Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Imunisasi
1. Pengertian
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila nanti terpajan
pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya
maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan
aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh,
bukan di buat oleh individu itu sendiri sedangkan kekebalan aktif adalah
kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen
seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah (Satgas Imunisasi,
2008).
Imunisasi adalah salah satu cara yang efektif dan efisien dalam
mencegah penyakit. Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak
yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak
dapat bertahan dan menjadi kebal. Ketujuh penyakit tersebut dimasukkan
pada program imunisasi yaitu penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis,
tetanus, polio, campak dan hepatitis B (Maryanti, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas bahwa imunisasi adalah
usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu
penyakit dengan memasukan vaksin dalam tubuh bayi, balita dan anak.
Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk
mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes, 2005).
2. Tujuan Imunisasi
Menurut Nina dan Mega (2013), program imunisasi yang dilakukan
adalah untuk mencegah penyakit dan kematian anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering terjangkit. Secara umum tujuan imunisasi antara lain
adalah:
a.Imunisasi dapat menurunkan Angka Morbiditas (Angka Kesakitan) dan
Mortalitas (Angka Kematian) pada bayi dan balita.

6
7

b. Imunisasi sangat efektif untuk mencegah penyakit menular.


c. Melalui imunisasi tubuh tidak akan mudah terserang penyakit menular.
3.Macam - Macam Imunisasi
Menurut Nina dan Mega (2013), macam-macam imunisasi yaitu :
a. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif merupaka pemberian bibit penyakit yang telah
dilemahkan (vaksin) agar sistem kekebalan atau imun tubuh dapat
merespon secara spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen. Sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan
campak.
b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan
cara pemberian zat Imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui
proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang
didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh
yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti
Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan dan
contoh imunisasi pasif lainnya yaitu pada bayi yang baru lahir dimana
bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah
plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
4. Sasaran Imunisasi
Menurut Nina dan Mega (2013), sasaran imunisasi merupakan kelompok
yang berisiko untuk terkenah penyakit yaitu :
a. Bayi, balita, anak sekolah, dan remaja
b. Calon jemaah haji/umroh
c. Orang tua, manula
d. Orang yang berpergian ke luar negeri
Imunisasi yang dilakukan melindungi anak terhadap penyakit. Walaupun
pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di
8

masyarakat, akan tetapi tidak semua bayi telah dibawah untuk


mendapatkan imunisasi yang lengkap.
5. Tempat Pelayanan Imunisasi
Menurut Atika dan Citra (2010), berbagai tempat pelayanan kesehatan
yang dapat melayani imunisasi yaitu :
a. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
b. Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin dan Rumah Sakit Pemerintah
c. Praktek Dokter / Bidan Atau Rumah Sakit Swasta
6. Jenis – Jenis Imunisasi
Menurut Nina dan Mega (2013), bahwa imunisasi yang wajib diberikan
berjumlah 5 jenis yaitu :
a. Imunisasi Tuberkulosis (BCG)
1) Pengertian Imunisasi BCG
Imunisasi BCG diberikan untuk mencegah penyakit TBC
(Tuberkulosis). Penyakit ini desebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis Complex, penyakit ini akan
menyerang saluran pernafasan yang lebih dikenal dengan istilah
TB paru. Penularan TBC pada anak-anak dapat terjadi karena
terhirupnya percikan udara yang mengandung bakteri
Tuberculosis.
2) Usia Pemberian Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi BCG diberika pada usia dibawah 2 bulan.
Apabilah imunisasi BCG diberikan pada usia di atas 2 bulan ,
perlu dilakukan uji Tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG
diberikan pada uji tuberculin negative. Apabilah uji tuberculin tidak
memungkinkan BCG dapat diberikan namun perlu diobservasi
dalam waktu 7 hari.
3)Pemberian Imunisasi
Jumlah pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak di
anjurkan untuk dilakukan imunisasi ulang karena vaksin BCG
berisi kuman hidup yaitu bakteri Mycobacterium Tuberculosis
9

