Konjungtivitis Blevaritis
Konjungtivitis Blevaritis
Mulyadi, 20 th
- Epiforia
1. ANAMNESA
- KU : mata merah yang bersifat akut dan adanya epiforia
~ Konjungtivitis ~ Skleritis
- KT
~ Kita bisa menghapus Keratitis, karena pada keratitis terdapat penurunan visus secara
mendadak dan fotofobia
~ Menguatkan hipotesa yang diambil dari KU, yaitu konjungtivitis
Karena secret hanya dikeluarkan oleh sel goblet konjungtiva
~ Dan menguatkan blefaritis karena adanya kotoran bewarna kuning melekat pada
palpebra, kemungkinan adanya infeksi/kelainan pada palpebranya
- RPD
Dapat menghapus hipotesa Trauma Mata
- RPK
Menunjukan tidak berkaitan dengan genetic
- RPO
Dapat menghapus adanya benda asing di mata.
Karena insto atau obat tetes mata yang dijual bebas di pasaran fungsinya untuk mengeluarkan
benda asing yang ada di mata.
Disini pasien menggunakan insto tetapi tidak ada perbaikan.
- RPsos
Ditanyakan untuk memberikan info etiologi, pemberian obat dan prognosis.
- Konjungtivitis OS
- Skleritis OS
~ Kelainan Palpebra
- Blefaritis OS
- Kalazion OS
2. PEMERIKSAAN
Status Generalisata
- KU : Sakit Ringan
Karena pasien merasakan sakit pada matanya
- Kesadaran
Tidak ada penurunan kesadaran
- TV
Tidak mengganggu sistemik
- Mata
Konjungtiva tidak anemis => Keluhan pada mata tidak disebabkan karena anemia
Sklera tidak ikterik => keluhan pada mata tidak disebabkan karena gangguan metabolism di hati
- THT
Normal, KGB preaurikuler tidak membesar => tidak adanya infeksi atau metastasis sel tumor
- Leher
KGB tidak membesar => tidak adanya infeksi atau sel metastasis tumor
- Thoraks, Abdomen,Ekstremitas
Normal => tidak mengganggu atau berasal dari organ lain
Status Ophtalmikus
- Visus Normal => tidak ada gangguan pada media refraksi mata
- Refleks Fundus => Retina masih normal
- Silia/Supersilia OS ada krusta => adanya infeksi di OS
- Palpebra Superior & Inferior OS udem => menunjukan adanya peradangan pada palpebra
menguatkan hipotesa Kelainan palpebra
- Margo Palpebra => menghapus hipotesa kalazion
- Aparatus Lakrimalis OS epiforia => adanya pertahanan mata terhadap gangguan yang terjadi
pada pasien sehingga mengakibatkan epiforia
- Konjungtiva tarsal OS hiperemis => adanya inflamasi
- Konjungtiva forniks OS khemosis => adanya inflamasi
- Konjungtiva bulbi OS hiperemis, injeksi konjungtiva, ada secret mukoid => menguatkan
blefaritis dan konjungtivitis
- Sclera di kedua mata putih => mencoret hipotesa skleritis, karena jika pasien mengalami
skleritis pada pemeriksaan pembuluh darah melebar sehingga mengakibatkan mata merah
- Kornea di kedua mata bening => pasien memang tidak mengalami keratitis
- COA normal => menunjukkan tidak adanya glaucoma akut, disini diperiksa karena mata merah
dapat disebabkan oleh glaucoma akut.
- Iris normal => diperiksa karena mata merah juga dapat disebabkan karena iritis akut
- Pupil => normal
- Lensa => diperiksa untuk mengetahui pasien mengalami katarak atau tidak
- Korpus Vitreus => normal
- Tekanan bulbus okuli => diperiksa untuk membuktikan ada atau tidak glaucoma.
- Gerakan bulbus okuli => untuk memeriksa apakah ada kelainan nervus dan otot atau tidak.
PX MIKROBIOLOGI
3. PENGOBATAN
- Streptococcus : bakteri gram + bersifat anaerob fakultatif
Tidak dapat mereduksi nitrat, mampu memfermentasikan glukosa
Bakteri non motil yang tidak membentuk spora
Disini kita memberikan antibiotic topical mata untuk bakteri gram +, yaitu kloramfenikol atau
nama patennya Erlamycetin eye
Tamatan SD
Mudah terinfeksi
Air mata
BLEFARITIS KONJUNGTIVITIS
EPIFORIA
Proses Inflamasi
Suhu badan : incubator optimal kuman, sehingga kuman berkembang biak dgn baik
1. Rongga Orbita
Berbentuk piramida dengan basis di depan (rongga depan mata) dan apeks di
belakang.
Tulang penyusun:
o Os frontale
o Os maxilla
o Os zygomaticum
o Os sphenoid
o Os palatine
o Os ethmoid
o Os lacrimal
Bagian-bagian:
o Atap/dinding superior dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontalis.
Memisahkan orbitadari fossa cranii anterior & lobus frontalis.
o Dinding lateral dibentuk oleh os zygomaticum dan ala major ossis
sphenoidalis.
o Dinding medial dari depan ke belakang terdiri atas processus frontalis
ossis maxilla, os lacrimalis, lamina orbitalis ossis ethmoidalis, dan corpus
ossis sphenoidalis.
o Dasar/dinding inferior dibentuk oleh facies orbitalis os maxilla.
Memisahkan orbita dari sinus maxillaris.
o Apex di canalis opticus di os sphenoid, arah medial dari fissure
orbitalis superior
o Basis didepan yang jadi rongga depan margo orbitalis.
