Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan salah satunya meningkatkan kemampuan
dan kesadaran hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan
masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara
indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan prilaku sehat dan
lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu serta diperoleh secara adil dan merata demi terwujudnya
derajat kesehatan yang optimal. Untuk mendukung tujuan tersebut maka salah
satu tujuan utamanya adalah menurunkan angka kematian balita. Angka kematian
balita (AKBA) adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan
meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun. Dinyatakan sebagai angka per 1000
kelahiran hidup ( Tri dan Warni, 2010).
Indonesia merupakan negara urutan ke empat tertinggi yang menyumbang
angka kematian balita di seluruh negara ASEAN dengan jumlah 41 per 1000
kelahiran hidup, sedangkan negara yang tertinggi adalah myanmar dengan angka
kematian balita 50 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2009). Berdasarkan Survei
Demografi Kesehatan Indonesia angka kematian balita pada tahun 2007 sebesar
44 per 1000 kelahiran hidup (Badan Pusat Statistik, SDKI, 2008).
Berdasarkan Data Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu Angka Kematian
Balita di Provinsi bengkulu Tahun 2015 menurun yaitu berjumlah 7 per 1.000
kelahiran hidup, secara keseluruhan jumlah kematian balita di Provinsi Bengkulu
Pada Tahun 2015 sebanyak 254 balita dari 122.699 jumlah balita yang ada.
Dimana pada tahun 2014 angka kematian balita sebesar 12 per 1.000 kelahiran
hidup dan secara keseluruhan jumlah kematian balita sebesar 397 balita dari
121.882 jumlah balita yang ada (Dinkes Provinsi Bengkulu, 2016). Tingginya
Angka Kematian Balita disebabkan oleh berbagai penyebab yang kompleks yaitu
ISPA 19%, Diare 17%, Malaria 8%, dan Campak 4% (Depkes RI, 2010).

1
2

Dinegara berkembang pada tahun 2007 ada enam negara yang


menyumbang angka kejadian ISPA pada balita tertinggi jika dijumlahkan dari 6
negara tersebut mencapai 92 juta kasus pada balita , 6 negara yang menyumbang
angka kejadian ISPA pada balita paling tertinggi yaitu India 43 juta, China 21 juta,
Pakistan 10 juta, Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-masing 6 juta kasus
setiap tahun (Najmah, 2014). Berdasarkan Survey Data Kesehatan Indonesia
(SDKI) angka kejadian ISPA pada balita di indonesia sebesar 34 per 1000
kelahiran hidup (Dinkes RI, 2014).
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus,
jamur, dan bakteri. ISPA merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menjadi penyebab pertama kematian balita dinegara berkembang. Setiap tahun
ada 2 juta kematian yang disebabkan oleh ISPA (Depkes RI, 2013). Penyebab
tingginya angka kejadian ISPA pada balita antara lain usia balita, kurangnya
vitamin A, keadaan gizi yang buruk, status imunisasi yang tidak lengkap, kondisi
rumah seperti ventilasi yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian rumah, dan
pencemaran udara (asap rokok dan debu) didalam rumah maupun di luar rumah
(Erlien, 2010). Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri,
pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar
dalam upaya pemberantasan ISPA (Maryunani, 2010).
Imunisasi adalah usaha untuk mencegah penyakit menular melalui
pemberian kekebalan tubuh yang harus diberikan secara terus menerus,
menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan
perlindungan kesehatan dan memutuskan mata rantai penularan (Indiarti, 2008).
Idealnya balita pada saat masa bayi harus mendapatkan imunisasi dasar lengkap
yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 3 kali dan Campak
1 kali. Dalam menilai kelengkapan status imunisasi dasar dapat dilihat dari status
imunisasi campak, karena pemberian imunisasi campak paling akhir setelah
keempat imunisasi dasar pada bayi yang telah diberikan ( Nina dan Mega, 2013).
3

