Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TEORI AKUNTANSI

DASAR METODELOGI DAN PENDEKATAN RISET AKUNTANSI

OLEH:

KELOMPOK 5

KELAS AKUNTANSI SIANG A 2018

NI KADEK ARI HEDRAWATI (1802622010146/15)

NI PUTU RIKA ARIANI (1802622010155/24)

NI PUTU WIDYA MAHARANI (1802622010158/27)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2020

PEMBAHASAN

1. Pergeseran Arah Penelitian


Pendekatan klasikal yang lebih menitikberatkan pada pemikiran normative
mengalami kejayaannya pada tahun 1960-an. Dalam tahun1970an terjadi pergeseran
pendekatan dalam penelitian akuntansi dalam penelitian akuntansi. Alasannya adalah
bahwa pendekatan normativ yang telah Berjaya selama satu decade tidak dapat
menghasilkan teori akuntansi yang siap dipakai dalam praktek sehari-hari dan adanya
“move” dari komuniti peneliti akuntansi yang menitikberatkan pada pendekatan
ekonomi dan perilaku (behavior). Pendekatan normative mapupun positif hingga saat
ini masih mendominasi dalam penelitian akuntansi. Hampir semua menggunakan
pendekatan mainstream dengan ciri khas menggunakan model matematis dan
pengujian hipotesis walau pendekatan ini pada dasarnya tidak mempercayai dasar
filosofi yang digunakan oelh pengikut pendekatan mainstream. Sebagai gantinya,
mereka meminjam metodologi dari ilmu-ilmu sosial yang lain seperti filsafat,
sosiologi, antropologi untuk memahami akuntansi.

2. Klasifikasi Metodelogi Penelitian


Kerangka pengelompokan yang dikembangkan oleh Burrel dan Morgan
(1979) yang mereview dan mengelompokkan penelitian dalam bidang ilmu organisasi
menurut teori yang melandasi dan anggapan-anggapan filosofisnya dan dipakai untuk
mengelompokkan dan mereview penelitian-penelitian yang berhubungan dengan
aspek-aspek sosial dan organisasi manajemen dan akuntansi. Kerangka yang disusun
dari dua dimensi independen berdasar atas anggapan-anggapan dari sifat ilmu sosial
(ontology, epistemology, aksiologi, sifat manusia dan metofologi) dan sifat
masyarakat.
A. Interpretive
Pendekatan interpretive berasal dari filsafat Jerman yang
menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman didalam
ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world
dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang
dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada
realitas bukan pada realitas independen yang berada diluar mereka. Manusia
secara terus-menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka
berinteraksi dengan yang lain. Tujuan pendekatan interpretive tidak lain
adalah menganalisis realitas sosial semacam ini dan bagaimana realitas sosial
tersebut terbentuk.
B. Radical Humanis dan Strukturalis
Pendekatan radical memandang masyarakat terdiri dari elemen-elemen
yang saling bertentangan satu sama lain dan diatur oleh system kekuasaan
yang pada gilirannya menimbulkan ketidakadilan dan keterasingan
(alienation) dalam segala aspek kehidupan.

