Anda di halaman 1dari 13

Balanoposthitis adalah peradangan pada kelenjar penis dan preputium.

Balanisis adalah
peradangan pada glans penis. Bila ada peradangan pada glans penis hingga preputium, keadaan
tersebut dikatakan balanoposthitis. Menurut definisi, balanoposthitis tidak dapat terjadi pada pria
yang telah sirkumsisi, walaupun balanitis (radang pada penis kelenjar) dapat terjadi.[1]

Patofisiologi balanoposthitis mencakup patofisiologi spesifik dan nonspesifik. Balanoposthitis


spesifik tergantung dari penyebabnya, yaitu proses inflamasi, alergi, infeksi, autoimun, atau
sekunder akibat trauma dan keganasan. Balanoposthitis nonspesifik sering terjadi akibat proses
kelembaban yang terjadi di area genital sebagai akibat dari keringat, urin, atau smegma yang
terdapat di preputium.[2]

Diagnosis balanoposthitis ditegakkan berdasarkan gejala seperti gatal dan nyeri pada ujung
penis. Gejala diperkuat dengan riwayat sosial, riwayat medis, dan riwayat penggunaan obat dari
pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh untuk mencari faktor resiko atau bukti
adanya balanoposthitis, misalnya kulit preputium yang belum disirkumsisi, ruam kemerahan,
reaksi inflamasi, atau temuan-temuan seperti psoriasis, vitiligo, dan kutil kelamin. Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk menentukan penyebab spesifik dari balanoposthitis seperti
pemeriksaan mikrobiologi, virologi, pemeriksaan kalium hidroksida (KOH), hingga biopsi.[3]

Penatalaksanaan balanoposthitis mencakup penatalaksanaan secara umum dan khusus sesuai


kondisi yang mendasarinya. Penatalaksanaan secara umum seperti pemberian antibiotik topikal,
anti jamur, obat-obatan sistemik (bila memiliki komorbiditas atau infeksi sistemik), menghindari
bahan alergen, dan membersihkan area genital dengan water of the sulfates, dan sirkumsisi.
Penatalaksanaan secara khusus yaitu mengobati secara spesifik penyebab balanoposthitis.
Kondisi penyebab spesifik harus diidentifikasi dan diobati secara agresif.[2]

Balanoposthitis yang berulang pada orang dewasa terutama lanjut usia harus meningkatkan
kecurigaan  terhadap diabetes yang tidak terdeteksi. Pasien dengan episode berulang harus
menjalani skrining glukosa darah untuk diabetes.[5]

Ref :

1. Bunker C. Skin conditions of the male genitalia. Medicine (United Kingdom). 2014.
2. Balanoposthitis [Internet]. BMJPractice. 2020. Available from:
https://bestpractice.bmj.com/topics/en-gb/401/
3. Edwards SK, Bunker CB, Ziller F, van der Meijden WI. 2013 European guideline for
the management of balanoposthitis. Int J STD AIDS. 2014;
5. Balanitis and balanoposthitis. In: Congenital Anomalies of the Penis. 2017.

Patofisiologi balanoposthitis mencakup patofisiologi spesifik dan non spesifik. Balanoposthitis


spesifik tergantung dari penyebabnya, yaitu proses inflamasi, alergi, infeksi, autoimun, atau
sekunder akibat trauma dan keganasan. Balanoposthitis nonspesifik sering terjadi akibat proses
kelembaban yang terjadi di area genital sebagai akibat dari keringat, urin, atau smegma yang
terdapat di preputium. Kebersihan yang buruk juga dapat menciptakan lingkungan yang bagus
untuk berkembangnya bakteri dan jamur penyebab balanoposthitis.[6]

Beberapa organisme penyebab balanoposthitis telah diketahui. Namun, pengobatan dari


balanoposthitis akan dilakukan secara empiris terlebih dahulu tanpa menentukan organisme
penyebabnya. Infeksi jamur Candida albicans adalah infeksi yang paling sering terjadi. Penyebab
lain seperti psoriasis dan reaksi alergi juga dapat menyebabkan balanoposthitis. Bila kondisi
balanoposthitis tidak ditangani segera, maka akan menyebabkan terjadi edema local. Edema
local bersamaan dengan reaksi inflamasi akan menyebabkan terjadinya komplikasi berupa
perlekatan kulit preputium. Pada orang dengan immunocompromised seperti diabetes dan HIV,
proses infeksi akan terjadi lebih parah.[7,10]

6. Kalra S, Chawla A. Diabetes and balanoposthitis. J Pak Med Assoc. 2016;


7. Chen J, Zhou YX, Jin XD, Chen SW. Expression of interleukin-2 in Candidal balanoposthitis
and its clinical significance. Chin Med J (Engl). 2011;
10. Morris BJ, Krieger JN. Penile inflammatory skin disorders and the preventive role of
circumcision. International Journal of Preventive Medicine. 2017

Etiologi balanoposthitis yang paling sering adalah pola kebersihan yang buruk. Etiologi lainnya
dapat disebabkan akibat reaksi inflamasi, infeksi, trauma, dan kanker. Infeksi candida merupakan
yang paling sering, terutama pada bayi dan berhubungan dengan ruam popok. Pada anak,
balanoposthitis sering disebabkan akibat fimosis dan pada mereka yang belum disirkumsisi
karena tidak bisa membersihkan kotoran akibat tertutup oleh kulit. Penyebab infeksi lain selain
Candida sp. adalah bakteri aerob seperti Staphylococcus aureus dan grup A Streptococcus.
Bakteri anaerob dan virus juga dapat menyebabkan terjadinya balanoposthitis.[3]

Etiologi dari balanoposthitis dapat dikelompokkan menjadi infeksius dan non infeksius.

Penyebab Infeksi Balanoposthitis

Sebagian kasus balanoposthitis disebabkan akibat adanya infeksi organisme spesifik.


Mikroorganisme yang dapat ditemukan adalah:

Tabel 1. Penyebab Infeksi Balanoposthitis

Group B dan Group A beta-hemolytic Streptococci, Neisseria gonorrhoeae,


Bakteri Treponema pallidum, E. coli, Chlamydia trachomatis, Haemophilus ducreyi,
Leprosy, Bakteri anaerobik
Human Papillomavirus (HPV), Herpes simpleks virus (HSV), Varicella zoster virus
Virus
(VZV)
Chlamydia species, Gardenella vaginalis, Trichomonas vaginalis, Borrelia
Parasit
vincentii, Borrelia burgdorferi, Pediculosis
Candida sp. (sebagian besar akibat diabetes atau imunokompromais), Malassezia
Jamur
sp., Blastomyce, Cryptococcus neoformans

Sumber: dr. Eric, 2020[9]

Penyebab Non Infeksi Balanoposthitis

Beberapa kasus pada balanoposthitis tidak ditemukan organisme spesifik penyebab penyakit. Hal
ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor noninfeksius yang menyebabkan terjadinya
balanoposthitis. Penyebab noninfeksi balanoposthitis antara lain:

 Kebersihan yang buruk (paling sering)


 Anak yang belum di sunat/sirkumsisi
 Anak yang mengalami fimosis
 Iritasi bahan kimia (spermisida, deterjen, sabun dan sampo, kondisioner)
 Alergi obat (tetracycline, sulfonamide)
 Dermatitis kontak iritan (condom latex, contraceptive jelly)
 Plasma cell infiltration (Zoon balanitis)
 Kondisi yang menyebabkan edema, misalnya gagal jantung kanan, sirosis

Neoplasma seperti neoplasia intraepitelial penis (PEIN).[12]

3. Edwards SK, Bunker CB, Ziller F, van der Meijden WI. 2013 European guideline for the management of
balanoposthitis. Int J STD AIDS. 2014;
9. Vladimir O Osipov M. Balanoposthitis [Internet]. eMedicine. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1124734-overview#a5
12. Freedman D. Balanitis. In: European Handbook of Dermatological Treatments, Third Edition. 2015

Epidemiologi balanoposthitis menurut data dapat terjadi pada 20% pria yang belum disirkumsisi
dan meningkat 58% pada pria yang memiliki penyakit urethritis nonspesifik. Penelitian
menunjukkan bahwa sunat dapat mengurangi angka kejadian balanoposthitis sebesar 68%.

