Anda di halaman 1dari 6

TOPIKAL PAPER

GOVERNMENTAL ENVIRONMENT
PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP
PERKEMBANGAN BISNIS RITEL DI INDONESIA

Pengajar:
Dr. Nanang Pamuji Mugasejati, MA

SRI HASLINDA
09/294800/PEK/14298
EKSEKUTIF ANGKATAN 25B

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JAKARTA
2010

1. Pendahuluan
1.1 Latar belakang

Pasar global yang semakin terbuka lebar membuat bisnis retail di Indonesia akan semakin ketat.
Berbagai persoalan utama dalam industri ritel Indonesia terletak pada ketidakmampuan pelaku
usaha ritel tradisional untuk bersaing dengan pelaku usaha ritel modern, baik dari aspek
keuangan maupun manajemen usaha. Kemampuan permodalan kedua belah pihak sangat jauh
berbeda sekali sehingga value creation yang dihasilkan pelaku usaha ritel modern sama sekali
tidak dapat dilakukan oleh pelaku usaha ritel tradisional.

Dilihat dari tingkat pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia, tingkat pertumbuhan ritel modern
menigkat dengan dari tahun ketahun dibandingkan dengan ritel traditional. Hal ini ditandai
dengan masuk dan semakin berkembangnya peritel asing, dimana kehadiran peritel asing ini
turut menyemarakkan persaingan industri ritel di Indonesia. Makin mengguritanya peritel asing
patut diwaspadai akan mengganggu ”wong cilik” yang bekerja pada pasar tradisional. AC
Nielsen mencatat, dari tahun ke tahun dimulai tahun 2000, pangsa pasar pasar ritel tradisional
terus menurun. Pada awal 2000 pangsa pasar tradisional 78,3% dan makin berkurang menjadi
70,5% di tahun 2005. Dengan demikian muncul kekhawatiran terhadap nasib peritel domestik,
bahkan lebih jauh dikhawatirkan akan mengkanibalisasi pasar tradisional

Mekanisme pengaturan persaingan usaha ritel dan peran pemerintah dalam mengharmoniskan
hubungan antar entitas bisnis di sektor ritel menjadi keharusan yang mendesak. Terjadiny
dominasi Carrefour melalui akuisisi Alfa, akuisisi Makro oleh Lotte Shop, dan kehadiran 7-
eleven di Indonesia merupakan momentum yang tepat untuk merekonsolidasi berbagai aturan
yang terkait.

Aturan yang dituangkan dalam berbagai bentuk baik peraturan pemerintah, peraturan menteri,
maupun peraturan daerah seyogianya merujuk pada aturan hukum dengan kasta yang lebih tinggi
misalnya UU atau UUD 1945. .Di sinilah peran pemerintah dan kearifan pelaku usaha diperlukan
untuk meredam gesekan yang terjadi.

2. Kebijakan Pemerintah dam Sektor Ritel

Perlu diketahui bahwa sektor ritel sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Presiden RI No 112
Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 53 Tahun 2008. Kebijakan pemerintah ini
sangat jelas mengatur keberadaan ritel modern dan tradisional, terutama dalam hal jarak, lokasi,
zonasi, izin usaha ritel, dan harga promosi.

Selanjutnya pada tahun 2008 menteri perdagangan juga membuat sebuah peraturan baru dalam
peritelan di Indonesia baik ritel tradisional maupun ritel modern yang tertuang pada Peraturan
Menteri Perdagangan (Permendag) No 58/tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang pada intinya mengatur kerjasama
antara pemasok dan peritel. akibat dari peraturan tersebut terjadilah pro dan kontra dengan
kebijakan itu.

APRINDO menolak kebijakan tersebut karena mereka menganggap bahwa kebijaan tersebut
akan menghambat bisnis yang mereka jalankan saat ini oleh karenanya pada tahun 2009
APRINDO mengundang menteri perdagangan untuk membicarakan kebijakan ini. di sisi lain
dengan adanya kebijakan ini, hal yang positif yang di dapatkan dari kebijakan ini seharusnya dari
peritel kecil karena dengan adanya ini peritel kecil mendapatkan pelindungan pemerintah dari
peritel besar dan asing. bisa di bayangkan jika para peritel yang ada di kabupaten dan kecamatan
di masuki oleh peritel besar dan asing, dampaknya matinya para peritel kecil karena para
konsumen akan lebih tertarik pada ritel yang besar. adapun penolakan kebijakan tersebut bukan
hanya dari aprindo saja yang notabene para anggotanya adalah peritel besar, komisi V DPR juga
turut menolak kebijakan tersebut mereka menganggap bahwa kebijakan tersebut akan
menghambat investor asing untuk menanam modalnya di Indonesia. pro dan kontra atas
kebijakan ini menjadi polemik tersendiri bagi bisnis ritel.

