044)
Prosedur
1. Volume ≥ 10 ml (1 wadah)
Volume 4-10 ml (3 wadah)
Volume ≤ 3 ml ( 5 wadah)
2. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran
tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur, dilengkapi dengan
jarum suntik no 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
3. Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik, pindahkan isi
dalam alat suntik tanpa mengosongkan jarum ke dalam gelas ukur atau
gelas piala yang sudah ditara
4. Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji
satu per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari
jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi di gabung
4. Keseragaman sediaan (FI IV, Hal : 999-1001)
Keragaman bobot dilakukan untuk produk yang mengandung zat aktif 50
mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan.
Keseragaman kandungan, jika kandungan zat aktif dalam jumlah lebih
kecil 50 mg
Prosedur keragaman bobot
1. Timbang seksama 10 vial satu per satu, beri identitas tiap vial
2. Keluarkan isi tiap vial dengan cara yang sesuai
3. Timbang saksama tiap vial kosong
4. Hitung bobot netto dari tiap vial dengan cara mengurangkan bobot vial
kosong dari masing-masing bobot vial yang berisi
Prosedur keseragaman kandungan
1. Penetapan kadar tiap satuan, pilih tidak kurang 30 satuan dari sediaan
2. Tetapkan kadar 10 satuan satu per satu seperi tertera pada penetapan
kadar dalam masing-masing monografi. Jika jumlah zat aktif kurang
dalam satuan dosis tunggal kurang dari yang dibutuhkan dalam
penetapan kadar, atur pengenceran
5. Uji kebocoran
6. Uji kejernihan dan warna
7. Uji kejernihan larutan
1. Gunakan tabung reaksi alas datar diameter 15-25 mm, tidak berwarna,
transparan,terbuat dari kaca netral
2. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji
dan suspense padanan yang sesuai secukupnya hingga tabung reaksi
terisi setinggi tepat 40 mm
3. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspense
padanan dengan latar belakang hitam.
4. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke
arah bawah tabung.
5. Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau
pelarut yang digunakan. Atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari
suspensI padanan I.
Evaluasi biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (untuk yang mengandung pengawet)
(FI IV, Hal: 854-855)
a. Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan
jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5
wadah asli sediaan
b. Jika wadah sediaan tidak ditembus secara aseptic, pindahkan 20 ml
sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup,
berukuran sesuai dan steril
c. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu
suspense mikroba baku, mengunakan perbandingan 0,1 ml inokula
setara dengan 20 ml sediaan dan campur
d. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan
sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di dalam sediaan uji
segera setelah inokulasi antara 100.000-1.000.000 per ml.
e. Tetapkan jumlah mikroba viable di dalam tiap suspense inokula
dan hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang di uji dengan
metode lempeng
f. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 200-
250
g. Amati wadah/tabung pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 sesudah
inokulasi
h. Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba
viable pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng
i. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal
pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap mikroba
selama pengujian
Penafsiran hasil, suatu pengawet dinyatakan efektif jika:
• Jumlah bakteri vialbel pada hari 14 berkurang hingga tidak
lebih dari 0,1% dari jumlah awal
• Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama
adalah tetap atau kurang dari jumlah awal
• Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari
pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut
pada hari 14
2. Uji sterilitas (FI IV, Hal 855-863)
3. Uji endotoksin bakteri (FI IV, Hal 905-907)
4. Uji pyrogen (untuk volume >10 ml) (FI IV, Hal 908-909)
5. Uji kandungan antimikroba (FI IV, Hal 939-942)
6. Penetapan potensi antibiotic secara mikrobiologi (untuk zat aktif
antibiotic) (FI IV, Hal 891-899)
Valuasi kimia
1. Uji identifkasi (sesuai monografi sediaan masing-masing)
2. Penetapan kadar (sesuai monografi sediaan masing-masing)

Wadah yangDigunakan
1. Wadah Plastik untuk Sediaan Parenteral Volume Besar
a. Poliolefin
Poliolefin banyak digunakan untuk wadah plastik untuk
sediaan parenteral volume besar karena sifatnya yang
menguntungkan.
