Kolelitiasis
Disusun oleh:
Nisa Austriana Nuridha
1102012305
Pembimbing:
dr. Nanang Wahyu Hidayat, Sp. B
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridha-
Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “Kolelitiasis”. Penulisan
laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di
bagian departemen ilmu bedah di RSUD Kabupaten Bekasi.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan kasus ini tidak terlepas
dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu, terutama kepada dr. Nanang Wahyu Hidayat, Sp. B yang telah memberikan
arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasus ini. Akhir kata
penulis berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bekasi, 2020
Penulis
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tenaga Buruh Lepas
Status : Menikah
Alamat : Kp. Gandaria, Cikarang Timur
Tanggal masuk RS : 05 November 2020
Tanggal pemeriksaan : 11 November 2020
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 11 November 2020
Tempat : Ruang Anggrek Lt. 4
1. Keluhan utama :
Nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu SMRS
2. Keluhan Tambahan :
Nyeri ulu hati, sesak, mual sejak 1 minggu SMRS
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan nyeri pada bagian perut
kanan atas sejak 1 minggu SMRS, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, muncul
mendadak dan berlangsung terus-menerus serta semakin memberat. Pasien mengatakan
nyeri menjalar hingga ke punggung dan ulu hati hingga terkadang timbul sesak.
Keluhan demam (-), mual (+), muntah (-).Pasien sulit BAB namun masih bisa kentut,
terakhir BAB 3 hari SMRS, warna BAB tidak dempul. Tak ada keluhan saat BAK,
warna BAK normal dan nafsu makan baik. Riwayat trauma pada perut (-).
6. Riwayat Pengobatan
Sebelum dibawa ke RSUD Kabupaten Bekasi pasien sempat pergi berobat ke klinik
dekat rumahnya dan diberikan obat untuk lambung, namun tidak ada perbaikan.
Findings:
Hepar : Kedua lobus hepar tidak membesar, permukaan rata, tidak tampak
pelebaran system vaskuler dan bilier intrahepatic dan ekstrahepatik.
Gallblader : Tampak membesar, tampak sludge di dalamnya, dinding tidak
menebal
Pankreas : Bentuk dan ukuran normal, ductus pankreatikus tidak dilatasi.
Kesan:
Cholesistitis
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhannyeri pada
perut bagian kanan atas. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke
pinggang dan ulu hati, hingga terkadang muncul sesak. Keluhan demam ( - ), Mual
(+), dan muntah (-). Pasien masih bisa BAB namun sulit, terakhir BAB 2 hari
SMRS warna kuning kecokelatan. BAK normal, warna kencing seperti teh
disangkal. Riwayat trauma pada perut (-). Riwayat penyakit kuning (-).
Pada status generalis tidak ditemukan kelainan. Pada status lokalis terdapat
nyeri tekan pada regio kanan atas dengan Murphy sign (+). Pada pemeriksaan foto
rontgen normal, dan USG ditemukan kesan cholesistitis
VI. DIAGNOSIS
Kolelitiasis
VIII. PENATALAKSANAAN
NON MEDIKAMENTOSA
Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan rencana tatalaksana.
Bed rest
Informed consent tindakan pembedahan
Observasi tanda-tanda perforasi
MEDIKAMENTOSA
Tindakan
Dilakukan tindakan operasi laparoskopi kolesistektomi
Post Operatif
- Pasien dipuasakan
- Asering 500cc/8 jam
- Meropenem 3x1
- Metronidazole 3x500mg
- Tramadol 3x1
- Sucralfat 2x1
- Asam Tranexamat 3x1
Post Laparoskopi Kolesistektomi
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
I. KANTUNG EMPEDU
Anatomi Kantung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang
terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan
dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu
pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL.
Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar , yang
mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu
dengan hati1
Vesica felea merupakan suatu kantong yang berfungsi memekatkan dan
menyimpan empedu. Dibagi menjadi 4 bagian : fundus , corpus, infundibulum
dan collum. Dari collum berlanjut menjadi ductus cysticus. Infundibulum menonjol
seperti kantong disebut kantong HARTMANN.
Vesica felea diperdarahi oleh a. cystica cabang a.hepatica dekstra. Ada suatu
daerah yang dibentuk oleh ductus cysticus, CBD, dan cabang a.cysticus disebut
TRIGONUM CALOT, daerah ini penting untuk identifikasi a.cysticus dan ductus
cysticus pada tindakan Cholecystektomi.1
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju
ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan
kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis.
Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus
hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris
komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati
duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri
(Avunduk, 2002).
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap tiap
orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan (Debas, 2004). Aliran vena
pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil.
Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan
bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju
vena portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya.
Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan
masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada
akhinya akan masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh
cabang dari saraf simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka.
Saraf preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik
simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama dengan arteri hepatik
dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf parasimpatetik berasal dari cabang
nervus vagus 1
Anatomi Duktus Biliaris
Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepatikus kanan dan kiri,
Ductus hepatikus komunis, Ductus sisticus dan Ductus koledokus. Ductus
koledokus memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu struktur muskularis
yang disebut Sphincter Oddi.(
▪ Duktus sistikus : Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm, berjalan dari leher kandung
empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke
duodenum. Bagian dari duktus sistikus yang berdekatan dengan bagian leher
kandung empedu terdiri dari lipatan-lipatan mulkosa yang disebut valvula heister.
Valvula ini tidak memiliki fungsi valvula, tetapi dapat membuat pemasukan kanul
ke duktus sistikus menjadi sulit
▪ Duktus hepatikus komunis : Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan
diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri
hepatica. duktus hepatikus komunis dihubungkan dengan duktus sistikus
membentuk duktus
koledokus
▪ Duktus koledokus : Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan
diameter 5-10 mm. Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas
dari ligamen hepatoduodenal, disebelah kanan arteri hepatica dan di anterior vena
porta. Ductus koledokus bergabung dengan ductus pankreatikus masuk ke dinding
duodenum (Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus.
Suplai arteri untuk Duktus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan Arteri
hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari Ductus
koledokus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat saraf dan
ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi tetapi persarafan dari Ductus koledokus dan
Sphinchter Oddi sama dengan persarafan pada kandung empedu.
1.1 HISTOLOGI
Kandung empedu terdiri dari epitel columnar tinggi yang mengandung kolesterol dan
tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar
yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada
fundus dan corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina
propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang
berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, syaraf,
pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali
bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di bedakan secara
histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan
submukosa yang sedikit.
Fisiologi
II. Kolelitiasis
2.1. Definisi
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam ductus koledokus, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kantung empedu (kolesistolitiasis). Kalau batu kantung empedu ini berpindah ke dalam
saluran kantung empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau
koledokolitiasis sekunder.3
2.2. Epidemiologi
Prevalensi batu empedu meningkat seiring dengan perjalanan usia, terutama
untuk pasien diatas 40 tahun. Perempuan berisiko dua kali lebih tinggi 7
mengalami batu empedu dibandingkan dengan pria. Kegemukan juga
meningkatkan resiko terjadinya batu empedu. Kejadian batu empedu bervariasi di
negara berbeda dan di etnis berbeda pada negara yang sama. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting dalam pembentukan batu
empedu. Prevalensi tinggi batu empedu campuran di negara Barat, sedangkan di
Asia umumnya dijumpai batu pigmen.4
Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin, yang terdiri atas kalsium bilirubinat, dan batu campuran. Di negara Barat
80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu pigmen
meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu pigmen
dibandingkan dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak
1965 makin meningkat. Diduga perubahan gaya hidup, termasuk perubahan pola
makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan menurunnya frekuensi infeksi empedu,
mungkin menimbulkam perubahan insidens hepatolitiasis.4
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang degan usia yang lebih muda.
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
f. Aktifitas fisik
2.5. Patofisiologi
Menurut Corwin (2008) patofisiologi kolelitiasis yaitu perubahan
komposisi empedu. Perubahan komposisi ini membentuk inti, lalu lambat
laun menebal dan mengkristal. Proses pengkristalan dapat berlangsung
lama, bisa sampai bertahun-tahun dan akhirnya akan menghasilkan batu
empedu, bila adanya peradangan pada kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan sususan kimia dan
pengendapan beberapa unsur konstituen seperti kolesterol, kalsium,
bilirubin. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus. Mukus meningkatan viskositas dan unsur seluler
atau bakteri dapat berperan sebgai pusat presipitasi. Adanya proses infeksi
ini terkait mengubah komposisi empedu dengan meningkatkan reabsorpsi
garam empedu dan lesitin. Genetik. Salah satu faktor genetikk yang
menyebabkan terjadinya batu empedu adalah obesitas karena orang
dengan dengan obesitas cenderung mempunyai kadar kolesterol yang
tinggi. Kolesterol tersebut dapat mengendap di saluran pencernaan juga di
saluran kantung empedu, yang lama kelamaan akan berubah menjadi batu
empedu. 7
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu empedu
diantaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hepar,
dan kadar amilase serta lipase serum.
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
pada pemeriksaan laboratorium. Diduga terdapat kolesistitis akut jika ditemukan
leukositosis dan hingga 15% penderita memiliki peningkatan sedang dari enzim
hepar, bilirubin serum dan alkali fosfatase. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam
duktus koledukus. Kadar alkali fosfatase serum dan mungkin juga kadar amilase
serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.(26)Alkali
fosfatase merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Pada
obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus
meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, menggambarkan
obstruksi saluran empedu. Tetapi alkasi fosfatase juga ditemukan di dalam tulang
dan dapat meningkat pada kerusakan tulang. Selain itu alkali fosfatase juga
meningkat selama kehamilan karea sintesis plasenta.)Pada pemeriksaan urinalisis
adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dapat mengarahkan pada kemungkinan
adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan pada pemeriksaan feses, tergantung
pada obstruksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat.3,8
b. Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologis
terutama pemeriksaan Ultrasonography (USG). Pemeriksaan radiologis lain yang
dapat dilakukan adalah dengan foto polos abdomen, Computed tomography [CTl,
Magnetic nesonance cholangiography [MRCP], Endoscopic ultrasound [EUS], dan
Biliary scintigraphy. Hanya sekitar l0% dari kasus batu empedu adalah radioopak
karena batu empedu tersebut mengandung kalsium dan dapat terdeteksi dengan
pemeriksaan foto polos abdomen. Ultasonography (USG) dan cholescintigraphy
adalah pemeriksaan imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk
mendiagnosis adanya batu empedu.8
1. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman,
cepat, tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan
paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan dugaan
kolik biliaris. Ultrasonography mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95%
dalam mendeteksi adanya batu kandung empedu. Prosedur ini menggunakan
gelombang suara (sound wave) untuk membentuk gambaran (image) suatu organ
tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan USG ditunjukkan dengan
adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, gas intramural, pengumpulan
cairan perikolesistikus dan Murphy sign positif akibat kontak dengan probe USG.
USG juga dapat menunjukkan adanya obstruksi distal dengan ditemukannya
pelebaran saluran intrahepatik atau saluran empedu ekstrahepatik. Tes ini kurang
berguna untuk menemukan batu yang berada di common bile duct8
.
