Anda di halaman 1dari 18

Analisis Kasus Hukum Lingkungan

Analisis ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan

Dosen Pengajar :

Dhany Rachmawan

Disusun Oleh :

1. Agus Sri Divayana (010001800026)


2. Made Bellysky Mahardika (010001800278)
3. Adji Syahputra (010001500008)

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM ILMU HUKUM


TUGAS 2 HUKUM LINGKUNGAN

Terjadi laporan kontaminasi air sungai irigasi yang digunakan untuk


keperluan sumber air minum warga sekitar dan perusahaan daerah air minum yang
mengolah air untuk kebutuhan warga perkotaan, fungsi utama saluran irigasi adalah
untuk mengairi sawah di kawasan sekitarnya. Kontaminasi diduga berasal dari air
limbah PT. Sejahtera.

PT. Sejahtera merupakan industri yang bergerak di bidang penyamakan


kulit dengan menggunakan dedaunan. Informasi Tambahan :

1. Kontaminasi terjadi di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.


2. Lokasi Pabrik di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
3. Kantor Pusat PT. Sejahtera di Jl. Darmo Raya Surabaya, Jawa Timur.

Hasil pemeriksaan kualitas air limbah adalah sebagai berikut :

NO Bahan Kadar

1 BOD5 80 mg/l

2 COD 200 mg/l

3 TSS 60 mg/l

4 Krom Total (Cr) 0,20 mg/l

5 Minyak dan Lemak 5,0 mg/l

6 Nitrogen Total 20 mg/l

7 Amonia Total 0,7 mg/l

8 Sulfida 0,6 mg/l

9 Ph 7

10 Debit Limbah 40 m2/ton bahan baku


1. Kasus 1

1. Apakah dapat dikatakan bahwa PT. Sejahtera telah melanggar baku mutu
air limbah ? Jelaskan jawaban saudara disertai dasar hukumnya;
2. Apakah PT. Sejahtera menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun dalam
proses produksinya ? Jelaskan jawaban saudara beserta dasar hukumnya.

Ulasan lengkap Kasus 1 :

1. Apakah dapat dikatakan bahwa PT. Sejahtera telah melanggar baku mutu
air limbah ? Jelaskan jawaban saudara disertai dasar hukumnya;

Jawab :

PT. Sejahtera merupakan industri yang bergerak di bidang penyamakan kulit


dengan menggunakan dedaunan, Baku Mutu Air Limbah bagi Industri Penyamakan
Kulit telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Hasil pemeriksaan kualitas
air limbah PT. Sejahtera adalah sebagai berikut :

NO Bahan Kadar

1 BOD5 80 mg/l

2 COD 200 mg/l

3 TSS 60 mg/l

4 Krom Total (Cr) 0,20 mg/l

5 Minyak dan Lemak 5,0 mg/l

6 Nitrogen Total (Sebagai N) 20 mg/l

7 Amonia Total 0,7 mg/l

8 Sulfida (Sebagai S) 0,6 mg/l

9 Ph 7

10 Debit Limbah 40 m2/ton bahan baku


Dapat diketahui apakah PT. Sejahtera ini telah melanggar baku mutu air
limbah melalui :

Maka dapat disimpulkan sesuai Lampiran II Peraturan Menteri Lingkungan


Hidup Republik Indonesia Nomor. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah
bagi Usaha dan/Atau Kegiatan Industri Penyamakan Kulit melalui proses
penyamakan menggunakan daun-daunan, bahwa PT. Sejahtera telah melanggar
baku mutu air limbah karena :

