688890ESW0P1190hir0Sistem0Monev0DAK PDF
688890ESW0P1190hir0Sistem0Monev0DAK PDF
688890ESW0P1190hir0Sistem0Monev0DAK PDF
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Izin dan Rahmat-Nya
sehingga studi tentang Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK)
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diselesaikan.
Kegiatan ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas aparat Pemerintah
Daerah untuk melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Dana Alokasi Khusus, menggali
berbagai data dan informasi terkait dengan pelaksanaan Dana Alokasi Khusus di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Pusat untuk memberbaiki
kebijakan perencanaan serta sistem pemantauan dan evaluasi Dana Alokasi Khusus sebagaimana
tertulis dalam SEB 3 (tiga) Menteri.
Buku ini diharapkan dapat memberi informasi kepada para pembaca mengenai kondisi
pelaksanaan penggunaan Dana Alokasi Khusus di Provinsi DIY mulai dari aspek teknis, aspek
manajemen, maupun dari aspek kelembagaan khususnya dalam bidang Infrastruktur jalan dan
bidang kesehatan. Informasi dan analisis yang digambarkan dalam laporan akhir ini disusun
berdasarkan data-data yang dihimpun dari sumber sekunder dan primer meliputi data-data
Laporan Triwulanan DAK, Laporan Penyerapan, Laporan Akhir dan Laporan Kompilasi DAK, data
hasil wawancara dan FGD, penyebaran kuesioner serta informasi yang diperoleh dari pelaksanaan
pelatihan fasilitator yang melibatkan unsur pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
DIY.
Data-data dan informasi serta hasil analisis di dalam buku laporan Akhir ini diharapkan
dapat dipergunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan bagi penyempurnaan perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, monev dan pelaporan penggunaan Dana Alokasi Khusus. Dalam
penulisan laporan akhir ini, kami telah berusaha menyusun sesuai dengan pedoman yang ada
serta memaksimalkan kualitas dan validitasnya. Namun demikian kami menyadari sepenuhnya
bahwa laporan akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan serta masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu kritik, saran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan.
Tim penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarnya-besarnya kepada pihak-
pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Mudah-mudahan hasil dari pekerjaan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................................. I-1
1.2. Tujuan dan Sasaran Kegiatan ........................................................................................................... I-4
1.3. Lingkup Kegiatan .................................................................................................................................. I-5
ii
BAB VI PENGANGGARAN DANA ALOKASI KHUSUS
6.1. Gambaran Umum ................................................................................................................................. VI-1
6.2. Penganggaran di Daerah Kajian .......................................................................................................... VI-2
6.3. Permasalahan dan Usulan Perbaikan Penganggaran DAK ................................................................ VI-3
BAB IX PENUTUP
9.1. Permasalahan Dana Alokasi Khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta ................................................ IX-1
9.2. Implikasi DAK dan Sistem Monev DAK ................................................................................................ IX-2
9.3. Kesimpulan ......................................................................................................................................... IX-3
9.4. Rekomendasi ...................................................................................................................................... IX-4
9.4.1. Aspek Data Collecting .......................................................................................................... IX-4
9.4.2. Aspek Tahapan dan Stakeholders ....................................................................................... IX-4
9.4.3. Revisi Surat Edaran Bersama (SEB) ................................................................................... IX-12
LAMPIRAN
1. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Sleman Bidang
Infrastruktur Jalan
2. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Sleman Bidang
Kesehatan
3. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Bantul Bidang
Infrastruktur Jalan
4. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Bantul Bidang Kesehatan
5. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Kulon Progo Bidang
Infrastruktur Jalan
6. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Kulon Progo Bidang
Kesehatan
7. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Gunungkidul Bidang
Infrastruktur Jalan
8. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Gunungkidul Bidang
Kesehatan
9. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Provinsi DIY Bidang Bina
Marga/Infrastruktur Jalan
10. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Provinsi DIY Bidang Kesehatan
(Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta)
11. Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Provinsi DIY Bidang Kesehatan
(Rumah Sakit Grhasia)
12. Checklist Hasil Pengumpulan Data Sekunder
iii
DAFTAR TABEL
3.1. Perkembangan Alokasi DAK Tahun 2003-2010 (dalam jutaan rupiah) ..................................................... III-1
3.2. Perkembangan Alokasi DAK per Bidang Tahun 2003-2010 (dalam jutaan rupiah) ................................... III-2
3.3. Perbandingan Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 dan 2010 ...................................................................... III-5
3.4. Perbandingan Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2009 (RKP, PMK & Juknis) ...... III-13
3.5. Perbandingan Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2010 (RKP, PMK & Juknis) .... III-17
3.6. Perbandingan Arah Kebijakan DAK Bidang Jalan Tahun Anggaran 2009-2010 (RKP, PMK & Juknis) .... III-21
5.1. Permasalahan Perencanaan DAK di Daerah Kajian ................................................................................... V-7
6.1. Permasalahan Penganggaran DAK di Daerah Kajian ................................................................................. VI-5
7.1. Permasalahan Implementasi DAK di Daerah Kajian ................................................................................... VII-3
7.2. Gambaran Implementasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan ......................................................................... VII-5
7.3. Gambaran Implementasi DAK Bidang Kesehatan ....................................................................................... VII-7
8.1. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Sleman Tahun 2006-2010 ........................................................................................................ VIII-2
8.2. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Kabupaten Sleman Tahun 2008-2010 .................................................................................................... VIII-4
8.3. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010 ...................................................................................................... VIII-7
8.4. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan di
Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010 .......................................................................................................... VIII-9
8.5. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2010 ............................................................................................. VIII-11
8.6. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan di
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2008-2010 ................................................................................................. VIII-13
8.7. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2006-2010 ............................................................................................. VIII-16
8.8. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan di
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2006-2010 ................................................................................................. VIII-18
8.9. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2009 .......................................................................................................... VIII-20
8.10. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2009 ......................................................................................................... VIII-22
8.11. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008-2010 ....................................................................... VIII-25
8.12. Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010 ............................................................................... VIII-27
8.13. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Sleman Tahun 2005-2009 ................................................................... VIII-29
8.14. Distribusi PDRB Kabupaten Sleman Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009 ............................... VIII-29
8.15. Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Sleman ............. VIII-30
8.16. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2005-2009 ..................................................................... VIII-31
8.17. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bantul menurut Lapangan
Usaha ADHK Tahun 2000 ....................................................................................................................... VIII-31
8.18. Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bantul ............................ VIII-32
8.19. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005-2009 ............................................................ VIII-33
8.20. Distribusi PDRB Kabupaten Kulon Progo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009 ....................... VIII-33
8.21. Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten
Kulon Progo ............................................................................................................................................. VIII-34
iv
8.22. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2005-2009 .......................................................... VIII-35
8.23. Distribusi PDRB Kabupaten Gunung Kidul Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009 ..................... VIII-35
8.24. Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten
Gunung Kidul ........................................................................................................................................... VIII-36
8.25. Pertumbuhan PDRB Kota Yogyakarta Tahun 2005-2009 ...................................................................... VIII-37
8.26. Distribusi PDRB Kabupaten Kulon Progo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009 ....................... VIII-37
8.27. Kontribusi DAK Bidang Jalan terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Yogyakarta ............... VIII-38
8.28. Nilai Produk Domestik Bruto Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di DIY,
Tahun 2005-2009 .................................................................................................................................... VIII-39
8.29. Kontribusi DAK Bidang Jalan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di DIY, Tahun 2006-2009 ..................... VIII-40
9.1. Rekomendasi (Aspek) .............................................................................................................................. IX-6
9.2. Rekomendasi (Stakeholders) ..................................................................................................................... IX-9
v
DAFTAR GAMBAR
3.1. Perkembangan Jumlah Daerah Penerima Alokasi DAK Tahun 2003-2010 ................................................. III-2
4.1. Kerangka Pikir Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Manfaat Dana Alokasi Khusus ............................. IV-5
4.2. Tingkat Pengetahuan SKPD terhadap Surat Edaran Bersama (SEB) ...................................................... IV-6
4.3. Usulan Penyederhanaan Alur Pelaporan DAK .......................................................................................... IV-13
5.1. Tingkat Kesulitan SKPD dalam Aspek Perencanaan Program/Kegiatan yang Dibiayai dengan
Dana Alokasi Khusus ................................................................................................................................... V-4
5.2. Tingkat Kemanfaatan DAK bagi Daerah ....................................................................................................... V-5
5.3. Tingkat Kemanfaatan DAK bagi SKPD Penerima ..................................................................................... V-5
8.1. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Sleman Tahun 2007 s.d 2010 ............................................................................................. VIII-3
8.2. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan
di Kabupaten Sleman Tahun 2008-2010 ................................................................................................... VIII-5
8.3. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Bantul Tahun ......................................................................................................................... VIII-7
8.4. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan
di Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010 ....................................................................................................... VIII-9
8.5. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten KulonprogoTahun 2006-2010 ................................................................................................ VIII-12
8.6. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan
di Kabupaten KulonprogoTahun 2007-2010 ................................................................................................ VIII-14
8.7. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2006-2010 ............................................................................................. VIII-16
8.8. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan
di Kabupaten GunungkidulTahun 2006-2010 .............................................................................................. VIII-18
8.9. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan
di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2009 ......................................................................................................... VIII-21
8.10. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan
di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2009 ......................................................................................................... VIII-23
8.11. Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008-2010 ........................................................................ VIII-25
8.12. Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
+ Dana Pendamping Bidang Kesehatan di Provinsi Daerah Yogyakarta Tahun 2010 ................................ VIII-27
8.13. Kontribusi DAK Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ............................................................... VIII-39
9.1. Penyempurnaan Tahapan DAK .................................................................................................................. IX-11
9.2. Penyederhanaan Alur Pelaporan DAK ....................................................................................................... IX-13
vi
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
vii
LRA : Laporan Realisasi Anggaran
LANSIA : Lanjut Usia
MBR : Masyarakat Berpenghasilan Rendah
MONEV : Monitoring dan Evaluasi
MTEF : Medium Term Expenditure Framework
MUPEN : Mobil Unit Penerangan
MUSRENBANGDA : Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah
MUSRENBANGNAS : Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PBB : Pajak Bumi dan Bangunan
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
PDB : Produk Domestik Bruto
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
PERBUP : Peraturan Bupati
PERDA : Peraturan Daerah
PERGUB : Peraturan Gubernur
PERMENDAGRI : Peraturan Menteri Dalam Negeri
PERMENDIKNAS : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
PERMENKEU : Peraturan Menteri Keuangan
PERWAL : Peraturan Walikota
PKB : Penyuluh Keluarga Berencana
PLKB : Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana
PMA : Penanaman Modal Asing
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
PMK : Peraturan Menteri Keuangan
PNSD : Pegawai Negeri Sipil Daerah
PP : Peraturan Pemerintah
PPAS : Penetapan Plafon Anggaran Sementara
PPh : Pajak Penghasilan
PPKD : Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
PUSKESMAS : Pusat Kesehatan Masyarakat
RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara
RAPERDA : Rancangan Peraturan Daerah
RD DAK : Rencana Definitif Dana Alokasi Khusus
RHL : Rehabilitasi Hutan dan Lahan
RKA : Rencana Kerja Anggaran
RKB : Ruang Kelas Baru
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJPD : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
viii
SATKER : Satuan Kerja
SD : Sekolah Dasar
SDA : Sumber Daya Alam
SEB : Surat Edaran Bersama
SiLPA : Sisa Lebih Penggunaan Anggaran
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SLBM : Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SP2D : Surat Perintah Pencairan Dana
SPAM : Sistem Penyediaan Air Minum
SPKD : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
SPM : Standar Pelayanan Minimal
SPM : Surat Perintah Membayar
SPP : Surat Permintaan Pembayaran
TAM : Tata Air Mikro
TAPD : Tim Anggaran Pemerintah Daerah
TIK : Teknologi Informasi and Komunikasi
TP : Tugas Pembantuan
UU : Undang - Undang
WPOPDN : Wajib Pajak Orang Perorangan Dalam Negeri
ix
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN
I-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengenai Dana Alokasi Umum, banyak studi menunjukkan bahwa skema tersebut telah gagal untuk
memperbaiki ketidakseimbangan vertikal. Dana Alokasi Umum sudah banyak yang terserap untuk gaji
pegawai negeri, bukan investasi modal untuk pembangunan daerah. Sementara itu, dana Dana Alokasi
Khusus belum mampu mencapai tujuannya. Selain dari fakta bahwa Dana Alokasi Khusus merupakan hanya
sekitar 8,5 persen dari total transfer Pemerintah Pusat. Menurut kerangka kebijakan desentralisasi fiskal,
setiap upaya untuk meningkatkan subsidi keuangan harus didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Pelayanan publik; peningkatan Dana Alokasi Khusus harus dikaitkan erat dengan reformasi pilihan untuk
tugas-tugas fungsional, pembentukan standar pelayanan minimum; meningkatkan fungsi layanan, biaya
dan uji coba standar pelayanan minimum, identifikasi mekanisme pemberian layanan alternatif,
memperkuat Peraturan Daerah yang mengatur pemberian layanan dan perbaikan Pemerintah Pusat,
menetapkan basis data peraturan lokal untuk pelayanan publik, identifikasi dan replikasi praktik terbaik
dalam penyediaan layanan, perizinan layanan satu atap, dan meningkatkan layanan di wilayah
perbatasan;
2. Antar-pemerintah dan keuangan sub-nasional; itu berarti harus mendukung transfer antar-pemerintah,
restrukturisasi hutang, aspek peraturan penerbitan obligasi, kebangkrutan fiskal, sistem informasi
keuangan daerah, evaluasi transfer kepada pemerintah sub-nasional, dan pengembangan keseluruhan
kebijakan dan kerangka pelaksanaan desentralisasi fiskal;
3. Kapasitas Legislatif dan Eksekutif; ini mencakup pelatihan pendidikan Pemerintah Daerah dan Pusat,
penyediaan pelatihan khusus pada desentralisasi untuk pejabat Pemerintah Daerah, dan pelatihan dan
pengembangan untuk sub-nasional wakil-wakil legislatif;
4. Perencanaan pembangunan dan pengembangan ekonomi lokal; tetapi juga mencakup perencanaan dan
penganggaran tingkat kabupaten, pengembangan hukum dan peraturan tentang ukuran sub-nasional,
perencanaan antar-pemerintah dan tata ruang, pengelolaan sumber daya alam, perencanaan
pembangunan daerah, perencanaan pembangunan daerah perbatasan, dan evaluasi kinerja Pemerintah
Daerah.
Bersama dengan blok hibah Dana Alokasi Umum, pemberian Dana Alokasi Khusus merupakan
instrumen penting untuk mengukur ketidakseimbangan vertikal dalam sistem keuangan publik Indonesia, di
mana Pemerintah Daerah sebagian besar (sampai 80 persen) bergantung pada hibah Pemerintah Pusat.
Mengingat fakta bahwa ada hubungan menurun antara Dana Alokasi Umum dan tujuan pembangunan
Pemerintah Daerah (pengentasan kemiskinan, indeks pembangunan manusia, kesejahteraan ekonomi secara
keseluruhan, dan lain-lain), pemberian Dana Alokasi Khusus semakin penting. Ada alokasi keuangan yang
tidak produktif di tingkat Pemerintah Provinsi dan Daerah karena sisi negatif desentralisasi seperti penciptaan
yurisdiksi administratif baru (pemekaran), biaya tinggi dalam pemilihan umum daerah Kabupaten/Kota dan
Provinsi, dan kurangnya kapasitas perencanaan dan penganggaran antara kewenangan sub nasional. Oleh
karena itu, adalah fundamental untuk menemukan cara yang paling efisien dan efektif untuk mengalokasikan
Dana Alokasi Khusus.
Berbagai fakta tentang Dana Alokasi Khusus dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Alokasi Dana Alokasi Khusus dari tahun ke tahun terus meningkat baik dari aspek keuangan maupun
bidangnya. Peningkatan besaran alokasi ke daerah dan jumlah bidang Dana Alokasi Khusus tersebut
harus diikuti dengan peningkatan kinerja baik di tingkat pusat maupun di daerah.
2. Harus diakui bahwa pengelolaan Dana Alokasi Khusus selama ini masih dihadapkan pada beberapa
persoalan baik dari aspek keuangan, teknis, kelembagaan, dan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Dari hasil audit BPK di daerah, periode 2006-2008 dan hasil analisis berita media massa
(Kompas, Republika, Media Indonesia, Tempo) selama periode 2007-2008 terindikasi temuan yang
terkait Dana Alokasi Khusus dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Keterlambatan penerbitan dokumen anggaran Dana Alokasi Khusus di daerah;
I-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Banyaknya permasalahan dalam implementasi Dana Alokasi Khusus ini seringkali disebabkan karena
monitoring/evaluasi dipandang sebagai sesuatu yang bersifat formalitas semata, sehingga tidak ada
perbaikan atau masukan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kebijakan/program semula. Berdasarkan
pengalaman dapat diidentifikasi bahwa masalah/hambatan yang sering dihadapi dalam pelaksanaan
monitoring dan evaluasi. Berikut ini adalah beberapa masalah mendasar tentang monitoring dan evaluasi
Dana Alokasi Khusus:
1. Monitoring dan evaluasi hanya dipandang sebagai suatu syarat, bukan sebagai kebutuhan;
2. Belum adanya sistem monitoring dan evaluasi yang sistematis/hanya bersifat parsial, belum ada
koordinasi antara penyedia data dan informasi;
3. Belum ada penetapan indikator kinerja yang dibakukan secara nasional;
4. Resistensi dari para pelaku dan tidak adanya insentif bagi para pelaku untuk berpartisipasi secara
penuh dalam monitoring dan evaluasi;
5. Hasil monitoring dan evaluasi seringkali diabaikan dan tidak digunakan untuk melakukan
perbaikan kebijakan dan program;
6. Pemanfaatan hasil monitoring dan evaluasi terbatas untuk kepentingan pertanggungjawaban
pemerintah kepada instansi yang lebih atas, dan belum diinformasikan bahkan dimanfaatkan oleh
publik;
7. Belum ada mekanisme tindak lanjut yang berorientasi pada revisi kebijakan;
8. Belum memanfaatkan data kualitatif dan kuantitatif secara optimal;
9. Rentang birokrasi yang sangat panjang;
10. Tidak tertib dalam pelaporan dan tidak ada reward dan punishment;
11. Terjadi inefisiensi karena adanya pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang tumpang tindih;
12. Adanya hambatan moral dan disiplin kerja;
13. Belum ada proses pelibatan/partisipasi secara luas baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi termasuk mekanisme umpan balik dan diseminasi
hasil monitoring dan evaluasi kepada publik.
Terkait dengan kondisi implementasi Dana Alokasi Khusus tersebut, Pemerintah Pusat mengalami
kendala dalam melakukan evaluasi pelaksanaan Dana Alokasi Khusus sebagaimana diamanatkan dalam UU
No. 33 tahun 2004 dan PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Kendala yang dihadapi dalam
melakukan evaluasi pelaksanaan Dana Alokasi Khusus adalah rendahnya kepatuhan daerah untuk
menyampaikan laporan pelaksanaan Dana Alokasi Khusus ke Pemerintah Pusat.
Sehubungan dengan hal tersebut Bappenas bersama-sama Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Keuangan menerbitkan SEB Menneg PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri
I-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
I-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Masing-masing kegiatan tersebut, akan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berjenjang, dalam
arti kegiatan tersebut ada yang dilakukan di Tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten. Dengan kondisi ini,
maka akan dibutuhkan koordinasi yang intensif dari setiap pelaksana kegiatan di masing-masing hirarki
wilayah sehingga pelaksanaan kegiatan pada setiap level dapat terkoordinasi, sinergis dan terpadu.
I-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB II
KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN
II-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Salah satu fungsi utama pemerintah adalah fungsi distribusi (Musgrave 1959). Kekuatan dan
mekanisme pasar diyakini tidak akan pernah menghasilkan distribusi pendapatan yang merata. Padahal,
distribusi pendapatan yang relatif merata merupakan satu fenomena yang diinginkan oleh masyarakat secara
umum. Karenanya, tugas pemerintah adalah memastikan bahwa terdapat pembagian pendapatan yang lebih
merata di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Selanjutnya, dalam sistem yang terdiri dari pemerintahan dengan beberapa tingkatan (multi-level
government), pertanyaannya menjadi apakah yang menjadi tugas dari masing-masing tingkat pemerintah
yang berbeda dalam mencapai distribusi pendapatan yang lebih merata. Teori awal menjawab pertanyaan ini
(yang belakangan disebut sebagai first-generation theory of fiscal federalism) menunjukkan bahwa
Pemerintah Pusat seyogyanya memainkan peranan utama dalam melakukan redistribusi pendapatan (Oates
2005). Redistribusi pendapatan akan sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah
yang menetapkan suatu sistem pajak progresif memang akan mendapatkan distribusi pendapatan yang lebih
merata untuk daerahnya, tetapi kemungkinan besar terjadi dengan perginya kelompok masyarakat dan dunia
usaha berpendapatan tinggi dari daerah yang bersangkutan.
Sistem multi-level government juga biasanya memiliki aktifitas redistribusi yang lain, yaitu pemerataan
fiskal (fiscal equalization). Prinsip utamanya adalah transfer dari daerah yang lebih kaya ke daerah yang lebih
miskin, sehingga setiap daerah memiliki kemampuan yang kurang lebih sama untuk menyediakan sejumlah
layanan publik. Jumlah dan kualitas layanan publik yang sama disetiap daerah sering menjadi kunci dari
konsep pemerataan antar-daerah. Namun demikian, bukan hanya jumlah transfer fiskal saja yang penting.
Padovano (2007) juga mencatat pentingnya perbedaan pengadmnistrasian program redistribusi pendapatan
di tingkat Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat dari sisi Pemerintah Pusat membedakan treatment
redistribusi terhadap Pemerintah Daerah, dengan tujuan mendapatkan konsensus Pemerintah Daerah
terhadap program Pemerintah Pusat (Alesiana et al., 1999; Lockwood, 2002; Besley dan Coate, 2003).
Ataupun dapat pula dilihat sebagai perbedaan strategi Pemerintah Daerah yang mengadministrasikan
program redistribusi (Emerson, 1988).
Peran pemerintah sebagai stabilisator merupakan penjabaran dari kebijakan fiskal dari aspek ekonomi.
Dari sudut pandang ekonomi, kebijakan fiskal merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi kelangkaan
sumberdaya (scarcity of resources) dan mengalokasikan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan seluruh
rakyat. Dengan demikian, logika ekonomi makro maupun ekonomi mikro berlaku dalam memahami arah
kebijakan fiskal secara nasional. Dari segi makro pemerintah harus mampu memerankan fungsi pembiayaan
publik yang dapat dilihat dari dimensi alokasi, distribusi maupun stabilisasi. Fungsi-fungsi inilah yang dapat
diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara ekonomis (Paper Grand Design) Desentralisasi
Fiskal Indonesia: Menciptakan Alokasi Sumber Daya Nasional yang Efisien melalui Hubungan Keuangan
Pusat dan Daerah Yang Transparan Akuntabel dan Berkeadilan (Tim Asistensi Menkeu Bidang Desentralisasi
Fiskal, Dirjen Perimbangan Keuangan, Depkeu RI).
Sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal, anggaran belanja Pemerintah Pusat memainkan
peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam meningkatkan dan
memelihara kesejahteraan rakyat. Hal ini terutama karena besaran dan komposisi anggaran belanja
pemerintah pusat, dalam operasi fiskal pemerintah, mempunyai dampak yang signifikan pada permintaan
agregat dan output nasional, serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Selain itu,
peranan penting anggaran belanja pemerintah pusat dalam perekonomian, sebagai salah satu perangkat
kebijakan fiskal, juga berkaitan dengan ketiga fungsi utama anggaran belanja pemerintah, yaitu fungsi
alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
Melalui pelaksanaan ketiga fungsi utama kebijakan fiskal tersebut, perencanaan dan pengelolaan
anggaran belanja Pemerintah Pusat memainkan peranan yang sangat strategis dalam memperbaiki dan
meningkatkan kinerja ekonomi makro, serta mengatasi berbagai masalah-masalah fundamental dalam
perekonomian, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengendalikan inflasi dan
II-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
menjaga stabilitas ekonomi khususnya stabilitas harga; menciptakan dan memperluas lapangan kerja
produktif untuk menurunkan tingkat pengangguran; serta memperbaiki distribusi pendapatan dan mengatasi
kemiskinan.
II-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
grants menurunkan hubungan akuntabilitas antara pemerintah lokal dan penduduknya dalam hal jasa publik
yang dibiayai oleh transfer ini relatif tidak mudah diawasi oleh Pemerintah Pusat sebagai pemberi transfer
sementara penduduk lokal cenderung tidak memiliki insentif untuk melakukan pengawasan mengingat
pembiayaan dari transfer tidak berasal dari pajak yang harus dibayar oleh penduduk setempat.
Specific transfers atau specific grants diberikan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah dengan
ketentuan yang melekat padanya, seperti untuk membiayai sektor-sektor tertentu atau bahkan proyek spesifik
tertentu. Penggunaan transfer ini telah ditentukan secara spesifik oleh pemerintah dengan hanya sedikit
memberi ruang gerak bagi pemerintah lokal. Di satu sisi, hal ini bisa menimbulkan konflik dengan diskresi
lokal dalam hubungannya dengan kondisi dan prioritas lokal. Karenanya hal ini bisa membawa pada
inefisiensi kecuali terdapat fleksibilitas untuk mengadaptasi penggunaan transfer terhadap situasi lokal.
Namun disisi lain, specific transfers seperti ini dapat berguna pada situasi dimana akuntabilitas pemerintah
lokal rendah dan dalam rangka mendorong pencapaian prioritas nasional di tingkat lokal. Dalam hal ini,
keunggulan proses pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat jika transfer dialokasikan
berdasarkan specific transfer lebih merupakan solusi antara dari sistem pembiayaan kegiatan Pemerintah
Daerah yang relatif tidak berdasarkan perkembangan wilayah atau pendapatan dari penduduk lokal. Selain
itu, specific grants juga potensial digunakan untuk mengatasi masalah interjurisdictional spillover effects.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah terkait dengan penerimaan dana general transfer dan specific
transfer, maka Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan tujuan keuangan Pemerintah Daerah. Secara
umum, tujuan Pemerintah Daerah adalah untuk memaksimalkan hasil pembangunan bagi penduduk dan
menyediakan lingkungan yang memungkinkan bagi pengembangan sektor swasta melalui penyediaan
pelayanan publik yang efisien.
Transfer dana pusat ke daerah diperlukan untuk: (i) mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal;
(ii) mengatasi ketimpangan fiskal horizontal; (iii) adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar
pelayanan minimum di setiap daerah; (iv) mengatasi persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya
dampak pelayanan publik (interjurisdictional spillover effects); dan (v) rehabilitasi, yaitu untuk mencapai tujuan
stabilisasi Pemerintah Pusat. Jadi pada prinsipnya, tujuan umum transfer dana Pemerintah Pusat adalah
untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai
konsekuensi dari sentralisasi administrasi pajak (vertical fiscal disparity), meminimumkan ketimpangan fiskal
antar Pemerintah Daerah pada tingkat pemerintahan yang sama yang bertujuan untuk peningkatan akses dan
penyamarataan kualitas pelayanan publik (horizontal disparity), dan menginternalisasikan sebagian atau
seluruh limpahan manfaat (biaya) kepada daerah yang menerima limpahan manfaat (yang menimbulkan
biaya) tersebut (internalized spillovers). Selain itu, kerap pula dikemukakan bahwa pertimbangan pemberian
transfer pusat adalah dalam rangka menjamin koordinasi kinerja fiskal dari pemerintah.
UU 33/2004 telah mengatur bahwa penyediaan sumber-sumber pendanaan untuk mendukung
penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan berdasarkan kewenangan antar-pemerintahan. Mekanisme
pendanaan atas pelaksanaan kewenangan tersebut dilakukan melalui asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan, yang dilaksanakan melalui perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah.
Hakikat penyempurnaan utamanya menjaga prinsip money follows function, artinya pendanaan
mengikuti fungsi-fungsi pemerintahan sehingga kebijakan perimbangan keuangan mengacu kepada tiga
prinsip yakni: (1) perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah merupakan
subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah; (2) pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal; dan (3) perimbangan keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
II-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Desentralisasi fiskal adalah instrumen, bukan suatu tujuan.Desentralisasi fiskal adalah salah satu
instrumen yang digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam mengelola pembangunan guna mendorong
perekonomian daerah maupun nasional. Melalui mekanisme hubungan keuangan yang lebih baik diharapkan
akan tercipta kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, sehingga akan berimbas
kepada kondisi perekonomian yang lebih baik. Sebagai tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat.
Hal penting lainnya yang juga harus dipahami oleh semua pihak, bahwa desentralisasi fiskal di
Indonesia adalah desentralisasi fiskal di sisi pengeluaran yang didanai terutama melalui transfer ke daerah.
Dengan desain desentralisasi fiskal ini maka esensi otonomi pengelolaan fiskal daerah dititikberatkan pada
diskresi (kebebasan) untuk membelanjakan dana sesuai kebutuhan dan prioritas masing-masing daerah.
Penerimaan Negara tetap sebagian besar dikuasai oleh Pemerintah Pusat, dengan tujuan untuk menjaga
keutuhan berbangsa dan bernegara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
II-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
b) Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap objek
yang akan diteliti, baik berupa data, maupun fenomena yang terjadi dan mencatat yang ada
kaitannya dengan masalah yang diteliti.
c) Kuesioner, yaitu menyebarkan daftar pertanyaan sesuai dengan topik studi kepada para pejabat
selaku responden. Responden berasal dari pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
penerima DAK dan SKPD lain yang berkaitan dengan pengelolaan DAK, seperti Bappeda dan
Biro/Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah. Jumlah responden untuk masing-
masing Kabupaten/Kota sebanyak 20 (dua puluh) orang, sedangkan untuk Provinsi sebanyak
30 (tiga puluh) orang.
d) Wawancara mendalam, yaitu melakukan serangkaian tanya-jawab antara peneliti dengan
informan (responden) yang dilakukan secara terbuka dan leluasa. Untuk itu, digunakan
instrumen penelitian berupa pedoman wawancara yang bersifat terbuka sehingga memberikan
kebebasan seluas-luasnya bagi informan (responden) untuk menyampaikan pendapatnya.
Setelah data didapat dari hasil observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi, maka data
tersebut diseleksi, diidentifikasi, dan dikelompokkan berdasarkan nama, fungsi, dan ciri-cirinya. Langkah
selanjutnya yang telah penulis lakukan dalam menganalisis data adalah mereduksi data-data yang telah
terkumpul, sehingga bisa ditemukan pokok-pokok tema yang dianggap relevan dengan masalah dan tujuan
penelitian. Reduksi data sangat penting dalam rangka mempermudah analisis, karena dengan mereduksi
data akan diperoleh suatu gambaran yang lebih jelas dan tajam mengenai persoalan yang dianalisis. Data
yang tidak sesuai dan kurang relevan dengan tema penelitian tidak digunakan.
Reduksi data dilakukan dengan membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan
yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Agar dapat dilihat gambaran keseluruhan atau bagian
tertentu dari penelitian, maka data yang telah direduksi harus diusahakan tersusun secara sistematis.
Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah menyajikan data yang dipilih dan
diinterpretasikan oleh penulis. Data dan interpretasi penulis disajikan secara terpisah agar pembaca dapat
membedakan antara data dan persepsi penulis. Langkah yang terakhir di dalam menganalisis data adalah
menarik kesimpulan dari data yang telah diinterpretasikan tersebut. Penyimpulan data dilakukan setelah data
disajikan dalam bentuk deskripsi dengan pemahaman interpretasi logis. interpretasi atau inferensi dilakukan
dengan dua cara. Pertama, interpretasi secara terbatas karena peneliti hanya melakukan interpretasi atas
data dan hubungannya yang ada dalam penelitiannya. Kedua, adalah peneliti bila mencoba mencari
II-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pengertian yang lebih luas tentang hasil-hasil yang didapatkannya dari analisa dibandingkan dengan
kesimpulan peneliti lain atau dengan menghubungkan kembali interpretasinya dengan teori (Effendi dan
Manning, 1989:263-264).
II-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB III
PROFIL DANA ALOKASI KHUSUS NASIONAL
Dalam pelaksanaannya DAK yang dialokasikan sejak tahun 2003 mengalami perkembangan yang
cukup signifikan dari tahun ke tahun, baik dari sisi besaran alokasi maupun dari cakupan bidang yang didanai
dari DAK. Jika pada tahun 2003 alokasi DAK sebesar Rp. 2.269.- milyar dan hanya dialokasikan untuk 5
(lima) bidang yaitu pendidikan, kesehatan, prasarana jalan, prasarana irigasi dan prasarana pemerintah,
maka pada tahun 2010 jumlah alokasi DAK menjadi Rp. 21.133,3 milyar serta jumlah bidang yang
menerimanya menjadi 14 bidang.
Dari tahun ke tahun alokasi DAK mengalami peningkatan yang cukup besar, dan mencapai
puncaknnya pada tahun 2009 alokasinya menjadi Rp. 24.819,6 milyar, pada tahun berikutnya yaitu tahun
2010 alokasi DAK mengalami sedikit penurunan menjadi hanya Rp. 21.133,3 milyar.
Dari tahun 2003 hingga tahun 2010 jumlah alokasi DAK adalah sebesar Rp.104.940,5 milyar, yang
dialokasikan ke sejumlah Kabupaten/Kota sebesar Rp.101.825,3 milyar dan ke sejumlah Provinsi sebesar
Rp. 3.115,2 milyar.
III-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 3.2
Perkembangan Alokasi DAK Per BidangTahun 2003-2010 (dalam jutaan rupiah)
Tahun
Bidang
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pendidikan 625.000 652.600 1.221.000 2.919.525 5.195.290 7.015.420 9.334.882 9.334.882
Kesehatan* 375.000 456.180 620.000 2.406.795 3.381.270 3.817.370 4.017.370 2.829.760
Infrastruktur Jalan 842.500 839.050 945.000 2.575.705 3.113.060 4.044.681 4.500.917 2.810.207
Infrastruktur Irigasi 338.500 357.200 384.500 627.675 858.910 1.497.230 1.548.980 968.402
Infrastruktur Air Minum ** - - 203.500 608.000 1.062.370 1.142.290 1.142.290 357.232
Infrastruktur Sanitasi - - - - - - - 357.232
Kelautan dan Perikanan - 305.470 322.000 775.675 1.100.360 1.100.360 1.100.360 1.207.840
Pertanian - - 170.000 1.094.875 1.492.170 1.492.170 1.492.170 1.543.633
Prasarana Pemerintah 88.000 228.000 148.000 448.675 539.060 362.000 562.000 386.253
Lingkungn Hidup - - - 112.875 351.610 351.610 351.610 351.610
Keluarga Berencana*** - - - - - 279.010 329.010 329.010
Kehutanan - - - - - 100.000 100.000 250.000
Sarana dan Prasarana 190.000 300.000
Perdesaan - - - - - -
Perdagangan - - - - - - 150.000 107.323
Total 2.269.000 2.838.500 4.014.000 11.569.800 17.094.100 21.202.141 24.819.589 21.133.384
Sumber: Departemen Keuangan/Kementerian Keuangan (diolah)
Keterangan:
*) Bidang Kesehatan 2009 terdiri dari: 1. Pelayanan Dasar & 2. Pelayanan Rujukan
**) Tahun 2009 adalah Bidang Air Minum dan Sanitasi
***)Tahun 2008 adalah Bidang Kependudukan
Pada tahun 2010 terdapat sebanyak 14 bidang yaitu Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan,
Infrastruktur Irigasi, Infrastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Kelautan dan Perikanan, Pertanian,
Prasarana Pemerintahan, Lingkungan Hidup, Keluarga Berencana, Kehutanan, Sarana dan Prasarana
Perdesaan dan Perdagangan yang menerima alokasi DAK dengan jumlah alokasi sebesar Rp. 21.133,3
milyar.
477 491
434 434 451
377 386 398
354 348 348 363
330
283 305
265
71 72 86 86 88 91 93
65
24 24 28 32
0 2 0 0
Gambar 3.1.
Perkembangan Jumlah Daerah Penerima Alokasi DAK Tahun 2003-2010
Sumber: Departemen Keuangan/Kementerian Keuangan (Diolah)
Dari tahun 2003 hingga tahun 2010 jumlah Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang menerima alokasi
DAK cenderung selalu meningkat. Pada tahun 2003 terdapat 24 Provinsi yang menerima alokasi DAK
Provinsi, menjadi 32 Provinsi tahun 2010. Seiring dengan adanya pemekaran Kabupaten/Kota, maka jumlah
Kabupaten maupun Kota yang menerima alokasi DAK selalu meningkat. Bila pada tahun 2003 hanya terdapat
III-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
265 Kabupaten yang menerima alokasi DAK Kabupaten maka pada tahun 2010 terdapat 398 Kabupaten yang
menerima alokasi DAK. Demikian juga dengan jumlah Kota yang menerima alokasi DAK, bila pada awalnya
hanya terdapat 65 Kota yang menerima alokasi DAK, maka pada tahun 2010 terdapat 93 Kota yang
menerima alokasi DAK. Hal tersebut menunjukkan selama kurun waktu antara tahun 2003 hingga 2010,
jumlah Kabupaten/Kota yang menerima alokasi DAK mengalami peningkatan 48,79 persen.