1. Computed Tomography(CT) Scan
Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu
seripotongan cross sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 gambar. Deteksi
batu empedu dapat dilakukan juga dengan Computed tomography, tetapi tidak
seakurat USG dalam mendeteksi batu empedu, oleh karena itu CT scan tidak
digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan kemungkinan penyakit biliaris
kronik. CT scan berguna dalam menunjukkan adanya massa dan pelebaran
saluran empedu Pada kasus akut, pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya
penebalan dinding kandung empedu atau adanya cairan perikolesistikus akibat
kolesistitis akut. 12
2. Cholescintigraphy
Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif, biasanya derivat
imidoacetic acid, yang dimasukkan ke dalam tubuh secara infravena, zat ini
akan diabsorpsi hati dan diekskresikan ke dalam empedu. Scan secara serial
menunjukkan radioaktivitas di dalam kandung empedu, duktus koledokus dan
usus halus dalam 30-60 menit. Pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan
mengenai adanya sumbatan pada duktus sistikus. Cholescintigraphy mempunyai
nilai akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis akut, tetapi pemeriksaan ini
mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada pasien yang telah dirawat beberapa
minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika pasien tersebut
telah mendapat nutrisi parenteral12
2.8. Tatalaksana
Terapi pasien dengan batu empedu tergantung pada derajat keparahan penyakit. Idealnya,
intervensi dalam keadaan litogenik dapat mencegah pembentukan batu empedu, meskipun,
saat ini, opsi ini terbatas pada beberapa keadaan khusus. Setelah batu empedu menjadi
simtomatik, intervensi bedah definitif dengan kolesistektomi biasanya diindikasikan
(kolesistektomi laparoskopi adalah terapi lini pertama).
Pada pasien dengan komplikasi kolesistitis yang parah , stabilisasi pasien dan drainase
kandung empedu, diikuti dengan kolesistektomi, dapat dipertimbangkan. Peran manajemen
medis batu empedu telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Namun, terapi medis
mungkin menjadi alternatif yang berguna untuk kolesistektomi pada pasien tertentu, terutama
pada mereka yang tidak memenuhi kriteria untuk pembedahan dan yang tidak ingin menjalani
pembedahan. Perawatan medis, selain pereda nyeri , tidak diberikan pada bagian gawat
darurat sebagai terapi awal. 9
Perawatan medis untuk batu empedu, digunakan tunggal atau dalam kombinasi, yaitu:
1. Terapi garam empedu oral (asam ursodeoxycholic) (terutama untuk batu empedu
kolesterol x-ray-negatif pada pasien dengan fungsi kandung empedu normal)
Penderita diabetes dan wanita hamil harus melakukan tindak lanjut yang ketat
untuk menentukan apakah mereka mengalami gejala atau mengalami komplikasi.
1. Sirosis
2. Hipertensi portal
3. Anak-anak
4. Kandidat transplantasi
5. Diabetes dengan gejala ringan
6. Pasien dengan kalsifikasi atau kandung empedu porselen harus mempertimbangkan
kolesistektomi elektif karena kemungkinan peningkatan risiko karsinoma (25%).
Rujuk ke ahli bedah untuk pengangkatan sebagai prosedur rawat jalan. 10,11
1. Kolesistektomi
Pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) umumnya diindikasikan pada
pasien yang mengalami gejala atau komplikasi batu empedu, kecuali usia pasien dan
kesehatan umum membuat risiko pembedahan menjadi penghalang. Dalam beberapa
kasus empiema kandung empedu, drainase sementara nanah dari kantong empedu
(kolesistostomi) mungkin lebih disukai untuk memungkinkan stabilisasi dan
memungkinkan kolesistektomi selanjutnya dalam keadaan elektif.
Pada pasien dengan batu kandung empedu yang diduga memiliki batu saluran
empedu yang terjadi bersamaan, ahli bedah dapat melakukan kolangiografi
intraoperatif pada saat kolesistektomi. Saluran empedu umum dapat dieksplorasi
menggunakan koledokoskop. Jika batu saluran umum ditemukan, batu tersebut
biasanya dapat diekstraksi secara intraoperatif. Alternatifnya, ahli bedah dapat
membuat fistula antara saluran empedu bagian distal dan duodenum yang berdekatan
(choledochoduodenostomy), sehingga batu dapat masuk ke usus tanpa
membahayakan. 9
2. Kolesistostomi
Pada pasien yang sakit kritis dengan empiema dan sepsis kandung empedu,
kolesistektomi bisa berbahaya. Dalam keadaan ini, ahli bedah dapat memilih untuk
melakukan kolesistostomi, prosedur minimal yang melibatkan penempatan tabung
drainase di kantong empedu. Ini biasanya menghasilkan perbaikan klinis. Setelah
pasien stabil, kolesistektomi definitif dapat dilakukan dalam keadaan elektif.
