Anda di halaman 1dari 16

LINGKUNGAN

14 prinsip pembelajaran kurikulum 2013 :

1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu


Pembelajaran mendorong siswa menjadi pembelajar aktif. Pada awal
pembelajaran guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu
fenomena atau fakta lalu mereka merumuskan ketidaktahuannya dalam bentuk
pertanyaan. Jika biasanya kegiatan pembelajaran dimulai dengan penyampaian
informasi dari guru sebagai sumber belajar, maka dalam pelaksanaan kurikulum
2013 kegiatan inti dimulai dengan siswa mengamati fenomena atau fakta
tertentu. 
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber
Pembelajaran berbasis sistem lingkungan
Dalam kegiatan pembelajaran siswa diberikan peluang untuk mencari dan
menemukan  sumber belajar seperti informasi dari buku siswa,  internet, koran,
majalah, referensi dari perpustakaan yang telah disiapkan. Pada metode proyek,
pemecahan masalah, atau inkuisi siswa dapat memanfaatkan sumber belajar di
luar kelas. Dianjurkan pula untuk materi tertentu siswa memanfaatkan sumber
belajar di sekitar lingkungan masyarakat.
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah
Hasil belajar dapat diperluas dalam bentuk teks, disain program, mind maping,
gambar, diagram, tabel, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mempraktikan
sesuatu yang dapat dilihat dari lisannya, tulisannya, geraknya, atau karyanya.
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
Pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar, tetapi dari aktivitas dalam
proses belajar. Yang dikembangkan dan dinilai adalah sikap, pengetahuan, dan
keterampilannya. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang
melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses
belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi
perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. 
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
Semua materi pelajaran perlu diletakkan dalam sistem yang terpadu untuk
menghasilkan kompetensi lulusan. Oleh karena itu guru perlu merancang
pembelajaran bersama-sama, menentukan karya siswa bersama-sama, serta
menentukan karya utama pada tiap mata pelajaran bersama-sama, agar beban
belajar siswa dapat diatur sehingga tugas yang banyak, aktivitas yang banyak,
serta penggunaan waktu yang banyak tidak menjadi beban belajar berlebih yang
kontraproduktif terhadap perkembangan siswa.
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi
Di sini siswa belajar menerima kebenaran tidak tunggal. Siswa melihat awan yang
sama di sebuah kabupaten. Mereka akan melihatnya dari tempatnya berpijak. Jika
ada sejumlah siswa yang melukiskan awan pada jam yang sama dari tempat
yangberjauhan, mereka akan melukiskannya berbeda-beda, semua benar tentang
awan itu, benar menjadi beragam.
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
Segala sesuatu diungkapkan dalam bentuk lisan guru, fakta disajikan dalam
bentuk informasi verbal, sekarang siswa harus lihat faktanya, gambarnya,
videonya, diagaramnya, teksnya yang membuat siswa melihat, meraba, merasa
dengan panca indranya. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar, namun
dengan menggunakan panca indra lainnya.
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills)
Hasil belajar pada rapor tidak hanya melaporkan angka dalam bentuk
pengetahuannya, tetapi menyajikan informasi menyangku perkembangan
sikapnya dan keterampilannya.
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan  dan pemberdayaan siswa
sebagai pembelajar sepanjang hayat
Hal ini memerlukan guru untuk mengembangkan pembiasaan sejak dini untuk
melaksanakan norma yang baik sesuai dengan budaya masyarakat setempat,
dalam ruang lingkup yang lebih luas siswa perlu mengembangkan kecakapan
berpikir, bertindak, berbudi sebagai bangsa, bahkan memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan dengankebutuhan beradaptasi pada lingkungan global. Kebiasaan
membaca, menulis, menggunakan teknologi, bicara yang santun  merupakan
aktivitas yang tidak hanya diperlukan dalam budaya lokal, namun bermanfaat
untuk berkompetisi dalam ruang lingkup global.
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan, 
membangun kemauan , dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran
Guru perlu menempatkan diri sebagai fasilitator yang dapat menjadi teladan,
meberi contoh bagaimana hidup selalu belajar, hidup patuh menjalankan agama
dan prilaku baik lain. Guru di depan jadi teladan, di tengah siswa menjadi teman
belajar, di belakang selalu mendorong semangat siswa tumbuh mengembangkan
pontensi dirinya secara optimal.
Membentuk karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-
anak, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada
lingkungan yang berkarakter pula. 
11. Pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat
Karena itu pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang lebih
banyak dan memanfaatkan ruang dan waktu secara integratif. Pembelajaran tidak
hanya memanfaatkan waktu dalam kelas.
12. Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
siswa, dan di mana saja adalah kelas.
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (tIK) untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Di sini sekolah perlu meningkatkan daya guru dan siswa untuk memanfaatkan
TIK.
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa
Cita-cita, latar belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara
pandang, cara belajar, cara berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena
itu pembelajaran harus melihat perbedaan itu sebagai kekayaan yang potensial
dan indah jika dikembangkan menjadi kesatuan yang memiliki unsur keragaman.
Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi, dan biarkan siswa tumbuh menurut
potensinya masing-masing dalam kolobarasi kelompoknya.
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A. Teori Thorndike (Koneksionisme)