Complex yang dilemahkan sehingga antibodi yang dihasilkan


akan tinggi terus.
4)Cara Pemberian Imunisasi Dan Dosis
Cara pemberian melalui suntikan. Sebelum disuntikkan vaksin
BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis yang diberikan yaitu
0.05 cc. Imunisasi BCG biasanya dilakukan pada bayi usia 0-2
bulan. Imunisasi BCG disuntikan secara intracutan di daerah
lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan
penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan
agar Dapat dilakukan dengan tepat harus menggunakan jarum
pendek yang sangat halus (10 mm, Ukuran 26)
5)Kontra Indikasi
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada anak dengan kondisi
sedang menderita TBC, penyakit kulit yang berat atau menahun
seperti eksim dan furunkulosis, penderita gangguan sistem
kekebalan seperti penderita leukemia, penderita pengobatan
Steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV.
6)Efek Samping
Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi akan timbul indurasi dan
kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule,
kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan
khusus karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara
spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak
atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat namun tidak
menimbulkan demam.
b. Imunisasi DPT (Defteri, Pertusis dan Tetanus)
1) Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit yaitu Difteri,
Pertusis, dan Tetanus.
a)Difteri
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan bakteri
Corynebacterium Diphtheria. Penyakit ini bersifat ganas,
10

mudah menular dan menyerang terutama saluran pernafasan


bagian atas. Penularannya bisa disebabkan karena kontak
langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk dan
kontak tidak langsung karena adanya makanan yang
terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami
beberapa gejala seperti demam lebih dari 38 0C.
b) Pertusis (Batuk Rejan)
Pertusis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Batuk rejan adalah penyakit yang
menyerang saluran pernafasan dan sangat mudah menular.
Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah
berkepanjangan di antara serangan batuk ini anak akan
mengap-mengap untuk bernafas dan serangan batuk seringkali
diikuti oleh muntah–muntah serta serangan batuk dapat
berlangsung sampai berbulan–bulan.
c) Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
kuman Clostridium Tetani. Kuman ini dapat hidup di daerah
yang tampah oksigen. Penderita akan mengalami kejang-
kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut
tidak bisa membuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk,
selanjutnya penderita mengalami kesulitan untuk menelan dan
kekakuan pada leher dan tubuh.
2)Usia Pemberian Imunisasi DPT
Usia pemberian dimulai saat bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan
dengan interval 4 minggu.
3)Jumlah pemberian Imunisasi DPT
Jumlah pemberian imunisasi sebanyak 3 kali karena pemberian
pertama antibody dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian
ke dua mulai meningkat dan pemberian ke tiga diperoleh
antobody yang cukup.
11

4)Cara pemberian dan dosis


Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi
intramuscular. Suntikan diberikan pada paha kiri luar bagian
tengah dengan dosis 0,5 cc. Pada saat memasukan jarum harus
sudut 90 derajat.
5)Kontra Indikasi
Pada anak demam, ,memiliki kelainan penyakit, atau kelainan
saraf baik yang berupa keturunan atau bukan, dan mudah
kejang.
6) Efek samping
Pemberian imunisasi DPT akan memberikan efek samping
ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan
nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek
berat bayi akan menangis hebat karena kesakitan selama
kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang
,ensefalopati , dan shock.
c. Imunisasi Polio
1) Pengertian Imunisasi Polio
Imunisasi polio bertujuan untuk mencegah penyakit
Poliomyelitis. Pemberian vaksin dapat dikombinasikan dengan
vaksin DPT. Poliomyelitis adalah penyakit pada susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh satu atau tiga virus yang
berhubungan yaitu polio virus type 1, 2 atau 3. Penyakit ini dapat
menyerang sistem pernafasan dan sistem saraf. Polio
menyebabkan demam, muntah-muntah, kekakuan otot dan
dapat menyerang saraf-saraf yang mengakibatkan kelumpuhan
permanen.
2)Usia Pemberian Imunisasi Polio
Vaksin polio diberikan pada bayi baru lahir sebagai dosis awal.
12