3. Pendekatan Mainstream dan Positivis


a. Induktivisme
Menurut Chalmers (1991) selama tahun 1920an positivisme telah
berkembang menjadi filsafat ilmu dalam bentuk positivisme logis (logical
positivism)Teori ini dikembangkan oleh Lingkaran Vieanna (Vieanna circle)
yang merupakan kelompok ilmuwan dan filosof yang dipimpin oleh Morizt
Schlick. Logical positivism menerima doktrin utama “verification theory of
meaning” yang dikembangkan oleh Wittgenstein. Teori verifikasi menyatakan
bahwa pernyataan atau proposisi memiliki arti hanya jika mereka dapat
diverifikasi secara empiris. Kriteria ini digunakan untuk membedakan antara
pernyataan scientific (meaningful) dan pernyataan metafisis (meaningless).
Proses pengambilan kesimpulan umum (universal) yang didasarkan
pada hasil observasi dinamakan induksi. Pemakaian induksi untuk membuat
suatu kesimpulan umum dapat diterima kebenarannya jika kondisi tertentu
dipenuhi, yakni :
- Jumlah observasi banyak
- Observasi harus diulang pada kondisi yang luas (berbeda-beda)
-  Hasil observasi tidak ada yang bertentangan dengan teori universal
yang dihasilkan
b. Falsifikasionisme (falsificationism)
Pendekatan falsifikasi dikembangkan oleh Karl Popper, yang tidak
puas dengan pendekatan induktif. Menurut Popper, tujuan penelitian ilmiah
adalah untuk membuktikan kesalahan (falsify) hipotesis, bukannya
membuktikan kebenaran hipotesis tersebut. Oleh karena itulah pendekatan ini
dinamakan falsifikasionisme. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi
Empirisme Logis, Karl Popper menawarkan metode alternative untuk
menjustifikasi suatu teori. Proses ilmu berawal dari observasi yang
berbenturan denga teori yang ada atau prakonsepsi (preconception). Jika hal
itu terjadi, maka kita dihadapkan pada maslaah ilmu pengetahuan. Teori
kemudian diajukan untuk memecahkan masalah ini dan hipotesis diuji secara
empiris yang tujuannya untuk menolak hipotesis. Jika peramalan teori itu
disalahkan (falsify), maka teori tersebut ditolak.
Dengan kata lain, teori menurut pendekatan ini adalah hipotesis yang
belum dibuktikan kesalahannya. Teori bukanlah sesuatu yang benar atau
factual, tetapi sesuatu yang belum terbukti salah. Jika suatu teori diterima,
maka teori tersebu harus menyajikan hipotesis yang mungkin dapat dibuktikan
kesalahannya. Menurut Falsifikasionisme ilmu berkembang secara pendugaan
(conjecture) dan penolakan (refutation) atau secara trial and error. Tujuan ilmu
adalah memecahkan masalah. Pemecahan masalah tadi diwujudkan dalam
teori yang mungkin akan disalahkan secara empiris. Teori yang bertahan dan
tidak dapat disalahkan akan diterima secara tentative untuk memecahkan
masalah.

4. Teori Sebagai Struktur


A. Riset Program Imre Lakatos
Konsep Lakatos tentang “research programme” beralih dari teori tunggal.
Teori dipandang sebagai sebuah struktur yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar,
dan seperangkat hipotesis tambahan (auxiliary hypothesis) yang khusus didesain
untuk melindungi inti teori dari falsifikasi (penolakan). Struktur seperti ini
memberikan arahan riset kedepan. Dengan teorinya ini Lakatos percaya bahwa dia
menawarkan “a new rational reconstruction of science”.
1. Hard Core dan Negative Heuristic
Hard core merupakan komponen inti dari riset program yang berisi
asumsi-asumsi dasar dari riset program yang berisi definisi karakteristik dari
program dari berupa hipotesis teoritis secara umum sebagai dasar
pengembangan program. Asumsi ini harus diterima untuk melaksanakan riset
program dan asumsi ini tidak dapat ditolak atau difalsifikasi. Kesepakatan oleh
anggota riset program untuk tidak mempertanyakan hard core ini disebut
“negative heuristic”. Hard core tidak boleh ditolak atau dimodifikasi selama
pengembangan program tersebut berlangsung.
2. Protective Belt of Auxilary Hypotheses
Hard core dari riset program tidak dapat difalsifikasi dan dilindungi
pula oleh “negative heuristic” mereka juga dikelilingi oleh seperangkat asumsi
tambahan yang oleh Lakatos disebut “protective belt of auxiliary hypotheses”.
Hipotesis tambahan inilah yang perlu mengalami penyesuaian-penyesuaian
untuk melindungi hard core.
3. Positive Heuristic
Berlawanan dengan “negative heuristic”, “positive heuristic”
merupakan bagian dari riset program yang memberikan arahan bagaimana
ilmuwan bekerja di sekeliling protective belt of auxiliary hypotheses. “positive
heuristic” mendefinisikan masalah, pembentukan hipotesis tambahan, dan
melihat anomaly.
4. Perkembangan dan Kemunduran Riset Program
Lakatos juga menetapkan cara untuk menilai apakah suatu program
mengalami perkembangan atau kemunduran. 
B. Paradigma dan Revolusi Thomas Kuhn
Thomas Kuhn (1972) menyadari bahwa pandangan tradisional tentang ilmu,
apakah induktivis atau falsifikasionis, semuanya tidak mampu bertahan dalam
sejarah. Sejak itu teori Kuhn tentang ilmu kemudian dikembangkan sebagai usaha
untuk menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah
sebagaimana ia melihatnya. Satu segi utama dari teorinya adalah penekanannya
pada sifat revolusioner dari suatu kemajuan ilmiah – revolusi yang membuang
suatu struktur teori dan menggantinya dengan yang lain – dan bertentangan
dengan yang semula. Segi penting lainnya dari teori Kuhn adalah peranan penting
yang dimainkan oleh sifat-sifat sosiologis masyarakat ilmiah.

