Anda di halaman 1dari 7

19/04/20

Tujuan pembelajaran pertemuan 10


Setelah mengikuti perkuliahan ini:
•  Mahasiswa mengetahui ruang lingkup prinsip otonomi
Penyelesaian Sengketa Alternatif: para pihak dalam arbitrase;
Arbitrase (Pertemuan 10) •  Mahasiswa mengetahui mekanisme pemilihan hukum
dalam arbitrase;
Sujayadi, LL.M.
Fakultas Hukum/ Departemen Hukum Perdata
Program Studi Ilmu Hukum
•  Mahasiswa mampu menganalisis hukum yang berlaku
Semester Genap, T.A. 2019-2020 dalam arbitrase.

Otonomi para pihak dalam


arbitrase Ruang lingkup otonomi para pihak
Para pihak dalam arbitrase memiliki otonomi (kebebasan berdasarkan
•  Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di luar kesepakatan) untuk menentukan:
pengadilan yang didasarkan pada adanya suatu perjanjian •  Hukum yang berlaku dalam arbitrase;
arbitrase, dengan demikian arbitrase pada dasarnya •  Arbiter yang akan memeriksa dan memutus sengketa;
berkarakter kontraktual. •  Jenis arbitrase (arbitrase internasional atau arbitrase nasional;
arbitrase ad-hoc atau arbitrase institusional);
•  Sebagai penyelesaian sengketa yang berkarakter
•  Tempat kedudukan arbitrase;
kontraktual berimplikasi pada kebebasan para pihak – atas
•  Bahasa yang berlaku dalam pemeriksaan perkara di arbitrase.
kehendak sendiri – untuk menentukan beberapa hal yang
berkaiatn dengan proses arbitrase.
Note: Pembahasan mengenai jenis arbitrase, tempat kedudukan arbitrase, dan
bahasa yang berlaku tidak akan dibahas secara tersendirisi, namun akan dibahas
bersama-sama dengan pokok bahasan lain.

1
19/04/20

Hukum yang berlaku dalam suatu


arbitrase

Terdapat tiga hukum yang berlaku pada suatu proses


pemeriksaan perkara arbitrase, yaitu:
PEMILIHAN HUKUM YANG BERLAKU 1.  Hukum arbitrase (lex arbitri);
DALAM ARBITRASE 2.  Hukum acara arbitrase (arbitration rules); dan
3.  Hukum materiil (substantive law atau the law of merits)

Hukum arbitrase (lex arbitri) Hukum arbitrase (lex arbitri)


•  Hukum arbitrase (lex arbitri) mengatur mengenai keabsahan •  Para pihak dapat memilih berdasarkan kesepakatan tempat
perjanjian arbitrase, arbitrability, kewenangan pengadilan kedudukan arbitrase yang dinyatakan di dalam klausula arbitrase
terhadap proses arbitrase, putusan arbitrase, pelaksanaan atau perjanjian arbitrase, dalam hal para pihak tidak berhasil
putusan arbitrase dan pembatalan putusan arbitrase. mencapai kesepakatan mengenai tempat kedudukan arbitrase,
maka arbiter atau majelis arbitrase akan menentukan tempat
•  Untuk menentukan hukum arbitrase mana yang berlaku pada kedudukan arbitrase setelah mempertimbangkan pendapat dari
suatu proses arbitrase dalam arbitrase perdagangan para pihak.
internasional, maka berlaku prinsip lex loci arbitri, bahwa •  Pada umumnya pertimbangan pemilihan tempat kedudukan
hukum arbitrase yang berlaku adalah hukum arbitrase arbitrase didasarkan pada: keterkaitan dengan kegiatan bisnis,
di mana arbitrase itu mengambil tempat kedudukan hukum dan pengadilan yang pro-arbitrase, ketersediaan fasilitas
(place of arbitration/ seat of arbitration). dan akomodasi, serta iklim politik yang stabil.