Global

Berdasarkan telaah sistemik yang dilakukan Morris et al, prevalensi balanoposthitis pada pria
mencapai 20% orang yang belum disirkumsisi. Prevalensi meningkat 58% pada mereka yang
memiliki penyakit urethritis nonspesifik. Untuk anak-anak sering terkena di usia 2 - 5 tahun
sebagai akibat dari phimosis yang fisiologis dan kebiasaan hidup bersih belum terlalu tertanam
anak-anak. Pada pria yang belum disirkumsisi dan memiliki diabetes melitus, memiliki resiko
tertinggi dengan prevalensi 35%. Sebuah studi metaanalisis dari Morris et al pada tahun 2018
mengungkapkan bahwa sirkumsisi dapat mengurangi angka kejadian balanoposthitis sebesar
68%.[10,13,26]

9. Vladimir O Osipov M. Balanoposthitis [Internet]. eMedicine. 2018. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/1124734-overview#a5
10. Morris BJ, Krieger JN. Penile inflammatory skin disorders and the preventive role of circumcision.
International Journal of Preventive Medicine. 2017.
13. Wollina U, Verma SB. Looking through the cracks of diabetic candidal balanoposthitis! Int J Gen Med.
2011;
14. Andreassi L, Bilenchi R. Non-infectious inflammatory genital lesions. Clinics in Dermatology. 2014.
26. Morris B KJ. Balanitis and related inflammatory conditions affecting the penis. Urogenit Infect
Inflammations. 2018;

Diagnosis balanoposthitis berupa gejala seperti keluhan estetika, gatal, nyeri atau sakit di daerah
ujung penis. Gejala diperkuat dengan faktor sosial, riwayat medis, dan riwayat penggunaan obat
dari pasien. Pemeriksaan penunjang tidak selalu dilakukan. Pemeriksaan penunjang dilakukan
untuk menentukan penyebab spesifik dari balanoposthitis.

Anamnesis

Anamnesis yang tajam harus dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai keluhan yang
dirasakan, faktor sosial dan gaya hidup, kehidupan seksual, riwayat penyakit yang diderita serta
penggunaan obat-obatan.

Keluhan yang disampaikan pasien harus mencakup sifat gejala yang saat ini dirasakan. Keluhan
gatal di area kemaluan dapat terjadi,walaupun sebagian besar pasien lebih mengeluhkan masalah
estetika daripada gatalnya karena mungkin gejala gatal hanya ringan saja.[2]

Nyeri terutama pada ujung penis dapat terjadi. Nyeri saat buang air kecil dan perasaan
inkontinensia urin juga dapat terjadi sebagai akibat reaksi inflamasi pada penis. Pada anak
dengan fimosis, keluhan disertai dengan banyaknya smegma karena tidak dapat dibersihkan
akibat tertutup oleh kulit. Harus bisa membedakan antara smegma dengan cairan eksudat lain.
Smegma merupakan cairan yang terdiri dari sel kulit mati, minyak, dan keringat yang menumpuk
pada kulit kelamin, dimana smegma ini merupakan cairan alami yang disekresikan sebagai
pelumas alami penis. Biasanya berwarna putih. Sedangkan cairan eksudat merupakan cairan
yang keluar dari lubang uretra, kental, dan warna sesuai dari jenis penyakit yang mendasarinya.
[2]

Faktor sosial dan seksual juga perlu digali untuk evaluasi lebih lanjut perjalanan penyakit
balanoposthitis. Hal ini meliputi:

1. Pada pria usia muda lebih curiga penyebabnya infeksi, sedangkan pada pria usia tua lebih
curiga adanya lesi ganas atau praganas
2. Riwayat seksual berisiko: Jumlah pasangan, aktivitas seksual baru-baru ini, rute
hubungan intim (vagina, oral, anal) dan orientasi seksual (heteroseksual, homoseksual,
biseksual)
3. Penggunaan kondom secara teratur dan konsisten membuat infeksi menular seksual lebih
kecil kemungkinannya, walaupun masih ada kemungkinan
4. Dalam kasus yang jarang terjadi, alergi terhadap lateks atau pelumas dalam kondom
dapat menjadi faktor penyebab[2,12]
Faktor-faktor penting dalam riwayat medis pribadi dan keluarga meliputi:

1. Riwayat sunat/sirkumsisi
2. Mencari riwayat atopi misalnya dermatitis atopi atau asma
3. Riwayat psoriasis
4. Riwayat gejala urologi seperti nyeri saat buang air kecil, kencing menyemprot
5. Riwayat penyakit infeksi menular seksual: kutil kelamin, herpes kelamin, sifilis[2,10]

Riwayat obat untuk menentukan alergi terhadap hal-hal berikut:

1. Obat-obatan sistemik seperti antibiotik atau antinyeri dapat menyebabkan erupsi obat
yang mungkin terlokalisir di sekitar genital
2. Obat-obatan topical misalnya pelumas penis, dapat menyebabkan iritasi
3. Obat-obatan tanpa resep yang dapat dibeli secara bebas misalnya antinyeri[2]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh. Perlu dilakukan pemeriksaan pada lipatan inguinal
dan kelenjar getah bening, skrotum, perineum, serta anus. Selain itu, selaput lendir, kulit kepala
dan rambut, kuku, gigi, telinga, glabella dan alis, lipatan nasolabial, aksila, dada dan punggung
semua juga memerlukan pemeriksaan.

Phimosis atau paraphimosis pada preputium perlu diperiksa. Ada atau tidaknya ruam dan reaksi
inflamasi juga perlu diperiksa. Evaluasi ruam harus mempertimbangkan distribusi dan morfologi.

Temuan lain yang mungkin termasuk:

1. Pigmentasi hilang total (vitiligo)


2. Hipo/hiperpigmentasi pasca inflamasi seperti pada lichen sclerosus, lichen planus,
balanitis Zoon, dan dermatosis inflamasi lainnya
3. Purpura (lichen sclerosus)
4. Bercak disertai dengan sisik merah (psoriasis, artritis reaktif, dermatitis atopik, dermatitis
kontak alergi atau dermatitis kontak iritan)
5. Ulkus erosi (herpes simpleks, lichen sclerosus, candidosis, sifilis [chancre], karsinoma sel
skuamosa)
6. Melepuh (dermatitis kontak alergi)
7. Papula/mikro-papula (lichen planus)
8. Pustula (kandidiasis)
9. Tumor[2,9]

Diagnosa Banding

Balanoposthitis adalah istilah dari proses radang atau infeksi yang memerlukan diferensiasi dari
kondisi yang berpotensi ganas. Penyebab balanoposthitis termasuk Candida sp. dan infeksi
bakteri, termasuk bakteri anaerob, infeksi virus, parasit dan infeksi menular seksual (IMS)
lainnya juga harus dipertimbangkan
Tabel 2. Diagnosis Banding Balanoposthitis

Diagnosa Banding Gejala Pembanding


Eczema dan dermatitis Plak eritematosus, gatal Gejala klinis
Plak eritematosus dan
likenifikasi, gatal. Area lesi Gejala klinis, biopsy, jumlah
Dermatitis atopi
terdapat juga di tangan, kaki, IgE darah
dan area yang fleksibel
Eritema. Area yang terlibat di
Dermatitis seboroik area kepala, aksila, dada, Gejala klinis
punggung, area lipatan, alis
Plak eritematosus setelah Gejala klinis, riwayat kontak
Dermatitis kontak iritan
kontak dengan bahan iritan dengan iritan
Plak eritematosus, gatal, seperti
Gejala klinis, riwayat kontak
Dermatitis kontak alergi terbakar, likenifikasi, setelah
dengan alergen
kontak dengan alergen
Gatal, sisik berwarna silver.
Psoriasis Area yang sering di kepala, Gejala klinis dan biopsi
siku, lutut, umbilicus telinga
Sering asimptomatik, lesi
likenoid, leukoderma. Gejala klinis dan biopsy jika
Lichen sclerosus
Dyspareunia, gatal , berdarah, lesi menyerupai kutil
gangguan berkemih
Batas jelas, berkilau, lembab,
mengkilap, merah terang atau
bercak coklat yang melibatkan
kelenjar dan preputium
mukosa. Uretra (fossa Skrining STI (sexually
Zoon balanitis navicularis) juga mungkin transmitted infection), gejala
terlibat. Lesi-lesi ini dapat klinis, biopsi
menunjukkan lendir merah
gelap (bintik cabai) dan
purpura dengan deposisi
haemosiderin.
Patch eritematosa dengan batas
jelas dan terlihat sangat mirip
dengan balanitis Zoon. Edema Swab urethra identifikasi N.
Gonorhea
Meatal, preputial, dan penis gonorrhoeae
dan limfadenopati yang nyeri
dapat terjadi.
Sifilis Gejala tiap tahapan (primer, Pemeriksaan mikroskopi
sekunder, dan tersier) berbeda. lapangan gelap untuk
Namun harus dicari adanya mengidentifikasi Treponema
luka, ruam makulopapuler, lesi pallidum
mirip kutil yang disebut
kondiloma latum (permukaan
rata dan batas jelas), dan gejala
prodromal seperti demam, sakit
tenggorokan.
Rasa terbakar dan nyeri lebih
terasa daripada gatal. Bercak Gejala klinis, pemeriksaan
Candidiasis
atau plak merah seringkali KOH, mikrobiologis
dengan erosi dangkal.
Balanoposthitis non-spesifik
adalah diagnosis eksklusi bila
Balanoposthitis non spesifik Diagnosa eksklusi
penyebab lain tidak
teridentifikasi
Leukoplakia persisten, Biopsy dan identifikasi
Karsinoma
eritroplasia, papul berkelompok HPV[2,4,15]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis balanoposthitis tidak semuanya dilakukan.


Pemeriksaan dilakukan hanya untuk mengidentifikasi faktor penyebab spesifik balanoposthitis.
Pemeriksaan dapat meliputi:

Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui penyebab spesifik dari bakteri dan
jamur. Pemeriksaan gram dan kultur dari bakteri dan jamur candida dapat dilakukan, bila perlu
untuk gonore dan klamidia jika ada indikasi juga.[1,2,9]

Pemeriksaan lapangan Gelap

Pemeriksaan lapangan gelap serum dari ulkus (Dark Field Microscope) diindikasikan pada kasus
yang dicurigai mengarah ke sifilis.[1,2,9]

Virologi

Tes yang sering adalah polymerase chain reaction (PCR) atau nucleic acid amplification tests
(NAAT), atau kultur virus untuk mencurigai adanya virus HPV (misal bila ada keluhan muncul
kutil di kemaluan).[1,2,9]

Mikologi

Pemeriksaan KOH untuk Candida sp. dapat diindikasikan jika memang dicurigai (misal memiliki
gejala keluar cairan dari kemaluan berwarna putih seperti cottage cheese yang khas pada orang
dengan kandidiasis).[1,2,9]
Biopsi kulit

Biopsi dilakukan untuk memperjelas diagnosa. Jika balanoposthitis sudah diterapi dengan
adekuat namun tidak memberikan respon, biopsi kulit harus dipertimbangkan untuk
mengidentifikasi lesi praganas atau lesi ganas.[1,2,9]

Uji tempel

Dilakukan hanya jika diduga dermatitis kontak alergi.[1,2,9]

Penatalaksanaan balanoposthitis dapat dibedakan menjadi penatalaksanaan secara umum dan


khusus sesuai kondisi yang mendasarinya. Penyebab spesifik harus diidentifikasi dan diobati
secara agresif. Rujukan ke dokter spesialis terutama dokter kulit dan urologi, dapat sangat
membantu dalam penanganan kasus yang kurang responsif atau kompleks

Penatalaksanaan Secara Umum

Kebersihan harus selalu ditekankan kepada pasien dengan semua jenis balanoposthitis. Berikut
anjuran yang dapat diberikan kepada pasien.

1. Menghindari bahan iritan seperti sabun antibakteri dan menghindari pembersihan daerah
kemaluan terlalu sering. Cairan yang direkomendasikan untuk membersihkan area penis
adanya cairan “water of the 3 sulfates” yang mengandung tembaga sulfat, zinc sulfat,
dan alum. Belum ada studi yang menentukan seberapa sering dilakukan pencucian,
namun dari literatur lain menyebutkan bahwa area penis tidak boleh dibersihkan terlalu
sering
2. Menghindari kontak dengan alergen misalnya sabun, kain, atau pewangi
3. Menggunakan prinsip abstinence, be faithful, condom (ABC) dalam melakukan
hubungan seksual untuk  meminimalkan terjadinya penularan
4. Memakai pakaian katun yang lembut agar menjaga kelembaban di sekitar
kemaluan[2,10,15,25]

Penatalaksanaan Spesifik

Penatalaksanaan spesifik dilakukan berdasarkan penyebab yang mendasarinya

Dermatitis Atopi

Diberikan emolien dan kortikosteroid topical (misal krim Hidrokortison 2,5% atau Betametason
0,1%). Antihistamin bermanfaat untuk gejala gatal.[2]

Dermatitis Seboroik

Antijamur topikal golongan azol (misalnya ketokonazol salep) dengan kortikosteroid topikal
ringan untuk pengobatan awal cukup bagus. Inhibitor kalsineurin topikal dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan kortikosteroid topikal. Itrakonazol atau flukonazol oral dapat
digunakan pada kasus yang parah (misalnya: mereka yang mengalami folikulitis seboroik atau
pada infeksi HIV).[3]

Dermatitis Kontak Iritan

Menghindari bahan iritan terutama sabun dan parfum. Kortikosteroid topikal dan antihistamin
seperti loratadine, cetirizine, atau CTM dapat bermanfaat untuk mengurangi gejala nyeri dan
gatal.[2]

Dermatitis Kontak Alergi

Sarankan untuk menghindari alergen memberikan kortikosteroid topikal. Antihistamin oral


bermanfaat untuk pasien dengan pruritus.[2]

Psoriasis

Kortikosteroid topikal yang dikombinasikan dengan emolien dapat mengurangi gejala. Psoriasis
dibagi tingkat keparahannya berdasarkan PASI (Psoriasis Area Severity Index) Score. Pada
orang dengan PASI Score <10 psoriasis ringan, 10-15 psoriasis sedang, PASI >15 psoriasis
berat. Pada orang dengan psoriasis berat., pengobatan sistemik dengan sinar UV, acitretin,
metotreksat, siklosporin, atau agen biologis (mis. Etanercept) mungkin diperlukan, dan akan
diberikan oleh dokter spesialis. Psoriasis genital sangat jarang terjadi dan jarang berdiri sendiri,
biasanya selalu diikuti psoriasis di area tubuh lain, sehingga memungkinkan psoriasis masuk ke
dalam kategori psoriasis berat.[9]

Lichen Sclerosus

Pengobatan dengan kortikosteroid topikal potensi tinggi. Infeksi kandida dan bakteri sekunder
juga harus diobati. Intervensi bedah (sirkumsisi) mungkin diperlukan jika kurang atau respons
terhadap perawatan medis.[16,17]

Gonorrhea

Center for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan seftriakson intramuskular
ditambah azitromisin oral sebagai rejimen lini pertama. Doksisiklin dapat digunakan sebagai
pengganti azitromisin pada pasien yang alergi terhadap azitromisin.[18]

Candidiasis

Obat golongan azol topikal sering bermanfaat jika dikombinasikan dengan kortikosteroid.[2]

Balanoposthitis Nonspesifik

Penatalaksanaan seringkali sulit karena kebanyakan tidak merespon dengan tindakan umum,
kortikosteroid topikal, dan antibiotik topikal dan sistemik. Intervensi bedah (mis.,
Sunat/sirkumsisi) mungkin diperlukan jika tidak ada respons terhadap perawatan medis. Sunat
dapat bersifat kuratif dalam kebanyakan kasus.[19]

Karsinoma In Situ/Neoplasia Intraepitelial Penis (Pein)

Penyakit ini harus ditangani secara multidisiplin. Karena sunat adalah pengobatan utama,
tawarkan pasien untuk sunat jika pasien belum disunat. Zat topikal seperti fluorourasil, asam
salisilat, resin podophyllum, dan imiquimod dapat digunakan secara tunggal atau dalam
kombinasi. Untuk hal yang curiga mengarah ke keganasan, rujukan ke dokter spesialis mungkin
diperlukan[2,20]

Indikasi Operasi

Salah satu tata laksana dari balanoposthitis adalah sirkumsisi. Walaupun pemberian obat-obatan
topikal dapat mengobati balanoposthithis, namun sirkumsisi tetap menjadi tata laksana definitif
dari balanoposthitis. Data dari meta analisis oleh Morris et al. menemukan bahwa 68% dari laki-
laki yang di sirkumsisi menunjukan 68% prevalensi yang lebih rendah dan balanitis
meningkatkan risiko kanker penis sebanyak 3,8 kali. Sehingga, untuk menghindari hal ini,
sirkumsisi dianjurkan untuk dilakukan secara global dan dilakukan pada masa kanak-kanak.[10]

Rujukan

Rujukan diperlukan bila dicurigai adanya lesi praganas atau ganas, atau pada penyakit yang tidak
membaik setelah terapi adekuat dilakukan. Rujukan dapat dilakukan ke dokter spesialis kulit atau
urologi. Pasien dengan gejala yang berulang atau refrakter terhadap pengobatan setelah empat
minggu, harus dirujuk. Biopsi mungkin diperlukan untuk menyelidiki etiologi lebih lanjut.[12]

Prognosis untuk balanoposthitis umumnya baik. Perubahan kebersihan yang bagus akan
merespon perbaikan gejala dalam satu sampai dua minggu. Komplikasi balanoposthitis jarang,
namun dapat terjadi phimosis atau paraphimosis sekunder.

Komplikasi

Komplikasi dari balanoposthitis jarang terjadi. Namun dapat terjadi phimosis atau paraphimosis
sekunder. Komplikasi lainnya yang jarang adalah:

 Buried penis syndrome, suatu kondisi dimana penis terpendam dalam lipatan kulit,
biasanya pada pasien obesitas
 Selulitis
 Meatal stenosis, penyempitan abnormal dari ujung penis akibat reaksi inflamasi berulang
 Balanitis xerotica obliterans, dermatitis kronis dari glans penis dan foreskin
 Scarring pada penyembuhan luka
 Penurunan aliran darah menuju glans penis, dapat menyebabkan nekrosis[2,5]
Infeksi jamur genital (kandidiasis) jarang terjadi pada orang sehat, tetapi pada orang dengan
immunocompromised, seperti orang dengan infeksi HIV, pada pasien diabetes dan kanker, C.
albicans juga dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan konsekuensi yang serius.[5]

Prognosis

Prognosis umumnya baik. Kegagalan pengobatan harus diarahkan untuk melakukan pemeriksaan
klinis lebih lanjut dan pengobatan disesuaikan dengan penyebab organisme spesifik. Bila
penyakit tidak membaik dengan terapi adekuat, harus curiga mengarah ke keganasan.
Pemeriksaan biopsi perlu dilakukan.[9,16]

Sebagian besar pasien akan membaik setelah diagnosis yang akurat dan perawatan yang tepat.
Pemantauan dan tindak lanjut akan tergantung pada diagnosis, respons terhadap pengobatan, dan
risiko transformasi ganas.[2]

Edukasi balanoposthitis ditekankan pada kebersihan diri sebagai proses penyembuhan


balanoposthitis. Balanoposthitis dapat dicegah dengan mengubah kebiasaan kebersihan.