5. Filsafat Ilmu dan Perkembangan Akuntansi


Walaupun filsafat ilmu awalnya digunakan didalam ilmu alam, tetapi saat ini
telah dipinjam untuk menjelaskan displin ilmu lain. Falsifikasi terhadap hipotesis
berarti ada hubungan antara berbagai variable yang diteliti. Contohnya, Purdy, Smith
dan Gray (1969) meneliti pengaruh metode disclosure dalam laporan keuangan yang
menyimpang dari standar akuntansi terhadap visibilitas laporan tersebut. Pemakaian
hipotesis nol pada awalnya terdapat dalam teori statistic tetapi hipotesis tersebut dapat
diinterpretasikan konsisten dengan pandangan Popper. Falsifikasi cenderung lebih
objektif dalam penelitian dibandingkan membuktikan kebenaran hipotesis.
Paradigma Kuhn juga sering disinggung dalam literature akuntansi. Wells
(1976) dan Flamholtz (1979) berpendapat bahwa revolusi Kuhn sangat tepat untuk
digunakan dalam memahami perkembangan akuntansi saat ini. Kuhn mengatakan
bahwa revolusi science terjadi dalam lima tahap :
a. Akumulasi anomaly (pre-science)
b.  Periode krisis
c. Perkembangan dan perdebatan alternative ide
d. Identifikasi alternative dari berbagai pandangan
e. Paradigma baru yang dominan
Wells berusaha mengkaitkan tahapan revolusi dengan akuntansi dan
berpendapat bahwa akuntansi berada pada tahap “pre-science” dan selama ini tidak
ada paradigm penting yang muncul dan mendominasi akuntansi.
Akuntansi sumber daya manusia merupakan salah satu research programmes
yang muncul berdasarkan sudut pandang ekonomi berkaitan dengan aktiva. Research
programmes ini dikembangkan atas dasar keyakinan bahwa :
a. Karyawan adalah salah satu sumber ekonomi yang paling penting bagi entitas
b. Kegagalan akuntansi dalam mengungkapkan aktiva ini merupakan suatu
kelemahan
Dua keyakinan tersebut menunjukkan hard core yaitu negative heuristic dari
research programmes. Hard core tersebut dikelilingi berbagai hipotesis/masalah yang
ebrkaitan dengan hal sebagai berikut :
a. Cara terbaik untuk mengimplementasikan akuntansi sumber daya manusia
b. Bagaimana sumber daya manusia dinilai
c. Cost untuk mengumpulkan informasi sumber daya manusia 
d. Manfaat penyajian informasi sumber daya manusia dalam laporan keuangan dan
lain-lain
Dari berbagai pandangan di atas jelas bahwa dalam perkembangannya
akuntansi dapat ditinjau dari berbagai pendekatan dan melibatkan filsafat ilmu yang
selama ini sering digunakan dalam ilmu alam.
KESIMPULAN

Ilmu akuntansi merupakan penggabungan antara rasionalisme dan empirisme (yang


merupakan metode keilmuan) karena akuntansi merupakan ilmu yang menggunakan
pemikiran (rasionalisme) untuk menganalisis data transaksi akuntansi dalam membuat
laporan keuangan yang kemudian laporan keuangan tersebut merupakan hal konkrit
(merupakan benda empiris) yang dapat direspon oleh panca indera manusia (empirisme)

Filsafat digunakan dalam metodologi akuntansi karena akuntansi dapat ditinjau dari
berbagai pendekatan dan melibatkan filsafat ilmu yang selama ini hanya digunakan dalam
ilmu ekonomi/keuangan saja. Tetapi filsafat ilmu juga dapat digunakan dalam penelitian.
Berbagai variasi yang berdekatan satu sama lainnya yang terjadi pergeseran dengan mengacu
pada ilmu sosial lainnya
DAFTAR PUSTAKA

http://lisbeth-simanjuntak.blogspot.com/2014/03/filsafat-sebagai-dasar-metodologi.html

https://www.academia.edu/35937241/FILSAFAT_SEBAGAI_DASAR_METODOLOGI_PE
NELITIAN_AKUNTANSI_OLEH_KELOMPOK_1

Anda mungkin juga menyukai