Batas-batas:
o Margo orbitalis di sebelah atas oleh os frontal tempat lewat a.,v.,n.,
supraorbitalis
o Margo Infraorbitalis dibentuk ole hos zygomaticum dan os maxilla
o Margo medialis dibentuk oleh processus maxillaris dan os frontale
o Margo lateralis dibentuk oleh os zygomaticum dan os maxilla
Di bagian belakang ada saluran:
o Fissura orbitalis superior dilalui CN III, IV, VI, V1, N. lacrimalis, n.
frontalis, n. nasociliaris, vena ophthalmica superior.
o Fissura Orbitalis inferior CN V1, vena ophthalmica inferior, saraf
parasimpatis.
o Canalis opticus dilalui CN II dan arteri ophthalmica.
o Aditus orbitae di anterior, 1/6 bola mata terbuka dan sisanya
dilindungi oleh dinding-dinding orbita.
o Incisura supraorbitalis terletak pada margo supraorbitalis. Dilalui
oleh a., v., n. supraorbitalis.
o Sulcus dan Canalis infraorbitalis Pada dasar orbita. Dilalui n.
infraorbitalis dan pembuluh darah.
o Canalis nasolacrimalis di anterior pada dinding medial. Dilewati oleh
ductus nasolacrimalis.
o Foramina zygomaticotemporalis dan zygomaticofacialis di dinding
lateral dilewati n. zygomaticotemporalis dan n. zygomaticofacialis.
o Foramina ethmoidalis anterior dan posterior di dinding medial di os
ethmoidale masing-masing dilalui oleh n. ethmoidalis anterior dan
posterior.
Otot-Otot Orbita:
o M. levator palpebrae superioris:
Origo: permukaan bawah ala minor osis sphenoidalis, di atas
canalis opticus
Insersio: Tarsus superior dan kulit palpebral
Persarafan: CN III
Fungsi: mengangkat palpebral superior
o Mm. Recti: m. rectus superior, inferior, medialis, lateralis
Origo: dari annulus tendineus communis
Insersio: Pada sclera 6mm di belakang pinggir kornea
Persarafan:
M. Rectus superior, inferior, dan medial CN III
M. Rectus Lateralis CN VI
Fungsi:
M. Rectus Superior: mengangkat kornea ke atas dan medial
M. Rectus Inferior: menurunkan kornea ke bawah dan
medial
M. Rectus Medialis: memutar bola mata hingga kornea ke
medial
M. Rectus Lateralis: memutar bola mata hingga kornea ke
lateral
o M. Obliquus superior dan inferior:
M. Obliquus Superior:
Origo: dinding posterior orbita
Insersio: Pada sclera
Persarafan: CN IV
Fungsi: memutar bola mata hingga kornea ke bawah dan
lateral
M. Obliquus Inferior:
Origo: dasar orbita
Insersio: Pada sclera
Persarafan: CN III
Fungsi: Memutar bola mata hingga kornea ke atas dan
lateral
Saraf Orbita:
o CN II masuk lewat canalis opticus
o CN III:
Ramus superior: mempersarafi m. rectus superior dan m. levator
palpebrae superioris
Ramus inferior:
Mempersarafi m. rectus inferior, m. rectus medialis, dan
m.obliquus inferior
Nervus yang mempersarafi m. obliquus superior memberi
cabang ke ganglion ciliaris bawa serabut parasimpatis ke
m. sphincter pupillae dan m. ciliaris.
o CN VI: masuk orbita lewat bagian bawah fissure orbitalis superior,
berjalan ke depan mempersarafi m. rectus lateralis.
o Nervus lacrimalis: dari divisi ophtalmiva CN V pada dinding alteral sinus
cavernosus masuk lewat fissure orbitalis superior.
o Nervus Frontalis: berasal dr CN V masuk orbita lewat bagian atas
fissure orbitalis superior kemudian bercabang jadi:
N. supratrochlearis: berjalan di atas trochlea untuk m. obliquus
superior dan kulit dahi.
N. Supraorbitalis: lewat incisura supraorbitalis dan mempersarafi
kulit dahi lateral.
o Nervus nasociliaris: berasal dr CN V divisi ophtalmica msauk lewat
bagian bawah fissure orbitalis. Berjalan ke depan dan bercabang dua:
N. ethmoidalis anterior
N. infra trochlearis
o Ganglion Ciliaris: menerima serabut-serabut parasimpatis preganglion
dari CN III jalan ke depan ke bagian belakang bola mata
mempersarafi m. sphincter pupillae dan m. ciliaris.
Pembuluh Darah dan Limfe Orbita
o Arteri Ophthalmica: cabang dari arteri carotis interna dan berjalan ke
depan lewat canalis opticus bersama n. opticus.
Ateri Carotis interna
Arteri ophthalmica
A. Supratrochlearis A. Supraorbitalis
A. centralis retinae A. Lacrimalis
4. Mata
Lapisan bola mata:
o Tunica Fibrosa:
Terdiri dari kornea dan sclera
Sklera ditembus n. opticus dan menyatu dengan selubung dura
saraf tersebut.
Kornea: transparan dna berfungsi untuk memantulkan cahaya
yang masuk ke mata
o Tunica Vasculosa Pigmentosa:
Choroidea lapisan luar berpigmen dan lapisan dalamnya sangat
vascular
Corpus cilliare:
Corona ciliaris: bagian posterior. Punya warna abu-abu
dangkal disebut striae ciliares.
Processus ciliaris: lipatan-lipatan tersusun radial dna
permukaan posteriornya melekat pada ligamentum
suspensorium iridis.
M. Ciliares: serabut-serabut otot polos meridian dan
sirkular sipersarafi serabut parasimpatis CN III
Iris dan Pupil:
Membagi ruangan antara lensa dan kornea menjadi
camera oculi anterior dan posterior.
Punya serabut otot m. sphincter pupillae dan m. dilator
pupillae
o Tunica Nervosa/Retina:
Ada 2 bagian:
Pars pigmentosa diluar melekat ke choroidea
punya 2 lapis sel
Pars nervosa di dalam berhubungan dengan corpus
vitreum punya 10 lapis sel
Ora Serrata daerah peralihan dari pars nervosa ke pars
pigmentosa.
Pada pertengahan posterior ada daerah lonjong kekuningan
tempata daya lihat paling jelas disebut Makula lutea bagian
tengahnya yang berlekuk Fovea sentralis
Arah medial dari macula lutea ada discus opticus sebagai tempat
n. opticus meninggalkan retina. Tengahnya agak cekung sebagai
tempat a. centralis retinae menembus n. opticus. Pada daerah ini
tidak ada sel batang dna kerucut maka disebut bintik buta.
