Anda di halaman 1dari 5

05/05/20

Tujuan pembelajaran pertemuan


11.1

Penyelesaian Sengketa Alternatif: •  Mahasiswa mengetahui tata cara memulai proses


arbitrase;
Arbitrase (Pertemuan 11.1) •  Mahasiswa mengetahui tata cara pemeriksaan (hukum
Sujayadi, LL.M.
Fakultas Hukum/ Departemen Hukum Perdata
acara) yang berlaku di arbitrase.
Program Studi Ilmu Hukum
Semester Genap, T.A. 2019-2020

Memulai prosedur arbitrase Batasan pembahasan


Pemohon dapat memulai prosedur arbitrase sebagai berikut:
•  Apabila para pihak terikat dengan perjanjian arbitrase yang tidak menyebut
suatu lembaga arbitrase atau arbitration rules tertentu, maka para pihak Pembahasan lebih lanjut mengenai pemeriksaan perkara di
dianggap memilih arbitrase ad-hoc. Untuk memulai arbitrase ad-hoc berlaku arbitrase dalam presentasi ini akan mengacu pada ketentuan
ketentuan Pasal 8 UU No. 30 Tahun 1999, yaitu pemohon menyampaikan
pemberitahuan (notifikasi) tertulis kepada termohon bahwa syarat arbitrase di dalam UU No. 30 Tahun 1999 yang berlaku sebagai
berlaku. hukum acara untuk arbitrase ad-hoc di Indonesia. Untuk
•  Apabila para pihak terikat dengan perjanjian arbitrase yang menyebut dengan pemeriksaan perkara yang berlaku di lembaga arbitrase
jelas suatu lembaga arbitrase atau arbitration rules tertentu, maka para pihak
dianggap memilih lembaga arbitrase tersebut. Untuk memulai prosedur
silakan mempelajari arbitration rules dari masing-masing
arbitrase, pada umumnya pemohon disyaratkan melakukan pendaftaran lembaga arbitrase.
permohonan arbitrase di lembaga arbitrase menurut ketentuan arbitrastion
rules yang berlaku.

1
05/05/20

Prinsip pemeriksaan perkara Bahasa yang digunakan dalam


secara tertutup pemeriksaan
Seluruh pemeriksaan perkara di arbitrase dilaksanakan secara
tertutup (Pasal 27 UU No. 30 Tahun 1999), hal ini memiliki
makna: Para pihak dapat menyepakatu untuk menggunakan bahasa
•  Hanya para pihak yang terikat dengan perjanjian arbitrase saja tertentu yang berlaku untuk pemeriksaan perkara, sepanjang
yang dapat terlibat dalam pemeriksaan perkara (private); dan disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase. Apabila para
•  Segala informasi mengenai pemeriksaan perkara bukan objek pihak tidak menentukan bahasa tertentu, maka arbitrase
untuk publik, dengan demikian informasi mengenai identitas yang dilaksanakan di Indonesia berlaku bahasa Indonesia
para pihak, pokok perkara, tahapan pemeriksaan, bukti-bukti, sesuai ketentuan Pasal 28 UU No. 30 Tahun 1999.
berita acara dan putusan arbitrase tertutup bagi pihak ketiga
(confidential).

Prinsip pemeriksaan secara


Kuasa hukum tertulis
•  Para pihak dapat diwakili oleh kuasa hukum di dalam
pemeriksaan perkara (Pasal 29(2) UU No. 30 Tahun
1999). Tidak ada kewajiban dalam pemeriksaan di
•  Seluruh proses pemeriksaan perkara di arbitrase dilakukan
arbitrase untuk menggunakan kuasa hukum, prinsipal
secara tertulis (Pasal 36 UU No. 30 Tahun 1999).
boleh hadir sendiri di dalam pemeriksaan perkara tanpa
menunjuk kuasa hukum. •  Dalam setiap pemeriksaan dan persidangan arbitrase
dibuatkan berita acara pemeriksaan oleh sekretaris (Pasal
•  Advokat asing menurut ketentuan Peraturan dan Prosedur
51 UU No. 30 Tahun 1999)
BANI diperbolehkan bertindak sebagai kuasa hukum
dalam pemeriksaan perkara arbitrase di BANI sepanjang
didampingi oleh Advokat Indonesia.

2
05/05/20

Jawab jinawab Intervensi pihak ketiga


•  Menyimpang dari prinsip privat yang menyaratkan bahwa pihak
•  Secara umum tidak berbeda dengan prosedur di dalam yang terlibat dalam pemeriksaan perkara terbatas pada pihak-pihak
hukum acara perdata yang terikat dengan perjanjian arbitrase, Pasal 30 UU No. 30
•  Lebih lanjut untuk proses jawab jinawab di dalam Tahun 1999 memungkinkan pihak ketiga yang tidak terikat
arbitrase lihat: Pasal 39 s.d Pasal 47 UU No. 30 Tahun dengan perjanjian arbitrase untuk menjadi pihak dalam
1999. pemeriksaan perkara.
•  Terdapat tiga syarat agar pihak ketiga dapat dilibatkan di dalam
•  Apabila termohon arbitrase setelah dipanggil secara patut pemeriksaan perkara di arbitrase, yaitu:
namun tidak memberikan jawaban atas tuntutan pemohon •  Memiliki kepentingan dengan pokok perkara;
arbitrase, maka akan diputus verstek (Pasal 44 UU No. 30 •  Disepakati oleh para pihak yang bersengketa; dan
Tahun 1999).
•  Disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Intervensi pihak ketiga Intervensi pihak ketiga


