LP Dan Askep Leukemia Pada Anak Temu 4
LP Dan Askep Leukemia Pada Anak Temu 4
Puja dan puji syukur yang tiada terhingga dihaturkan penulis kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan karunia-Nya tulisan yang
berjudul ”Auhan Keperawatan Anak Mengalami Kelainan Kongenital Dan
Keganasaan Pada Sistem Hematologi Anak : Leukemia” ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
Dalam keberhasilan penyusunan tulisan ini tentunya tidak luput dari bantuan
beberapa pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih yang setulus-
tulusnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh
Karena itu, segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan demi karya-karya
penulis berikutnya. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan istruksional umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih
(leukemia).
1.3.2 Tujuan instruksional khusus
Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
diagnostic, penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.3 Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan
adanya pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker. Selanjutnya sel kanker ini dapat menyebar ke
bagian tubuh lainnya sehingga bisa menyebabkan kematian (Irawan, 2001).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat
irreversible dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu
berada. Sel-sel tersebut, pada berbagai stadia akan membanjiri aliran darah
yang berakibat sel yang spesifik akan dijumpai dalam jumlah yang banyak.
Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi
kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia.
Apabila proliferasi sel terjadi di limpa maka limpa akan membesar, sehingga
dapat terjadi hipersplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin
memburuknya anemia serta trombositopenia (Supandiman, 1997).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara
keseluruhan. Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan
dalam etiologi leukimia. Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan
reaksi seperti infeksi oleh suatu virus. Mereka membuat suatu postulat bahwa
kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit primer akan tetapi
merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh terhadap
infeksi tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia
oleh karena itu maka kita lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat
banyak pada anak-anak, leukimia mieoblastik akut pada usia dewasa muda,
leukimia granulositik kronik pada dewasa muda dan orang tua dan leukimia
limfositik kronik dapat dijumpai pada semua umur (Supandiman, 1997).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena
radiasi sinar rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi
radiologis dan para dokter ahli radiologis). Diduga peningkatan insiden ini
karena akibat radiasi akan merendahkan resistensi terhadap bahan penyebab
leukimia tersebut (Supandiman, 1997). Selain faktor diatas ada beberapa
faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika,
lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan
paparan virus keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi,
epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down
sindrom, bloom sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia
pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu
merokok, minum alkohol keduanya (Dipiro, et al, 2005).
2.5 Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi,
poliferasi dan maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat
dilihat pada sirkulasi perifer.
Kegagalan menjaga
keseimbangan (proliferasi
Sel leukemia tunggal dan diferensiasi
5) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer
dari peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan
untuk mendiagnosis multipel mieloma.
2.7 Penatalaksanaan
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang
masih terus berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat
jalan.
Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia
limfositik akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom,
darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan
pembesaran organ menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat
dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai
kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari
penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu
suatu keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast
sumsum tulang kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik
tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah
tepi. (Bakta,I Made, 2007 : 131-133)
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara
berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang
berlaku. Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone, vinkristin
(Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase
(Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada
pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan
Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam
dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan
potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan,
85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL
dalam remisi komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid
(Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka
regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama
mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini
dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
b) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi
yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagaian
penderita, terutama penderita yang berusia di bawah 40 tahun.
Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya
dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi.
Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif
pula, kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping
obat,.Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk
mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
1) Terapi untuk mengatasi anemia
2) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik
terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit
Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF
atau GM-CSF)
3) Terapi untuk mengatasi perdarahan
4) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan
leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
1. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit
diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit
turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi
dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat
berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya
timbulnya leukemia akut (Bakta, 2007).
Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan
penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase
kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand,
2005) dan memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek
samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg – 2000 mg.
Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit
10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya,
keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam
percobaan klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571
adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin
kinase dan mampu menghasilkan respons hematologik yang lengkap
pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan
tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph-
(Hoffbrand, 2005).
Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol
oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan
remisi hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya
tercapai pada 5 – 10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
2. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons
sangat rendah.
3. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka
panjang terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang
umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell
transplantation. Modus terapi ini merupakan satu – satunya yang dapat
memberikan kesembuhan total.
4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi
molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec)
dapat menduduki ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan
aktifitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta,
2007).
3. Multiple Myeloma
1) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui
aliran darah dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum
sebagian besar efek samping kemoterapi termasuk kelelahan,
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, mual dan muntah, kehilangan
selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran pencernaan, nyeri
otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin berunding
lainnya khusus efek samping.
2) Terapi radiasi
Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor
yang lebih besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-
dikompromikan tulang myeloma.
Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area
yang lebih besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala
lain yang berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama
tulang.
3) Pengobatan ditujukan untuk:
1. Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2. Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3. Memperlambat perkembangan penyakit.
4) Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada
tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya
harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu
mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan
bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang
mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat
karena tulang-tulangnya rapuh.
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil,
daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau
mendapatkan eritropoetin.
ASUHAN KEPERAWATAN LEUKEMIA PADA ANAK
I. IDENTITAS PASIEN
Penting dilakukan pengkajian terhadap klien meliputi: nama, tanggal lahir,
Umur, Jenis Kelamin, Tanggal masuk RS, No.MR, Diagnosa medis, Nama
orang tua, Umur orang tua, Pekerjaan, Agama, Alamat.
c. Aktifitas
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi.
d. Tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi.
e. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit
f. Pola hubungan
Menggambarkan hubungan dengan keluarga, saudara, teman, dan
lingkungan sekitar
g. Kognitif
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, taktil,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan keputusan.
h. Konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan,harga diri,gambaran diri dan perasaan terhadap diri sendiri.
i. Seksual
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.
j. Nilai
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan dalam
hidup
X. PEMERIKSAAN FISIK (inspeksi – auskultasi)
Keadaan umum : Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah.
a. Tingkat kesadaran : kesadaran bersifat composmentis selama belum
terjadi komplikasi.
