Anda di halaman 1dari 6

12/04/20

Tujuan pembelajaran pertemuan 9


Setelah mengikuti perkuliahan ini:
•  Mahasiswa mengetahui dan mampu mengidentifikasi:
jenis perjanjian arbitrase, syarat sah perjanjian arbitrase
Penyelesaian Sengketa Alternatif: dan sifat perjanjian arbitrase.

Arbitrase (Pertemuan 9) •  Mahasiswa mengetahui dan mampu menganalisis akibat


hukum adanya perjanjian arbitrase yang sah.
Sujayadi, LL.M.
Fakultas Hukum/ Departemen Hukum Perdata •  Mahasiswa mengetahui dan mampu menganalisis
Program Studi Ilmu Hukum
Semester Genap, T.A. 2019-2020 konkurensi kewenangan antara pengadilan dan arbitrase.
•  Mahasiswa mengetahui fungsi pengadilan terhadap
arbitrase.

Definisi perjanjian arbitrase Jenis perjanjian arbitrase


Berdasarkan Pasal 1:3 UU No. 30 Tahun 1999 terdapat dua jenis
perjanjian arbitrase, yaitu:
Pasal 1:3 UU No. 30 Tahun 1999 mendefinisikan
•  Klausula arbitrase, atau arbitration clause (pactum de
perjanjian arbitrase sebagai: compromittendo) pada umumnya berupa satu pasal di dalam
“… suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang perjanjian pokok, dengan demikian (pada umumnya) dibuat dan
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para disepakati sebelum timbul sengketa.
pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian •  Perjanjian arbitrase (yang dibuat tersendiri), atau submission
arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul agreement (acta compromis) pada umumnya dibuat dalam suatu
sengketa.” perjanjian tersendiri (terpisah dari perjanjian pokok) yang berisi
kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari
perjanjian pokok di arbitrase, dengan demikian perjanjian ini (pada
umumnya) dibuat dan disepakati setelah timbul sengketa.

1
12/04/20

Jenis perjanjian arbitrase Jenis perjanjian arbitrase


Dalam praktik terdapat pula jenis perjanjian arbitrase berikut •  Implied consent, atau persetujuan diam-diam, meskipun
ini: sangat jarang diikuti dalam hukum arbitrase di berbagai
•  Arbitration clause incorporated by reference, merupakan negara (karena pada umumnya menyaratkan kesepakatan
bentuk perjanjian arbitrase di mana para pihak tertulis), namun dapat terjadi perjanjian arbitrase dibentuk
menyepakati secara tertulis untuk merujuk pada klausula secara implisit yang disimpulkan dari perbuatan para
arbitrase yang termuat di dalam suatu dokumen perjanjian pihak. Dalam hal ini terjadi apabila salah satu pihak
lain: Contoh: Dalam suatu konosemen (bill of lading) mengajukan tuntutan melalui arbitrase, kemudian pihak
dapat disepakati bahwa apabila terjadi sengketa mengenai lain menjawab tuntutan itu tanpa disertai keberatan atas
konosemen akan diselesaikan menurut klausula kewenangan arbitrase, maka dapat disimpulkan bahwa
penyelesaian sengketa (arbitrase) yang termuat di dalam para pihak telah menyepakati untuk menyelesaikan
perjanjian pengangkutan. sengketa di arbitrase secara diam-diam.

Jenis perjanjian arbitrase Syarat perjanjian arbitrase


Berlaku ketentuan Pasal 1320 BW
•  Consent through host state legislation, atau kesepakatan melalui undang-
•  Sepakat, kehendak (intention) para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
undang, jenis perjanjian arbitrase ini berlaku dalam arbitrase penanaman
arbitrase harus dapat disimpulkan secara jelas.
modal asing (investor-state dispute settlement). Dalam hal ini negara tujuan
investasi (host state) mengatur di dalam undang-undangnya suatu pasal •  Cakap, pada saat menyepakati perjanjian arbitrase, para pihak harus memiliki
kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan hukum, termasuk apabila pihak
mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal asing akan diselesaikan di
tersebut adalah badan hukum, maka harus diwakili oleh orang yang memiliki
arbitrase internasional. Apabila kemudian timbul sengketa antara investor
kapasitas bertindak untuk dan atas nama badan hukum tersbeut. Kecakapan subjek
asing dengan negara tujuan investasi, maka investor asing cukup mengajukan
hukum asing diukur menurut hukum nasional negara yang bersangkutan (prinsip
tuntutannya melalui arbitrase internasional. Tindakan investor asing status personal).
mengajukan tuntutan di arbitrase internasional dianggap sebagai bentuk
•  Objek tertentu, objek perjanjian arbitrase adalah sengketa yang dapat
akseptasi (acceptance) atas penawaran (offer) untuk menyelesaikan sengketa
diarbitrasekan (arbitrability) yang timbul dari suatu hubungan hukum yang dapat
di arbitrase internasional yang dibuat oleh negara tujuan investasi di dalam didefinisikan.
ketentuan undang-undangnya, dengan demikian terbentuk perjanjian arbitrase
•  Kausa yang diperbolehkan, apa yang menjadi tujuan para pihak dari perjanjian
antara investor dan negara tujuan investasi. Di Indonesia ketentuan ini dapat
arbitrase adalah untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada arbitrase agar
ditemukan di dalam Pasal 32(4) UU No. 25 Tahun 2007.
diputus dengan putusan yang bersifat final dan mengikat.

