Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS MEDIKOLEGAL

DOKTER INTERNSHIP

VER KASUS PENGANIAYAAN DEWASA

Disusun oleh:

Nama : dr. Nur Indria Resky

Wahana : RSD Konawe Selatan

Tanggal : 23 Maret 2020

RUMAH SAKIT DAERAH KONAWE SELATAN

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Nur Indria Resky

Judul : VER KASUS PENGANIAYAAN DEWASA

Topik : MEDIKOLEGAL

Konawe Selatan, Maret 2020

Dokter Pembimbing I Dokter Pembimbing II

dr. Mbayo Ridwan Sandi dr. Farina Dwinanda Faisal

2
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang akan berkedudukan sebagai individu dan sebagai
makhluk sosial. Pada umumnya, manusia  akan mengembangkan pola kehidupan dan tingkah laku sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam pergaulan hidup dimana mereka bertempat tinggal. Namun
demikian,seiring dengan perkembangan  dalam kehidupan masyarakat sering terdapat keadaan-keadaan yang
mengakibatkan penyimpangan atau pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum. Pelanggaran-pelanggaran
tersebut akan mengakibatkan keresahan di dalam masyarakat, karena mereka merasa keamanannya terancam
dan terganggu, sehingga masyarakat pun menginginkan tindakan secara tegas terhadap setiap pelanggar hukum.
Dalam usaha pencegahan pelanggaran kaidah-kaidah hukum, timbul aturan-aturan hukum yang bertujuan untuk
menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Sedangkan aturan-aturan hukum tersebut dibuat oleh pejabat negara
yang mempunyai kewenangan untuk membuat suatu Undang-undang atau peraturan lainnya. Untuk itu
penegakan hukum dilakukan oleh aparatur negara yang telah ditunjuk negara dengan segala kemampuan untuk
dapat memaksakan, menegakkan dan menindak terhadap setiap pelanggar kaidah-kaidah hukum yang telah
digariskan oleh negara.

Pada awalnya, keberadaan dari norma hukum tersebut sudah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat yang menjadi tempat bagi dilahirkannya hukum yang bersangkutan. Sehingga dari
kenyataan ini juga, maka terciptalah sebuah istilah di dalam bahasa Latin, yakni ubi societas, ubi ius, yang
artinya adalah “dimana ada masyarakat, disitu ada hukum”.Hal ini pulalah yang menjadi sebab mengapa di
dalam mempelajari norma hukum tersebut, tetap tidak boleh terlepas dari mempelajari tentang manusia dan
tingkah lakunya di dalam masyarakat. Ilmu hukum merupakan ilmu kemasyarakatan yang normatif terutama
ketika kita kaitkan hubungan antar manusia (normatieve maarschappij wetwnschap). Adapun salah satu bagian
dari ilmu hukum tersebut adalah Criminal Law Science atau disebut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, yang
mempelajari norma-norma atau aturan-aturan hukum pidana dan pidananya. Tujuan dari mempelajari hukum
pidana tersebut salah satunya adalah agar para petugas hukum itu dapat menerapkan peraturan yang ada.

Perbuatan pidana sendiri tergantung pada adanya kesalahan, yang dalam hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 6
ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo
Undang-Undang No.35 Tahun 1999, bahwa dipidananya pelaku apabila:

1. Adanya alat bukti yang sah menurut Undang-undang.


2. Adanya keyakinan terhadap seseorang yang dianggap dapat dikenai pertanggung jawaban.
3
3. Telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan.