Menurut Thorndike, belajar adalah sebuah interaksi antara peristiwa yang disebut
stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau
berbuat, sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan
karena adanya perangsang.
B. Teori Skinner
C. Teori Ausebel
PERTEMUAN 4
Dari diskusi kelompok 5, dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme artinya bersifat
membangun. Teori konstruktivisme merupakan sebuah teori yang sifatnya
membangun, membangun dari segi kemampuan, pemahaman, dalam proses
pembelajaran. Teori ini menenkankan bahwa para siswa sebagai pelajar tidak hanya
menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif
membangun pengetahuan secara individual. Dengan kata lain teori ini memberikan
kebebasan terhadap siswa yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuannya.
Ciri khas pembelarannya:
a. Siswa aktif mengembangkan pengetahuan. Di sini siswa diberikan keluasan untuk
mengembangkan ilmu yang sudah didapatkan tersebut, baik dengan melakukan
latihan, melakukan eksperimen maupun berdiskusi sesama siswa.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
d. Siswa aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
e. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
f. Menggalakkan ide yang dimulai oleh siswa, kemudian menggunakannya sebagai
panduan merancang pengajaran.
Kelebihan teori konstruktivisme:
1) Dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif untuk
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.
2) Murid terlibat secara langsung dalam membangun pengetahuan baru, maka
mereka akan lebih faham akan materi.
3) Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif. Di sini siswa dituntut untuk bisa
memahami pembelajarannya yang di dapatkan di sekolah maupun di luar sekolah,
sehingga pengetahuan-pengetahuannya yang dia dapatkan tersebut bisa dikaitkan
dengan baik.
4) Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran tidak hanya mendengarkan
dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan dengan pengalaman-
pengalaman pribadinya dengan informasi-informasi yang dia dapatkan baik dari
temanya, tetangganya , keluarga, surat kabar, televisi, dan lainnya.
Kekurangan teori konstruktivisme: 
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.

LOTS (Low Order Thinking Skills) merupakan keterampilan berpikir dibawah rata-
rata berada pada kategori mudah. terdapat tingkatan C1 yaitu mengingat, C2 yaitu
memahami dan C3 yaitu aplikasi.  
HOTS (High Order Thinking Skills) yaitu keterampilan berpikir diatas rata-rata
berada padakategori yang sulit. terdapat tingkatan C4 yaitu analisis dan C5 yaitu
mengevaluasi.
Saya setuju dengan pendapat mba Shaila, selain itu LOTS konsep berpikirnya dengan
cara mengingat, memahami dan menerapkan. Biasanya soal berpikir LOTS lebih
terfokus pada materi yang diingat, mengandalkan kemampuan hafalan siswa, 
sedangkan HOTS  (Higher Order Thinking Skill = HOTS) yaitu konsep berpikir yang
lebih banyak mengandalkan seorang siswa untuk berpikir kritis, soalnya tidak lagi
mengandalkan hafalan siswa tetapi berlatih menemukan kunci atau cara dalam
menyelesaikan soal, siswa berfokus pada konsep menalar.
Kita tahu bahwa LOTS dan HOTS itu berbeda. Oleh karena itu dari diskusi kelompok
5 tentang LOTS dan HOTS dapat disimpulkan sebagai berikut:
LOTS (Lower Order Thinking Skills) yang artinya keterampilan dalam berpikir pada
tingkat yang lebih rendah, yaitu keterampilan dalam mengingat, memahami, dan
mengaplikasikan suatu materi pelajaran.
HOTS (Higher Order Thinking Skills) yang berarti keterampilan berpikir pada tingkat
yang lebih tinggi, yaitu keterampilan dalam menganalisis suatu permasalahan,
mengevaluasi, dan mencipta. HOTS terdiri dari dua keterampilan berpikir, yaitu
keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif. Dalam keterampilan
berpikir kritis, yaitu dengan menganalisis suatu permasalahan,
mengevaluasi, dan mengambil kesimpulan. Sedangkan keterampilan berpikir
kreatif yaitu dengan berimajinasi dan menghasilkan sesuatu.

Saya setuju dengan pendapat Shaila. Di mana kita tahu bahwa siswa SMP menginjak
usia remaja yaitu sekitar 12-15 tahun. Di masa ini juga pemikiran mereka lebih
abstrak, logis dan idealistik. Dengan karakteristik tersebut siswa smp masih perlu
bimbingan dari guru sehingga menggunakan strategi pembelajaran yang bersifat
demokratis dengan menerapkan model bimbingan bagi siswa, baik secara individu
maupun kelompok.
Sedangkan karakteristik siswa SMA sudah mengalami kemjauan cara berpikir,
membedakan mana yang benar dan salah. Sehingga siswa SMA dapat mengambil
keputusan karena pada tahap ini siswa sudah mulai aktif untuk menerima pendapat
dan memilih keputusan yang baik.

Prinsip pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatian oleh guru dalam
merumuskan dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Prinsip pembelajaran:
Siswa diasumsikan sebagai subjek yang aktif dan memiliki kemampuan dan dorongan
belajar dan mencari tahu.
Pembelajaran di sekolah harus mampu mengembangkan kompetensi siswa secara
fungsional.
Pembelajaran harus mampu mengembangkan kemampuan kreativitas siswa, tidak
hanya kemampuan-kemampuan reproduktif.
Tujuan pembelajaran bukan hanya pembentukan sikap dan keterampilan yang
diajarkan tetapi juga diharapkan mampu mamacu keterampilan-keterampilan hidup
yang lain yang tidak tercantum secara jelas di dalam kurikulum.
Informasi belajar bukan hanya dari guru, tetapi dari sumber-sumber lain seperti
internet, buku, dan lainnya.
Pembelajaran yang efektif harus mampu menuntun siswa untuk mencapai kompetensi
yang telah ditetapkan.
aya setuju dengan pendapat dari Lisa, bahwa siswa diasumsikan sebagai subjek aktif
dan memiliki dorongan belajar. 
Guru harus menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan
pengetahuan. Dengan begitu siswa akan lebih mudah memahami da mudah
berpendapat. Guru juga harus menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar,
tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat
diselesaikan dengan berbagai cara. Sehingga, cara berfikir siswa akan berkembang.
Dalam hal ini, guru dapat memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan
dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
PERTEMUAN 5
Kesimpulan hasil diskusi kelompok 5

Masalah adalah sebuah situasi yang dihadapi oleh seseorang secara individu maupun kelompok yang membutuhkan penyelesaian dengan
mencari jalan keluarnya. Jalan keluar dalam penyelesaiannya tidak memiliki cara langsung yang dapat menentukan solusinya. Artinya dalam
situasi tersebut harus menunjukan adanya suatu tantangan untuk dicari solusinya.
Pembelajaran matematika bisa sebagai solusi dalam penyelesaian suatu masalah karena pada dasarnya matematika selalu berhubungan
dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah dapat ditemukan
pada soal cerita ataupun soal yang tidak rutin dalam kehidupan sehari-hari. Namun tidak semua soal matematika dapat dikategorikan sebagai
soal pemecahan masalah. Jika suatu soal yang diberikan pada siswa dan siswa langsung tahu cara pemecahannya, maka soal tersebut tidak
termasuk soal yang bertipe pemecahan masalah.

Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu potensi yang dimiliki siswa
atau kesanggupan siswa dalam memecahkan dan menyelesaikan soal matematika.
Yaitu dengan mengkombinasikan konsep yang ada dengan cara memahami masalah,
membuat rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana penyelesaian, dan
memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh. Dengan memanfaatkan pengetahuan
matematika yang telah diperoleh sebelumnya, siswa dapat mengembangkan
pemahaman matematis baru. Dalam menyelesaikan suatu masalah matematis
dibutuhkan penalaran, pemahaman konsep dan keterampilan. Masalah dalam
pembelajaran  matematika biasanya berbentuk soal cerita. 
Contoh:
Sarah, Diva, dan Zaskia sama-sama ikut club volly, namun jadwal latihan nya
berbeda. Sarah latihan volly setiap 4 hari sekali, Diva latihan volly setiap 5 hari
sekali, dan Zaskia latihan volly setiap 7 hari sekali. Jika pada tanggal 30 Oktober
2020 mereka sama-sama latihan volly, tanggal berapakah mereka akan sama-sama
latihan volly kembali?

Dari contoh soal tersebut, siswa tidak dapat secara langsung mengetahui jawabannya.
Namun siswa harus dapat memahami soal tersebut terlebih dahulu, bagaimana bentuk
model matematika dan bagaimana penyelesaian dari soal tersebut.