Isi Bola Mata:
o Humor aquosus cairan bening yang mengisi camera anterior dan
posterior.
o Corpus vitreum gel yang transparan di belakang lensa. Di tengahnya
ada canalis hyaloidea.
o Lensa struktur bikonveks transparan yang terdiri atas fibrae lentis,
capsula elastis, epithelium cuboideum.
Jaras Visual:
Cahaya
Mengaktifkan sel fotoreseptor retina
Fisiologi Mata
Menjadi tractus opticus
Pembiasan cahaya adalah pembelokan berkas cahaya pada bidang peralihan yang miring.
Derajat pembiasan akan meningkat sesuai dengan:
Sekitar 2/3 dari daya bias mata dihasilkan oleh permukaan anterior kornea karena indeks
bias kornea sangat berbeda dengan udara.
Lensa mata memiliki daya bias total hanya 20 dioptri kira kira 1/3.
Selain indeks bias, mata juga memilik daya akomodasi untuk lebih memusatkan
cahaya. Mekanisme akomodasi ini diperankan oleh lensa. Pada orang muda lensa adalah
kapsul elastik yang kuat dan berisi cairan kental yang mengandung banyak protein namun
transparan. Saat keadaan relaksasi lensa dianggap hampir sferis, terutama akibat retraksi
elastik dari kapsul interna, namun ada sekitar 70 ligamen suspensorIum yang melekat
disekeliling lensa menarik lensa kelingkar luar, ligamen ini diregangkan oleh
perlekatannya pada tepi anterior koroid dan retina. Regangan ini menyebabkan lensa
tetap relatif datar dalam keadaan istirahat.
Tempat perlekatan lateral ligamen juga dilekati oleh otot siliaris yang diatur oleh
sinyal saraf parasimpatis yang dijalarkan kemata melalui saraf kranialis 3.
Jumlah cahaya yang memasuki mata melalui pupil sebanding dengan luas pupil atau
kuadrat diameter pupil. Kedalaman fokus sistem lensa meningkat dengan menurunnya diameter
pupil.
Lalu cahaya akan sampai pada retina.Diameter retina adalah sekitar 11 mikrometer,
bintik itu paling terang ditengah dan mengabur ketepi di fovea. Fovea punya diameter kurang
dari 0,5 mm yang berarti tajam penglihatan maksimal kurang dari 20 lapang pandang.
Retina mengandung sel kerucut untuk penglihatan warna dan sel batang untuk
penglihatan hitam putih dan dalam gelap.
Lapisan retina :
1. Lapisan pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut
3. Lapisan nukleus keluar yang mengandung batang dan kerucut
4. Lapisan pleksiform luar
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform dalam
7. Lapisan ganglion
8. Lapisan serabut saraf optik
9. Membran limitan dalam
Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa fovea adalah titik jatuh cahaya yang
paling menghasilkan gambaran cahaya yang jelas. Hal ini disebabkan karna hampir
seluruhnya terdiri atas sel-sel kerucut yang mampu mendeteksi bayangan penglihatan
secara rinci.
Lalu all trans retinal diubah kembali menjadi 11-cis retinal dengan menggunakan energi
metabolik dan enzim retinal isomerase, lalu 11-cis retinal berikatan kembali dengan skotopsin
dan berubah menjadi rodopsin.
Perjalanan syaraf
Cahaya diterima oleh batang dan kerucut dilapisan retina
Impuls tercetus
distratum korneum
Lalu nervus
optikus memasuki
ruang intracranial
melalui foramen
optikum
Menuju Kolikulus
korteks superior
kalkarinus
Menghantar
Korteks
impuls visual
perseptif
visual primer
(area 17)
Membangkit
kan refleks
optosomatik
Terwujud
perasaan Contoh:
(sensasi)
visual Gerakan otot
sederhana sfinkter
papilae pada
Korteks
Korteks penyinaran
area 18
area 19 mata
Mendapat
bentuk dan
arti
“penglihatan”
KONJUNGTIVITIS
Sekret merupakan produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet.
Sekret konjungtiva bulbi pada konjungtivitis dapat bersifat :
Bila pada secret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dengan pewarnaan Giemsa,
kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya :
DIAGNOSIS BANDING
1. Calor panas
2. Rubor merah – injeksi konjungtivitis
3. Dolor seperti ada benda asing, gatal, perih
4. Tumor sebagai praeksudasi dan infiltrasi berupa
Sekret
Bangunan patologis
Khemosis konjungtiva
Konjungtiva: membrane mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva
bulbaris)
Palpebralis
Bulbaris
Etiologi:
Endogen
Eksogen : yang paling umum
a. Bakteri : Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Neisseria meningitis
Haemophilus influenza
b. Parasit
c. Fungi
d. Virus : Adenovirus tipe 3 dan 7
Virus Herpes simpleks tipe 1 dan 2
Picornavirus
Alergika
Kimiawi/iritatif, berkaitan dengan penyakit yang tidak diketahui, etiologi tidak diketahui
2 agen yang ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis :
- Chlamydia trachomatis
- Neisseria gonorrhoae
Gejala:
Tanda-tanda konjungtivitis:
a. Hiperemia
Karena dilatasi pembuluh darah konjungtiva posterior, kemerahan paling jelas diforniks
dan makin berkurang kea rah limbus.
- Dilatasi perilimbus atau hyperemia siliaris mengesankan adanya radang kornea atau
struktur yang lebih dalam
- Warna merah terang mengesankan konjungtivitas bakteri
- Warna putih susu mengesankan konjungtivitas alergika
- Hyperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan iritasi oleh penyebab fisik , seperti angin,
matahari, asap.
b. Mata berair (epifora)
Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau tergores, atau oleh
rasa gatalnya.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang hyperemia dan menambah
jumlah air mata tersebut.
c. Eksudasi
Ciri semua jenis konjungtivitis akut.
- Eksudatnya berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri.
Berserabut pada konjungtivitis alergika
- Pada hampir semua konjungtivitis didapatkan banyak kotoran mata dipalpebra saat
bangun tidur.
- Jika eksudatnya sangat banyak dan saling melengket (palpebranya) agaknya
konjungtivitis disebabkan oleh bakteri dan clamidia.