Sedangkan yang disebut sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-undang adalah seperti yang
disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keterangan terdakwa. Sebagai salah satu bagian dari alat bukti khususnya surat, keberadaan Visum et
Repertum sungguh sangat penting.Hal ini dikarenakan ada bagian-bagian dalam hal pembuktian yang tidak
dapat dilakukan oleh penyidik khususnya penyidik Polri tanpa bantuan dari orang yang ahli di bidangnya
terutama bidang kedokteran. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bidang kedokteran forensik sangat
diperlukan dalam hal tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh,kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan
utamanya tentu saja selaras dengan fungsi utama proses peradilan pidana yaitu mencari kebenaran sejauh yang
dapat dilakukan oleh manusia dengan tetap menjaga dan menghormati hak dari tersangka maupun hak dari
seorang terdakwa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual” yang berarti melihat dan
“repertum” yaitu melaporkan.Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan
diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat
berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun
barang bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya
(Soeparmono,2002:98). Dalam Stbl tahun 1937 No 350 dikatakan bahwa “visa et reperta para dokter yang
dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Indonesia.
Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983 pada pasal 10 menyatakan
bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut sebagai Visum et Repertum. Pendapat seorang
dokter yang dituangkan dalam sebuah Visum et Repertum sangat diperlukan oleh seorang hakim dalam
membuat sebuah keputusan dalam sebuah persidangan.Hal ini mengingat, seorang hakim sebagai pemutus
perkara pada sebuah persidangan,tidak dibekali dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kedokteran
forensik ini.Dalam hal ini, hasil pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan sebagai petunjuk
sebagaimana yang dimaksud pada  pasal 184 KUHAP tentang alat bukti. Artinya, hasil Visum et Repertum
ini bukan saja sebagai petunjuk dalam hal membuat terang suatu perkara pidana namun juga mendukung
proses penuntutan dan pengadilan.
2.2 KLASIFIKASI

4
Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek :
1)    Visum et Repertum Korban Hidup
 Visum et Repertum
Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa didapatkan lukanya tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau aktivitasnya.
 Visum et Repertum Sementara
Misalnya visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih dirawat di rumah sakit akibat luka-lukanya
akibat penganiayaan.
 Visum et Repertum Lanjutan
Misalnya visum bagi si korban yang lukanya tersebut (Visum et Repertum Sementara) kemudian lalu
meninggalkan rumah sakit ataupun akibat luka-lukanya tersebut si korban kemudian di pindahkan ke rumah
sakit atau dokter lain ataupun meninggal dunia.
2)    Visum et Repertum pada mayat
Visum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap atau dengan kata lain berdasarkan pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam pada mayat.
3)    Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
4)    Visum et Repertum Penggalian Mayat
5)    Visum et Repertum Mengenai Umur
6)    Visum et Repertum Psikiatrik
7)    Visum et Repertum Mengenai Barang Bukti
Misalnya berupa jaringan tubuh manusia, bercak darah, sperma dan sebagainya.
(Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana,2008 : 51)
2.3 DASAR HUKUM
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik
tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh
manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan. Menurut
Budiyanto dkk (Ilmu Kedokteran Forensik,1997) , dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut :
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

5
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
Selanjutnya,keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan kepada seorang korban (baik korban
hidup maupun tidak hidup) semata, akan tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap
seorang tersangka sekalipun seperti VR Psikiatris. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan dalam KUHAP
yaitu :
Pasal 120 (1) KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki
keahlian khusus.
Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai
perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44 KUHP sebagai berikut:
1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya, disebabkan
karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit
(ziekelijke storing), tidak dipidana.
2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya disebabkan karena jiwanya
cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya
orang itu dimasukkan dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan
Pengadilan Negeri.
Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang terganggu karena penyakit,
sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait, yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan
jiwa), yang dalam persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum  Psychiatricum, digunakan untuk
dapat mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan (tersangka) sebagai alat bukti surat yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal
7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1)
butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum,
termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena Visum et Repertum  adalah
keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri
sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum , karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai
dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila
dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :

6
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-
undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian
pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2.4 PERAN DAN FUNGSI
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis  dalam pasal 184 KUHP.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam
bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.Visum et repertum juga
memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam
bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran
dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah
terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk
persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang
atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap
suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut
Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim
sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk
itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata
laksana pengadaan visum et repertum.

