Artikel terkait:
Revolusi Industri: Sejarah dan Perkembangan
Artikel terkait:
Artikel terkait:
Komunikasi adalah menyampaikan pendapat atau gagasan kepada orang lain. Proses
komunikasi sendiri terdapat beberapa unsur utama yaitu komunikator, komunikan, pesan,
media, feedback. Dalam penyampaian pesan komunikasi harus berjalan dengan baik agar
tidak terjadi kegagalan komunikasi. Salah satu kegagalan komunikasi yaitu pesan yang
kurang jelas. Jadi unsur-unsur komunikasi itu harus saling melengkapi agar komunikan dapat
memberikan tanggapan atau feddback terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Komunikasi terdiri dari komunikasi langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung
adalah komunikasi tanpa perantara media(tatap muka), sedangkan komunikasi tidak langsung
adalah komunikasi dengan media perantara seperti telepon atau surat. Keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan komunikasi secara langsung adalah lebih jelas dan
mudah dimengerti namun kekurangannya dapat terjadi konflik jika salah satu subjek tidak
sependapat. Kelebihan komunikasi tidak langsung adalah lebih efisien jika jaraknya jauh
namun kekurangannya harus menggunakan media yang baik agar proses komunikasi berjalan
dengan lancar anpa hambatan.
Di jaman dahulu media komunikasi tidak begitu canggih seperti era modern sekarang ini.
Orang jaman dahulu menggunakan batu, daun, pohon, kayu yang diukir sebagai sarana
menyampaikan gagasan kepada lawan bicara. Kemudian berkembang dengan berkirim surat
melalui kantor pos. Harus menulis, membeli perangko dan mengirimkan ke kantor pos
terdekat.
Berbeda dengan era modern sekarang ini, seseorang lebih mudah melakukan komunikasi
bahkan hingga komunikasi Internasional yang menghubungkan seseorang di Negara satu
dengan seseorang di Negara lain dengan mudah dan cepat namun tentu membutuhkan biaya
yang sebanding dengan kecepatan informasi. Contohnya saja seperti Telegraf yang diciptakan
oleh Samuel morse pada tahun 1837, Telegraf ini merupakan informasi yang cepat dan
memastikan kerahasiaan perlindungan kode kecepatan dan keandalan Telegraf terlihat
menawarkan peluang untuk keuntungan dan ekspansi internasional (headrick,1991). Cara
kerjanya dengan mengirimkan sinyal elektrik melalui kabel yang kemudian di terjemahkan
menjadi sebuah pesan. Telegraf sudah ada sejak dulu pada zaman kekaisaran abad ke 19
tetapi pada abad ke 21, telegraf sudah tidak digunakan lagi.
Selain Telegraf, perkembangan komunikasi internasional juga cepat berkembang dengan
munculnya radio yang tidak menggunakan kabel, tapi yang hanya menggunakan jaringan saja
yang bisa membuat orang berkomunikasi. Radio berkembang berawal di amerika serikat pada
tahun 1906. Setelah itu baru berkembang ke beberapa Negara. Telegraf seperti inilah kurang
lebih konteks historis komunikasi internasional.
Komunikasi internasional berkembang secara cepat dari satu orang ke orang lain, dari satu
kelompok ke kelompok lain, dari Negara satu ke Negara lain. Tentu saja perkembanagn ini
didukung oleh teknologi yang canggih dan berkembang pesat pula. Dan perkembangan
bahasa internasional pun juga menyebar ke semua Negara karena adanya bantuan tekhnologi
tadi. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi internasional adalah bahasa Inggris, karena
bahasa Inggris merupakan bahasa Universal yang diakui oleh dunia atau disebut dengan
bahasa internasional yang sampai kapanpun akan digunakan. Oleh karena itu seseorang pada
era modern ini harus dituntut mengerti bahasa Universal tersebut agar dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan jaman dan dapat bersaing secara global.
Dengan adanya komunikasi internasional suatu Negara dengan Negara yang lain
diharapkan dapat menjalin hubungan yang baik seperti kerjasama untuk memperoleh
keuntungan dan tentunya menjaga perdamaian. Seperti pada sektor perdagangan dan industri
yang berkembang pesat di berbagai Negara dengan bantuan komunikasi Internasional yang
baik.
Artikel terkait
Sejarah Pakaian: Dari Kulit Hewan Hingga Kain
KOMPAS.com - Pakaian menjadi sebuah kebutuhan dan selalu digunakan manusia dari
masa ke masa. Pakaian memiliki fungsi utama yaitu melindungi tubuh agar tetap hangat.
Pakaian terus mengalami perkembangan seiring pengaruh budaya, fungsi, dan mode.
Biasanya pakaian terbuat dari bahan tekstil dan serat.
Namun pada zaman purbakala apakah teksil dan serat sudah terbuat? Lalu seperti apakah
sejarah perkembangan pakaian? Berikut faktanya:
Sejarah pakaian
Dilansir dari situs History, pakaian manusia sudah ada sejak zaman purbakala. Saat itu
manusia belajar menggunakan kumparan untuk memintal benang dari serat tanaman dan
hewan.
Sehingga kumparan menjadi alat tenun primitif pertama yang pernah dibuat dalam sejarah
peradaban manusia Meski belum diketahui pasti kapan pakaian muncul.
Namun dari bukti penelitian menunjukkan bahwa sejarah pakaian sudah hadir sejak 100
ribu hingga 500 ribu tahun yang lalu. Hal tersebut ditunjukkan melalui bukti-bukti artefak
yang ditemukan.
Di beberapa wilayah, Neanderthal adalah bangsa yang pertama kali membuat pakaian.
Mereka belajar untuk menggunakan kulit binatang yang diburu sebagai pelindung tubuh agar
tetap hangat dan kering.
Kemudian manusia Cro-Magnon mengembangkan pakaian menggunakan jarum dan benda
runcing dari tulang binantang. Kemudian dibuat titik di salah satu ujung dan mata runcing di
ujung lainnya.
Dengan alat tersebut mereka mampu menggabungkan beberapa kulit menjadi sebuah
jubah. Jubah tersebut berbentuk persegi panjang yang diikat dan dibuat lubang sebagai leher.
Jubah ini tak memiliki lengan dan diikat dengan ikat pinggang dari sisa kulit.
Penemuan alat pakaian
Beberapa peneliti menemukan benda-benda tekstil yang sudah ada sejak zaman purbakala.
salah satunya jarum jahit buatan tangan yang diperkirakan berumur 40 ribu tahun.
Selain jarum, juga ditemukan serat rami yang dicelup dan berada di sebuah goa prasejarah
yang kisaran berumur 36 ribu tahun.
Kemudian di Republik Ceko ditemukan alat tenun pertama dalam bentuk cetakan tekstil,
keranjang dan jaring yang terbuat dari potongan tanah liat dan berusia 27 ribu tahun.
Bahkan para arkeolog juga menemukan patung-patung yang diukir menggunakan topi atau
penutup kepala, ikat pinggang, dan tali pengikat pakaian.
Patung tersebut berada di Eropa Timur. Arkeolog juga menemukan pengukur rajutan,
kumparan jarum dan tongkat tenun, yang diyakini digunakan dalam pembuatan tekstil.
Kemudian muncul kain pada 5.000 Sebelum Masehi sebagai pakaian beras dari serat
alami. Peradaban Mesir dan India memperkenalkan jeramindan katun yang terbuat dari serat
tanaman.
Terdapat kain dengan wol dari bulu hewan. Kemudian Tiongkok memperkenalkan sutra
yang terbuat dari serat ulat sutra. Memasuki era modern dan berkembangnya pengetahuan
manusia, pada abad ke-20 kain mulai terbuat dari mineral atau serat sintesis.
Jenis-jenis kain yang sekarang kita kenal untuk membuat pakaian antara lain rayon, asetat,
nylon, akrilik, polyester, dan spandex.
Perkembangan pakaian
Pakaian kemudian mengalami perkembangan dari masa ke masa. Dikutip dari Textile
School setelah mengenal kain, kemudian muncul beberapa bagian pada pakaian, di antaranya:
Kancing
Penggunaan kancing untuk pertamakalinya berasal dari Lembah Indus sekitar 2.000
Sebelum Masehi. Kancing tersebut terbuat dari cangkang yang dilubangi dan dijahit di
pakaian.
Kancing kemudian berkembang dan digunakan dalam peradaban Tiongkok serta Romawi
Kuno. Pada abad ke-13 Jerman mengaplikasikan kancing pada sebuah pakaian dalam skala
industry.
Kerah
Kerah biasanya identik dengan pakaian yang formal atau resmi. Kerah dikembangkan
mulai dari bentuk ruffle. Ruffle adalah lipatan kain atau pita pada bagian leher pakaian.
Saku
Pada abad ke -17 dampai 18, bangsa Eropa menggunakan saku sebagai kantong atau tas
kecil yang terpisah. Tas tersebut menggantung di bagian pakaian atau celana. Saat ini saku
berkembang menjadi bagian yang utuh dengan pakaian atau celana.
Ritsleting
Ritsleting berarti mengunci. Digunakan pada pakaian sejak abad ke-19. Awalnya ritsleting
ini berbentuk besar dan tebal. Kemudian disempurnakan dan memiliki banyak varian hingga
sekarang.
Artikel terkait:
Efek MRT pada Sosial Budaya Warga Jakarta
Artikel terkait:
Kehadiran pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah mengubah tatanan dunia
dalam waktu singkat. Barangkali juga tidak ada yang pernah membayangkan bahwa pandemi
ini akan menyebabkan derita kemanusiaan yang begitu mendalam. Bahkan dalam waktu yang
tidak lama, pandemi ini telah menyebar secara cepat dalam skala luas dan menimbulkan
banyak korban jiwa.
Secara sosiologis, pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan sosial yang tidak
direncanakan. Artinya, perubahan sosial yang terjadi secara sporadis dan tidak dikehendaki
kehadirannya oleh masyarakat. Akibatnya, ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi
pandemi ini pada gilirannya telah menyebabkan disorganisasi sosial di segala aspek
kehidupan masyarakat.
Lebih jauh, kondisi masyarakat yang belum siap menerima perubahan akibat pandemi
Covid-19 tentu dapat menggoyahkan nilai dan norma sosial yang telah berkembang dan
dianut oleh masyarakat selama ini.
Meskipun demikian, masyarakat pada dasarnya memang akan selalu mengalami
perubahan. Masyarakat tidak bisa dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, melainkan
sebagai proses yang senantiasa berubah dengan derajat kecepatan, intensitas, irama, dan
tempo yang berbeda (Sztompka, 08:2017).
Akan tetapi, dalam konteks merebaknya pandemi Covid-19, perlu diketahui bahwa apakah
perubahan yang terjadi dalam masyarakat bersifat total sehingga menghasilkan sistem sosial
baru ? atau yang terjadi hanyalah proses negosiasi ulang di dalam sistem sosial sehingga akan
tercipta titik keseimbangan yang baru ?
Kenormalan Baru
Harus diakui kondisi normal baru akan menyebabkan perubahan sosial, termasuk pola
perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat. Sederhananya, normal baru menekankan
pada perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, namun tetap
merujuk pada protokol kesehatan yang kemudian harus dibiasakan. Meskipun demikian,
penerapan normal baru tidak akan berjalan dengan maksimal, bila tidak disertai kedisiplinan
tinggi oleh masyarakat. Apalagi data kasus Covid-19 hingga kini masih menunjukkan angka
fluktuasi.
Oleh karena itu, masyarakat harus diedukasi secara terus-menerus untuk menerapkan
hidup normal baru dalam aktivitas sosial mereka. Masyarakat perlu dibiasakan agar disiplin
mematuhi protokol kesehatan. Sebab pandemi Covid-19 telah memaksa kita untuk adaptif
terhadap segala bentuk perubahan. Begitu juga hidup dengan kenormalan baru bisa saja akan
menjadi model budaya baru di masa mendatang. (*)