Anda di halaman 1dari 3

Pendapat para ahli sejarah terkait kejaidan G 30 S PKI yang menemukan banyak kejanggalan soal

keakuratan sejarahnya.

1. Menurut pendapat para ahli

1.Menurut Sir Adrew Gillchrist , Duta besar Inggris untuk Indonesia memberikan analisis bahwa
peristiwa G 30 S/PKI dilakukan untuk menjatuhkan komunis dengan cara menjatuhkan Soekarno melalui
kudeta yang akan dilaksanakan tanggal 5 Oktober 1965 yang akan dilaksanakan oleh tentara dan CIA .
Rencana ini dimengerti oleh Letkol Utung dengan persetujuan Aidit dan Syam Kemarman. Ia
menggerakan Resimen Cakrabirawa . Namun rencana ini gagal dan menjadi kesalahan fatal sehingga
pihak yang dipersalahkan adalah PKI .

2. Dalang, Tokoh G30S/PKI

Dipa Nusantara Aidit lah yang memprakarsainya G30S/PKI. Aidit merupakan ketua dari PKI saat
itu.Untuk melancarkan niatnya, DN. Aidit hasutan-hasutan kepada rakyat Indonesia. Tujuannya jelas
agar mendapat dukungan penuh terhadap niatnya sebagai PKI untuk menjadikan Indonesia sebagai
“Negara Yang Lebih Maju”. Dia juga melancarkan aksinya dengan menciptakan persekutuan konsepsi
NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Di sinilah kemudian DN Aidit secara terang dan nyata
dinyatakan sebagai dalang atau otak dari G30S/PKI oleh Pemerintah Republik Indonesia pada masa
Presiden Soeharto.

Dalam penculikan itu, ada empat orang yang dibunuh di Lubang Buaya. Sementara tiga lainnya langsung
dibunuh di kediaman mereka sendiri. Mereka adalah Ahmad Yani, MT Haryono, dan DI Panjaitan.
Sedangkan AH Nasution berhasil meloloskan diri. Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Haryono,
dan Brigadir Jenderal DI Panjaitan ialah petinggi di TNI AD. Ahmand Yani saat itu menjabat
Menteri/Panglima AD/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi. Sedangkan Jenderal Abdul Harris
Nasution yang berhasil meloloskan diri saat itu menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan. Padahal
sebenarnya AH Nasution lah yang justru disebut-sebut menjadi target utama dalam pembunuhan
tersebut

2. Cerita Peristiwa Silam G30S/PKI yang Disembunyikan ( cerita ini menjadi kejanggalan dalam peristiwa
G30S /PKI.)

Yutharyani, seorang Perwira Seksi Pembimbingan Informasi Monumen Pancasila Sakti dari TNI Angkatan
Darat, pernah menuturkan bahwa meniti lorong waktu menuju masa silam, lebih dari setengah abad lalu
itu selalu membuat hatinya remuk.Peristiwa kelam dan penuh dengan luka itu selalu membuat
emosinya bergejolak mengingat bagaimana para Jenderal dihabisi dengan sadis.Kabarnya empat lainnya
yang masih hidup saat dibawa ke rumah penyiksaan terlebih dahulu. Ajudan Nasution, Andreas Tendean
juga kemudian ikut menjadi korban. Rumah penyiksaan yang dimaksud adalah sebuah kediaman salah
seorang warga di Desa Lubang Buaya. Rumah yang menjadi saksi bisu itu kini berada dalam Kompleks
Monumen Pancasila Sakti. Sangat berbeda seperti saat ini, dulu Lubang Buaya hanyalah hutan karet
yang tak banyak penduduk tinggal di situ.
Sesaat sebelum dibunuh para jendral disuruh atau mungkin dipaksa untuk menandatangani yang
namanya Dewan Jenderal. Itu adalah tipu muslihat PKI bahwa Angkatan Darat akan melakukan kudeta
terhadap pemerintahan yang sah nantinya. Dewan Jenderal sendiri adalah julukan untuk kelompok
jenderal yang diisukan hendak melakukan tindakan makar terhadap Presiden Soekarno dan
pemerintahan Republik Indonesia.

Menurut Yutharyani, padahal itu hanyalah cerita khayalan yang dikarang PKI. S. Parman yang pertama
disuruh untuk tanda tangan. Namun beliau bersikukuh bahwa TNI AD tidak akan melakukan kudeta. Dan
pada titik itu jugalah, penyiksaan terhadap para jenderal dan ajudan Nasution yang masih hidup
berlangsung. Mereka semua –Mayjen S. Parman, Mayjen R Suprapto, Brigjen Sutoyo, Lettu Pierre
Andreas Tandean– akhirnya tewas dibunuh setelah sebelumnya disiksa. Para jenderal ini dipukul dan
dipopor mengunakan ujung senjata. Hasil visum bahkan menunjukkan adanya retak di tulang kepala,
tangan dan kaki patah. Hal itu dikarena para jenderal ditendang dengan keras menggunakan sepatu lars
PKI. Dalam kondisi antara hidup dan mati itu, tubuh para jenderal lantas digeret tanpa berperasaan lalu
dibuang ke sebuah sumur di Kawasan Lubang Buaya. Sumur itu memiliki kedalaman sekitar 12 meter
dengan lebar 75 sentimeter.