Edukasi Pasien

Dokter dan staf layanan kesehatan lainnya harus memberikan panduan kepada pasien mengenai
kebersihan preputial yang tepat. Kebersihan yang baik dapat bersifat preventif dan terapeutik
pada sebagian besar kasus balanoposthitis. Kulit preputium dibersihkan secara lembut 2 hingga 3
kali sehari. Jika terdapat phimosis fisiologis, retraksi preputium secara paksa harus dihindari agar
tidak terjadi paraphimosis. Area preputium dapat dibersihkan dengan menggunakan cotton bud
pada orang yang dapat membuka sendiri kulit preputiumnya. Menghindari sabun yang iritatif
atau beraroma juga merupakan rekomendasi karena dapat menyebabkan iritasi.[12]

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Balanoposthitis dapat dicegah dengan mengubah kebiasaan bersih yang benar, termasuk
membersihkan penis secara rutin, menghindari penarikan kulit kulup penis secara paksa,
menggosok dengan paksa, atau menghindari sabun yang iritatif.[5]

Pencegahan berpusat pada peningkatan kebersihan preputium. Meskipun sunat/sirkumsisi telah


dianjurkan untuk kasus yang sulit disembuhkan atau berulang, saat ini sunat baru dilakukan jika
terapi kebersihan yang baik tidak efektif. Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa
sunat/sirkumsisi dapat melindungi dari balanoposthitis dan infeksi penis lainnya.[10]

Pencegahan primer

Sirkumsisi dapat melindungi pria terkena balanoposthitis, karena kulit ujung penis dapat
memberikan lingkungan untuk tumbuhnya bakteri dan jamur.[10,21]
Karena infeksi human papillomavirus (HPV) adalah faktor risiko yang kuat untuk
balanoposthitis dan kanker penis, vaksinasi HPV dapat dipertimbangkan. Vaksinasi anak laki-
laki berusia 11-12 direkomendasikan di Amerika Serikat.[22]

Pencegahan sekunder

Anjurkan pasien untuk memperhatikan kebersihan pribadi. Sehubungan dengan area genital,
mereka harus:

1. Menghindari bahan iritan seperti sabun antibakteri dan menghindari pembersihan daerah
kemaluan terlalu sering
2. Menghindari kontak dengan alergen misalnya sabun, kain, atau pewangi
3. Menggunakan prinsip ABC (abstinence, be faithful, condom) dalam melakukan
hubungan seksual untuk  meminimalkan terjadinya penularan
4. Melakukan sirkumsisi pada anak-anak
5. Memakai pakaian katun yang lembut agar menjaga kelembaban di sekitar
kemaluan[2,10,23,24]

Sebagian besar pasien tidak perlu pemantauan lebih lanjut setelah diagnosis ditegakkan dan
kondisinya terkendali. Pasien dengan kanker atau prakanker harus kontrol secara teratur,
setidaknya sekali setiap 3 bulan atau lebih sering, sesuai pedoman kanker setempat.[2]

Balanoposthitis [Internet]. BMJPractice. 2020. Available from:


https://bestpractice.bmj.com/topics/en-gb/401/
5. Balanitis and balanoposthitis. In: Congenital Anomalies of the Penis. 2017.
10. Morris BJ, Krieger JN. Penile inflammatory skin disorders and the preventive role of
circumcision. International Journal of Preventive Medicine. 2017.
12. Freedman D. Balanitis. In: European Handbook of Dermatological Treatments, Third
Edition. 2015.
21. Fistarol SK, Itin PH. Diagnosis and treatment of lichen sclerosus: An update. American
Journal of Clinical Dermatology. 2013.

1. Bunker C. Skin conditions of the male genitalia. Medicine (United Kingdom). 2014.
2. Balanoposthitis [Internet]. BMJPractice. 2020. Available from:
https://bestpractice.bmj.com/topics/en-gb/401/
4. Edmonds EVJ, Hunt S, Hawkins D, Dinneen M, Francis N, Bunker CB. Clinical parameters in
male genital lichen sclerosus: A case series of 329 patients. J Eur Acad Dermatology Venereol.
2012;
9. Vladimir O Osipov M. Balanoposthitis [Internet]. eMedicine. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1124734-overview#a5
10. Morris BJ, Krieger JN. Penile inflammatory skin disorders and the preventive role of
circumcision. International Journal of Preventive Medicine. 2017.
12. Freedman D. Balanitis. In: European Handbook of Dermatological Treatments, Third
Edition. 2015.
15. Elakis JA, Hall AP. Skin disease of penis and male genitalia is linked to atopy and
circumcision: caseload in a male genital dermatology clinic. Australas J Dermatol. 2017;

Anda mungkin juga menyukai