Sekret:
Serous virus
Encer seperti air (cair bening)
Isinya albumin, kadang enzim
e.c virus
Mucous/mucus allergen
Kental, bening, elastic (bila ditarik dengan ujung kapas)
Terdiri atas fibrin-fibrin glikoprotein
e.c penyakit kronis/alergi
Purulen bakteri
Pus (nanah)
Isinya sel yang mati, terutama leukosit dan jaringan nekrosis
Kumannya tipe ganas, fibrin sudah hancur
Makin ganas kumannya makin purulen
Bila ditutul kapas, ia akan terisap seperti air
Berwarna kuning
Mukopurulen
Campuran antara mucus dan purulen
Kental berwarna kuning
Elastic
d. Pseudoptosis
Adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi diotot muller (akibat kelopak mata
bengkak)
Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat.
Contoh : trakoma, keratokonjungtivitis epidemic
e. Hipertofi palpebra
Adalah reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus
atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus.
- Bila papilanya kecil, tampilan konjungtiva umumnya licin, seperti beludru.
- Konjungtiva dengan papilla yang merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia
- Bila papilanya raksasa berarti infiltrasi berat konjungtiva.
f. Khemosis
Sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi dapat timbul pada konjungtivitis
gonokok atau meningokok akut terutama pada konjungtivitis adenoviral.
g. Folikel
Merupakan pembesaran limfadenoid
Lebih sering di konjungtiva palpebra inferior
h. Pseudomembran dan membrane
Adalah hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya.
Seolah-olah seperti melekat pada konjungtiva tetapi mudah diambil dan tidak
mengakibatkan perdarahan.
- Pseudomembran suatu pengentalan (koagulum) diatas permukaan epitel, yang bila
diangkat, epitelnya tetap utuh.
- Membrane pengentalan yang meliputi seluruh epitel yang jika diangkat,
meninggalkan permukaan kasar dan berdarah.
i. Konjungtivitis ligneosa
Adalah bentuk istimewa konjungtivitis membranosa rekuren. Keadaan ini bilateral,
terutama pada anak-anak, lebih banyak pada perempuan, dan mungkin menyertai temuan
sistemik lain, seperti nasofaringitis dan vulvovaginitis.
j. Granuloma
Selalu mengenai stroma dan paling sering berupa kalazion
k. Fliktenula
Merupakan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba.
Fliktenula konjungtiva awalnya berupa perivaskulitis dengan penumpukan limfosit di
pembuluh darah.
l. Limfadenopati preaurikular tanda penting konjungtivitis.
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
1. Akut
a. Hiperakut
b. Subakut
Biasanya bisa sembuh sendiri, berlangsung <14 hari
Pengobatan dengan salah satu obat antibakteri yang tersedia biasanya sembuh dalam
beberapa hari.
Konjungtivitis hiperakut (purulen) disebabkan oleh N. gonorrhoeae atau N. meningitidis
dapat menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini.
2. Kronik
Biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis.
- Iritasi
- Pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral
- Eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
- Infeksi biasnaya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke sebelahnya
- Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman.
1. Konjungtivitis bakteri hiperakut (purulen)
Disebabkan oleh N. gonorrheae, N. kochii, N. meningitidis
Ditandai oleh eksudat purulen yang banyak
Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat harus segera dilakukan px lab dan
segera diobati.
2. Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal) akut
Sering terdapat dalam bentuk epidemic dan disebut mata merah (pink eye) oleh banyak
orang awam.
Ditandai dengan:
Hyperemia konjungtiva akut
Sekret mukopurulen berjumlah sedang
Perdarahan subkonjungtiva
Penyebab paling umum:
Streptococcus pneumonia – pada iklim sedang
Haemophilus aegyptius – pada iklim tropis
3. Konjungtivitis Subakut
Paling sering disebabkan oleh Haemophilus influenza dan terkadang oleh Escherichia coli.
Infeksi H. influenza ditandai dengan :
Eksudat tipis
Berair
Berawan
4. Konjungtivitis bakteri kronik
Terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakriositosis kronik, yang
biasanya unilateral.
Dapat disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae dan Streptococcis pyogenes walaupun
jarang.
Pseudomembran atau membrane yang dihasilkan oleh organism ini dapat terbentuk pada
konjungtiva palpebralis.
Temuan Laboratorium:
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali pada pasien
sangat muda yang bukan sasaran blefaritis.
Parut konjungtiva dapat mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa
dan pada kasus tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi.
Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N. gonorrheae, N. kochii, N.
meningitidis, H. aegyptius, S. aureus, dan M. catarrhalis.
Jika produk toksik N. gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk kebilik mata depan,
dapat timbul iritis toksik.
Terapi :
Bila belum diketahui jenisnya, dapat dimulai terapi dengan antimikroba topical spectrum luas.
Contoh : polymixin-trine-thoprin
Pada Gram negative dan sugestif Neisseria. Harus segera dimulai terapi topical dan sistemik.
Saccus konjungtivitis harus dibilas dengan larutan saline agar dapat menghilangkan
sekret konjungtiva.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
hygiene perorangan secara khusus.
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai 1-3 hari.
Kecuali konjungtivitis stafilokok yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki fase kronik.
Dan konjungtivitis gonokok yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis.
Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk meningokokus ke dalam darah dan
meninges, septicemia dan meningitis dapat menjadi hasil akhir konjungtivitis
meningokok.
Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.
KONJUNGTIVITIS VIRUS
Adalah peradangan konjungtiva yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis virus
Etiologi:
Terapi:
2. Keratokonjungtivitis Epidemika
Gejala:
Umumnya bilateral, awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata
pertama lebih parah.
Pada awalnya terdapat : injeksi konjungtiva, mata berair berat seperti kelilipan,
nyeri sedang.
Dalam 5-14 hari akan diikuti oleh : fotofobia, keratitis epitel, kekeruhan
subepitel yang bulat (terutama terfokus di pusat kornea, biasanya tidak pernah
ke tepian, menetap berbulan-bulan, tapi sembuh tanpa parut)
Terdapat nodus preauricular dengan nyeri tekan yang khas.
Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut
Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam
Dapat terbentuk pseudomembran (sesekali membrane sejati)
Dan mungkin disertai, atau diikuti parut datar atau pembentukan simblefaron.
Etiologi:
Adenovirus 8 dan 19
Etiologi:
Etiologi:
KONJUNGTIVITIS ALERGI
Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi
cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada
reaksi terhadap obat, bakteri, toksik.
Merupakan reaksi antibody humoral terhadap allergen, biasanya dengan riwayat atopi.
Gejala Utama:
Pemeriksaan Lab:
Terapi:
Hindari faktor pencetus, diberikan astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah,
kompres dingin untuk menghilangkan edema.
A. Konjungtivitis Vermal
Akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata bersifat rekuren.
Dua bentuk utama:
- Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi sekret mukoid.
- Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea
atau eosinofil dibagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus dengan sedikit
eosinofil.
B. Konjungtivitis Flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau antigen
tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)
terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venereal, leismaniasis, infeksi
parasit di tempat lain di tubuh.
C. Konjungtivitis Iatrogenik
Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan oleh dokter.
D. Sindrom Steven-Johnson
Suatu penyakit eritema multiform yang berat (mayor)
E. Konjungtivitis Atopik
Reaksi alergi selaput lender atau konjungtiva terhadap polen disertai dengan demam.
Ditandaim mata berair, bengkak, dan belek berisi eosinofil.
SKLERITIS
Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya infiltrasi
seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler. Proses peradangan ini terjadi karena adanya
proses imunologis, atau karena suatu infeksi. Trauma lokal juga dapat mencetuskan proses
peradangan tersebut. Skleritis sering berasosiasi dengan suatu infeksi sistemik ada suatu penyakit
autoimun.
Adapun gejala-gejala umum yang biasa terjadi pada skleritis yaitu rasa nyeri berat yang
dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu. Rasa nyeri ini terkadang dapat membangunkan dari tidur
akibat sakitnya yang sering kambuh. Pergerakan bola mata dan penekanan pada bulbus okuli
juga dapat memperparah rasa nyeri tersebut. Rasa nyeri yang berat pada skleritis dapat dibedakan
dari rasa nyeri ringan yang terjadi pada episkleritis yang lebih sering dideskripsikan pasien
sebagai sensasi benda asing di dalam mata. Selain itu terdapat pula mata merah berair, fotofobia,
dan penurunan tajam penglihatan.
Etiologi
Skleritis dapat merupakan insiden tersendiri (43%) atau berkaitan dengan penyakit
sistemik lainnya (57%). Adapun beberapa etiologi dari skleritis ialah:
I.Autoimun (48%)
oPenyakit jaringan ikat dan kondisi peradangan lainnya, antara lain:
Rheumatoid arthritis
Systemic lupus erythematosus
Ankylosing spondylitis
Reactive arthritis
Psoriatic arthritis
Gouty arthritis
Inflammatory bowel diseases
Relapsing polychondritis
Polymyositis
Sjögren syndrome
Mixed connective tissue disease
Progressive systemic sclerosis
o Penyakit vaskulitik, antara lain:
Polyarteritis nodosa
Allergic angiitis of Churg-Strauss syndrome
Wegener’s granulomatosis
Behçet disease
Giant cell arteritis
Cogan syndrome
II. Infeksi dan Granulomatosa (7%)
o Tuberkulosis
o Sifilis
o Sarkoidosis
o Toksoplasmosis
o Herpes simpleks
o Herpes zoster
o Infeksi Pseudomonas
o Infeksi Streptokokus
o Infeksi Stafilokokus
o Aspergilosis
o Leprosi
III. Lain-lain (2%)
o Atopi
o Sekunder dikarenakan benda asing, trauma kimia, atau obat - obatan
(pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid, ibandronate).
IV. Idiopatik
Patofisiologi
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan
makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera bisa
berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan
perforasi dari bola mata.
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan
penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum merupakan
faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang
berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe I II dan respon kronik
granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem
imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler
dan respon imun sel perantara.
Skleritis adalah peradangan primer pada sklera, yang biasanya (sekitar 50 persen kasus)
berhubungan dengan penyakit sistemik. Penyakit tersering yang menyebabkan skleritis antara
lain adalah rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, systemic lupus erythematosus,
polyarteritis nodosa, Wegener's granulomatosis, herpes zoster virus, gout dan sifilis
Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis adalah gejala utama dari
gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus. Gangguan regulasi autoimun pada pasien yang
memiliki predisposisi genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skleritis. Faktor pencetus dapat
berupa organisme menular, bahan endogen, atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan
oleh kompleks imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun
respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).
Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun yang terdiri dari antibody IgG
dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi menjadi reaksi lokal (reaksi Arthus) dan reaksi
sistemik. Reaksi lokal dapat diperagakan dengan menginjeksi secara subkutan larutan antigen
kepada penjamu yang memiliki titer IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII adalah reseptor
dengan daya ikat rendah dan juga karena ambang batas aktivasi melalui reseptor ini lebih tinggi
dari pada untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan dengan tipe I,
secara umum memakan waktu maksimal 4 – 8 jam dan bersifat lebih menyeluruh. Reaksi
sistemik terjadi dengan adanya antigen dalam sirkulasi yang mengakibatkan pembentukan
kompleks antigen – antibodi yang dapat larut dalam sirkulasi. Patologi utama dikarenakan
deposisi kompleks yang ditingkatkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan
oleh pengaktivasian dari sel mast melalui FcgammaRIII. Kompleks imun yang terdeposisi
menyebabkan netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan
membran basement sekitarnya. Kompleks tersebut dapat terdisposisi pada bermacam – macam
lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi. Contoh paling sering dari hipersensitivitas tipe III adalah
komplikasi post – infeksi seperti arthritis dan glomerulonefritis.
Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera, yaitu deposisi
kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler (peradangan mikroangiopati).
Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau
bagian posterior mata.
KLASIFIKASI
Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda yang berpotensi
mengalami rekurensi. Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai
berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran pembuluh darah baik difus maupun
segmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering mengenai
Episkleritis Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis. Sekitar 30%
penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5% dihubungkan
dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan dengan herpes
zoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.
Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi anterior atau posterior. Empat tipe dari skleritis anterior
adalah:
1. Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan yang meluas pada seluruh
permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum terjadi.
2. Nodular anterior scleritis. Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang yang
eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Sekitar 20% kasus
berkembang menjadi skleritis nekrosis.
3. Necrotizing anterior scleritis with inflammation. Biasa mengikuti penyakit sistemik
seperti rheumatoid arthtitis. Nyeri sangat berat dan kerusakan pada sklera terlihat jelas.
Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai sklerokeratitis.
4. Necrotizing anterior scleritis without inflammation. Biasa terjadi pada pasien yang
sudah lama menderita rheumatoid arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul
rematoid dan absennya gejala. Juga dikenal sebagai skleromalasia perforans.
Di samping skleritis anterior, ada pula skleritis posterior. Skleritis posterior ini jarang
terjadi dan ditandai dengan adanya nyeri tekan bulbus okuli dan proptosis. Terdapat perataan dari
bagian posterior bola mata, penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sklera), dan edema
retrobulbar. Pada skleritis posterior dapat dijumpai penglepasan retina eksudatif, edema makular,
dan papiledema.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius. NSAIDs, kortikosteroid, atau obat
imunomodulator dapat digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak mencukupi.
Pengobatan tergantung pada keparahan skleritis, respon pengobatan, efek samping, dan
penyakit penyerta lainnya.
o Diffuse scleritis atau nodular scleritis
Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Jika gagal dapat menggunakan 2
jenis NSAIDs yang berbeda. Untuk pasien resiko tinggi, berikan juga
misoprostol atau omeprazole untuk perlindungan gastrointestinal.
Jika NSAIDs tidak efektif, gunakan kortikosteroid oral. Jika terjadi remisi,
dipertahankan menggunakan NSAIDs.
Jika oral kortikosteroid gagal, obat – obatan imunosupresif dapat
digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan pertama, tapi dapat juga
digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide, atau
cyclosporine. Untuk pasien dengan Wegener’s granulomatosis atau
polyarteritis nodosa, cyclophosphamide adalah pilihan utama.
Jika masih gagal, dapat diberikan obat – obatan imunomodulator seperti
infliximab atau adalimumab yang diharapkan dapat efektif.
o Necrotizing scleritis
Obat – obatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid pada
bulan pertama, kemudian jika mungkin dikurangi perlahan – lahan.
Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.
Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat
memperparah proses nekrosis yang terjadi.
2. Pengobatan untuk skleritis yang infeksius. Pengobatan sistemik dengan atau tanpa
antimikrobial topikal dapat digunakan. Sementara kortikosteroid dan imunosupresif tidak
boleh digunakan.
3. Konsultasi. Dapat dilakukan kepada ahli penyakit dalam untuk penyakit penyerta, dan
konsultasi dengan spesialis hematologi atau onkologi untuk pengawasan terapi
imunosupresif.
Adapun jenis obat-obatan yang dapat dipakai sebagai medikamentosa dalam penyakit
skleritis ialah:
Obat ini digunakan untuk menurunkan rasa nyeri dan peradangan. NSAIDs bekerja
dengan cara menghambat sintesis prostaglandin, menghalangi perjalanan dari lekosit, dan
menghambat fosfodiesterase.
Pemberian:
Minum pada waktu yang bersamaan dengan makanan atau dengan air untuk menghindari
gangguan pada saluran pencernaan.
1. Indometasin (Indocin)
Sering dianggap sebagai obat pilihan pertama. Indometasin dapat dengan cepat diserap.
Metabolisme terjadi di hati dengan demetilasi, deasetilasi, dan konjugasi glukuronid.
Dosis: 75-150 mg PO/hari or dibagi 2 kali sehari; tidak melampaui 150 mg/hari
Pemberian pada lansia harus diawasi fungsi ginjal, Penurunan fungsi ginjal lebih
mungkin terjadi usia lanjut. Dosis/frekuensi terendah disarankan.
2. Diflunisal (Dolobid)
Turunan asam salisilat nonsteroid yang bekerja secara perifer sebagai analgesik. Memiliki
efek antipiretik dan anti – radang; tetapi, berbeda secara kimia dengan aspirin dan tidak
dimetabolisme menjadi asam salisilat. Obat ini adalah sebuah penghambat prostaglandin
– sintase.
Digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang. Menghambat reaksi peradangan
dan nyeri dengan menurunkan aktifitas enzim siklooksigenase, menghasilkan penurunan
dari sintesis prostaglandin.
Naproxen diserap dengan cepat dan memiliki paruh waktu sekitar 12 – 15 jam.
Biasanya merupakan obat pilihan untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang, jika
tidak ada kontraindikasi. Menghambat reaksi peradangan dan nyeri, kemungkinan dengan
menurunkan aktifitas enzim siklooksigenase, yang menghasilkan sintesis prostaglandin.
Obat yang berikatan kuat dengan protein dan siap diserap secara oral. Memiliki paruh
waktu yang singkat (1.8-2.6 jam).
400-800 mg IV selama 30 menit setiap 6 jam kalau diperlukan. Tidak melebihi 3200
mg/hari
5. Sulindac (Clinoril)
Gunakan dosis terendah yang paling efektif untuk jangka waktu terpendek.
6. Piroxicam (Feldene)
Secara struktur kimia berbeda dengan NSAID. Berikatan dengan protein plasma.
Menurunkan aktifitas siklooksigenase dan dengan begitu, menghambat sintesis
prostaglandin. Efek ini menurunkan pembentukan mediator radang.
Dosis: 20 mg PO setiap harinya atau dibagi 2 kali sehari; tidak melebihi 30-40 mg/hari
B. Agen Imunosupresan
Digunakan untuk skleritis berat (Necrotizing scleritis) dan yang resisten terhadap
NSAIDs.
Secara struktur kimia berhubungan dengan mustards nitrogen. Sebagai alkylating agent,
mekanisme kerjanya sebagai metabolit aktif mungkin melibatkan penyambungan silang
DNA, yang dapat mengganggu pertumbuhan sel normal dan neoplastik.
Pemberian IV:
Dosis tunggal: 40-50 mg/kg dibagi selama 2-5 hari; dapat diulangi dalam interval 2-4
minggu
Dosis setiap hari: 1-2.5 mg/kg/hari
Pemberian oral:
Dosis : 400-1000 mg/sq.meter dibagi selama 4-5 hari sebagai terapi intermiten
Terapi berulang: 50-100 mg/sq.meter/hari
Pemberian:
Awasi: Hitung sel darah (Sel darah putih dapat menurun sampai 2000-3000/cu.mm tanpa
resiko serius terkena infeksi)
3. Azathioprine (Imuran)
Sebesar 0.5 mg/kg/hari setelah 6-8 minggu, kemudian sebesar 0.5 mg/kg/hari setiap 4
minggu, tidak melebihi 2.5 mg/kg/hari.
Pengawasan: Kurangi dosis sebanyak 0.5 mg/kg setiap 4 minggu sampai dosis efektif
terendah tercapai
4. Cyclosporine (Neoral)
Siklik polipeptida yang menekan beberapa imun humoral dan reaksi imun yang dilakukan
sel, seperti hipersensitifitas tipe lambat dan penolakan cangkok.
Dosis: 2.5 mg/kg/hari dibagi 2 kali sehari PO kurang lebih 8 minggu, Dapat ditambah
menjadi tidak lebih dari 4 mg/kg/hari
C. Glukokortikoid
Jika diberikan sebagai pengganti sementara untuk pemberian oral, berikan dosis IM setiap
harinya sama dengan dosis oral.
Untuk efek jangka panjang, berikan dosis oral 7 kali setiap harinya IM setiap minggu.
Hanya metilprednisolon sodium sukinat dapat diberikan secara IV
Digunakan untuk mengobati reaksi peradangan dan alergi. Bekerja dengan cara
meningkatkan permeabilitas kapiler dan menekan kerja PMN, serta dapat menurunkan
peradangan.
Dosis: 5-60 mg/hari PO setiap hari atau dibagi 2 kali sehari sampai 4 kali sehari.
Komplikasi
Prognosis
Individu dengan skleritis ringan biasanya tidak akan mengalami kerusakan penglihatan
yang permanen. Hasil akhir cenderung tergantung pada penyakit penyerta yang mengakibatkan
skleritis. Necrotizing scleritis umumnya mengakibatkan hilangnya penglihatan dan memiliki
21% kemungkinan meninggal dalam 8 tahun.
Blefaritis
Blefaritis adalah peradangan kronis pada kelopak dan tepi kelopak mata. Blepharitis sering
dikaitkan dengan sejumlah penyakit kulit sistemik, seperti: rosasea dan dermatitis seborheik.
Keadaan ini juga erat kaitannya dengan beberapa penyakit mata seperti: dry eye, khalazion,
trikhiasis, konjungtivitis dan keratitis.
Blepharitis Anterior
Blepharitis anterior biasanya mengenai area disekitar basis bulu mata. Berdasarkan
etiologinya, blepharitis anterior dapat dibedakan menjadi blepharitis staphyloccocal yang
terutama disebabkan oleh bakteri staphyloccocus aureus. Penyebab lainnya adalah bakteri
staphyloccocus epidermidis atau staphylococcus koagulase negatif. Jenis kedua dari blepharitis
anterior adalah blepharitis seborrhoik yang disebabkan oleh bakteri pytirosporum ovale. Kedua
jenis blepharitis ini juga dapat muncul secara bersamaan sebagai suatu blepharitis anterior tipe
campuran.
Patogenesis
Peradangan pada blepharitis staphyloccocal diduga timbul sebagai akibat dari adanya
respon sel yang abnormal terhadap komponen dinding sel bakteri Staphyloccocus aureus.
Blepharitis seborheik sering berhubungan dengan kelainan seborheik general yang dapat
mengenai lapisan kulit kepala, lipat nasolabial, bagian belakang telinga dan juga sternum.
Karena letak palpebra yang terlalu dekat dengan permukaan bola mata dapat memicu terjadinya
peradangan sekunder serta perubahan mekanis pada konjungtiva dan kornea.
Diagnosis
a. Gejala :
Harus diketahui baha dengan gejala klinis yang ada, klinisi tidak selalu dapat membedakan
tipe blepharitis. Gejala blepharitis timbul sebagai akibat adanya penurunan fungsi normal
penglihatan dan penurunan stabilitas air mata.
Sensasi seperti terbakar, berpasir dan fotofobia ringan dengan episode remisi dan
eksaserbasi merupakan gejala yang khas.
Gejala biasanya memburuk di pagi hari, bahkan pada pasien yang juga menderita dry
eyes, perburukan gejala meningkat terus sepanjang hari.
b. Tanda :
Blepharitis Staphylococcus
- Adanya skuama dan krusta yang keras yang terutama berlokasi di sekitar basis dari
bulu mata.
- Konjungtivitis papiler ringan dan hiperemia konjungtival sering dijumpai.
- Terbentuknya jaringan parut dan tylosis tepi kelopak mata, madarosis dan trichiasis
sering menjadi komplikasi dari kasus-kasus yang lama.
- Perubahan sekunder meliputi marginal keratitis dan terkadang phlyctenulosis.
- Gangguan penyerta seperti instabilitas film air mata dan dry eye sering terjadi.
Blepharitis Seborheik
- Tepi kelopak mata yang hiperemis dn berminyak, disertai kerontokan bulu mata
- Skuama yang terbentuk halus dan dapat berlokasi dimana saja pada tepi kelopak
mata, maupun menempel pada bulu mata.
Terapi
Terdapat sedikit sekali bukti penelitian yang memaparkan protokol terapi khusus untuk
blepharitis. Pasien harus selalu diingatkan baha pengobatan yang kontinyu sangat dibutuhkan
untuk mencapai keberhasilan terapi. Kesembuhan secara permanen memang sangat sulit untuk
dicapai, namaun pengendalian gejala masih sangat mungkin untuk dikerjakan. Adapun
penatalaksanaan blepharitis anterior meliputi:
a) Tindakan Higienitas Palpebra :
Kompres hangat yang diaplikasikan selama beberapa menit untuk melunakkan krutsa
yang melekat pada dasar bulu mata.