Secara lebih detil, permasalahan DAK pada level Concept dan Policy meliputi beberapa hal, sebagai
berikut:
• Substansi DAK masih belum jelas, masih terkesan “input based”, belum mengarah “output based”;
atau bahkan dalam jangka panjang mengarah pada “outcome based”.
• Tujuan DAK semakin kabur, fungsi “Ekualisasi” versus “Prioritas Nasional” dan kekhususan DAK
semakin lama semakin tidak jelas.
• Perencanaan teknis DAK belum tajam, sasaran, fokus, jenis kegiatan, lokasi penerima DAK belum
sepenuhnya mencerminkan upaya pencapaian prioritas nasional, masih adanya perdebatan soal
“open menu” dan “close menu”, dan masih tingginya “mis-match” antara exercise pusat dan
kebutuhan daerah.
• Perencanaan dan penghitungan alokasi DAK belum sinkron, masih adanya “mis-match” antara
exercise teknis dan alokasi.
• Perencanaan dan penganggaran DAK masih jauh dari prinsip MTEF, perencanaan dan
penganggaran masih bersifat tahunan.
• Kebijakan dan perencanaan DAK masih sulit dievaluasi, indikator kinerja belum baik sehingga
evaluasi relatif sulit dilakukan.
III-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengacu pada permasalahan yang tersebut, tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan DAK
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
• Penajaman konsep DAK sebagai “tools” untuk membantu daerah dalam mencapai prioritas nasional
dan bukan sekedar bagian dari strategi pemerataan fiskal ke daerah, serta jelas tujuan dan
kekhususannya.
• Perencanaan dan penganggaran DAK berbasis “Medium Term Expenditure Framework,
Performance Based Budgeting, dan Unified Budgeting, dan masuk ke dalam siklus perencanaan
yang utuh (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota)
• Pemantauan dan evaluasi berdasarkan indikator kinerja yang jelas dan terukur, berdasarkan hirarki
pemerintahan, dan menggunakan teknologi/metodologi yang tepat dan cepat (e-monev dan e-mobile
DAK)
Upaya perbaikan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dan menjawab
tantangan yang ada, meliputi beberapa hal:
• Penyusunan “White Paper” DAK (Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam
Negeri) sebagai masukan untuk revisi UU 33/2004 dan UU 32/2004 sehingga konsep, kebijakan,
perencanaan, dan penganggaran DAK akan semakin jelas.
• Perbaikan dan peleburan SEB Monev DAK dan Permendagri 20/2009 (pengelolaan keuangan DAK)
menjadi Permendagri tentang Pengelolaan DAK di Daerah (Perencanaan, Penganggaran,
Pelaksanaan, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan DAK).
• Penerapan e-monev dan e-mobile DAK mulai tahun 2011 sehingga pemantauan dan evaluasi DAK
akan semakin efektif, efisien, dan sistemik.
• Penyusunan “Peraturan Bersama Tiga Menteri” antara Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan,
dan Menteri Dalam Negeri untuk mengatur proses koordinasi dalam perencanaan, penghitungan
alokasi, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi DAK di tingkat pusat (tim koordinasi pusat yang
solid dan jelas “role sharing”-nya).
III-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 3.3
Perbandingan Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 dan 2010
Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 Arah Kebijakan DAK Tahun 2010
1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah yang 1. Diprioritaskan membantu daerah-daerah yang
kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah, kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah,
dalam rangka mendorong pencapaian standar dalam rangka mendorong pencapaian Standar
pelayanan minimal kepada masyarakat melalui Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakat,
penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik
dasar masyarakat. Selain itu, alokasi juga dapat pelayanan dasar masyarakat.
diberikan kepada seluruh daerah yang menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku
diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.
2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan 2. Mendukung prioritas percepatan peningkatan
prasarana jalan,irigasi, air minum dan penyehatan kesejahteraan masyarakat miskin, serta penataan
lingkungan di kabupaten daerah tertinggal yang kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan
terdiri dari: daerah pesisirdan kepulauan, daerah sosial, terutama dalam rangka perluasan akses
perbatasan dengan negara Iain, daerah tertinggal/ pelayanan dasar masyarakat miskin.
terpencil, daerah pasca-bencana, serta daerah yang
termasuk kategori daerah ketahanan pangan, dan
daerah pariwisata.
3. Menunjang penguatan sistem distribusi nasional, 3. Mendukung prioritas peningkatan kualitas sumber
terutama untuk memperlancar arus barang antar - daya manusia, khususnya dalam rangka
wilayah yang dapat meningkatkan ketersediaan, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
bahan pokok di daerahperdesaan, daerah kesehatan; percepatan penurunan angka kematian
tertinggal/terpencil, daerah perbatasan dengan ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat dan
negara lain, daerah pulau-pulau kecil terluar, dan pengendalian penyakit; peningkatan jaminan
daerah pasca bencana, melalui kegiatan khusus di pelayanan penduduk miskin dan penduduk di daerah
bidangsarana dan prasarana perdagangan, serta tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan;
sarana dan prasarana perdesaan. pemantapan revitalisasi program KB; dan peningkatan
kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun yang merata.
4. Mendorong peningkatan produktivitas, perluasan 4. Mendukung prioritas pemantapan reformasi birokrasi
kesempatan kerja, angkutan barangdan kebutuhan dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan
pokok, serta pembangunan perdesaan, melalui keamanan nasional, terutama dalam rangka
kegiatan khusus dibidang pertanian, perikanan dan penguatan kapasitas pemerintahan daerah dan
kelautan, infrastruktur, perdagangan, peningkatan kualitas pelayanan publik.
sertapembangunan perdesaan.
5. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap 5. Mendukung prioritas penguatan perekonomian
pelayanan dasar, sarana dan prasaranadasar domestik yang berdaya saing, yang didukung oleh
melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi,
kesehatan, keluarga berencana,infrastruktur, serta khususnya dalam rangka peningkatan stabilitas harga
sarana dan prasarana perdesaan daerah tertinggal. dan pengamanan pasokan bahan pokok; peningkatan
ketahanan pangan; revitalisasi pertanian, perikanan
dan kehutanan; perluasan akses pelayanan dasar
masyarakat miskin; peningkatan pelayanan
infrastruktur sesuai SPM; dan dukungan infrastruktur
bagi peningkatan daya saing sektor riil.
6. Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan 6. Mendukung prioritas peningkatan pengelolaan
hidup, mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan sumber daya alam dan lingkungan hidup, khususnya
mengurangi resiko bencana melalui kegiatan khusus dalam rangka peningkatan pengelolaan sumber daya
di bidang lingkungan hidup, dan kehutanan. air; peningkatan rehabilitasi dan konservasi sumber
daya alam; dan peningkatan kualitas penataan ruang
dan pengelolaan pertanahan.
7. Menyediakan serta meningkatkan cakupan,
kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar,
kualitas pelayanan terutama keselamatan lalu lintas
dan angkutan jalan dalam satu kesatuan sistem yang
terpadu melalui kegiatan khusus di bidang
infrastruktur jalan dan perhubungan.
III-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 Arah Kebijakan DAK Tahun 2010
8. Mendukung penyediaan prasarana pemerintahan di
daerah pemekaran dan daerah yarg terkena dampak
pemekaran pemerintahan Kabupaten/Kota dan
Provinsi melalui kegiatan khusus di bidang
prasarana pemerintahan.
9. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan
yang didanai dari, DAK dengan kegiatan yang
didanai dari anggaran kementerian/lembaga serta
kegiatan yang didanai dari APBD, melalui
peningkatan koordinasi pengelolaan DAK di pusat
dan daerah.
10. Melanjutkan pengalihan secara bertahap anggaran
kementerian/Iembaga yang digunakan untuk
melaksanakan urusan daerah ke DAK, sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bidang atau program yang didanai DAK tahun 2009 terdiri Alokasi DAK untuk mendanai kegiatan khusus di 14
dari 11 bidang atau program DAK tahun 2008, yaitu dalam bidang, yang ditujukan untuk menunjang penyelesaian
rangka penyelesaian RPJMN 2004-2009, serta 3 bidang RPJM 2010-2014. Selanjutnya, arah kebijakan untuk
atau program baru yang sebagian atau seluruh dananya masing-masing bidang yang didanai dari DAK adalah
berasal dari pengalihan anggaran kementerian/lembaga ke sebagai berikut:
DAK. Dengan demikian, bidang atau program yang didanai
oleh DAK tahun 2009 meliputi:
• Pendidikan, dengan arah kebijakan untuk menunjang • Bidang Pendidikan, diarahkan untuk menunjang
pelaksanaan Program Wajib Belajar (Wajar) pelaksanaan Program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan
Pendidikan Dasar 9 tahun yang bermutu, yang Dasar 9 Tahun yang bermutu dan merata. Lingkup
diperuntukkan bagiSD/SDLB, Ml/Salafiyah Ula, kegiatan yaitu: pembangunan ruang kelas baru (RKB)
termasuk sekolah-sekolah setara SD untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP),
berbasiskeagamaan lainnya, baik negeri maupun Pembangunan ruang perpustakaan atau pusat sumber
swasta; yang diprioritaskan pada daerah tertinggal, belajar untuk Sekolah Dasar (SD) dan SMP beserta
daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah rawan perlengkapannya; Rehabilitasi gedung SD dan SMP
bencana, dan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. dan fasilitasi pendukungnya yang mengalami
kerusakan.
• Kesehatan, dengan arah kebijakan untuk • Bidang Kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan
meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam akses dan kualitas pelayanan dasar dan rujukan
rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu terutama dalam rangka percepatan penurunan angka
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB); meningkatkan kematian ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat dan
pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin serta pengendalian penyakit. Pelayanan kesehatan bagi
masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal,
dan kepulauan,melalui peningkatan jangkauan dan terpencil, perbatasan dan kepulauan. Lingkup kegiatan
kualitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk bidang Kesehatan yaitu: (1) Pembangunan peningkatan
pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan dan perbaikan puskesmas dan jaringannya; (2)
prasarana puskesmas dan jaringan termasuk Pembangunan pos kesehatan desa; (3) Pengadaan
poskesdes, dan rumah sakit Provinsi/Kabupaten/Kota peralatan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar
untuk pelayanan kesehatan rujukan, serta di puskesmas dan jaringannya; (4) Pembangunan
penyediaaan sarana/prasarana penunjang pelayanan instalasi farmasi di Kabupaten/Kota, (5) Peningkatan
kesehatan di kabupaten/kota. fasilitas Rumah Sakit Provinsi dan Kabupaten/Kota,
serta (6) Pengadaan obat generik dalam rangka untuk
memenuhi kebutuhan obat generik pada pelayanan
kesehatan.
• Keluarga Berencana (KB), dengan arah kebijakan • Bidang Keluarga Berencana, diarahkan untuk
untuk meningkatkan daya jangkaudan kualitas meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga
pelayanan tenaga lini lapangan Program KB, sarana berencana, dengan meningkatkan: (1) daya jangkau
dan prasaranapelayanan Komunikasi, Informasi, dan dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan
Edukasi (KIE)/advokasi Program KB;s arana dan program KB tenaga lini lapangan; (2) sarana dan
prasarana pelayanan di klinik KB; dan sarana prasarana fisik pelayanan KB; (3) sarana dan prasarana
pengasuhan danpembinaan tumbuh kembang anak fisik pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi
dalam rangka menurunkan angka kelahiran danlaju (KIE) Program KB; serta (4) sarana dan prasarana fisik
III-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 Arah Kebijakan DAK Tahun 2010
pertumbuhan penduduk, serta meningkatkan pembinaan tumbuh kembang anak. Lingkup
kesejahteraan dan ketahanan keluarga. kegiatannya mencakup pengadaan sepeda motor bagi
PKB/PLKB dan PPLKB, mobil pelayanan KB keliling,
sarana pelayanan di Klinik KB, mobil unit penerangan
(MUPEN) KB, pengadaan public address dan KIE Kit;
serta pengadaan bina keluarga balita (BKB) Kit,
pembangunan gudang alokon.
• Infrastruktur jalan dan jembatan, dengan arah • Bidang jalan, diarahkan untuk mempertahankan dan
kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan
tingkat pelayanan prasarana jalan Provinsi, Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam rangka
Kabupaten, dan Kota dalam rangka memperlancar memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta
distribusi penumpang, barang dan jasa, serta hasil hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung
produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga
pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional,
memperlancar pertumbuhan ekonomi regional. serta menunjang percepatan pembangunan sarana dan
prasarana jalan. Sedangkan lingkup kegiatannya, yaitu
pemeliharaan berkala, peningkatan dan pembangunan
jalan Provinsi, jalan Kabupaten/Kota yang telah menjadi
urusan daerah.
• Infrastuktur irigasi, dengan arah kebijakan untuk • Bidang Irigasi, diarahkan untuk mempertahankan
mernpertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan tingkat layanan, mengoptimalkan fungsi, dan
prasarana sistem irigasi termasuk jaringan reklamasi membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan
rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi urusan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi
Kabupaten/Kota dan Provinsi khususnya di daerah kewenangan Kabupaten/Kota dan Provinsi khususnya
lumbung pangan nasional dan daerah tertinggal dalam daerah lumbung pangan nasional dalam rangka
rangkarnendukung program peningkatan ketahanan mendukung program ketahanan pangan. Sedangkan
pangan. lingkup kegiatannya adalah peningkatan, rehabilitasi,
dan pembangunan jaringan irigasi.
• Infrastruktur air minum dan penyehatan • Bidang Air Minum, diarahkan untuk meningkatkan
lingkungan, dengan arah kebijakan untuk cakupan dan kehandalan pelayanan air minum untuk
meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan air meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Lingkup
minum dan meningkatkan cakupan dan kehandalan kegiatannya mencakup penyempurnaan Sistem
pelayanan penyehatan lingkungan (air limbah, Penyediaan Air Minum (SPAM) eksisting;
persampahan,dan drainase) untuk meningkatkan pembangunan SPAM baru; dan perluasan jaringan dan
kualitas kesehatan masyarakat. peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat
miskin.
• Bidang Sanitasi, diarahkan untuk meningkatkan
cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Lingkup
kegiatannya mencakup penyempurnaan sistem dan
pelayanan eksisting (air limbah, persampahan, dan
drainase); pengembangan pelayanan sistem dan
layanan baru (air limbah, persampahan, dan drainase);
perluasan jaringan dan peningkatan sambungan
pelayanan air limbah untuk masyarakat miskin dan/atau
kumuh melalui pengembangan sistem air limbah
komunal; dan dukungan pada kegiatan 3 R (reduce,
reuse, recycle).
• Pertanian, dengan arah kebijakan untuk • Bidang Pertanian, diarahkan untuk meningkatkan
meningkatkan sarana dan prasarana pertanian di sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani
tingkat usaha tani dalam rangka meningkatkan dan desa dalam rangka peningkatan produksi bahan
produksi gunamendukung ketahanan pangan nasional. pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan
pangan nasional. Lingkup kegiatannya mencakup
penyediaan fisik prasarana penyuluhan yang hanya
digunakan untuk pembangunan/ rehabilitasi Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan;
penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan
III-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 Arah Kebijakan DAK Tahun 2010
lahan meliputi: pembangunan/rehabilitasi jalan usaha
tani (JUT), jalan produksi, optimasi lahan, peningkatan
kesuburan tanah, sarana/alat pengolah kompos,
konservasi lahan, serta reklamasi lahan rawa pasang
surut dan rawa lebak; penyediaan fisik sarana dan
prasarana pengelolaan air, meliputi pembangunan/
rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT),
jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM),
irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi
tanah dalam, pompanisasi, dam parit, embung;
perluasan areal meliputi cetak sawah, pembukaan
lahan kering/ perluasan areal untuk tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan; serta
penyediaan lumbung pangan dalam rangka mendukung
kelembagaan distribusi pangan masyarakat yang
merupakan bagian dari upaya peningkatan ketahanan
pangan nasional.
• Kelautan dan perikanan, dengan arah kebijakan • Bidang Kelautan dan Perikanan, diarahkan untuk
untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, meningkatkan sarana dan prasarana produksi,
pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, dan pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, dan
pengawasanserta penyediaan sarana dan prasarana pengawasan serta penyediaan sarana dan prasarana
pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau–pulau pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
kecil. yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan
dan peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya,
pengolah, pemasar hasil perikanan, dan masyarakat
pesisir lainnya yang didukung dengan penyuluhan.
Ruang lingkup kegiatannya mencakup penyediaan dan
rehabilitasi sarana dan prasarana produksi perikanan
tangkap; penyediaan dan rehabilitasi sarana dan
prasarana produksi perikanan budidaya; penyediaan
dan rehabilitasi sarana dan prasarana pengolahan,
peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan;
penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana
pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan
pulau-pulau kecil yang terkait dengan konservasi dan
pengembangan perikanan; penyediaan sarana dan
prasarana pengawasan; penyediaan dan pengadaan
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan.
• Prasarana pemerintahan daerah, dengan arah • Bidang Prasarana Pemerintahan, diarahkan untuk
kebijakan untuk meningkatkan kinerja daerah dalam meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam
menyelenggarakan pembangunan dan pelayanan menyelenggarakan pelayanan publik di daerah
publik di daerahpemekatan dan daerah yang terkena pemekaran dan daerah yang terkena dampak
dampak pemekaran tahun 2007/2008, yang pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah
diprioritaskan untuk pembangunan/perluasan/ lainnya yang prasarana pemerintahannya sudah tidak
rehabilitasi total gedung kantorbupati/walikota, dan layak. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran
pembangunan/perluasan/rehabilitasi total gedung tahun 2008 dan tahun 2009. Lingkup kegiatannya
kantor DPRD, dengan tetap mernperhatikan kriteria mencakup pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung
umum, khusus, dan teknis dalam penentuan daerah kantor DPRD, dan pembangunan/ perluasan/rehabilitasi
penerima. gedung kantor kecamatan dengan tetap memperhatikan
kriteria umum, khusus, dan teknis dalam penentuan
daerah penerima.
• Lingkungan hidup, dengan arah kebijakan untuk • Bidang Lingkungan Hidup, diarahkan untuk
rneningkatkan kinerja daerah dalam mendorong pelaksanaan SPM bidang Lingkungan
menyelenggarakan pembangunan di bidang Hidup serta mendorong penguatan kapasitas
lingkungan hidup melalui peningkatan penyediaan kelembagaan di daerah, dengan prioritas meningkatkan
sarana dan prasarana kelembagaan dan sistem sarana dan prasarana lingkungan hidup yang
informasi pemantauan kualitas air, pengendalian difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran air,
pencemaran air, serta perlindungan sumberdaya air di pencegahan pencemaran udara, dan informasi status
III-8
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 Arah Kebijakan DAK Tahun 2010
luar kawasan hutan kerusakan tanah. Lingkup kegiatannya mencakup
pembangunan gedung laboratorium, pengadaan sarana
dan prasarana pemantauan kualitas air, pengadaan
laboratorium lingkungan bergerak, pembangunan unit
pengolahan sampah (3R), pembangunan teknologi
biogas, pembangunan IPAL komunal, penanaman
pohon di sekitar sumber air di luar kawasan hutan,
pembangunan sumur resapan/biopori, pembangunan
Taman Hijau, pengadaan papan informasi, dan
pengadaan alat pencacah gulma, pengembangan
sistem informasi lingkungan untuk memantau kualitas
air, pengadaan alat pemantauan kualitas udara, alat
pembuat asap cair, dan alat pembuat briket arang; dan
pengadaan alat pemantau kualitas tanah.
• Kehutanan, dengan arah kebijakan untuk • Bidang Kehutanan, diarahkan untuk meningkatkan
meningkatkan fungsi Daerah AliranSungai (DAS), fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di daerah
meningkatkan fungsi hutan mangrove dan hutan hulu dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan
pantai, pemantapan fungsi hutan lindung, Taman daya dukungnya. Kebijakan tersebut dicapai dengan
Hutan Raya (TAHURA), hutan kota, serta melaksanakan rehabilitasi hutan lindung dan lahan
pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan kritis, kawasan mangrove serta meningkatkan
kehutanan termasuk operasional kegiatan penyuluhan pengelolaan Tahura dan Hutan Kota yang menjadi
kehutanan. tanggungjawab pemerintah daerah (kabupaten/kota).
Lingkup kegiatannya mencakup rehabilitasi hutan
lindung dan lahan kritis di luar kawasan hutan, kawasan
mangrove, Tahura, dan Hutan Kota, pengelolaan
Tahura dan Hutan Kota termasuk pengamanan hutan,
pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun
sebelumnya, pembangunan dan pemeliharaan
bangunan sipil teknis (bangunan Konservasi Tanah dan
Air/KTA) yang meliputi dam penahanan, dam
pengendali, gully plug, sumur resapan, embung dan
bangunan konservasi tanah dan air lainnya,
peningkatan penyediaan sarana penyuluhan teknis
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
• Perhubungan, dengan arah kebijakan untuk
meningkatkan kualitas pelayananterutama
keselamatan bagi pengguna transportasi jalan guna
menurunkan tingkat kecelakaan pada IaIu lintas
angkutan jalan khususnya pada jalan
Kabupaten/Kotadalam rangka rnelaksanakan rencana
aksi “road map to zeroaccident" dengan focuspada
jalan Provinsi karena mempunyai volume lalu lintas
dan potensi tingkat kecelakaan yang telatif lebih besar
dibandingkan jalan Kabupaten/Kota.
• Pembangunan perdesaan daerah tertinggal, • Bidang Sarana dan Prasarana Perdesaan, diarahkan
dengan arah kebijakan untuk meningkatkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan
aksesibilitas dan ketersediaan prasarana dan sarana sarana dan prasarana dasar; untuk memperlancar arus
dasar untuk memperlancar arus angkutan penumpang, angkutan penumpang, bahan pokok, dan produk
bahan pokok, dan produk petanian lainnya dari daerah pertanian lainnya dari daerah pusat- pusat produksi di
pusat-pusat produksi di perdesaan ke daerah perdesaan ke daerah pemasaran; serta mendorong
pemasaran. peningkatan kualitas produktifitas, dan diversifikasi
ekonomi terutama di perdesaaan melalui kegiatan
pembangunan infrastruktur yang diutamakan di daerah
pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan
dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil. Lingkup
kegiatannya mencakup pengadaan moda transportasi
perintis darat, laut dan air/rawa.
III-9
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Arah Kebijakan DAK Tahun 2009 Arah Kebijakan DAK Tahun 2010
• Perdagangan, dengan arah kebijakan untuk • Bidang Perdagangan, diarahkan untuk meningkatkan
menunjang penguatan sistem distribusi nasional ketersediaan sarana perdagangan yang memadai
melalui pembangunan sarana dan prasarana sebagai upaya untuk memperlancar arus barang antar
perdagangan yang terutama berupa pasar tradisional wilayah serta meningkatkan ketersediaan dan
di daerah perbatasan, daerah pesisir dan pulau-pulau kestabilan harga bahan pokok, terutama di daerah
kecil, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah pasca- perdesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan, pulau-
bencana. pulau kecil terluar, dan pascabencana dan daerah
pemekaran. Lingkup kegiatannya mencakup
pembangunan dan pengembangan pasar tradisional
dan pasar penunjang.
Sumber: RKP 2009 & 2010
Jika dicermati, terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan dalam arah kebijakan umum DAK
tahun 2009 dan 2010. Misalnya, arah kebijakan tahun 2009 untuk “meningkatkan keterpaduan dan
sinkronisasi kegiatan yang didanai dari, DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran
kementerian/lembaga serta kegiatan yang didanai dari APBD, melalui peningkatan koordinasi pengelolaan
DAK di pusat dan daerah”, serta “Melanjutkan pengalihan secara bertahap anggaran kementerian/Iembaga
yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah ke DAK, sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku”, ternyata tidak tercantum lagi dalam arah kebijakan tahun 2010. Apabila kita mencermati
permasalahan DAK sebagaimana telah disajikan dalam bagian sebelumnya, maka kedua kebijakan tersebut
sangat relevan untuk terus dilanjutkan. Selain itu, Dalam arah kebijakan umum DAK 2009, Bidang
Infrastruktur Air Minum dan Penyehatan Lingkungan dijadikan dalam satu bagian, namun kemudian
dipisahkan dalam dua arah kebijakan tersendiri pada tahun 2010 menjadi arah kebijakan umum Bidang Air
Minum dan Bidang Sanitasi, meskipun demikian tidak mengubah jumlah bidang DAK, karena Bidang
Perhubungan tidak muncul lagi pada tahun 2010. Pemisahan ini memberikan arah kebijakan yang lebih jelas
mengenai bidang air minum dan bidang sanitasi sebagai bagian pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Pada tahun 2010, muncul satu arah kebijakan yang sebelumnya tidak ada, yaitu mengenai
reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional.
Arah kebijakan per bidang juga mengalami beberapa perubahan. Untuk bidang kesehatan, arah
kebijakan tahun 2010 lebih detil, karena telah mengindikasikan lingkup kegiatan yang boleh dilakukan dengan
menggunakan DAK. Untuk bidang infrastruktur jalan, meskipun nomenklaturnya berubah, yaitu dari
Infrastruktur Jalan dan Jembatan (2009) menjadi Bidang Jalan (2010), namun tidak mengubah substansi
bahwa bidang infrastruktur jalan mencakup jembatan sebagai bagian dari jalan. Sebagaimana Bidang
Kesehatan, arah kebijakan Bidang Jalan juga telah mengindikasikan lingkup kegiatan yang diperbolehkan
dibiayai dengan DAK oleh Daerah. Hal tersebut tentu akan memudahkan daerah dalam menyusun program
kegiatan yang diharapkan akan dibiayai dengan DAK untuk sektor kesehatan dan infrastruktur jalan.
Untuk mendukung pencapaian arah kebijakan umum dan arah kebijakan masing-masing bidang
tersebut, alokasi DAK dalam APBN 2010 sebesar Rp. 21,1 triliun yang berarti turun sebesar Rp. 3,7 triliun dari
alokasi DAK tahun 2009 sebesar Rp. 24,8 triliun.
Pengalokasian DAK kepada masing-masing daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai
berikut:
1. Kriteria Umum, yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah yang
dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja PNSD.
2. Kriteria Khusus, yang dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah, yaitu:
a. Peraturan Perundangan:
• Daerah-daerah yang menurut ketentuan peraturan perundangan diprioritaskan mendapat
alokasi DAK.
III-10
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kriteria teknis disusun oleh Kementerian/Lembaga, misalnya kriteria teknis DAK bidang kesehatan
disusun oleh Kementerian Kesehatan. Kriteria teknis DAK kesehatan mempertimbangkan Human Poverty
Index (Indeks kemiskinan masyarakat); Jumlah Puskesmas (Perawatan dan Non Perawatan), Puskesmas
Pembantu (Pustu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Puskesmas Keliling (Perairan dan Roda Empat),
Rumah Dinas Dokter dan Paramedis; dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Untuk kriteria teknis DAK
bidang infrastruktur jalan ditentukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Kriteria teknis untuk prasarana jalan
mempertimbangkan Panjang prasarana jalan (km); Panjang prasarana jalan dalam kondisi mantap dan tidak
mantap (km); dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
Arah kebijakan DAK yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah, selanjutnya ditindaklanjuti dengan
peraturan Menteri Keuangan tentang alokasi dan pedoman umum dana alokasi khusus setiap tahun anggaran
dan petunjuk teknis dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Terkait dengan fokus studi ini, berikut
disajikan perbandingan arah kebijakan DAK untuk bidang Kesehatan dan Jalan tahun 2009 dan 2010.
Dalam bidang kesehatan, terlihat keselarasan antara arah kebijakan DAK berdasarkan RKP dengan
Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) yang mengatur tentang alokasi DAK setiap tahun anggaran (lihat
Tabel 3.4 dan Tabel 3.5). Selanjutnya, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
tentang petunjuk teknis penggunaan DAK bidang kesehatan untuk masing-masing tahun anggaran. Jika
dibandingkan antara Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 1065/Menkes/SK/XI/2008 tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2009, tanggal 18
November 2008 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1152/Menkes/SK/XI/2009 tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2010, tanggal 26
November 2009: terdapat beberapa perbedaan. Contoh: untuk DAK tahun 2009, masih dimungkinkan untuk
melakukan rehabilitasi puskesmas tanpa adanya catatan khusus bagi daerah. Namun untuk DAK tahun 2010
hanya diperkenankan untuk Daerah Otonomi Baru (DOB) akhir tahun 2008 dan tahun 2009 (12
kabupaten/kota) pemekaran baru. Hal ini tentu saja menimbulkan ketidaksinkronan di daerah karena jika
mengacu pada tahun 2009, daerah masih dimungkinkan untuk melakukan rehabilitasi puskesmas, namun
untuk tahun 2010 dilakukan pembatasan daerah yang boleh melakukannya. Dalam implementasi di lapangan,
daerah-daerah yang masih berharap mendapatkan DAK untuk melakukan rehebilitasi puskesmas sesuai
dengan kebutuhan nyata daerah masing-masing tentu akan mengalami kekecewaan.
Catatan penting lainnya yang perlu dikemukakan adalah jika kita mencermati waktu dikeluarkannya
peraturan yang berhubungan dengan dokumen perencanaan dan peraturan yang berhubungan dengan
DAK.Rencana Kerja Pemerintah (RKP) disahkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) tanggal 28 Mei 2008
dan 31 Mei 2009, yang ditindaklanjuti dengan Permenkeu (13 November 2008 dan 11 November 2009) dan
Kepmenkes (18 November 2008 dan 26 November 2009). Jika mencermati tanggal-tanggal tersebut, maka
proses perencanaan dan penganggaran di Daerah telah berjalan. Sebagai contoh: Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) Provinsi DIY telah disahkan dengan Peraturan Gubernur Provinsi DIY tanggal 30 Mei 2009.
Nota Kesepakatan Antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) serta Nota
Kesepakatan tentang Kebijakan Umum APBD (KUA) telah ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 2009.
Artinya, SKPD yang mengusulkan Rencana Kerja Anggaran (RKA) telah menyusun RKA segera setelah
III-11
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
disahkannya KUA-PPAS, sedangkan APBD Provinsi DIY Tahun 2010 telah disahkan pada tanggal 30
Desember 2009
Hal yang berbeda terlihat dalam peraturan mengenai DAK Bidang Insfrastruktur Jalan (lihat Tabel
3.6). Keselarasan arah kebijakan tetap terlihat antara RKP dan Permenkeu yang mengatur alokasi DAK,
sementara Juknis yang dipergunakan tidak mengalami perubahan selama beberapa tahun, yaitu mengacu
pada Peraturan Menteri Pekerjan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur, tanggal 18 Desember 2007. Juknis ini baru diganti tahun 2010 dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 15/PRT/M/2010 Tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur pada tanggal 01 November 2010.
Baik arah kebijakan DAK bidang kesehatan maupun DAK bidang infrastruktur jalan, sangat sesuai
dengan prioritas nasional. Permasalahannya adalah karakteristik daerah-daerah berbeda mengenai prioritas
kebutuhannya. Jika di bidang jalan, relatif semua daerah mempunyai permasalahan yang sama di seputar
upaya perbaikan dan peningkatan jalan; namun menjadi sangat bervariasi kebutuhannya untuk bidang
kesehatan.
III-12
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 3.4
Perbandingan Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2009
(RKP, PMK & Juknis)
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1065/Menkes/SK/XI/2008 tentang Petunjuk
Indonesia Nomor 38 tahun 2008 171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran
Tentang Rencana Kerja Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun 2009, Tanggal 18 November 2008
Pemerintah Tahun 2009, Anggaran 2009, Tanggal 13 November
tanggal 28 Mei 2008 2008
Kesehatan, dengan arah a. Meningkatkan pelayanan kesehatan Kebijakan Umum:
kebijakan untuk meningkatkan terutama dalam rangka mempercepat • DAK Bidang Kesehatan Tahun 2009 difokuskan pada pelayanan kesehatan
pelayanan kesehatan terutama penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dasar (Puskesmas dan jaringannya) khususnya pembangunan Poskesdes dalam
dalam rangka mempercepat dan Angka Kematian Bayi (AKB); dan rangka pencapaian 100% desa menjadi desa siaga pada tahun 2009. Disamping
penurunan Angka Kematian Ibu b. meningkatkan pelayanan kesehatan bagi itu digunakan untuk pelayanan kesehatan rujukan (Rumah Sakit
(AKI) dan Angka Kematian Bayi keluarga miskin serta masyarakat di Provinsi/Kabupaten/Kota) dan kegiatan penunjang terbatas (Instalasi Farmasi,
(AKB); meningkatkan pelayanan daerah terpencil, tertinggal, perbatasan peralatan pelatihan bidan/tenaga kesehatan).
kesehatan bagi keluarga miskin dan kepulauan, melalui peningkatan • Alokasi pagu anggaran DAK Bidang Kesehatan terdiri dari anggaran untuk
serta masyarakat di daerah jangkauan dan kualitas pelayanan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan pelayanan kesehatan dasar
terpencil, tertinggal, perbatasan kesehatan, khususnya untuk termasuk penunjang serta sarana pelayanan kesehatan rujukan di
dan kepulauan, melalui pengadaan, peningkatan, dan perbaikan Provinsi/Kabupaten/Kota.
peningkatan jangkauan dan sarana dan prasarana Puskesmas dan Kebijakan Khusus:
kualitas pelayanan kesehatan, jaringannya termasuk Poskesdes, dan Penggunaan DAK Bidang Kesehatan diprioritaskan untuk:
khususnya untuk pengadaan, Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota 1. Mendukung pencapaian target MDGs No 1,3,4,5,6 (memberantas
peningkatan, dan perbaikan untuk pelayanan kesehatan rujukan, kemiskinan dan kelaparan ekstrem, mendorong kesetaraan gender dan
sarana dan prasarana serta penyediaan sarana/prasarana pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak,
puskesmas dan jaringannya penunjang pelayanan kesehatan di meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS, malaria serta
Termasuk Poskesdes, dan Kabupaten/Kota. penyakit lainnya).
Rumah Sakit 2. Mendukung pelaksanaan program pengembangan Desa Siaga melalui
Provinsi/Kabupaten/Kota untuk pembangunan Poskesdes atau peningkatan Polindes menjadi Poskesdes
pelayanan kesehatan rujukan, sehingga tercapai seluruh desa menjadi desa siaga pada tahun 2009.
serta penyediaan 3. Mendukung peningkatan akses, pemerataan dan kualitas pelayanan
sarana/prasarana penunjang kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta mendukung kegiatan
pelayanan kesehatan di penunjang terbatas di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kabupaten/Kota. 4. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di
wilayah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan termasuk pulau-
III-13
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1065/Menkes/SK/XI/2008 tentang Petunjuk
Indonesia Nomor 38 tahun 2008 171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran
Tentang Rencana Kerja Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun 2009, Tanggal 18 November 2008
Pemerintah Tahun 2009, Anggaran 2009, Tanggal 13 November
tanggal 28 Mei 2008 2008
pulau kecil terluar atau daerah pemekaran.
5. Mempercepat pelaksanaan rehabilitasi sarana pelayanan kesehatan dasar
akibat terjadinya suatu bencana/kerusuhan/dampak kerusakan suatu
lingkungan di daerah tersebut.
6. Menyediakan penambahan fasilitas rawat inap kelas III RS di
Provinsi/Kabupaten/Kota.
7. Membangun Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) dan Bank Darah
Rumah Sakit (BDRS) Provinsi/Kabupaten/Kota serta peningkatan fasilitas
sarana, prasarana dan peralatan RS Pertolongan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif (PONEK).
8. Mempercepat RS menjadi safe community center dengan melengkapi
peralatan kesehatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS.
Ruang Lingkup:
DAK Bidang Kesehatan tahun 2009 diarahkan untuk kegiatan:
1. Penyediaan Sarana Prasarana dan Peralatan Kesehatan untuk Pelayanan
Kesehatan Dasar di Puskesmas dan jaringannya, Pos Kesehatan Desa dan
Penunjang Pelayanan Kesehatan terbatas di Kabupaten/Kota.
Menu Utama:
a. Pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) termasuk alat:
1) Pembangunan baru
2) Peningkatan Pondok Bersalin Desa (Polindes) menjadi Poskesdes
b. Pembangunan Puskesmas Perawatan di pulau pulau terluar yang berpenduduk
(termasuk alat dan rumah dinas)
1) Pembangunan baru
2) Peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan
c. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar melalui:
1) Peningkatan Puskesmas Pembantu menjadi Puskesmas
2) Peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan
3) Pembangunan Puskesmas baru
III-14
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1065/Menkes/SK/XI/2008 tentang Petunjuk
Indonesia Nomor 38 tahun 2008 171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran
Tentang Rencana Kerja Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun 2009, Tanggal 18 November 2008
Pemerintah Tahun 2009, Anggaran 2009, Tanggal 13 November
tanggal 28 Mei 2008 2008
d. Melengkapi Puskesmas Perawatan mampu Pertolongan Obstetri Neonatal
Emergency Dasar (PONED) minimal 4 Puskesmas Perawatan per
Kabupaten/Kota melalui pengadaan alat medis:
1) Penyediaan/penggantian kerusakan PONED kit, bidan kit, KB kit
2) Penyediaan alat deteksi pencegahan komplikasi kebidanan (protein dan
glukosa urine/dip stick,hemoglobin/Hb Sahli, golongan darah)
3) Alat deteksi khusus (malaria/rapid diagnostik test untuk daerah malaria
dan malaria kit, HIV/rapid test 3 jenis untuk daerah dengan kasus HIV
tinggi, alat diagnostik TB untuk pemeriksaan sputum/dahak, alat
diagnosis leptotex untuk avian influenza)
4) Alat cold chain untuk vaksin, dengan tenaga surya (daerah tidak punya
listrik).
