Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Kode External cause Kasus Cedera Kepala Ringan pada Rekam Medis

Pasien Rawat Inap di UPTD RSUD Kota Salatiga

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap 63

sampel rekam medis pasien rawat inap kasus cedera kepala ringan

dengan kode S09.9 di UPTD RSUD Kota Salatiga didapatkan hasil

perhitungan ketepatan pengodean sebesar 3,17% (2 kasus) dengan

kode yang tepat dan sebesar 96,82% (61 kasus) dengan kode yang

tidak tepat. Presentase ketepatan pengodean dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.1
Presentase Ketepatan Pemberian Kode External Cuase
No Variabel Jumlah Kasus Presentase(%)
1 Kode tepat 2 3,17%
2 Kode tidak tepat 61 96,82%
Sumber: Data rekam medis di bagian filing UPTD RSUD Kota Salatiga

Seperti yang yang telah dijelaskan pada tabel 4.1 bahwa dari 63

rekam medis terdapat 2 kasus saja yang dikode dengan benar. Sisanya

sebanyak 61 rekam medis terdapat kesalahan dalam pengodean

sehingga dikatakan tidak tepat. Kesalahan pengodean dari masing

masing kasus terletak di tempat yang berbeda-beda, seperti tidak

adanya kode lokasi, kode aktivitas atau faktor lainnya. Sehingga tiap

kasus memiliki variasi ketidaktepatan kode yang tidak sama.

36
37

Keterangan variasi ketidaktepatan kode tersebut dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 4.2
Variasi Ketidaktepatan Kode External cause
Kasus Cedera Kepala Ringan
Keterangan Kode Jumlah
Kode tepat 2

Blok kategori tidak tepat 1

Kode tidak tepat pada digit keempat dan kelima 7

Kode tidak tepat pada kategori tiga karakter 26

Tidak ada digit kelima 26

Tidak dilakukan pengodean 1

TOTAL 63
Sumber: Data rekam medis di bagian filing UPTD RSUD Kota Salatiga

Variasi tingkat ketepatan pengodean dapat dilihat berdasarkan

keterangan kode yang ada. Dari 63 sampel rekam medis yang diteliti,

hanya ada 2 rekam medis yang dikode dengan tepat. Dan dari 63

sampel tersebut seluruhnya tidak dilakukan pengodean pada digit

kelima (kode aktivitas) sehingga pengodean hanya dilakukan hingga

maksimal digit ke empat dan digit kelima dibiarkan kosong. Meskipun

begitu hanya ada 26 kode yang diklasifikasikan sebagai “kode tidak

tepat” karena murni disebabkan tidak adanya digit kelima (keempat

kode sebelumnya sudah benar). Sisanya terdapat kesalahan lain yang

terletak di digit-digit sebelumnya diantaranya: 1 rekam medis yang

salah pada penentuan blok kategori, 7 kode tidak tepat pada digit

keempat dan kelima, 26 kode tidak tepat pada kategori tiga karakter
38

dan satu rekam medis yang tidak dilakukan pengodean external cause

oleh koder di UPTD RSUD Kota Salatiga.

2. Tata Cara Pengodean External cause di UPTD RSUD Kota Salatiga

Pengodean di UPTD RSUD Kota Salatiga dilakukan oleh petugas

koder sejumlah 4 orang (2 koder rawat inap dan 2 koder rawat jalan) di

unit rekam medis UPTD RSUD Kota Salatiga. Keempat petugas koder

merupakan lulusan DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

berikut merupakan hasil wawancara terkait latar belakang pendidikan

petugas koder.

“Iya, saya dari DIII Rekam Medis”


Responden B
Kegiatan pengodean secara umum dilakukan dengan berpedoman

pada ICD-10 dan sudah sesuai dengan SPO pengodean yang ada di

UPTD RSUD Kota Salatiga. Namun di UPTD RSUD Kota Salatiga

hanya terdapat satu jenis SPO mengenai pengodean yaitu SPO

pengodean secara umum dengan nomer dokumen 445/13.0091/209

tentang pemberian kode penyakit sesuai dengan ICD-10 dan SPO

dengan nomer dokumen 445/13.0092/209 untuk pemberian kode

tindakan sesuai dengan ICD-9 CM, sehingga UPTD RSUD Kota

Salatiga belum memiliki SPO khusus yang mengatur mengenai

pengodean external cause. Hal ini sesuai dengan informasi yang

didapat peneliti dari petugas koder UPTD RSUD Kota Salatiga.


