Anda di halaman 1dari 28

CASE STUDY

SPRAIN ( KESELEO )
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH

YALAWIAH (N.19.035)

PRECEPTOR

…………………………………………….

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI

PROGRAM PROFESI NERSPOLEWALI MANDAR

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah


SWT, yang telah yang memberikan Rahmat-Nya dan kasih-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan pembuatan Case Study ini yang berjudul “sprain” oleh
kelompok 7 Stase Keperawatan Medikal Bedah Program Profesi Ners.
Dalam penulisan Case Study ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan pembuatan Case Study ini dan dapat memanfaatkan sebagaimana
mestinya.
Semoga segala bantuannya dibalas oleh Allah Azza Wajalla dengan sesuatu
yang lebih baik. Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kelemahan yang
ada pada penulis, sehingga tidak menutup kemungkinan terhadap kekurangan,
kelemahan bahkan mungkin kesalahan dalam penulisan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Sekian dan terima kasih atas
kami ucapannya.

Polewali,12 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………… i


KATA PENGANTAR ………….……………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………….…………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………... 1
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT……………………………….. 3
BAB III ANALISA KASUS CASE STUDY…………..……….……… 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..………………..…………….. 27
BAB IV PENUTUP…………………………………………..………… 30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat

mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah

cedera olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut

(sprain, strain, dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan

secara bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional

juga rentan terhadap cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat

untuk meminimalkan terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut

juga dapat mengalami cedera muskoluskletal, salah satunya adalah sprain.

Sprain atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang

siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan

olahraga, aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk

kecelakaan. Ketika terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau

terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit

elastis jaringan yang menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang

ditempat sementara memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau

lebih ligamen yang diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri,

bengkak, memar, dan tidak mampu bergerak.

Sprain biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut.

Bila kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin

diperlukan perbaikan bedah.


B. TUJUAN

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sprain


2. Mengerti apa yang menyebabkan sprain
3. Mengetahui patofisologi sprain
4. Mengetahui manifestasi klinis sprain
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang sprain
6. Mengetahui penatalaksanaan sprain
7. Mengetahui komplikasi sprain
8. Mengetahui pencegahan sprain
9. Merencanakan asuhan keperawatan terkait spraint
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFENISI

sprain / keseleo merupakan keadaan ruptura total/parsial pada

ligament penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. biasanya kondisi ini

terjadi sesudah gerakan memuntir yang tajam.(kowalak, jennifer p.

2011.buku ajar patofisiologi.egc: jakarta)

Sprain merupakan cedera yang paling sering terjadi pada berbagai

cabang olahraga yaitu cedera pada sendi dengan terjadinya robekan pada

ligamentum, hal ini terjadi karena stres berlebihan yang mendadak atau

penggunaan berlebihan yang berulang ulang dari sendi.(Wahid Abdul.

2013, Buku Saku Asuhan Keperawatan Dengan gangguan

Sistem Muskoloskeletal.TIM: Jakarta)

Jadi dapat ditarik kesimpulan, sprain merupakan salah satu jenis

cedera yang terjadi pada ligament penyangga yang mengelilingi sebuah

sendi dengan kondisi ruptura dapat secara total/ parsial dapat disebabkan

karena stres berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang

berulang ulang dari sendi.

B. KLASIFIKSI

Menurut Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan

Klinis. Hal 124. Jakarta : Erlangga

1. Sprain derajat I (kerusakan minimal)

Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran

pembengkakan aktif dan pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa

adanya kemungkinan instabilitas atau gangguan fungsi.


2. Sprain derajat II (kerusakan sedang)

Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan

yang lebih menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat

nyeri dan tertahan, sendi mungkin tidak stabil, dan mungkin

menimbulkan gangguan fungsi.

3. Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)

Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan

peningkatan kirasan gerak yang abnormal (akibat putusnya ligamen),

nyeri pada kisaran pergerakan pasif mungkin kurang dibandingkan

derajat yang lebihh rendah (serabut saraf sudah benar-benar rusak).

Hilangnya fungsi yang signifikan yang mungkin membutuhkan

pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.

C. ETIOLOGI

Beberapa faktor sebagai penyebab sprain :

1. UMUR

Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta

kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat

puluh tahun kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan

ligamen menurun pada usia tiga puluh tahun.