3. Persaingan Usaha
Fenomena kebangkitan bisnis ritel sebenarnya sudah terlihat sejak pertengahan tahun 1990an.
Survei yang dilakukan AC Nielsen (2006) menunjukkan bahwa jumlah pasar tradisional di
Indonesia sebanyak 1,7 juta atau sebesar 73% dari keseluruhan pasar yang ada, sisanya sebanyak
27% berupa ritel pasar modern. Yang lebih mengejutkan adalah survei yang dilakukan FAO
(2006) yang menyatakan bahwa antara tahun 1997 hingga 2005, bisnis ritel meningkat hampir
30% dengan pertumbuhan mencapai 15% untuk ritel modern dan 5% untuk pasar tradisional. Hal
tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran dari pasar rakyat menjadi pasar modern. Tingkat
pertumbuhan yang berbeda jauh tersebut diperkirakan akan membuat pasar tradisional makin
tersingkir dari arena persaingan. AC Nielsen dalam perhitungannya menyebutkan bahwa
eliminasi pasar tradisional setiap tahunnya sebesar 1,5%

Fenomena yang terjadi memang menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi kemiskinan maka
akan semakin banyak munculnya pasar tradisional. Di lain pihak semakin tinggi pendapatan rata-
rata masyarakat per kapita, maka semakin besar kelompok konsumen menengah ke atas dan pola
konsumen juga dengan sendirinya akan berubah ke pasar modern yang jauh lebih baik
dibandingkan pasar tradisional seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, dan parkir yang luas.
Survei yang dilakukan CESS (1998) menunjukkan bahwa tempat yang lebih nyaman merupakan
faktor utama konsumen memilih pasar, diikuti dengan harga dan kebebasan untuk melihat lihat
pada posisi ketiga.

4. Ancaman dan Peluang Bisnis Ritel terhadap Keadaan Politik Indonesia.

Peluang yang dimiliki pasar dengan situasi kebijakan pemerintah masih tetap terbuka lebar bagi
ritel tradisional maupun ritel modern. Seperti yang diketahui bahwa perbandingan jumlah ritel
dengan jumlah populasi masyrakat indonesia masihlah sangat luas dibandingkan dengan negara
negara maju lainnya. Diperkirakan perbandingannya jika di negara maju lainnya 1:30.000
sedangkan di indonesia sendiri 1:300.000. Pasar masih sangat terbuka luas bagi semuanya.

Sedangkan ancaman dari bisnis retail ini adalah masuknya modal asing yang menguasai sampai
ke daerah daerah, hal ini bisa menjadi bencana bagi ritel ritel local di daerah karena secara
otomatis mereka akan mati dengan kekuatan modal asing. Penting adanya penegakan UU
monopoli dan kekuatan modal besar bagi asing untuk menanggulangi masalah ini seperti aturan
trading term yang sudah disebutkan di atas tadi, kebijakan penempatan hypermarket pada daerah
khusus, sehingga daerah daerah yang belum bisa berkompetisi tetap terlindungi dan di bantun
oleh pemerintah agar mampu menghadapi pasar bebas yang mulai masuk ke indonesia.

5. Kesimpulan dan Saran

Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia. Meski penuh peluang
untuk maju, sektor ritel, khususnya ritel modern, masih diselimuti tantangan. Keberadaan ritel
modern yang dianggap menggerus pangsa ritel tradisional. Timbulnya berbagai persoalan utama
dalam industri ritel Indonesia terletak pada ketidakmampuan pelaku usaha ritel tradisional untuk
bersaing dengan pelaku usaha ritel modern, baik dari aspek keuangan maupun manajemen usaha.
Dimana dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia, tingkat pertumbuhan
ritel modern menigkat dari tahun ketahun dibandingkan dengan ritel traditional

Peran pemerintah dan kearifan pelaku bisnis merupakan kunci solusi dari polemik persaingan
yang terjadi dalam bisnis ritel ini. Di satu sisi, pemerintah diharapkan lebih konsisten
menegakkan aturan main dalam pemberian izin ritel dan pengawasan kemitraan peritel dengan
tetap menghormati kebebasan negosiasi bisnis. Di sisi lain, usaha pengembangan pasar
tradisional harus terus dilakukan, salah satunya melalui pengelolaan organisasi dan aset pasar
tradisional secara lebih efektif dan profesional. Tujuannya tidak lain membuat pasar tradisional
lebih mampu bersaing dan menarik banyak konsumen.

Usaha pemerintah untuk menolong para peritel kecil sangat penting, agar mampu
mengembangkan bisnisnya dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarkat sekitar.
pemerintah harus mampu menganalisa secara keseluruhan strategi program dalam menghadapi
globalisasi terhadap peritel kecil sehingga bisa tetap berdiri. Perubahan bertahap menuju
pelayanan seperti ritel modern juga harus dikembangkan oleh pasar tradisional agar tidak
tersingkir dalam perebutan konsumen.

Untuk pasar modern, pembinaan dan pengawasan dapat dilakukan dengan cara memberdayakan
pusat perbelanjaan dan toko modern dalam membina pasar tradisional dan juga mengawasi
pelaksanaan kemitraan. Pemberdayaan pusat perbelanjaan modern untuk membina pasar
tradisional dapat dilakukan dengan memanfaatkan pasar tradisional sebagai pemasok utama
barang-barang yang ada di pusat perbelanjaan modern.

Daftar Pustaka

http://www.danareksa-research.com/economy/media-newspaper

http://bataviase.co.id/node/429491

http://ekonomi.kompasiana.com/group/bisnis/2010/03/23/bisnis-retail-terhadap-kebijakan-dan-
politik-di-indonesia/

http://jakarta45.wordpress.com/2009/05/27/politik-bisnis-ritel/

Anda mungkin juga menyukai