Setelah tubuh para jenderal berada dalam sumur, mereka kembali ditembaki berkali kali. Tujuannya
untuk meyakinkan bahwa mereka sudah benar-benar tewas. Kemudian atas sumur itu ditutupi dengan
sampah pohon karet untuk sebagai kamuflase bahwa di bawah sumur tersebut tidak ada hal
mencurigakan. Apalagi sekumpulan mayat jenderal yang tewas dibantai.

1 Oktober datang dan masih belum ada yang mencium sesuatu yang tak beres. Akhirnya pada tanggal 4
Oktober, mayat ditemukan dan diangkat dari dalam sumur. Jasad segera divisum dan diautopsi di RS
Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Segera setelah itu jenazah para jenderal di bawa ke Markas Besar
AD untuk disemayamkan dengan layak. Tanggal 5 Oktober tepat pada peringatan Hari Ulang Tahun
Angkatan Bersenjata Repebulik Indonesia, pemakaman di lakukan beserta upacara kenegaraan.

Sebuah informasi lain juga sepertinya tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya ada jenderal ke
delapan yang hendak di culik dan dihabisi pada saat tanggal 30 September 1965. Dia adalah Brigjen
Ahmad Sukendro. Sebuah laporan intelijen CIA berjudul The President’s Daily Brief tahun 1965, para
Jenderal Angkatan Darat sudah aktif berkomunikasi dengan pihak Amerika Serikat dan masuk dalam
laporan CIA. Hal itu bertujuan untuk memberantas PKI. Laporan tersebut sekarang sudah bisa diakses
khalayak.

Jenderal Sukendro, sebagai satu-satunya yang selamat dari jajaran Brain Trust Angkatan Darat setelah
pembunuhan 30 September, mengakui bahwa memang jadi pertanyaan besar apakah AD bisa
memberantas Komunis sementara itu Soekarno merasa keberatan dengan maksud para Jenderal. John
Roosa dalam buku Dalih Pembunuhan Massal menjelaskan bahwa sebutan Brain Trust ditunjukan
kepada kelompok jenderal pemikir di Angkatan Darat yaitu Ahmad Yani, Suprapto, MT Haryono, S
Parman dan Sukendro. 5 Nama ini ditambah AH Nasution, Sutoyo dan DI Panjaitan dalam buku Soekarno
File yang ditulis Antonie CA Dake, PKI menyebut mereka para Dewan Jenderal.
Dake menyebutkan bahwa Sukendro berhasil lolos dari maut karena saat itu dia sedang melakukan
perjalanan dinas ke Beijing, tepat di malam pembunuhan para jenderal. Lantas kenapa kita jarang
mendengar namanya, karena Roosa menyebut Sukendro adalah jenderal intelijen yang cukup dekat
dengan CIA dan pejabat AS.

John Roosa, Associate Professor Departemen Sejarah University of British Columbia dalam bukunya
Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto, mengistilahkan Lubang Buaya
kini sebagai “tanah keramat.” John Roosa memaparkan dalam bukunya, sebuah monumen sengaja
didirikan dengan tujuh patung perunggu para jenderal yang gugur. Semua berdiri setinggi manusia
dengan sikap gagah dan menantang. Pada dinding belakang deretan patung para jenderal tersebut,
telah ditempatkan pula patung garuda raksasa dengan sayap mengembang perkasa. Monumen
Pancasila Sakti adalah salah satu titik sakral di Lubang Buaya.

Kesimpulan : jadi bisa disimpulkan Atas kejadian ini rakyat menuntut Presiden Soekarno untuk
membubarkan PKI. Padahal PKI merupakan kekuatan terbesar yang mendukung gerakan "Ganyang
Malaysia" milik Soekarno. Soekarno kemudian memerintahkan Mayor Jendral Soeharto untuk
membersihkan unsur pemerintahan dari pengaruh PKI. Namun sampai saat ini kejadian G30S/PKI masih
menjadi sebuah peristiwa yang masih di ingat oleh masyarakat Indonesia , karena masih banyak
kenjanggalan - kejanggalan yang belum bisa dipecahkan hingga saat ini bahkan film yang pernah tayang
pun pernah dilarang untuk ditayangkan karena kisahnya belum akurat dan belum banyak bukti terkait
kejadian G30S / PKI yang sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai