Analisis ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan
Dosen Pengajar :
Dhany Rachmawan
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS HUKUM
NO Bahan Kadar
1 BOD5 80 mg/l
3 TSS 60 mg/l
9 Ph 7
1. Apakah dapat dikatakan bahwa PT. Sejahtera telah melanggar baku mutu
air limbah ? Jelaskan jawaban saudara disertai dasar hukumnya;
2. Apakah PT. Sejahtera menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun dalam
proses produksinya ? Jelaskan jawaban saudara beserta dasar hukumnya.
1. Apakah dapat dikatakan bahwa PT. Sejahtera telah melanggar baku mutu
air limbah ? Jelaskan jawaban saudara disertai dasar hukumnya;
Jawab :
NO Bahan Kadar
1 BOD5 80 mg/l
3 TSS 60 mg/l
9 Ph 7
Jawab :
2. Kasus 2
Jawab :
Warga dapat mengajukan gugatan ganti rugi, karena PT. Sejahtera terbukti
melanggar Baku Mutu Air Limbah dan sesuai pasal 87 ayat 1 Undang-Undang No.
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
mengatur bahwa “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”
((Liability Based On Fault)
2. Apa saja yang harus dibuktikan warga pemilik lahan untuk melengkapi
gugatannya ?
Jawab :
Pada kasus ini diketahui warga pemilik sawah mengalami kerugian berupa
kegagalan panen sebagai dampak pencemaran dari Industri Penyamakan Kulit milik
PT. Sejahtera yang diatas telah terbukti melanggar Baku Mutu Air Limbah.
3. Apakah warga dapat mengajukan gugatan class action ? Jelaskan beserta
dasar hukumnya.
Jawab :
Catatan : Class action adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok
orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih
anggotanya menggugat atau digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut
serta dari setiap anggota kelompok. Persyaratan umum yang perlu ada mencakup
banyak orangnya, tuntutan kelompok lebih praktis, dan perwakilannya harus jujur
dan adequate (layak). Dapat diterima oleh kelompok, dan mempunyai kepentingan
hukum dan fakta dari pihak yang diwakili.
Jawab :
Jawab :
Jawab :
Pada kasus ini dijelaskan dan diketahui bahwa pemilik sawah mengalami
kerugian berupa kegagalan panen sebagai dampak pencemaran, dampak
pencemaran tersebut masih dapat dipulihkan kembali dan dampaknya tidak sangat
luas hanya/baru menyangkut kerugian berupa gagal panen.
3. Kasus 3
Jika kemudian ada warga yang meninggal setelah mengkonsumsi ikan yang
ada di dalam sungai tersebut :
Jawab :
Yang berpotensi terkena sanksi pidana sesuai Pasal 116 (1) UUPPLH,
Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama
badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang
yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
3. Tn. Asmi (Pasal 116 (1) huruf b UUPPLH, karena diketahui bahwa kegiatan
dilakukan berdasarkan perintah dan pengawasan manager unit produksi pabrik
yakni Tn. Asmi .
Ketiga operator mesin pencampuran Polan, Fulan dan Mulan bebas sanksi
pidana karena sesuai pasal 116 ayat (2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan
hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja
badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin
dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut
dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
2. Apa saja bentuk sanksi pidana yang dapat dikenakan ?
Jawab :
b. Hukuman Denda (Paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak lima belas
miliar rupiah)
serta
Jawab :
PT. Sejahtera dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 116 (1) huruf a
UUPPLH Karena tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan tersebut oleh,
untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan
kepada badan usaha. Dapat diketahui PT. Sejahtera termasuk Badan usaha yang
berbadan hukum.
Jawab :
4. Kasus 4
Jawab :
Pasal 76 UUPPLH :
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
Jawab :
Jawab :
5. Kasus 5
Case 9.4 Shanks and McEwan (Teesside) Ltd v. Environment Agency (1997)
Env LR 305.
At the trial, SM argued that it did not have the requisite knowledge of the
deposit, because it had only been in the knowledge of the supervisor. SM was
convicted on the basis that the site supervisor was part of the “controlling mind” of
the company.
On appeal, the Court held that the only knowledge that was required was
general knowledge that waste was deposited as opposed to specific knowledge of
the breach of condition. On this basis, either the supervisor’s knowledge could be
attributed to the company or the company had the general knowledge of waste
deposits at the site because it was a lansfill site. Thus, the purposes of this particular
waste offence that is, to prevent the unlawful disposal of waste could be met either
by saying that the “controlling minds” of the company knew that waste was
deposited at its landfill sites or that the supervisor’s knowledge of specific deposits
could be attributed to the company.
Jawab :
Jawab :
Masalah hukum diatas mengenai perusahaan limbah yang dengan sengaja
melanggar persyaratan lisensi tentang penyimpanan limbah. SM dihukum atas
dasar bahwa kedudukan pengawas adalah bagian dari "pikiran yang
mengendalikan" perusahaan.
Jawab :
Sama seperti kasus diatas, sesuai Pasal 116 (1) huruf b UUPPLH yang
dikenai sanksi adalah orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana
tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana
tersebut, yang memberi perintah kepada pengawas tersebutlah yang di kenai sanksi
pidana dan sesuai Pasal 118 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan penjelasannya. “Terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi
pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional. Yang dimaksud dengan menerima
tindakan dalam Pasal ini termasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak cukup
melakukan pengawasan terhadap tindakan pelaku fisik, dan/atau memiliki
kebijakan yang memungkinkan terjadinya tindak pidana tersebut. Sama halnya
terhadap posisi SM tersebut.