Ada 3 jenis poliolefin yang dipakai, yaitu :
1. Polipropilen, dengan beberapa keuntungan, misalnya :
• Mempunyai titik leleh yang relatif tinggi yaitu 165 C
hingga dapat disterilkan pada 116 C di otoklaf
tanparusak.
• Tahan terhadap asam kuat atau basa kuat pada
temperaturkamar.
• Dapat dipakai untuk sediaan gas (aerosol) karena kristal
polimernya membuat plastik tahan terhadaptekanan.
Contoh formula polipropilen :
R/ Polipropilen resin 99,45 – 99,99
Antioksidan 0,01 –0,025
Lubrikan 0,05 – 0,3
Anti oksidan polipropilen yang dipakai, misalnya :
 Distearilpentaeritritoldifosfat
 Trisnonifenil fosfit(TNPP)
 Fenoltersubstitusi
2. Polietilen
3. Kopolimer antara propilen danetilen
b. Polivinil Klorida(PVC)
Plastik dari polivinil khlorida dibagi 2, yaitu :
1. Elastis, sekitar 45% dari polimer polivinil khlorida,
lebih jarang dipakai untuk wadah dalam sediaan
parenteral terutama untuk sediaan parenteral
volumebesar.
2. Rigid, sekitar 55% dari polimer polivinil khlorida
dan paling banyak dipakai, terutama karena residu
monomer vinil khloridanya < 1ppm.
Contoh formula polivinil khlorida :
R/ PVC resin 99 –100
Bahanpenambahplastis 30 –40
Stabilisator 0,25 – 7
Stabilisator yang dipakai misalnya Zn stearat, garam Pb
atau bentuk esternya dan garam logam berat lainnya.
2. Wadah Gelas
Gelas Borosilikat (tipe I)
Wadah gelas borosilikat mengandung Na2O pada jumlah kecil,
sedang kandungan Al2O3 sangat tinggi.Oleh karena itu daya tahan kimia
gelas tipe I sangat tinggi, yaitu tahan terhadap produk alkali, terutama
disebabkan oleh kandungan Al2O3 yang tinggi. Pemberian
BB2O3akanmembantuprosespelelehankarenahanyadigunakanNa 2Odalamju
mlahkecil.
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung,
misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus
set.Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik
gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).
PENGELOLAAN LIMBAH DI INDUSTRI FARMASI

PENGERTIAN LIMBAH
Limbah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber aktivitas
manusia maupun proses-proses alam atau belum mempunyai nilai ekonomi
bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negative.
Limbah industri adalah salah satu penghasil limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), yaitu sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun karena sifat atau konsistensinya dan atau jumlahnya baik
secara langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup serta
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Adapun limbah yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
• Limbah Cair
• Limbah Padat
• Limbah Gas/Udara
• Limbah Suara/Getaran
Pengelolaan limbah bertujuan untuk meminimalkan dampak terhadap
lingkungan yang telah dan akan ditimbulkan oleh adanya pengeluaran limbah
terutama yang berpotensi sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3)
DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Setiap rencana usaha/kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup wajib dengan dokumen ANDAL (Analisis Dampak
Lingkungan) termasuk industry farmasi.
Dalam penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan, terdapat beberapa
istilah yang sering dijumpai. Berikut adalah pengertian beberapa istilah tersebut :
a. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelengaraan usaha dan/atau kegiatan.
b. Dampak Lingkungan Hidup, pengaruh perubahan pada lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan
c. Dampak Besar dan Penting, perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Kriteria
Dampak Besar dan Penting tersebut tergantung dengan :
• Jumlah manusia yang terkena dampak
• Luas wilayah sebaran dampak
• Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
• Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
• Sifat kumulatif dampak
• Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
1. KA-ANDAL (Kerangka Acuan ANDAL), adalah ruang lingkup studi
ANDAL yang merupakan hasil pelingkupan yang sipakati oleh penyusun
ANDAL dan komsi AMDAL.
2. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), adalah telaah secara cermat dan
mendalam tentang dampak besar dan penting suatu kegiatan yang
direncanakan
3. RKL (Rencana Pemantauan Lingkungan), adalah dokumen yang memuat
upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak besar dan
penting terhadap lingkungan akibat suatu kegiatan
4. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan), adalah dokumen yang memuat
upaya pemantauan komponen lingkungan yang terkena dampak besar dan
penting akibat kegiatan yang direncanakan dengan menggunakan indikator
tertentu yang ditentukan oleh peraturan per-UU-an (baku mutu
lingkungan)
5. UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan), adalah dokumen pengelolaan
lingkungan yang digunakan bagi rencana usaha atau kegiatan yang tidak
ada dampak besar usaha atau kegiatan penting, dan/atau secara teknologi
sudah dapat dikelola dampak pentingnya.
6. SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan), merupakan dokumen
pengelolaan lingkungan untuk kegiatan Non-ANDAL dan UPL.
SUMBER PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI FARMASI
❖ Limbah Gas/Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuknya gas dan senyawa asing kedalam udara
sehingga menyebabkan kualitas udara menurun atau membahayakan kehidupan
makhluk hidup atau tidak sesuai lagi peruntukannya.Penyebab terjadinya
pencemaran udara dibedakan menjadi dua yaitu aktivitas alamiah, misalnya
letusan gunung merapi, keadaan klimatogis dan gas-gas yang timbul akibat
kegiatan alamiah.Yang kedua aktivitas manusia seperti pencemaran akibat
kegiatan industry, rumah tangga, sumber tenaga atau perang. Limbah udara di
industry farmasi dihasilkan oleh debu selama produksi, uap lemari asam
dilaboratorium, uap solvent proses film coating dan asap steam boiler, generator
listrik dan incinerator.
 Upaya pengelolaan limbah gas atau pencemaran yaitu :
1. Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong + 6 m dilengkapi
dengan absorbent
2. Solvent di ruang coating digunakan dust collector (west system)
3. Debu sekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust collector unit
4. Asap dari genset dan incinerator dibuat cerobong asap + 6 meter
Pemantaun kualitas udara didalam dan diluar lingkungan industry, meliputi
kadar H2S, NH3, SO2. CO, NO2, O3, Total Solid Particle (TSP/debu), Pb.
❖ Limbah Padat
Pencemaran limbah padat adalah masuknya benda-benda padat ke dalam
lingkungan sehingga menyebabkan kualitas lingkungan menurun atau
membahayakan kehidupan makhluk hidup atau tidak sesuai lagi dengan
peruntukannya.
 Sumber pencemaran yang dihasilkan antara lain :
1. Obat kadaluarsa
2. Kegiatan produksi meliputi debu bahan formulasi yang terkumpul dari Dust
Collector dan Vaccum Cleaner, bekas kemasan bahan baku, pembantu dan
kemasan yang rusak
3. Kegiatan laboratorium meliputi sampah medis agar dan sampel kadaluarsa
4. Kegiatan kantin karyawan berupa kotoran atau sampah dapur
5. Kegiatan administrasi perkantoran berupa arsip-arsip kadaluarsa
6. Sampah kebun atau halaman
 Adapun upaya pengelolaan limbah padat yaitu lingkungan :
1. Limbah padat B3 berupa sisa granul, bahan baku rejected, produk jadi
rejected non betalactam, debu dari dust collector. Limbah tersebut
dimusnahkan dengan double burner incerinator. Dengan pembakaran ganda,
asap sisa pembakaran tidak lagi mengandung bahan berbahaya yang bisa
mencemari lingkungan.
2. Limbah padat non B3
• Sampah domestic dibuatkan tempat sampah
• Sisa-sisa kertas, karton, plastic dan aluminium foil dikumpulkan kemudian
dijual ke pengumpul sampah (perusahaan daur ulang sampah.
❖ Limbah Suara dan Getaran
Pencemaran suara atau kebisingan dan/atau getaran adalah masuknya suara
dan/atau getaran yang tidak diinginkan kedalam lingkungan sehingga kualitas
lingkungan menurun atau tidak sesuai dengan peruntukannya.Suara dan getaran
dari mesin-mesin pabrik, genset dan steam boiler.