3) Jumlah Pemberian Imunisasi Polio


Jumlah pemberian Imunisasi dasar polio diberikan sebanyak 4
kali dengan interval 4 minggu .
4)Cara Pemberian dan Dosis
Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut
anak dan setiap membuka vial baru harus menggunakan
penetes (Dropper) yang baru.
5) Kontra Indikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang
yang menderita defisiensi imunitas, penyakit akut , demam,
diare, sedang dalam pengobatan kortikosteroid, dan infeksi HIV.
6) Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping
berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang
terjadi.
d. Imunisasi Hepatitis B
1) Pengertian Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk memberikan tubuh
kekebalan terhadap penyakit Hepatitis B. Penyakit Hepatitis B
disebabkan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver
(hati). Virus ini akan tinggal selamanya di dalam tubuh. Bayi-bayi
yang terjangkit virus Hepatitis B berisiko mengalami kerusakan
pada hati.
2) Usia Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi pertama kali diberikan segera setelah bayi lahir, jadwal
imunisasi yang di ajurkan adalah usia 0, 1 dan 6 bulan karena
respons antobodi paling optimal. Interval antara dosis pertama
dan dosis yang kedua minimal 4 minggu.
3) Jumlah Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Jumlah Pemberian Imunisasi Hepatitis B diberikan 3 kali.
13

4) Cara pemberian dan dosis


Imunisasi diberikan secara intramuscular. Kandungan vaksin
HbsAg dalam bentuk cair. Terdapat vaksin B-PID (Prefil Injection
Device) yang diberikan sesaat setelah bayi lahir, dapat diberikan
pada usia 0-7 hari. Vaksin B-PID disuntikkan dengan 1 buah HB
PID. Vaksin ini merupakan vaksin jenis sekali pakai dan telah
berisi vaksin dosis tunggal dari pabrik.
5) Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti
vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan pada
penderita berat yang disertai kejang.
6) Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit kemerahan dan pembengkakan
disekitar tempat penyuntikan, reaksi yang terjadi bersifat ringan
dan biasanya hilang setelah 2 hari.
e. Imunisasi Campak
1) Pengertian Imunisasi Campak
Imunisasi campak bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak. Campak , Measles atau Rubella
adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak.
2) Usia Pemberian Imunisasi Campak
Imunisasi campak diberikan pada usia 9 -11 bulan dan di ajurkan
pemberian sesuai jadwal.
3) Jumlah Pemberian Imunisasi Campak
Jumlah pemberian imunisasi campak adalah satu kali.
4) Cara pemberian dan dosis
Jumlah dosis yang diberikan yaitu 0,5 cc, sebelum disuntikan
vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril
yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian
suntikkan pada lengan kiri atas secara Subkutan dengan sudut
45 Derajat.
14

5) Kontra Indikasi
Pemberian imunisasi campak tidak boleh dilakukan pada orang
yang mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukimia dan limfoma.
6) Efek samping
Hingga 15% dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8 – 12 hari setelah vaksinasi.
4. Kegiatan Pelayanan Imunisasi
Kegiatan pelayanan imunisasi dilaksanakan secara rutin dan terus
menerus yang harus dilakukan pada periode waktu yang telah ditentukan.
Kegiatan ini telah terbukti efektif dan efisien. Imunisasi yang dilakukan
pada saat bayi yang berumur 0-11 bulan, meliputi BCG, DPT, Polio,
Hepatitis B dan Campak. Idealnya bayi harus mendapatkan imunisasi
dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali,
Hepatitis B 3 kali dan Campak 1 kali. Dalam menilai kelengkapan status
imunisasi dasar dapat dilihat dari status imunisasi campak, karena
pemberian imunisasi campak paling akhir setelah keempat imunisasi
dasar pada bayi yang telah diberikan (Nina dan Mega, 2013)
B. ISPA
1.Definisi
Infeksi sakuran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan yang bersifat akut dengan berbagai gejala. Penyakit ini
disebabkan oleh berbagai sebab. Meskipun organ saluran pernafasan
yang terlibat adalah hidung, laring, tenggorokan, brokus, trakea, dan paru-
paru tetapi yang menjadi fokus adalah paru-paru. Titik perhatian ini
disepakati karena tingginya tingkat mortalitas radang paru-paru (Marni,
2004).
15