•  Secara umum – dalam hukum acara perdata Indonesia –terdapat tiga bentuk intervensi
pihak ketiga, yaitu:
•  Voeging, masuknya pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara untuk menggabungkan •  Dalam perkara arbitrase, keterlibatan pihak ketiga dalam pemeriksaan
diri dengan salah satu pihak (Pasal 279 Rv); perkara arbitrase dikenal sebagai binding non-signatory (mengikat
•  Tussenkomst, masuknya pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara untuk membela pihak non-penandatangan) yang pada umumnya adalah para
kepentingannya sendiri (Pasal 282 Rv); pemegang saham salah satu pihak dalam perjanjian arbitrase yang
•  Vrijwaring, masuknya pihak ketiga di dalam pemeriksaan perkara karena ditarik
melakukan tindakan terselubung melalui perusahaannya dan berakibat
oleh para pihak karena berkedudukan sebagai penjamin (Pasal 70-76 Rv).
merugikan pihak lain. Para pemegang saham ini tidak turut sebagai
•  Bentuk ketiga yang masih belum diatur di dalam hukum acara perdata Indonesia namun
telah berkembang di dalam praktik adalah amicus curiae, yaitu intervensi pihak ketiga pihak dalam arbitrase, namun dapat ditarik sebagai pihak berdasarkan
yang tidak memiliki kepentingan secara langsung dengan pokok perkara, intervensi beberapa doktrin, yaitu: group companies, piercing the corporate veil,
yang dilakukan untuk memberikan arahan agar hakim/ arbiter dapat memutus perkara alter ego dan equitable estoppel.
dengan tepat (kepentingan ideologis), pada umumnya yang bertindak sebagai amicus
curiae adalah lembaga swadaya masyarakat pada perkara-perkara yang berdampak luas.

3
05/05/20

Putusan sela Putusan sela


•  Arbitrase selama pemeriksaan perkara memiliki kewenangan untuk
•  Apabila memperhatikan ketentuan di dalam UNCITRAL Model
menjatuhkan putusan sela berdasarkan permohonan dari salah satu
pihak, termasuk putusan provisional, penetapan sita jaminan, perintah
Law on International Commercial Arbitration, permohonan sita
penitipan barang (sekuestrasi) dan perintah penjualan barang yang jaminan (conservatory measure) dapat dilakukan dengan dua cara:
mudah rusak (Pasal 32(1) UU No. 30 Tahun 1999). •  Permohonan sita jaminan diajukan kepada arbitrase dan
•  Namun kewenangan arbitrase untuk menjatuhkan penetapan sita arbitrase menjatuhkan penetapan sita jaminan untuk kemudian
jaminan tidak disertai dengan pengaturan mengenai prosedur diakui dan dilaksanakan (recognition and enforcement) lebih
peletakan sita jaminan yang merupakan kewenangan pengadilan, lanjut oleh pengadilan yang bewenang; atau
dengan demikian praktis penetapan sita jaminan oleh arbitrase tidak •  Permohonan sita jaminan diajukan langsung kepada pengadilan
dapat ditindaklanjuti dengan peletakan sita jaminan oleh pengadilan yang berwenang, dan permohonan ini bukan merupakan
karena terbentur dengan ketentuan Pasal 11(2) UU No. 30 Tahun pelanggaran klausula arbitrase.
1999.
•  Lihat Article 17 jo. 17H dan Article 17J UNCITRAL Model Law
•  Dalam praktik di Indonesia, permohonan sita jaminan selalu ditolak on International Commercial Arbitration.
oleh arbitrase.

Pembuktian Jangka waktu pemeriksaan


•  UU No. 30 Tahun 1999 tidak mengatur secara khusus alat bukti apa •  Arbitrase harus menjatuhkan putusan akhir dalam jangka
saja yang dapat digunakan dalam pemeriksaan perkara, namun secara waktu 180 hari terhitung sejak terbentuknya arbiter/
implisit dari ketentuan Pasal 46(3), Pasal 49 dan Pasal 50 UU No. 30
Tahun 1999, alat bukti yang digunakan di dalam pemeriksaan di
majelis arbitrase (Pasal 48 UU No. 30 Tahun 1999).
arbitrase meliputi: dokumen, saksi fakta, dan saksi ahli (Bandingkan •  Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang berdasarkan
dengan Pasal 164 HIR). kesepakatan antara arbitrase dan para pihak yang
•  Khusus untuk saksi ahli, UU No. 30 Tahun 1999 memungkinkan bersengketa.
penyampaian keterangan ahli secara tertulis.
•  Keterlambatan dalam penjatuhan putusan akhir sebagai
•  UU No. 30 Tahun 1999 tidak mengatur bantuan melalui penetapan
pengadilan untuk mendapatkan alat bukti (subpoena) apabila terdapat akibat kelalaian arbiter atau majelis arbitrase, maka arbiter
saksi yang menolak hadir atau pihak ketiga yang menolak atau majelis arbitrase itu menanggung segala biaya yang
menyerahkan dokumen yang diperlukan sebagai bukti dalam timbul sebagai akibat keterlamabatan itu.
pemeriksaan arbitrase (Bandingkan: Article 27 UNCITRAL Model
Law on International Commercial Arbitration).

4
05/05/20

Berikutnya …

•  Pembahasan tentang Putusan Arbitrase

Anda mungkin juga menyukai