2
12/04/20

Syarat perjanjian arbitrase Jenis perjanjian arbitrase


Dalam bentuk tertulis (Pasal 1:3 jo. Pasal 4(2) UU No. 30
Tahun 1999: Apabila perjanjian arbitrase disepakati setelah timbul
sengketa, maka berlaku syarat Pasal 9 UU No. 30 Tahun
•  Perjanjian arbitrase harus dalam bentuk tertulis dimaknai 1999 dengan ancaman kebatalan.
bahwa kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa di
arbitrase dapat dilakukan dengan cara apapun, sepanjang •  Catatan: Syarat Pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999
keberadaannya (existence) dapat dibuktikan secara merupakan syarat yang berlebihan dan memberatkan.
tertulis. Pada umumnya telah diterima sebagai doktrin bahwa
sepanjang kehendak (intention) para pihak untuk
•  Perjanjian arbitrase dapat pula disimpulkan dari adanya berarbitrase secara nyata dapat disimpulkan, sudah cukup
pertukaran pesan tertulis (melalui media elektronik), lihat
untuk membuktikan keberadaan perjanjian arbitrase.
Pasal 4(3) UU No. 30 Tahun 1999.

Sifat perjanjian arbitrase Sifat perjanjian arbitrase


Berlaku doktrin separabilitas (separability doctrine atau
severability doctrine), meskipun bersifat accessoir, perjanjian
arbitrase tidak demi hukum batal/ hapus/ berakhir ketika perjanjian
Accessoir, dalam artian eksistensi perjanjian arbitrase pokok batal/ hapus/ berakhir.
menyaratkan terlebih dahulu adanya perjanjian pokok, tidak
•  Doktrin separabilitas diperlukan karena sengketa mengenai
mungkin perjanjian arbitrase lahir tanpa adanya perjanjian keabsahan perjanjian pokok menjadi kewenangan dari arbitrase,
pokok, karena sengketa yang menjadi objek dari perjanjian sehingga doktrin ini berfungsi untuk mempertahankan
arbitrase timbul dari perjanjian pokok. kewenangan arbitrase ketika arbitrase memutus bahwa perjanjian
pokok batal. Tanpa adanya doktrin ini, quod non, ketika arbitrase
memutus bahwa perjanjian pokok batal, maka demi hukum
kewenangan arbitrase menjadi tidak sah demikian pula dengan
putusannya, karena perjanjian arbitrase telah turut batal.

3
12/04/20

Sifat perjanjian arbitrase Sifat perjanjian arbitrase


Tidak berlaku norma “kebiasaan yang dianggap selalu
diperjanjikan” (bestendig gebruikelijk beding, customary
stipulation) ex Pasal 1347 BW.
•  Doktrin separabilitas diadopsi di dalam Pasal 10 UU No. •  Contoh: Dalam polis asuransi dapat dipastikan selalu
30 Tahun 1999 (sebagai pembanding, lihat: Artikel 16(1) mencantumkan klausula arbitrase sebagai pasal
UNCITRAL Model Law on International Commercial penyelesaian sengketa, namun apabila terdapat suatu polis
Arbitration). asuransi yang tidak mencantumkan klausula arbitrase,
maka tidak dapat didalilkan berdasarkan kebiasaan bahwa
perjanjian arbitrase selalu dianggap ada untuk
menyelesaikan sengketa asuransi.

Konkurensi kewenangan pengadilan


Akibat hukum perjanjian arbitrase dan arbitrase
Adanya perjanjian arbitrase yang sah dan mengikat akan menimbulkan Konkurensi kewenangan dengan pengadilan akan timbul
akibat hukum sebagai berikut:
ketika salah satu pihak yang terikat dengan perjanjian
•  Daya positif (possitive effect), yaitu melahirkan kewenangan/
arbitrase ternyata mengajukan gugatan melalui pengadilan.
yurisdiksi arbitrase untuk memeriksa dan memutus sengketa yang
menjadi ruang lingkup dari perjanjian arbitrase (Pasal 7 UU No. Berikut situasi yang dapat terjadi:
30/1999). •  Tergugat mengajukan eksepsi atas kewenangan
•  Daya negatif (negative effect), yaitu menghilangkan kewenangan pengadilan dengan mendalilkan adanya perjanjian
pengadilan untuk memeriksa dan memutus sengketa yang menjadi arbitrase, hakim akan memeriksa secara prima facie
ruang lingkup dari perjanjian arbitrase (Pasal 3 jo. Pasal 11(2) UU No.
30/1999) serta menghilangkan hak para pihak yang terikat perjanjian
adanya perjanjian arbitrase kemudian menyatakan gugatan
arbitrase untuk mengajukan sengketa itu melalui pengadilan (Pasal tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard) dan
11(1) UU No. 30/1999). memerintahkan para pihak untuk menempuh arbitrase.