2
19/04/20

Hukum arbitrase (lex arbitri) Hukum arbitrase (lex arbitri)


•  Dengan demikian pemilihan suatu tempat kedudukan arbitrase
akan memiliki akibat hukum: (1) berlakunya lex arbitri negara •  Catatan: Meskipun para pihak telah menyepakati suatu
tempat kedudukan arbitrase; (2) putusan arbitrase tersebut tempat kedudukan arbitrase di tempat tertentu, namun
memiliki nasionalitas negara tersebut; sehingga (3) pengadilan penyelenggaraan persidangan arbitrase dapat dilaksanakan
negara tersebut memiliki first jurisdiction, termasuk kewenangan di manapun dan tidak dapat diartikan sebagai pelanggaran
tunggal untuk membatalkan putusan arbitrase. kesepakatan. Untuk itu bedakan antara konsep seat of
•  Catatan: akibat hukum sebagaimana disebutkan di atas tidak arbitration/ place of arbitration dengan venue of
berlaku untuk arbitrase dalam kerangka investor-state dispute proceedings. Seat of arbitration selalu memiliki akibat
settlement (ISDS) yang tunduk pada rejim ICSID di mana putusan
arbitrase dalam kerangka ISDS bersifat a-national (tidak
hukum, sementara venue of proceedings hampir dipastikan
berkebangsaan) sehingga tidak tunduk pada rejim hukum nasional tidak akan membawa akibat hukum.
manapun. •  Penjatuhan putusan arbitrase selalu dianggap dilakukan di
tempat kedudukan arbitrase.

Hukum acara arbitrase (arbitration Hukum acara arbitrase (arbitration


rules) rules)
•  Setiap lembaga arbitrase memiliki arbitration rules yang
•  Hukum acara arbitrase (arbitration rules) mengatur diberlakukan dalam pemeriksaan perkara yang
mengenai tata cara pelaksanaan arbitrase mulai inisiasi diselenggarakan oleh lembaga arbitrase tersebut. Dengan
pemeriksaan perkara, jawab-jinawab (pleadings), menunjuk suatu lembaga arbitrase, maka para pihak
pembuktian, format putusan, sampai biaya yang dianggap sepakat untuk memilih arbitration rules yang
dibebankan. berlaku dalam lembaga arbitrase dan arbitration rules itu
•  Para pihak dapat memilih berdasarkan kesepakatan dianggap menjadi bagian dari perjanjian arbitrase.
hukum acara arbitrase mana yang berlaku dengan •  Sementara, untuk arbitrase ad-hoc, arbitration rules-nya
menunjuk suatu lembaga arbitrase yang akan berwenang akan ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase bersama
memeriksa sengketa. penetapan terms of reference di awal persidangan yang
ditetapkan dalam putusan pendahuluan (preliminary
award).

3
19/04/20

Hukum acara arbitrase (arbitration Hukum acara arbitrase (arbitration


rules) rules)
•  Catatan: •  Beberapa lembaga arbitrase dan arbitration rules-nya:
•  Lembaga arbitrase (arbitral institution) merupakan •  Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) berlaku Peraturan dan Prosedur
Arbitrase BANI
organisasi yang menyediakan layanan penyelesaian sengketa •  Singapore International Arbitration Centre (SIAC) berlaku SIAC Rules (ver.
dalam bentuk arbitrase menurut peraturan arbitrase 2007, 2010, 2013, 2016), UNCITRAL Arbitration Rules, SIAC SGX-DC
(arbitration rules) yang diterbitkannya. Organisasi ini Arbitration Rules (untuk sengketa kliring derivatif efek), SIAC SGX-DT
Arbitration Rules (untuk sengketa perdagangan derivatif efek), UNCITRAL
bersifat permanen dan memiliki kesekretariatan. Arbitration Rules
•  Arbitrase ad-hoc (ad-hoc arbitration) merupakan arbitrase •  ICC Court of Arbitration, di bawah International Chamber of Commerce, berlaku
ICC Rules of Arbitration (2017)
yang dibentuk untuk menangani perkara tertentu berdasarkan
•  London Court of International Arbitration (LCIA) berlaku LCIA Arbitration
kesepakatan para pihak, tanpa menunjuk pada lembaga Rules (2014)
arbitrase tertentu, setelah menjatuhkan putusannya, maka •  UNCITRAL bukanlah suatu lembaga arbitrase, UNCITRAL adalah komisi di
arbitrase tersebut berakhir. bawah PBB yang menangani hukum dagang internasional, namun UNCITRAL
memiliki beberapa produk hukum yang mengatur arbitrase, yaitu: Konvensi New York
1958, UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration dan
UNCITRAL Arbitration Rules.