39

“SPO khusus untuk coding yang external cause tidak ada. Adanya
SPO secara umum saja”
Responden B

Karena tidak adanya SPO khusus yang mengatur mengenai

pemberian kode external cause, maka tata cara pengodean yang

dilakukan petugas koder adalah dengan berpedoman kepada ICD-10

dengan mengacu kepada ilmu yang didapat di bangku kuliah dulu yaitu

dengan mencari informasi sebanyak banyaknya mengenai riwayat

terjadinya cedera di rekam medis pasien khususnya pada lembar keluar

masuk, resume, asessment IGD dan surat pernyataan bila ada.

“Untuk tata cara pengodean external cause, kita mengacu pada ilmu
yang kita peroleh dari bangku kuliah dulu dengan buku ICD. Yang
dilihat biasanya lembar masuk keluar dulu, kalau untuk yang rekam
medis dari BPJS itu sama lembar resume. Kemudian kita untuk
keterangan yang lebih lengkap tenyang external causenya itu kita lihat
di assesment IGD.
Responden B

Menurut petugas koder di UPTD RSUD kota Salatiga, secara

umum informasi yang tertulis di rekam medis pasien sudah cukup

lengkap dan sudah memudahkan petugas dalam menetapkan kode.

Namun memang terkadang masih ditemukan kendala dalam

memperoleh informasi mengenai riwayat terjadinya cedera pada pasien

yaitu ada beberapa rekam medis yang kurang lengkap penulisannya.


40

“Saya rasa sudah cukup lengkap hanya saja masih ada satu atau dua
yang penulisannya kurang lengkap, kurang membantu kami dalam
menentukan external causenya”
Responden B

Menurut mereka selain penulisannya yang kurang lengkap, salah

satu kendala dalam menemukan informasi mengenai riwayat tejadinya

cedera adalah tulisan dokter maupun perawat yang kurang bisa dibaca.

Meskipun begitu, kendala tersebut dapat mereka selesaikan dengan

menghubungi dokter yang bersangkutan untuk mengonfirmasi

mengenai ketidakterbacaan tulisan tersebut.

“Ya kalau untuk tulisan mungkin ada kesulitan ya. Ada beberapa
dokter yang tulisannya tidak bisa dibaca. Tapi nanti itu konfirmasi ke
dokternya misalkan WA ini bacanya apa kalau seperti itu.”
Responden A
Dengan adanya kendala tersebut mereka mengaku mengalami

kesulitan dalam melakukan pengodean khususnya dalam mengode

external cause. Mereka berharap kendala ini dapat diselesaikan

melalui peran tenaga medis khususnya dokter dan perawat dalam

melakukan pengisian rekam medis agar sebisa mungkin melengkapi

informasi medis mengenai pasien dengan sedetail mungkin. Mereka

juga berharap agar dokter dan perawat memperhatikan tulisan mereka

agar selanjutnya dapat dibaca oleh petugas koder sehingga mereka

lebih maksimal dalam menentukan kode yang sesuai.


41

“Seperti poin yang sebelumnya saya sampaikan karena kendalanya ada


dua macam, tentang keterngan kurang lengkap itu saya harapkan untuk
tulisannya di asesmen IGD itu lebih diperlengkap lagi lebih detail lagi
penyebab apa yang menyebabkan pasien itu cedera. Kemudian yang
kedua tulisan yang dituliskan perawat atau dokter itu tidak perlu terlalu
bagus tapi yang penting mudah dibaca dan jelas gitu aja.”
Responden B
Disisi lain, ketika melakukan studi pendahuluan hingga observasi,

peneliti menemukan sebuah kasus yang cukup menarik perhatian yaitu

UPTD RSUD Kota Salatiga hanya melakukan pengodean external

cause sampai digit ke-5 saja. Pada wawancara dengan petugas koder,

peneliti mencoba mengonfirmasi hal ini. Ternyata hal tersebut

disebabkan karena kebutuhan pelaporan hanya memerlukan kode

penyakit hingga digit ke-4 saja. Bahkan kode external cause yang ada

di Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit hanya menyediakan

kode-kode ICD sampai digit ke-4.

“Yang sampai karakter ke lima baru fraktur ya. Masalahnya untuk


kebutuhan pelaporan kita tidak sampai ke sana. Di SIM-nya pun Cuma
sampai 4 karakter”
Responden A

Salah satu fungsi kode external cause adalah digunakan untuk

pengajuan klaim ke pihak asuransi. Namun berdasarkan hasil

wawancara dengan petugas koder meskipun pengodean hanya

dilakukan sampai digit keempat saja hal ini tidak jadi masalah. Karena

UPTD RSUD Kota Salatiga mempunyai unit klaim yang berdiri


42

sendiri dan terpisah dari unit rekam medis. Sehingga segala urusan

mengenai klaim asuransi sudah diurus oleh unit klaim termasuk

menentukan badan penyedia asuransi mana yang berhak mengcover

pasien yang sebelumnya sudah ditentukan oleh unit klaim, sehingga

unit rekam medis khususnya bagian coding tinggal melakukan

pengodean saja.