2. Etiologi
Menurut Widoyono (2010), penyebab terjadinya ISPA pada balita yaitu:
a. Bakteri :Diplococcus Pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus
Pyogenes, Staphylococcus Aureus, Haemophilu Influenzae, dan lain-
lain.
b. Virus :Influenza, Adenovirus dan Sitomegalovirus.
c. Jamur :Aspergilus Sp, Candida Albicans, Histoplasma, dan lain-lain.
d. Aspira :makanan, asap kendaraan dan BBM (Bahan Bakar Minyak),
biasanya minyak tanah dan cairan amnion pada saat lahir.
3.Patogenesis
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya bakteri, virus dan
jamur kedalam tubuh manusia melalui partikel udara (Dropet Infection),
kuman ini akan melekat pada sel ipitel hidung, dengan mengikuti proses
pernafasan , yang mengakibatkan demam, batuk, pilek dan sakit kepala
(Marni, 2004).
4. Klasifikasi
Menurut Erlien (2009), Klasifikasi ISPA Berdasarkan Lokasi Anatomi
yaitu:
a.Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas
Infeksi saluran pernafasan atas yaitu infeksi akut yang menyerang
hidung sampai epiglottis, misalnya Rinthis Akut dan Sinusitis Akut.
b.Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Bawah
Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yaitu infeksi akut yang
menyerang saluran pernafasan mulai dari bagian bawah epiglottis
sampai alveoli paru, misalnya Trakeitis, Bronkhitis Akut dan
Pneumonia.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Marni (2004), gejala ISPA dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :
a. Gejala ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
gejala sebagai berikut :
16

1) Batuk
2)Serak
3)Pilek
4) Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 38 0C
b. Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala
ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Pernafasan lebih dari 50 kali /menit pada umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali /menit pada anak satu tahun atau
lebih.
2) Suhu lebih 39 0C
3) Tenggorokan berwarna merah
4) Timbul bercak–bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit akan mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti berdengkur
c. Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA
ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru
2) Lubang hidung kembang kempis dengan cukup lebar pada waktu
bernafas
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
4) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
5) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas
6) Nadi tidak teraba
6. Patofisiologis
ISPA dapat menular bila daya tahan tubuh lemah, kuman ganas
dan penyebarannya melalui udara menerbangkan bakteri kuman pada
daerah yang lembab dan anak yang batuk tidak menutup mulut.
(Ngastiyah, 2005).
17

7. Komplikasi ISPA
Menurut (Ngastiyah, 2005) komplikasi dari ISPA adalah sebagai
berikut:
a. Penyebaran infeksi dimulai dari penjalaran infeksi sekunder dari
nasifaring ke arah bawah dapat menyebabkan radang saluran
pernafasan bagian bawah seperti Trakitis, Bronkitis, dan
Bronkopneumonia
b. Penutupan tuba eustachii yang dimana tuba eustachii membantu
memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung ke
telinga tengah dan menyebabkan Otitis Media.
c. Pada anak yang sering menderita batuk pilek sering menyebabkan
terjadinya kejang dan juga koma karena panas tinggi.
8. Pencegahan
Menurut Maryunani (2010), pencegahan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Meningkatkan kesehatan dengan cara perbaikan gizi agar tetap
baik.
b. Imunisasi lengkap.
c. Mencegah berhubungan dengan penderita ISPA.
d. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan untuk menghindari
penyebaran infeksi agen dari luar.
9. Penatalaksanaan ISPA
Menurut Maryunani (2010) bahwa penatalaksanaan dimaksudkan
untuk mencegah berlanjutnya ISPA ringan menjadi sedang, ISPA
sedang menjadi ISPA berat dan mengurangi resiko kematian bayi dan
balita yaitu:
a. Berikan ASI lebih banyak dan sering.
b. Berikan asupan cairan (air putih dan air buah) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan
cairan akan menambah parah sakit yang diderita terutama bila anak
batuk dan demam.
18