2. Terjatuh atau kecelakan

Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga

jaringan ligamen mengalami sprain.

3. Tidak melakukan pemanasan

Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.

Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur.


Menurut Kowalak, etiologi kseleo meliputi :

1. Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat dari pada

kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendiri diluar kisaran

gerak (RPS) normal.

2. Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan.

D. PATOFISIOLOGI

Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang

disebut dengan sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan

mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun

total ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan

kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh

darah akan terputus dan terjadilah edema ; sendi mengalami nyeri dan

gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus

meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkaan dan

pendarahan yang terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan

sprain.
Patoflow Keperawatan

Tekanan/kekerasan
langsung/stres berulang Reaksi inflamasi

Pergeseran tulang Kerusakan fragmen


Pengeluaran bradikinim dan
tulang ,cedera jar. lunak
berikan dengan nociceptor
deformitas

Pembuluh darah terputus


Pengeluaran mediator
Ekstremitas tdk dpt kimia ( histamin )
berfungsi dgn baik perdarahan

Nyeri Pembengkakan
Gangguang mobilitas
Pengumpulan darah
(hematoma )
Nyeri akut Gangguan integrita
Penatalaksanaan medis Devitaslisasi (Hb , Ht kulit

Prosedur pemasangan
Dilatasi pembuluh Darah banyak keluar
fiksasi eksternal
kapiler

Ada portde
Tek. Kapiler otot naik Hb
Gangguan entry
body image

Resiko tinggi Histamin menstimulasi


Perfusi jaringan
infeksi otot

Spasme otot
Gang. Perfusi jaringan

Vasokontriksi pemb.
darah

Metabolisme anaerob ATP

Penumpukan asam
laktat

Penumpukan asam Nyeri


laktat
E. MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :

1. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)

2. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi

3. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam

setelah cedera)

4. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan

sekitarnya.

F. KOMPLIKASI

Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh

dengan sempurnah sehungga diperlukan pembedahan untuk

memperbaikinya (jika diperlikan).

Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum

sembuh dan tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang

ruptur, maka ligamen ini dapat sembuh dengan bentuk memanjang,yang

disertai pembentukan jaringan parut secara berlebihan).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto rontgen/ radiologi.

yaitu pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan

diagnosa. Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan

sendi.

2. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)

Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan

gelombang frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio


aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail. Hasil

yang diperoleh gambaran ligamen yang luka.

H. PENATALAKSANAAN

Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi pembengkakan

dan nyeri yang terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai penatalaksanaan

tahap awal (24-48 jam) adalah prinsip RICE (rest, ice, compression,

elevation), yaitu

1. Rest (istirahat)

Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban

pada tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu

seperti crutch (penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau

besi) untuk mengurangi beban pada tempat yang cedera.

2. Ice (es)

Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau

semacamnya. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama

maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena dingin.

3. Compression (penekanan)
Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat

dilakukan penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat

dilakukan dengan perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari

daerah yang paling jauh dari jantung ke arah jantung.

4. Elevation (peninggian)

Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih

tinggi daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan keki

yang terkena, dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya

pergelangan kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan

ini adalah agar pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi.

I. PENCEGAHAN

1. Saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai seperti

sepatu yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan

kaki selama aktivitas

2. Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan

aktivitas atletik, serta latihan yang tidak berlebihan.

3. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan

pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai.


BAB III
ANALISA KASUS CASE STUDY

D.M., seorang pria berusia 25 tahun, masuk ke bagian gawat darurat (ED)

dengan keluhan nyeri pergelangan kaki kanan. Dia menyatakan bahwa dia

sedang bermain basket dan menginjak kaki pemain lain, membalikkan

pergelangan kakinya. Anda perhatikan pembengkakan pada malleolus lateral

ke area metatarsal keempat dan kelima, dan denyut pedal 3+ secara bilateral.

Tanda vital Tekanan Darah 124/76mmHg, Nadi 82, Pernafasan 18.Dia tidak

memiliki alergi dan tidak minum obat.Dia menyatakan tidak pernah menjalani

operasi atau masalah medis sebelumnya.

1. Saat menilai pergelangan kaki D.M yang terluka, apa yang harus

dievaluasi?

pembengkakan pada malleolus lateral ke area metatarsal keempat dan

kelima, dan denyut pedal 3+ secara bilateral.

2. Apa yang akan dilakukan manajemen awal pergelangan kaki untuk

mencegah pembengkakan dan cedera lebih lanjut?

1) Istirahatkan sendi pergelangan kaki selama 2-3 hari, disarankan untuk

tidak berlari atau melompat hingga .

2) Lindungi pergelangan kaki agar cederanya tidak berkelanjutan, bisa

membalut pergelangan kaki yang sakit dengan perban elastis.

3) Kompres pergelangan kaki dengan air es ,tujuannya untuk mengurangi

nyeri dan pembengkakan.

3. Anda mencatat pembengkakan yang signifikan pada metatarsal keempat

dan kelima. Bagaimana Anda akan mengevaluasi lebih lanjut temuan ini?

1) Jangan menumpu badan pada kaki yang cedera ( gunakan kruk)


2) Usahakan untuk menempatkan kaki yang cedera tetap berada dalam

posisi yang tinggi misalkan saat sedang duduk taruh kaki di atas kursi

lain dengan bantalan di bawahnya,

3) Mengonsumsi vitamin D atau kalsium jika diresepkan untuk membantu

penyembuhan tulang.

Kemajuan studi kasus

Hasil X-ray negatif untuk fraktur, dan keseleo derajat kedua didiagnosis.

Dokter memerintahkan imobilisasi dengan perban elastis dan penjepit

udara, dengan instruksi untuk menggunakan kruk. Dokter menginstruksikan

D. M. jangan sampai menahan beban di pergelangan kakinya selama 2 hari,

maka gunakan hanya penahan berat sebagian sampai pergelangan kaki

sembuh

4. Jelaskan teknik untuk memasang perban elastis. Berikan alasannya

1) Mulailah membalut, tempatkan ujung perban pada bagian pertemuan

antara jari-jari dengan punggung kaki. Mulailah dengan melilitkan

perban ke sekeliling tumpuan kaki bagian depan ( ball of foot). Tahan

dan gunakan tangan yang lain untuk membawa panjang perban ke

sekeliling kaki dari sebelah luar. Lilit perban dengan kencang tetapi

jangan membalutkannya terlalu ketat agar tidak menghambat aliran darah

ke aki dan jari-jari kaki.

2) Balutlah hingga pergelangan kaki, Balutlah tumpuan kaki bagian depan

sebanyak dua kali untuk menahan perban agar tidak bergeser. Kemudian

lilitkan perban secara bertahap menuju pergelangan kai. Pastikan lapisan

lilitan sebelumnya selebar 4 cm. Pastikan setiap lilitan dalam keadaan


yang rapi dan merata, tanpa tonjolan atau kerutan yang tidak perlu.

Ulangi proses ini jika anda perlu membalutnya dengan lebih rapi.

3) Balutlah pergelangan kai. Ketika anda sampai ke pergelangan kaki,

tariklah ujung perban kesebelah luar kaki, menilang punggung kaki dan

mengelilingi pergelangan kaki bagian dalam. Kemudian tariklah

ujungnya ke arah tumit, kembali lagi menuju punggung kaki, ke bawah

kaki, dan mengelilingi pergelangan kaki. Teruslah membuat pola angka

delapan ini di sekeliling pergelangan kaki beberapa kali untuk

menstabilkan pergelangan kaki dengan baik.

4) Selesaikan balutan. Balutan twrakhir harus berada beberapa sentimeter

di atas pergelangan kaki untuk membantu menstabilkannya. Gunakan

penjepit loga atau pita perekat medis untuk menahan ujung perban.

Ujung perban yang berlebih jiga bisa diselipkan di bawah lapisan balutan

terakhir, jika tidak terlalu banyak bagian yang berlebih.

5. Saat menginstruksikan D.M. untuk menggunakan kruk, D.M. menyatakan

bahwa ia "lebih suka" ketika kruk beristirahat di bawah lengannya saat

berjalan dengan kruk. Apakah ini benar? Jelaskan.

Sudah benar, karena kruk lengan biasanya untuk pengguna jangka panjang

karena kondisi tungkai yang lemah, Mobilisasi tubuh bagian atas lebih

banyak daripada kruk ketiak, Pasien tetap dpat menggunakan lengan

bawahnya tanpa melepaskan kruk.

6. Anda menginstruksikan D. M. menggunakan kiprah tiga titik dengan kruk.

Mana yang akan menjadi langkah pertama yang benar untuk kiprah tiga

titik?

 Langkah pertama dengan kedua kruk dan kaki yang sakit.


7. Anda harus menginstruksikan D.M. pada aplikasi dingin, aktivitas, dan

perawatan pergelangan kaki. Apa instruksi yang sesuai di bidang ini?

1) Aplikasikan kompres dingin tepat diatas area yang membengkak dalam

48-72 jam setelah cedera selama 20-30 menit setiap 2-3 jam sekali. Hal

ini akan membantu membatasi perkembangan bengkak setelah cedera.

2) Segera hentikan aktivitas yang menyebabkan cedera tersebut.

Istirahatkan anggota tubuh yang bermasalah, jangan tempatkan beban

berat pada area yang cedera selama 48 jam.

3) Minum obat pereda nyeri Non-steroidal anti –inflammatory( NSAID)

seperti asam mefenamat, ibuprofen, parasetamol atau panadol untuk

meredakan nyeri dan peradangan, namun demikian obat-obatan ini

memiliki beberapa efek samping seperti meningkatkan risiko perdarahan

ulkus. Obat-obatan ini harus digunakan dengan bijaksana. Konsultasikan

dengan dokter untuk informasi lebih lanjut.

4) Perban daerah yang nyeri untuk membatasi pembengkakan dan terlalu

banyak pergerakan yang dapat menyebabkan kerusakan lanjutan.

8. D.M. diberikan resep untuk Lortab 2.5 / 500. Jelaskan arti angka-angka itu.

Setiap dalam 500 terdapat 2,5 lortab.

9. Instruksi apa tentang Lortab yang dibutuhkan?

10. Empat hari kemudian, D.M. berjalan tertatih-tatih ke UGD dan dengan

berani memberi tahu Anda bahwa dia "melakukannya lagi, hanya saja kali

ini menyentuh sepakbola." Dia menyatakan bahwa pil rasa sakit bekerja
dengan sangat baik, dia pikir itu akan baik-baik saja. Anda mendeteksi bau

bir pada napasnya. Apa yang akan kamu lakukan?

Memberi tahu ke pasien bahwa mengkonsumsi alkohol akan memperburuk

perdarahan dan pembengkakan sekaligus memperlambat proses pemulihan.

Dan berolahraga dengan lagi akan memperparah cedera khususnya pada

tungkai atau kaki.

11. Anda membuka kaus kakinya dan menemukan terbentuk hematoma besar

pada aspek lateral pergelangan kaki yang sudah bengkak. Pergelangan kaki

menunjukkan warna memar yang sudah beberapa hari. Anda bertanya

tentang persepsi nyeri D.M. Dia menyatakan, "Rasanya tidak terlalu buruk

sekarang, tapi aku yakin melihat bintang ketika muncul." Apa pentingnya

pernyataannya?
BAB 1V

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas
1) Nama : Tn. D.M
2) TTL/Umur : 25 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Diagnosa : keseleo derajat kedua
b. Keluhan utama :
Nyeri pergelangan pada kaki kanan
c. Riwayat keluhan utama :
Tn. D.M mengatakan bahwa dia sedang bermain basket dan
menginjak kaki pemain lain,
d. Riwayat kesehatan masa lalu:
Tn D.M tidak memiliki penyakit apapun
e. TTV
Tekanan darah : 124/76 mmgh
Nadi : 82x/menit
Pernapasan : 18x/menit
2. Pemeriksaan penunjang :
Hasil X-ray negatif untuk fraktur
3. Pengobatan :
 Membalut pergelangan kaki dengan perban elastis dan penjepit
karet
 Obat peredah nyeri (asam mefenamat, ibuprofen, parasetamol
atau panadol)
B. Patoflow Keperawatan

Tekanan/kekerasan
langsung/stres berulang Reaksi inflamasi

Pergeseran tulang Kerusakan fragmen


Pengeluaran bradikinim dan
tulang ,cedera jar. lunak
berikan dengan nociceptor
deformitas