Dalam menyelesaikan masalah matematika, selalu ada kemungkinan siswa keliru,


sebagai contoh pada soal dibawah ini :
Bu Perlman memiliki bidang terbuka yang dia ingin tandai menjadi terpisah bagian.
Dia meninggalkan setengah dari lapangan untuk ketiga kudanya. Sisanya, 2/3 diberi
tanda agar kalkun bebas berkeliaran, sisanya dibiarkan kosong untuk musim ini.
Berapa banyak lahan kosong? (Posamentier dan Krulik, 2009)

Dalam menjawab soal, siswa mungkin saja menjumlahkan 1/2 dan 2/3 dan hasilnya
7/6. Jelas ini keliru, karena 7/6 lebih besar dari keseluruhan ladang. Pengetahuan awal
terkait masalah yang perlu dimiliki siswa adalah pengenalan pecahan bahwa pecahan
pasti sebagian kecil dari sesuatu, 1/2 adalah satu bagian dari dua bagian yang sama,
2/3 adalah dua bagian dari tiga bagian yang sama. Bila pengerjaan siswa seperti yang
dicontohkan di atas, artinya siswa belum memahami masalah sehingga siswa tidak
bisa memahami apa yang diinginkan dari soal, yaitu 2/3 dari 1/2 bagian.
Kemampuan pemecahan masalah matematis tidak hanya terbatas pada soal
matematika saja, namun kemampuan pemecahan masalah matematis meliputi
keterampilan pada diri peserta didik agar mampu menggunakan kegiatan matematik
untuk memecahkanmasalah dalam ilmu lain ataupun masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Contohnya dalam ilmu biologi, dalam penelitian pertumbuhan kecambah siswa
diminta untuk mengukur panjang kecambah setiap hari dalam satu minggu dan
menghitung rata-rata panjang kecambah. Dari situ kita lihat bahwa kita menggunakan
kegiatan matematika dalam penelitian yaitu mengukur panjang kecambah dan
menghitung rata-rata panjang kecambah dalam satu minggu.

Hasil kesimpulan diskusi kelompok 1


Apa yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah matematis?
Menurut Soedjadi (1994 : 36) Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu keterampilan pada diri peserta didik agar mampu
menggunakan kegiatan matematik untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah dalam ilmu lain dan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Dahar (1989: 138), pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan
yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu keterampilan generik.
Dari pembahasan dua ahli tersebut, dapat kami simpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu strategi dan
keterampilan yang dimilki seseorang dalam menyikapi suatu permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep aturan secara kompleks.
Kesimpulan dari hasil diskusi kelompok 5
Menurut Polya (dalam Suherman, 2001:91), pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu: 
1.      Memahami masalah. 
Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah dapat diarahkan untuk menuntun siswa menetapkan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dalam soal. Pertanyaan yang dapat diajukan kepada siswa agar dia dapat memahami masalah diantaranya, yaitu : (a) apakah yang
diketahui dari soal, (b) apakah yang ditanyakan dari soal, (c) apa saja informasi yang diperlukan, dan (d) bagaimana akan menyelesaikan
soal. Siswa juga harus mengetahui gambaran umum penyelesaiannya baik itu dengan membuat catatan-catatan penting berupa gambar,
diagram, tabel, grafik atau yang lainnya.
2.      Merencanakan pemecahannya.
Pada tahap ini, siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah. Dalam mengidentifikasi strategi
pemecahan masalah, hal yang penting diperhatikan adalah apakah strategi itu berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan.
Strategi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah diantaranya adalah : (a) menebak dan menguji, (b) menggunakan variabel, (c)
melihat pola, (d) menggunakan rumus, (e) menggunakan model, (f) membuat daftar, (g) menggambar diagram, (h) menggunakan penalaran
langsung atau tidak langsung, (i) menggunakan sifat-sifat bilangan, dan (j) bekerja mundur.
Yang dimaksud bekerja mundur ialah terkadang suatu masalah disajikan dalam cara yang diketahui adalah hasil dari proses, sedangkan yang
ditanyakan adalah komponen yang harusnya muncul lebih awal. Maka jika bertemu soal seperti itu, penyelesaian masalahnya disebut bekerja
mundur.
3.      Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua.
Pada tahap menyelesaikan masalah, siswa melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan hingga memperoleh
jawaban. Didalam menyelesaikan masalah, setiap langkah dicek, apakah langkah tersebut sudah benar atau belum. Hasil yang diperoleh
harus diuji apakah hasil tersebut benar-benar hasil yang dicari.
4.      Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).
Pada tahap memeriksa kembali, langkah ini dilakukan untuk mengecek kembali apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan
dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanyakan. Ada empat langkah yang dapat dijadikan pedoman dalam tahap ini, yaitu : (a)
mencocokkan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan, (b) menginterpretasikan jawaban yang diperoleh, (c) mengidentifikasi adakah
cara lain untuk mendapatkan penyelesaian masalah, (d) mengidentifikasi adakah jawaban atau hasil lain yang memenuhi.
Solusi yang benar dan tepat untuk mengatasi siswa yang masih keliru dalam tahapan pemecahan masalah terkadang ada yang terbalik atau
ada 1 tahap yang terlewat yaitu lebih baik siswa diutamakan memahami materi sampai benar-benar paham sehingga bisa memecahkan
permasalahan dengan mudah. Dengan demikian siswa juga tidak akan keliru dalam tahapan pemecahan masalah.