5) Alat pengolahan limbah cair
e. Pengadaan roda 2 untuk petugas Puskesmas dan Bidan di desa
f. Pengadaan Puskesmas Keliling (Pusling) dan Perairan roda 4
g. Pengadaan dan atau penggantian sarana pendukung penyimpanan vaksin/obat
di Instalasi Farmasi
Menu Pilihan:
a. Rehabilitas Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Puskesmas Perawatan yang
rusak berat.
b. Pembangunan dan rehabilitasi rumah dinas dokter dan paramedis yang rusak
berat.
c. Peningkatan Puskesmas Pembantu menjadi Puskesmas yang dapat
melaksanakan pertolongan persalinan di dalam gedung.
d. Pengadaan alat kesehatan tertentu yang responsif gender untuk peningkatan
pelayanan kesehatan dasar di Poskesdes, Puskesmas Perawatan, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling.
e. Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan sesuai dengan SIKNAS on line.
f. Pengadaan peralatan peraga pelatihan tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan
III-15
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1065/Menkes/SK/XI/2008 tentang Petunjuk
Indonesia Nomor 38 tahun 2008 171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran
Tentang Rencana Kerja Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun 2009, Tanggal 18 November 2008
Pemerintah Tahun 2009, Anggaran 2009, Tanggal 13 November
tanggal 28 Mei 2008 2008
Kabupaten/Kota.
g. Pengadaan paket peralatan penyuluhan untuk Puskesmas.
h. Pembangunan baru Instalasi Farmasi khusus daerah pemekaran.
i. Pengadaan dan atau penggantian sarana pendukung distribusi Instalasi Farmasi.
III-16
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 3.5.
Perbandingan Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2010
(RKP, PMK & Juknis)
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1152/Menkes/SK/XI/2009 tentang
Indonesia Nomor 21 Tahun 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
2009 Tentang Rencana Kerja Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010, tanggal 26 November 2009
Pemerintah Tahun 2010, Tahun Anggaran 2010, tanggal 11
Tanggal 31 Mei 2009 November 2009
Bidang Kesehatan, diarahkan DAK Bidang Kesehatan dialokasikan untuk Kebijakan Umum:
untuk meningkatkan akses dan meningkatkan akses dan kualitas kegiatan a. DAK Bidang Kesehatan merupakan bantuan kepada daerah tertentu, untuk
kualitas pelayanan dasar dan bidang kesehatan pelayanan dasar dan mendanai dukungan pelayanan kesehatan yang merupakan kewenangan dan
rujukan terutama dalam rangka rujukan terutama dalam rangka percepatan tanggung jawab daerah ke arah peningkatan jangkauan dan mutu pelayanan
percepatan penurunan angka penurunan angka kematian ibu dan anak, kesehatan.
kematian ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat pengendalian b. DAK Bidang Kesehatan membantu daerah untuk membiayai kebutuhan sarana
perbaikan gizi masyarakat dan penyakit, pelayanan kesehatan bagi penduduk dan prasarana kesehatan yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
pengendalian penyakit. miskin dan penduduk di daerah tertinggal, prioritas nasional di bidang kesehatan.
Pelayanan kesehatan bagi terpencil perbatasan kepulauan. c. DAK Bidang Kesehatan Tahun 2010 difokuskan pada pelayanan kesehatan
penduduk miskin dan penduduk primer dan pelayanan kesehatan rujukan.
di daerah tertinggal, terpencil, Lingkup kegiatan Bidang Kesehatan 1) Pelayanan kesehatan primer yang meliputi pembangunan puskesmas,
perbatasan dan kepulauan. Pelayanan Dasar dan Rujukan sebagaimana pembangunan puskesmas perawatan, pembangunan pos kesehatan
Lingkup kegiatan bidang dimaksud pada ayat (2) terdiri dari kegiatan desa, pengadaan puskesmas keliling perairan, pengadaan kendaraan
Kesehatan yaitu: (1) sebagai berikut: R-2 untuk Bidan Desa, Pembangunan baru/pengadaan sarana instalasi
Pembangunan peningkatan dan a. Kegiatan Bidang Kesehatan Pelayanan farmasi di Kabupaten/Kota pemekaran baru, serta pengadaan Obat dan
perbaikan puskesmas dan Dasar terdiri dari kegiatan sebagai berikut: Perbekalan Kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan Obat dan
jaringannya; (2) Pembangunan 1. Pembangunan Pos Kesehatan Desa Perbekalan Kesehatan pada pelayanan kesehatan primer.
pos kesehatan desa; (3) (poskesdes); 2) Pelayanan kesehatan rujukan dalam rangka peningkatan fasilitas
Pengadaan peralatan 2. Pembangunan Puskesmas, Rumah Sakit Provinsi, Kabupaten/Kota antara lain: (1) Peningkatan
kesehatan untuk pelayanan Puskesmas perawatan; dan fasilitas tempat tidur kelas III RS; (2) Pemenuhan peralatan Unit
kesehatan dasar di puskesmas 3. Melengkapi Puskesmas Perawatan Transfusi Darah RS (UTD RS) dan Bank Darah RS (BDRS); (3)
dan jaringannya; (4) mampu PONED minimal 4 (empat) Peningkatan fasilitas Instalasi Gawat Darurat RS (IGD RS); (4)
pembangunan instalasi farmasi Puskesmas Perawatan Peningkatan Sarana Prasarana dan Pengadaan Peralatan Kesehatan
di Kabupaten/Kota, (5) Perkabupaten/Kota melalui Untuk Program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif
peningkatan fasilitas Rumah pengadaan alat medis; (PONEK) di RS; dan (5) Pengadaan peralatan pemeriksaan Kultur M.
III-17
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1152/Menkes/SK/XI/2009 tentang
Indonesia Nomor 21 Tahun 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
2009 Tentang Rencana Kerja Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010, tanggal 26 November 2009
Pemerintah Tahun 2010, Tahun Anggaran 2010, tanggal 11
Tanggal 31 Mei 2009 November 2009
Sakit Provinsi dan 4. Pengadaan roda 2 (dua) untuk tuberculosis di BLK Provinsi.
Kabupaten/Kota, serta (6) petugas,Puskesmas dan Bidan di
pengadaan obat generik dalam desa; d. Gubernur/Bupati/Walikota diberikan kewenangan mengusulkan kepada Menteri
rangka untuk memenuhi 5. Pengadaan PuslingPerairan dan roda Kesehatan tentang perubahan pemanfaatan ruang lingkup kegiatan DAK Bidang
kebutuhan obat generik pada 4 (empat); Kesehatan sebagai akibat terjadinya bencana.
pelayanan kesehatan. 6. Pengadaan sarana pendukung e. Dalam pelaksanaan kegiatan, pemerintah daerah harus menyediakan
penyimpanan vaksin/obat di instansi pembiayaan yang bersumber dari daerah untuk dana pendamping, biaya
farmasi; dan operasional, biaya pemeliharaan/perawatan sarana dan peralatan kesehatan,
7. Pengadaan obat generik dalam ketersediaan tenaga pelaksana, serta aspek lainnya sebagai akibat pelaksanaan
rangka untuk memenuhi kebutuhan kegiatan DAK Bidang Kesehatan.
obat generik pada pelayanan f. Alokasi pagu anggaran DAK Bidang Kesehatan, terdiri dari anggaran untuk
kesehatan. sarana dan prasarana pelayanan kesehatan primer termasuk Pengadaan Obat
dan Perbekalan Kesehatan serta sarana pelayanan kesehatan rujukan di
b. Kegiatan Bidang Kesehatan Pelayanan Provinsi/Kabupaten/Kota.
Rujukan terdiri dari kegiatan sebagai g. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab terhadap anggaran
berikut: sarana pelayanan kesehatan primer dan pengadaan Obat dan Perbekalan
1. Peningkatan fasilitas tempat tidur Kesehatan serta Direktur RS Umum atau Khusus Provinsi/Kabupaten/Kota/ dan
kelas III Rumah Sakit yang terdiri dari Kepala Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi bertanggung jawab terhadap
pembangunan bangsal rawat inap anggaran untuk sarana pelayanan kesehatan rujukan.
kelas III dan pemenuhan set tempat Kebijakan Khusus:
tidur kelas III dan kelengkapannya; Penggunaan DAK Bidang Kesehatan diprioritaskan untuk:
2. Pemenuhan peralatan UTD RS; a. Mendukung pencapaian target MDGs no 1,3,4,5 dan 6 (memberantas
3. Pemenuhan peralatan IGD RS; kemiskinan dan kelaparan ekstrem, mendorong kesetaraan gender dan
4. Pembangunan sarana prasarana dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan
pemenuhan peralatan PONEK RS; kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS, TBC, malaria serta penyakit menular
dan lainnya).
5. Pemenuhan Peralatan Kultur untuk b. Mendukung pelaksanaan program pengembangan Desa Siaga melalui
M. Tbc di BLK Propinsi. pembangunan Poskesdes atau peningkatan Polindes menjadi Poskesdes.
c. Mendukung peningkatan akses, pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan
primer di Puskesmas dan jaringannya serta pembangunan baru/pengadaan
III-18
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1152/Menkes/SK/XI/2009 tentang
Indonesia Nomor 21 Tahun 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
2009 Tentang Rencana Kerja Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010, tanggal 26 November 2009
Pemerintah Tahun 2010, Tahun Anggaran 2010, tanggal 11
Tanggal 31 Mei 2009 November 2009
sarana instalasi farmasi Kabupaten/Kota bagi DOB (12 Kabupaten/ Kota
pemekaran baru) akhir tahun 2008 dan tahun 2009.
d. Mengadakan Obat dan Perbekalan Kesehatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan Obat dan Perbekalan Kesehatan pada pelayanan kesehatan primer di
Kabupaten/Kota.
e. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di
daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan termasuk pulau-pulau kecil terluar
atau daerah pemekaran.
f. Mempercepat pelaksanaan rehabilitasi sarana pelayanan kesehatan primer
akibat terjadinya suatu bencana.
g. Meningkatkan fasilitas tempat tidur kelas III RS.;
h. Meningkatkan fasilitas Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS guna mendukung safe
community.
i. Pemenuhan Peralatan Unit Transfusi Darah RS (UTD RS) dan Bank Darah RS
j. Meningkatkan Sarana Prasarana dan Pengadaan Peralatan Kesehatan Untuk
Program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK) di RS
k. Memerangi penyakit TBC melalui pengadaan peralatan pemeriksaan Kultur M.
tuberculosis di BLK Provinsi.
Ruang lingkup:
DAK Bidang Kesehatan Tahun 2010 diarahkan untuk kegiatan:
1. Pembangunan Puskesmas
2. Pembangunan Puskesmas Perawatan
3. Pembangunan Pos Kesehatan Desa
4. Pengadaan Puskesmas Keliling Perairan
5. Pengadaan Kendaraan R-2 untuk Bidan Desa
6. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, dapat dimanfaatkan untuk
peningkatan fasilitas Rumah Sakit Provinsi, Kabupaten/Kota antara lain: (1)
Peningkatan fasilitas tempat tidur kelas III RS; (2) Pemenuhan Peralatan Unit
Transfusi Darah RS (UTD RS) dan Bank Darah RS (BDRS); (3) Peningkatan
fasilitas Instalasi Gawat Darurat RS (IGD RS); (4) Peningkatan Sarana
III-19
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Presiden Republik Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1152/Menkes/SK/XI/2009 tentang
Indonesia Nomor 21 Tahun 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
2009 Tentang Rencana Kerja Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010, tanggal 26 November 2009
Pemerintah Tahun 2010, Tahun Anggaran 2010, tanggal 11
Tanggal 31 Mei 2009 November 2009
Prasarana dan Pengadaan Peralatan Kesehatan Untuk Program Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK) di RS; dan (5) Pengadaan
peralatan pemeriksaan Kultur M. tuberculosis di BLK provinsi.
7. Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan pada pelayanan kesehatan primer.
Pengadaan peralatan kesehatan dasar dan rehabilitasi puskesmas yang telah ada,
hanya diperkenankan untuk Daerah Otonomi Baru (DOB) akhir tahun 2008 dan tahun
2009 (12 kabupaten/kota) pemekaran baru.
Pembangunan baru pada butir 1, 2 dan 3 tersebut satu paket termasuk penyediaan
alat kesehatan dan non kesehatan serta rumah dinas petugas puskesmas (bila belum
ada), sehiingga diharapkan pada tahun 2011 puskesmas tersebut sudah dapat
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
III-20
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 3.6.
Perbandingan Arah Kebijakan DAK Bidang Jalan Tahun Anggaran 2009-2010
(RKP, PMK & Juknis)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Nomor Peraturan Menteri Pekerjan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 tentang
Nomor 38 tahun 2008 Tentang Rencana 171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang
Kerja Pemerintah Tahun 2009, tanggal 28 Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Infrastruktur, 18 Desember 2007*
Mei 2008 Anggaran 2009, Tanggal 13 November 2008
Infrastruktur jalan dan jembatan, dengan arah DAK Bidang Infrastruktur Jalan dialokasikan DAK Bidang Infrastruktur diarahkan untuk membiayai kebutuhan fisik
kebijakan untuk mempertahankan dan untuk mempertahankan dan meningkatkan sarana dan prasarana dasar yang menjadi kewenangan daerah yang
meningkatkan tingkat pelayanan prasarana tingkat pelayanan prasarana Jalan Provinsi, merupakan program prioritas nasional Bidang Infrastruktur, meliputi:
jalan Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Kabupaten , Dan Kota dalam rangka Prasarana jalan diutamakan untuk kegiatan rehabilitasi, pemeliharaan
rangka memperlancar distribusi penumpang, memperlancar distribusi penumpang, barang, berkala jalan, dan peningkatan prasarana jalan dan jembatan. Ruas
barang dan jasa, serta hasil produksi yang dan jasa serta hasil produksi yang jalan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat dibiayai dengan DAK
diprioritaskan untuk mendukung sektor diprioritaskan untuk mendukung sektor adalah ruas-ruas jalan sebagaimana telah ditetapkan dengan
pertanian, industri, dan pariwisata sehingga pertanian, industri dan pariwisata sehingga keputusan gubernur/bupati/walikota tentang Penetapan Ruas-Ruas
dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi Jalan sebagai Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota.
regional. regional
Peraturan Presiden Republik Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Nomor Tahapan penanganan jalan provinsi dan kabupaten/kota dalam
Nomor 21 Tahun 2009 Tentang Rencana 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan pemanfaatan DAK, meliputi:
Kerja Pemerintah Tahun 2010, Tanggal 31 Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus • Kegiatan Pemrograman dan penganggaran terdiri atas:
Mei 2009 Tahun Anggaran 2010, tanggal 11 1. Penyusunan Daftar Ruas Jalan;
November 2009 2. Penyusunan Daftar Ruas Jalan Prioritas;
Bidang jalan, diarahkan untuk DAK Bidang Jalan dialokasikan untuk 3. Penyusunan Program Penanganan;
mempertahankan dan meningkatkan tingkat mempertahankan dan meningkatkan tingkat 4. Penyusunan Rencana Kegiatan (RK).
pelayanan prasarana jalan Provinsi, pelayanan prasarana jalan Provinsi, • Perencanaan Teknis Jalan
Kabupaten, dan Kota dalam rangka Kabupaten, dan Kota dalam rangka • Pelaksanaan Konstruksi
memperlancar distribusi penumpang, barang memperlancar distribusi penumpang, barang • Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan, Pelaporan
jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan • Penilaian Kinerja
untuk mendukung sektor pertanian, industri, untuk mendukung sektor pertanian, industri
dan pariwisata sehingga dapat memperlancar dan pariwisata sehingga dapat memperlancar
pertumbuhan ekonomi regional, serta pertumbuhan ekonomi regional, serta Penyusunan Program Penanganan:
menunjang percepatan pembangunan sarana menunjang percepatan pembangunan sarana Petunjuk Teknis ini, menjelaskan pemanfaatan anggaran penyusunan
III-21
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan prasarana jalan. Sedangkan lingkup dan prasarana jalan. program penggunaan DAK Bidang Infrastruktur Subbidang Jalan, untuk
kegiatannya, yaitu pemeliharaan berkala, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
peningkatan dan pembangunan jalan Provinsi, Lingkup kegiatan DAK Bidang Jalan terdiri dari
Jalan Kabupaten/Kota yang telah menjadi kegiatan pemeliharaan berkala, peningkatan 1.Penyusunan Daftar Ruas Jalan Provinsi serta Kabupaten/Kota
urusan daerah. dan pembangunan jalan Propinsi, jalan Tahap awal yang perlu dipersiapkan oleh Pelaksana Pemerintah
Kabupaten/Kota yang telah menjadi urusan Provinsi dan Kabupaten/kota, adalah menyusun daftar ruas jalan
daerah. Provinsi serta ruas Kabupaten/Kota, sesuai form Data Dasar Prasarana
Jalan dan Jembatan.
Pelaksanaan Konstruksi
Metoda Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan DAK Bidang Infrastruktur
dapat dilaksanakan dengan cara swakelola atau kontraktual.
Pelaksanaan kegiatan tersebut harus mengacu pada:
a. Peraturan Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
b. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan perubahannya;
c. Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
d. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 257 Tahun 2004 tentang
Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi.
Konstruksi Jalan
Kegiatan Pemeliharaan Jalan
Pekerjaan pemeliharaan jalan berpedoman pada Standar dan
Pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Berdasarkan pedoman ini, pekerjaan pemeliharaan terdiri atas
pemeliharaan rutin dan berkala.
1. Pemeliharaan Rutin Jalan
Merupakan pekerjaan kecil/ringan dan secara umum dilakukan
sepanjang tahun.
Kegiatan pemeliharaan rutin jalan, meliputi jenis pekerjaan:
a. Penambalan lubang pada perkerasan jalan dan pelabran
retak-retak rambut;
b. Penambahan material dan pemadatan/perataan permukaan
bahu jalan;
III-24
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Rehabilitasi
Merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap jenis kerusakan
yang tidak diperhitungkan dalam desain, adapun jenis
pekerjaannya disesuaikan dengan kondisi kerusakan yang terjadi.
Kegiatan Peningkatan
Pekerjaan peningkatan jalan merupakan kegiatan penanganan jalan
yang dapat berupa peningkatan/perkuatan struktur atau peningkatan
kapasitas lalu lintas berupa pelebaran jalur lalu lintas. Pekerjaan
peningkatan juga dapat berupa peningkatan dari jalan tanah ke jalan
kerikil/jalan aspal atau dari jalan kerikil/agregat ke jalan aspal.
III-25
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
rambu/perlengkapan jalan.
Konstruksi Jembatan
Untuk Kegiatan penanganan jembatan hanya diperuntukan bagi
kegiatan pemeliharaan jembatan, tidak diperkenankan untuk
penggantian jembatan atau pembangunan jembatan baru.
Kegiatan pemeliharaan jembatan terdiri dari pemeliharaan rutin dan
rehabilitasi/berkala.
Pemeliharaan rutin jembatan meliputi pekerjaan pembersihan semua
bagian jembatan, pengecatan ulang rangka dan perbaikan railing/pagar
jembatan, dan penambalan lubang pada lantai jembatan.
Rehabilitasi/berkala jembatan meliputi perbaikan railing, perbaikan
kerusakan pada jembatan (pilar, abutment, penahan erosi dan
perlindungan gerusan pada pondasi, dan penggantian lantai jembatan
dan perbaikan oprit jembatan).
III-28
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Penggantian Jembatan
Pekerjaan mengganti bagian elemen atau struktur yang telah
mengalami kerusakan berat dan tidak berfungsi, sebagai contoh:
sambungan siar-muai, perletakan, pembatas, dsb. Kadang-kadang
bagian struktur juga diganti, jika diperlukan contohnya elemen lantai,
gelagar memanjang secara individu, bagian-bagian sekunder atau
elemen pengaku, dan sebagainya. Penggantian keseluruhan jembatan
merupakan pertimbangan terakhir dalam proses peningkatan prasarana
yang ada.
III-29
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB IV
OVERVIEW SURAT EDARAN BERSAMA TIGA MENTERI
4.1. Pengantar
Bappenas bersama dengan Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri, mengeluarkan
Surat Edaran Bersama (SEB) Menneg PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 0239/M.PPN/11/2008; SE 1722/MK.07/2008; 900/3556/SJ, Tanggal 21 November 2008, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Surat Edaran Bersama tersebut dipandang perlu untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam
pelaksanaan pemantauan dan evaluasi DAK. Surat Edaran Bersama ini mengatur sistem pemantauan teknis
pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dalam bentuk dokumen Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)
pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan kegiatan yang dibiayai DAK. Asumsinya dengan
melaksanakan SEB ini maka diharapkan Daerah dan Pusat memiliki perangkat untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan kegiatan yang dibiayai
DAK. Aktivitas pemantauan pada dasarnya dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
yang tertuang dalam dokumen perencanaan melalui kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan
rencana. Ada beberapa tujuan dari kegiatan pemantauan, sebagai berikut:
1. Menjaga agar perencanaan/kebijakan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan
sasaran;
2. Menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar; dan
3. Melakukan tindakan modifikasi terhadap perencanaan/kebijakan apabila dikehendaki.
Sementara itu fokus dari kegiatan pemantauan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Melihat kepatuhan (complience) implementor terhadap perencanaan;
2. Melihat sejauh mana sumberdaya dan pelayanan sampai kepada stakeholders;
3. Melihat perubahan sosial-ekonomi akibat pelaksanaan perencanaan; atau
4. Melihat perbedaan antara hasil dan tujuan perencanaan.
Pemantauan atau evaluasi sangat erat terkait dengan evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan
mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi dengan maksud untuk menilai pencapaian sasaran,
tujuan dan kinerja pembangunan. Dengan demikian, pada dasarnya evaluasi adalah menilai tingkat kinerja.
Sedangkan evaluasi secara umum bertujuan untuk mencapai beberapa hal sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu perencanaan dengan melihat derajat pencapaian tujuan dan
sasaran kegiatan;
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu perencanaan;
3. Mengukur tingkat keluaran suatu perencanaan;
4. Mengukur dampak positif maupun negatif suatu perencanaan; dan
5. Sebagai bahan masukan (input) bagi perencanaan berikutnya.
IV-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Memberikan landasan bagi konsistensi dan pelaksanaan koordinasi antara pusat dan daerah
dalam pengelolaan Dana Alokasi Khusus.
Sasaran petunjuk pelaksanaan ini adalah terlaksananya kegiatan pemantauan teknis pelaksanaan
dan evaluasi terhadap pemanfaatan Dana Alokasi Khusus secara sistematis dan teritegrasi antar tingkat
pemerintahan. Sedangkan pembiayaan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan Dana
Alokasi Khusus di instansi pusat dibebankan pada APBN sedangkan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota
dibebankan pada APBD masing-masing.
Secara garis besar, SEB memberikan pedoman bagi pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi
pemanfaatan Dana Alokasi Khusus baik kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Tujuan
dilakukannya pemantauan teknis pelaksanaan Dana Alokasi Khusus adalah:
1. Memastikan pelaksanaan Dana Alokasi Khusus di daerah tepat waktu dan tepat sasaran sesuai
dengan penetapan alokasi Dana Alokasi Khusus dan Petunjuk Teknis masing-masing bidang
Dana Alokasi Khusus;
2. Mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka
perbaikan pelaksanaan Dana Alokasi Khusus tahun berjalan.
Adapun ruang lingkup pemantauan dari aspek teknis adalah mencakup beberapa hal sebagai
berikut:
1. Kesesuaian antara kegiatan Dana Alokasi Khusus dengan usulan kegiatan yang ada dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD);
2. Kesesuaian pemanfaatan Dana Alokasi Khusus dalam DPA-SKPD dengan petunjuk teknis dan
pelaksanaan di lapangan;
3. Realisasi waktu pelaksanaan, lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan perencanaan.
Ruang lingkup pemantauan dari aspek keuangan adalah mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1. Penyediaan dana pendamping;
2. Realisasi penyerapan yang meliputi realisasi keuangan dari rekening kas umum negara ke
rekening kas umum daerah;
3. Realisasi pembayaran dari rekenening kas umum daerah (SP2D) kepada pihak ketiga;
Dalam pelaksanaan pemantauan pelaksanaan ini juga dibentuk Forum Koordinasi yang bertujuan
untuk menindaklanjuti hasil review laporan dan kunjungan lapangan. Forum ini dilaksanakan oleh Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota dan dapat mengikutsertakan pihak-pihak lain yang terkait apabila terdapat
permasalahan yang bersifat khusus.
IV-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang ditemukan
dalam pelaksanaan Dana Alokasi Khusus dalam rangka penyempurnaan kebijakan dan pengelolaan Dana
Alokasi Khusus. Fokus utama evaluasi diarahkan pada pencapaian keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan
dampak (impacts) dari pelaksanaan Dana Alokasi Khusus.
Dalam pelaksanaan pemantauan pemanfaatan ini juga dibentuk Forum Koordinasi bertujuan untuk
membahas dan menindaklanjuti hasil pemantauan dan/atau evaluasi pemanfaatan Dana Alokasi Khusus.
Forum ini dilaksanakan oleh organisasi pelaksana pusat, organisasi pelaksana Provinsi, dan organisasi
pelaksana Kabupaten/Kota. Organisasi pelaksana dapat mengikutsertakan pihak-pihak lain yang terkait.
4.4. Pelaporan
Kepala Daerah menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan
penggunaan Dana Alokasi Khusus kepada:
1. Menteri Keuangan;
2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Teknis terkait.
Penyampaian laporan triwulan di atas dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
triwulan yang bersangkutan berakhir.Kepatuhan daerah dalam menyampaikan laporan triwulanan dapat
dijadikan pertimbangan dalam pengalokasian Dana Alokasi Khusus tahun berikutnya sesuai peraturan
perundang-undangan.
Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Dana Alokasi Khusus setiap akhir
tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas,
dan Menteri Dalam Negeri. Sedangkan jenis laporan yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan teknis
pelaksanaan Dana Alokasi Khusus terdiri dari:
1. Laporan triwulanan, memuat perencanaan pemanfaatan Dana Alokasi Khusus, kesesuaian
DPA-SKPD dengan petunjuk teknis, perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan permasalahan
yang timbul sebagaimana form terlampir.
2. Laporan penyerapan Dana Alokasi Khusus, merupakan laporan yang disampaikan kepada
Menteri Keuangan berdasarkan Permenkeu No. 04/PMK.07/2008.
3. Laporan akhir merupakan laporan pelaksanaan akhir tahun
IV-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
4.5.2.Tingkat Provinsi
Organisasi pelaksana tingkat Provinsi dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah dengan melibatkan
Bappeda, Biro Administrasi Pembangunan/sebutan lain, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, dan
SKPD terkait. Organisasi pelaksana Provinsi mempunyai tugas:
a) Melakukan pemantauan teknis pelaksanaan Dana Alokasi Khusus;
b) Melakukan koordinasi dengan organisasi pelaksana Pusat dan Kabupaten/Kota melalui forum
koordinasi;
c) Mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan laporan pemantauan teknis pelaksanaan Dana
Alokasi Khusus dari SKPD Provinsi dan laporan yang diterima dari Bupati/Walikota;
d) Menyampaikan laporan hasil pemantauan teknis pelaksanaan Dana Alokasi Khusus dan
rekomendasi kebijakan kepada Gubernur.
4.5.3.Tingkat Kabupaten/Kota
Organisasi pelaksana Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah dengan melibatkan
Bappeda, Bagian Administrasi Pembangunan/sebutan lain, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, dan
Dinas Teknis terkait. Organisasi pelaksana Kabupaten/Kota mempunyai tugas:
a) Melakukan pemantauan teknis pelaksanaan Dana Alokasi Khusus;
b) Melakukan koordinasi dengan organisasi pelaksana pusat dan organisasi pelaksana Provinsi
melalui forum koordinasi;
c) Mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan laporan pemantauan teknis pelaksanaan Dana
Alokasi Khusus dari SKPD;
d) Menyampaikan laporan hasil pemantauan teknis pelaksanaan Dana Alokasi Khusus dan
rekomendasi kebijakan kepada Bupati/Walikota
4.5.4.Tim Koordinasi
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas organisasi pelaksana di tingkat Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota dapat dibentuk tim koordinasi. Berikut adalah kerangka pikir pemantauan teknis pelaksanaan
dan manfaat DAK.
IV-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Gambar 4.1. Kerangka Pikir Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Manfaat Dana Alokasi Khusus
IV-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
120%
100%
80%
60% Ya, sudah tahu dan sudah melaksanakan
Gambar 4.2.
Tingkat Pengetahuan SKPD terhadap Surat Edaran Bersama (SEB)
Sumber: Data Primer
Gambaran pelaksanaan monev dan penerapan Surat Edaran Bersama di wilayah kajian adalah
sebagai berikut:
IV-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
5. Dinas Pendidikan sudah melaksanakan monev sesuai Permendiknas, kendalanya untuk proporsinya:
fisik sebesar 30 persen, buku sebesar 35 persen dan alat sebesar 30 persen, penentuan ini untuk
wilayah Sleman kurang pas, ternyata yang dibutuhkan yang besar adalah fisik. Pada tahun 2010
Untuk buku anggaran untuk SMP adalah 12 milyar, dan di patok masing-masing SMP maksimal 45,5
juta, hanya separuhnya. Sehingga dana untuk buku sisa banyak sekali. Untuk alat peraga SD juknis
belum ada, panitia yang sudah dibentuk tidak berani melelangkan, sehingga TIK dan alat peraga
tahun 2010 tidak terlaksana nilainya untuk alat peraga 4,9 milyar dan alat TIK 2,05 milyar. Untuk
tahun 2010 tidak ada dana rehab untuk SD, padahal ini sangat penting sekali. Harapannya ke depan
alokasi untuk rehab porsinya lebih besar.
Dari gambaran pelaksanaan SEB tersebut secara umum dari aspek pemantauan teknis, SEB telah
dilaksanakan, namun ada kekurangan dalam memahami SEB secara menyeluruh terutama oleh Tim
Koordinasi DAK Kabupaten Sleman. SEB lebih dilihat sebagai kewajiban formalitas, dan belum secara utuh
dilihat sebagai instrumen untuk melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Dana Alokasi Khusus.
Terkait dengan tugas Tim Koordinasi untuk melakukan koordinasi antar instansi pengelola Dana
Alokasi Khusus di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi Dana
Alokasi Khusus, kepentingan dibentuknya Tim Koordinasi DAK di Sleman lebih sebagai upaya agar dana
dapat dicairkan.
Terkait dengan pendanaan untuk pelaksanaan SEB diletakkan pada APBD, ini sebenarnya dianggap
memberatkan anggaran daerah.Kemudian juga koordinasi dengan Tim Koordinasi DAK Tingkat Pusat masih
kurang.
Dari gambaran pelaksanaan SEB tersebut secara umum dapat dikatakan bahwa dalam Tim
Koordinasi DAK, Bappeda menjadi Koordinator. SEB telah dilaksanakan, namun ada kecenderungan
pelaksana DAK justru kurang mengetahui tentang SEB, sekalipun mereka telah membuat laporan sesuai
SEB. Dana evaluasi diambilkan dari APBD.Namun begitu bagi Pemerintah Kabupaten Bantul, pendanaan
untuk pelaksanaan SEB diletakkan pada APBD dirasa tidak memberatkan APBD.
IV-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Selama ini pelaporan sudah sesuai dengan jadwal, namun pendokumentasian di kementerian kurang
baik (laporan hilang) sehingga perlu penertiban.
3. Monev berjenjang sudah jelas dan sudah dilaksanakan
4. Diperlukan anggaran monev DAK dari pusat yang disiapkan ke daerah mengingat kemampuan
daerah yang terbatas karena perlunya evaluasi pelaksanaan di lapangan.
5. Laporan yang disampaikan agar dievaluasi oleh Bappenas.
6. Perlu adanya ketentuan/sanksi bila pelaporan belum sesuai aturan atau belum tepat waktu
7. Sebaiknya pada format pelaporan SEB ada kolom target yang akan dicapai.
8. SKPD sering terlambat dalam pelaporan triwulan.
9. Pelaporan DAK sebaiknya dibuat sederhana, setiap daerah diberikan mekanisme/sistem monev yang
baku.
10. Dibuat portal: online DAK yang bisa diakses secara umum dan terbuka agar stagnasi perencanaan
terkait Dana Alokasi Khusus bisa dikurangi.
Pelaksanaan SEB di Kabupaten Kulon Progo dijadikan satu Tim dengan Tim Koordinasi
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Hal ini dilakukan untuk efisiensi anggaran. Koordinasi dengan Pusat
dirasa kurang optimal karena juga ada kasus laporan yang sudah dsampaikan kepada Kementerian hilang.
Dalam penyediaan anggaran evaluasi DAK, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo merasa keberatan. Untuk
pelaksanaan SEB juga sering mundur atau tidak tepat waktu, justru salah satu alasannya adalah banyaknya
format yang harus dibuat.
Pelaksanaan SEB di Kabupaten Gunungkidul agak sedikit berbeda dengan kabupaten lain, karena
belum ada Tim Koordinasi, namun disebut Forum Koordinasi. Dalam hal ini Forum Koordinasi melakukan
pertemuan rutin tiap bulan. Anggaran evaluasi diambilkan dari APBD. Beberapa penelusuran lapangan
menemukan bahwa laporan SKPD sering kali terlambat karena SKPD mendahulukan laporan kepada K/L.
IV-8
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
format SEB. Selain itu, sering terkendala juga karena kontraktor yang mengerjakan pekerjaan yang
didanai DAK mencairkan dana menjelang akhir tahun anggaran.
4. Penyederhanaan pelaporan dengan format baku bagi semua jenis DAK menjadi sangat penting
sehingga dapat lebih memudahkan SKPD menyusun laporan.
Pelaksanaan SEB di Kota Yogyakarta, pada dasarnya berjalan dengan baik. Kendala yang ada bagi
Pemerintah Kota Yogyakarta adalah terkait dengan administrasi SEB yang menambah banyak kewajiban
SKPD, selain terhadap Kementerian Teknis. Juga pelaksanaan SEB kurang bisa tepat waktu karena kendala
anggaran, proses tender yang panjang, dan format yang harus diisi cukup banyak. Sehingga usulan yang
disampaikan adalah menyederhanakan format SEB. Juga perilaku kontraktor yang sering mencairkan
anggaran pada akhir proyek sering menyulitkan pembuatan laporan sesuai SEB.
Pelaksanaan SEB di Provinsi DIY dikoordinasi oleh Biro Administrasi Pembangunan. Anggaran
berasal dari APBD.Tim Koordinasi DAK Provinsi DIY memiliki daya tanggap yang baik terhadap pelaksanaan
SEB. Pemantauan DAK pada level Kabupaten/Kota selalu rutin dilakukan, dan juga menyadari perlunya
semacam help desk di tingkat Provinsi. Dalam hal pelaksanaan SEB, sama dengan daerah lain, dirasakan
SEB perlu ditingkatkan menjadi instrumen tunggal dalam monev DAK.
Berikut adalah ringkasan overview penerapan SEB di enam lokasi penelitian:
IV-9
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
IV-10
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Secara umum, proses dan mekanisme koordinasi adalah melalui rapat koordinasi yang melibatkan
SKPD pelaksana DAK, SKPD yang mempunyai tupoksi mengelola keuangan dan asset daerah (DPPKA),
Biro/Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah dan Bappeda. Rapat koordinasi dilaksanakan di
Bappeda. Rapat koordinasi dilaksanakan di Bappeda minimal satu bulan sekali untuk membahas
permasalahan di lapangan dan melaporkan kemajuan pekerjaan (progress fisik). Setiap SKPD pelaksana
kegiatan DAK wajib membuat laporan triwulan dan Bappeda akan merangkum laporan triwulan tersebut dan
membuat buku laporan triwulan DAK. Pada akhir tahun anggaran Bappeda akan membuat laporan hasil
monitoring dan evaluasi DAK. Namun demikian, jika dicermati, susunan organisasi Tim Koordinasi belum
dirumuskan secara baku.
IV-11
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
monev dan pelaporan atas penggunaan Alokasi DAK berpedoman kepada SEB. Untuk koordinasi antar
satuan kerja di lingkungan wilayah kajian dalam pengelolaan alokasi DAK telah terlaksana dengan baik
melalui mekanisme pertemuan rutin bulanan, insidental dan peninjauan lapangan.Adapun wilayah kajian yang
dilakukan fasilitasi adalah Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. Di Kabupaten
Bantul format pelaporan DAK sudah sesuai dengan Surat Edaran Bersama (SEB), dan tim koordinasi sudah
terbentuk namun belum sepenuhnya efektif; sementara di Kabupaten Gunung Kidul, koordinasi telah berjalan
namun belum terbentuk Tim Koordinasi yang disahkan dengan keputusan Bupati. Di Kota Yogyakarta selama
ini tim koordinasi hanya dibentuk jika menerima DAK. Dari hasil observasi di lapangan, beberapa pejabat
pengelola DAK belum memahami pelaporan DAK sesuai SEB, terutama bagi mereka yang baru saja diberi
tugas yang berkaitan dengan pengelolaan DAK.
