Anda di halaman 1dari 14

1.

Bentuk perubahan revolusi (Cepat)

Artikel terkait:
Revolusi Industri: Sejarah dan Perkembangan

KOMPAS.com - Revolusi industri menandai terjadinya perkembangan besar-besar pada


aspek kehidupan manusia.
Di mana adanya perubahan dalam usaha produksi dari tenaga manusia beralih
menggunakan mesin-mesin.
Tahukah kamu kapan revolusi industri terjadi?
Sejarah
Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), revolusi industri dalam sejarah modern
merupakan proses perubahan dari ekonomi agraris dan kerajinan ke industri serta manufakur
mesin.
Proses revolusi industri pertama kali terjadi pada abad ke-18 di Inggris atau tahun 1760-
1840. Di mana terjadi peralihan dalam penggunaan tenaga pada industri tektil.
Jika sebelumnya memakai tenaga hewan dan manusia beralih dengan menggunakan
mesin. Kemudian revolusi industri meluas ke berbagai negara di Eropa Barat, Amerika Utara,
Jepang.
Faktor utama dalam revolusi industri, yakni:
1. Teknologi
2. Sosial
3. Ekonomi
4. Budaya
Pada bidang teknologi adanya perubahan pada penggunaan dasar baru, terutama besi dan
baju. Penggunaan sumber energi baru termasuk bahan bakar dan tenaga penggerak, seperti
mesin uap, listrik
Ada juga penemuan mesin baru, pemintalan dan mesin tenun yang memungkinkan
peningkatan produksi dengan tenaga manusia yang lebih kecil.
Muncul juga pabrik yang mensyaratkan peningkatan pembagian kerja dan spesialisasi
fungsi. Kemudian perkembangan penting dalam transportasi dan komunikasi, seperti
lokomotif uap, kapal uap, monil, pesawat, telegram, dan radio.
Adanya perubahan teknologi tersebut memungkinkan penggunaan sumber daya alam yang
meningkat dan produksi massal barang-barang manufaktur.
Pada ekonomi yang menghasilkan distribusi kekayaan yang lebih luas. Penurunan tanah
sebagai sumber kekayaan dalam menghadapi peningkatan produksi industri, dan peningkatan
perdagangan internasional.
Pada bidang sosial adanya perubahan, termasuk pertumbuhan kota, perkembangan gerakan
kelas pekerja, dan munculnya pola otoritas baru. 
Pada budaya adanya transformasi budaya dari tatanan luas. Pekerja memperoleh
keterampilan baru dan khas, dan hubungan mereka dengan tugas mereka bergeser;
Perkembangan
Pada periode 1760-1830 revolusi industri yang berlangsung hanya terbatas di negara
Inggris. Bahkan Inggris sempat melarang ekspor mesin, pekerja terampil, dan teknik
manufaktor ke luar negeri
Namun, monopoli yang dilakukan Inggris pada revolusi industri tidak bertahan lama.
Karena beberapa orang Inggris melihat peluang itu sangat menguntungkan di luar negeri.
Kemudian dua orang Inggris, William dan John Cockerill membawa revolusi industri ke
Belgia dengan mengembangkan toko mesin pada 1807. Belgia menjadi negara pertama di
benua Eropa yang ditransformasikan secara ekonomi.
Pada 1848, Prancis telah menjadi kekuatan industri. Namun meski berkembang tetap
masih di belakang Inggris, termasuk negara-negara Eropa lainnya. Karena kondisi di sana
masih dipengaruhi kondisi politik, seperti Prancis dengan adanya revolusinya.
Pada 1870, begitu dimulai produksi di Jerman tumbuh begitu pesat. Sehingga pada
pergantian abad, Jerman mampu mengungguli Inggris dan menjadi pemimpin dunia dalam
industri kimia. Munculnya kekuatan industri di Amerika Serikat pada abad ke-19 dan ke-20
jauh melampaui Eropa. Di Asia, negara Jepang juga bergabung dengan revolusi industri
dengan keberhasilan yang mencolok.
Di negara-negara Eropa terjadi pada awal abad ke-20 khususnya di Uni Soviet. Tidak
butuh waktu lama, Uni Soviet menjadi kekuatan industri utama.
Pertengahan abad ke-20 penyebaran revolusi industri terjadi ke daerah-daerah yang belum
terindustrialisasi seperti Cina dan India.
Perkembangan industri di dunia terus berlanjut hingga sekarang ini. Bahkan muncul
dengan berbagai tahap atau perkembangannya. Sehingga muncul yang namanya revolusi
industri 1.0, revolusi industri 2.0, revolusi industri 3.0, dan revolusi industri 4.0.  

Penulis : Ari Welianto


Editor : Ari Welianto

2. Bentuk perubahan evolusi (lambat)

Artikel terkait:

Sejarah Uang dalam Peradaban Manusia: Dari Barter Hingga Bitcoin


tirto.id - Uang memiliki peranan penting dalam sejarah peradaban umat manusia dari masa
ke masa. Awalnya, transaksi barang dilakukan dengan cara barter atau tukar-menukar barang.
Namun, setelah uang dikenal, alat tukar dalam transaksi pun berganti. Kini bahkan telah
dikenal mata uang digital semisal bitcoin.
Dilansir dari Telegraph.co.uk, uang telah menjadi bagian dari sejarah manusia selama
hampir 3.000 tahun. Sebelum manusia mengenal uang, transaksi dilakukan dengan cara
barter. Misalnya, si A menawarkan beras kepada si B yang memiliki ikan untuk ditukar.
Namun, tidak semua barang yang kita inginkan bisa didapat dengan cara barter, melainkan
harus ada kesepakatan dengan orang lain mengenai barang yang akan ditukar. Berbeda
dengan saat ini, seseorang bisa membeli apa saja jika punya uang.
Barter juga menjadikan manusia lebih selektif dalam mendapatkan barang sehingga
kualitas barang bisa terjaga dengan baik. Sistem barter dapat pula menipiskan kesenjangan
sosial antara si kaya dan si miskin dalam kehidupan.
Kemunculan uang pertama di peradaban manusia masih diperdebatkan lantaran ada
beberapa versi. Jack Weatherford dalam buku History of Money (1997), misalnya,
mendukung pendapat yang mengatakan bahwa uang pertamakali diciptakan dan digunakan
oleh bangsa atau orang-orang dari Kerajaan Lydia.
Bangsa Lydia diperkirakan pernah hidup di kawasan yang kini menjadi wilayah Turki.
Uang pada masa ini konon berwujud koin dengan gambar singa yang mengaum. Weatherford
meyakini bahwa orang-orang Lydia sudah mengenal uang dan memakainya sebagai alat tukar
sejak sekitar tahun 1.000 Sebelum Masehi (SM).
Donald B. Clane punya versi berbeda. Dalam buku Rationality and Human Behavior
(1999), ia menyebut bahwa mata uang koin pertamakali ditemukan 6.000 tahun lalu di
wilayah yang kini berdiri negara Turki. Namun, Clane tidak menyebut bangsa Lydia seperti
keyakinan Weatherford.
Seiring berjalannya waktu, muncul pula uang yang dibuat dari kertas. Beberapa sejarawan
meyakini uang kertas mulai digunakan pada di Cina pada tahun 100 Masehi. Berabad-abad
berselang, bangsa-bangsa Eropa baru mengenal jenis uang ini, itu pun setelah Marco Polo
pulang dari Cina.
Kemajuan teknologi juga berdampak terhadap perkembangan jenis alat tukar selain uang.
Pada 1946, kartu kredit mulai diperkenalkan sebagai alat tukar pengganti uang atau yang bisa
disebut sebagai transaksi non-tunai.
Di era serba digital dan internet seperti sekarang ini, muncul lagi alat tukar jenis baru,
yakni bitcoin. Bitcoin adalah uang elektronik yang dikembangkan oleh Satoshi Nakamoto
sejak tahun 2009. Saat ini, 1 bitcoin setara dengan hampir 8 ribu dolar AS.

Kontributor: Khairul Ma'arif


Penulis: Khairul Ma'arif
Editor: Iswara N Raditya

3. Bentuk perubahan besar

Artikel terkait:

Perkembangan Komunikasi Internasional dari Zaman Tradisional hingga Modern

Komunikasi adalah menyampaikan pendapat atau gagasan kepada orang lain. Proses
komunikasi sendiri terdapat beberapa unsur utama yaitu komunikator, komunikan, pesan,
media, feedback. Dalam penyampaian pesan komunikasi harus berjalan dengan baik agar
tidak terjadi kegagalan komunikasi. Salah satu kegagalan komunikasi yaitu pesan yang
kurang jelas. Jadi unsur-unsur komunikasi itu harus saling melengkapi agar komunikan dapat
memberikan tanggapan atau feddback terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Komunikasi terdiri dari komunikasi langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung
adalah komunikasi tanpa perantara media(tatap muka), sedangkan komunikasi tidak langsung
adalah komunikasi dengan media perantara seperti telepon atau surat. Keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan komunikasi secara langsung adalah lebih jelas dan
mudah dimengerti namun kekurangannya dapat terjadi konflik jika salah satu subjek tidak
sependapat. Kelebihan komunikasi tidak langsung adalah lebih efisien jika jaraknya jauh
namun kekurangannya harus menggunakan media yang baik agar proses komunikasi berjalan
dengan lancar anpa hambatan.
Di jaman dahulu media komunikasi tidak begitu canggih seperti era modern sekarang ini.
Orang jaman dahulu menggunakan batu, daun, pohon, kayu yang diukir sebagai sarana
menyampaikan gagasan kepada lawan bicara. Kemudian berkembang dengan berkirim surat
melalui kantor pos. Harus menulis, membeli perangko dan mengirimkan ke kantor pos
terdekat.
Berbeda dengan era modern sekarang ini, seseorang lebih mudah melakukan komunikasi
bahkan hingga komunikasi Internasional yang menghubungkan seseorang di Negara satu
dengan seseorang di Negara lain dengan mudah dan cepat namun tentu membutuhkan biaya
yang sebanding dengan kecepatan informasi. Contohnya saja seperti Telegraf yang diciptakan
oleh Samuel morse pada tahun 1837, Telegraf ini merupakan informasi yang cepat dan
memastikan kerahasiaan perlindungan kode kecepatan dan keandalan Telegraf terlihat
menawarkan peluang untuk keuntungan dan ekspansi internasional (headrick,1991). Cara
kerjanya dengan mengirimkan sinyal elektrik melalui kabel yang kemudian di terjemahkan
menjadi sebuah pesan. Telegraf sudah ada sejak dulu pada zaman kekaisaran abad ke 19
tetapi pada abad ke 21, telegraf sudah tidak digunakan lagi.
Selain Telegraf, perkembangan komunikasi internasional juga cepat berkembang dengan
munculnya radio yang tidak menggunakan kabel, tapi yang hanya menggunakan jaringan saja
yang bisa membuat orang berkomunikasi. Radio berkembang berawal di amerika serikat pada
tahun 1906. Setelah itu baru berkembang ke beberapa Negara. Telegraf seperti inilah kurang
lebih konteks historis komunikasi internasional.
Komunikasi internasional berkembang secara cepat dari satu orang ke orang lain, dari satu
kelompok ke kelompok lain, dari Negara satu ke Negara lain. Tentu saja perkembanagn ini
didukung oleh teknologi yang canggih dan berkembang pesat pula. Dan perkembangan
bahasa internasional pun juga menyebar ke semua Negara karena adanya bantuan tekhnologi
tadi. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi internasional adalah bahasa Inggris, karena
bahasa Inggris merupakan bahasa Universal yang diakui oleh dunia atau disebut dengan
bahasa internasional yang sampai kapanpun akan digunakan. Oleh karena itu seseorang pada
era modern ini harus dituntut mengerti bahasa Universal tersebut agar dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan jaman dan dapat bersaing secara global.
Dengan adanya komunikasi internasional suatu Negara dengan Negara yang lain
diharapkan dapat menjalin hubungan yang baik seperti kerjasama untuk memperoleh
keuntungan dan tentunya menjaga perdamaian. Seperti pada sektor perdagangan dan industri
yang berkembang pesat di berbagai Negara dengan bantuan komunikasi Internasional yang
baik.

4. Bentuk perubahan kecil

Artikel terkait
Sejarah Pakaian: Dari Kulit Hewan Hingga Kain
KOMPAS.com - Pakaian menjadi sebuah kebutuhan dan selalu digunakan manusia dari
masa ke masa. Pakaian memiliki fungsi utama yaitu melindungi tubuh agar tetap hangat.
Pakaian terus mengalami perkembangan seiring pengaruh budaya, fungsi, dan mode.
Biasanya pakaian terbuat dari bahan tekstil dan serat.
Namun pada zaman purbakala apakah teksil dan serat sudah terbuat? Lalu seperti apakah
sejarah perkembangan pakaian? Berikut faktanya:
Sejarah pakaian
Dilansir dari situs History, pakaian manusia sudah ada sejak zaman purbakala. Saat itu
manusia belajar menggunakan kumparan untuk memintal benang dari serat tanaman dan
hewan.
Sehingga kumparan menjadi alat tenun primitif pertama yang pernah dibuat dalam sejarah
peradaban manusia Meski belum diketahui pasti kapan pakaian muncul.
Namun dari bukti penelitian menunjukkan bahwa sejarah pakaian sudah hadir sejak 100
ribu hingga 500 ribu tahun yang lalu. Hal tersebut ditunjukkan melalui bukti-bukti artefak
yang ditemukan.
Di beberapa wilayah, Neanderthal adalah bangsa yang pertama kali membuat pakaian.
Mereka belajar untuk menggunakan kulit binatang yang diburu sebagai pelindung tubuh agar
tetap hangat dan kering.
Kemudian manusia Cro-Magnon mengembangkan pakaian menggunakan jarum dan benda
runcing dari tulang binantang. Kemudian dibuat titik di salah satu ujung dan mata runcing di
ujung lainnya.
Dengan alat tersebut mereka mampu menggabungkan beberapa kulit menjadi sebuah
jubah. Jubah tersebut berbentuk persegi panjang yang diikat dan dibuat lubang sebagai leher.
Jubah ini tak memiliki lengan dan diikat dengan ikat pinggang dari sisa kulit.
Penemuan alat pakaian
Beberapa peneliti menemukan benda-benda tekstil yang sudah ada sejak zaman purbakala.
salah satunya jarum jahit buatan tangan yang diperkirakan berumur 40 ribu tahun.
Selain jarum, juga ditemukan serat rami yang dicelup dan berada di sebuah goa prasejarah
yang kisaran berumur 36 ribu tahun.
Kemudian di Republik Ceko ditemukan alat tenun pertama dalam bentuk cetakan tekstil,
keranjang dan jaring yang terbuat dari potongan tanah liat dan berusia 27 ribu tahun.
Bahkan para arkeolog juga menemukan patung-patung yang diukir menggunakan topi atau
penutup kepala, ikat pinggang, dan tali pengikat pakaian.
Patung tersebut berada di Eropa Timur. Arkeolog juga menemukan pengukur rajutan,
kumparan jarum dan tongkat tenun, yang diyakini digunakan dalam pembuatan tekstil.
Kemudian muncul kain pada 5.000 Sebelum Masehi sebagai pakaian beras dari serat
alami. Peradaban Mesir dan India memperkenalkan jeramindan katun yang terbuat dari serat
tanaman.
Terdapat kain dengan wol dari bulu hewan. Kemudian Tiongkok memperkenalkan sutra
yang terbuat dari serat ulat sutra. Memasuki era modern dan berkembangnya pengetahuan
manusia, pada abad ke-20 kain mulai terbuat dari mineral atau serat sintesis.
Jenis-jenis kain yang sekarang kita kenal untuk membuat pakaian antara lain rayon, asetat,
nylon, akrilik, polyester, dan spandex.
Perkembangan pakaian
Pakaian kemudian mengalami perkembangan dari masa ke masa. Dikutip dari Textile
School setelah mengenal kain, kemudian muncul beberapa bagian pada pakaian, di antaranya:
Kancing
Penggunaan kancing untuk pertamakalinya berasal dari Lembah Indus sekitar 2.000
Sebelum Masehi. Kancing tersebut terbuat dari cangkang yang dilubangi dan dijahit di
pakaian.
Kancing kemudian berkembang dan digunakan dalam peradaban Tiongkok serta Romawi
Kuno. Pada abad ke-13 Jerman mengaplikasikan kancing pada sebuah pakaian dalam skala
industry.
Kerah
Kerah biasanya identik dengan pakaian yang formal atau resmi. Kerah dikembangkan
mulai dari bentuk ruffle. Ruffle adalah lipatan kain atau pita pada bagian leher pakaian.
Saku
Pada abad ke -17 dampai 18, bangsa Eropa menggunakan saku sebagai kantong atau tas
kecil yang terpisah. Tas tersebut menggantung di bagian pakaian atau celana. Saat ini saku
berkembang menjadi bagian yang utuh dengan pakaian atau celana.
Ritsleting
Ritsleting berarti mengunci. Digunakan pada pakaian sejak abad ke-19. Awalnya ritsleting
ini berbentuk besar dan tebal. Kemudian disempurnakan dan memiliki banyak varian hingga
sekarang.

Penulis : Serafica Gischa


Editor : Serafica Gischa
5. Bentuk perubahan yang direncanakan

Artikel terkait:
Efek MRT pada Sosial Budaya Warga Jakarta

Bisnis.com, JAKARTA - Rektor Universitas Indonesia (UI) Muhammad Anis


mengatakan fasilitas transportasi kereta mass rapid transportation (MRT), maka sosial
budaya di masyarakat akan berubah. Budaya tersebut berkaitan dengan interaksi dan cara
masyarakat bersosialisasi.
"Dampak MRT ini luas, tak hanya ekonomi, tapi juga sosial budaya," ujar Muhammad
Anis di kantor PT MRT, Jakarta Pusat, pada Senin (17/9/2018).
Muhammad Anis mengatakan masyarakat Jakarta yang kerap menggunakan kendaraan
pribadi, ke depannya akan menggunakan transportasi umum seperti MRT, sehingga akan ada
lebih banyak interaksi antarmasyarakat dan mengubah pola budaya individualis tersebut.
“Khususnya di titik transit area, perubahan budaya itu akan mempengaruhi psikologis
masyarakat. Ini yang akan UI kembangkan," ujar Muhammad Anis.
PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta melakukan penandatanganan nota kesepakatan
bersama (MoU) dengan Universitas Indonesia.
Direktur Utama PT MRT William Sabandar dan Rektor UI Muhammad Anis yang
menandatangani MoU tersebut.
Anis berharap kerja sama dengan MRT Jakarta dapat membuat wawasan para mahasiswa
yang bekerja di sana bisa lebih berkembang. Terlebih, MRT menggunakan teknologi bor
canggih pertama di Indonesia yang ilmunya sangat berguna untuk mahasiswa UI.
"MoU ini diharapkan bisa meningkatkan kerja sama dalam transfer teknologi dan sumber
daya manusia," ujar Dirut MRT William Sabandar
“Khususnya di titik transit area, perubahan budaya itu akan mempengaruhi psikologis
masyarakat. Ini yang akan UI kembangkan," ujar Muhammad Anis

6. Bentuk perubahan yang tidak direncanakan

Artikel terkait:

Perubahan Sosial di Era Pandemi

Kehadiran pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah mengubah tatanan dunia
dalam waktu singkat. Barangkali juga tidak ada yang pernah membayangkan bahwa pandemi
ini akan menyebabkan derita kemanusiaan yang begitu mendalam. Bahkan dalam waktu yang
tidak lama, pandemi ini telah menyebar secara cepat dalam skala luas dan menimbulkan
banyak korban jiwa.
Secara sosiologis, pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan sosial yang tidak
direncanakan. Artinya, perubahan sosial yang terjadi secara sporadis dan tidak dikehendaki
kehadirannya oleh masyarakat. Akibatnya, ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi
pandemi ini pada gilirannya telah menyebabkan disorganisasi sosial di segala aspek
kehidupan masyarakat.
Lebih jauh, kondisi masyarakat yang belum siap menerima perubahan akibat pandemi
Covid-19 tentu dapat menggoyahkan nilai dan norma sosial yang telah berkembang dan
dianut oleh masyarakat selama ini.
Meskipun demikian, masyarakat pada dasarnya memang akan selalu mengalami
perubahan. Masyarakat tidak bisa dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, melainkan
sebagai proses yang senantiasa berubah dengan derajat kecepatan, intensitas, irama, dan
tempo yang berbeda (Sztompka, 08:2017).
Akan tetapi, dalam konteks merebaknya pandemi Covid-19, perlu diketahui bahwa apakah
perubahan yang terjadi dalam masyarakat bersifat total sehingga menghasilkan sistem sosial
baru ? atau yang terjadi hanyalah proses negosiasi ulang di dalam sistem sosial sehingga akan
tercipta titik keseimbangan yang baru ?