4
12/04/20

Konkurensi kewenangan pengadilan Konkurensi kewenangan pengadilan


dan arbitrase dan arbitrase
•  Proses litigasi dan arbitrase berlangsung bersamaan
•  Tergugat tidak mengajukan eksepsi atas kewenangan
(parallel proceedings), maka arbitrase berwenang untuk
pengadilan, maka hakim tidak dapat menggunakan Pasal
memeriksa dan memutus kewenangannya sendiri
134 HIR untuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima
(competence-competence doctrine), tidak bergantung pada
secara ex officio, meskipun ia mengetahui adanya
putusan pengadilan. Dengan demikian, apabila arbitrase
perjanjian arbitrase. Dengan tidak diajukannya eksepsi
menyatakan berwenang untuk memeriksa perkara, maka
oleh tergugat, maka dianggap para pihak telah sepakat
arbitrase tetap dapat menjatuhkan putusan akhir. (sebagai
untuk mengenyampingkan (waive) perjanjian arbitrase dan
pembanding, lihat: Artikel 8 UNCITRAL Model Law on
sepakat menempuh prosedur gugatan di pengadilan.
International Commercial Arbitration).

Konkurensi kewenangan pengadilan Fungsi pengadilan terhadap


dan arbitrase arbitrase
•  Adanya perjanjian arbitrase – termasuk partisipasi salah satu pihak
dalam proses penunjukan arbiter – tidak menghalangi pihak-pihak •  Pasal 11(2) UU No. 30 Tahun 1999 membatasi intervensi
itu untuk mengajukan eksepsi (keberatan) atas kewenangan pengadilan terhadap arbitrase, kecuali dalam hal-hal
arbitrase. (sebagai pembanding, lihat: Artikel 16(2) UNCITRAL tertentu yang diatur di dalam undang-undang. Dengan
Model Law on International Commercial Arbitration) demikian intervensi pengadilan terhadap arbitrase
•  Keberatan tersebut harus didalilkan di awal persidangan (baik di bersifat relatif.
pengadilan ataupun di arbitrase), lewat jangka waktu tersebut •  Terdapat dua fungsi pengadilan tehadap arbitrase, yaitu:
pengajuan keberatan harus diabaikan dan pihak yang bersangkutan
(1) asistensi dan (2) supervisi.
dianggap telah melepaskan haknya (waive). (sebagai pembanding,
lihat: Artikel 4 UNCITRAL Model Law on International
Commercial Arbitration)

5
12/04/20

Fungsi pengadilan terhadap Fungsi pengadilan terhadap


arbitrase arbitrase
•  Fungsi asistensi pengadilan terhadap arbitrase dilakukan
apabila arbitrase mengalami hambatan dalam proses,
misal: para pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan •  Fungsi supervisi pengadilan terhadap arbitrase
dalam penunjukan arbiter tunggal, tidak terjadi dilakukan untuk menjamin bahwa proses penegakan
kesepakatan ketika salah satu pihak mengajukan hak hukum yang dilakukan oleh arbitrase tidak melanggar
ingkar, atau bantuan pengadilan untuk melakukan ketertiban umum, fungsi ini dijalankan dalam bentuk:
penyitaan. pelaksanaan putusan arbitrase oleh pengadilan dan
•  Pada umumnya asistensi pengadilan diberikan kepada pembatalan putusan arbitrase.
arbitrase ad-hoc, karena pengadilan berkedudukan sebagai
appointing authority untuk arbitrase ad-hoc.

Fungsi pengadilan terhadap


arbitrase Berikutnya …
•  Kerjakan tugas untuk pertemuan ini (Pertemuan 9, 17
April), paling lambat: Senin, 20 April, jam 23.59 waktu
sistem.
•  Pengadilan yang berwenang untuk memberikan asistensi
•  Pembahasan minggu depan (Pertemuan 10, 24 April)
dan supervisi adalah pengadilan negeri yang wilayah
tentang:
hukumnya meliputi tempat tinggal termohon arbitrase
•  Prinsip otonomi para pihak dalam menentukan hukum
(Pasal 1:4 UU No. 30 Tahun 1999).
yang berlaku
•  Prinsip otonomi para pihak dalam pemilihan arbiter

Anda mungkin juga menyukai