Kesimpulan dari hasil diskusi kelompok 5


contoh dan bentuk pemecahan masalah menurut polya
Agung berlari mengelilingi sebuah lapangan yang panjangnya 110 meter dan lebarnya setengah dari panjang lapangan. Jika Agung berlari
mengelilingi lapangan sebanyak tiga kali, berapakah panjang lintasan lari yang ditempuh Agung?
penyelesaian

 Langkah 1 memahami masalah:

menentukan apa yang diketahui dari soal dan apa yang ditanyakan dari soal
diketahui: panjang lapangan (p) = 110 m
                lebar lapangan (l) = 1/2 . p
ditanya: berapa panjang lintasan yang ditempuh agung?

 Langkah 2 membuat perencanaan

mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, membuat rencana untuk menyelesaikan masalah dalam soal tersebut

1. 1. mencari nilai lebar lapangan (L) kemudian kelilingnya

2. 2. menggunakan rumus k = 2(p + l)

 Langkah 3 melaksanakan perencanaan

melaksanakan rencana yang telah disusun.  


L = 1/2.p
   = 1/2. 110
   = 55 meter
K = 2(p + l)
k = 2 (110 + 55)
k = 2 (165)
k= 330
panjang lintasan yang ditempuh agung:
k = 330 x 3 = 990 meter

 Langkah 4 melihat kembali hasil yang diperoleh

mengecek dan kengoreksi kembali jawaban yang telah diperoleh dan membuat kesimpulan dari jawaban yang sudah diperoleh
k = 2 (p + l)
330 = 2 (110 + 55)
330 = 2 (165)
330 = 330
jadi, panjang lintasan yang ditempuh agung sebanyak 3 kali adalah 330 x 3 = 990 meter
PERTEMUAN 6
Hasil diskusi kelompok 5
Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif. Hal ini berarti bahwa siswa secara
mandiri mengembangkan aktivitas intelektual dan aktivitas nalarnya agar dapat memahami suatu materi pelajaran sehingga mendapatkan
ilmu pengetahuan, di mana guru hanya berperan dalam menyampaikan materi secara langsung kepada siswa, namun siswa itu sendiri yang
mengelola dan mengembangkan materi dengan cara berfikir analisis dan problem solving. Penerapan model discovery learning ini bertujuan
agar siswa mampu memahami materi sebaik mungkin dan pembelajaran lebih terasa bermakna, sehingga hasil belajar siswa pun akan
meningkat.
Tambahan kesimpulan dari kelompok 5
Discovery learning menurut kelompok 5 sudah berjalan dengna baik karena teknik ini dapat membantu siswa untuk
mengembangkan,memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa, membantu siswa
untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Berdasarkan dari hadil diskusi kelompok 5, kami menyimpulkan perbedaan pendekatan pembelajaran, model pembelajaran dan metode
pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang atau titik tolak guru terhadap proses berlangsungnya pembelajaran, yang merujuk
terhadap pandangan akan terjadinya sebuah proses yang sifatnya masih sangat general atau umum, didalamnya mewadahi, menguatkan,
menginsiprasi dan melatari metode dalam suatu pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Pendekatan Pembelajaran adalah cara
seorang guru dalam melaksanakan metode pembelajaran, namun lebih kepada tindakan guru dalam melakukan suatu pembelajaran secara
lebih khusus.

Model pembelajaran adalah sebuah bentuk pembelajaran yang tergambarkan dari awal sampai akhir pembelajaran yang dikemas secara khas
oleh seorang pendidik. Dengan kata lain, model pembelajaran adalah bingkai atau bungkus dari pengaplikasian suatu metode, pendekatan
dan teknik pembelajaran. 

Metode pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah cara yang dipergunakan dalam pengimplementasian rencana yang telah disusun dalam
suatu kegiatan nyata untuk mencapai tujuan pembelajaran. Atau bisa dikatakan juga suatu cara atau proses penyampaian materi dan
pengetahuan yang disusun secara sistematis serta terukur kepada peserta didik dalam suatu kegiatan belajar mengajar demi mencapai tujuan
tertentu yang sudah ditetapkan. Contoh metode pembelajaran antara lain teacher centered method dan student centered method.
Discovery Learning adalah salah satu metode dalam membangun database dengan mengutamakan teori peran dalam menciptakan situasi
belajar yang melibatkan siswa belajar secara mandiri.Maka Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran yang mengembangkan cara
belajar aktif siswa dengan menemukan sendiri, belajar sendiri, dan hasil yang diperoleh sebagai pemahaman yang belajar dengan bimbingan
guru. Pembelajaran ini menekankan siswa yang belajar secara pasif akan menjadi lebih aktif dan kreatif, atau biasa disebut pembelajaran
dari guru yang berorientasi menjadi siswa yang berorientasi.
Apakah perbedaan pendekatan, model, dan metode pembelajaran?
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis
tertentu. Pendekatan lebih menekankan pada strategi dalam perencanaan. Pendekatan ini menjadi titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran yang di dalamnya, mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoritis tertentu.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.
Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
misalnya melalui ceramah, demonstrasi, diskusi, simulasi, laboratorium, pengalaman lapangan, brainstorming, debat, simposium, dan
sebagainya. Adapun beberapa contoh metode pembelajaran antara lain teacher centered method dan student centered method.