1. Kualitas air limbah PT. Sejahtera mengandung BOD5 dengan kadar


80 mg/l yang melampaui Kadar paling tinggi BOD5 yaitu 70 mg/l.
2. Kualitas air limbah PT. Sejahtera mengandung COD dengan kadar
200 mg/l yang melampaui Kadar paling tinggi COD yaitu 180 mg/l.
3. Kualitas air limbah PT. Sejahtera mengandung TSS dengan kadar 60
mg/l yang melampaui Kadar paling tinggi TSS yaitu 50 mg/l.
4. Kualitas air limbah PT. Sejahtera mengandung Krom Total (Cr)
dengan kadar 0,20 mg/l yang melampaui Kadar paling tinggi Krom
Total (Cr) yaitu 0,10 mg/l.
5. Kualitas air limbah PT. Sejahtera mengandung Nitrogen Total
dengan kadar 20 mg/l yang melampaui Kadar paling tinggi Nitrogen
Total yaitu 15 mg/l.
6. Kualitas air limbah PT. Sejahtera mengandung Amonia Total dengan
kadar 0,7 mg/l yang melampaui Kadar paling tinggi Amonia Total
yaitu 0,50 mg/l.
7. Kualitas air limbah PT. Sejahtera mengandung Sulfida dengan kadar
0,6 mg/l yang melampaui Kadar paling tinggi Sulfida yaitu 0,50 mg/l.

2. Apakah PT. Sejahtera menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun dalam


proses produksinya ? Jelaskan jawaban saudara beserta dasar hukumnya.

Jawab :

Sesuai Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
“Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.”
Hasil pemeriksaan kualitas air limbah PT. Sejahtera adalah mengandung
Krom Total (Cr) dengan kadar 0,20 mg/l Sesuai LAMPIRAN I Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dalam Tabel.3 Daftar Limbah B3 dari
Sumber Spesifik Umum Kode Industri/Kegiatan No. 34 Industri/Kegiatan
Penyamakan Kulit diketahui Kode Limbah A334-2 Tanning liquor mengandung Cr
termasuk bahaya kategori 1 dan Kode Limbah B334-1 Limbah dari proses tanning
dan finishing antara lain blue sheetings, shavings, cutting, bufffing dust, yang
mengandung Cr termasuk bahaya kategori 2. Jadi karena kualitas air limbah PT.
Sejahtera (Industri Penyamakan Kulit) mengandung Cr dengan kadar 0,20 mg/l
dapat dikatakan menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun dalam proses
produksinya.

2. Kasus 2

Jika kemudian warga pemilik sawah mengalami kerugian berupa kegagalan


panen sebagai dampak pencemaran tersebut :

1. Apakah warga dapat mengajukan gugatan ganti rugi ?


2. Apa saja yang harus dibuktikan warga pemilik lahan untuk melengkapi
gugatannya ?
3. Apakah warga dapat mengajukan gugatan class action ? Jelaskan beserta
dasar hukumnya.
4. Ke pengadilan mana gugatan tersebut diajukan ?
5. Apakah warga dapat mengajukan gugatan dalam bentuk class action ?
6. Apakah dalam kasus tersebut PT. Sejahtera Bertanggung Jawab secara
mutlak ? Jelaskan.
Ulasan Lengkap Kasus 2 :

1. Apakah warga dapat mengajukan gugatan ganti rugi ?

Jawab :

Warga dapat mengajukan gugatan ganti rugi, karena PT. Sejahtera terbukti
melanggar Baku Mutu Air Limbah dan sesuai pasal 87 ayat 1 Undang-Undang No.
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
mengatur bahwa “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”
((Liability Based On Fault)

2. Apa saja yang harus dibuktikan warga pemilik lahan untuk melengkapi
gugatannya ?

Jawab :

Yang harus dibuktikan warga pemilik lahan untuk melengkapi gugatannya


sesuai prinsip Liability based on Fault adalah warga pemilik lahan harus
membuktikan unsur kesalahan dari pelaku/PT. Sejahtera.

Pada kasus ini diketahui warga pemilik sawah mengalami kerugian berupa
kegagalan panen sebagai dampak pencemaran dari Industri Penyamakan Kulit milik
PT. Sejahtera yang diatas telah terbukti melanggar Baku Mutu Air Limbah.
3. Apakah warga dapat mengajukan gugatan class action ? Jelaskan beserta
dasar hukumnya.

Jawab :

Dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor. 36/KMA/SK/II/2013


tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dijelaskan
bahwa warga dapat mengajukan gugatan class action dengan Prosedur Gugatan
Perwakilan Kelompok (Class Action) mengacu pada Pasal 91 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
jo PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Dalam Pasal 91 (1) UUPPLH dijelaskan bahwa Masyarakat berhak


mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri
dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Catatan : Class action adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok
orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih
anggotanya menggugat atau digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut
serta dari setiap anggota kelompok. Persyaratan umum yang perlu ada mencakup
banyak orangnya, tuntutan kelompok lebih praktis, dan perwakilannya harus jujur
dan adequate (layak). Dapat diterima oleh kelompok, dan mempunyai kepentingan
hukum dan fakta dari pihak yang diwakili.