2.5 STRUKTUR DAN ISI


Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
a.    Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b.    Bernomor dan bertanggal
c.    Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d.    Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
e.    Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan

7
f.     Tidak menggunakan istilah asing
g.    Ditandatangani dan diberi nama jelas
h.    Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i.     Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j.     Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu instansi peminta,
misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut
dapat diberi visum et repertum masing-masing asli
k.    Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga
20 tahun.
2.6 Kwalifikasi (Gradasi) Luka Menurut Istilah Medis & Hukum

Istilah Hukum (Sebagai Dasar) K.U.H.P Istilah Medis (Tersurat /


(Tersurat) Disesuaikan)

Penganiayaan (Merusak Bab XX Adanya luka (hasil obyektif


kesehatan orang dengan sengaja) penganiayaan)

Ringan: Tidak menyebabkan 352 Ayat 1 Ringan (derajat I)


sakit atau halangan pekerjaan / (3 bulan)
jabatan
Sedang: Sakit / halangan 351 Ayat 1 Sedang
pekerjaan / jabatan sementara (2 thn 8 (derajat II)
bln)

Berat: Menyebabkan luka berat 351 Ayat 2 Berat (derajat III)


(K.U.H.P. 90) (5 tahun)

Kematian: Menyebabkan mati 351 Ayat 3 Kematian


(7 tahun) (derajat IV)

Luka berat
1. Terus menerus tidak cakap melakukan pekerjaan
2. Mendatangkan bahaya maut/tidak punya harapan untuk sembuh
3. Rompong/putusnya organ tubuh
4. Kehilangan salah satu panca indera
5. Berubah pikiran > 4 minggu
6. Lumpuh

8
Gugurnya bayi dalam kandungan.

2.7 Luka lecet


Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit epidermis.
Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan.
Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda
yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada
luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka
sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik.
Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi
(beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari
abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet gores
(Scratch), luka lecet serut (Scrape), luka lecet tekan (impact abrasion) dan luka lecet berbekas (patterned
abrasion).
1. Luka lecet gores ( Scratch)
Diakibatkan oleh benda runcing ( misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang menggeser lapisan
permukaan kulit (epidermis) di depannya dan mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat
menunjukan arah kekerasan yang terjadi.
Luka lecet pada tangan yang disebabkan oleh benda dengan permukaan runcing. ( Dikutip dari kepustakaan
forensic pathology)
2. Luka lecet serut (Scraping )
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah
kekerasan di tentukan dengan melihat letak tumpukan epitel. Luka lecet pada kaki. Terlihat pengelupasan kulit
yang ireguler pada lapisan kulit epidermis. ( Dikutip dari kepustakaan forensic pathology).Bentuk dari abrasi
dapat menandakan jenis permukaan yang kontak dengan kulit. Biasanya benda asing juga dapat tertanam pada
permukaan kulit yang abrasi, seperti aspal dari permukaan jalan.
3. Luka lecet tekan ( Impact abrasion)
Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur maka,
bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih
memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas, misalnya kisi-kisi radiator
mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit

9
yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan
serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian. Walaupun  kerusakan yang ditimbulkan
minimal sekali, luka lecet mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari luka
tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:
Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti hancurnya
jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang
sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.
Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan
a.) Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai suatu luka lecet yang
berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan
gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti jalianan tambang atau
jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”, khususnya
bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.
b.) Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban kendaraan, maka luka lecet
tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya
bila ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban tersebut masih tampak jelas,
misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat
luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.
c.) Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh korban, akan memberikan
gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan.
Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk moncong senjata yang
dipakai untuk menewaskan korban.
d.) Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah
pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan
sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut dilakukan
dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher
korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan
arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan
apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh.
e.) Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan radiator, maka dapat
ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.
Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang terkelupas banyak
terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang

10
mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban
diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan
korban dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.
Karakteristik luka lecet :
1)      Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis
2)      Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan       tumpul
3)      Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
4)      Timbul reaksi radang (Sel PMN)
5)      Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak     meninggalkan jaringan parut.
Memperkirakan umur luka lecet:
·         Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan
·         Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
·         Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru
·         Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortem
ANTE MORTEM POST MORTEM
      Coklat kemerahan       Kekuningan
      Terdapat sisa sisa-sisa epitel       Epidermis terpisah sempurna dari dermis
      Tanda intravital (+)       Tanda intravital (-)
      Sembarang tempat       Pada daerah yang ada penonjolan tulang

7.