“Tidak ada masalah sih. Nanti kan sudah ada sendiri sendiri. Jasa
raharja itu nanti ada kayak brosirnya sendiri kalau BPJS misalnya
untuk lakalantas (kecelakaan lalu lintas) tunggal kan ada
kronologisnya dari kepolisian. Jadi sebelumnya sudah ditentukan dari
pihak klaim sana”
Responden A

B. PEMBAHASAN

1. Kode External cause Kasus Cedera Kepala Ringan pada Rekam Medis

Pasien Rawat Inap di UPTD RSUD Kota Salatiga

Pada tahun 2018 terdapat 170 kasus rawat inap untuk pasien cedera

kepala ringan dengan kode S09.9 yang terjadi di UPTD RSUD Kota

Salatiga. Karena kasus tersebut merupakan cedera, maka dapat

dipastikan bahwa kasus cedera kepala ringan mempunyai sebab luar

atau yang sering dikenal dengan istilah external cause.

Akan tetapi dari banyaknya kasus tersebut, tingkat ketepatan

pengodean external cause di UPTD RSUD Kota Salatiga masih

tergolong sangat rendah yaitu 3,17% kode tepat dan sisanya sebesar
43

96,82% adalah kode yang tidak tepat. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa ketidaktepatan kode yang

begitu tinggi disebabkan oleh hal hal berikut ini yang akan diuraikan

pembahasannya dalam masing masing kategori:

a. Blok kategori tidak tepat

Menurut ICD-10, bab di dalam ICD-10 dibagi lagi

menjadi blok kategori yang homogen. Secara sederhana, blok

kategori dapat diartikan sebagai pengklasifikasian kode untuk

kategori penyakit yang sama atau hampir sama (homogen).

Sebagai contoh blok kategori V01-V99 untuk kode-kode

external cause yang disebabkan oleh kecelakaan transportasi

(Transport accident), W00-W19 (Falls) untuk kode-kode

external cause yang disebabkan oleh kondisi jatuh dan lain

sebagainya.

Dari 63 rekam medis yang diteliti terdapat satu rekam

medis yang terdapat ketidaktepatan pengodean disebabkan

karena kesalahan dalam menentukan blok kategori yaitu pada

rekam medis dengan nomor 18-19-394752. Kode yang

diberikan oleh koder di UPTD RSUD Kota Salatiga adalah

W19.9 (Unspecified fall, unspecified place). Padahal

keterangan yang tercantum di dalam rekam medis tersebut

adalah “pengendara motor kecelakaan tunggal” sehingga kode

yang tepat adalah V28.49 (Motorcycle rider injured in


44

noncollision transport accident, driver injured in traffic

accident, unspecified activity)

b. Kode tidak tepat pada kategori tiga karakter

Menurut ICD-10, kategori tiga karakter adalah

pengkhususan dari blok kategori. Contoh dari kategori tiga

karakter adalah W00, W01, V98 dan lain sebagainya. Dari 63

rekam medis yang diteliti terdapat 26 rekam medis yang tidak

tepat kodenya disebabkan karena kesalahan pada kategori tiga

karakter. Salah satu contoh adala pada rekam medis dengan

nomor 17-18-378989. Di dalam rekam medis tersebut

terdapat keterangan “Post KLL (Kecelakaan Lalu Lintas)

tertabrak motor dari belakang” koder di UPTD RSUD Kota

Salatiga memberi kode V02.9 (Pedestrain injured in collision

with two- or three- wheeled motor vehicle) padahal di dalam

rekam medis tersebut sama sekali tidak memuat keterangan

mengenai kendaraan yang dinaiki pasien, apakah dia berjalan,

naik motor, mobil atau kendaraan lainnya. Sehingga kode yang

tepat adalah V99 (Unspecified transport accident)

c. Kode tidak tepat pada digit keempat

Digit keempat memiliki fungsi yang berbeda untuk kasus

yang bukan kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas.

Pada cedera yang bukan kecelakaan lalu lintas (jatuh, dipukul,

tertimpa benda dll) digit keempat digunakan untuk menentukan


45

kode lokasi terjadnya cedera. Sementara untuk kecelakaan lalu

lintas, digit keempat digunakan untuk menunjukan posisi

pasien di dalam kendaraan. Apakah pasien merupakan

pengendara kendaraan atau hanya pembonceng saja.

Ketidaktepatan pengodean pada digit keempat yang pada

hal ini juga diikuiti ketidaktepatan pada digit kelima adalah

sebanyak 7 dari 63 rekam medis yang diteliti. Berdasarkan

pengalaman peneliti saat melakukan observasi diperkuat

dengan hasil wawancara peneliti dengan petugas koder di

UPTD RSUD Kota Salatiga dapat diketahu bahwa salah satu

penyebab ketidaktepatan pengodean pada digit keempat adalah

kurangnya informasi yang ada dalam rekam medis pasien.

sebagai contoh pada pasien dengan nomor rekam medis 18-19-

402052. Informasi di dalam rekam medis hanya berbunyi “Post

jatuh dari motor” tanpa menjelaskan secara rinci apakah pasien

sebagai pengendara atau pembonceng.

Disisi lain, penyebab kesalahan pengodean pada digit ke 4

adalah ketidaktelitian petugas koder dalam membaca penyebab

cedera yang ada di rekam medis pasien. sebagai contoh pada

pasien dengan nomor rekam medis 18-19-396242 petugas

koder di UPTD RSUD Kota Salatiga menetapkan kode V29.9

(motorcycle rider [any] injured in unspecified traffic accident)

atau diartikan sebagai kecelakaan sepeda motor dengan tidak


46

ada keterangan yang spesifik. Padahal didalam rekam medis

tersebut tertulis informasi ”KLL pengendara motor” sehingga

kode yang tepat adalah V29.49 (Driver injured in collision with

other and unspecified motor vehicles in traffic accident,

unspecified activity) yang diartikan kecelakaan pada

pengendara sepeda motor yang tidak diketahui penyebab dan

aktifitas yang sedang dilakukannya.

d. Tidak ada digit kelima

Digit kelima merupakan angka yang menjelaskan kegiatan

apa yang dilakukan pasien saat mengalami cedera. Baik untuk

kasus kecelakaan lalu lintas maupun non kecelakaan lalu lintas.

Digit kelima ditunjukan dengan angka 0-5.

Dari observasi yang dilakukan peneliti dapat diketahui

dari 63 sampel rekam medis yang diteliti, sebesar 63 atau

seluruh dari kasus tersebut tidak terdapat digit kelima. Sehingga

angka ketepatannya pun hanya sebesar 0%. Hal ini dikarenakan

rumah sakit memang sengaja tidak melakukan pengodean

external cause hingga digit ke-5.

Padahal dari 63 rekam medis yang diteliti terdapat 26

rekam medis yang sebenarnya sudah benar pengodeannya dari

digit pertama hingga keempat namun penulis menganggap kode

tersebut tidak tepat karena tidak adanya digit kelima saja.

Tentu saja apabila UPTD RSUD Kota Salatiga menambahkan


47

digit kelima pada pengodean external cause maka akan

menambah angka presentase ketepatan pengodean external

cause yang ada di rumah sakit ini.

Saat peneliti mencoba melakukan penelitian dengan

melakukan pengodean hingga digit kelima, peneliti mengalami

kesulitan dikarenakan sedikitnya informasi mengenai aktifitas

yang dilakukan pasien saat mendapatkan cedera kepala.

Sebagai contoh pada pasien dengan nomor rekam medis 08-09-

116156. Keterangan yang terdapat di rekam medis pasien hanya

berbunyi “Jatuh terpeleset di rumah” sehingga kode yang

ditetapkan oleh peneliti adalah W01.09 sebagaimana kita

ketahui bahwa angka 9 yang terletak pada digit kelima berarti

“unspesified activity” sehingga kode yang dihasilkan pun tidak

spesifik. Hal ini tentu akan lebih membantu petugas koder

apabila keterangan mengenai aktifitas yang dilakukan pasien

dituliskan dengan spesifik.

e. Tidak dilakukan pengodean

Dari 63 sampel rekam medis yang diteliti ternyata terdapat

satu rekam medis yang tidak dikode. Yaitu pada rekam medis

pasien dengan nomor 18-19-400992. Pengodean hanya

dilakukan untuk diagnosa utama saja yaitu cedera kepala ringan

dengan kode S09.9 sementara untuk diagnosis sekunder berupa

kode external cause tidak dilakukan pengodean. Padahal


48

informasi yang terdapat di rekam medis tersebut cukup untuk

digunakan sebagai acuan dalam melakukan coding external

cause yaitu “pasien sebagai penumpang mobil yang KLL

(Kecelakaan Lalu Lintas)” sehingga peneliti memberi kode

V49.69 (Unspecified car occupant injured in collision with

other and unspecified motor vehicles in traffic accident,

unspecified activity)

2. Tata cara pengodean external cause di UPTD RSUD Kota Salatiga

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 337 tahun

2007 tentang standar profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

(PMIK) menyebutkan bahwa salah satu kompetensi seorang PMIK

adalah mampu melakukan penetapan kode penyakit menggunakan

ICD -10 dan kode tindakan menggunakan ICD-9 CM. Hal ini sudah

sesuai dengan apa yang ada di UPTD RSUD Kota Salatiga dimana

disana pengodean penyakit dan tindakan dilakukan oleh petugas koder

dengan pendidikan DIII Rekam Medis serta berpedoman pada ICD-10

untuk pengodean penyakit dan ICD-9 CM untuk pengodean tindakan.

Tata cara pengodean di UPTD RSUD Kota Salatiga sudah

sesuai dengan SPO pengodean secara umum dengan nomer dokumen

445/13.0091/209 tentang pemberian kode penyakit sesuai dengan

ICD-10 dan SPO dengan nomer dokumen 445/13.0092/209 untuk

pemberian kode tindakan sesuai dengan ICD-9 CM. Namun di UPTD

RSUD Kota Salatiga belum tersedia SPO yang mengatur mengenai


49

tata cara pengodean external cause secara khusus. Sehingga

pengodean external cause mengacu kepada ilmu yang pernah didapat

petugas koder ketika berada di bangku kuliah yaitu dengan

berpedoman kepada ICD-10 dan mencari informasi mengenai riwayat

terjadinya cedera di rekam medis pasien dengan melihat lembar keluar

masuk, resume, assesment IGD dan surat pernyataan bila ada.

Namun dalam pelaksanaannya petugas koder sering menjumpai

adanya kendala diantaranya adalah informasi mengenai riwayat

terjadinya cedera yang tidak lengkap sehingga menyebabkan

pengodean tidak akurat. Selain itu tulisan pemberi pelayanan pasien

seperti dokter dan perawat yang tidak terbaca juga merupakan kendala

yang dikeluhkan oleh petugas koder. Untuk itu mereka berharap agar

dokter maupun perawat memperbaiki pengisian rekam medis baik dari

segi kelengkapan maupun keterbacaan tulisan.

Disisi lain, pengodean external cause di UPTD RSUD Kota

Salatiga hanya dilakukan hingga digit ke-4. Hal ini tidak sesuai dengan

kaidah pengodean berdasarkan ICD-10 yang menyebutkan bahwa

pengodean external cause dilakukan hingga digit ke-5 dimana digit

tersebut merupakan kode aktivitas yang menjalaskan aktivitas yang

dilakukan pasien ketika mengalami cedera. Petugas koder UPTD

RSUD salatiga menyebutkan bahwa pengodean external cause hanya

dilakukan hingga maksimal digit keempat karena kebutuhan pelaporan

hanya memerlukan kode penyakit hingga digit ke-4 saja. Bahkan kode
50

external cause yang ada di Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

hanya menyediakan kode-kode ICD sampai digit ke-4.

Coding sangat erat kaitannya terhadap klaim asuransi. Salah

salah satunya digunakan dalam kasus COB (Coordination of Benefit)

seperti yang dilaskan di Surat Edaran direktur Pelayanan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 32 tahun 2015. Pada

pelaksanaannya UPTD RSUD Kota Salatiga memiliki kendala yang

mempengaruhi pengodean seperti kelengkapan informasi yang kurang

dan tulisan dokter yang tidak terbaca, serta adanya ketidaksesuaian

kaidah pengodean dengan ICD mengenai tidak digunakannya digit ke-

5 dalam pengodean. Karena UPTD RSUD Kota Salatiga memiliki unit

klaim yang berdiri sendiri dan terpisah dari unit rekam medis maka

segala urusan mengenai klaim asuransi diurus oleh unit klaim

termasuk menentukan badan penyedia asuransi mana yang berhak

menanggung biaya rumah sakit pasien. Penelitian tidak meneliti

terhadap pengajuan klaim yang ada di unit klaim, sehingga tidak bisa

dibuktikan bagaimana pengaruh coding external cause terhadap

pengajuan klaim BPJS khususnya dalam kasus COB.

Anda mungkin juga menyukai