Kolesistostomi juga dapat dilakukan dalam beberapa kasus oleh ahli radiologi
invasif di bawah panduan CT-scan. Pendekatan ini menghilangkan kebutuhan akan
anestesi dan sangat menarik bagi pasien yang secara klinis tidak stabil.9
3. Sfingterotomi endoskopi
Jika operasi pengangkatan batu saluran empedu tidak dapat segera dilakukan,
sfingterotomi retrograde endoskopik dapat digunakan. Dalam prosedur ini, ahli
endoskopi mengkanulasi saluran empedu melalui papilla Vater. Dengan menggunakan
elektrokauter sfingterotom, ahli endoskopi membuat sayatan berukuran kira-kira 1 cm
melalui sfingter Oddi dan bagian intraduodenal dari saluran empedu umum, membuat
lubang di mana batu dapat diekstraksi.
Sfingterotomi retrograde endoskopi sangat berguna pada pasien yang sakit kritis
dengan kolangitis asendens yang disebabkan oleh impaksi batu empedu di ampula
Vater. Indikasi lain untuk prosedur ini adalah sebagai berikut:
a. Pengangkatan batu saluran empedu secara tidak sengaja tertinggal selama
kolesistektomi sebelumnya
2.9. Komplikasi
1. Kolesistisis akut
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran
menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Koledokolithiasis
Koledokolithiasis dapat didiagnosis dan diobati dengan endoskopi atau
cholangiography perkutan. Ini adalah komplikasi yang terjadi ketika batu
empedu berpindah ke saluran empedu. Choledocholithiasis disebabkan oleh
migrasi kolesterol atau pigmen hitam batu dari kandung empedu ke dalam
saluran empedu. Gejala terkait dengan tingkat onset dan derajat obstruksi dan
potensi kontaminasi bakteri dari empedu terhambat. Temuan fisik sering tidak
hadir jika obstruksi intermiten; Namun, jika obstruksi terjadi kemudian, akan ada
ikterus. Standar emas untuk diagnosis dan pengobatan batu empedu menghalangi
saluran empedu umum dan / atau saluran utama pankreas ERCP.
4. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
Kolesistektomi bersifat kuratif.
5. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
6. Pankreatitis Bilier
Batu yang menyebabkan batu empedu pankreatitis bisa lewat dari saluran tanpa
intervensi atau mungkin memerlukan endoskopi atau pembedahan. Dalam kasus
jaringan pankreas yang terinfeksi, atau kondisi yang disebut nekrosis pankreas
(jaringan mati) terjadi, antibiotik dapat digunakan untuk mengendalikan atau
mencegah infeksi.8
2.10. Prognosis
Data menunjukkan bahwa hanya 50% pasien batu empedu yang mengalami gejala.
Angka kematian setelah kolesistektomi laparoskopi elektif kurang dari 1%. Namun,
kolesistektomi darurat dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Masalah lain
termasuk batu di saluran empedu setelah operasi, hernia insisional, dan cedera pada
saluran empedu. Beberapa persen pasien mengalami nyeri pasca kolesistektomi.9
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
4 Ko CW, Lee SP (2009). Gallstones. Dalam: Yamada T, Alpers DH, Kallo AN,
Kaplowitz N, Owyang C, Powell DW (eds). Textbook of gastroenterology.
Fifth edition Volume 1. UK: Blackwell Publishing, p: 1952.
5 Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 –
481
6 Kim IS, Myung S, Lee SS, Lee SK, Kim MH. Classification and nomenclature
of gallstones revisited. Yonsei Med J.2003;44:561-70
7 Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
10. Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku
11. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th
edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.