11
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi VeR
2. Klasifikasi VeR
3. Dasar Hukum VeR
4. Peran dan fungsi VeR
5. Struktur dan isi VeR
6. Kwalifikasi (Gradasi) Luka Menurut Istilah Medis & Hukum
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif
I.     Identitas Pasien
1.        Nama : Tn. H
2.        Jenis Kelamin : Laki-Laki
3.        Usia : 22 tahun
4.        Pekerjaan : Mahasiswa
5.        Warga Negara : Indonesia
6.        Agama : Islam
7.        Alamat : Desa Lalobao, Kec. Andoolo, Kab. Konsel
8.        Peristiwa : Penganiayaan
10.    Tanggal Pemeriksaan : 08 Maret 2020
11.    Waktu Pemeriksaan : 17.30 WIB

Korban seorang wanita datang ke UGD RSD Konawe Selatan dengan keadaan sadar
dan keadaan umum baik. Menurut pengakuan korban, Korban dikeroyok oleh 10 orang yang
dikenal (kerabat keluarga) pada tanggal 08 maret 2020 sekira pukul 02.00 Wita di rumah
korban. Korban dipukuli dengan kaki kursi plastik, dipukul dengan menggunakan tangan dan
ditendang dengan menggunakan kaki. Korban di pukul dibagian pipi, tangan siku, pinggang,
betis dengan menggunakan tangan dan kaki kursi plastik terdapat luka lecet gores berwarna
merah pada tangan siku, di tendang pada bagian paha.
Menurut keterangan korban, sebelum terkena pukulan, korban sempat adu mulut
dengan 10 orang kerabat keluarga korban. Korban tidak sempat untuk membela diri. Korban
langsung melapor ke polisi dan langsung ke RS dan meminta dirinya untuk di visum.
Menurut keterangan orangtua korban, korban dan orangtua korban sering bertengkar dengan

12
kerabat keluarga karena masalah harta turunan dari pihak keluarga orangtua korban.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat DM (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
1. Objektif
a. Vital Sign
o Keadaan Umum : Baik

o Kesadaran : Compos mentis

o Tekanan darah : 120/ 80 mmHg

o Frekuensi nadi : 80x/menit, teratur

o Frekuensi nafas : 20x/menit

o Suhu : 36,60C

b. Status Generalis
Kulit : Tidak ada kelainan

Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

Kepala : Tidak ditemukan kelainan

KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Tenggorokan: Tidak hiperemis

Leher : tidak ada pembesaran KGB dan tiroid

Thorax

Paru :

13
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan

Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung :

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba pada 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung kanan : linea sternalis dextra

Batas jantung kiri : 1 jari medial linea LMCS RIC V

Batas jantung atas : Linea parasternalis RIC II

Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada

Abdomen : supel, bising usus (+) NT (-)

Ekstremitas : Akral hangat dan tidak ada oedema, luka lecet gores ada
2. Assessment (penalaran klinis)
Bebrapa hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat visum et repertum korban hidup, yaitu
 Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
  Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
 Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
 Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
 Ada identitas korban.
 Ada identitas pemintanya.
 Mencantumkan tanggal permintaan.
 Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Akan tetapi, dalam praktik sehari-hari, korban perlukaan akan langsung ke dokter
baru kemudian dilaporkan ke penyidik. Hal tersebut membawa kemungkinan bahwa surat
permintaan visum et repertum korban luka akan datang terlambat dibandingkan dengan

14
pemeriksaan korbannya. Sepanjang keterlambatan tersebut masih cukup beralasan dan dapat
diterima maka keterlambatan itu tidak boleh dianggap sebagai hambatan pembuatan VeR.
Sebagai contoh, adanya kesulitan komunikasi dan sarana perhubungan, overmacht (berat
lawan) dan noodtoestand (darurat). Pada keadaan seperti ini maka dokter tetap melakukan
pemeriksaan dengan selengkap-lengkapnya dan dituangkan ke dalam rekam medis. Jika
keterangan itu tetap diminta oleh pasien, maka yang dokter terbitkan adalah surat keterangan
medis dimana itu adalah hak mutlak milik pasien.