4. Ke pengadilan mana gugatan tersebut diajukan ?

Jawab :

Gugatan tersebut diajukan ke Peradilan Umum, Karena gugatan tersebut


terkait perdata secara umum (Sesuai Pasal 87 ayat 1 UUPPLH dan Pasal 1365
KUHPerdata). Badan yang menjalankannya terdiri dari Pengadilan Negeri sebagai
pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat
banding. Peradilan ini diatur dengan UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
jo. UU No.8 Tahun 2004 jo. UU No.49 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor
37/PUU-X/2012.

5. Apakah warga dapat mengajukan gugatan dalam bentuk class action ?

Jawab :

Dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor. 36/KMA/SK/II/2013


tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dijelaskan
bahwa warga dapat mengajukan gugatan class action dengan Prosedur Gugatan
Perwakilan Kelompok (Class Action) mengacu pada Pasal 91 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
jo PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Dalam Pasal 91 (1) UUPPLH dijelaskan bahwa Masyarakat berhak


mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri
dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

6. Apakah dalam kasus tersebut PT. Sejahtera Bertanggung Jawab secara


mutlak ? Jelaskan.

Jawab :

Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009


tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan “Setiap
orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian
yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”

Dalam kasus 2 tersebut PT. Sejahtera tidak Bertanggung Jawab secara


mutlak karena menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor.
36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara
Lingkungan Hidup, Yang dimaksud ancaman serius (Pasal 88 UUPPLH) adalah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dampaknya
berpotensi tidak dapat dipulihkan kembali dan/atau komponen-komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak sangat luas, seperti kesehatan manusia, air
permukaan, air bawah tanah, tanah, udara, tumbuhan, dan hewan.

Pada kasus ini dijelaskan dan diketahui bahwa pemilik sawah mengalami
kerugian berupa kegagalan panen sebagai dampak pencemaran, dampak
pencemaran tersebut masih dapat dipulihkan kembali dan dampaknya tidak sangat
luas hanya/baru menyangkut kerugian berupa gagal panen.

PT. Sejahtera baru dapat dikatakan bertanggung jawab secara mutlak


apabila dampaknya telah sangat luas seperti menyangkut kesehatan manusia, air
permukaan, air bawah tanah, tanah, udara, tumbuhan, dan hewan. Tetapi pada kasus
2 ini dampaknya belum luas hanya menyangkut kerugian berupa gagal panen.

3. Kasus 3

Berdasarkan investigasi diperoleh informasi bahwa pencampuran bahan dan


kegiatan penyamakan kulit dilakukan oleh unit produksi yang terdiri dari tiga orang
operator mesin pencampuran yakni Polan, Fulan dan Mulan. Kegiatan dilakukan
berdasarkan perintah dan pengawasan manager unit produksi pabrik yakni Tn.
Asmi.

Jika kemudian ada warga yang meninggal setelah mengkonsumsi ikan yang
ada di dalam sungai tersebut :

1. Siapakah yang berpotensi terkena sanksi pidana ?


2. Apa saja bentuk sanksi pidana yang dapat dikenakan ?
3. Apakah PT. Sejahtera dapat dikenai sanksi pidana ?
4. Apakah jajaran direksi PT. Sejahtera dapat dikenai sanksi pidana ?
Ulasan Lengkap Kasus 3 :

1. Siapakah yang berpotensi terkena sanksi pidana ?

Jawab :

Yang berpotensi terkena sanksi pidana sesuai Pasal 116 (1) UUPPLH,
Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama
badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a. badan usaha; dan/atau

b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang
yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Pada kasus 3 yang berpotensi terkena sanksi pidana adalah :

1. badan hukum itu sendiri (Pasal 116 (1) huruf a UUPPLH)

2. Pemimpin badan usaha (pasal 118 UUPPLH) dan

3. Tn. Asmi (Pasal 116 (1) huruf b UUPPLH, karena diketahui bahwa kegiatan
dilakukan berdasarkan perintah dan pengawasan manager unit produksi pabrik
yakni Tn. Asmi .

Ketiga operator mesin pencampuran Polan, Fulan dan Mulan bebas sanksi
pidana karena sesuai pasal 116 ayat (2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan
hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja
badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin
dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut
dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
2. Apa saja bentuk sanksi pidana yang dapat dikenakan ?

Jawab :

Contoh : Pasal 98 (3) UUPPLH, Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

1. Hukuman Pokok berupa :

a. Hukuman Penjara (Paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun)

b. Hukuman Denda (Paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak lima belas
miliar rupiah)

serta

2. Hukuman-hukuman tambahan, diatur dalam Pasal 119 UUPPLH, Selain pidana


sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat
dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;

c. perbaikan akibat tindak pidana;

d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.


3. Apakah PT. Sejahtera dapat dikenai sanksi pidana ?

Jawab :

PT. Sejahtera dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 116 (1) huruf a
UUPPLH Karena tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan tersebut oleh,
untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan
kepada badan usaha. Dapat diketahui PT. Sejahtera termasuk Badan usaha yang
berbadan hukum.

4. Apakah jajaran direksi PT. Sejahtera dapat dikenai sanksi pidana ?

Jawab :

Dalam Pasal 118 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan penjelasannya. “Terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi
pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional.” Dapat diketahui Direksi adalah
organ Perseroan yang menjalankan tindakan pengurusan untuk mencapai visi dan
misi Perseroan demi kepentingan terbaik Perseroan. Direksi juga bertanggung
jawab mewakili Perseroan baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar Perseroan. Jadi jajaran direksi PT.Sejahtera dapat
dikenai sanksi pidana.

4. Kasus 4

Jika pemerintah daerah setempat hendak menghentikan kegiatan PT.


Sejahtera dengan mencabut ijin usaha pabrik tersebut :

1. Siapa yang berwenang melakukan pencabutan ijin ? Jelaskan jawaban


saudara.
2. Bagaimana prosedur pencabutan ijin berdasarkan UUPPLH ?
3. Apakah kegiatan tersebut wajib dilengkapi AMDAL ? Jelaskan jawaban
saudara beserta dasar hukumnya.

Ulasan Lengkap Kasus 4 :

1. Siapa yang berwenang melakukan pencabutan ijin ? Jelaskan jawaban


saudara.

Jawab :

Pasal 76 UUPPLH :

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif


kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.

(2) Sanksi administratif terdiri atas:

a. teguran tertulis;

b. paksaan pemerintah;

c. pembekuan izin lingkungan; atau

d. pencabutan izin lingkungan.

Dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor. 36/KMA/SK/II/2013


tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dijelaskan
bupati bertugas dan berwenang menyelesaikan sengketa lingkungan hidup yang :

a. lokasi dan dampaknya berada di wilayah kabupaten/kota;

b. dimohonkan salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Disini diketahui Kontaminasi terjadi di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah


dan Lokasi Pabrik di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Jadi Bupati berwenang
melakukan pencabutan izin usaha pabrik PT. Sejahtera.
2. Bagaimana prosedur pencabutan ijin berdasarkan UUPPLH ?

Jawab :

Prosedur pencabutan ijin diatur dalam Pasal 79 UUPPLH “Pengenaan


sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan
apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
pemerintah.”

3. Apakah kegiatan tersebut wajib dilengkapi AMDAL ? Jelaskan jawaban


saudara beserta dasar hukumnya.

Jawab :

Kegiatan Industri Penyamakan Kulit tidak wajib dilengkapi AMDAL,


karena sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, pada lampiran 1 huruf h industri
penyamakan kulit tidak tercantum/tidak termasuk ke dalam kegiatan industri yang
wajib dilengkapi AMDAL.

Tetapi Kegiatan Industri Penyamakan Kulit pada kasus diatas memenuhi


Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan AMDAL sesuai Pasal 23 ayat 1 UUPPLH dan Pasal 4 (1) huruf b Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup menjelaskan Kegiatan/Usaha tidak tercantum dalam Lampiran
I tetapi mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, dapat ditetapkan
menjadi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal di luar
Lampiran I.