c. Pada anak umur 1 tahun ke atas, berikan kecap manis dicampur


madu atau jeruk nipis.
d. Jauhkan anak dari asap rokok, asap dapur dan asap lainnya.
10. Faktor Resiko ISPA
Secara umum dapat terdapat 3 faktor resiko terjadinya ISPA yaitu
faktor lingkungan, faktor individu anak, dan faktor perilaku
(Maryunani, 2010).
a. Faktor Lingkungan
1) Pencemaran Udara Dalam Rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak
mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan
timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah dengan
keadaan ventilasi kurang dan dapur terletak didalam rumah,
bersatu dengan kamar tidur, ruangan tempat anak dan balita
bermain. Hal ini dimungkinkan karena bayi dan anak balita
lebih lama berada didalam rumah bersama ibunya sehingga
dosis pencemaran akan lebih tinggi.
2) Ventilasi
Ventilasi yaitu penyediaan udara atau pengarahan udara dari
ruangan. Fungsi dari ventilasi yaitu mensuplai udara bersih
yang mengandung kadar oksigen yang optimal bagi
pernafasan, membebaskan udara ruangan dari bau-bauan,
asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain, mensuplai
panas agar hilannya panas badan seimbang, mensuplai panas
akibat hilangnya panas ruangan, mengeluarkan kelebihan
udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh dan
mendisfungsikan suhu udara secara merata.
3) Kepadatan Hunian
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor
polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan
19

ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari


Bronkopnemonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi
udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang
tinggi pada faktor ini.
b. Faktor individu
1) Umur
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit
pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan balita.
2) Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang penyakit campak dan
selamat akan mendapatkan kekebalan alami terhadap ISPA
sebagai komplikasi campak. Sebagaian besar kematian ISPA
berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak,
maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar
dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor
yang meningkatkan kejadian ISPA, diupayakan imunisasi
lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi
lengkap bila menderita ISPA maka perkembangan penyakitnya
tidak akan menjadi lebih berat.
3) Berat badal lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih
besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama
pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat
anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih muda terkena
penyakit infeksi, terutama ISPA dan penyakit saluran pernafasan
lainnya.
20

4) Vitamin A
Pemberian Vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan
imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang
spesifik dan tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi sehingga
meningkatnya perlindungan terhadapat bibit penyakit yang
bersangkutan untuk jangka panjang.
5) Status Gizi
Keadaan gizi yang buruk merupakan faktor resiko yang penting
untuk terjadinya ISPA. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih
mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.
c. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanganan penyakit ISPA
pada bayi atau balita dalam hal ini adalah praktik penanganan
ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota
keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat
yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu
dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu
atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan,
maka akan mempengaruhi terhadap anggota keluarga lainnya .
C. Gambaran Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan yang bersifat akut dengan berbagai gejala yang disebabkan
oleh virus, jamur dan bakteri serta menular melalui partikel udara (Junaidi,
2010). Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti
difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan
berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Balita yang
mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA maka
perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat (Maryunani,
2010).
21

Imunisasi adalah usaha untuk mencegah penyakit menular melalui


pemberian kekebalan tubuh yang harus diberikan secara terus menerus,
menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu
memberikan perlindungan kesehatan dan memutuskan mata rantai
penularan (Indiarti, 2008). Idealnya balita pada saat masa bayi harus
mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3
kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 3 kali dan Campak 1 kali. Dalam menilai
kelengkapan status imunisasi dasar dapat dilihat dari status imunisasi
campak, karena pemberian imunisasi campak paling akhir setelah
keempat imunisasi dasar pada bayi yang telah diberikan ( Nina dan Mega,
2013).
Hasil penelitian yang dilakukan lisdianti (2015) tentang Hubungan
Umur Dan Status Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA Pada Usia Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Putih Sampit Kalimantan Tengah Tahun
2015 bahwa anak yang mendapatkan imunisasi lengkap lebih rendah
mengalami kejadian ISPA dari pada yang tidak mendapatkan imunisasi
lengkap.
D. Kerangka Teori
Faktor lingkungan:
ISPA
1. Pencemaran udara dalam
Definisi ISPA rumah
Etiologi ISPA 2. Ventilasi
Patogenisis ISPA 3. Kepadatan hunian
Klasifikasi ISPA
Manisfestasi klinis ISPA Faktor individu:
Faktor resiko ISPA 1. Umur
ISPA Patofisiologis 2. Status imunisasi
Pencegahan ISPA 3. Berat badan lahir
Komplikasi ISPA 4. Vitamin A
Penatalaksanaan ISPA 5. Status gizi

Faktor perilaku

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Keterangan : yang diteliti adalah huruf yang ditebalkan pada gambar
22

E.Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori dari gambar 2.1 di atas maka dapat disusun
kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel bebas (Independen ) Variabel Terikat (Dependen)

Status Imunisasi Kejadian ISPA

Gambar 2.2. Kerangka Kosep

Anda mungkin juga menyukai