Pembersihan kelopak mata secara mekanis dengan cotton bud yang mengandung cairan,
membantu melepaskan/membersihkan krusta yang menutupi tepi kelopak mata satu
sampai dua kali sehari.
Kelopak mata juga dapat dibersihkan dengan samphoo saat keramas
Secara bertahap aktivitas yang tergolong lid hygiene ini dapat diturunkan frekuensi
pelaksanaanya, saat kondisi pasien telah berhasil dikontrol.
b) Antibiotik Topikal :
Asam fusidat, bacitracin, atau chloramphenicol yang biasanya digunakan untuk mengobati
folikulitis akut dapat diaplikasikan pada sisi kelopak mata yang meradang setelah
dilakukannya tindakan lid hygiene.
c) Antibiotik Sistemik :
Azithromycin (500 mg/hari selama 3 hari) kemungkinan dapat membantu mengontrol
penyakit ulkus pada tepi kelopak mata.
d) Steroid Topikal dengan Potensi Lemah :
Agen steroid topikal dengan potensi rendah misalnya fluorometholone yang dioleskan
sebanyak 4x/hari berguna untuk mengatasi konjungtivitis papiler dan keratitis marginal.
e) Terapi pengganti Air Mata :
Diperlukan untuk mrngatasi instabilitas film air mata.
Diagnosis Banding :
Adapun diagnosis banding dari keadaan ini, meliputi:
a) Dry Eye :
Dapat memberikan gejala yang sama, tetapi berkebalikan dengan blepharitis, iritasi okuler
yang terjadi pada dry eye jarang bersifat berbahaya dan biasanya terbentuk setelah beberapa
hari.
b) Tumor Palpebra Infiltratif :
Sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang mengalami blepharitis kronis yang asimetris
maupun unilateral, khususnya bila juga disertai dengan madarosis.
Blepharitis Posterior
Patogenesis
Blepharitis posterior disebabkan oleh adanya disfungsi kelenjar meibom dan perubahan
sekresi kelenjar meibom. Enzim Lipase yang dilepaskan oleh bakteri menyebabkan pembentukan
asam lemak. Keadaan ini menyebabkan peningkatan titik lebur meibom sehingga menghambat
pengeluarannya dari kelenjar. Hal ini berpengaruh terhadap timbulnya iritasi permukaan okuler
dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri terutama jenis Staphylococcus aureus.
Hilangnya komponen posfolipid film air mata yang seharusnya berperan sebagai surfaktan
mengakibatkan peningkatan osmolaritas dan penguapan air mata dan ketidakstabilan air mata.
Diagnosis
Terdapat korelasi yang buruk antara tingkat keparahan gejala dan tanda klinis
a. Gejala :
Gejala blepharitis posterior sama dengan blepharitis anterior
b. Tanda :
Berupa tanda-tanda disfungsi kelenjar meibom :
Sekresi kelenjar meibom yang berlebihan dan abnormal yang ditandai oleh tertutupnya
orifisium kelenjar meibom oleh gelembung minyak
Sumbatan orifisium kelenjar meibom disertai oleh hyperemia dan telangektasia margo
posterior palpebra
Penekanan pada margo palpebral yang meradang mengakibatkan keluarnya secret
kelenjar meibomyang tampak seperti pasta gigi
Pada transiluminasi terhadap palpebra yang meradang, tampak hilangnya kelenjar, dan
dilatasi kistik dari duktus meibomian
Film air mata menjadi berminyak dan bebusa, dengan busa yang terakumulasi pada
margo palpebra maupun kantus medial.
Adanya perubahan sekunder berupa konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea di
bagian sentral.
Terapi
Seperti halnya blepharitis anterior, pada blepharitis posterior kesembuhan permanen sangat
sulit dicapai. Meskipun remisi dapat terjadi, namun rekurensi masih sangat mungkin terjadi,
terutama bila terapi dihentikan.
a. Tindakan Higienitas Palpebra
Kompres hangat dan higienitas palpebra seperti halnya pada blepharitis anterior, kecuali
tindakan pemijatan kelenjar meibom untuk mengeluarkan secret yang tertahan dianggap
kurang bermanfaat. Kompres hangat berguna untuk mencairkan secret yang mengeras,
sehingga lebih mudah terdrainasi, sehingga mengurangi jumlah sekret yang mengiritasi
kelenjar.
b. Tetrasiklin Sistemik
Merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan blepharitis posterior. Penggunaan antibiotika
golongan ini didasarkan pada kemampuan agen ini dalam menghambat pembentukan produk
lipase stafilokokus. Namun agen ini tidak boleh digunakan pada anak-anak dibaah umur 12
tahun dan anita hamil maupun menyusui, karena agen ini terakumulasi di tulang dan gigi
(akibat terikat oleh kalsium) sehingga sangat mungkin menyebakan perubahan karna gigi dan
hipoplasia gigi. Antibiotika golongan ini tersedia dalam bentuk :
Tetrasiklin 4 x 250 mg selama 1 minggu pertama, selanjutnya 2 x 250 mg selama 6-
12 minggu berikutnya.
Doksisiklin 2 x 100 mg selama 1 minggu pertama, dilanjutkan dengan pemberian
sebanyak 1 x 100 mg selama 6-12 minggu berikutnya.
Minosiklin 1 x 100 mg selama 6-12 minggu.
c. Eritromisin atau azitromisin digunakan sebagai pengganti golongan tetrasiklin apabila
terdapat kontraindikasi penggunaan, namun efektifitasnya tidak sebaik golongan tetrasiklin.
Komplikasi
Pada kasus blepharitis posterior dapat terjadi sejumlah kondisi penyulit, seperti :
a. Pembentukan khalazion yang dapat bersifat rekuren
b. Instabilitas film air mata pada sekitar 30% pasien. Keadaan ini dapat merupakan akibat
ketidakseimbangan antara komponen air dan lemak, sehingga meningkatkan penguapan film
air mata
c. Konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea inferior