Disini diketahui Kegiatan pada kasus tersebut mempunyai dampak penting


terhadap lingkungan hidup seperti :
1. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber
daya alam dalam pemanfaatannya;

2. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,


lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

Maka kegiatan tersebut wajib dilengkapi AMDAL.

5. Kasus 5

Case 9.4 Shanks and McEwan (Teesside) Ltd v. Environment Agency (1997)
Env LR 305.

The defendant waste company (SM) was prosecuted for “knowingly


causing” the deposit of waste in breach of licence conditions. The relevant facts
were that the supervisor of a landfill site, while complying with the requirements of
the waste management licence on the delivery of some waste, had failed to complete
a necessary waste disposal from when he redirected it to a contaiment bund rather
than to the anticipated storage tank.

At the trial, SM argued that it did not have the requisite knowledge of the
deposit, because it had only been in the knowledge of the supervisor. SM was
convicted on the basis that the site supervisor was part of the “controlling mind” of
the company.

On appeal, the Court held that the only knowledge that was required was
general knowledge that waste was deposited as opposed to specific knowledge of
the breach of condition. On this basis, either the supervisor’s knowledge could be
attributed to the company or the company had the general knowledge of waste
deposits at the site because it was a lansfill site. Thus, the purposes of this particular
waste offence that is, to prevent the unlawful disposal of waste could be met either
by saying that the “controlling minds” of the company knew that waste was
deposited at its landfill sites or that the supervisor’s knowledge of specific deposits
could be attributed to the company.

1. Jelaskan kronologi kasus di atas !


2. Jelaskan masalah hukum dalam kasus tersebut !
3. Bagaimana penyelesaian kasus tersebut jika terjadi di Indonesia ?

Ulasan Lengkap Kasus 5 :

1. Jelaskan Kronologi Kasus di Atas !

Jawab :

1. Pengawas tempat pembuangan akhir, telah gagal menyelesaikan


pembuangan limbah yang penting saat ia mengarahkan/membuangnya ke
“Contaiment Bund" bukannya ke tangki penyimpanan yang diantisipasi.

2. SM berpendapat bahwa tidak mengetahui tentang penyimpanan.

3. SM dihukum atas dasar bahwa kedudukan pengawas adalah bagian dari


"pikiran yang mengendalikan" perusahaan.

4. pengetahuan pengawas dapat dikaitkan dengan perusahaan atau perusahaan


memiliki pengetahuan umum tentang endapan limbah di lokasi karena itu
adalah lokasi penimbunan limbah.

5. tujuan pelanggaran limbah khusus ini yaitu, untuk mencegah pembuangan


limbah yang melanggar hukum dapat dipenuhi baik dengan mengatakan
bahwa "pengendali pikiran" perusahaan tahu bahwa limbah disimpan di
lokasi penimbunan sampah atau bahwa pengetahuan pengawas tentang
spesifik penyimpanan dapat diatribusikan kepada perusahaan.

2. Jelaskan masalah hukum dalam kasus tersebut !

Jawab :
Masalah hukum diatas mengenai perusahaan limbah yang dengan sengaja
melanggar persyaratan lisensi tentang penyimpanan limbah. SM dihukum atas
dasar bahwa kedudukan pengawas adalah bagian dari "pikiran yang
mengendalikan" perusahaan.

3. Bagaimana penyelesaian kasus tersebut jika terjadi di Indonesia ?

Jawab :

Sama seperti kasus diatas, sesuai Pasal 116 (1) huruf b UUPPLH yang
dikenai sanksi adalah orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana
tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana
tersebut, yang memberi perintah kepada pengawas tersebutlah yang di kenai sanksi
pidana dan sesuai Pasal 118 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan penjelasannya. “Terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi
pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional. Yang dimaksud dengan menerima
tindakan dalam Pasal ini termasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak cukup
melakukan pengawasan terhadap tindakan pelaku fisik, dan/atau memiliki
kebijakan yang memungkinkan terjadinya tindak pidana tersebut. Sama halnya
terhadap posisi SM tersebut.

Anda mungkin juga menyukai