Ilustrasi
•  Suatu klausula arbitrase tertulis sebagai berikut:
Hukum materiil (substantive law)
•  Hukum materiil (substantive law) mengatur mengenai hak dan
“Any dispute arising out of or in connection with this contract, including kewajiban dalam hubungan hukum para pihak.
any question regarding it existence, validity or termination, shall be referred •  Para pihak diperbolehkan untuk melakukan pilihan hukum (choice
to and finally resolved by arbitration administered by the Singapore of law) apabila terdapat elemen asing dalam hubungan hukum itu,
International Arbitration Centre (“SIAC”) in accordance with the
Arbitration Rules of the Singapore International Arbitration Centre (“SIAC
antara lain:
Rules”) for the time being in force, which rules are deemed to be •  para pihak merupakan subjek hukum yang tunduk pada hukum
incorporated by reference in this clause. negara yang berlainan;
The seat of the arbitration shall be in Jakarta”
•  para pihak pada saat menyepakati kontrak memiliki domisili
(atau tempat usaha/ place of business) di negara yang berlainan;
•  Hukum arbitrase (lex arbitri) mana yang berlaku: Indonesia (UU No. 30
•  kontrak disepakati di negara lain di luar negara para pihak;
Tahun 1999)
•  Hukum acara arbitrase (arbitration rules) apa yang berlaku: SIAC Rules •  tempat pelaksanaan perjanjian (place of performance), baik
sebagian atau seluruhnya, berada di negara lain di luar negara
para pihak.

4
19/04/20

Hukum materiil (substantive law) Hukum materiil (substantive law)


•  Beberapa sarjana berpandangan, dalam hal tidak ada •  Para pihak dapat melakukan pemilihan hukum materiil dengan cara:
elemen asing dalam suatu hubungan hukum, maka tidak •  Pemilihan secara tegas (eksplisit) dalam suatu klausula “pilihan
diperkenankan melakukan pilihan hukum karena berlaku hukum” (applicable law/ governing law);
asas nasionalitas bagi para pihak. •  Secara implisit yang dapat disimpulkan dari keseluruhan isi
kontrak bahwa para pihak memilih hukum tertentu; atau
•  Pilihan hukum tidak diperbolehkan apabila:
•  Negatif implisit yang dapat disimpulkan dari keseluruhan isi
•  Bertentangan dengan hukum yang bersifat memaksa kontrak bahwa para pihak menghindari hukum tertentu.
(dwingend recht/ mandatory law); •  Apabila para pihak secara tegas telah melakukan suatu pilihan hukum,
•  Bertentangan dengan ketertiban umum (public policy); maka arbiter atau majelis arbitrase terikat dengan kesepakatan itu dan
•  Dimaksudkan untuk melakukan penyelundupan hukum menerapkan hukum yang telah dipilih oleh para pihak dalam
(wetsontduiking/ law evasion) memeriksa dan mengadili perkara itu.