Pembuluh darah terputus


Pengeluaran mediator
Ekstremitas tdk dpt kimia ( histamin )
berfungsi dgn baik perdarahan

Nyeri Pembengkakan
Gangguang mobilitas
Pengumpulan darah
(hematoma )
Nyeri akut Gangguan integrita
Penatalaksanaan medis Devitaslisasi (Hb , Ht kulit

Prosedur pemasangan
Dilatasi pembuluh Darah banyak keluar
fiksasi eksternal
kapiler

Ada portde
Tek. Kapiler otot naik Hb
Gangguan entry
body image

Resiko tinggi Histamin menstimulasi


Perfusi jaringan
infeksi otot

Spasme otot
Gang. Perfusi jaringan

Vasokontriksi pemb.
darah

Metabolisme anaerob ATP

Penumpukan asam
laktat

Penumpukan asam Nyeri


laktat
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi
D. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classsification Nursing Intervention


Classification
1. Nyeri berhubungan  Pain level/tingkat nyeri Pain management
dengan spasme otot  Pain control/pengendalian rasa  Lakukan pengkajian nyeri
nyeri secara komfrehensif
 Comform level/tingkat termasuk lokasi,
penyesuaian diri karakteristik, durasi,
Kriteria hassil : frekuensi, kualitas dan
- Mampu mengontrol nyeri ( faktor presipitasi.
tahu penyebab nyeri, mampu  Observasi reaksinonverbal
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan.
nonfarmakologi untuk  Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
bantuan). pengalaman nyeri pasien.
- Melaporkan bahwa nyeri  Kaji kultur yang
berkurang dengan mempengaruhi respon nyeri.
menggunakan manajemen  Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri. masa lampau.
- Mampu mengenali nyeri (  Evluasi bersama pasien dan
skala intensitas, frekuensi dan tim kesehatan lain tentang
tanda nyeri ). ketidakefektifan control
- Menyatakan rasa nyaman nyeri mas lampau.
setelah nyeri berkurang.  Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan.
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
dan suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi dan inter
personal).
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
 Ajar tentang teknik
nonfarmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
 Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri.
 Tingkatkan istirahat.
 Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil.
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

2. Hambatan mobilitas  Join movement active/ gerak Exercise therapy : ambulasi


fisik berhubungan aktif  Monitor tanda-tanda vutal
dengan nyeri  Mobility level/tingkat mbilisasi sebelu, dan sesudah latihan
 Self care : ADLs/ mengurus diri dan lihat respon pasien saat
 Transfer / pemintahan latihan.
Kriteria Hasil :  Kaji kemampuan pasien
dalam mobilitas.
- Klien meningkat dalam  Latih pasien dlam
aktifitas fisik. pemenuhan kebutuhan ADL
- Mengerti tujuan dari secara mandiri sesuai
peningkatan mobilitas. kemampuan.
- Memverbalisasikan perasaan  Konsultasikan dengan
dalam meningkatkan terapi fisik tentang rencana
kekuatan dan kemampuan ambulasi sesuai kebutuhan.
berpindah.  Brikan alat bantu jika klien
- Memperagakan penggunaan memerlukan.
alat bantu untuk mobilisasi  Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan beri
bantuan jika diperlukan.
Dampingi pasien dan bantu
pasien saat mobilitas dan
penuhi kebutuhan ADL
3,  Status imun Kontrol infeksi
Resiko infeksi
 Kontrol infeksi
berhubungan dengan  Bersihkan lingkungan
inflamasi  Pengendalian resiko
setelah dipakai pasien lain.
Kriteria hasil :
 Pertahankan teknik isolasi.
- Klien bebas dari tanda dan  Batasi pengunjung bila
gejala infeksi. perlu.
- Mendeskripsikan proses  Instruksikan pada
penularan penyakit, faktor pengunjung bila perlu.
yang mempengaruhi  Instruksikan pada
penularan serta pengunjung untuk mencuci
penatalaksanaannya. tangan saat berkunjung
- Menunjukkan kemampuan meninggalkan pasien.
untuk mencegah timbulnya  Gunakan sabun
infeksi. antimikroba untuk cuci
- Jumlah leukosit dalam batas tangan.
normal..
Menunjukkan perilaku hidup  Cuci tangan sebelum dan
sehat. sesudah tindakan
perawatan.
 Gunakan baju,sarung
tangan sebagai alat
pelindung.
 Pertahankan aseptic selama
pemasangan alat.
 Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum.
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing.
 Tingkatkan intake nutrisi.
 Berikan terapi antibiotik
bila perlu , proteksi
terhadap infeksi.
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
 Batasi pengunjung
 Pertahankan teknik teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko.
 Berikan perawatan kulit
pada area edema.
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,dan
drainase.
 Inspeksi kondisi luka.
 Dorong masukan nutrisi
yang cukup.
 Dorong masukan cairan.
 Dorong istirahat.
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep.
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.
 Ajarkan cara menghindari
infeksi.
 Laporkan kecurigaan
infeksi.
 Laporkan kultur positif