Tabel 1. Perbedaan Visum et Repertum dan Surat Keterangan Medis


Perbedaan V et R Surat Keterangan Medis
Korban Merupakan barang bukti medis Merupakan pasien
Pembuat Dokter Dokter atau Dokter gigi
Permintaan Dari pihak berwenang Pasien sendiri
Format laporan Dalam bentuk visum et repertum Dalam bentuk surat keterangan
medis
Penyerahan Diserahkan kepada pihak pemohon Diserahkan hanya kepada
laporan pasien
Masa berlaku Sampai berakhirnya proses Ada batas waktu tertentu
peradilan
Inform consent Tidak diperlukan Harus ada

Pada kasus ini, meskipun keluarga pasien meminta untuk diterbitkanya visum sedangkan
belum ada surat permintaan dari penyidik, maka dokter tidak bisa menerbitkan visum.
Dokter hanya bisa menerbitkan surat keterangan medis. Dalam pemeriksaan korban, dokter
harus melakukannya dengan lengkap, cermat dan teliti, karena jika nanti surat penyidik
datang, dokter akan mempunyai arsip di catatan medis dan akan mudah dalam
menunagkannya dalam visum et repertum.

3. Diagnosis Kerja
Penganiayaan
4. Penatalaksanaan
 Asam mefenamat 3x500mg tab
 Neurodex 1x1 tab

15
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM

Yang bertanda tangan di bawah ini Nur Indria Resky, dokter umum pada Rumah Sakit Daerah
Konawe Selatan, atas permintaan tertulis dari S.J. SIBORO, pangkat IPDA, NRP. 69040301, jabatan Kepala
Kepolisian Resor Konawe Selatan Sektor Kec Andoolo, dengan suratnya nomor : VER / 126 / III / 2020 /
Reskrim, tertanggal delapan maret tahun dua ribu dua puluh. Maka dengan ini menerangkan bahwa pada
tanggal delapan maret tahun dua ribu dua puluh, bertempat di Ruang Unit Gawat Darurat RSD lubuk Konawe
Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi, dengan
identitas yang menurut surat permintaan tersebut adalah --------------------------------------------

Nama : Handis Andani -------------------------------------------------------------------------


Jenis kelamin : Laki-Laki---------------------------------------------------------------------
Tempat Tgl Lahir : Andoolo, 27 Desember 1998------------------------------------------
Kewarganegaraan : Indonesia -----------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : Mahasiswa--------------------------------------------------------------------
Agama : Islam-----------------------------------------------------------------------------
Alamat : Desa Lalobao, Kec. Andoolo, Kab. Konsel

Korban seorang laki-laki datang ke UGD RSD Konawe Selatan dengan keadaan sadar dan keadaan umum
baik. Menurut pengakuan korban, Korban dikeroyok oleh 10 orang yang dikenal (kerabat keluarga) pada
tanggal delapan maret dua ribu dua puluh sekitar pukul dua Waktu Indonesia Tengah di rumah korban. Korban
dipukuli dengan kaki kursi plastik, dipukul dengan menggunakan tangan dan ditendang dengan menggunakan
kaki. Korban di pukul dibagian pipi, tangan siku, pinggang, betis dengan menggunakan tangan dan kaki kursi
plastik terdapat luka lecet gores berwarna merah pada tangan siku, di tendang pada bagian
paha.--------------------------------------------------------------
Menurut keterangan korban, sebelum terkena pukulan, korban sempat adu mulut dengan 10 orang kerabat
keluarga korban. Korban tidak sempat untuk membela diri. Korban langsung melapor ke polisi dan langsung ke
RS dan meminta dirinya untuk di visum. Menurut keterangan orangtua korban, korban dan orangtua korban
sering bertengkar dengan kerabat keluarga karena masalah harta turunan dari pihak keluarga orangtua
korban.-----------

HASIL PEMERIKSAAN--------------------------------------------------------------------------------

16
1. Tekanan darah seratus dua puluh per delapan puluh mili meter air raksa, frekuensi nadi delapan puluh
empat kali per menit, frekuensi pernapasan dua puluh kali per menit, suhu tubuh tiga puluh enam koma
enam derajat selsius.-----------------------------------------------
2. Luka-luka :--------------------------------------------------------------------------------------------
a. Pada leher sisi kiri, enam sentimeter dari garis tengah leher depan, sembilan sentimeter ke garis lobang
telinga kiri terdapat luka lecet gores berwarna kemerahan dengan ukuran tiga sentimeter kali nol koma
tiga sentimeter.-----------------------------
b. Pada siku sisi kanan terdapat luka lecet serut kearah lengan atas kanan yang berwarna coklat
kemerahan dengan ukuran satu koma lima sentimeter kali satu koma lima
sentimeter.---------------------------------------------------------------------------
c. Pada pinggang sisi kiri, sembilan sentimeter dari garis tengah tubuh belakang terdapat luka luka lecet
gores berwarna kemerahan dengan ukuran empat sentimeter kali dua
sentimeter.------------------------------------------------------------------------------
d. Pada pinggul sisi kiri, lima sentimeter dari garis tengah tubuh belakang terdapat luka luka lecet gores
berwarna kemerahan dengan ukuran tujuh sentimeter kali nol koma tiga
sentimeter.-----------------------------------------------------------------------------------
e. Pada lutut sisi kiri, empat sentimeter dari lutut terdapat luka lecet gores berwarna kemerahan dengan
ukuran tiga sentimeter kali nol koma tiga sentimeter----------------
f. Pada betis sisi kiri, sembilan sentimeter dari lutut terdapat luka lecet gores berwarna kemerahan
dengan ukuran tiga sentimeter kali nol koma tiga sentimeter.---------------
KESIMPULAN :------------------------------------------------------------------------------------------

Pada pemeriksaan seorang korban laki-laki berumur kurang lebih dua puluh lima tahun ini ditemukan
luka lecet gores pada leher, pinggang, pinggul, lutut, betis sisi kiri. Luka lecet serut pada siku kanan akibat
kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari (luka ringan)------------------

Demikian Visum Et Repertum ini dibuat dengan menggunakan keilmuan saya yang sebaik-baiknya, mengingat
sumpah sesuai pada waktu menerma jabatan.----------------------------------

dokter tersebut diatas

17
dr. Nur Indria Resky

Daftar Pustaka

1. Abdul Mun’im Idries,2009. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik.

2. Abdul Min’im Idries,2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan.

3. Soeparmono,2002. Kedokteran Forensik di Indonesia.

4. Juliana Lubis, 2008.Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana.

5. Budiyanto,1997.Ilmu Kedokteran Forensik.

6. Sri Ingeten,2008.Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana.

7. Widy Hargus,2006.Peranan Visum et Repertum dalam Pembuktian Tindak Pidana Penghilangan nyawa

orang dengan Racun.

8. Budi Sampurna,2009.Pengantar Mediko-Legal.

9. Dedi Afandi,2008.Visum et Repertum Pada Korban Hidup.

10. Afandi, Dedi. 2010. Visum et Repertum Perlukaan : Asppek Medikolegal dan Penentuan Derajat Luka.
Majalah Kedokteran. Volume 60 Nomor 4.
11. Idries, Abdul Muin dan Tjiptomartono, Agung L. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam
Proses Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto.

18

Anda mungkin juga menyukai