 Adapun upaya pengelolaan limbah suara dan getaran yaitu :
1. Untuk menanggulangi kebisingan yang ditimbulkan oleh genset, dibuat
ruangan berdinding dua (double cover) dan dilakukan perawatan mesin secara
berkala
2. Untuk menanggulangi getaran yang ditimbulkan oleh mesin genset dan
mesin-mesin lain, mesin-mesin ditempatkan pada lantai yang telah dicor
beton dan diberi penguat (pengunci antara mesin dan lantai).
 Pemasangan angka kebisingan dan getaran didalam dan diluar area pabrik

▪ Kebisingan : max 65 db
▪ Getaran : max 7,5 Hz
❖ Limbah Cair
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya sesuatu kedalam air
yang menyebabkan menurunnya kualitasnya atau tidak sesuai dengan
peruntukannya.
 Sumber pencemaran yang dihasilkan antara lain :
1. Kegiatan produksi meliputi pencucian mesin, alat-alat produksi, pencucian
kemasan, sanitasi kemasan, sanitasi produksi
2. Kegiatan laboratorium meliputi pencucian alat, sanitasi ruangan, sanitasi
karyawan, limbah cair sisa pembakaran dan pelarut bekas reagen
3. Kegiatan sarana penunjang berupa oli bekas mesin serta solar bekas cucian
alat atau mesin yang diperbaiki
4. Kegiatan sanitasi pabrik atau kantor
 Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi limbah yang dihasilkan
adalah :
1. Pembuatan saluran drainase sesuai sumber limbah :
▪ Saluran air hujan langsung dialirkan ke selokan umum dan dibuat sumur
resapan
▪ Saluran dari kamar mandi/wc dialirkan ke septi tank
▪ Saluran dari tempat pencucian produksi dan laboratorium di alirkan IPAL
2. Membuat instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)
3. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari golongan beta lactam : sebelum
dicampur dengan limbah non beta lactam ditambahkan NaOH untuk
memecah cincin beta lactam.
 Dalam pengelolaan limbah cair terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan
yaitu :
1. Karakteristik dari limbah sangat berbeda antara industry yang satu dengan
yang lain. Misalnya limbah cair industry farmasi memiliki kandungan COD
dan BOD serta kadar fenol yang tinggi, tetapi kadar limbah logamnya rendah
dengan debit air limbah yang tinggi, oleh karena itu agar memperoleh
gambaran spesifik tentang karakteristik dari limbah yang akan diolah maka
harus dilakukan pengamatan atau survey dari limbah yang dihasilkan oleh
industri tersebut.
2. Kemampuan badan air (Assimilative capacity), pengelolaan limbah cair
sangat tergantung dari kemampuan badan air, seperti sungai untuk menerima
beban yang berupa limbah tanpa mengakibatkan pencemaran. Kemampuan
ini sangat berbeda-beda tergantung dari beberapa faktor, misalnya debit air,
kedalaman, klimatologi dan lain-lain. Semakin kecil polutan berarati semakin
besar pula assimilative capacity dari badan air tersebut.
3. Peraturan tentang limbah yang berlaku, mengenaibaku mutu lingkungan dapat
berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Hal ini terkait dengan
karakteristik daerah yang bersangkutan
 Prinsip pengelolaan limbah cair :
1. Pengelolaan limbah primer, tujuan pengelolaan limbah pada tahap ini
menghilangkan buangan yang tidak larut, terdapat 4 tahap yaitu :
▪ Screening pada tahap ini berisi usaha-usaha untuk mengurangi atau
menghilangkan bahan buangan besar seperti sampah, plastic, botol, kayu,
barang ronsokan lain berukuran besar. Untuk menghilangkan limbah ini
dapat menggunakan kasa atau ijuk
▪ Canal longitudinal, benda yang masih bisa melewati kas besi atau ijuk
(misalnya pasir) diendapkan dengan menggunakan semacam kanal yang
bagian bawahnya dibuat agak melebar.
▪ Penghilangan lemak , minyak dan sejenisnya. Tahap ini mempunyai
prinsip bahwa lemak, minyak dan sejenisnya memiliki berat jenis yang
lebih kecil dari air sehingga akan mengapung di bagian atas air. Untuk
menghilangkan jenis kotoran ini, air limbah dialirkan kekolam yang
berukuran relative luas dan memiliki aliran rendah dan tenang.