Untuk itu mekanisme fasilitasi yang dilaksanakan adalah dengan mengadakan rapat/diskusi dengan
pihak-pihak terkait di masing-masing wilayah.Untuk meningkatkan efektivitas tim koordinasi di Bantul, tim
telah melakukan serangkaian diskusi dan penyebab utama sebenarnya adalah kurangnya konsistensi untuk
melakukan pertemuan namun ternyata hal tersebut tidak menghalangi Pemerintah Kabupaten untuk dapat
menyusun pelaporan sesuai dengan format SEB. Hal tersebut dapat terjadi atas kerja keras Bappeda untuk
mengkompilasi laporan dari SKPD-SKPD yang menerima DAK. Di Kabupaten Gunung Kidul, upaya tim telah
ditindaklanjuti oleh Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah dengan membuat Nota Dinas dan
Telaahan Staf kepada Bupati yang berisi usulan pembentukan tim koordinasi DAK. Upaya di Kota Yogyakarta
lebih ditekankan pada memberi pemahaman mengenai SEB.Tim mendiskusikan dengan pihak-pihak terkait
mengenai format pelaporan berdasarkan SEB, dilengkapi dengan simulasi secara sederhana.
IV-12
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
4. Bappenas
memberikan
3.Tim Koordinasi "Laporan
Tingkat Pusat Evaluasi Daerah
Penerima DAK"
(Menyampaikan kepada
2. Tim Koordinasi kepada Gubernur
DAK Daerah Bappenas,Kemenkeu, melalui Tim
Kemendagri dan Koordinasi DAK
(dikoordinir di Kementerian Teknis Tingkat Pusat.
tingkat Provinsi
oleh Gubernur) (Hal tersebut
1. SKPD sebagai bentuk
penerima DAK feed back atas
laporan yang
diserahkan
Daerah)
Gambar 4.3
Usulan Penyederhanaan Alur Pelaporan DAK
IV-13
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB V
PERENCANAAN DANA ALOKASI KHUSUS
5.1.Gambaran Umum
Pasal 162 UU No. 32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah
tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan
Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional dan (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah
tertentu. Pengaturan lebih lanjut tentang DAK dimandatkan dalam Pasal 162 Ayat (4) untuk diatur dengan
Peraturan Pemerintah (PP), tetapi sampai sekarang peraturan yang dimaksud belum ada. Oleh karena itu,
sejauh ini praktik pengalokasian DAK, misalnya, hanya untuk tujuan pertama, sementara tujuan kedua belum
pernah dipraktikkan (Bappenas 2006). Pada awal pelaksanaan DAK, Bappenas pernah mengumpulkan usul-
usul dari daerah. Sebagai hasilnya, nilai kegiatan/proyek usulan daerah berjumlah ratusan triliun rupiah, jauh
di atas dana yang dapat disediakan APBN. Semua usulan tersebut tidak bisa dipakai sebagai pertimbangan
pengalokasian DAK sebab belum tersedia mekanismenya. Meskipun tidak sepenuhnya menggunakan
pendekatan kedua, ada juga daerah yang mengusulkan untuk memodifikasi penggunaan DAK yang telah
dialokasikan untuk bidang tertentu di daerahnya karena alasan khusus, misalnya perbaikan sarana
pendidikan di daerah yang terkena bencana alam. Modifikasi seperti ini harus mendapat persetujuan dari
pejabat yang berwenang di tingkat pusat.
Lebih lanjut lagi, pada Pasal 42, UU No. 33/2004 mengamanatkan penyusunan sebuah PP untuk
secara khusus mengatur pengelolaan DAK. Namun, PP dimaksud belum diterbitkan. Selain itu, terkait dengan
DAK, Pasal 108 UU No. 33/2004 menyatakan bahwa dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang
merupakan bagian dari anggaran kementerian/lembaga negara yang digunakan untuk melaksanakan urusan
yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah secara bertahap dialihkan menjadi
DAK. Untuk mengalihkan dana tersebut, UU ini memerintahkan agar Pemerintah Pusat mengeluarkan PP
pelaksanaannya, namun saat ini PP dimaksud belum diterbitkan
Satu-satunya PP yang mengatur DAK adalah PP No. 55/2005 tentang Dana Perimbangan. DAK
merupakan bagian dari dana perimbangan yang diatur dalam PP ini. Kekhususan DAK diarahkan untuk
kegiatan pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan
dasar masyarakat dengan umur ekonomis panjang. Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya,
daerah penerima wajib mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari
jumlah DAK yang diterimanya. Menteri Negara (Meneg) Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)
bersama dengan Menteri Teknis melakukan pemantauan dan evaluasi atas pemanfaatan dan teknis
pelaksanaan berbagai kegiatan yang dibiayai DAK, sementara Menteri Keuangan (Menkeu) melakukan
pemantauan dan evaluasi pengelolaan keuangannya
Penetapan jumlah DAK dan alokasinya kepada daerah merupakan hasil keputusan antara Panitia
Anggaran DPR dengan Pemerintah Pusat yang terdiri dari unsur Kemenkeu, Kemendagri, Bappenas, dan
Kementerian/Lembaga yang bidang tugasnya menerima alokasi DAK. Meskipun mekanisme penetapan DAK
melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya per bidang
maupun per daerah menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR. Peran
lembaga lainnya hanya sebagai fasilitator. Kementerian teknis, misalnya, hanya berperan dalam memberikan
data teknis tiap daerah sesuai dengan bidang tugasnya.
Terkait dengan fokus studi, penghitungan alokasi DAK bidang kesehatan dilakukan melalui 2 (dua)
tahapan, yaitu:
a. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK
Penentuan kelayakan daerah penerima DAK menggunakan Indeks Fiskal Wilayah (IFW) dengan
bobot 50% dan IT (Indeks Teknis) dengan bobot 50%.
V-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Untuk bidang infrastruktur jalan, mekanisme perencanaan dan pemrograman pada Kementerian
Pekerjaan Umum, sebagai berikut:
1) Kementerian melalui Unit Kerja Eselon 1 terkait untuk masing-masing subbidang membantu proses
perencanaan kegiatan yang dibiayai DAK Bidang Infrastruktur dalam hal:
a) Merumuskan kriteria teknis pemanfaatan DAK Bidang Infrastruktur. Untuk prasarana jalan
mempertimbangkan panjang prasarana jalan (km); panjang prasarana jalan dalam kondisi
mantap dan tidak mantap (km); dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
b) Pembinaan teknis dalam proses penyusunan Rencana Kegiatan (RK) dalam bentuk
pendampingan dan konsultasi;
c) Melakukan evaluasi dan sinkronisasi atas usulan Rencana Kegiatan (RK) dan
perubahannya, terkait kesesuaiannya dengan prioritas nasional.
2) Berdasarkan penetapan alokasi DAK dari Menteri Keuangan, Gubernur/Bupati/Walikota penerima
DAK Bidang Infrastruktur membuat Rencana Kegiatan (RK) secara partisipatif berdasarkan
konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, yang memenuhi kriteria prioritas nasional.
3) Penyusunan Rencana Kegiatan (RK) harus memperhatikan tahapan penyusunan program,
penyaringan, dan penentuan lokasi kegiatan yang akan ditangani, penyusunan pembiayaan, serta
metoda pelaksanaan yang berpedoman pada standar, peraturan, dan ketentuan yang berlaku.
4) Rencana Kegiatan (RK) dan usulan perubahannya terlebih dahulu dikonsultasikan ke Unit Kerja
Eselon 1 dan/atau Dinas Provinsi terkait dengan prioritas nasional.
Sebagaimana telah diuraikan pada Bab III, bahwa daerah yang berhak mendapatkan DAK harus
memenuhi kriteria umum, khusus, dan teknis. Menurut beberapa responden, proses dan formula perhitungan
DAK tergolong relatif kompleks. Rincian proses perhitungannya tidak bersifat transparan dan sulit untuk
diakses oleh publik. Banyak pihak menginginkan penyederhanaan formula perhitungan DAK. Selain untuk
alasan transparansi, penyederhanaan itu juga akan berguna bagi daerah dalam mengaplikasikan formula
yang tersedia sewaktu mereka memperkirakan perolehan DAK-nya. Harapannya adalah bahwa daerah dapat
menyusun APBD-nya dengan lebih mudah.
Secara umum pemerintah daerah tidak mempunyai ruang untuk mengusulkan kegiatan yang akan
dibiayai DAK kepada Pemerintah Pusat meskipun Pasal 162 UU No. 32/2004 memungkinkan daerah untuk
mengajukan usul. Pemerintah daerah hanya berkewajiban menyediakan dan mengirimkan data tentang
kondisi sarana dan prasarana bidang-bidang pemerintahan yang secara nasional memperoleh alokasi DAK.
Data tersebut menjadi bahan baku bagi Pemerintah Pusat (Menkeu) untuk mengalokasikan DAK ke setiap
daerah. Selain menggunakan data dari daerah, perhitungan alokasi DAK juga menggunakan data yang
V-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Setelah mengetahui alokasi DAK untuk daerahnya, barulah
pemerintah daerah merencanakan distribusi penggunaannya ke berbagai kegiatan sesuai dengan ketentuan
Pemerintah Pusat. Sebenarnya praktik perencanaan pembangunan yang berlangsung di daerah dan pola
penentuan DAK oleh Pemerintah Pusat tidak mempunyai hubungan langsung karena dalam mengalokasikan
DAK kepada Daerah, Pemerintah Pusat telah mempunyai pedoman tersendiri berdasarkan tiga kriteria seperti
telah dikemukakan.
Dalam rangka menyempurnakan proses perencanaan DAK, pada level Pemerintah Pusat telah dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Penyusunan Mekanisme dan prosedur perencanaan kebijakan DAK secara tahunan;
2) Penyelenggaraan pertemuan 3 Pihak (Trilateral Meeting) yang diselenggarakan setiap tahun antara
Bappenas, Kemenkeu, dan kementerian teknis terkait untuk pembahasan dan pendetailan kegiatan
DAK per bidang; dan
3) Telah dibentuk Sekretariat Bersama (Sekber) Pemantauan dan Evaluasi DAK di Tingkat Pusat di
Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Bangda).
Selain itu untuk meningkatkan koordinasi perencanaan dan monev DAK, langkah-langkah yang telah
dilakukan sebagai berikut:
1) Penerapan mekanisme penilaian kinerja DAK Per Bidang tahun sebelumnya sebagai masukan untuk
penetapan alokasi DAK per bidang tahun berikutnya.
2) Pemantauan DAK secara terpadu dan lintas kementerian/lembaga sejak tahun 2008.
V-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
40%
35% Kepastian besarnya dana
30% yang diterima selalu
terlambat
25%
20%
Juknis sering terlambat
15%
10%
5%
Sulit dikoordinasikan dengan
0%
proses perencanaan
Kabupaten Kabupaten Provinsi DIY Kota jogja Kabupaten Kabupaten pembangunan daerah
Gunungkidul Sleman Kulon Progo Bantul
Gambar 5.1.
Tingkat Kesulitan SKPD dalam Aspek Perencanaan Program/Kegiatan yang Dibiayai dengan Dana
Alokasi Khusus
Sumber: Data Primer
Dari Gambar 5.1. tersebut, rata-rata responden menyatakan bahwa kesulitan yang mendominasi
dalam perencanaan program kegiatan yang akan dibiayai dengan DAK adalah Petunjuk Teknis (Juknis) yang
sering terlambat diterima. Terkait dengan objek studi, khusus DAK bidang kesehatan, meskipun secara resmi
Juknis telah diterbitkan pada bulan November, namun rata-rata SKPD baru menerimanya pada bulan Januari-
Februari tahun berikutnya. Dari hasil wawancara dengan responden diperoleh fakta bahwa mereka sudah
berusaha untuk mengakses via internet, namun lebih sering tidak bisa diakses. Oleh karena itu, mereka harus
aktif untuk meminta langsung ke Kementerian Kesehatan di Jakarta. Keterlambatan Juknis ini tidak terjadi
untuk bidang infrastruktur jalan. Sejak diterbitkan tahun 2007, Juknis DAK bidang infrastruktur baru direvisi
tahun 2010 dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 15/PRT/M/2010 Tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur.
Untuk itu, menjadi sangat penting bagi kementerian teknis agar segera meng-up load Juknis segera
setelah diterbitkan dan atau Bappenas dapat pro aktif meng-up load di website Sekretariat DAK segera
setelah diterbitkannya Juknis.
Perencanaan menjadi titik awal yang sangat penting dalam siklus manajemen tata pemerintahan. Oleh
karena itu, semua daerah perlu membuat perencanaan pembangunan yang tepat sasaran sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas riil daerah. Perencanaan pembangunan yang baik tercermin dari ketepatan program
kegiatan yang direncanakan, didukung dengan anggaran yang memadai. Salah satu sumber dukungan
anggaran bagi pemerintah daerah adalah DAK, sehingga DAK sangat bermanfaat bagi daerah. Seorang
responden dari Bappeda Provinsi DIY, menyatakan bahwa salah satu sumber pembiayaan pembangunan
daerah adalah DAK. Secara keseluruhan alokasi anggaran ini merupakan hal yang sangat membantu
Pemerintah Daerah melalui SKPD tertentu untuk menjalankan sebagian tugas pokoknya. Bahkan terkadang
kehadiran DAK merupakan harapan besar untuk mendanai kegiatan-kegiatan tertentu yang biasanya
langsung bersinggungan dengan kepentingan masyarakat luas seperti pada sektor kesehatan, pendidikan,
kehutanan, ke-PU-an dan lain-lain. Bagi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, keberadaan DAK
memiliki urgensi yang cukup tinggi. Hal ini didukung oleh data primer dari berbagai pemerintah daerah yang
menjadi sampel dalam studi ini, yang datanya dapat dilihat dalam beberapa gambar 5.2 dan 5.3. berikut ini:
V-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
100%
90%
80% Sangat bermanfaat
70%
60% Bermanfaat
50%
40% Biasa saja
30% Tidak Bermanfaat
20%
10% Merepotkan
0%
Kabupaten Kabupaten Provinsi DIY Kota jogja Kabupaten Kabupaten
Gunungkidul Sleman Kulon Progo Bantul
Gambar 5.2.
Tingkat Kemanfaatan DAK bagi Daerah
Sumber: Data Primer
1% 0%
0%
Sangat bermanfaat
18%
Bermanfaat
Biasa saja
Tidak Bermanfaat
Merepotkan
81%
Gambar 5.3.
Tingkat Kemanfaatan DAK bagi SKPD Penerima
Sumber: Data Primer
DAK menjadi sangat bermanfaat bagi daerah karena dapat membantu pembiayaan pembangunan
melalui belanja langsung yang langsung bersentuhan dengan masyarakat sebagai bentuk pelayanan publik.
DAK menjadi sangat krusial bagi daerah-daerah yang memiliki APBD relatif kecil dengan mayoritas berasal
dari komponen Dana Alokasi Umum (DAU). Sebagaimana umumnya pada mayoritas daerah, DAU sebagian
besar terserap untuk belanja pegawai/gaji (belanja rutin), sehingga yang tersisa untuk belanja langsung
(belanja pembangunan) relatif minim. Bagi SKPD, DAK menjadi sangat bermanfaat untuk menutup keperluan
belanja langsung, guna membiayai program kegiatan yang tidak bisa dibiayai dengan anggaran dari pos
pendapatan lain atau untuk menggantikan/menambah dana guna membiayai program kegiatannya. Mayoritas
responden menyatakan bahwa jika ternyata SKPD mereka mendapatkan DAK, maka sesuai dengan Juknis
akan dialokasikan untuk membiayai program kegiatan yang relevan. Dalam konteks anggaran awal yang
telah dilalokasikan kurang, maka DAK dapat menambahnya sehingga dalam konteks ini, untuk membiayai
kegiatan tersebut sumber pendanaannya berasal dari DAK dan DAU. Jika ternyata DAK dapat membiayai
secara penuh sesuatu kegiatan maka dana yang telah dialokasikan dapat digeser untuk membiayai kegiatan
lainnya. Permasalahan hanya pada keterlambatan Juknis, sehingga harus dilakukan perubahan DPA SKPD
V-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
melalui mekanisme APBD-P. Jika kepastian alokasi dan Juknis telah diterima sejak awal, maka akan sangat
memudahkan SKPD merencanakan program kegiatan berikut sumber pendanaannya.
Berkaitan dengan aspek perencanaan program kegiatan yang akan dibiayai dengan DAK, berikut
saran-saran yang berhasil dihimpun dari responden di semua wilayah kajian:
1) Diperlukan sinkronisasi/time frame dalam perencanaan sehingga proses perencanaan di Pusat,
khususnya terkait DAK, selaras dengan proses perencanaan di Daerah. Dengan demikian, dapat
dihindari di tengah pembahasan APBD, baru diperoleh informasi mengenai alokasi DAK. Untuk itu,
implementasi perencanaan dengan perspektif MTEF, minimal tiga tahun ke depan.
2) Dalam pengelolaan DAK, agar fungsi desentralisasi lebih dioptimalkan. Pusat hanya perlu memberi
garis besar penggunaan DAK (Petunjuk Pelaksanaan/Juklak), sementara Daerah diberi kebebasan
menggunakannya sesuai kebutuhan nyata Daerah yang selaras dengan prioritas nasional. Jika akan
tetap menggunakan mekanisme Juknis yang sangat rigid/kaku maka penerbitan Juknis perlu
dilakukan sebelum proses perencanaan dan penganggaran di Daerah dimulai. Perlu adanya sanksi
jika Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang alokasi DAK dan Juknis tentang penggunaan DAK
terlambat diterbitkan.
3) Mengingat DAK sangat bermanfaat bagi Daerah, maka perencanaan DAK sebaiknya mengakomodir
mekanisme bottom up, bukan hanya top down. Hal ini agar penentuan alokasi DAK lebih sesuai
dengan proposal yang diajukan daerah sehingga lebih sesuai dengan realita kebutuhan daerah yang
selaras dengan prioritas nasional, karena hal tersebut dimungkinkan berdasarkan Pasal 162 UU No.
32/2004.
4) Dana Alokasi Khusus seharusnya diperbesar proporsinya karena tujuannya jelas dan sangat penting
untuk meningkatkan pelayanan publik
5) Perlunya penguatan peran Provinsi dalam koordinasi perencanaan di tingkat Provinsi (merujuk pada
PP Nomor 19/2010 juncto PP 23/2011), sehingga tidak ada SKPD yang langsung berkoordinasi ke
masing-masing K/L. Dengan demikian, diperlukan juga penguatan koordinasi perencanaan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Dalam Tabel 5.1 berikut ini disajikan permasalahan perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai
dengan DAK di masing-masing wilayah kajian yang dihimpun dari hasil jawaban kuesioner, wawancara dan
focus group discussion.
V-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 5.1
Permasalahan Perencanaan DAK di Daerah Kajian
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
• Alokasi DAK • Perencanaan penggunaan • Alokasi Dana Alokasi • Keterlambatan informasi • Sempitnya waktu antara • Keterlambatan Juknis yang
disampaikan ke daerah DAK mengalami kesulitan Khusus agar lebih awal alokasi DAK dan Juknis perencanaan dan menghambat perencanaan
sekitar bulan karena selain besaran diinformasikan ke daerah menyulitkan SKPD dalam pemberitahuan alokasi program kegiatan yang
Oktober/November, DAK sulit diprediksi, juknis sehingga tidak menyusun perencanaan. DAK, sehingga akan dibiayai dengan DAK.
sedangkan KUA-PPAS penggunaan DAK pun menghambat penyusunan Contoh: perencanaan menyulitkan SKPD untuk
pada saat itu sedang terlambat diterima. rencana kegiatan yang kegiatan DAK tahun 2010 menyusun perencanaan • Mekanisme perencanaan
dalam proses akan dibiayai dengan DAK. terdapat perbedaan menu kegiatan yang akan sejak tahun 2008, Dinas
pembahasan di DPRD • Di satu sisi, manfaat DAK Walaupun kepastian angka kegiatan dengan juknis, hal dibiayai dengan DAK. Kesehatan diundang oleh
sehingga yang dilakukan menjadi sangat penting alokasi Dana Alokasi ini karena Juknis DAK Kementerian Kesehatan
pemerintah daerah bagi Kabupaten Bantul. Khusus belum bisa bidang kesehatan tahun • Ketidakpastian untuk perencanaan, tapi
adalah mengajukan Namun di sisi lain, jika DAK ditetapkan, namun perlu 2010 diterima setelah DPA penerimaan jumlah DAK tidak terkait jumlah alokasi
alokasi DAK masing- bertambah maka akan adanyainformasi awal disahkan, dan dan keterlambataan DAK, melainkan koordinasi
masing SKPD disamakan mengakibatkan semakin mengenai perkiraan DAK perencanaan kegiatan menerima petunjuk teknis mengenai jumlah
dengan pagu tahun besarnya dana per bidang yang akan masih mengacu pada penggunaannya sangat bangunan yang rusak.
sebelumnya. pendamping yang harus dikucurkan kepada masing- Juknis DAK tahun 2009 mengganggu proses
disiapkan. Hal ini tentu saja masing daerah sebelum perencanaan kegiatan • Untuk bidang infrastruktur
• Terkadang draft akan mengurangi alokasi RKA-SKPD disusun yang akan dibiayai jalan, secara rutin
(rancangan) Juknis dalam APBD untuk sehingga tidak terjadi dengan DAK mengirimkan usulan
sudah diterima, namun kegiatan-kegiatan lainnya. perbedaan yang relatif kegiatan dan lokasi
Pemerintah Daerah besar. kegiatan (ruas jalan) yang
belum berani diharapkan akan dibiayai
menggunakan karena • Keterlambatan Juknis dengan DAK. Setelah pagu
masih berupa rancangan. sangat menghambat DAK bidang infrastruktur
perencanaan, disamping jalan secara resmi
• Alokasi DAK seringkali menu dalam Juknis yang diketahui, maka dilakukan
tidak sesuai dengan cenderung kaku. koordinasi dengan
perencanaan. Sebagai kementerian teknis untuk
contoh di Dinas menentukan ruas jalan
Pendidikan, Pemuda dan provinsi yang akan dibiayai
Olahraga. Dari sisi dengan DAK. Apabila pagu
perencanaan pada awal DAK tidak mencukupi untuk
V-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
tahun alokasi untuk SD membiayai perbaikan atau
dan SMP; SD sebesar 70 peningkatan jalan pada
persen dan SMP sebesar ruas yang telah disepakati
30 persen, setelah keluar maka tidak tertutup
Permendiknas ternyata kemungkinan akan dibiayai
alokasi SMP sebesar 70 pula dengan APBD. Dalam
persen dan SD sebesar konteks ini tetap tidak
30 persen. Hal ini tentu terjadi jumbuh lokasi,
saja cukup menyulitkan dalam arti ruas jalan
pemerintah daerah memang sama namun
karena perlu perhitungan telah ada pembagian
lagi. panjang jalan tertentu
untuk masing-masing
• Usulan besaran dana sumber pembiayaan. Hal
yang dibutuhkan dengan tersebut terjadi jika
alokasi DAK yang dipandang bahwa
diterima tidak sesuai. perbaikan pada ruas jalan
Untuk itu, perhitungan tersebut mutlak dilakukan
alokasi DAK perlu lebih sekaligus dalam satu tahun
transparan. anggaran karena sebab-
sebab khusus, misalnya
• Jika ternyata pada kerusakan yang merata
akhirnya aloksasi DAK pada seluruh ruas jalan
yang diusulkan tidak tersebut, sementara ruas
diperoleh maka jalan tersebut sangat
pembiayaan kegiatan penting bagi kelancaran
yang pada awalnya arus transportasi.
direncanakan akan
dibiayai melalui DAK,
dibiayai dengan APBD
yang berasal dari pos
DAU dan atau
Pendapatan Asli Daerah
(PAD), sesuai usulan
V-8
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
SKPD. Karena kegiatan
yang diusulkan penting,
tentu saja akan
mengurangi alokasi
pendanaan untuk
kegiatan-kegiatan lain
yang sudah dialokasikan
terlebih dahulu. Jika
dana yang tersedia tidak
mencukupi maka
solusinya adalah ada
beberapa kegiatan yang
ditunda pelaksanaannya.
V-9
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB VI
PENGANGGARAN DANA ALOKASI KHUSUS
6.1.Gambaran Umum
Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan dalam APBN berdasarkan UU
tentang APBN dan pengalokasian ini sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional sebagaimana
tercantum dalam Keputusan Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun berjalan. DAK
dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program
yang menjadi prioritas nasional yang menjadi urusan daerah. Daerah Tertentu adalah daerah yang dapat
memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah. Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang
kegiatan khusus kepada Menteri Keuangan. Setelah menerima usulan kegiatan khusus, Menteri Keuangan
melakukan penghitungan alokasi DAK.
Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 (dua) tahapan, yaitu: (a) Penentuan daerah tertentu
yang menerima DAK; dan (b) Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. Penentuan Daerah
Tertentu harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Besaran alokasi DAK masing-
masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria
teknis.
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai
kebutuhan-kebutuhan pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah
dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal
netto. Daerah yang memenuhi kriteria umum merupakan daerah dengan indeks fiskal netto tertentu yang
ditetapkan setiap tahun.
Kriteria Khusus ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah, misalnya: daerah tertinggal/terpencil,
daerah pesisir dan/atau kepulauan kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan bencana,
daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Kriteria khusus dirumuskan
melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
Kriteria teknis sebagaimana disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan
didanai dari DAK. Kriteria teknis dirumuskan melalui indeks teknis oleh menteri teknis terkait. Sebagai
contoh, kriteria teknis bidang kesehatan dengan mempertimbangkan: Human Poverty Index (Indeks
kemiskinan masyarakat); Jumlah Puskesmas (Perawatan dan Non Perawatan), Puskesmas Pembantu
(Pustu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Puskesmas Keliling (Perairan dan Roda Empat), Rumah Dinas
Dokter dan Paramedis; dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Untuk bidang infrastruktur jalan
mempertimbangkan panjang prasarana jalan (km); panjang prasarana jalan dalam kondisi mantap dan tidak
mantap (km); dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Menteri teknis menyampaikan kriteria teknis kepada
Menteri Keuangan.
Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang alokasi dan
pedoman pengelolaan DAK per Daerah. Berdasarkan penetapan alokasi DAK menteri teknis menyusun
Petunjuk Teknis Penggunaan DAK dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
VI-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD.
Penggunaan DAK dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK. DAK tidak dapat digunakan
untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.
Daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya
10 persen dari besaran alokasi DAK yang diterima, digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat
kegiatan fisik. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening
Kas Umum Daerah.
VI-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
baru berakhir menjelang tahun anggaran berakhir atau sisa dana relatif minim jika dipergunakan untuk
membiayai kegiatan baru. Sebelum PMK 126/2010 diterbitkan, semua sisa DAK yang menjadi SiLPA
dipergunakan sebagaimana SiLPA yang berasal dari kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan keluarnya PMK
126/2010, menjadi jelas bagi daerah bahwa sisa DAK hanya boleh dipergunakan untuk membiayai kegiatan
DAK pada bidang yang sama, baik di tahun berjalan melalui mekanisme APBD-P maupun tahun anggaran
berikutnya. Jika mengacu ketentuan tersebut, maka apabila terdapat sisa DAK dan tahun anggaran
berikutnya daerah yang bersangkutan tidak memperoleh DAK pada bidang yang sama, maka sisa DAK
tersebut tidak boleh dipergunakan. Menurut seorang responden, jika hal ini terjadi tentu mengakibatkan tidak
terjadinya optimalisasi penggunaan dana oleh pemerintah daerah karena sisa DAK tersebut harus “diparkir”
sampai menerima DAK lagi. Atau jika digunakan untuk membiayai kegiatan baru namun sisa dananya sangat
minim, maka terpaksa ditunjang dengan dana APBD yang berasal dari sumber penerimaan selain DAK. Jika
kegiatan baru tersebut menjadi prioritas daerah dan sesuai dengan kebutuhan riil daerah, tentu tidak menjadi
masalah. Namun jika tidak menjadi prioritas sementara anggaran daerah terbatas sehingga dialokasikan
untuk kegiatan lainnya, maka dana tersebut terpaksa akan “diparkir” saja dalam rekening daerah. Hal tersebut
tentu menimbulkan ironi jika terjadi di daerah yang anggarannya sangat minim. Untuk itu, perlu diatur lebih
tegas ketentuan mengenai penggunaan sisa DAK sehingga tidak menimbulkan ironi.
Berkaitan dengan aspek penganggaran program kegiatan yang akan dibiayai dengan DAK, berikut
saran-saran yang berhasil dihimpun dari responden di semua wilayah kajian:
1) Dana pendamping sebaiknya persentasenya kurang dari 10 persen atau dana pendamping 10
persen tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan non fisik, sehingga untuk dana operasional
VI-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
seperti perencanaan dan pengawasan pembangunan fisik, dapat mempergunakan alokasi DAK
yang diterima dan atau dana pendamping.
2) Perlu adanya sosialisasi tentang penggunaan sisa DAK, sehingga dalam proses penganggaran
dapat dilakukan optimalisasi penggunaan sisa DAK.
3) Usulan nomenklatur penganggaran belanja modal diubah menjadi hibah untuk DAK.
4) Untuk memudahkan proses perencanaan dan penganggaran, sebaiknya jenis transfer dana dari
pusat ke daerah tidak terlalu banyak.
5) Mekanisme yang selama ini terjadi masing-masing SKPD berhubungan langsung ke K/L,
penyampaian usulan dan koordinasi ke Pusat sebaiknya satu pintu melalui Bappeda Provinsi
sehingga akan mempermudah monitoring.
6) Penganggaran DAK sebaiknya dilakukan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Mekanisme yang selama ini terjadi, penganggaran alokasi DAK menjadi kewenangan pemerintah
pusat sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah hanya dalam
posisi pasif menerima porsi sesuai yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, disertai dengan
kewajiban untuk menyediakan dana pendamping. Jika ternyata mekanisme yang terjadi selama ini
menimbulkan permasalahan, maka harus dicari solusi bersama-sama, dan jika memang solusi
yang disepakati harus mengakibatkan perubahan regulasi, maka perlu dilakukan perubahan
regulasi. Tatanan aturan main yang diatur dalam berbagai regulasi yang disusun, sejatinya untuk
mempermudah tata kelola pemerintahan sehingga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat di daerah sesuai dengan substansi desentralisasi, bukan malah sebaliknya.
Dalam Tabel 6.1 berikut ini disajikan gambaran permasalahan terkait mekanisme penganggaran DAK
di wilayah kajian, yang dihimpun dari hasil jawaban responden atas kuesioner, focus group discussion, dan
wawancara:
VI-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 6.1
Permasalahan Penganggaran DAK di Daerah Kajian
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
• Penyediaan dana • Dikarenakan informasi • Diminimalkannya • Pemerintah daerah • Ketidaktransparanan • Pemerintah daerah akan
pendamping 10 persen tentang alokasi DAK yang kewajiban sharing bagi mengalami kesulitan untuk perhitungan alokasi DAK sangat terbantu dengan
sebagaimana diwajibkan akan dikucurkan menjelang pemerintah daerah menyediakan dana berdasarkan kriteria yang adanya DAK. Jika memang
oleh peraturan akhir tahun anggaran penerima DAK. Dana pendamping 10 persen. telah ditetapkan sesuai dengan prioritas dan
perundang-undangan berjalan, maka ketika pendamping 10 persen menyebabkan kebutuhan riil daerah,
serta “biaya umum” bagi menyusun R-APBD tahun terlalu besar bagi daerah • Alokasi DAK yang berubah ketidakpastian bidang maka penyediaan dana
Kabupaten Sleman tidak anggaran berikutnya, yang APBD-nya terbatas, setiap tahun akan sangat yang menerima DAK pendamping 10 persen pun
menjadi permasalahan, masih mengacu pada sehingga dana mempengaruhi APBD. serta tidak akan memberatkan.
namun dapat alokasi DAK tahun pendamping 10 persen kenaikan/penurunan Permasalahan yang timbul
memberatkan bagi anggaran sebelumnya. perlu dikurangi. alokasi DAK. Padahal karena kewajiban harus
daerah-daerah yang Kewajiban pemerintah • Kurang adanya kesesuaian kemampuan keuangan menyediakan dana
APBD-nya relatif kecil. daerah adalah • Alokasi DAK per bidang antara juknis dengan daerah rendah sehingga pendamping dan dana
menyediakan dana sulit diprediksi dari tahun kebutuhan daerah daerah tergantung lainnya (dana pendukung
• Kepastian memperoleh pendamping sebesar 10 ke tahun sehingga sehingga sangat dengan DAK. Oleh dan penunjang) dengan
alokasi dana DAK dan persen. Permasalahan menyulitkan perencanaan mengganggu alokasi karena itu DAK menjadi segala konsekuensinya
petunjuk teknis baru bisa untuk penganggaran dari dan penganggaran. Juknis anggaran di daerah. salah satu sumber sementara proses
diketahui sekitar bulan APBD dikarenakan dalam secara formal terlambat, Pemerintah pusat harus anggaran bagi perencanaan dan
Oktober sedangkan setiap pembahasan R- walaupun secara riil di mengantisipasi pemerintah daerah untuk penganggaran di daerah
proses anggaran APBD, Tim Anggaran akhir tahun anggaran K/L terlambatnya PMK yang melaksanakan telah berjalan, sejatinya
kabupaten pada bulan Pemerintah Daerah (TAPD) setiap tahun telah mengatur alokasi DAK dan pembangunan. tidak perlu terjadi jika dapat
tersebut sudah hampir dan Badan Anggaran melakukan langkah- peraturan menteri tentang Pemerintah pusat telah dilakukan sikronisasi
selesai, sehingga tim DPRD belum mengetahui langkah penyusunan teknis Juknis.. membuka peluang untuk proses perencanaan dan
anggaran harus bekerja bidang yang menerima bersama-bersama, itu, setiap tahun SKPD penganggaran antara
ekstra untuk DAK berikut alokasinya sekaligus membahas draft • Pemerintah daerah tidak diminta untuk melakukan pemerintah pusat dan
menyesuaikannya. sehingga untuk Juknis penggunaaan DAK. berani menjadikan draft pendataan dan pemerintah daerah.
Permasalahan lainnya penganggaran dalam Namun karena masih Juknis sebagai acuan mengirimkan data,
adalah apabila alokasi APBD hanya mengacu rancangan, maka dalam perencanaan dan namun kenyataannya
yang diterima Kabupaten pada besaran DAK tahun pemerintah daerah tidak penganggaran karena tidak mendapatkan
Sleman lebih besar dari sebelumnya. berani menjadikannya seringkali Juknis berbeda alokasi DAK sehingga
alokasi dana DAK tahun sebagai acuan dalam dengan draft sebelumnya. menimbulkan rasa
VI-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
sebelumnya, tim • Dana pendamping 10 perencanaan dan Dari aspek penganggaran pesimis.
anggaran terpaksa persen harus dipergunakan penganggaran . karena ada permasalahan
mengorbankan kegiatan untuk kegiatan fisik, namun dalam perencanaan • Sebagai bentuk
APBD lainnya agar dana masih diperlukan biaya kegiatan, maka dalam komitmen pemerintah
pendamping DAK bisa lainnya, misalnya untuk penganggaran pun daerah, wajar jika
tercukupi. biaya pengumuman terdapat perbedaan pemerintah daerah
pengadaan barang/jasa besarnya alokasi antara diwajibkan menyediakan
• Seringkali ada perubahan dan honor panitia DPA-SKPD dengan Juknis. dana pendamping.
regulasi yang pengadaan barang/jasa. Sebagai contoh DAK Permasalahan timbul
mempengaruhi Pemerintah daerah harus bidang kesehatan, ketika informasi alokasi
penganggaran dan menyediakan dana selain penganggaran sebelum DAK yang akan diterima
pelaksanaan, misalnya dana pendamping, Juknis diterima terlambat. Penyediaan
DAK Bidang Pendidikan. sehingga pemerintah dialokasikan untuk tiga dana pendamping pun
Dari sisi perencanaan daerah mempunyai kegiatan yaitu untuk mengalami
pada awal tahun alokasi alternatif berupa kegiatan rehabilitasi ketidakpastian. Ketika
untuk SD dan SMP: SD meningkatkan pendapatan sedang/berat gedung akhirnya menerima DAK,
sebesar 70 persen dan ataukah mengurangi kantor, pengadaan alat-alat maka dana pendamping
SMP sebesar 30 persen, belanja langsung untuk kesehatan (alkes) dan terpaksa diambillkan dari
setelah keluar kegiatan-kegiatan lainnya. pengadaan obat. Setelah dana anggaran yang lain
Permendiknas ternyata Selama ini yang terjadi juknis diterima kegiatan sehingga memberatkan
alokasi SMP sebesar 70 adalah dilakukan hanya diperbolehkan untuk anggaran program
persen dan SD sebesar pengurangan dari pos-pos rehabilitasi sedang/berat kegiatan yang lain yang
30 persen. Hal ini tentu belanja lainnya. Oleh gedung kantor, dan seharusnya dapat
saja berimbas pada karena itu, dana pengadaan obat. Untuk dibiayai secara wajar.
penganggaran karena pendamping sebaiknya menyesuaikan kegiatan Keterlambatan
harus mengubah persentasenya kurang dari dan anggaran sesuai juknis pemberitahuan Alokasi
penganggaran yang telah 10 persen atau dana dilakukan pada APBD DAK berakibat sulitnya
dilakukan sebelumnya. pendamping 10 persen Perubahan, sehingga mengalokasikan dana
Terkait pengganggaran tersebut dapat setelah ditetapkannya pendamping karena saat
bidang pendidikan dipergunakan untuk DPPA SKPD ada beberapa informasi alokasi DAK
semula penyelenggara di kegiatan non fisik. kegiatan yang tidak diterima, proses
Dinas pendidikan dilaksanakan, yaitu Rehab perencanaan dan
kemudian diluncurkan Puskesmas Ngalang penganggaran di daerah
Gedangsari II, dan
VI-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
langsung ke Sekolah pengadaan Alkes. sudah dimulai
menjadi dari Dinas sebelumnya sehingga
Pengelolaan Keuangan sangat dibatasi oleh
dan Kekayaan Daerah KUA-PPAS yang telah
(DPPKD) ke Dinas ditetapkan.
Pendidikan.
Konsekuensinya harus
melalui APBD-P, • Blockgrand dari
sehingga membawa kementrian teknis yang
implikasi terhadap proses langsung ke sekolah
pelaksanaan karena menjadi duplikasi
waktunya sudah sangat program kegiatan yang
sempit mengingat sama, yang dibiayai
diperlukan waktu untuk DAK.
proses lelang. Sebagai
contoh pembangunan
gedung perpustakaan
yang hanya 45 hari
kalender, padahal
normalnya 90 hari
kalendar. Jika regulasi
lebih awal disampaikan
dan atau tidak berubah,
tentu hal tersebut tidak
perlu terjadi.
VI-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB VII
IMPLEMENTASI DANA ALOKASI KHUSUS
7.1.Gambaran Umum
Permasalahan yang muncul dalam proses perencanaan dan penganggaran akan mempengaruhi
proses implementasi kegiatan yang dibiayai dengan DAK. Keterlambatan mendapatkan informasi kepastian
alokasi DAK yang diterima dan beserta Juknisnya, berimbas pada penyesuaian perencanaan dan
penganggaran dana pendamping dan dana lainnya (dana pendukung, dana penunjang atau biaya umum).
Jika penyesuaian anggaran dilakukan melalui perubahan APBD, maka waktu yang tersisa untuk
melaksanakan kegiatan yang dibiayai dengan DAK akan semakin sempit. Apabila kegiatan tersebut berupa
pengadaan barang atau pekerjaan konstruksi yang memerlukan proses pengadaan barang/jasa sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, maka waktu yang tersedia akan semakin berkurang karena proses
pengadaan barang/jasa membutuhkan waktu tersendiri.
Kendala lain pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan DAK pada umumnya hampir sama setiap
tahunnya, yaitu kecenderungan pihak ketiga (kontraktor) dalam pencairan dana. Pihak kontraktor lebih suka
mengajukan pencairan dana ketika kegiatan sudah selesai 100%, sehingga “kebiasaan” ini sangat
menyulitkan bagi pemerintah daerah dalam pelaporan penyerapan ke Direktur Jenderal Perimbangan
Kementerian Keuangan pada setiap tahapnya. “Kebiasaan” tersebut selalu dilakukan karena untuk mengurus
pencairan dana per termin/per tahap harus melalui proses yang cukup “melelahkan” dan seringkali
membutuhkan “biaya tambahan”.
Jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 89/PMK.07/2010, penyaluran DAK dari pemerintah pusat melalui beberapa tahap. Pada
pasal 26 disebutkan:
(1) Penyaluran DAK dilaksanakan secara bertahap, dengan rincian sebagai berikut:
a. Tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari alokasi DAK, paling cepat dilaksanakan pada bulan
Februari, setelah Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan
penyediaan dana pendamping diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;
b. Tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I diterima
oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;
c. Tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap II diterima
oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;
(2) Penyaluran secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan secara
sekaligus dan tidak melampaui tahun anggaran berjalan.
(3) Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan c,
disampaikan setelah penggunaan DAK telah mencapai 90% (sembilan puluh persen) dari penerimaan
DAK sampai dengan tahap sebelumnya.
(4) Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c,
diterima paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tahun anggaran berakhir.
(5) Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c
disusun dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
VII-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Berkaitan dengan aspek implementasi program kegiatan yang dibiayai dengan DAK, berikut saran-
saran yang berhasil dihimpun dari responden di semua wilayah kajian:
1) Mengingat perlunya waktu khusus untuk pengadaan barang/jasa, maka sangat penting PMK
mengenai alokasi DAK dan peraturan menteri teknis yang berisi petunjuk teknis dapat segera
diterbitkan dan diterima (secara fisik atau dapat diakses melalui internet) sebelum proses
perencanan dan penganggaran di daerah dimulai sehingga dapat langsung dialokasikan dalam
APBD (murni). Jika hal tersebut dapat dilakukan maka tidak perlu dilakukan penyesuaian anggaran
melalui mekanisme APBD-P. Dengan demikian, implementasi kegiatan dapat segera dimulai.
2) Selain untuk fisik, DAK sebaiknya juga bisa dialokasikan untuk pos operasional (non fisik) sehingga
tidak dibebankan pada APBD. Misalnya dalam pengembangan sistem informasi, DAK tidak hanya
digunakan untuk membeli personal computer, tetapi juga untuk melatih tenaga operator komputer.
Ada kementerian yang boleh mengalokasikan DAK yang sifatnya operasional, contohnya: fasilitasi
penyuluh berwujud kendaraan operasional.
3) Terkait dengan penyerapan dana, ada usulan agar serapan 90 persen bukan dari anggaran tetapi 90
persen dari lelang (kontrak pekerjaan).
4) Perlu diatur lebih jelas mengenai penggunaan DAK untuk menanggulangi dampak bencana. Dengan
demikian, DAK untuk bidang-bidang yang relevan dapat dipergunakan untuk menanggulangi
dampak bencana, meskipun secara normatif menurut Juknisnya tidak khusus diperuntukan bagi
penanggulangan dampak bencara. Kasus di wilayah kajian adalah terkait dengan erupsi Merapi
sehingga menimbulkan dampak yang perlu segera diatasi. Manfaat penggunaan DAK akan lebih
optimal jika dapat dipergunakan untuk menanggulangi dampak bencana.
Dalam Tabel 7.1, disajikan gambaran permasalahan terkait implementasi DAK di wilayah kajian
yang dihimpun dari hasil focus group discussion dan wawancara. Selanjutnya disajikan pula gambaran
implementasi DAK Infrastruktur Jalan (Tabel 7.2) dan Bidang Kesehatan (Tabel 7.3).
VII-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 7.1
Permasalahan Implementasi DAK di Daerah Kajian
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
• Perubahan regulasi sangat • Mekanisme perubahan • Juknis yang terlambat • Juknis dari kementerian terkait • Pada tahun 2010, Kota • Setelah kegiatan
mempengaruhi pelaksanaan, anggaran dilakukan diterima karena baru yang baru turun pada triwulan Yogyakarta tidak menerima disesuaikan dengan
seperti DAK bidang karena harus diterima setelah APBD terakhir, ketentuan spesifikasi DAK untuk bidang Juknis dan diubah pada
pendidikan. Selain itu, tahun menyesuaikan dengan ditetapkan dan dengan barang, terutama kendaraan infrastruktur jalan dan anggaran perubahan
2010 juga terjadi untuk DAK Juknis, sehingga menu selalu berubah- untuk kegiatan moda kesehatan, sehingga tidak (DPA-P tahun berjalan
bidang kesehatan. menghambat ubah, sehingga transportasi darat yang tidak ada program dan kegiatan melalui APBD-P), maka
pelaksanaan kegiatan. mempengaruhi sesuai dengan kebutuhan di bidang pembangunan implementasi kegiatan
• Kepastian Juknis implementasi kegiatan. daerah. Hal tersebut sangat kesehatan dan jalan yang yang dibiayai dengan
mempengaruhi kelancaran mempengaruhi dibiayai dengan dana DAK. DAK dimulai.
pekerjaan yang dibiayai implementasinya.Terkait Akan tetapi di tahun 2010
dengan DAK. Sebagai dengan perubahan juknis, Kota Yogyakarta menerima
contoh, juknis penggunaan pemerintah daerah sudah DAK untuk bidang
DAK bidang infrastruktur mengusulkan ke pemerintah pendidikan, sanitasi dan
yang sejak tahun 2007 tidak pusat namun tidak direspon lingkungan hidup. Untuk
berubah. Hal tersebut sangat sehingga harus mengubah tahun 2009, Kota
membantu kelancaran DPA-SKPD Yogyakarta menerima DAK
pelaksanaan pekerjaan. bidang infrastruktur jalan
• Untuk kegiatan yang dan kesehatan. Namun
• Penyaluran secara bertahap memerlukan jasa pejabat laporan DAK tahun 2009
tidak dapat dilaksanakan. pengadaan barang dan jasa sesuai dengan format SEB,
Laporan penyerapan juga mengalami hambatan tidak berhasil diperoleh.
penggunaan DAK yang disebabkan oleh Hal tersebut terjadi karena
disampaikan setelah terbatasnya jumlah personil adanya pergantian personil
penggunaan DAK telah pemegang sertifikat pengadaan pengelola DAK sehingga
mencapai 90% (sembilan barang dan jasa, sementara arsip-arsip tahun 2009
puluh persen) dari ada banyak sekali kegiatan yang sesuai dengan format
penerimaan DAK sampai yang memerlukan jasa mereka. SEB, tidak berhasil dilacak
dengan tahap sebelumnya. Untuk mengatasi kebutuhan keberadaannya.
personil yang memiliki sertifikat
pengadaan barang dan jasa
VII-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
tersebut Pemerintah • Secara umum, hambatan
Kabupaten Gunungkidul dalam implementasi
menempuh cara dengan kegiatan yang dibiayai
mengikutsertakan beberapa dengan DAK tetap sama
personil di masing-masing dengan daerah lain, yaitu
SKPD untuk mengikuti ujian terganggunya proses
sertifikasi pengadaan barang perencanaan dan
dan jasa, dengan demikian penganggaran
diharapkan pada tahun-tahun sebagaimana telah
yang akan datang diuraikan, yang
permasalahan tersebut tidak berimplikasi pada proses
terjadi lagi. implementasi.
VII-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 7.2
Gambaran Implementasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
• Pelaksanaan DAK Bidang • Juknis telah diterima • Dengan menggunakan • Setelah DPA-SKPD ditetapkan DAK bidang infrastruktur jalan Untuk implementasi
Infrastruktur Jalan tahun sejak 18 Desember Permen PU 42/2007 tanggal 6 Februari 2010, maka hanya diterima Kota kegiatan rehabilitasi ruas
2010 tetap mengacu pada 2007, sehingga ketika sebagai acuan dalam segera dikeluarkan SK Yogyakarta pada tahun 2009 Jalan Klangon-Tempel
Juknis yang diatur dalam menyusun RKA-SKPD penyusunan kegiatan, penetapan pelaksanaan yang dipergunakan, antara Kab. Sleman tidak
Permen PU No.42/2007 yang selama 10 September- pelaksanaan tidak pekerjaan tgl 17 Februari. lain untuk peningkatan jalan mengalami kendala
telah diterima sejak 20 20 November 2009, memerlukan perubahan Tender dilaksanakan 19 Mei-30 dengan AC-WC 4 Cm padat. berarti (lihat Lampiran 9).
November 2008. Oleh karena telah mempunyai anggaran. Proses Juni, kontrak tanggal 2 Juli Tidak ada kendala yang
itu, meskipun baru pedoman. Setelah pelaksanaan tender sedangkan pelaksanaan berarti kecuali realisasi
mendapatkan PMK tentang DPA-SKPD disahkan pekerjaan kontrak baru pekerjaan mulai Agustus s/d 16 tergantung pada antrian AMP.
alokasi dan pedoman umum tgl 13 Januari 2010, dilaksanakan Juni- Desember (Lihat Lampiran 7)
pada tanggal 11 November maka pada Tender September karena SK • Keberadaan Juknis yang telah
2009 serta menyusun RKA- telah dapat penetapan pelaksanaan diterima sebelum proses
SKPD di bulan November dilaksanakan sejak tgl kegiatan baru diterbitkan perencanaan dimulai menjadi
2009, pelaksanaan tender 20 Februari 2010, dan tanggal 2 Maret 2010. sangat membantu kelancaran
pekerjaan kontrak dapat kontrak ditandatangani • Tidak ada pelaksanaan pekerjaan karena
dilakukan pada 15 Juni 2010 tanggal 8 April 2010 permasalahan/hambatan dapat dimulai pada triwulan III
dan pelaksanaan pekerjaan (lihat Lampiran 3) dalam pelaksanaan sehingga masih mempunyai
dimulai pada tanggal 12 • Pembayaran kepada pekerjaan. cukup waktu untuk
Agustus 2010 (lihat lampiran pihak kontraktor menyelesaikan pekerjaan
1). dilaksanakan melalui selama 90 hari kalender.
• Pada tahap implementasi ini, tiga termin
sangat terlihat jelas bahwa pembayaran.
pembayaran kepada pihak • Tidak ada hambatan
ketiga dilakukan sekaligus dalam tahap
setelah selesainya implementasi ini.
pekerjaan.
• Tidak ada permasalahan dan
hambatan dalam
VII-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
pelaksanaan, kecuali oleh
faktor alam yaitu dengan
dengan tertimbunnya ruas
jalan Sidorejo-Glagaharjo
oleh lahar panas akibat
erupsi Gunung Merapi
tanggal 5 November
sepanjang 1,30 km sehingga
yang masih utuh hanya
sepanjang 200 m. Namun
berhubungan pekerjaan
pengaspalan telah selesai
dilaksanakan tgl 23 Oktober
dan telah dilaksanakan serah
terima perkerjaan tgl 25
Oktober, maka pekerjaan
tersebut tetap dibayarkan
100%
VII-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 7.3
Gambaran Implementasi DAK Bidang Kesehatan
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
• Perubahan regulasi sangat • Untuk menyesuaikan • Keterlambatan • Terkait dengan perubahan DAK bidang kesehatan hanya • Untuk implementasi
mempengaruhi pelaksanaan: dengn Juknis maka penerimaan Juknis dan juknis, pemerintah daerah diterima Kota Yogyakarta kegiatan pengadaan
DAK bidang kesehatan tahun harus dilakukan menu yang berubah- sudah mengusulkan ke pada tahun 2009 untuk alat-alat kedokteran
2010 difokuskan pada perubahan anggaran, ubah menghambat pemerintah pusat namun tidak Pelayanan Kesehatan Dasar umum di Laboratorium
pelayanan kesehatan primer sehingga implementasi: misalnya: direspon sehingga harus (6 kegiatan) dan Pelayanan Kesehatan tidak
(Puskesmas dan mempengaruhi pada tahun sebelumnnya mengubah DPA-SKPD. Terkait Rujukan (1 kegiatan) mengalami kendala
jaringannya) khususnya implementasi: Untuk menu untuk pengadaan pencairan/transfer dana dari berarti (lihat Lampiran
pembangunan Pos DAK bidang kesehatan roda empat bisa pemerintah pusat per 10).
Kesehatan Desa 2010, pelaksanaan dilaksanakan, namun termin/bertahap, menimbulkan • Pada implementasi
(Poskesdes). Disamping itu pekerjaan menjadi setelah juknis turun kesulitan SKPD. Hal tersebut kegiatan rehabilitasi
digunakan untuk pelayanan tertunda untuk kegiatan tersebut tidak tampak pada Anak Lampiran II Bangunan RS Grhasia,
kesehatan rujukan (Rumah pengadaan sepeda bisa dilaksanakan, SEB poin “Pelaksanaan” yang pada awalnya
Sakit Provinsi/Kab/Kota dan motor dan pengadaan sedangkan dalam RKA- tidak serinci seperti daerah lain mengalami hambatan
Balai Labkes Provinsi), obat karena menunggu SKPD dan DPA-SKPD (lihat Lampiran 8). faktor alam berupa
pengadaan obat dan karena menunggu sudah dialokasikan untuk Hujan, sehingga
perbekalan kesehatan penetapan anggaran kegiatan tersebut; maka Lebaran H-7 s/d H+7
kab/kota. Berbeda dengan perubahan (APBD-P), menimbulkan material terhambat tiba
tahun-tahun sebelumnya, sehingga baru bisa konsekuensi perubahan di lokasi. Namun, pada
DAK bidang kesehatan tahun dilaksanakan pada DPA-SKPD. Dengan akhirnya tidak selesai
2010 digunakan juga untuk triwulan IV adanya perubahan DPA- karena terkena dampak
pengadaan obat dan (Pelaksanaan SKPD akan erupsi merapi sehingga
perbekalan kesehatan dalam pekerjaan setelah mempengaruhi jadwal fisik baru tercapai
rangka memenuhi kebutuhan melalui proses tender pelaksanaan yang telah 42,77 % sedangkan
obat dan perbekalan baru dapat disusun oleh pelaksana, keuangan 33,778 %
kesehatan pada pelayanan dilaksanakan mulai khususnya pekerjaan sehingga terdapat sisa
kesehatan primer di tanggal 26 Oktober s/d fisik yang memerlukan dana sebesar RP.
Kab/kota. Kasus yang terjadi 14 Desember 2010 jadwal yang panjang, hal 2.147.328.568,-. Sisa
di Tahun 2010, untuk untuk pengadaan ini dikhawatirkan akan dana tersebut menjadi
pengadaan reagensia tidak sepeda motor, mempengaruhi kualitas DPA lanjutan tahun
jadi melaksanakan proses sedangkan pengadaan hasil pekerjaan. Jika anggaran 2011 (lihat
VII-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
lelang hal ini disebabkan Obat PKD mulai dicermati, pelaksanaan Lampiran 11).
acuan di dalam Daftar Obat dilaksanakan tgl 12 kegiatan pengadaan
Essensial Nasional (DOEN) Oktober s/d 13 obat, pengadaan
tahun 2008, SK Menkes RI Desember 2010) kendaraan sepeda motor
tentang Harga Obat Generik • Hal tersebut terjadi roda dua serta
yang berlaku dan Juknis karena Juknis baru pengadaan alat-alat
pengadaan obat publik dan diperoleh pada tanggal kedoketeran, kebidanan
perbekalan kesehatan untuk 15 Februari 2010 dan penyakit kandungan,
pelayanan kesehatan dasar melalui akses internet baru dapat dilaksanakan
dan SE Dirjen Bina (lihat Lampiran 4). setelah dilakukan
kefarmasian dan Alkes • Pembayaran perubahan DPA-SKPD
Perihal Daftar Obat dan dilaksanakan dengan (lihat Lampiran 6)
Perbekalan untuk pelayanan melalui empat tahap
kesehatan Dasar yang (uang muka, angsuran
berlaku tidak memuat daftar pertama, angsuran
reagensia kering. Perlu kedua dan angsuran
adanya ketiga), kecuali untuk
pemberitahuan/kejelasan Pengadaan sepeda
dalam bentuk surat motor dan Pengadaan
keputusan, khususnya Obat PKD yang
reagensia kering agar sesuai dibayarkan hanya
dengan kebutuhan di daerah. melalui dua tahap
Reagensia kering sangat (uang muka dan 100%)
dibutuhkan dari masing- karena waktunya sudah
masing puskesmas karena sangat mendesak.
harganya murah, mudah
pemakaiannya, praktis
sedangkan reagensia basah
harganya mahal dan sulit
pemakaiannya, perlu
kecermatan sehingga
dibutuhkan tenaga ahli.
Karena tidak berani
melaksanakan proses lelang
VII-8
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulonprogo Kab. Gunungkidul Kota Yogyakarta Prov. DIY
1 2 3 4 5 6
sehingga dana untuk
pengadaan reagensia dan
bahan kimia sebesar Rp
900.000.000,- dikembalikan
ke kas daerah.
VII-9
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI DANA ALOKASI KHUSUS
VIII-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Proyeksi pendapatan DAK dalam RKPD 2010 sebesar Rp. 35.976.000.000.-. Riilnya, alokasi DAK
tahun anggaran (TA) 2010 untuk Kabupaten Sleman sebesar Rp. 69.847.300.000.- untuk 8 (delapan) bidang
yang meliputi Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi, lnfrastruktur Air Minum,
Infrastruktur Sanitasi, Perikanan dan Kelautan serta Kehutanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa alokasi
DAK yang diterima Kabupaten Sleman lebih tinggi daripada proyeksi pendapatan DAK dalam RKPD. Untuk
dana pendamping APBD Kabupaten Sleman menyediakan dana sebesar Rp 8.233.599.000.-. Sampai dengan
akhir pelaksanaan DAK TA 2010 tanggal 31 Desember 2010, perkembangan kegiatan fisik sudah mencapai
100 persen dan keuangan terserap Rp. 51.163.246.596,52 atau 79,25 persen. Sisa DAK di Kas Daerah
adalah sebesar Rp.18.684.053.403,48 (Laporan Kemajuan Triwulan IV DAK, 2010).
Tabel 8.1
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Sleman Tahun 2006-2010
Persentase
Jumlah Persentase
Persentase Realisasi
Jumlah Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Kenaikan Realisasi DAK Terhadap
Tahun Alokasi DAK Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
/penurunan (Rp) Alokasi DAK
(Rp) (Rp) Pendamping Alokasi
Alokasi DAK + Dana
(Rp)
Pendamping
2006 5.204.705.000 - 578.301.000 5.783.006.000 5.204.705.000 100 90
2007 2.141.000.000 -58,86 225.400.000 2.366.400.000 2.141.000.000 100 90,47
2008 2.141.000.000 0 225.400.000 2.366.400.000 2.141.000.000 100 90,47
2009 8.325.000.000 288,84 833.600.000 9.158.600.000 8.503.204.000 102,14 92,84
2010 5.260.100.000 -36,82 526.048.000 5.786.148.000 5.407.591.000 102,80 93,46
Sumber Data:
• 2006, 2007: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman Tahun 2006 & 2007
• 2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non - Dana Reboisasi
Bidang Infrastruktur
• 2009: Laporan Triwulan IV Dana Alokasi Khusus, Tanggal 14 Januari 2010
• 2010: Laporan Triwulan IV Dana Alokasi Khusus, Tanggal 14 Januari 2011
VIII-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
93,46
2010 102,80
-36,82
92,84
2009 102,14
288,84
90,47
2008 100
0
90,47
2007 100
-58,86
90,00
2006 100
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Gambar 8.1.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan di
Kabupaten Sleman Tahun 2007-2010
Sumber Data:
• 2006, 2007: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman Tahun 2006 & 2007
• 2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non - Dana Reboisasi
Bidang Infrastruktur
• 2009: Laporan Triwulan IV Dana Alokasi Khusus, Tanggal 14 Januari 2010
• 2010: Laporan Triwulan IV Dana Alokasi Khusus, Tanggal 14 Januari 2011
Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 8.1 serta Gambar 8.1.; terlihat fluktuasi penerimaan
DAK bidang infrastruktur jalan. Hal tersebut memperkuat argumentasi bahwa besaran alokasi DAK memang
tidak dapat diprediksi karena Pemerintah Pusat telah mempunyai kriteria sendiri untuk menentukan alokasi
DAK bidang infrastruktur jalan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kewajiban bagi pemerintah daerah
adalah menyediakan dana pendamping 10 persen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tingkat penyerapan anggaran berdasarkan alokasi DAK setiap tahun rata-rata 100 persen, namun
jika dibandingkan tingkat penyerapan anggaran dengan total alokasi DAK ditambah dengan dana
pendamping, rata-rata di bawah 100 persen. Hal ini terjadi karena nilai kontrak/adendum kontrak selalu di
bawah pagu yang tersedia (Alokasi DAK + Dana Pendamping), sehingga tetap ada sisa anggaran sebagai
salah satu wujud efisiensi penggunaan anggaran.
Pada TA 2010, Kabupaten Sleman mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp. 5.260.100.000.- untuk
bidang infrastruktur jalan. Alokasi DAK tersebut diperuntukkan pemeliharaan berkala 10 (sepuluh) ruas jalan
dengan total panjang 14 kilometer (Km). Penggunaan alokasi DAK tersebut sesuai dengan prioritas keempat
dalam RKPD yaitu “Peningkatan ekonomi masyarakat yang didukung oleh penyediaan infrastruktur dan
pengelolaan lingkungan hidup”, dengan program di bidang infrastruktur jalan yaitu: Program
rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan. Program tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjan
Umum Nomor 42/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang
Infrastruktur yang diterbitkan pada tanggal 18 Desember 2007. Juknis ini baru diganti tahun 2010 dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 15/PRT/M/2010 Tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur pada tanggal 01 November 2010 yang mulai berlaku
untuk penggunaan DAK tahun 2011.
VIII-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dalam RKPD Tahun 2010, program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan akan dilaksanakan
di 54 ruas jalan dengan total panjang 84,75 km. Untuk membiayainya ditetapkan pagu indikatif dari APBD
sebesar Rp. 28.536.760.000.- dan DAK sebesar Rp. 13.897.600.000-. Dengan demikian, terlihat bahwa
harapan untuk mendapatkan DAK sesuai dengan pagu indikatif untuk rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan
jembatan tidak terwujud karena hanya mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp. 5.260.100.000.- DAK hanya
memenuhi 37,85 persen dari total alokasi DAK yang diharapkan akan diperoleh pada tahun anggaran 2010
sehingga hanya mampu membiayai pemeliharaan berkala untuk 11,90 persen ruas jalan dari total ruas yang
direncanakan.
Meskipun alokasi DAK bidang infrastruktur jalan yang diterima tidak sesuai dengan harapan
pemerintah Kabupaten Sleman, namun tetap memiliki dampak terhadap membaiknya pelayanan infrastruktur
jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pelaksanaan program dan kegiatan urusan pekerjaan
umum telah mampu meningkatkan kualitas maupun kuantitas prasarana jalan, jembatan, dan irigasi. Secara
fisik panjang jalan kabupaten sepanjang 1.085,13 km (jalan beraspal sepanjang 882,58 km, jalan kerikil 15
km, dan jalan tanah 187,55 km), dengan kondisi baik sepanjang 339,63 km, kondisi sedang sepanjang 418,40
km dan rusak sepanjang 327,1 km. Kondisi jalan baik pada tahun 2009 meningkat 0,08 persen dari panjang
314,33 km menjadi 339,63 km. Jumlah jembatan sebanyak 455 buah, dengan kondisi baik sebanyak 259
buah atau 58,20 persen. Kondisi jembatan baik pada tahun 2009 tersebut meningkat sebesar 50,58 persen
dari tahun 2008 yaitu sebanyak 172 buah (RKPD Kabupaten Sleman Tahun 2011: Evaluasi Hasil
Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu).
Tabel 8.2.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping, dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Kabupaten Sleman Tahun 2008-2010
Persentase
Persentase Jumlah Persentase
Realisasi
Jumlah Kenaikan Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Realisasi DAK Terhadap
Tahun Alokasi DAK /penurunan Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
(Rp) Alokasi DAK
(Rp) Alokasi DAK (Rp) Pendamping Alokasi
+ Dana
(Rp)
Pendamping
2006 5.660.000.000 - Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data - -
2007 2.053.000.000 -63,73 Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data - -
VIII-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
80,65
2010 89,62
-47,33
79,89
2009 87,13
324,55
100
2008 110,32
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Persentase Kenaikan/penurunan Alokasi DAK
Gambar 8.2.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan Di Kabupaten
Sleman Tahun 2008-2010
Sumber Data:
• 2006: Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus TA 2006. Lampiran PMK No.124/PMK.06/2005
• 2007: Penetapan Alokasi Dana Alokasi kHusus TA. Lampiran PMK No.128PMK.07/2006
• 2008: Penggunaan Dana DAK Non DR TA 2004-2009
• 2009: Laporan Triwulan IV Dana Alokasi Khusus, Tanggal 14 Januari 2010
• 2010: Laporan Triwulan IV Dana Alokasi Khusus, Tanggal 14 Januari 2011
Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 8.2 serta Gambar 8.2.; sebagaimana yang terjadi
dalam penerimaan DAK bidang infrastruktur jalan, alokasi DAK bidang kesehatan juga berfluktuasi. Dalam
bidang kesehatan pun sebagaimana bidang-bidang lainnya, besaran alokasi DAK tidak dapat diprediksi
karena Pemerintah Pusat telah mempunyai kriteria sendiri untuk menentukan alokasi DAK bagi daerah.
Tingkat penyerapan anggaran berdasarkan alokasi DAK berfluktuasi. Tahun 2008, penyerapan
anggaran110,2 persen yang artinya melebihi pagu alokasi DAK karena dana pendampingpun habis terserap.
Tahun 2009, alokasi DAK dapat terserap 100 persen sementara pada tahun 2010 hanya terserap 89,62
persen. Rendahnya penyerapan tahun 2010 terjadi karena pengadaan reagensia tidak dapat dilakukan
mengingat ketentuan spesifikasi reagensia berdasarkan Juknis DAK Kesehatan 2010 dipandang tidak sesuai
dengan kebutuhan Kabupaten Sleman sebagaimana telah diulas pada Bab VII.
Pada TA 2010, untuk bidang kesehatan Kabupaten Sleman mendapatkan alokasi DAK sebesar
Rp 4.590.729.000.- Alokasi DAK tersebut diperuntukkan membiayai kegiatan pengadaan obat-obatan,
pengadaan reagen serta pengadaan perbekalan kesehatan dan bahan gigi. Penggunaan alokasi DAK untuk
membiayai pengadaan obat-obatan tersebut sesuai dengan prioritas ketiga RKPD 2010 yaitu “Peningkatan
kualitas kesehatan dan pendidikan”. Dalam bidang kesehatan, direncanakan akan dilakukan kegiatan
“pengadaan obat dan perbekalan kesehatan” dengan pagu anggaran yang berasal dari APBD sebesar
Rp. 2,5 milyar. Untuk membiayai kegiatan tersebut, Pemerintah Kabupaten Sleman tidak mengharapkan
adanya alokasi DAK, namun ternyata justru memperoleh alokasi DAK untuk pengadaan obat-obatan sebesar
Rp. 3,1 milyar. Penggunaan alokasi DAK untuk membiayai kegiatan pengadaan obat-obatan sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1152/Menkes/SK/XI/2009 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2010. Dalam RKPD 2010, Pemerintah Kabupaten
Sleman justru mengharapkan adanya alokasi DAK untuk RSUD sebagaimana diperoleh pada tahun 2009,
namun ternyata tidak memperoleh alokasi DAK untuk RSUD pada tahun 2010.
VIII-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pelaksanaan program dan kegiatan untuk melaksanakan urusan kesehatan pada tahun 2009 telah
mampu mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Capaian indikator pembangunan kesehatan
mampu melebihi capaian, baik Provinsi maupun nasional:
a) Rata-rata usia harapan hidup 74,76 (laki-laki 72,60 tahun, perempuan 76,92 tahun) di atas rata-rata
provinsi 74 tahun dan nasional 70,6 tahun.
b) Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup sebesar 4,08 sedangkan Provinsi 19, nasional 34
per 1.000 KH.
c) Angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup sebesar 69,31, Provinsi 104/100.000
kelahiran hidup, angka nasional 228 per 100.000 kelahiran hidup.
d) Kondisi gizi buruk (0,53 persen), sedangkan pencapaian Provinsi sebesar 0,87 dan nasional
sebesar 3 persen.
Semakin membaiknya derajat kesehatan masyarakat tidak terlepas dari pemeliharaan dan
peningkatan sarana prasarana, rehabilitasi dan pembangunan gedung puskesmas dan puskesmas pembantu
yang representatif, kualitas obat di puskesmas yang semakin membaik. Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan
masyarakat ke puskesmas yang semakin meningkat, yaitu pada tahun 2008 sebanyak 1.047.687 orang dan
pada tahun 2009 sebanyak 1.051.686 orang. Berbagai Puskesmas di Kabupaten Sleman pada tahun 2009
telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2000/ISO 9001:2008 yakni Puskesmas Prambanan, Gamping I, Mlati I,
Kalasan, Depok I, Mlati II, Minggir, Ngemplak I, Sleman, Godean II, Depok II, Seyegan, dan Godean I, Ngaglik
I. Sampai saat ini pelayanan kesehatan yang telah memenuhi standar ISO 9001:2000 /ISO 9001:2008
sebanyak 14 Puskesmas, 1 Dinas dan 1 RSUD (RKPD Kabupaten Sleman Tahun 2011: Evaluasi Hasil
Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu).
Untuk melaksanakan program kegiatan yang berkaitan dengan prioritas pembangunan tersebut
diperlukan dukungan pendanaan, yang salah satunya dari pos dana perimbangan yaitu DAK. Proyeksi alokasi
DAK dalam RKPD yaitu sebesar Rp. 55,6 milyar. Dalam bidang infrastruktur, kebutuhan pendanaan terutama
diarahkan, antara lain untuk melakukan peningkatan, rehabilitasi dan pemerliharaan jalan dan jembatan serta
penyediaan fasilitas kesehatan. Hal tersebut untuk menjawab permasalahan masih terdapatnya kerusakan
infrastruktur jalan dan jembatan serta masih adanya fasilitas kesehatan yang belum memadai. Oleh karena
itu, mutlak dilakukan upaya-upaya untuk mempercepat membaiknya infrastruktur strategis melalui
peningkatan, pemeliharaan, dan rehabilitasi infrastruktur strategis.
VIII-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel. 8.3.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010
Persentase
Jumlah Persentase
Persentase Realisasi
Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Jumlah Alokasi Kenaikan Realisasi DAK Terhadap
Tahun Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
DAK (Rp) /penurunan (Rp) Alokasi DAK
(Rp) Pendamping Alokasi
Alokasi DAK + Dana
(Rp)
Pendamping
2006 10.110.000.000 - 1.011.000.000 11.121.000.000 11.119.876.000 109,99 99,99
2007 9.016.000.000 -10,82 901.600.000 9.917.600.000 9.914.671.000 109,97 99,97
2008 10.967.000.000 21,63 1.096.700.000 12.063.700.000 10.921.749.091 99,58 90,53
2009 9.463.000.000 -13,71 946.300.000 10.409.300.000 10.368.827.000 109,57 99,61
2010 4.420.387.841 -53,28 442.040.000 4.862.427.841 4.845.523.000 109,62 99,65
Sumber Data:
• 2006 dan 2007: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi Bidang Infrastruktur Tahun 2006-2007
• 2008: Laporan Realisasi Anggaran T.A 2008 (Tanggal 1 Jan 2008 s/d. 31 Des 2008)
• 2009: Laporan Akhir DAK T.A. 2009
• 2010: Laporan Akhir Kegiatan DAK Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul T.A 2010
99,65
2010 109,62
-53,28
99,61
2009 109,57
-13,71
90,53
2008 99,58
21,63
99,97
2007 109,97
-10,82
99,99
2006 109,99
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Gambar 8.3.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan di
Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010
Sumber Data:
• 2006 dan 2007: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi Bidang Infrastruktur Tahun 2006-2007
• 2008: Laporan Realisasi Anggaran T.A 2008 (Tanggal 1 Jan 2008 s/d. 31 Des 2008)
• 2009: Laporan Akhir DAK T.A. 2009
• 2010: Laporan Akhir Kegiatan DAK Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul T.A 2010
Untuk DAK bidang infrastruktur jalan dapat dilihat bahwa alokasi DAK dari tahun 2008 ke tahun
2010, terus mengalami penurunan, bahkan di tahun 2010 penurunan dana alokasi DAK mencapai 53,28
persen. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pemerintah Kabupaten Bantul
menyediakan dana pendamping 10 persen dari alokasi DAK yang diterima. Realisasi DAK jika dibandingkan
VIII-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan alokasi DAK selalu di atas 100 persen yang artinya dana pendamping pun dipergunakan untuk
membiayai kegiatan yang dibiayai dengan DAK, meskipun tidak semua dana pendamping dipergunakan. Hal
tersebut terlihat dalam Tabel 8.3 dan Gambar 8.3 bahwa persentase realisasi terhadap alokasi DAK dan dana
pendamping tidak mencapai 100 persen.
Alokasi DAK bidang infrastruktur jalan dipergunakan untuk membiayai kegiatan
rehabilitasi/peningkatan jalan kabupaten di beberapa ruas jalan, yaitu:
• Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Gedongkuning-Babadan (1 Km)
• Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Krapyak-Jalan Propinsi (0,8 Km)
• Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Talkondo-Bondowaluh (1 Km)
• Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Jebugan-Nogosari (0,5 Km)
• Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Wojo-Barongan (1 Km)
• Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Caturharjo-Bambanglipuro (1 Km)
• Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Bakulan-Trowolu (1 Km)
Pelaksanan kegiatan-kegiatan tersebut sejalan dengan Juknis penggunaan DAK infrastruktur jalan
yang diatur dalam bentuk Peraturan Menteri Pekerjaan Umum serta sesuai dengan RKPD Tahun 2010 yang
memuat rencana Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan dengan kegiatan
Rehabilitasi/Peningkatan Jalan di 18 (delapan belas) ruas jalan kabupaten. Dari jumlah tersebut, tujuh
diantaranya dapat dilakukan dengan sumber pembiayaan dari DAK.
Upaya Pemerintah Kabupaten Bantul untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah
guna membiayai pembangunan infrastruktur jalan, telah menunjukkan hasil yang baik. Kondisi jalan
kabupaten beraspal di Kabupaten Bantul pada akhir tahun 2008 dengan status mantap (baik dan sedang)
adalah 94,16 persen dari seluruh panjang jalan beraspal yang ada di Kabupaten Bantul. Namun demikian,
masih terdapat ruas-ruas jalan kabupaten beraspal tidak mantap sebesar 5,84 persen sehingga masih perlu
penanganan atau pemeliharaan untuk ruas jalan Kabupaten agar tetap dalam kondisi mantap. Di samping itu,
perlu pula perbaikan akses jalan untuk keperluan evakuasi dan distribusi logistik pada saat bencana. Untuk
kondisi jembatan yang ada rata-rata masih relatif baik tetapi terdapat jembatan yang perlu peningkatan.
VIII-8
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.4.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Kabupaten Bantul Tahun 2006-2010
Persentase
Jumlah Persentase
Persentase Realisasi
Jumlah Alokasi Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Kenaikan Realisasi DAK Terhadap
Tahun DAK Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
/Penurunan (Rp) Alokasi DAK
(Rp) (Rp) Pendamping Alokasi
Alokasi DAK + Dana
(Rp)
Pendamping
2006 5.700.000.000 - 570.000.000 6.270.000.000 6.021.968.182 105,65 96,04
2007 9.769.000.000 71,38 976.900.000 10.745.900.000 10.713.559.010 109,67 99,70
2008 11.111.000.000 13,73 1.111.100.000 12.222.100.000 12.158.255.900 109,43 99,48
2009 11.223.059.501 1,01 1.149.740.499 12.372.800.000 12.372.800.000 110,24 100
2010 8.419.340.000 -24,98 841.934.000 9.261.274.000 8.727.377.000 103,66 94,24
Sumber Data:
• 2006-2008: Rekapitulasi Realisasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
• 2009: Laporan Pelaksanaan DAK T.A 2009, Tanggal 11 Januari 2010
• 2010: Laporan Triwulan IV Kegiatan DAK Kabupaten Bantul, Tanggal 29 Desember 2010
94,24
2010 103,66
-24,98
100
2009 110,24
1,01
99,48
2008 109,43
13,73
99,7
2007 109,67
71,38
96,04
2006 105,65
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Gambar 8.4.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan di Kabupaten
Bantul Tahun 2006-2010
Sumber Data:
• 2006-2008: Rekapitulasi Realisasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
• 2009: Laporan Pelaksanaan DAK T.A 2009, Tanggal 11 Januari 2010
• 2010: Laporan Triwulan IV Kegiatan DAK Kabupaten Bantul, Tanggal 29 Desember 2010
Alokasi DAK bidang Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2010 mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 2008 dan 2009. Sebagaimana realisasi DAK bidang infrastruktur jalan, realisasi
DAK bidang kesehatan jika dibandingkan dengan alokasi DAK juga selalu di atas 100 persen yang artinya
dana pendamping pun dipergunakan untuk membiayai kegiatan yang dibiayai dengan DAK, meskipun tidak
semua dana pendamping dipergunakan. Hal tersebut terlihat dalam Tabel 8.4 dan Gambar 8.4 bahwa
persentase realisasi terhadap alokasi DAK dan dana pendamping tidak mencapai 100 persen.
VIII-9
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Alokasi DAK bidang kesehatan tahun 2010, antara lain dipergunakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
(1) Penyediaan obat-obatan dan perbekalan kesehatan
(2) Pengadaan sepeda motor dan kelengkapannya untuk bidan desa
(3) Perluasan Gedung Puskesmas dan Rehabilitasi berat (Puskesmas Banguntapan I, Dlingo II,
Sewon II, Sedayu I, Kasihan II dan Pundong)
(4) Pengembangan Ruang Gawat Darurat RSUD Panembahan Senopati
(5) Pengadaan Alat-alat Kesehatan RSUD Panembahan Senopati
Kegiatan-kegiatan tersebut sejalan dengan RKPD tahun 2010 yang memuat rencana untuk
melaksanakan Program Pengadaan, Peningkatan, dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/Pustu
dan Jaringannya; Program Obat dan Perbekalan Kesehatan; dan Program Pengadaan dan Peningkatan
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit paru-paru/ Rumah Sakit Mata. Kegiatan-
kegiatan tersebut juga sesuai dengan petunjuk teknis yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 1152/Menkes/SK/XI/2009 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2010.
Dalam melaksanakan urusan wajib kesehatan, Pemerintah Kabupaten Bantul masih menghadapi
permasalahan, antara lain: kualitas pelayanan dan sarana-prasarana kesehatan masih perlu ditingkatkan;
masih cukup tingginya angka kematian ibu melahirkan (18 per 12.857 kelahiran ) atau 140 per 100.000
kelahiran pada tahun 2008 dan kematian bayi (170 per 12.801 bayi ) atau 13,28 per 1000 bayi pada tahun
2008; perlunya peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan perilaku hidup sehat untuk mencegah
penularan penyakit DB, dan penyakit infeksi lainnya; masih ditemukan kasus gizi buruk sebesar 0,38 persen
atau 229 per 60.263 anak; dan ketersediaan dana operasional puskesmas yang masih belum mencukupi.
Pada tahun 2010, dibandingkan dengan tahun 2008, target di bidang kesehatan adalah
meningkatnya usia harapan hidup menjadi 72 tahun, menurunnya tingkat kematian bayi dari 10/1000 KH
menjadi 7/1000 KH dan kematian ibu melahirkan dari 72/100.000 menjadi 65/100.000 KH, penurunan angka
gizi buruk balita dari 0,8 persen menjadi 0,3 persen; penurunan angka penyakit menular DBD dari 0,60/1000
menjadi 0,1/1000, peningkatan penemuan TBC dari 55 persen menjadi 70 persen dan peningkatan angka
kesembuhan TBC dari 83 persen menjadi 95 persen, peningkatan PHBS, dan peningkatan kualitas layanan
kesehatan serta peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat.
Alokasi DAK Tahun Anggaran (TA) 2010 untuk Kabupaten Kulon Progo sebesar
Rp. 41.614.100.000.- lebih rendah bila dibandingkan dengan proyeksi Pendapatan DAK dalam RKPD 2010
yaitu sebesar Rp. 56.339.000.000.- Alokasi DAK TA 2010 dialokasikan untuk 12 (dua belas) bidang, yang
meliputi: Pendidikan, Kesehatan, Jalan, Irigasi, Kelautan dan Perikanan, Air Minum, Pertanian, Lingkungan
Hidup, Keluarga Berencana, Sanitasi, Kehutanan, dan Sarana Prasarana Pedesaan. Dari jumlah alokasi
DAK tersebut Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menyediakan dana pendamping sebesar
VIII-10
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Rp. 4.395.885.000,- Sampai dengan 31 Desember 2010, realisasi fisik kegiatan yang dibiayai oleh DAK yaitu
sebesar 100 persen dan keuangan yang terserap hanya sebesar 17.952.431.080,00 atau sebesar 43,14
persen dari jumlah alokasi DAK yang diterima (Laporan Penyerapan Penggunaan DAK Tahun Anggaran
2010).
Rendahnya keterserapan dana DAK ini disebabkan oleh tidak terlaksananya kegiatan bidang
pendidikan. Hal ini dikarenakan Adanya perubahan mekanisme pengelolaan DAK Bidang Pendidikan yang
semula (pada tahun 2009) dikelola langsung oleh Sekolah dalam bentuk dana Hibah, namun untuk tahun
2010 tidak diperbolehkan, hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun 2010 yang menyatakan bahwa untuk menjamin
efektifitas, efisiensi dan akrrntabilitasnya maka pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan harus menggunakan
metode pengadaan barang dan jasa yang mengacu kepada mekanisme sesuai dengan peraturan
perundangan dan tidak dalam bentuk block grant/hibah ke penerima manfaat atau sekolah.
Tabel 8.5.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2010
Persentase
Jumlah Persentase
Persentase Realisasi
Jumlah Alokasi Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Kenaikan Realisasi DAK Terhadap
Tahun DAK Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
/Penurunan (Rp) Alokasi DAK
(Rp) (Rp) Pendamping Alokasi
Alokasi DAK + Dana
(Rp)
Pendamping
2006 8.925.000.000 - 892.500.000 9.817.500.000 9.817.500.000 110 100
2007 7.956.000.000 -10,85 795.600.000 8.751.600.000 7.956.000.000 100 91,91
2008 9.799.000.000 23,16 979.900.000 10.778.900.000 9.799.000.000 100 90,91
2009 6.938.000.000 -29,20 693.800.000 7.631.800.000 7.378.233.992 106,35 96,68
2010 3.184.097.000 -54,11 318.410.000 3.502.507.000 3.152.545.728 99,01 90,01
Sumber data:
• 2006-2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi Bidang Infrastruktur
• 2009: Laporan Akhir Kegiatan DAK Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
• 2010: Laporan Penyerapan Penggunaan DAK Tahun 2010
VIII-11
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
90,01
2010 99,01
-54,11
96,68
2009 106,35
-29,2
90,91
2008 100
23,16
90,91
2007 100
-10,85
100
2006 110
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Persentase Kenaikan/penurunan Alokasi DAK
Gambar 8.5
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan di
Kabupaten KulonprogoTahun 2006-2010
Sumber data:
• 2006-2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi Bidang Infrastruktur
• 2009: Laporan Akhir Kegiatan DAK Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
• 2010: Laporan Penyerapan Penggunaan DAK Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 8.5. dan Gambar 8.5 diatas menunjukkan penerimaan DAK tertinggi yaitu pada
tahun 2008 sebesar Rp. 9.799.000.000,- mengalami peningkatan sebesar 23,16 persen bila dibandingkan
tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah alokasi DAK yang diterima hanya sebesar
Rp. 3.184.097.000,- Jika dilihat dari tingkat penyerapan anggaran berdasarkan alokasi DAK rata-rata diatas
100 persen, dan jika berdasarkan alokasi DAK ditambah dengan dana pendamping keterserapannya berkisar
antara 90-100 persen. Di Kabupaten Kulon Progo alokasi DAK bidang infrastruktur jalan Tahun 2010
dipergunakan untuk:
1. Pembangunan Jembatan (rehabilitasi/pemeliharaan jembatan)
a) Pembangunan Jembatan Dipan-Kulur
b) Pembangunan Jembatan Siwates
c) Pembangunan Jembatan Margisari Kepek
2. Pemeliharaan Berkala Jalan Kabupaten
a) Pemeliharaan Berkala. Jl. Watumurah-Nogosari
b) Pemeliharaan Berkala Jl. BD. Tirtorahayu-Karangsewu
3. Peningkatan Jalan Kabupaten
a) Peningkatan Jl. Karangnongko-Nanggum
b) Peningkatan Jl. Nolambur-Plono
Penggunaan alokasi DAK tersebut sesuai dengan prioritas keempat dalam RKPD tahun 2010 yaitu
”Peningkatan Sarana dan Prasarana”, dengan program yang dilaksanakan yaitu Pembangunan Jembatan
(rehabilitasi/pemeliharaan jembatan), Pemeliharaan Berkala Jalan Kabupaten, dan Peningkatan Jalan
Kabupaten. Program yang dilaksanakan tersebut sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi
Khusus Bidang Infrastruktur.
VIII-12
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Menurut informasi yang bersumber dari RKPD Tahun 2010 dan 2009, sarana jalan Kabupaten di
Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 sepanjang 925,303 km, dalam kondisi baik sepanjang 396,395 km (42,83
persen), dalam kondisi sedang 392,111 km (42,37 persen), kondisi rusak 110, 175 km, dan kondisi rusak
berat sepanjang 26,622 km (2,87 persen). Untuk jalan Negara sepanjang 28,570 km, dalam kondisi baik, dan
jalan Propinsi sepanjang 158,50 km dengan kondisi baik 126,100 km, kondisi sedang 30,400 km, dan kondisi
rusak berat 2,000 km. Jumlah jembatan pada tahun 2009 sebanyak 429 buah, meliputi 12 buah jembatan
Negara, jembatan Provinsi sebanyak 63 buah, jembatan Kabupaten sebanyak 354 buah; dengan kondisi baik
329 buah, dan 63 buah dalam keadaan rusak.
Pada tahun 2008 dalam kondisi baik sepanjang 402,126 km, dalam kondisi sedang 441,381 km,
kondisi rusak 69,796 km, dan kondisi rusak berat sepanjang 12,000 km, sedangkan jalan negara sepanjang
28,570 km, dalam kondisi kondisi baik, dan jalan Provinsi sepanjang 158,50 km dengan kondisi baik 126,100
km, kondisi sedang 30,400 km, dan kondisi rusak berat 2,000 km. Ditinjau dari jenis permukaan jalan Negara
dan Provinsi telah diaspal sedangkan untuk jalan Kabupaten yang telah beraspal sepanjang 515,668 km,
jalan berkerikil sepanjang 294,988 km dan jalan tanah sepanjang 114,647 km. Jumlah jembatan pada tahun
2008 sebanyak 429 buah, meliputi 12 buah jembatan Negara, jembatan Provinsi sebanyak 63 buah, jembatan
Kabupaten sebanyak 354 buah; dengan kondis baik 329 buah, dan 63 buah dalam keadaan rusak.
Dari kondisi jalan yang ada di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan bahwa pembiayaan
peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan, baik itu dari APBD maupun dari DAK bidang infastruktur jalan
selama ini belum bisa mengakomodir peningkatan kualitas infrastruktur jalan dan jembatan di Kabupaten
Kulon Progo, untuk itu perlu strategi dan kebijakan yang nyata, baik itu dari Pemerintah Pusat maupun dari
Pemerintah Daerah.
Tabel 8.6.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2010
Persentase
Persentase Jumlah Persentase
Realisasi
Jumlah Alokasi Kenaikan Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Realisasi DAK Terhadap
Tahun DAK /Penurunan Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
(Rp) Alokasi DAK
(Rp) Alokasi DAK (Rp) Pendamping Alokasi
+ Dana
(Rp)
Pendamping
2006 6.110.000.000 - tidak ada data tidak ada data tidak ada data - -
2007 8.247.000.000 34,98 tidak ada data tidak ada data tidak ada data - -
2008 9.484.050.000 15,00 tidak ada data tidak ada data 8.927.657.091 94,13 -
2009 6.964.000.000 -26,57 696.400.000 7.660.400.000 7.362.128.398 105,72 96,11
2010 4.502.000.000 -35,35 450.200.000 4.952.200.000 4.524.627.969 100,50 91,37
Sumber data:
• 2006: Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus TA 2006. Lampiran PMK No.124/PMK.06/2005
• 2007: Penetapan Alokasi Dana Alokasi kHusus TA. 2007 Lampiran PMK No.128PMK.07/2006
• 2008: Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2008
• 2009: Laporan Akhir Kegiatan DAK Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
• 2010: Laporan Penyerapan Penggunaan DAK T.A 2010 (Tanggal 17 Januari 2011)
VIII-13
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
91,37
2010 100,50
-35,35
96,11
2009 105,72
-26,57
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Gambar 8.6
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan di Kabupaten
KulonprogoTahun 2007-2010
Sumber data:
• 2006: Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus TA 2006. Lampiran PMK No.124/PMK.06/2005
• 2007: Penetapan Alokasi Dana Alokasi kHusus TA 2007. Lampiran PMK No.128PMK.07/2006
• 2008: Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2008
• 2009: Laporan Akhir Kegiatan DAK Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
• 2010: Laporan Penyerapan Penggunaan DAK T.A 2010 (Tanggal 17 Januari 2011)
Berdasarkan data yang disajikan dalam tabel 8.6. dan gambar 8.6. diatas, menunjukan bahwa
tingkat penyerapan anggaran berdasarkan alokasi DAK hampir sama dengan bidang infrastruktur jalan, yang
mampu menyerap anggaran diatas 90 persen, begitu juga dengan penyerapan anggaran berdasarkan alokasi
DAK ditambah dana pendamping. Penyerapan yang optimal ini dikarenakan juknis DAK kesehatan tahun
2010 telah sesuai dengan kebutuhan Kabupaten Kulon Progo, walaupun juknisnya terjadi keterlambatan
namun pekerjaan dapat diselesaikan setelah perubahan DPA-SKPD.
Alokasi DAK pada tahun 2010 diperuntukkan untuk:
1) Pengadaan konstruksi bangunan
a) Perluasan/pembangunan Puskesmas Pengasih II
b) Pembangunan Poskesdes Sukoreno
c) Pembangunan Poskesdes Pandowan
2) Pengadaan Kendaraan Operasional
- Pengadaan sepeda motor roda 2
3) Pengadaan Peralatan Kesehatan
- Puskesdes Set
4) Pengadaan Obat
Penggunaan alokasi DAK untuk membiayai peningkatan kualitas pelayanan kesehatan tersebut
sesuai dengan prioritas ketiga RKPD 2010 yaitu” Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan”. Dengan
adanya Alokasi DAK bidang kesehatan, berimplikasi positif terhadap pembangunan kesehatan di Kabupaten
Kulon Progo. Dimana beberapa indikator derajat kesehatan masyarakat terjadi peningkatan, antara lain:
VIII-14
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
a) Angka harapan hidup penduduk mengalami kenaikan. Pada tahun 2007 angka harapan hidup
73,47 tahun, dan pada tahun 2008 menjadi 73,79 tahun.
b) Kasus malaria pada tahun 2009 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2008, dari 73 kasus
menjadi 93 kasus sedangkan angka kesakitan perseribu penduduk pertahun (API) mengalami
penurunan dari 0,02 permil menjadi 0,015 permil.
c) Angka kematian ibu mengalami kenaikan, pada tahun 2009 sebesar 165,5 (10 kasus) per 100.000
kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2008 sebesar 72,69 (4 kasus) per 100.000 kelahiran hidup.
Angka tersebut bila dibandingkan dengan target nasional yang sebesar 307 per 10.000 kelahiran
hidup, tingkat capaian di Kulon Progo termasuk baik.
d) Angka kematian bayi mengalami kenaikan, pada tahun 2009 sebesar 15,89 (98 kasus) per 1.000
kelahiran hidup, sedangkan tahun 2008 sebesar 12,9 (71 kasus) per 1.000 kelahiran hidup. Bila
dibandingkan dengan target nasional yang sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup maka tingkat
capaian Kulon Progo termasuk baik.
Proyeksi pendapatan DAK dalam RKPD 2010 sebesar Rp.71.523.000.000,- Riilnya, alokasi DAK
Tahun Anggaran (TA) 2010 untuk Kabupaten Gunungkidul sebesar Rp.77.574.200.000,- untuk dua belas
bidang yang meliputi Pertanian, Infrastruktur SPAM Perdesaan, Infrastruktur Sanitasi, Infrastruktur Prasarana
Jalan, Irigasi, Kesehatan Dasar, Kesehatan Rujukan RSUD Wonosari, Keluarga Berencana, Lingkungan
Hidup, Sarana & Prasarana Perdesaan, Kehutanan, Perkebunan, Kelautan dan Perikanan serta Pendidikan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa alokasi DAK yang diterima Kabupaten Gunungkidul lebih tinggi daripada
proyeksi pendapatan DAK dalam RKPD. Untuk dana pendamping APBD Kabupaten Gunungkidul
menyediakan dana sebesar Rp 8.233.599.000,-
Sampai dengan akhir pelaksanaan DAK TA 2010 tanggal 31 Desember 2010, perkembangan
kegiatan fisik sudah mencapai 100 persen dan keuangan terserap Rp 51.163.246.596,52 atau 79,25 persen.
Sisa DAK di Kas Daerah adalah sebesar Rp18.684.053.403,48 (Laporan Kemajuan Triwulan IV DAK, 2010).
VIII-15
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.7
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping, dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2006-2010
Persentase
Persentase Jumlah Persentase
Realisasi
Jumlah Alokasi Kenaikan Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Realisasi DAK Terhadap
Tahun DAK /Penurunan Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
(Rp) Alokasi DAK
(Rp) Alokasi DAK (Rp) Pendamping Alokasi
+ Dana
(Rp)
Pendamping
2006 6.030.000.000 - 870.000.000 6.900.000.000 6.030.000.000 100 87,39
2007 8.154.000.000 35,22 856.000.000 9.010.000.000 8.154.000.000 100 90,50
2008 9.992.000.000 22,50 999.200.000 10.991.200.000 10.982.125.000 109,91 99,92
2009 8.501.000.000 -14,92 850.000.000 9.351.000.000 8.913.010.000 104,85 95,32
2010 4.620.820.756 -45,64 462.082.100 5.082.902.856 5.049.547.100 109,28 99,34
Sumber data:
• 2006-2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi Bidang Infrastruktur
• 2009: Laporan Akhir Pelaksanaan DAK T.A 2009
• 2010: Laporan Pemantauan Pelaksanaan DAK Bidang Infrastruktur Jalan Kabupaten Tahun 2010
99,34
2010 109,28
-45,64
95,32
2009 104,85
-14,92
99,92
2008 109,91
22,50
90,5
2007 100
35,22
87,39
2006 100
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Gambar 8.7
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan di
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2006-2010
Sumber data:
• 2006-2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Non Dana
Reboisasi Bidang Infrastruktur
• 2009: Laporan Akhir Pelaksanaan DAK T.A 2009
• 2010: Laporan Pemantauan Pelaksanaan DAK Bidang Infrastruktur Jalan Kabupaten Tahun 2010
Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 8.7 dan Gambar 8.7; penerimaan DAK bidang
infrastruktur jalan di Kabupaten Gunungkidul seperti Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yaitu berfluktatif dan tidak dapat diprediksi.
Tingkat penyerapan anggaran berdasarkan alokasi DAK setiap tahun rata-rata 100 persen, namun
jika dibandingkan tingkat penyerapan anggaran dengan total alokasi DAK ditambah dengan dana
pendamping, rata-rata masih di bawah 100 persen. Hal ini terjadi karena nilai kontrak/adendum kontrak selalu
VIII-16
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
di bawah pagu yang tersedia (Alokasi DAK + Dana Pendamping), sehingga tetap ada sisa anggaran sebagai
salah satu wujud efisiensi penggunaan anggaran.
Pada TA 2010, Kabupaten Gunungkidul mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp. 4.620.820.756,-
untuk bidang infrastruktur jalan. Alokasi DAK tersebut diperuntukkan:
- Pemeliharaan Jalan Tawang-Serut, Panjang 1,14 Km
- Pemeliharaan Jalan Ngawen-Sp.4 Bundelan, panjang 1,775 km
- Pemeliharaan Jalan Karangmojo-Pojong dan Lingkar Kota Ponjong panjang 1,05 km
- Pemeliharaan Jalan Nglipar-Wotgaleh, panjang 1,306 km
- Pemeliharaan Jalan Karangmojo-Ponjong dan Lingkar Kota Ponjong, panjang 1,05 Km
- Pemeliharaan Jalan Nglipar-Wotgaleh, Panjang 1,306 Km
- Pemeliharaan Jalan Gading-Karangtengah, panjang 1,0 km
- Pemeliharaan Ruas Jalan Temanggung-Krambilsawit, panjang 1,0 km
- Pemeliharaan Ruas jalan Planjan-Kanigoro, Panjang 1,0 km
Penggunaan alokasi DAK tersebut sesuai dengan prioritas keempat dalam RKPD yaitu ”Peningkatan
Upaya Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Rakyat”, dengan program di bidang infrastruktur jalan
yaitu: Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan.
Program tersebut sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang
Infrastruktur. Dalam RKPD 2010, Untuk membiayainya ditetapkan pagu indikatif dari APBD sebesar
Rp. 12.993.550.000,- Dengan demikian, terlihat bahwa harapan untuk mendapatkan DAK sesuai dengan
pagu indikatif untuk rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan tidak terwujud karena hanya mendapatkan
alokasi DAK sebesar Rp 4,62 milyar. DAK hanya memenuhi 35,56 persen dari total alokasi DAK yang
diharapkan. Harapan yang tinggi untuk pembiayaan infrastruktur jalan memang wajar mengingat masih
banyak jalan di Kabupaten di Kabupaten Gunungkidul dalam kondisi tidak mantap. Secara fisik apabila
kondisi jalan-jalan tersebut tidak segera ditangani akan menjadi lebih kritis. Berdasarkan data yang
bersumber dari RKPD Tahun 2011, walaupun jaringan jalan kabupaten di Kabupaten Gunungkidul sudah
mampu menjangkau seluruh wilayah, hanya saja tidak semua ruas jalan dalam kondisi baik. Panjang ruas
jalan sekitar 817,16 km, dengan kondisi baik pada tahun 2009 sekitar 481,68 km atau 58,94 persen; kondisi
sedang sekitar 137,70 km atau 16,85 persen, dan kondisi kurang sekitar 199,1 km atau 24,36 persen. Untuk
jembatan di Kabupaten Gunungkidul berjumlah 171 buah dengan panjang keseluruhan 2.287,30 meter.
Sebanyak 6,49 persen diantaranya dalam kondisi baik, selebihnya mengalami kerusakan baik rusak ringan,
sedang, hingga berat (kondisi kritis dan runtuh).
Meskipun alokasi DAK bidang infrastruktur jalan yang diterima tidak sesuai dengan harapan
pemerintah Kabupaten Gunungkidul, namun tetap memiliki dampak terhadap membaiknya pelayanan
infrastruktur jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jenis jalan dalam kondisi baik pada tahun
2009 menjadi 408,15 km dibandingkan tahun sebelumnya 359,50 km.
VIII-17
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.8.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2006-2010
Persentase
Persentase Jumlah Persentase
Realisasi
Jumlah Alokasi Kenaikan Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Realisasi DAK Terhadap
Tahun DAK /Penurunan Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
(Rp) Alokasi DAK
(Rp) Alokasi DAK (Rp) Pendamping Alokasi
+ Dana
(Rp)
Pendamping
2006 6.200.000.000 - 750.000.000 6.950.000.000 6.805.515.000 109,77 97,92
2007 10.140.000.000 63,55 1.014.000.000 11.154.000.000 10.385.812.600 102,42 93,11
2008 11.391.000.000 12,34 1.139.100.000 12.530.100.000 11.272.429.304 98,96 89,96
2009 7.504.000.000 -34,12 750.400.000 8.254.400.000 7.583.831.450 101,06 91,88
2010 5.182.800.000 -30,93 543.890.800 5.726.690.800 5.698.765.150 109,96 99,51
Sumber Data:
• 2006: Laporan Kegiatan DAK Bidang Kesehatan Kab. Gunungkidul Triwulan I, II, III & IV T.A 2006
• 2007: Laporan Realisasi Fisik & Keuangan; Triwulan IV Tahun 2007
• 2008: Laporan Realisasi Fisik & Keuangan DAK Dinas Kesehatan & KB; Triwulan II Tahun 2008
• 2009: Laporan Akhir Pelaksanaan DAK T.A 2009
• 2010: Laporan Akhir Kegiatan DAK Bidang Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
99,51
2010 109,96
-30,93
91,88
2009 101,06
-34,12
89,96
2008 98,96
12,34
93,11
2007 102,42
63,55
97,92
2006 109,77
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Gambar 8.8.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Kesehatan di Kabupaten
GunungkidulTahun 2006-2010
Sumber Data:
• 2006: Laporan Kegiatan DAK Bidang Kesehatan Kab. Gunungkidul Triwulan I, II, III & IV T.A 2006
• 2007: Laporan Realisasi Fisik & Keuangan; Triwulan IV Tahun 2007
• 2008: Laporan Realisasi Fisik & Keuangan DAK Dinas Kesehatan & KB; Triwulan II Tahun 2008
• 2009: Laporan Akhir Pelaksanaan DAK T.A 2009
• 2010: Laporan Akhir Kegiatan DAK Bidang Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 8.8 dan Gambar 8.8; terlihat bahwa alokasi DAK
berfluktuatif, sebagaimana yang terjadi dalam penerimaan DAK infrastruktur jalan. Alokasi DAK tertinggi yaitu
pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 11.391.000.000,- sedangkan pada Tahun Anggaran 2010, Kabupaten
Gunungkidul mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp.5.182.500.000,-
VIII-18
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tingkat penyerapan anggaran berdasarkan alokasi DAK berfluktuasi. Tahun 2006 dan 2007,
penyerapan anggaran 109,7 persen dan 102,42 persen, artinya melebihi alokasi DAK murni dan sisanya
menggunakan dana pendamping. Tahun 2008, alokasi DAK hanya terserap 98.,95 persen. Sedangkan pada
tahun 2009 dan 2010 dapat terserap 100 persen. Optimalnya penyerapan tahun 2010 dikarenakan Juknis
DAK kesehatan 2010 telah sesuai dengan kebutuhan Kabupaten Gunungkidul.
Alokasi DAK pada tahun 2010 difokuskan pada pelayanan kesehatan dasar dan pengadaan obat
dan perbekalan kesehatan. Pelayanan kesehatan dasar meliputi:
a) Peningkatan Puskesmas:
a.1. Peningkatan Puskesmas Ngawen II Menjadi Rawat Inap seluas 923,20 m2
a.2. Puskesmas Gedangsari II (dari pustu menjadi puskesmas) seluas 84,00 m2
b) Relokasi Puskesmas Karangmojo II seluas 480,00 m2
c) Pengadaan Alkes Puskesmas Gedangsari II dan Puskesmas Ngawen II
Penggunaan alokasi DAK untuk membiayai dan pengadaan obat-obatan tersebut sesuai dengan
prioritas pertama RKPD 2010 yaitu “peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pendapatan
masyarakat”. Untuk membiayai kegiatan tersebut ditetapkan pagu indikatif dari APBD sebesar Rp. 1,93
milyar. Hal ini dapat segera terwujud karena jumlah alokasi DAK yang diterima sebesar Rp. 3 milyar.
Sedangkan untuk membiayai pelayanan kesehatan dasar, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak
mengharapkan adanya alokasi DAK, namun ternyata justru memperoleh alokasi DAK sebesar Rp. 2,17
milyar.
Penggunaan alokasi DAK untuk membiayai kegiatan pengadaan obat-obatan sesuai Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2010.
Walaupun derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Gunungkidul mengalami peningkatan, namun
upaya pembangunan kesehatan perlu terus ditingkatkan mengingat beberapa capaian indikator
pembangunan kesehatan yang masih dibawah capaian Provinsi. diantaranya:
e) Rata-rata usia harapan hidup 70,6 sama dengan rata-rata nasional yaitu 70,6 tahun namun masih
di bawah rata-rata provinsi 74 tahun
f) Kondisi gizi buruk (1,17 persen), sedangkan pencapaian provinsi sebesar 0,87 dan nasional
sebesar 3 persen.
Masih rendahnya tingkat pencapaian pembangunan di bidang kesehatan di Kabupaten Gunungkidul
dipengaruhi oleh beberapa permasalahan, diantaranya: 1) akses dan kualitas pelayanan kesehatan kurang
memadai karena kendala biaya dan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan, walaupun ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan meningkat pesat; 2) rendahnya tingkat keberlanjutan pelayanan kesehatan pada ibu
dan anak, khususnya pada penduduk miskin; 3) terjadinya kekurangan jumlah, jenis, mutu tenaga kesehatan
dan penyebarannya yang kurang merata; 4) jaminan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin belum
sepenuhnya dapat meningkatkan status kesehatan penduduk miskin dan skema asuransi kesehatan belum
sepenuhnya menerapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ideal.
VIII-19
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
4) Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam Mewujudkan Pemerintah yang Bersih;
Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran;
5) Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya;
6) Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Daerah;
7) Mewujudkan Yogyakarta Kota Sehat;
8) Peningkatan Kualitas Lingkungan;
9) Pengurangan Risiko Bencana.
Dalam RKPD Tahun 2009, proyeksi alokasi DAK sebesar 32,238 milyar rupiah. Realisasinya,
Pemerintah Kota Yogyakarta memperoleh alokasi DAK sebesar 36,491 milyar rupiah; melebihi proyeksi.
Alokasi DAK tersebut untuk Bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi,
Infrastruktur Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, Kelautan dan Perikanan, Lingkungan Hidup, Keluarga
Berencana, dan Perdagangan. Sebagai konsekuensi logis, Pemerintah Kota Yogyakarta menganggarkan
dana pendamping sebesar 5,948 milyar rupiah, lebih dari sepuluh persen sebagaimana diwajibkan peraturan
perundang-undangan. Dari alokasi DAK Tahun 2009, realisasi penyerapan mencapai 35,853 milyar rupiah
sehingga ada sisa DAK di Kas Daerah sebesar 637,829 juta rupiah (Laporan Penyerapan Penggunaan DAK
Tahun Anggaran 2009).
Tabel 8.9.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2009
Persentase
Persentase Jumlah Persentase
Jumlah Realisasi
Jumlah Kenaikan Alokasi DAK + Realisasi
Tahun Dana Realisasi DAK Terhadap
Alokasi DAK /Penurunan Jumlah Dana Terhadap Ket
Pendamping (Rp) Alokasi DAK
(Rp) Alokasi Pendamping Alokasi
(Rp) + Dana
DAK (Rp)
Pendamping
2006 2.000.000.000 0 258.449.000 2.258.449.000 2.257.203.000 112,86 99,94
2007 4.170.000.000 108,50 709.062.000 4.879.062.000 4.494.672.200 107,79 92,12
2008 5.210.000.000 24,94 781.500.000 5.991.500.000 5.656.033.000 108,56 94,40
2009 6.709.000.000 28,77 745.400.000 7.454.400.000 7.181.626.000 107,04 96,34
2010 - - - - - - - Tidak Menerima
DAK
Sumber Data:
• 2006: Laporan Realisasi Penggunaan DAK T.A.2006, Triwulan IV
• 2007: Laporan Realisasi Penggunaan DAK T.A.2007, Triwulan IV
• 2008: Laporan Realisasi Penggunaan DAK T.A.2008, Triwulan IV
• 2009: Laporan Kemajuan Per Triwulan DAK T.A 2009
VIII-20
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
96,34
2009 107,04
28,77
94,40
2008 108,56
24,94
92,12
2007 107,79
108,50
99,94
2006 112,86
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Persentase Kenaikan/penurunan Alokasi DAK
Gambar 8.9.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Bidang Infrastruktur Jalan di Kota
Yogyakarta Tahun 2006-2009
Sumber Data:
• 2006: Laporan Realisasi Penggunaan DAK T.A.2006, Triwulan IV
• 2007: Laporan Realisasi Penggunaan DAK T.A.2007, Triwulan IV
• 2008: Laporan Realisasi Penggunaan DAK T.A.2008, Triwulan IV
• 2009: Laporan Kemajuan Per Triwulan DAK T.A 2009
Dari Tabel 8.9 dan Gambar 8.9 dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 Kota Yogyakarta tidak
mendapatkan alokasi DAK bidang infrastruktur jalan. Oleh karena itu, dalam rangka analisis maka dilakukan
perbandingan dengan RKPD Tahun 2009. Realisasi terhadap alokasi DAK bidang infrastruktur jalan selalu
melebihi alokasi yang berarti dana pedampingpun ikut digunakan untuk membiayai kegiatan yang dibiayai
dengan DAK.
Alokasi DAK bidang infrastruktur jalan Tahun 2009 dipergunakan untuk membiayai kegiatan: (a)
Peningkatan Jalan (7 ruas), dan (b) Peningkatan Jalan Jalan Overlay AC_WC 4 cm Padat (65 ruas jalan;
trotoar pada empat jalan; serta rasionalisasi trotoar pada satu jalan). Kedua kegiatan tersebut sejalan dengan
prioritas kedua RKPD Tahun 2009, yaitu “Pembangunan Sarana dan Prasarana Berkualitas”, yang antara lain
dilakukan dengan Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan. Kedua kegiatan tersebut juga
sesuai dengan Juknis penggunaan DAK bidang infrastruktur.
Sebagai bagian dari upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing Kota Yogyakarta,
ketersediaan fasilitas dan layanan infrastruktur yang memadai baik kuantitas, kapastas, kualitas dan
jangkauan sangat diperlukan. Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam
melaksanakan urusan pekerjaan umum adalah:
• Kerusakan sarana dan prasarana perkotaan meliputi jaringan air bersih, sanitasi perkotaan,
perumahan dan permukiman, jalan dan jembatan.
• Masih rendahnya kesadaran partisipasi masyarakat dan swasta terhadap pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana perkotaan.
VIII-21
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Kota Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya,
antara lain:
• Menyediakan sarana dan prasarana dasar publik yang memadai di dalam kota dan di daerah
perkotaan bekerja sama dengan daerah tetangga melalui Sekber Kartamantul maupun pihak swasta.
• Meningkatkan kualitas dan aksebilitas sarana prasarana publik.
• Meningkatkan fungsi kampung sebagai subyek pembangunan berbasis kewilayahan dan tempat
berinteraksi masyarakat yang utuh baik pada aspek sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan.
• Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dan swasta dalam pembangunan sarana prasarana
dasar permukiman dan perkotaan.
Untuk mewujudkan suasana yang nyaman dan aman dalam mendukung predikat Kota Yogyakarta
sebagai Kota Pendidikan dan Pariwisata, Pemerintah Kota Yogyakarta telah melaksanakan langkah-langkah
peningkatan infrastruktur. Salah satu perbaikan infrastruktur yang dilaksanakan adalah peningkatan dan
pemeliharaan jalan dan jembatan, peningkatan dan pemeliharaan bangunan pelengkap jalan. Dari kegiatan
tersebut, jalan dengan kondisi baik meningkat dari 94.371,95 meter pada Tahun 2007 menjadi 99.153,37
meter pada Tahun 2008. Dari adanya kegiatan pemeliharaan saluran air hujan, terjadi penurunan jumlah titik
genangan dari 84 titik menjadi 74 titik.
Tabel 8.10.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping, dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2009
Persentase
Realisasi
Persentase Jumlah
Persentase Terhadap
Jumlah Kenaikan/ Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Realisasi Jumlah
Tahun Alokasi DAK Penurunan Pendamping Jumlah Dana DAK Ket
Terhadap Alokasi DAK
(Rp) Alokasi (Rp) Pendamping (Rp)
Alokasi + Jumlah
DAK (Rp)
Dana
Pendamping
2006 1.800.000.000 0 1,380,290,400 3,180,290.400 2.743.184.548 152,4 86,26
2007 4.974.000.000 176,33 1.448.150.000 6.422.150.000 5.587.672.951 112,34 87,01
2008 5.835.000.000 17,31 601.000.000 6.436.000.000 5.614.938.800 96,23 87,24
2009 8.158.000.000 39,81 2.132.470.000 10.290.470.000 9.318.700.000 114,23 90,56
2010 - - - - - - - Tidak menerima
DAK
Sumber Data:
• 2006-2008: Laporan Penggunaan DAK Non DR T.A 2004-2009
• 2009: Laporan Evaluasi Kegiatan DAK Tahun 2009
VIII-22
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
90,56
2009 114,23
39,81
87,24
2008 96,23
17,31
87,01
2007 112,34
176,33
86,26
2006 152,40
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Persentase Kenaikan/penurunan Alokasi DAK
Gambar 8.10.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK Bidang Kesehatan, Persentase Realisasi Teradap
Alokasi DAK dan Persentase Relaisasi Terhadap Jumlah Alokasi DAK + Dana Pendamping di Kota
Yogyakarta Tahun 2006-2009
Sumber Data:
• 2006-2008: Laporan Penggunaan DAK Non DR T.A 2004-2009
• 2009: Laporan Evaluasi Kegiatan DAK Tahun 2009
Pemerintah Kota Yogyakarta mampu mengoptimalkan penyerapan alokasi DAK bidang kesehatan
yang dipergunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain: Pengadaan sarana pendukung
penyimpanan vaksin/obat di Gudang Farmasi; Pengadaan peralatan peraga pelatihan tenaga kesehatan;
Rehabilitasi berat bangunan untuk rumah pemulihan gizi balita; Rehabilitasi gudang farmasi, Rehabilitasi
berat Pustu Mendungan; Rehabilitasi berat Puskesmas Gondomanan; Rehabilitasi Puskesmas Kraton; dan
Pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB untuk RSUD.
Kegiatan-kegiatan tersebut, selain sesuai dengan Juknis Penggunaan DAK Bidang Kesehatan, juga
selaras dengan prioritas ke delapan dalam RKPD Tahun 2009, yaitu “Mewujudkan Yogyakarta Kota Sehat”.
Untuk mencapai tujuan dalam mewujudkan Yogyakarta Kota Sehat dilaksanakan dengan kebijakan, antara
lain “meningkatkan kualitas pelayanan Puskesmas, Rumah Sakit dan institusi kesehatan yang ditunjukkan
dengan meningkatnya indeks kepuasan layanan”. Untuk itu, dilaksanakan program-program, antara ian:
Program Upaya Pelayanan Kesehatan; Program Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan; Program
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; Program Pengembangan Pelayanan Kesehatan
Puskesmas dan Rumah Sakit; dan Program Regulasi dan Pengembangan Sumberdaya Kesehatan.
Pelaksanaan program dan kegiatan pada urusan kesehatan telah mampu menekan jumlah kematian
ibu melahirkan, jumlah kematian balita dan jumlah kematian bayi. Jumlah kematian ibu melahirkan Tahun
2008 yaitu 1 dari 5.032 kelahiran hidup (Angka Kematian Ibu 19,87 per 100.000 kelahiran hidup), jumlah
kematian ibu mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut jauh
lebih rendah dibandingkan standar nasional yaitu 150 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan jumlah
kematian balita 8 dari 5.032 kelahiran hidup (angka kematian balita 1,58 per 1.000 kelahiran hidup). Angka ini
juga jauh lebih rendah dari standard nasional yaitu 58 per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian bayi 28
dari 5.032 kelahiran hidup (angka kematian bayi 5,56 per 1.000 kelahiran hidup). Demikian pula halnya
dengan angka kematian bayi juga relatif rendah dibandingkan dengan standard nasional yaitu 40 per 1.000
kelahiran hidup.
VIII-23
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari menurunnya jumlah balita dengan
status gizi buruk. Apabila pada Tahun 2007 jumlah balita dengan gizi buruk sebanyak 214 balita(1,1 persen),
maka pada Tahun 2008 menurun menjadi 199 balita (0,98 persen). Jumlah penderita untuk beberapa
penyakit menular dan tidak menular mengalami penurunan pada tahun 2008 dibanding Tahun 2007.
Penurunan yang signifikan terjadi pada penderita TBC yaitu 9,51 persen. Hal ini dikarenakan kesadaran yang
tinggi pada penderita untuk mengikuti program pengobatan secara tuntas. Selain itu jumlah penderita
diabetes melitus juga mengalami penurunan 17,52 persen, hal ini disebabkan kesadaran masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat dan berolahraga meningkat.
Semakin membaiknya derajat kesehatan masyarakat tidak terlepas dari pemulihan dan peningkatan
sarana prasarana, pembangunan gedung Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang reprentatif, kualitas
obat di puskesmas yang semakin baik dan kesadaran masyarakat untuk berkunjung ke puskesmas
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas dari 561.651
pada Tahun 2007 menjadi 666.401 pada Tahun 2008 atau meningkat 18,67 persen. Upaya tersebut
mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat, terbukti dari hasil survey pengukuran indeks kepuasan
layanan masyarakat di Puskesmas mengalami peningkatan dari 0,73 pada Tahun 2007 menjadi 0,77 pada
Tahun 2008. Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa masyarakat menilai pelayanan di Puskesmas berada
pada katagori memuaskan.
VIII-24
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.11.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Infrastruktur Jalan
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008-2010
Persentase
Persentase Jumlah Persentase
Realisasi
Jumlah Kenaikan Jumlah Dana Alokasi DAK + Realisasi
Tahun Realisasi DAK Terhadap
Alokasi DAK /Penurunan Pendamping Jumlah Dana Terhadap Ket
(Rp) Alokasi DAK
(Rp) Alokasi (Rp) Pendamping Alokasi
+ Dana
DAK (Rp)
Pendamping
2006 - - - - - - - Tidak
Terima
2007 - - - - - - - DAK
2008 7.185.000.000 0 718.500.000 7.903.500.000 7.185.000.000 100,00 90,91
2009 17.329.000.000 141,18 1.733.900.000 19.062.900.000 17.715.000.000 102,23 92,93
2010 4.591.600.000 -73,5 600.562.780 5.192.162.780 3.816.142.000 83,11 73,50
Sumber Data:
• 2006-2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK Non Dana Reboisasi Bidang
Infrastruktur
• 2009: Laporan Akhir DAK T.A 2009
• 2010: Rekapitulasi Laporan Kemajuan Triwulan IV DAK T.A 2010
73,50
2010 83,11
-73,50
92,93
2009 102,23
141,18
90,91
2008 100
0
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Persentase Kenaikan/penurunan Alokasi DAK
Gambar 8.11.
Persentase Kenaikan/Penurunan Alokasi DAK, Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan
Persentase Realisasi Terhadap Jumlah Alokasi DAK + Dana Pendamping DAK Bidang Infrastruktur
Jalan Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 -2010
Sumber Data:
• 2006-2008: Departemen Pekerjaan Umum Provinsi DIY, Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK Non Dana Reboisasi Bidang
Infrastruktur
• 2009: Laporan Akhir DAK T.A 2009
• 2010: Rekapitulasi Laporan Kemajuan Triwulan IV DAK T.A 2010
Dari Tabel 8.11. dan Gambar 8.11, dapat kita lihat bahwa alokasi DAK bidang infrastruktur jalan
menunjukkan kondisi yang fluktuatif. Penerimaan DAK tertinggi adalah di tahun 2009 yaitu sejumlah
Rp. 17.329.000.000,-. Persentase realisasi terhadap jumlah alokasi DAK + dana pendamping Tahun 2008
VIII-25
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan 2009 tidak mencapai 100 persen, meskipun realisasi fisik mencapai 100 persen. Sisa DAK tahun 2008
dan 2009 sebesar Rp 2,4 milyar yang kemudian dipergunakan pada Tahun 2010.
Alokasi DAK bidang infrastruktur jalan tahun 2010 dilaksanakan untuk membiayai kegiatan
rehabilitasi/pemeliharaan jalan ruas Yogyakarta-Pulowatu (2 Km) dan ruas Pakem-Prambanan (2 Km). Kedua
ruas jalan tersebut berada di wilayah Kabupaten Sleman. Sementara sisa DAK tahun 2008 dan 2009
dipergunakan untuk membiayai kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan jalan ruas Klangon-Tempel (2,5 Km) yang
juga berada di wilayah Kabupaten Sleman (Laporan DAK Triwulan IV Tahun 2010). Penggunaan alokasi DAK
dan sisa DAK tersebut telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjan Umum Nomor 42/PRT/M/2007
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur dan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke
Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010.
Kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan jalan tersebut sesuai dengan prioritas pembangunan keempat
dalam RKPD Tahun 2010, yaitu “Peningkatan Pelayanan Publik melalui Penataan Kawasan dan Peningkatan
Sarana Prasarana Ekonomi dan Fisik”, yang antara lain diwujudkan melalui program prioritas Peningkatan
Jalan dan Jembatan serta Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
Upaya perbaikan dan pengembangan sarana-prasarana fisik melalui rekonstruksi dan peningkatkan
infrastruktur publik terus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan wilayah.
Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas wilayah, peningkatan prasarana
sosial ekonomi, feasibilitas dan posibilitas wilayah serta keserasian laju pertumbuhan antar-wilayah. Oleh
karena itu, diperlukan perhatian khusus kepada wilayah yang masih dinilai tertinggal.
Dalam bidang prasarana jalan kondisi jalan mantap naik dari sebesar 76,82 persen pada tahun 2007
menjadi sebesar 80,84 persen pada tahun 2008, sedangkan kondisi jembatan, dari 216 buah jembatan yang
ada, sebesar 78,11 persennya berada dalam kondisi baik. Hal ini menggambarkan bahwa jaringan jalan
propinsi di DIY dapat berfungsi dengan baik dalam rangka melayani mobilitas orang, barang dan jasa dari dan
ke DIY (RKPD 2010). Secara rinci, total panjang jalan di Provinsi DIY sekitar 859,06 km terdiri dari jalan
nasional 168,81 km dan jalan provinsi 690,25 km. Kondisi jalan provinsi adalah 16,76 persen (115,72 km)
baik, 64,07 persen (442,25 km) sedang, 11,80 persen (81,45 km) rusak ringan dan 7,36 persen (50,83) rusak
berat.
Jalan dan jembatan merupakan salah satu prasarana penting dalam melayani pergerakan orang dan
barang serta prasarana perhubungan antar wilayah. Pesatnya perkembangan Provinsi DIY sebagai pusat
tujuan wisata, pendidikan, industri serta munculnya pusat-pusat kegiatan baru perlu didukung keberadaan
infrastruktur yang memadai agar dapat memberikan pelayanan sesuai standar. Pembangunan prasarana
jalan diarahkan untuk mempercepat pemulihan infrastruktur akibat adanya bencana alam, mendukung
kebijakan pemerintah untuk mengatasi kemacetan di daerah perkotaan, merangsang pertumbuhan pusat-
pusat kegiatan baru di luar perkotaan dan mendukung kebijakan pembangunan di wilayah Jawa bagian
selatan merupakan kondisi yang harus ditindaklanjuti dan didukung. Selain itu juga untuk menjaga kondisi
permukaan ruas jalan dan kondisi jembatan mendekati kondisi pada saat pembangunan selesai dilaksanakan,
sangat menjadi prioritas untuk dilakukan agar kondisi awal bangunan dapat tetap dipertahankan sesuai umur
desain yang direncanakan.
VIII-26
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.12.
Jumlah Alokasi, Dana Pendamping dan Realisasi DAK Bidang Kesehatan
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Persentase
Jumlah Realisasi
Persentase Alokasi DAK Persentase Terhadap
Jumlah Jumlah Dana Realisasi
Kenaikan/penurunan + Jumlah Realisasi Jumlah
Tahun Alokasi DAK Pendamping DAK Ket
Alokasi DAK Dana Terhadap Alokasi DAK
(Rp) (Rp) (Rp)
Pendamping Alokasi + Jumlah
(Rp) Dana
Pendamping
2006 - - - - - - - Tidak
Terima
2007 - - - - - - - DAK
2008 - - - - - - -
2009 - - - - - - -
2010 2.945.900.000 - 1.168.107.000 4.114.007.000 1.946.095.566 66,06 46,30
Sumber data:
• 2010: Rekapitulasi Laporan Kemajuan Triwulan IV DAK T.A 2010
46,30
2010 66,06
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK + Dana Pendamping Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK
Gambar 8.12.
Persentase Realisasi Terhadap Alokasi DAK dan Persentase Realisasi Terhadap Jumlah Alokasi DAK
+ Dana Pendamping Bidang Kesehatan di Provinsi DIY Tahun 2010
Sumber data:
• 2010: Rekapitulasi Laporan Kemajuan Triwulan IV DAK T.A 2010
Dari Tabel 8.12 dan Gambar 8.12, terlihat bahwa meskipun hanya menerima alokasi DAK pada
tahun 2010 sebesar Rp. 2.945.900.000,- Pemerintah Provinsi DIY mengalokasikan dana pendamping yang
sebesar Rp. 1.168.107.000. Dana pendamping ini merupakan jumlah dana pendamping yang cukup besar
karena hampir 50 persen dari alokasi DAK. Realisasi DAK tidak optimal dikarenakan pekerjaan Rehabilitasi
Bangunan Rumah Sakit Jiwa Ghrasia seluas 864 M2 tidak selesai sebab terkena dampak erupsi Gunung
Merapi sehingga realisasi fisik baru tercapai 42,77 persen sedangkan realisasi keuangan 33,778 persen;
sehingga terdapat sisa dana sebesar RP. 2.147.328.568,-. Sisa dana tersebut menjadi DPA Lanjutan tahun
anggaran 2011. Sementara itu, kegiatan Pengadaan Alat-alat Kedokteran Umum Balai Laboratorium
Kesehatan, realisasi fisik mencapai 100 persen sedangkan realisasi keuangan 97,78 persen. Hal tersebut
menunjukkan adanya efisiensi penggunaan anggaran.
Kegiatan tersebut sesuai dengan prioritas pertama RKPD Tahun 2010, yaitu “Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat dan Kualitas Sumberdaya Manusia melalui Peningkatan Akses dan Mutu
Pelayanan Dasar, Pengentasan Kemiskinan dan Penciptaan Lapangan Kerja”; yang didukung dengan
VIII-27
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
program prioritas di bidang kesehatan yaitu Program Pengadaan, Peningkatan Sarana dan Prasarana
Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah Sakit Mata.
Pembangunan di bidang kesehatan yang diarahkan untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat menunjukkan keberhasilan sebagai berikut: usia harapan hidup penduduk tahun 2008 mencapai
74,05 tahun, meningkat 0,05 tahun dari tahun 2007. Angka ini menunjukkan bahwa DIY saat ini merupakan
provinsi dengan usia harapan hidup tertinggi di Indonesia. Angka kematian bayi tercatat sebesar 17 bayi per
1.000 Kelahiran Hidup, lebih baik dari angka 2007 yaitu sebesar 19/1.000 Kelahiran Hidup. Angka ini
menunjukkan angka yang lebih baik dari angka nasional yang mencapai 34/1.000 kelahiran hidup. Angka
Kematian Ibu melahirkan tercatat 105 per 100.000 Kelahiran Hidup, jauh lebih rendah dari nasional sebesar
150/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010, sedangkan angka kematian Balita mencapai 19/1.000 Balita,
angka ini jauh lebih rendah dari nasional tahun 2010 yaitu sebesar 58/1.000 balita. Persentase keberadaan
gizi buruk menunjukkan angka 0,88 persen lebih baik dari angka 0,94 persen pada tahun 2007.
8.2. Kontribusi DAK Bidang Infrastruktur Jalan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Dalam rangka mengakomodir saran peserta diseminasi studi Sistem Monitoring dan Evaluasi
Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Tim mengupayakan untuk
melakukan analisis terhadap manfaat DAK bagi daerah, khususnya Bidang Infrastruktur Jalan terhadap
pertumbuhan ekonomi di wilayah kajian.
Analisis yang dipergunakan adalah Multiplier Effect (ME). Konsep analisis ini dipakai untuk
mengetahui efektivitas besaran belanja infrastruktur jalan yang berasal dari DAK terhadap investasi publik
oleh pemerintah daerah kemudian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah secara sektoral. Pendekatan
multiplier effect ini juga merupakan suatu teknik analisis yang dimaksudkan untuk mengetahui dampak
terbesar belanja infrastruktur terhadap peningkatan kegiatan ekonomi daerah secara sektoral. Oleh karena
itu, analisis dibagi dalam dua bagian, yaitu: analisis belanja infrastruktur jalan terhadap investasi publik
(belanja modal jalan) dan analisis belanja infrastruktur jalan terhadap PDRB.
VIII-28
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.13.
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Sleman tahun 2005–2009
Pada Tabel 8.14. data perkembangan PDRB untuk sub sektor lapangan usaha yang terdiri dari 9
sub sektor usaha. Dari data tersebut dapat disimpulkan kondisi ekonomi makro Kabupaten Sleman
berkembang baik dengan didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa dan
sektor pertanian dan industri pengolahan selama tahun 2006-2009. Kemudian jika dilihat dari perkembangan
dari tahun ke tahun bahwa sub sektor pertanian tidak mengalami perkembangan kontribusi yang berarti dan
cenderung menurun kontribusinya. Untuk sub sektor industri pengolahan perkembangan dari tahun ke tahun
mengalami penurunan kontribusi terdapap pembentukan PDRB daerah, pada tahun 2005 mempunyai
kontribusi sebesar 16,74 menurun menjadi 15,12 pada tahun 2009. Sub sektor perdagangan, hotel dan
restoran pada tahun 2005 hingga tahun 2009 mempunyai kinerja yang baik terbukti mengalami peningkatan
kontribusi terhadap PRDB daerah. Kemudian sub sektor penyumbang PDRB yang cukup besar lainnya sub
sektor jasa-jasa dari tahun ke tahun ternyata mengalami perkembangan yang cenderung menurun walupun
kecil.
Tabel 8.14.
Distribusi PDRB Kabupaten Sleman
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005–2009
Secara teori perkembangan pendapatan suatu daerah seperti di atas, dapat di dorong dari empat
sektor ekonomi. Sektor tersebut adalah sektor konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto.
Kemudian untuk dana alokasi khusus merupakan belanja dari sisi pengeluaran pemerintah (government
expenditure) yang disalurkan kepada daerah dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, sehingga daerah
mendapatkan dana tersebut sesuai proporsi masing-masing daerah. Pada Tabel 8.15. adalah perhitungan
kontribusi dari dana alokasi khusus yang dibelanjakan pada insfrastruktur jalan terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Dari data diperlihatkan bahwa dana yang digunakan dalam pembangunan jalan dari tahun
VIII-29
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
2006 – 2009 mengalami fluktuasi kurang lebih berkisar sebesar 2 miliar rupiah hingga 8 miliar rupiah. Namun
jika dilihat dari angka nominal pendapatan daerah (PDRB) menurut harga konstan menunjukkan kondisi dari
tahun ke tahun mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar di atas 4 persen bahkan pada tahun 2008 tumbuh
sebesar 5,16 persen. Angka pertumbuhan ekonomi ini sudah cukup tinggi dibandingkan dengan angka
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bantul.
Tabel 8.15.
Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Sleman
Kontribusi Persentase
Jumlah DAK Porsi DAK
PDRB Pertumbuhan DAK Jalan Kontribusi DAK
Tahun Jalan Jalan Terhadap
(juta Rp) Ekonomi (%) Terhadap Jalan Pada
(juta Rp) PDRB
Growth Growth
2006 5.783 5.309.060 0,00109 4,50 0,00024 0,0054
2007 2.366 5.553.580 0,00043 4,61 0,00009 0,0020
2008 2.366 5.840.183 0,00041 5,16 0,00008 0,0015
2009 9.158 6.098.872 0,00145 4,43 0,00033 0,0074
Sumber: BPS dan APBD Kabupaten Sleman 2010, diolah
Kemudian dilihat porsi anggaran DAK jalan terhadap pendapatan daerah mempunyai nilai yang
masih relatif rendah. DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) mempunyai nilai berkisar 2 miliar
rupiah sampai 8 miliar rupiah, sedang PDRB berkisar di atas sebesar 5 triliun rupiah lebih. Namun demikian,
walaupun dilihat secara nominal DAK jalan kecil terhadap PDRB, tetapi ternyata tetap mempunyai kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kontribusi DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) di
Kabupaten Sleman mempunyai kontribusi masih jauh di bawah 1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah, bahkan dari tahun ke tahun ternyata di kabupaten ini dukungan DAK bidang infrastruktur jalan (plus
dana pendamping) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah cenderung menurun, tahun 2006 mempunyai
kontribusi sebesar 0,0054 persen menurun menjadi sebesar 0,0015 persen pada tahun 2008, namun kembali
naik menjadi 0,0074 persen pada tahun 2009.
VIII-30
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.16.
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2005 – 2009
Jika dilihat pertumbuhan dari pada masing-masing sektor, atas dasar data pada tabel 8.17.
menunjukkan bahwa distribusi PDRB terbesar berturut-turut adalah pada sektor pertanian; perdagangan,
hotel dan restoran; industri pengolahan; jasa-jasa; dan sektor bangunan. Hanya saja jika dilihat dari
perkembangan dari tahun ke tahun bahwa sub sektor pertanian tidak mengalami perkembangan kontribusi
yang berarti. Untuk sub sektor industri pengolahan perkembangan dari tahun ke tahun mengalami penurunan
kontribusi terdapap pembentukan PDRB daerah. Sub sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun
2005 – 2007 mengalami penurunan kontribusi, namun tahun 2007–2009 meningkat kontribusinya. Kemudian
sub sektor penyumbang PDRB yang cukup besar pada jasa-jasa dari tahun ke tahun ternyata tidak
mengalami perkembangan yang berarti atau dikatakan mempunyai kontribusi stagnan.
Tabel 8.17.
Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Bantul menurut Lapangan Usaha ADHK Tahun 2000
Tahun
Sektor
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian 24,48 24, 69 24,31 24,33 24,33
Pertambangan & Penggalian 1.01 1.03 0,02 0,99 0,94
Industri Pengolahan 19,93 17,22 16,88 16,48 16,27
Listrik,gas & air bersih 0,90 0,82 0,85 0,88 0,91
Bangunan 8,54 11.57 11,99 12,08 11,31
Perdagangan,hotel&restoran 18,95 18,92 19,12 19,41 19,98
Pengangkutan & komunikasi 6,88 6,65 6,81 6,88 7,08
Keuangan,persewaan bangunan& jasa perusahaan 6,34 5,68 5,87 5,80 5,99
jasa-jasa 12,98 13,23 13,14 13,07 13,19
PDRB 100 100 100 100 100
Sumber: BPS Kabupaten Bantul 2010, diolah
Secara teori perkembangan pendapatan suatu daerah seperti di atas, dapat di dorong dari empat
sektor ekonomi. Sektor tersebut adalah sektor konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto.
Kemudian untuk dana alokasi khusus merupakan belanja dari sisi pengeluaran pemerintah (government
expenditure) yang disalurkan kepada daerah dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, sehingga daerah
mendapatkan dana tersebut sesuai proporsi masing-masing daerah. Pada Tabel 8.18. berikut adalah
perhitungan kontribusi dari dana alokasi khusus yang dibelanjakan pada insfrastruktur jalan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah. Dari data diperlihatkan bahwa dana yang digunakan dalam pembangunan
jalan dari tahun 2006 – 2009 mengalami fluktuasi kurang lebih berkisar sebesar 10 miliar rupiah. Namun jika
VIII-31
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dilihat dari angka nominal pendapatan daerah (PDRB) menurut harga konstan menunjukkan kondisi dari
tahun ke tahun mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar di atas 4 persen bahkan hampir 5 persen. Angka
pertumbuhan ekonomi ini sebenarnya sudah cukup tinggi walaupun dibandingkan dengan angka
pertumbuhan ekonomi nasional masih lebih rendah.
Tabel 8.18.
Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bantul
Kontribusi Persentase
Jumlah DAK Porsi DAK
PDRB Pertumbuhan DAK Jalan Kontribusi
Tahun Jalan Jalan Terhadap
(juta Rp) Ekonomi (%) Terhadap DAK Jalan
(juta Rp) PDRB
Growth Pada Growth
2006 11.121 3.299.646 0,00337 2,02 0,00167 0,0826
2007 9.918 3.448.949 0,00288 4,52 0,00064 0,0140
2008 12.064 3.618.059 0,00333 4,90 0,00068 0,0139
2009 10.409 3.779.948 0,00275 4,47 0,00062 0,0138
Sumber: data BPS dan APBD daerah, diolah
Kemudian dilihat porsi anggaran DAK jalan terhadap pendapatan daerah mempunyai nilai yang
masih relatif rendah. DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) mempunyai nilai berkisar 10
miliar rupiah sedang PDRB berkisar sebesar tiga triliun rupiah lebih. Namun demikian walaupun dilihat secara
nominal DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) kecil terhadap PDRB, tetapi ternyata tetap
mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kontribusi DAK bidang infrastruktur jalan (plus
dana pendamping) di Kabupaten Bantul mempunyai kontribusi masih dibawah 1 persen terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah, bahkan dari tahun ke tahun ternyata di kabupaten ini dukungan DAK bidang
infrastruktur jalan (plus dana pendamping) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah cenderung menurun,
tahun 2006 mempunyai kontribusi sebesar 0,08 persen menurun menjadi sebesar 0,0138 persen pada tahun
2009.
VIII-32
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.19.
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005–2009
Pada Tabel 8.20. data perkembangan PDRB untuk subsektor lapangan usaha yang terdiri dari 9
(sembilan) sub sektor usaha. Dari data tersebut dapat disimpulkan kondisi ekonomi makro Kabupaten Kulon
pProgo berkembang baik dengan didominasi oleh sektor pertanian; industri pengolahan; perdagangan, hotel
dan restoran; dan sektor jasa-jasa dan selama tahun 2006-2009. Kemudian jika dilihat dari perkembangan
dari tahun ke tahun bahwa sub sektor pertanian mengalami perkembangan kontribusi yang berarti dan
cenderung menurun kontribusinya. Pada tahun 2005 sebesar 27,55 persen menurun menjadi 26,75 persen
tahun 2007, namun kembali meingkat menjadi 27,46 tahun 2009. Untuk sub sektor industri pengolahan
perkembangan dari tahun ke tahun juga mengalami penurunan kontribusi terhadap pembentukan PDRB
daerah. Sub sektor perdagangan, hotel dan restoran justru mempunyai kontribusi yang meningkat, pada
tahun 2005 sebesar 16,40 persen meningkat hingga 16,99 persen tahun 2009. Kemudian sub sektor
penyumbang PDRB yang cukup besar lainnya sub sektor jasa-jasa dari tahun ke tahun ternyata mengalami
perkembangan yang cenderung menurun juga. Dari analisis tersebut tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sektor pertanian memegang peranan terpenting di Kabupaten Kulon Progo dibandingkan dengan sektor
lainnya. Dan yang menarik adalah bahwa sektor industri pengolahan di Kabupaten Kulon Progo juga sudah
menunjukkan perkembangan.
Tabel 8.20.
Distribusi PDRB Kabupaten Kulonprogo
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005 – 2009
VIII-33
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Perkembangan pendapatan suatu daerah dapat di dorong dari empat sektor ekonomi. Sektor
tersebut adalah sektor konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto. Kemudian untuk dana
alokasi khusus merupakan belanja dari sisi pengeluaran pemerintah (government expenditure) yang
disalurkan kepada daerah dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, sehingga daerah mendapatkan dana
tersebut sesuai proporsi masing-masing daerah. Pada Tabel 8.21, perhitungan kontribusi dari dana alokasi
khusus yang dibelanjakan pada infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari data
diperlihatkan bahwa dana yang digunakan dalam pembangunan jalan dari tahun 2006–2009 mengalami
fluktuasi kurang lebih berkisar masih kurang dari 10 miliar rupiah. Dana ini dibandingkan dengan jumlah
PDRB daerah memang sangat kecil, namun demikian tetap mempunyai peran terahadap pertumbuhan
ekonomi daerah dapat dilihat pada jumlah persentase kontribusi DAK terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tabel 8.21.
Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten Kulon Progo
Kontribusi Persentase
Jumlah Porsi DAK
PDRB Pertumbuhan DAK Jalan Kontribusi DAK
Tahun DAK Jalan Jalan Terhadap
(juta Rp) Ekonomi (%) Terhadap Jalan Pada
(juta Rp) PDRB
Growth Growth
2006 9.818 1.524.847 0,00644 4,05 0,00159 0,0392
2007 8.752 1.587.630 0,00551 4,12 0,00134 0,0325
2008 10.779 1.662.370 0,00648 4,71 0,00138 0,0293
2009 7.632 1.728.304 0,00442 3,97 0,00111 0,0281
Sumber: BPS dan APBD Kabupaten Kulonprogo 2010, diolah
Dari Tabel 8.21 tersebut dapat dilihat bahwa porsi anggaran DAK jalan terhadap pendapatan daerah
mempunyai nilai yang masih relatif rendah. DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping)
mempunyai nilai berkisar 10 miliar rupiah sedang PDRB hampir 2 triliun rupiah. Namun demikian, walaupun
dilihat secara nominal DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) kecil terhadap PDRB, tetapi
ternyata tetap mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kontribusi DAK bidang
infrastruktur jalan (plus dana pendamping) di Kabupaten Kulon Progo mempunyai kontribusi masih jauh di
bawah 1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, bahkan dari tahun ke tahun ternyata di Kabupaten
ini dukungan DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
mengalami penurunan, tahun 2006 mempunyai kontribusi sebesar 0,0392 persen dan pada tahun 2009 masih
sebesar Rp. 0,0281 persen.
VIII-34
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
ini memperlihatkan bahwa Kabupaten Gunungkidul pertumbuhan ekonomi sudah cukup hanya saja dibanding
dengan kabupaten lain di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih rendah.
Tabel 8.22.
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Gunungkidul tahun 2005–2009
Pada Tabel 8.23. data perkembangan PDRB untuk subsektor lapangan usaha yang terdiri dari 9
(Sembilan) sub sektor usaha. Dari data tersebut dapat disimpulkan kondisi ekonomi makro Kabupaten
Gunungkidul berkembang baik dengan didominasi oleh sektor pertanian; perdagangan, hotel dan restoran;
sektor jasa-jasa dan industri pengolahan selama tahun 2006-2009. Kemudian jika dilihat dari perkembangan
dari tahun ke tahun bahwa sub sektor pertanian mengalami perkembangan kontribusi yang berarti dan
cenderung meningkat kontribusinya. Pada tahun 2005 sebesar 39,65 persen meningkat menjadi 14,77 persen
tahun 2009. Untuk sub sektor perdagangan, hotel dan restoran perkembangan dari tahun ke tahun juga
mengalami peningkatan kontribusi terhadap pembentukan PDRB daerah. Sub sektor jasa-jasa pada tahun
2005 hingga tahun 2009 mempunyai kinerja yang menurun terhadap PRDB daerah. Kemudian sub sektor
penyumbang PDRB yang cukup besar lainnya sub sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun ternyata
mengalami perkembangan yang cenderung menurun juga. Dari analisis tersebut tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sektor pertanian memegang peranan terpenting di Kabupaten Gunungkidul dibandingkan dengan
sektor lainnya.
Tabel 8.23.
Distribusi PDRB Kabupaten Gunungkidul
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005 – 2009
Perkembangan pendapatan suatu daerah dapat di dorong dari 4 sektor ekonomi. Sektor tersebut
adalah sektor konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto. Kemudian untuk dana alokasi
VIII-35
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
khusus merupakan belanja dari sisi pengeluaran pemerintah (government expenditure) yang disalurkan
kepada daerah dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, sehingga daerah mendapatkan dana tersebut
sesuai proporsi masing-masing daerah. Pada Tabel 8.24 berikut adalah perhitungan kontribusi dari dana
alokasi khusus yang dibelanjakan pada insfrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari data
diperlihatkan bahwa dana yang digunakan dalam pembangunan jalan dari tahun 2006–2009 mengalami
fluktuasi kurang lebih berkisar masih kurang dari 10 miliar rupiah. Dana ini dibandingkan dengan jumlah
PDRB daerah memang sangat kecil, namun demikian apakah juga mempunyai peran terahadap pertumbuhan
ekonomi daerah dapat dilihat pada jumlah persentase kontribusi DAK terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tabel 8.24.
Kontribusi DAK Bidang Jalan Terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten Gunungkidul
Kontribusi Persentase
Jumlah Porsi DAK
PDRB Pertumbuhan DAK Jalan Kontribusi DAK
Tahun DAK Jalan Jalan Terhadap
(juta Rp) Ekonomi (%) Terhadap Jalan Pada
(juta Rp) PDRB
Growth Growth
2006 6.900 2.830.582 0,00244 3,82 0,00064 0,0167
2007 9.010 2.941.288 0,00306 3,91 0,00078 0,0200
2008 10.991 3.070.298 0,00358 4,39 0,00082 0,0186
2009 9.351 3.199.315 0,00292 4,20 0,00070 0,0166
Sumber: BPS dan APBD Kabupaten Gunungkidul 2010, diolah
Dari Tabel 8.23. dapat dilihat bahwa porsi anggaran DAK jalan terhadap pendapatan daerah
mempunyai nilai yang masih relatif rendah. DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping)
mempunyai nilai berkisar 10 miliar rupiah sedang PDRB berkisar tiga triliun rupiah lebih. Namun demikian
walaupun dilihat secara nominal DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) kecil terhadap PDRB,
tetapi ternyata tetap mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kontribusi DAK bidang
infrastruktur jalan (plus dana pendamping) di Kabupaten Gunungkidul mempunyai kontribusi masih jauh di
bawah 1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, bahkan dari tahun ke tahun ternyata di kabupaten
ini dukungan DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
tidak mengalami perubahan, tahun 2006 mempunyai kontribusi sebesar 0,0167 persen dan pada tahun 2009
masih sebesar 0,0166 persen.
VIII-36
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.25.
Pertumbuhan PDRB Kota Yogyakarta tahun 2005 – 2009
Pada Tabel 8.26, data perkembangan PDRB untuk subsektor lapangan usaha yang terdiri dari 9
(sembilan) sub sektor usaha. Dari data tersebut dapat disimpulkan kondisi ekonomi makro Kota Yogyakarta
berkembang baik dengan didominasi oleh sektor jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan
dan komunikasi; keuangan, sewa dan jasa keuangan; dan industri pengolahan selama tahun 2006-2009.
Untuk sektor primer pertanian dan pertambangan dan penggalian mempunyai peranan sangat kecil,
dikarenakan daerah perkotaan. Kemudian jika dilihat dari perkembangan dari tahun ke tahun bahwa sub
sektor jasa-jasa mengalami perkembangan kontribusi yang berarti dan cenderung menurun kontribusinya.
Pada tahun 2005 sebesar 21,34 persen menurun menjadi 21,20 persen tahun 2007, dan kemudian menjadi
20,54 persen tahun 2009. Untuk sub sektor perdagangan, hotel dan restoran perkembangan dari tahun ke
tahun juga mengalami penurunan kontribusi terhadap pembentukan PDRB daerah. Sub sektor pengangkutan
dan komunikasi justru mempunyai kontribusi yang meningkat, pada tahun 2005 sebesar 18,50 persen
meningkat hingga 20,12 persen tahun 2009. Kemudian sub sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan juga
cenderung meningkat peranannya terhadap PDRB daerah. Dari analisis tersebut tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sektor tersier jasa-jasa memegang peranan terpenting di Kota Yogkakarta dibandingkan dengan
sektor lainnya.
Tabel 8.26.
Distribusi PDRB Kabupaten Kulonprogo
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005 – 2009
VIII-37
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kemudian seperti daerah lainnya bahwa perkembangan pendapatan suatu daerah dapat di dorong
dari empat sektor ekonomi. Sektor tersebut adalah sektor konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan
ekspor netto. Kemudian untuk dana alokasi khusus merupakan belanja dari sisi pengeluaran pemerintah
(government expenditure) yang disalurkan kepada daerah dengan pertimbangan-pertimbangan khusus,
sehingga daerah mendapatkan dana tersebut sesuai proporsi masing-masing daerah. Pada Tabel 8.27.
adalah perhitungan kontribusi dari dana alokasi khusus yang dibelanjakan pada insfrastruktur jalan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah. Dari data diperlihatkan bahwa dana yang digunakan dalam pembangunan
jalan dari tahun 2006–2009 mengalami fluktuasi, pada tahun 2006 lebih dari 22 miliar rupiah dan untuk tahun
2007 hingga 2009 mendapatkan dana sebesar kurang dari 10 miliar rupiah. Dana ini dibandingkan dengan
jumlah PDRB daerah memang sangat kecil, namun demikian tetap mempunyai peran terahadap pertumbuhan
ekonomi daerah dapat dilihat pada jumlah persentase kontribusi DAK terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tabel 8.27.
Kontribusi DAK Bidang Jalan terhadap PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Yogyakarta
Kontribusi Persentase
Jumlah Porsi DAK
PDRB Pertumbuhan DAK Jalan Kontribusi
Tahun DAK Jalan Jalan Terhadap
(juta Rp) Ekonomi (%) Terhadap DAK Jalan
(juta Rp) PDRB
Growth Pada Growth
2006 2.259 4.572.504 0,00494 3,97 0,00124 0,0013
2007 4.879 4.776.401 0,00102 4,46 0,00023 0,0051
2008 5.992 5.021.148 0,00119 5,12 0,00023 0,0045
2009 7.454 5.244.851 0,00142 4,46 0,00032 0,0072
Sumber: BPS dan APBD Kota Yogyakarta 2010, diolah
Seperti daerah lainnya bahwa, porsi anggaran DAK jalan terhadap pendapatan daerah mempunyai
nilai yang masih relatif rendah. DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) mempunyai nilai di
bawah 10 miliar rupiah, kecuali tahun 2006 relatif cukup besar, sedang PDRB tercatat di atas sebesar 5 triliun
rupiah lebih. Namun demikian walaupun dilihat secara nominal DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana
pendamping) kecil terhadap PDRB, tetapi ternyata tetap mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Kontribusi DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) di Kota Yogyakarta
mempunyai kontribusi masih jauh di bawah 1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, bahkan dari
tahun ke tahun ternyata kota ini dukungan DAK bidang infrastruktur jalan (plus dana pendamping) terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah mengalami penurunan, tahun 2006 mempunyai kontribusi sebesar 0,0013
persen dan pada tahun 2009 masih sebesar 0,0072 persen.
VIII-38
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.28.
Nilai Produk Domestik Bruto Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta, Tahun 2005–2009
0.0900
0.0800
0.0700
0.0600
0.0500
%
0.0400
0.0300
0.0200
0.0100
0.0000
Kontribusi belanja DAK pada instrastruktur jalan di Daerah Istimewa Yogyakarta secara keseluruhan
dinilai masih relatif kecil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dari lima Kabupaten/Kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta ternyata yang mempunyai kontribusi lebih baik terletak di daerah Kabupaten
Gunungkidul dengan rata-rata sebesar 0,0323 persen dan Kabupaten Bantul sebesar 0,0311 persen. Untuk
Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sleman mempunyai kontribusi dengan rata-rata yang sama sebesar
0,0041 persen dan lebih rendah dari rata-rata daerah lainnya di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,0120
persen. Dengan demikian secara nyata Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo ini perlu mendapat
perhatian lagi di tahun-tahun mendatang untuk meningkatkan kontribusi DAK jalan terhadap pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut.
VIII-39
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 8.29.
Kontribusi DAK Bidang Jalan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Daerah Istimewa Yogyakarta, tahun 2006 - 2009
Dari perhitungan kontribusi DAK yang dibelanjakan di sektor infrastruktur jalan tersebut, walaupun
sudah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, namun nilai kontribusinya masih
dianggap rendah. Dengan demikian di masa mendatang masih diperlukan pendanaan yang lebih besar lagi
guna mendorong perekonomian daerah, karena jalan sebagai salah satu akses kelancaran distribusi barang
baik antar-kabupaten maupun antar-kota di luar Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga ketika kelancaran
distribusi barang, baik barang bahan baku, setengah jadi maupun barang jadi dapat terselenggara dengan
baik, maka akselerasi pertumbuhan ekonomi juga terangkat melalui kelancaran distribusi barang tersebut,
dari produsen ke konsumen.
VIII-40
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB IX
PENUTUP
IX-1
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dengan demikian DAK direncanakan berbasis pencapaian target prioritas nasional yang juga harus
dilaksanakan di daerah.
IX-2
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
9.3. Kesimpulan
1. Dalam aspek perencanaan, permasalahan DAK terdapat dalam siklus perencanaan dan
penganggaran yang kurang sinkron antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Di tingkat
Pusat DAK dilihat sebagai kewenangan Pusat dan Pusat menerapkan pendekatan top down untuk
perencanaan DAK melalui RKP, sedangkan di tingkat Daerah perencanaan dilakukan dengan
merumuskan RKPD. Tenggang waktu yang sangat dekat antara RKP dengan RKPD menyulitkan
daerah untuk menilai usulan yang diajukan SKPD agar sinkron dengan prioritas nasional dan juga
prioritas daerah. Forum koordinasi antara K/L dengan SKPD sebelum DAK dirumuskan justru
menciptakan iklim yang kurang kondusif dalam perencanaan di daerah, karena tanpa melibatkan
Bappeda.
2. DAK dalam perencanaan baik di Pusat maupun di daerah belum direncanakan serta dihitung dalam
kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework/MTEF). Perhitungan
DAK untuk satu tahun anggaran saja menjadi kurang relevan untuk tujuan pencapaian target
nasional yang membutuhkan kepastian pendanaan agar target tersebut tercapai. Dengan
menghitung DAK untuk kebutuhan pengeluaran jangka menengah dan dalam rangka mencapai
target nasional tertentu berarti DAK perlu bersifat open-ended matching grant di mana jumlah yang
akan diterima oleh daerah ditentukan oleh realisasi akhirnya serta jumlah dana pendamping
bervariasi menurut kemampuan keuangan daerah.
3. Adanya kriteria umum, teknis dan khusus, seringkali menimbulkan multi tafsir di daerah ketika
daerah yang mengusulkan tidak mendapatkan DAK seperti yang diusulkan. Hal ini menimbulkan
berbagai keluhan daerah seperti harus mengubah APBD, menunda kegiatan yang lain. Transparansi
terhadap kriteria penerima DAK dan jumlah yang DAK yang diberikan perlu lebih diperjelas.
4. Dalam aspek penganggaran, permasalahan muncul ketika Kepala Daerah menyusun Rancangan
KUA-PPAS yang memuat program/kegiatan DAK didasarkan atas RKPD dan Renja SKPD dengan
berpedoman pada petunjuk teknis DAK. Sementara Petunjuk teknis DAK lebih sering terlambat bila
dibandingkan dengan pelaksanaan penyusunan KUA-PPAS. Meskipun untuk mengantisipasi
keterlambatan Juknis tersebut ada solusinya yaitu dengan mencantumkan klausul dalam
kesepakatan KUA dan PPAS: apabila Pemerintah Daerah menerima pagu alokasi DAK setelah KUA
dan PPAS ditetapkan maka dapat ditampung langsung dalam pembahasan R-APBD dengan terlebih
dahulu. Pencantuman klausul dimaksudkan untuk menyepakati pagu alokasi dan penggunaan DAK
dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD serta untuk menjaga konsistensi antara materi
KUA dan PPAS dengan program dan kegiatan DAK yang ditetapkan dalam APBD. Namun demikian,
keterlambatan juknis tersebut telah menimbulkan masalah tersendiri dalam proses penganggaran di
Daerah yaitu perlunya melakukan Perubahan APBD.
5. Dalam pengganggaran DAK, penyediaan dana pendamping 10 persen juga dianggap memberatkan
daerah. Asumsinya, semakin banyak menerima DAK, maka akan semakin besar dana dari APBD
yang harus disediakan sebagai dana pendamping, dan hal ini akan mempengaruhi kondisi APBD.
Selain itu Penyusunan RKA-SKPD untuk dana pendamping juga harus dilakukan menyatu dengan
kegiatan DAK. Dengan demikian sebenarnya dapat diketahui bahwa juknis DAK perlu mendahului
penyusunan RKA-SKPD.Selain dana pendamping, Daerah juga harus menyiapkan dana untuk
melakukan kegiatan yang dibiayai DAK, dengan berbagai macam istilah seperti biaya penunjang,
biaya pendukung, biaya umum, dan sebagainya. Dana di luar dana pendamping ini juga memerlukan
perhitungan yang cermat terkait kemampuan APBD.
6. Dalam aspek implementasi, permasalahan muncul ketika terjadi mismatch antara rencana yang
diharapkan dengan realisasi DAK, seperti jumlah dana dan barang yang kurang sesuai dengan
proposal yang diajukan, rigiditas juknis, waktu yang tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan
yang dibiayai DAK, Sisa DAK pada akhir tahun anggaran sebagai Sisa Lebih Penggunaan Anggaran
IX-3
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(SiLPA), sisa tender atas pelaksanaan kegiatan DAK, penekanan pada penyerapan anggaran yang
kurang memperhatikan aspek outcome dan quality of spending dari DAK.
7. Dalam aspek monitoring dan evaluasi , permasalahan yang muncul adalah lemahnya monev yang
dilakukan oleh tim baik tingkat pusat maupun daerah, koordinasi monev belum dilakukan secara baik
oleh tim koordinasi, tim koordinasi lebih banyak bersifat formalitas, banyak ditemui keluhan dari
pelaksana di DAK karena beragamnya format yang harus diisi sehingga juga menyulitkan pelaksana
di daerah, kurangnya orientasi pengawasan dari Pemerintah Daerah terhadap output DAK dan
quality of spending dari anggaran, kurangnya upaya pemerintah daerah untuk mengevaluasi
konsistensi dan sustainability DAK terhadap prioritas nasional di daerah, lemahnya dukungan
anggaran terhadap monev DAK, serta belum terdapat format baku yang tunggal yang dapat diakses
baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara bersama.
9.4. Rekomendasi
9.4.1. Aspek Data Collecting
Dalam studi ini, Tim mengalami kesulitan untuk dapat memperoleh beberapa data sesuai yang
ditentukan dalam ToR (terlampir). Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya perlu kiranya dibuat surat dari
Pemerintah Pusat (c.q Menteri PPN/Kepala Bappenas) kepada Gubernur dengan tembusan kepada
Bupati/Walikota yang menjadi wilayah kajian untuk membuka akses sepenuhnya bagi Tim Peneliti agar dapat
memperoleh semua data yang dibutuhkan bagi kelancaran pelaksanaan penelitian sebagaimana yang diatur
dalam ToR.
IX-4
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
4. Tim DAK daerah perlu menyiapkan mekanisme transparansi dan akuntabilitas pembelanjaan
DAK. Tim DAK daerah perlu membuat mekanisme pencairan anggaran yang dipatuhi oleh
rekanan, juga mekanisme reward and punishment bagi rekanan secara adil.
Uraian lengkap dari rekomendasi ini dijabarkan pada Tabel 9.1. dan 9.2. dan Gambar 9.1
IX-5
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 9.1.
Rekomendasi (Aspek)
ASPEK PERMASALAHAN FAKTOR PENYEBAB DAMPAK SOLUSI REKOMENDASI
PERENCANAAN Terjadinya Perencanaan DAK oleh Mismatch antara yang 1.Perencanaan DAK oleh Pusat perlu 1.Perlunya Bappenas mereview
ketidaksinkronan dalam Kementerian, bersifat direncanakan Pusat dengan diinformasikan kepada Daerah mekanisme, waktu dan tahapan
perencanaan antara top-down Daerah. seawal mungkin yaitu siklus RKP perencanaan pembangunan Nasional.
Pusat dengan Daerah Pusat lebih awal 2 (dua) bulan dari 2.Mengikutsertakan peran Bappeda dalam
siklus RKP Daerah. perencanaan DAK.
2.Mereview waktu dan tahapan
perencanaan pembangunan antara
Pusat dan Daerah.
Terjadinya Usulan DAK berbasis 1. Penyesuaian 1.Perencanaan DAK berbasis 1. Perlunya Bappenas merumuskan DAK
ketidakpastian alokasi data teknis Daerah perencanaan usulan Kebutuhan Prioritas Nasional dalam dalam MTEF.
DAK bagi Daerah DAK di Daerah apabila Medium Term Expenditure 2. Bappenas meninjau kembali Kriteria
mendapat DAK maupun Framework (MTEF) DAK: Kriteria Umum, Teknis dan Khusus.
apabila tidak mendapat 2.Transparansi informasi tentang 3. Perlunya Bappenas, Kemenkeu, dan
DAK. Daerah, Bidang, dan Pagu DAK Kemedagri merumuskan mekanisme
2. Overlapping pembiayaan kepada Daerah penerima DAK transparansi DAK
kegiatan dalam APBD maupun kepada Daerah Bukan
Penerima DAK.
PENGANGGARAN Terjadinya perubahan Keluarnya PMK, Juknis, Penyesuaian yang perlu 1.Mereview waktu dan tahapan 1.Perlunya Bappenas menetapkan
kegiatan dan anggaran dan Juklak DAK yang dilakukan oleh Daerah penganggaran antara Pusat dan mekanisme penjadwalan pengeluaran
karena turunnya atau terlambat (melebihi terhadap APBD/Perubahan Daerah. PMK, Juknis dan Juklak DAK bagi setiap
karena tidak turunnya batas waktu APBD 2.Mengeluarkan PMK, Juknis, dan kementerian.
Alokasi DAK APBD pembahasan RAPBD) Juklak DAK mendahului siklus 2.Perlunya Kemenkeu bersama
penganggaran Daerah. Kementerian Teknis mengawal PMK,
Juknis dan Juklak agar mendahului siklus
penganggaran di Daerah
Keberatan Daerah Kemampuan Keuangan Kadangkala harus 1.Mereview dan kemampuan 1.Perlunya pengkategorian Kemampuan
dalam menyediakan Daerah yang terbatas membatalkan kegiatan yang keuangan daerah untuk Keuangan daerah dalam mendukung DAK
Dana Pendamping DAK sudah dianggarkan untuk menyediakan Dana Pendamping 2.Perlunya rumusan/ formula Dana
dialihkan sebagai Dana DAK. Pendamping dan pentahapan besaran
Pendamping DAK 2.Merumuskan persentase dana Dana Pendamping yang harus disediakan
pendamping DAK berbasis daerah
kemampuan keuangan daerah dan
IX-6
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
IX-7
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
IX-8
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 9.2.
Rekomendasi (Stakeholders)
ASPEK INSTANSI
BAPPENAS BAPPEDA Kementerian Keuangan Kementerian Teknis DPR dan DPRD
PERENCANAAN 1.Mereview mekanisme, waktu dan tahapan Berperan dalam 1. Perlunya pengkategorian 1. merumuskan DAK dalam Mengawal
perencanaan pembangunan nasional perencanaan DAK. Kemampuan Keuangan MTEF. kesinambungan
sehingga dapat lebih sinkron dengan daerah dalam mendukung 2. meninjau kembali Kriteria dan keterpaduan
perencanaan pembangunan daerah DAK DAK: Kriteria Umum, antara DAK
2. Merumuskan DAK dalam MTEF. 2. Perlunya rumusan/formula Teknis dan Khusus. dengan
3. Bappenas meninjau kembali Kriteria DAK: Dana Pendamping dan 3. mengeluarkan Juknis perencanaan di
Kriteria Umum, Teknis dan Khusus. pentahapan besaran Dana dan Juklak secara tepat Pusat dan Daerah
4. Menetapkan jadwal pengeluaran PMK, Pendamping yang harus waktu sesuai dengan
Juknis dan Juklak secara tepat waktu serta disediakan daerah mekanisem, waktu
merumuskan sanksi jika tidak mematuhi 3. Meninjau kembali Kriteria dan tahapan
jadwal DAK: Kriteria Umum, Teknis perencanaan
5. Mengkaji pengubahan Juknis menjadi Juklak dan Khusus. pembangunan
sehingga lebih memberikan keleluasan bagi 4. mengeluarkan PMK tepat nasional dan
Daerah waktu daerah
PENGANGGARAN 1.Perlunya Bappenas merumuskan DAK dalam Mengkoordinir 1. merumuskan perlunya 1. merumuskan perlunya Memberikan
MTEF. penganggaran program mencakup Biaya Umum mencakup Biaya Umum dukungan
2. Bappenas meninjau kembali Kriteria DAK: kegiatan yang dbiayai /Biaya Administrasi /Biaya /Biaya Administrasi /Biaya penganggaran
Kriteria Umum, Teknis dan Khusus. dengan DAK dalam Penunjang DAK dalam Penunjang DAK dalam APBN/APBD
3. Perlunya merumuskan mekanisme RKA-SKPD sesuai alokasi DAK alokasi DAK terhadap DAK
transparansi DAK Juknis 2. Perlunya merumuskan 2. merumuskan mekanisme yang lebih
mekanisme transparansi transparansi alokasi DAK berfokus pada
alokasi DAK berdasarkan domainnya manfaat pelayanan
(kriteria teknis) publik
PELAKSANAAN 1.Mengefektifkan Tim Koordinasi DAK Tingkat 1. Menyiapkan Tim DAK Mengelola Pendistribusian 1. Berperan aktif dalam Tim Bersinergi dengan
Pusat. yang memahami Dana (transfer) secara intensif Koordinasi DAK Tingkat pihak eksekutif
2. Memantau Kualitas Output DAK Manajemen Proyek Pusat dalam
2. Tim DAK Daerah 2. Memantau Kualitas Output meyelaraskan
perlu membuat DAK DAK dengan
mekanisme pembangunan
pencairan anggaran daerah
yang dipatuhi oleh
IX-9
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
ASPEK INSTANSI
BAPPENAS BAPPEDA Kementerian Keuangan Kementerian Teknis DPR dan DPRD
rekanan, juga
mekanisme reward
and punishment bagi
rekanan secara adil.
MONITORING 1.Mengkoordinir peninjauan ulang SEB 1. Tim DAK Daerah 1.Memantau efektifitas dan 1. Membuat mekanisme Ikut mengawal
DAN EVALUASI dengan instansi lain. Jika tetap dalam format perlu menyiapkan kualitas belanja DAK pengawasan berbasis pemantauan
SEB, maka perlu penyesuaian format mekanisme 2.Memantau penyerapan DAK manfaat DAK. terhadap DAK
pelaporan, begitu juga jika dalam bentuk transparansi dan dan hambatannya. 2. menetapkan mekanisme sesuai dengan
peraturan lain yang komprehensif (misalnya: akuntabilitas pengukuran indikator mekanisme yang
Peraturan Menteri Dalam Negeri atau pembelanjaan DAK. keberhasilan DAK. berlaku
Peraturan Bersama yang dikeluarkan oleh 2. membuat mekanisme 3. Merumuskan Indeks
antara Bappenas, Kemenkeu dan pengawasan Manfaat DAK.
Kemendagri) berbasis manfaat
2.Merumuskan peraturan yang mengatur DAK.
monitoring dan evaluasi DAK bahwa 3. Menyiapkan
Bappenas juga harus menerima laporan dari pemantau
semua daerah yang menerima DAK (daerah Independen DAK
penerima DAK wajib menyampaikan laporan
secara langsung kepada Bappenas sebagai
salah satu instansi Pusat yang wajib
menerima laporan)
3.Mengkaji ulang format kelembagaan
pemantauan DAK
4.Bappenas perlu merumuskan:
a) Format struktur Tim DAK yang
seragam.
b) Kejelasan Peran Gubernur dalam
Tim DAK Daerah.
c) Uraian tugas dan nomenklatur dalam
struktur Tim DAK yang jelas.
d) Dukungan pembiayaan terhadap tim
DAK
IX-10
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Februari Renja KL
April
Mei RKPD
Gambar 9.1
Penyempurnaan Tahapan DAK
IX-11
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
IX-12
Sistem Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
4. Bappenas
memberikan "Laporan
3.Tim Koordinasi DAK Evaluasi Daerah
Tingkat Pusat Penerima DAK"
2. Tim Koordinasi (Menyampaikan kepada kepada Gubernur
DAK Daerah Bappenas,Kemenkeu, melalui Tim
Kemendagri dan Koordinasi DAK
(dikoordinir di Tingkat Pusat.
tingkat Provinsi oleh Kementerian Teknis)
Gubernur) (Hal tersebut sebagai
1. SKPD bentuk feed back atas
penerima DAK laporan yang
diserahkan Daerah)
Gambar 9.2
Penyederhanaan Alur Pelaporan DAK
IX-13
Lampiran 1
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Sleman
Bidang Infrastruktur Jalan
i
Lampiran 2
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Sleman
Bidang Kesehatan
ii
Lampiran 3
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Bantul
Bidang Infrastruktur Jalan (Rehab. Jalan Gedongkuning – Babadan)
II PELAKSANAAN
5 SK Penetapan Pelaksanaan Kegiatan 15 Desember 2009
6 Pelaksanaan Tender Pekerjaan Kotrak 20 Feb – 3 April
2010
7 Persiapan Pekerjaan Swakelola
8 Pelaksanaan Pekerjaan Kontrak 8 April 2010
9 Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola
10 Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) 31 Mei 2010, 11 Termin 85 %, Termin 95 %,
Agust 2010, 11 Retensi 5 %
Agust 20101
11 Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) 31 Mei 2010, 11 Termin 85 %, Termin 95 %,
Agust 2010, 11 Retensi 5 %
Agust 20101
12 Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) 01 Juni 2010, 16 Termin 85 %, Termin 95 %,
Agust 2010, 16 Retensi 5 %
Agust 2010
Sumber: Laporan Kemajuan Per Triwulan 2010, Dinas PU Kabupaten Bantul
iii
Lampiran 4
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Bantul
Bidang Kesehatan
iv
No Dokumen/Kegiatan Waktu Keterangan
63/Din.Kes/SPP/VII/2010,
- Uang Muka
13 Juli 2010
89/Din.Kes/SPP/IX/2010,
- Angsuran Pertama
28 September 2010
120/Din.Kes/SPP/XII/2010,
- Angsuran Kedua
9 Desember 2010
123/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Pundong
- Uang Muka 60/Din.Kes/SPP/VII/2010
- Angsuran Pertama 76/Din.Kes/SPP/VIII/2010
90/Din.Kes/SPP/IX/2010,
- Angsuran Kedua
28 September 2010
96/Din.Kes/SPP/XI/2010,
- Angsuran Ketiga
18 Oktober 2010
Dlingo II
- Uang Muka 54/Din.Kes/SPP/VI/2010
- Angsuran Pertama 83/Din.Kes/SPP/IX/2010
113/DINKES/SPP/XI/2010,
- Angsuran Kedua
26 Nopember 2010
133/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Sewon II
- Uang Muka 67/Din.Kes/SPP/VII/2010
132/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Kedua
13 Desember 2010
135/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Kasihan II
- Uang Muka 66/Din.Kes/SPP/VII/2010
134/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Kedua
13 Desember 2010
131/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Sedayu I
- Angsuran Pertama 82/Din.Kes/SPP/IX/2010
125/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Kedua
13 desember 2010
130/DINKES/SPP/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Pengadaan Sepeda Motor
126/DINKES/SPP/XII/2010,
- 100%
13 Desember 2010
Pengadaan Obat PKD
106/DINKES/SPP/XI/2010,
- Uang Muka
11 Nopember 2010
129/DINKES/SPP/XII/2010,
- 100%
13 Desember 2010
11 Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM)
v
No Dokumen/Kegiatan Waktu Keterangan
Perluasan Gedung & Rehabilitasi Berat Puskesmas
Banguntapan I
- Uang Muka 63/Din.Kes/SPM/VII/2010
89/Din.Kes/SPM/IX/2010,
- Angsuran Pertama
29 September 2010
120/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Kedua
9 Desember 2010
123/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Pundong
60/Din.Kes/SPM/VII/2010,
- Uang Muka
3 Juli 2010
76/Din.Kes/SPM/VIII/2010,
- Angsuran Pertama
18 Agustus 2010
90/Din.Kes/SPM/IX/2010,
- Angsuran Kedua
29 September 2010
96/Din.Kes/SPM/X/2010,
- Angsuran Ketiga
22 Oktober 2010
Dlingo II
54/Din.Kes/SPM/VI/2010,
- Uang Muka
30 Juni 2010
83/Din.Kes/SPM/IX/2010,
- Angsuran Pertama
3 September 2010
113/Din.Kes/SPM/XI/2010,
- Angsuran Kedua
26 Nopember 2010
133/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Sewon II
67/Din.Kes/SPM/VII/2010,
- Uang Muka
28 Juli 2010
135/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Kedua
13 Desember 2010
132/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Kasihan II
66/Din.Kes/SPM/VII/2010,
- Uang Muka
23 Juli 2010
134/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Kedua
13 Desember 2010
131/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Sedayu I
82/Din.Kes/SPM/IX/2010,
- Angsuran Pertama
3 September 2010
125/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Kedua
13 Desember 2010
130/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- Angsuran Ketiga
13 Desember 2010
Pengadaan Sepeda Motor
126/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- 100 %
13 Desember 2010
vi
No Dokumen/Kegiatan Waktu Keterangan
Pengadaan Obat PKD
106/Din.Kes/SPM/XI/2010,
- Uang Muka
12 Nopember 2010
129/Din.Kes/SPM/XII/2010,
- 100 %
13 Desember 2010
12 Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
Perluasan Gedung&Rehabilitasi Berat Puskesmas
Banguntapan I
965 LS VII/2010, 14 Juli
- Uang Muka
2010
1425 LS X/2010, 4 Oktober
- Angsuran Pertama
2010
1812 LS XI/2010, 14
- Angsuran Kedua
Nopember 2010
2202 LS XII/2010, 17
- Angsuran Ketiga
Desember 2010
Pundong
915 LS VII/2010, 8 Juli
- Uang Muka
2010
1187 LS VIII/2010, 24
- Angsuran Pertama
Agustus 2010
1476 LS X/2010, 11
- Angsuran Kedua
Oktober 2010
1721 LS XI/2010, 3
- Angsuran Ketiga
Nopember 2010
Dlingo II
908 LS VII/2010, 7 Juli
- Uang Muka
2010
1287 LS IX/2010, 3
- Angsuran Pertama
September 2010
1975 LS XII/2010, 2
- Angsuran Kedua
Desember 2010
2204 LS XII/2010, 17
- Angsuran Ketiga
Desember 2010
Sewon II
1054 LS VII/2010, 30 Juli
- Uang Muka
2010
2189 LS XII/2010, 17
- Angsuran Kedua
Desember 2010
2320 LS XII/2010, 20
- Angsuran Ketiga
Desember 2010
Kasihan II
1023 LS VII/2010, 27 Juli
- Uang Muka
2010
2316 LS XII/2010, 20
- Angsuran Kedua
Desember 2010
2317 LS XII/2010, 20
- Angsuran Ketiga
Desember 2010
Sedayu I
1316 LS IX/2010, 7
- Angsuran Pertama
September 2010
vii
No Dokumen/Kegiatan Waktu Keterangan
2203 LS XII/2010, 17
- Angsuran Kedua
Desember 2010
2188 LS XII/2010, 17
- Angsuran Ketiga
Desember 2010
Pengadaan Sepeda Motor
2192 LS XII/2010, 17
- 100 %
Desember 2010
Pengadaan Obat PKD
1851 LS XI/2010, 18
- Uang Muka
Nopember 2010
2271 LS XII/2010, 17
- 100 %
Desember 2010
Sumber: Laporan Kemajuan Per Triwulan 2010, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul
viii
Lampiran 5
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Kulon Progo
Bidang Infrastruktur Jalan
I PERENCANAAN
1 PMK (Alokasi dan Pedoman Umum) 7 Januari 2010
2 Petunjuk Teknis (Juknis)
3 Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Desember 2009
4 Penetapan DPA-SKPD 5 Januari 2010
II PELAKSANAAN
5 SK Penetapan Pelaksanaan Kegiatan 02 Maret 2010
6 Pelaksanaan Tender Pekerjaan Kontrak Juni – September 2010
7 Persiapan Pekerjaan Swakelola -
8 Pelaksanaan Pekerjaan Kontrak September-November 2010
9 Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola -
10 Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) September 2010
11 Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) September 2010
12 Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) September 2010
ix
Lampiran 6
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Kulon Progo
Bidang Kesehatan
x
No Dokumen/Kegiatan Waktu Keterangan
11 Penerbitan Surat Perintah membayar (SPM)
a.Konsultan perencanaan 9 September 2010
b.Konsultan pengawasan
c.Perluasan/pembangunan Puskesmas Pengasih II 4 Agustus 2010
d.Pembangunan Poskesdes Sukoreno Sentolo 25 Agustus 2010
e.Pembangunan Poskesdes Pandowan Galur 4 Agustus 2010
f.Pengadaan Obat
g.Pengadaan Kendaraan sepeda motor roda 2 27 Agustus 2010
h.Pengadaan Alat –Alat Kedokteran Kebidanan dan
Penyakit kandungan
12 Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
a.Konsultan Perencanaan 13 Juli 2010
b.Konsultan Pengawasan
c.Perluasan / pembangunan Puskesmas Pengasih II 6 Agustus 2010
d.Pembangunan Poskesdes Sukoreno Sentolo 1 September 2010
e.Pembangunan Poskesdes Pandowan Galur 6 Agustus 2010
f.Pengadaan Obat
g.Pengadaan Kendaraan sepeda motor roda 2 30 Agustus 2010
h.Pengadaan Alat –Alat Kedokteran Kebidanan dan
Penyakit kandungan
Sumber: Laporan Kemajuan Per Triwulan 2010, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo
xi
Lampiran 7
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Gunung Kidul
Bidang Infrastruktur Jalan
II PELAKSANAAN
5 SK Penetapan Pelaksanaan Kegiatan 17 Februari 2010
6 Pelaksanaan Tender Pekerjaan Kotrak 19 Mei 2010 s/d 30 Juni 2010
7 Persiapan Pekerjaan Swakelola -
8 Pelaksanaan Pekerjaan Kontrak 2 Juli 2010 Peaket I & II
Pelaksanaan 90 hari,
16 Paket ABT
Pelaksanaan 30 hari
9 Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola -
10 Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Agustus s/d 16 Desember
2010
11 Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) Agustus s/d 16 Desember
2010
12 Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Agustus s/d 16 Desember
2010
Sumber: Laporan DAK 2010, Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul
xii
Lampiran 8
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Kabupaten Gunung Kidul
Bidang Kesehatan
II PELAKSANAAN
5 SK Penetapan Pelaksanaan Pekerjaan 8 Maret 2010
6 Pelaksanaan Tender Pekerjaan Kontrak Mei – Juni 2010
7 Persiapan pekerjaan Swakelola -
8 Pelaksanaan Pekerjaan Kontrak Mulai Juni 2010
9 Pelaksanaan pekerjaan Swakelola -
10 Penerbitan Surat permintaan Pembayaran (SPP) Mulai Juli 2010
11 Penerbitan Surat perintah Membayar (SPM) Mulai Juli 2010
12 Penerbitan Surat Perintah Pencairan dana (SP2D) Mulai Juli 2010
Sumber: Laporan DAK 2010, Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul
xiii
Lampiran 9
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Provinsi DIY
Bidang Bina Marga/Infrastruktur Jalan
xiv
Lampiran 10
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Provinsi DIY
Bidang Kesehatan (Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta)
xv
Lampiran 11
Checklist Dokumen dan Kegiatan Pelaksanaan DAK Tahun Anggaran 2010 Provinsi DIY
Bidang Kesehatan (Rumah Sakit Grhasia)
xvi
Lampiran 12
CHECKLIST HASIL PENGUMPULAN DATA SEKUNDER
Kabupaten Sleman:
xvii
Tahun Judul Data Keterangan
2010 RKPD Tahun 2010
2010 Usulan Rencana Kegiatan DAK Sub Bidang Jalan
SK Kepala Bappeda tentang Tim Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi
2010
Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2010
2011 RPJMD Tahun 2011-2016
2011 RKPD Tahun 2011
Kabupaten Bantul:
xviii
Tahun Judul Data Keterangan
2006 Rekap Pelaksanaan DAK Dinas Perikanan dan Kelautan
2006 Ringkasan Laporan Realisasi APBD
2007 Daftar Rekapitulasi Laporan DAK DPU
Rekap Laporan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pelaksanaan
2007
APBD Dinas Pekerjaan Umum
2007 Laporan Realisasi Anggaran TA 2007
Rekap Laporan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pelaksanaan
2007
APBD Dinas Kesehatan
2008 Daftar Rekapitulasi Laporan DAK Dinas Pekerjaan Umum
2008 Laporan Realisasi Anggaran TA 2008
2008 Laporan Realisasi Khusus DAK Bidang Keluarga Berencana
2008 Laporan Realisasi Penggunaan DAK Bidang Kesehatan
Rekap Laporan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pelaksanaan
2008
APBD TA 2008 Dinas Kesehatan
Rekap Laporan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pelaksanaan
2008
APBD TA 2008 Dinas Pekerjaan Umum
2009 KUA PPAS
2009 Laporan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2009
Rekap Laporan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pelaksanaan
2009
APBD TA 2009 Dinas Kesehatan
Rekap Laporan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pelaksanaan
2009
APBD TA 2009 Dinas Pekerjaan Umum
2010 KUA PPAS
2010 Daftar Rekapitulasi Laporan DAK BKK PPKB
2010 Laporan Realisasi Penggunaan DAK Triwulan I Bidang Kesehatan
Laporan Realisasi Program Kegiatan Triwulan IV R.S Panembahan
2010
Senopati
SK Kepala Bappeda Tentang Pembentukan Tim Koordinasi/Pemantauan
2010 Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Dana Tugas Pembantuan, dan Dana
Alokasi Khusus
2011 RKPD Tahun 2011
xix
Tahun Judul Data Keterangan
2010 - Laporan Triwulan I Semua Sektor
2010 - Laporan Triwulan II Semua Sektor
2010 - Laporan Triwulan III Semua Sektor
2010 - Laporan Triwulan IV Semua Sektor
DPA/DIPA Bidang Infrastruktur Jalan dan Kesehatan
2006 - DPA/DIPA Bidang Infrastruktur Jalan
2006 - DPA/DIPA Bidang Kesehatan
2007 - DPA/DIPA Bidang Infrastruktur Jalan
2007 - DPA/DIPA Bidang Kesehatan
Tidak dapat diperoleh karena
2008 - DPA/DIPA Bidang Infrastruktur Jalan pejabat yang bersangkutan
2008 - DPA/DIPA Bidang Kesehatan tidak berkenan untuk
memberikan
2009 - DPA/DIPA Bidang Infrastruktur Jalan
2009 - DPA/DIPA Bidang Kesehatan
2010 - DPA/DIPA Bidang Infrastruktur Jalan
2010 - DPA/DIPA Bidang Kesehatan
Data-data lainnya yang relevan dengan sistem monev DAK
Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan DAU, DAK, dan Gempa (APBD)
2006
Tahun 2006
2006 Laporan Pelaksanaan Triwulan IV Bidang Kesehatan Tahun 2006
2006 Laporan Pelaksanaan DAK Triwulan IV Bidang Lingkungan Tahun 2006
2006 Laporan Pelaksanaan Triwulan IV Bidang Jalan Tahun 2006
2006 Laporan Pelaksanaan DAK Triwulan IV Bidang PertanianTahun 2006
2006 Laporan Pelaksanaan DAK Triwulan IV Bidang Pendidikan Tahun 2006
2007 Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan (Laporan Triwulan I Tahun 2007)
2007 Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan (Laporan Triwulan III Tahun 2007)
2007 Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan (Laporan Triwulan IV Tahun 2007)
2007 Laporan Pelaksanaan Pemantauan DAK Tahun 2007
2007 Laporan Pemantauan dan Evaluasi DAK Tahun 2007
2007 Laporan Pelaksanaan Triwulan IV Bidang Pertanian Tahun 2007
2007 Laporan Pelaksanaan DAK Triwulan IV Tahun 2007
2007 Laporan Pelaksanaan DAK Triwulan IV Bidang Pendidikan Tahun 2007
Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan DAK Bidang Kesehatan dan KB
2008
Tahun 2008
2008 Laporan Pelaksanaan Pemantauan DAK Triwulan II Tahun 2008
2008 Laporan Pelaksanaan Pemantauan DAK Triwulan IIITahun 2008
xx
Tahun Judul Data Keterangan
Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan DAK Triwulan IV Bidang Kesehatan
2008
Tahun 2008
2009 Laporan Pelaksanaan Pemantauan DAK Tahun 2009
2010 Laporan Pemantauan Pelaksanaan DAK Triwulan IV Tahun 2010
2010-2015 RPJMD 2010-2015
2010 RKPD 2010
2011 RKPD 2011
2011 KUA-PPAS 2011
Kabupaten Kulonprogo:
xxi
Tahun Judul Data Keterangan
2010 - DPA/DIPA Bidang Kesehatan
Data-data lainnya yang relevan dengan sistem monev DAK
2006-2010 Data Dasar Sarana Prasarana Tahun 2006-2010
2006-2011 RPJMD Tahun 2006- 2011
2007-2010 DPA Badan Lingkungan Hidup Tahun 2007-2010
2007-2010 DPA Dinas Pertanian 2007-2010
2008-2010 DPA Badan Pemberdayaan Perempuan Tahun 2008-2010
2008-2010 DPA Dinas Pendidikan Tahun 2008-2010
2009-2010 DPA Dinas Kelautan 2009-2010
2009 Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahun 2009
2010 Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahun 2010
2010 RKPD Tahun 2010
Keputusan Bupati Kulon Progo Tentang Pembentukan Tim Koordinasi
2010 Kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Tugas Pembantuan
Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 2010
2011 KUA PPAS Tahun 2011
2011 KUA PPA Murni Tahun 2011
2011 RKPD 2011
Kota Yogyakarta:
xxii
Tahun Judul Data Keterangan
baik dan adanya pergantian
2006 - DPA/DIPA Bidang Kesehatan pejabat
xxiii
Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta:
xxiv
Tahun Judul Data Keterangan
2010 Pergub RKPD Tahun 2010
2010 PPAS Tahun 2010
2010 RKPD Tahun 2010
2010 Laporan Akhir DAK Bidang Kesehatan Tahun 2010
2010 Resume Laporan DAK Bidang Kesehatan Tahun 2010
Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Mengenai
2010 Pembentukan Tim Teknis Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2010
2011 RKPD Tahun 2011
2011 PPAS Tahun 2011
xxv