TD : ...........mmHg Nadi : .......... x/menit RR
:...x/menit
BB : ........... kg TB : .......... cm Suhu badan
: ......... o C
LLA : ........... cm LK : .......... cm LP
: .......... cm
b. Kepala
Inspeksi: periksa bentuk kepala, persebaran rambut, warna rambut,
kebersihan kepala
Palpasi: periksa nyeri tekan biasanya penderita leukimia tidak adanya
nyeri tekan pada kepala
c. Mata
Inspeksi: periksa bentuk mata, persebaran bulu mata, periksa konjungtiva
biasanya penderita leukimia konjungtivanya anemis, periksa sclera
biasanya penderita leukimia sclera terlihat tidak ikterik
Palpasi: periksa nyeri tekan pada mata
d. Telinga
Inspeksi: periksa bentuk telinga, kebersihan telinga
Palpasi: periksa nyeri tekan pada telinga dan pada penderita leukimia
biasanya telinganya normal
e. Hidung
Inspeksi: periksa bentuk hidung, kebersihan hidung, persebaran bulu
Palpasi: periksa nyeri tekan pada hidung. Biasanya penderita leukimia
mempunya hidung yang normal
f. Mulut
Inspeksi: periksa bentuk mulut, mukosa, warna. Biasanya pada penderita
leukimia warna mulut pucat, sudut mulut pecah-pecah
Palpasai: periksa nyeri tekan pada mulut
g. Leher
Inspeksi: periksan bentuk leher
Palpasi: periksa nyeri tekan pada leher, periksa adanya pembesaran
kelenjar tiroid. Biasanya pada penderita leukimia tidak mengalami
pembesara kelenjar tiroid.
h. Dada
Paru-paru
Inspeksi : Kesimetrisan kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi,
biasanya normal.
Palpasi : Vokal femoris teraba, simetris kiri dan kanan.
Perkusi : suara sonor
Auskultasi: Biasanya bunyi nafas vesikuler
Jantung
Inspeksi : Iktus terlihat atau tidak, inspeksi kesimetrisan. Pada penderita
leukemia, iktus terlihat
Palpasi : Raba iktus kordis. Normalnya, iktus teraba.
Perkusi : Tentukan batas jantung.
Auskultasi : Terdengar bunyi jantung S1 S2 tunggal reguler
i. Abdomen
Inspeksi : Apakah dinding abdomen mengalami memar, bekas operasi,
dsb.
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Palpasi apakah ada nyeri tekan, hepar teraba atau tidak. Biasaya
terdapat nyeri tekan, dan hepar akan teraba.
Perkusi : Lakukan perkusi, biasa didapat bunyi tympani untuk semua
daerah abdomen
j. Genetalia
Inspeksi: periksa bentuk genetalia, kebersihan, apakah adanya keluar
carian, persebaran rambut halus
Palpasi: periksa nyeri tekan pada genetalia
k. Ekstrimitas
Inspeksi: periksa kesemetrisan, warna, kekuatan otot, persebaran rambut
halus
Palpasi adanya nyeri tekan pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya
pada penderita leukemia akan mengalami nyeri pada tulang dan
persendian.
BAB III
PENUTUP
5.1 Simpulan
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain. Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis
sel yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut,
merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak, menggambarkan
kanker dari turunan sel limfosit primitive. Leukemia granulostik adalah
leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa
biasanya limfositik kronis atau mielobastik akut. Angka kelangsungan hidup
jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi
berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia limfositik akut pada masa
kanak-kanak, merupakan angka statistic yang luar biasa karena penyakit ini
hamper brsifat fatal. Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu
agen pengalkilasi, epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia
akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom, fanconi anemia, ataxia
telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan hidup
yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol keduanya.
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, khususnya perawat yang sering
bersama dengan pasien tentunya harus mampu untuk melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sel darah putih (leukemia).
Diagnose keperawatan yang dapat ditemukan dari pasien dengan gangguan sel
darah putih adalah gangguan pertukaran gas, hipertermi dan resiko ketidak
adekuatan nutrisi. Oleh karena itu sebagai seorang perawat harus mampu
memberikan asuhan keperawatan untuk mengembalikan kondisi pasien ke
keadaan yang lebih baik.
5.2 Saran
1. Makalah ini adalah makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan
pasien dengan Leukemia, sehingga diharapkan bermanfaat bagi pembaca
yang membutuhkan.
2. Makalah ini belum memenuhi kesempurnaan, oleh karena itu dibutuhkan
perbaikan makalah ini agar lebih baik dan lengkap.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Leukemia.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily. 2002. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis. EGC : Jakarta.
Marilyn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler.2002.
Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001.Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko
Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
Sacher, Ronald A., Rochard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
pemeriksaan laboratorium. Jakarta. EGC.
Schwartz, M.Willam. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi (Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, Judith. M, Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
(Nanda, NIC,NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Sunaryati shinta.S. 2014. Penyakit Paling Sering Menyerang dan Sangat
Mematikan. Jogjakarta : FlashBooks.
Nuratif Huda.A & Kusuma Hardhi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta :
Medication.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta Selatan: DPP PPNI.