▪ Menghilangkan zat padat tersuspensi. Pada tahap ini dilakukan dengan
cara mengalirkan limbah cair kedalam suatu saluran yang dilengkapi
dengan penyaring-penyaring dari kasa kasa yang diperuntukkan untuk
menyaring zat tersuspensi
2. Pengelolaan limbah sekunder, untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan
lain yang tidak terproses pada pengelolaan primer. Secara garis besar
kontaminan yang dapat dihilangkan dala3 macam yaitu padatan tersuspensi,
senyawa organik terlarut, senyawa anorganik terlarut. Terdapat beberapa cara
untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan ini dengan cara filtrasi
sederhana, penambahan suatu koagulator, penambahan arang aktif (terutama
untuk menurunkan kadar fenol).
3. Pengelolaan limbah tersier, prinsip pengelolaan ini adalah untuk menurunkan
COD dan BOD serta menambahkan oksigen menambahkan oksigen terlarut
(dissolved oxygen/DO). Terdapat beberapa metode, baik secara fisik, biologis
maupun mekanis-biologis. Secara fisik penambahan oksigen terlarut
dilakukan dengan menyemburkan udara bebas kedalam limbah pada
bak/kolam aerasi. Secara biologis dilakukan dengan car menggunakan
activated sludge, dimana limbah dialirkan ke dalam bak/kolam penampungan
yang berisi mikroorganisme yang akan merubah zat-zat organic menjadi
biomassa (energi) dan gas CO2. Sedangkan pengelolaan secara mekanis-
biologis dapat dilakukan dengan menyemprotkan air limbah kepermukaan
benda padat (misalnya lantai beton) yang diberi mikroorganisme.
CONTOH PENGELOLAAN LIMBAH DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO)
TBK, PLANT JAKARTA
Sumber Limbah
a. Limbah padat, terdiri dari limbah :
1. Obat kadaluarsa
2. Kegiatan produksi meliputi debu bahan formulasi yang terkumpul
dari Dust Collector dan Vaccum Cleaner, bekas kemasan bahan
baku, pembantu dan kemasan yang rusak
3. Kegiatan laboratorium meliputi sampah medis agar dan sampel
kadaluarsa
4. Kegiatan kantin karyawan berupa kotoran atau sampah dapur
5. Kegiatan administrasi karyawan berupa kotoran atau sampah dapur
6. Sampah kebun dan halaman.
b. Limbah cair, terdiri dari limbah :
1. Kegiatan produksi meliputi pencucian mesin, alat-alat produksi,
pencucian kemasan, sanitasi kemasan, sanitasi karyawan produksi
2. Kegiatan laboratorium meliputi alat penucican alat, sanitasi
ruangan, sanitasi karyawan, limbah cair sisa pembakaran dan
pelarut bekas reagen
3. Kegiatan sarana penunjang berupa oli bekas mesin serta solar bekas
cucian alat atau mesin yang diperbaiki
4. Kegiatan sanitasi pabrik atau kantor
c. Limbah cemaran debu atau gas, terdiri dari limbah :
1. Kegiatan sarana penunjang berupa gas yang berasal dari sisa
pembakaran bahan bakar
2. Kegiatan produksi meliputi debu yang berasal dari kegiatan proses
produksi antara lain terdiri dari proses granulasi, proses massa
kapsul, proses pencetakan tablet dan proses penyalutan buangan gas
atau debu tersebut akan menyebabkan meningkatnya kadar debu
dan gas pencemar di udara, hal ini akan mempengaruhi komponen-
komponen lingkungan disekitarnya seperti manusia, binatang dan
makhluk hidup lainnya.
Pengelolaan Limbah
Upaya pengelolaan limbah atau cemaran yang dilakukan oleh PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk adalah sebagai berikut :
1. Limbah padat, cair maupun debu yang masuk limbah Bahan Beracun
Berbahaya (B3) diolah keluar kerjasama dengan pengolah limbah B3
yaitu :
▪ PT. Prasada Pemusnah Limbah Industri di Cileungsi, Bogor untuk
limbah B3 padat
▪ PT. Dongwoo Environmental Indonesia di Cikarang, Bekasi untuk
limbah
2. Limbah cair selain B3 diolah sendiri dalam Instalasi Pembuangan Air
Limbah (IPAL)
Proses yang diperlukan dalam pengelolaan limbah cair meliputi proses
fisika, kimia dan biologi yaitu sebagai berikut :
1. Proses Fisika
Pada proses ini air limbah hanya dikenakan pada proses penyaringan
saja, yaitu menyaring kotoran-kotoran kasar antara lain plastik, karet
dan sebagainya
2. Proses Kimia
Untuk limbah betalactam setelah melalui proses fisika dilakukan
proses pembasaan untuk memecah cincin betalactam dengan
menambahakn larutan kapur sampai mencapai pH diatas 11 kemudian
dilanjutkan proses pengendapan sebelum air limbah tersebut dialirkan
menuju pengolahan limbah induk untuk diproses secara bersama-sama
dengan limbah non betalactam. Proses selanjutnya adalah proses
netralisasi dengan penambahan air kapur sampai mencapai pH 7-8.
Penambahan larutan kapur ini dengan cara memasukkan dalam bak
penampungan dan dilakukan sirkulasi kran air limbah menuju bak
anerob ditutup, setelah diperkirakan air limbh di bak penampungan
homogeny maka kran menuju ke bak anerob dibuka dan diatur
debitnya.
3. Proses Biologi
Proses ini merupakan penghilangan kontaminan-kontaminan oleh
adanya aktivitas biologis. Pengelolaan secara biologis dimaksudkan
oleh adanya aktivitas biologis.Pengelolaan secara biologis dimaksud
untuk menghilangkan zat-zat organic biodegradable (mudah terurai
secara biologi).Prinsip dari pengelolaan dari biologi ini adalah
penguraian zat organic oleh mikroorganisme baik oleh bakteri
aerobic.Sebagai nutrien dipakai pupuk NPK. Dalam proses biologi
dibagi menjadi 1 yaitu proses aerob dan anaerob.
▪ Proses aerob
Overflow air limbah yang berasal dari proses anaerob akan mengalir
ke dalam bak aerob, sehingga zat organik yang masih ada diuraikan
kembali oleh bakteri aerobic. Sebagai nutrisi ditambahkan pupuk
NPK secara kontinu sesuai dengan kebutuhan. Proses aerobic
dilakukan pada bak terbuka dengan kedalaman kurang dari 3 m yang
dilengkapi dengan aerator tipe injection, dengan lumpur aktif
sebanyak kurang dari 20% dari volume limbah dan proses
berlangsung secara kontinu.
▪ Proses anaerob
Air limbah setelah dinetralkan kemudian dipompakan ke bak
anaerobik, dalam proses ini melibatkan bakteri anaerob untuk
menguraikan zat-zat organic yang terkandung dalam air limbah
tersebut menjadi zat-zat sederhana. Proses anaerobic dilakukan pada
bak tertutup dengan kedalam >3 m dan berjalan secara kontinu.
Sebagai nutrisi ditambahkan pupuk NPK secara kontinu sesuai
kebutuhan.
4. Proses pengendapan, bertujuan untuk mengendapkan partikel-partikel
yang berasal dari proses aerobic. Endapam yang terbentuk dipompakan
ke dalam bak aerasi yang bertujuan untuk mempertahankan jumlah
lumpur yang ada, sedangkan beningan dialirkan ke bak biokontrol
yang berfungsi sebagai pemantau sebelum air limbah tersebut dibuang
ke badabn air.
5. Bak biokontrol, berfungsi sebagai pemantau sebelum air limbah
tersebut digunakan untuk menyiram tanaman dengan memelihara ikan
mas sebagai indikator. Air yang mengalir ke dalam bak biokontrol,
diperiksa secara rutin dua kali seminggu sesuai SK GUB. KDKI No.
582/1995 parameter yang diperiksa antara lain kandungan Chemical
Cxygen Deman (BOD), Total Solid Suspensi (TSS), pH, phenol dan
zat organic (KMnO4).

Anda mungkin juga menyukai