Perubahan Sosial Akibat Pandemi


Harus diakui bahwa dampak pandemi Covid-19 telah memaksa komunitas masyarakat
harus adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan sosial yang diakibatkannya. Ragam
persoalan yang ada telah menghadirkan desakan transformasi sosial di masyarakat. Bahkan,
bukan tidak mungkin peradaban dan tatanan kemanusiaan akan mengalami pergeseran ke
arah dan bentuk yang jauh berbeda dari kondisi sebelumnya. Lebih lanjut, wajah dunia pasca
pandemi bisa saja tidak akan pernah kembali pada situasi seperti awalnya.
Seorang pemikir dan ahli sejarah, Yuval Noah Harari dalam tulisan artikelnya berjudul
“The World After Coronavirus” yang dimuat Financial Times (20/03/2020), menyatakan
bahwa “Badai pasti berlalu, manusia mampu bertahan, namun dunia yang kita tempati akan
sangat berbeda dengan dunia sebelumnya”.
Dengan demikian, segala bentuk aktivitas masyarakat yang dilakukan di masa pra-
pandemi, kini harus dipaksa untuk disesuaikan dengan standar protokol kesehatan. Tentu ini
bukan persoalan yang sederhana. Sebab pandemi Covid-19 telah menginfeksi seluruh aspek
tatanan kehidupan masyarakat yang selama ini telah diinternalisasi secara terlembaga melalui
rutinitas yang terpola dan berulang.
Kedepan, masyarakat justru akan dihadapkan pada situasi perubahan yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya. Sejumlah tata nilai dan norma lama harus ditata ulang dan
direproduksi kembali untuk menghasilkan sistem sosial yang baru. Munculnya tata aturan
yang baru tersebut kemudian salah satunya ditandai dengan adanya himbauan dari
pemerintah untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah sejak awal kemunculan virus ini di
Indonesia. Begitu pula dengan pola kebiasaan masyarakat yang guyub, senang berkumpul
dan bersalaman, kini dituntut untuk terbiasa melakukan pembatasan sosial.
Selain itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah merebaknya
pandemi Covid-19 juga telah mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara dalam mengatur
perilaku dan kebiasaan masyarakat. Kebijakan psysical distancing telah mengubah ragam
bentuk perilaku masyarakat yang kemudian mengharuskan adanya jarak fisik dalam proses
interaksi sosialnya.
Dalam konteks ini, perilaku dan kebiasaan masyarakat secara konvensional di masa pra-
pandemi kemudian diatur dan ditransformasikan melalui pola interaksi secara virtual. Kondisi
ini sekaligus mempertegas bahwa fungsi teknologi menjadi sangat penting sebagai perantara
interaksi sosial masyarakat di era pandemi saat ini.
Selanjutnya, perubahan sosial di tengah pandemi Covid-19 juga telah melahirkan
kebiasaan-kebiasaan baru berupa terjadinya perubahan perilaku sosial masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan hasil survei sosial demografi dampak Covid-19 yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 diketahui bahwa sekitar 72%
responden yang selalu atau teratur menjaga jarak fisik dalam seminggu terakhir, sebanyak
80,20% responden menyatakan mereka sering/selalu mencuci tangan dengan sabun dan
menggunakan masker, 82,52% responden selalu menghindari transportasi umum (termasuk
transportasi online), dan sebanyak 42% responden mengaku mengalami peningkatan aktivitas
belanja online selama Covid-19.
Dalam perkembangannya, merespons situasi krisis akibat Covid-19, pemerintah kemudian
menerapkan kebijakan yang disebut sebagai kenormalan baru (new normal). Tentu, berbagai
kebijakan yang dihasilkan akan berimplikasi secara langsung terhadap segala bentuk
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.

Kenormalan Baru
Harus diakui kondisi normal baru akan menyebabkan perubahan sosial, termasuk pola
perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat. Sederhananya, normal baru menekankan
pada perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, namun tetap
merujuk pada protokol kesehatan yang kemudian harus dibiasakan. Meskipun demikian,
penerapan normal baru tidak akan berjalan dengan maksimal, bila tidak disertai kedisiplinan
tinggi oleh masyarakat. Apalagi data kasus Covid-19 hingga kini masih menunjukkan angka
fluktuasi.
Oleh karena itu, masyarakat harus diedukasi secara terus-menerus untuk menerapkan
hidup normal baru dalam aktivitas sosial mereka. Masyarakat perlu dibiasakan agar disiplin
mematuhi protokol kesehatan. Sebab pandemi Covid-19 telah memaksa kita untuk adaptif
terhadap segala bentuk perubahan. Begitu juga hidup dengan kenormalan baru bisa saja akan
menjadi model budaya baru di masa mendatang. (*)

Anda mungkin juga menyukai