Kesimpulan dari hasil diskusi kelompok 5 :


Definisi sintaks dalam pembelajaran adalah sistem atau susunan yang berupa langkah-langkah teratur yang berfungsi sebagai agenda
terperinci dalam proses pembelajaran beberapa model pembelajaran yang dapat dipilih guru dan  akan dilakukan oleh pendidik dan peserta
didik.
Cooperative Learning merupakan pengembangan tingkah laku siswa yang mengutamakan kemampuan akademis siswa dengan
mengembangkan ide dan intelektual dalam diri siswa, sehingga siswa lebih berperan aktif dalam pembelajaran dikelas dan lebih banyak
belajar secara berkelompok dibandingkan individu. Siswa diberikan kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan
temannya dengan dibentuk kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Dalam
pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya.
Cooperaribe Learning memiliki beberapa karakteristik yaitu: pembelajaran secara tim; didasarkan pada manajemen kooperatif; kemauan
untuk bekerja sama; dan keterampilan bekerja sama.
Sintaks dalam pembelajaran kooperatif: pendidik merancang progam pembelajaran; pendidik merancang lembar observasi yang akan
digunakan untuk mengobservasi kegiatan peserta didik ddalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil; dalam melakukan
observasi terhadap kegiatan peserta didik, pendidik mengarahkan dan membimbing peserta didik, baik secara individual maupun kelompok,
baik dalam memahami materi maupun sikap dan perilaku peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung; pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi dikelas, pendidik
bertindak sebagai moderator; dan pendidik mengajak peserta didik untuk melakukan refleksi diri terhadap jalannya pembelajaran, dengan
tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada atau sikap serta perilaku menimpang yang dilakukan selama pembelajaran.
Menurut Agus Suprijono (2010 : 65) sintaks model pembelajaran cooperative learning terdiri dari 6 (enam) fase :

 Fase pertama yaitu PRESENT GOAL AND SET, 

dimana guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar, sehingga peserta didik dapat memahami
dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran, serta memotivasi siswa belajar.

 Fase ke dua yaitu PRESENT INFORMATION , 

guru menyampaikan informasi kepada peserta didik, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Guru mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal atau dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
 Fase ke tiga yaitu ORGANIZE STUDENT INTO LEARNING TEAM, 

guru memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi
yang efisien, kekacauan bisa terjadi pada fase ini, oleh sebab itu transisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus
diorkestrasi secara cermat. Guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerja sama di dalam kelompok.  Penyelesaian tugas
kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk mendukung tercapainya tujuan
kelompok. Pada fase ke tiga ini terpenting jangan sampai ada free rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok pada
individu lainnya.

 Fase ke empat yaitu ASSIST TEAM WORK AND STUDY, 

guru membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya, guru perlu mendampingi tim-tim belajar, guru harus
memberikan petunjuk, pengarahan dan mengingatkan tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan.

 Fase ke lima yaitu TEST ON MATERIALS,

guru mengevaluasi dan menguji pengetahuan peserta didk mengenai berbagai materi pembelajaran  atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.  

 Fase ke enam yaitu PROVIDE RECOGNITION, 

guru mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok guru yaitu berupa reward atau penghargaan. Variasi
struktur reward bersifat individualistis, kompetitif, dan kooperatif. Struktru reward individualistis terjadi apabila sebuah reward dapat
dicapai tanpa tergantung pada apa yang dicapai orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika peserta didik peserta didik diakui usaha
individualnya berdasarkan pada perbandingan dengan orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota tim-
timnya saling bersaing.

Kesimpulan hasil diskusi kelompok 3 tentang tipe pembelajaran kooperatif.


 1.Role Playing
Dalam buku Pembelajaran Kontekstual (Komalasari : 2010) Model Pembelajaran Role Playing adalah suatu tipe Model pembelajaran
Pelayanan (Sercvice Learning). Model pembelajaran ini adalah suatu model penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan murid. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan murid dengan memerankannya sebagai tokoh hidup
atau benada mati.
 