Hukum materiil (substantive law) Hukum materiil (substantive law)


•  Para pihak dapat menyepakati untuk memilih hukum: •  Para pihak dapat pula menyepakati amiable compositeur
•  Hukum nasional negara tertentu, misalkan: hukum nasional dari salah (ex aequo et bono) memberikan kewenangan kepada arbiter
satu pihak, hukum negara di mana perjanjian disepakati, hukum negara di atau majelis arbitrase untuk memutus berdasarkan keadilan
mana perjanjian dilaksanakan, atau hukum negara ketiga (tidak memiliki
kaitan dengan subjek maupun objek kontrak).
dan kepatutan (tidak berdasarkan suatu hukum yang
•  Hukum dagang internasional, yaitu hukum kebiasaan internasional
berlaku).
dalam kegiatan perdagangan (lex mercatoria), beberapa telah dikodifikasi, •  Agar arbitrase dapat memutus ex aequo et bono disyaratkan
misalkan: bahwa para pihak harus bersepakat untuk memberikan
•  UNIDROIT Principles of International Commercial Contract (UPICC); kewenangan itu kepada arbiter atau majelis arbitrase (lihat:
•  INCOTERMS oleh ICC; Pasal 56(1) UU No. 30 Tahun 1999 dan Penjelasannya).
•  UCP 600 (letter of credit) oleh ICC;
•  The Hague Visby Rules oleh Brussels Protocol 1968

5
19/04/20

Hukum materiil (substantive law) Hukum materiil (substantive law)


Apabila dalam kontrak tidak dilakukan pilihan hukum dan para pihak
•  Para pihak diperbolehkan pulan dalam kesepakatan tidak dapat menyepakati hukum tertentu yang mengatur hubungan
pemilihan hukum untuk memilih lebih dari satu hukum hukum mereka, maka arbiter melakukan salah satu dari pendekatan
berikut (berdasarkan arbitration rules atau lex arbitri yang berlaku):
yang berlaku untuk beberapa isu di dalam kontrak, hal ini
•  Voie indirecte, pendekatan secara tidak langsung, dalam artian arbiter
yang disebut sebagai depecage. Misalkan: Dalam suatu menerapkan hukum perdata internasional (HPI) terlebih dahulu untuk
perjanjian jual-beli disepakati, untuk keabsahan kontrak menentukan hukum mana yang berlaku untuk hubungan hukum para
menunjuk hukum negara A, untuk masalah penyerahan pihak. Secara tradisional diterapkan HPI lex fori (HPI negara tempat
(levering) menunjuk hukum negara B, untuk masalah kedudukan arbitrase), namun saat ini penerapan HPI lex fori telah
pembayaran dan pelunasan menunjuk hukum negara C. banyak ditinggalkan, saat ini yang banyak diadopsi adalah penerapan
HPI dari negara di mana memiliki faktor penghubung terkuat (the
most connecting factors) dengan maksud para pihak (disimpulkan dari
keseluruah isi kontrak).

Hukum materiil (substantive law) Hukum materiil (substantive law)


•  Voie directe, pendekatan secara langsung, dalam artian arbiter
diberikan diskresi untuk langsung menerapkan hukum tertentu, tanpa
melalui penerapan HPI, yang paling sesuai yang berlaku bagi para •  Pasal 56(2) UU No. 30 Tahun 1999 mengatur arbiter akan
pihak (the most appropriate), dengan mempertimbangkan maksud menerapkan hukum yang dipilih oleh para pihak
yang dapat disimpulkan dari keseluruhan isi kontrak. berdasarkan kesepakatan, lebih lanjut di dalam Penjelasan
•  Voie inderecte terdapat pada: Article 28(2) of UNCITRAL Model Pasal 56(2) UU No. 30 Tahun 1999, apabila para pihak
Law, Section 46(3) of UK Arbitration Act 1996 tidak menyepakati suatu pilihan hukum, maka yang
•  Voie directe terdapat pada: Article 1054(2) Dutch Code of Civil berlaku adalah hukum materiil negara tempat kedudukan
Procedure (Book IV), Article 1511(1) French Code of Civil Procedure
arbitrase.
(Book IV), Article 1051(2) German Code of Civil Procedure (Book
X).

6
19/04/20

Berikutnya …

•  Saya sangat berbaik hati, tidak ada penugasan untuk


pertemuan ini.
•  Silkan mempelajari topik berikutnya: prinsip otonomi
para pihak dalam menentukan arbiter atau majelis
arbitrase.

Anda mungkin juga menyukai