Balita yang mempunyai status imunisasi lengkap akan memperoleh


antibody yang cukup apabila menderita ISPA maka perkembangan penyakitnya
tidak akan menjadi lebih berat (Maryunani, 2010). Komplikasi yang dapat terjadi
pada balita yang menderita penyakit ISPA yaitu terjadinya penyebaran Infeksi,
penutupan Tuba Eustachii, kejang demam dan koma (Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari Maisyarah tahun
2014 menyatakan terdapat hubungan antara faktor lingkungan rumah dan status
imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Pariaman Kota
Pariaman Tahun 2014 (Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2014). Dengan diketahui
adanya hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita maka
alasan penulis ingin melakukan penelitian ini untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita.
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Bengkulu dari 20 Puskesmas di
kota bengkulu angka kejadian ISPA pada balita berjumlah 1.363 dari 25.596 orang
balita, dari 20 puskesmas tersebut puskesmas yang paling tertinggi menyubang
angka kejadian ISPA adalah Puskesmas Basuki Rahmat dengan jumlah balita
yang mengalami kejadian ISPA pada tahun 2015 yaitu 792 kasus ISPA dari 2.766
orang balita sedangkan pada tahun 2016 dari 20 puskesmas di kota bengkulu
jumlah kejadian ISPA meningkat mencapai 2.387 dari 32.763 orang balita dan
puskesmas yang paling tertinggi menyumbang angka kejadian ISPA ada di
Puskesmas Nusa Indah dengan jumlah balita yang mengalami ISPA sebanyak
239 dari 2.287 balita (Dinkes Kota Bengkulu, 2016).
Hasil survey awal yang dilakukan penulis pada bulan Januari sampai April
Tahun 2017 balita yang tercatat di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun
2017 berjumlah 2.483 balita, pada tanggal 13 Mei 2017 penulis melakukan
observasi secara langsung di Puskesmas Nusa Indah, pada hari tersebut terdapat
8 orang ibu yang membawa balita untuk berobat dan ditemukan balita yang
imunisasinya tidak lengkap sebanyak 2 orang dari 8 balita.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Gambaran Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita Di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2017”.
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan
permasalahan yaitu masih tingginya kejadian ISPA pada balita di Puskesmas
Nusa Indah Kota Bengkulu dan “apakah ada Gambaran Status Imunisasi Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a.Diketahuinya Status Imunisasi Pada Balita Di Puskesmas Nusa Indah Kota
Bengkulu.
b.Diketahuinya Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Nusa Indah Kota
Bengkulu.
c. Diketahuinya Gambaran Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita Di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu
D. Manfaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan referensi tentang gambaran status imunisasi
dengan kejadian ISPA pada balita, serta sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan metodologi penelitian.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi
bagi puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
b. Bagi Akademik
Hasil penelitian di harapkan dapat digunakan sebagai bahan sumber
informasi untuk referensi kepustakaan sehingga dapat menunjang dan
menambah wawasan mahasiswa dalam mengembangkan pendidikan
kesehatan.
5

c. Bagi Peneliti selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan dapat
dikembangkan kembali oleh peneliti selanjutnya.
E. Keaslian penelitian
Tabel 1.1 Penelitian serupa yang pernah dilakukan
Judul dan peneliti Variabel penelitian Jenis penelitian Hasil penelitian

Studi prevalensi Umur, jenis Observasional Ada hubungan antara


ISPA pada balita kelamin, faktor analitik dengan kondisi lingkungan
ditinjau dari umur, lingkungan dan rancangan rumah dengan
jenis kelamin dan kejadian ISPA pada Cross kejadian ISPA di
faktor lingkungan balita Sectional Puskesmas Basuki
diwilayah Kerja Rahmat Tahun 2016.
Puskesmas Basuki Hasil uji statistik nilai
Rahmat Kota ρ=0,966>0,005
Bengkulu Tahun
2016 (Manda Sari,
2016).
Hubungan Perokok Perokok pasif, Observasional Ada hubungan
pasif dan pemberian vitamin A dan analitik dengan anggota keluarga
kapsul vitamin A kejadian ISPA pada rancangan perokok dengan
dengan kejadian balita Cross kejadia ISPA dengan
ISPA pada balita di Sectional hasil
Wilaya Kerja ρ=0,002<0,005
Puskesmas Nusa
Indah Kota Bengkulu
Tahun 2016 (Fajar
Erlina, 2016).
Gambaran Pengetahuan, Observasional Hasil penelitian ini
pengetahuan, pendidikan, sikap deskriptif menunjukkan hampir
pendidikan dan sikap dan kejadian ISPA sebagian 33 (36,3%)
ibu dengan kejadian pada balita orang ibu yang
ISPA pada balita di berpengetahuan baik,
Wilayah Kerja sebagian besar 49
Puskesmas Nusa (53,8%)
Indah Kecamatan berpendidikan dasar
Ratu Agung Kota dan sebagian besar
Bengkulu Tahun 59 (64,8%) memiliki
2015 (Dwi Puji sikap setuju terhadap
Lestari, 2015). hal–hal tentang
penyakit ISPA.

Anda mungkin juga menyukai