2. Problem Based Intruction (PBI)
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa
dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa
belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis
data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam
pemecahan masalah.
 
3. Mind Mapping (Peta pikiran)
Mind mapping (peta pikiran) merupakan cara mencatat yang menyenangkan, cara mudah untuk menyerap dan mengeluarkan informasi dan
ide baru dalam otak (Buzan, 2007: 4). Mind mapping menggunakan warna, simbol, kata, garis lengkung dan gambar yang sesuai dengan cara
kerja otak. Sugiarto (2004: 75) menyatakan bahwa, “mind mapping (peta pikiran) adalah teknik meringkas bahan yang perlu dipelajari,
dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau grafik sehingga lebih mudah memahaminya. Mind mapping
merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, mengga- bungkan
kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%. Peta pikiran memadukan dan
mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang.

4. Change of pairs (Tukar pasangan)


Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan
dengan pasangan lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya.

5. Group Investigation
Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa
untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran
atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

6. Group to arround (keliling kelompok)


Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi.

7. Snowball Throwing
Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan
melempar bola salju. Menurut Saminanto, metode pembelajaran Snowball Throwing disebut juga metode pembelajaran gelundungan bola
salju. Metode pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari
kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Sedangkan menurut Kisworo metode pembelajaran
snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk
mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar
ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

8. Numbered Heads Together


Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan
oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

9. Student Teams Achievement Divisions (STAD)


Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas
diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model
pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja
dan prestasi timnya.
Model pembelajaran STAD lebih menekankan kepada pembentukan kelompok. Kelompok yang dibentuk nantinya akan berdiskusi untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu model pembelajaran STAD dapat membuat siswa untuk saling membantu dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.

10. Team Game Tournament (TGT)


Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,
melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games
Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD,
tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-
siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur
tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.

11. Jigsaw
Model Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa
dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model
belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan
siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang
didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan
ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Rusman, 2008.203).

Hasil dari diskusi kelompok 5:


Pembelajaran kooperatif memiliki 22 tipe, yaitu:
1.       TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Pada tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan
selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda.
Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian
diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi
yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah
ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna.
2.       STAD (Student Teams Achievement Division)
Tipe ini, siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran.
Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun
siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali
digunakan di kelas, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa.
3.      Round Table atau Rally Table
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-
kata yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran.
4.      Jigsaw
Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, siswa bekerja dalam kelompok seperti pada STAD. Siswa diberi materi untuk dipelajari. Masing-masing
anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi “ahli (expert)” pada suatu aspek tertentu dari materi. Setelah membaca dan
mempelajari materi, “ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik mereka dan kemudian kembali ke kelompok semula
untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assesmen yang lain pada semua
topik yang diberikan.
5.      Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)
Tipe model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau
dalami) kepada seluruh kelas.
6.       NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama
Padatipe ini, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri
batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut
suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru
menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.
7.       TGT (Team Game Tournament)
Model pembelajaran ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi
kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
8.      Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan
masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa
pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan
orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran:
pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai.
Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara
mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan
siswa problem solving (pemecahan masalah).
9.      Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)
Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah
diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka.
Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-
pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya
pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengklarifikasi.
10.  Group Investigation
Group investigation merupakan model pembelajaran yanglebih kompleks dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Pada
model group investigation, sejak awal siswa dilibatkan mulai dari tahap perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi.
11.      Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)
Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk
membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan).
Setiap anggota pasangan akan bergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik
(feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik
metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini
dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya.
12.      CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja
dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang
pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan
belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi
(naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok
membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang
membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-
bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan
aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan,
mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi
sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok
(tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.
13.      The Williams
Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang
merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe
STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang
memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
14.      TPS (Think Pairs Share)
Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan
yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi
(hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan
atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.
15.      TPC (Think Pairs Check)
Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada
pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.
16.      TPW (Think Pairs Write)
Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think
Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan
jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk
pelajaran menulis.
17.       Tea Party (Pesta Minum Teh)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling
berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan
jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum
jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-
langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat
pula  siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.
18.      Write Around (Menulis Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru
memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa). Mintalah
semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya
tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan
satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok).
Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi
cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around. Contoh
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di
Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.
19.       LT (Learnig Together)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan
sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan
hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka
bekerjasama dalam kelompok.
20.  Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)
Pada tipe ini, adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang
merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3
konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3)
kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat
memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna
bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model
pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi
kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.
21.  Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal
di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one
stray (tiga tinggal satu berpencar). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan
kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
22.   Snowball Throwing
Metode Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran tersebut mengandung unsur-unsur
pembelajaran kooperatif. Snowball artinya bola salju sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing dapat diartikan sebagai
metode pembelajaran yang menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara
bergiliran di antara sesama anggota kelompok.
PERTEMUAN 6

Kesimpulan dari diskusi kelompok 5


Dari kesimpulan kelompok 5 kami, Sintak atau sistematika pembelajaran menggunakan model PBL dijabarkan sebagai berikut:
1.    Orientasi peserta didik
Pendidik menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan, dan memberikan motivasi pada peserta didik
untuk aktif dalam pemecahan masalah.
2.     Mengorganisasi peserta didik
Pendidik membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan dikaitkan dengan tugas-tugas belajar yang terkait dengan
permasalahannya.
3.    Membimbing
Pendidik membimbing peserta didik untuk mengumpulkan informasi sesuai permasalahan, serta melaksanakan percobaan atau eksperimen,
dan mencari penjelasan dan solusi permasalahannya. 
4.    Mengembangkan dan Menyajikan Produk
Pendidik membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan produk seperti laporan, rekaman video, dan model-model, serta
membantu peserta didik membagi tugas dengan temannya.
5.    Analisis dan Evaluasi
Pendidik membantu peserta didik untuk melakukan refleksi pada proses pembelajaran yang telah di laksanakan
Berdasarkam hasil diskusi kelompok 5 kami menyimpulkan mengenai Model Problem Based Learning. Model pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok. serta
lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual. Model PBL bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan dalam menerapkan konsep-konsep pada permasalahan baru/nyata. pengintegrasian konsep Higher Order Thinking Skills (HOTS),
keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri, dan keterampilan.

Hasil diskusi dari kelompok 5

Kelebihan dari PBL:

1. Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak
hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-
teman sekelasnya.

3. Makin mengakrabkan guru dengan peserta didik.

4. Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan peserta didik melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan
peserta didik dalam menerapkan metode eksperimen.

5. Akan memudahkan peserta didik dalam menguasai konsep-konsep materi karena terbiasa memecahkan masalah dalam
pembelajaran maupun kehidupan nyata.

6. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.

7. Meningkatkan aktivitas pembelajaran dan minat belajar peserta didik.

8. Pemecahan masalah bisa menumbuhkan semangat siswa dalam kegiatan belajar.

9. Siswa bisa mengetahui bahwa setiap pembelajaran pada hakikatnya adalah cara berpikir, tidak hanya belajar melalui buku dan
guru secara mentah.

10. Merangsang siswa untuk belajar secara kontinu. Belajar secara kontinu yaitu belajar secara berkelanjutan dan terus-menerus,
sehingga proses pembelajaran itu dapat menjadi kebiasaan yang tertanam dalam diri siswa.

kesimpulan dari diskusi kelompok 5


Kelemahan PBL adalah sebagai berikut: 

1. bila pembelajar tidak mempunyai inisiatif atau semangat dan permasalahan terlalu sulit dipecahkan, siswa akan merasa jenuh
untuk hanya sekedar mencoba. caranya, dengan membuat beberapa variasi metode belajar yang berbeda seperti membuat
pembagian peran, studi kasus, simulasi, debat, transfer pengetahuan secara singkat, diskusi, presentasi dengan audio-visual, kerja
kelompok kecil dan sesekali belajar di luar kelas. dengan menciptakan suasana kelas yang kondusif. Karena kelas yang aman dan
tidak mendikte umumnya akan membuat siswa merasa didukung untuk berusaha.

2. apabila siswa mengalami kegagalan atau kurang percaya diri dengan minat yang rendah maka siswa enggan untuk mencoba lagi

3. PBL membutuhkan waktu yang cukup untuk persiapan. dalam melaksanakan PLB guru dituntut untuk mampu memilih metode
pembelajaran yang tepat, apabila metode pembelajaran yang digunakan guru itu tepat maka pencapaian tujuan pembelajaran akan
lebih mudah tercapai, sehingga nilai ketuntasan belajar siswa akan meningkat, minat dan motivasi belajar siswa juga akan
meningkat dan akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan. guru mampu memilih dan menggunakan fasilitas
pembelajaran, mampu memilih dan menggunakan alat evaluasi, mampu mengelola pembelajaran di kelas maupun di laboratorium,
menguasai materi, dan memahami karakter siswa. 
4. apabila pemahaman peserta didik kurang tentang masalah yang akan dipecahkan maka motivasi peserta didik untuk belajar akan
berkurang.

Kelemahan dari PBL yaitui bila pembelajar tidak mempunyai inisiatif atau semangat dan permasalahan terlalu sulit dipecahkan, siswa akan
merasa jenuh untuk hanya sekedar mencoba. Dan juga kesuksesan PBL harus mengorbankan persiapan dan waktu yang tidak sedikit. Serta
pemahamanyang kurang akan berdampak pada siswa dalam memotivasi diri dalam pemecahan masalah.

Anda mungkin juga menyukai