E. Evaluasi

Proses keperawatan sering digambarkan sebagai proses bertahap. Proses


keperawatan dikatakan efektif bila pencapaian hasil teridentifikasi dan dievaluasi
sebagai penilaian pada status pasien (Heather, 2015)

No. Diagnosa Evaluasi


Keperawatan

1 Setelah dilakukan perawatan terkait nyeri


Nyeri berhubungan pada pasien menunjukkan :
dengan spasme otot  Tekanan darah : 124/76 mmHg
 Nadi : 82x/menit
 Pernapasan : 18x/menit
 Mampu mengontrol nyeri ( tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan).
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri.
 Mampu mengenali nyeri ( skala
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri ).
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.

2. Setelah dilakukan perawatan terkait


Hambatan mobilitas mobilitas fisik pada pasien menunjukkan :
fisik berhubungan
 Pasien meningkat dalam aktifitas fisik.
dengan nyeri
 Pasien Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas.
 Pasien Memperagakan penggunaan alat
bantu untuk mobilisasi
 Pasien mampu meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah.

3. Setelah dilakukan perawatan terkait resiko


Resiko infeksi infeksi pada pasien :
berhubungan dengan
inflamasi  Pasien bebas dari tanda dan gejala
infeksi.
 Pasien mampu Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya.
 Pasien Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi.
 Pasien Menunjukkan perilaku hidup
sehat.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Sprain merupakan cedera yang paling sering terjadi pada berbagai


cabang olahraga yaitu cedera pada sendi dengan terjadinya robekan pada
ligamentum, hal ini terjadi karena stres berlebihan yang mendadak atau
penggunaan berlebihan yang berulang ulang dari sendi.(Wahid Abdul.
2013, Buku Saku Asuhan Keperawatan Dengan gangguan
Sistem Muskoloskeletal.TIM: Jakarta)
2. Menurut Kowalak, etiologi kseleo meliputi :Pemuntiran mendadak
dengan tenaga yang lebih kuat dari pada kekuatan ligamen dengan
menimbulkan gerakan sendiri diluar kisaran gerak (RPS)
normal.Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan.
3. Tanda dan gejala sprain yaitu Nyeri lokal (khususnya pada saat
menggerakkan sendi), Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi,
Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera), Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke
dalam jaringan sekitarnya.
4. Intervensi keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ditegakkan yaitu Nyeri berhubungan dengan spasme
otot, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, Resiko
infeksi berhubungan dengan inflamasi.
B. SARAN
Dengan diberikannya tugas ini penulis dan pembaca dapat lebih
memahami dan mengerti tentang bagaimana penyakit sprain dan dapat
melakukan perawatan yang baik dan tepat serta menegakkan asuhan
keperawatan yang baik. Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah
didapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Singapura: Elsevier.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Singapore: Elsevier.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).
Nursing Intervention Classification (NIC). (I. Nurjannah & R. D.
Tumanggor, Eds.) (Edisi Keen). United Kingdom: Elsevier.
Heather, H. T. (2015). NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan :
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10). Jakarta: EGC.
Indonesian renal Registry. (2012). 5 th Report Of Indonesian Renal Registry
2012. Program Indonesia Renal Registry, 12–13.
https://doi.org/10.2215/CJN.02370316
Smeler, suzanne. C. 2001. Buku ajar keperawatn medikal bedah bunner dan
suddarth. Edis 8. Jakarta : EGC
Wilkonson, judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan : diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buka Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai