Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur tak henti penulis panjatkan kepada Allah subhanawata’ala karena
telah meridhoi dan memudahkan segala proses yang ada sehingga skripsi ini dapat
yaitu Dr. Ir. Burhanuddin Rasyid, M.Sc. dan Dr. Rismaneswati, S.P., M.P. yang
sejak penulis menentukan minat tema penelitian, judul penelitian, hingga sekarang,
semoga Allah membalas kebaikan dan memberikan pahala yang besar untuk Bapak
dan Ibu. Kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis,
Zahman dan Hadjrawati Hakim yang telah memberikan dukungan moril dan
finansial. Selanjutnya terima kasih diucapkan kepada Fajrul Fikri Zaman, Indra
saudariku Nursyamsi yang telah memberikan saran dan motivasi selama pengerjaan
skripsi ini, semoga menjadi teman dunia akhirat. Terima kasih diucapkan kepada
saudara Sukriadi yang telah memberikan arahan mengenai senyawa humat. Terima
kasih pula diucapkan kepada saudara Ryan Hidayat, Alfian Anwar, dan Firly
Hamdan selaku teknisi sarana menulis penulis. Terima kasih pula teruntuk rekan-
rekan Ilmu Tanah 2014, HIMTI FAPERTA UH, dan Agroteknologi 2014. Akhir
kata, Semoga Allah memberi kebaikan dunia dan akhirat untuk semua pihak yang
iii
ABSTRAK
Senyawa humat sebagai hasil ekstraksi bahan organik mengandung gugus organik
yang dapat membentuk ikatan organo-mineral dengan Al. Penggunaan senyawa
humat dapat mengefisienkan waktu, biaya, dan jumlah bahan organik yang
digunakan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian senyawa
humat dari sumber dan dosis berbeda terhadap ketersediaan unsur P pada tanah
Oxisol yang berasal dari Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur. Penelitian ini
dilaksanakan dari Oktober 2017 sampai Maret 2018 di Experimental Farm Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin. Analisis sampel tanah dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin. Lokasi pengambilan sampel tanah Oxisol
berada di Desa Ussu, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang terdiri atas
lignit 300 ppm (H1), lignit 600 ppm (H2), lignit 900 ppm (H3), kompos jerami 300
ppm (H4), kompos jerami 600 ppm (H5), dan kompos jerami 900 ppm (H6), dan
kontrol (K). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kompos jerami 900 ppm (H6)
paling efektif meningkatkan ketersediaan P, pH tanah, KTK total, KTK liat, C-
organik dan mampu menurunkan Al-dd. Perlakuan H6 tidak efektif untuk
pertumbuhan tanaman Jagung, dinilai dari tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat
kering tanaman, tanaman mengalami gejala defisiensi P. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah perubahan ketersediaan P dan sifat kimia tanah lainnya masih tergolong
rendah dan respon pertumbuhan tanaman terhadap ketersediaan P masih kurang
baik sehingga diperlukan dosis senyawa humat di atas 900 ppm untuk memperbaiki
sifat kimia tanah Oxisol.
iv
ABSTRACT
v
DAFTAR ISI
Halaman
PERSANTUNAN ..................................................................................................iii
ABSTRAK..............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................ix
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
vi
3.4.2 Parameter pengamatan tanaman ........................................................ 19
vii
4.3.3 Berat kering tanaman ........................................................................ 35
V. KESIMPULAN ........................................................................................... 37
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 37
LAMPIRAN ..................................................................................................... 42
viii
DAFTAR TABEL
Teks Halaman
3.1 Bahan yang digunakan .................................................................................... 15
ix
DAFTAR GAMBAR
Teks Halaman
2.1 Reaksi fiksasi P pada tanah masam................................................................... 6
x
DAFTAR LAMPIRAN
Teks Halaman
1. Peta lokasi pengambilan sampel tanah.............................................................. 42
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan kepada Allah ta’ala, Robb pemilik segala rahmat dan
Senyawa Humat.
Skripsi ini berisikan laporan penelitian yang telah dilakukan penulis, berupa
latar belakang dan tujuan penelitian yang tercantum pada BAB I, metode penelitian
dipaparkan pada BAB III, hasil dan pembahasan penelitian yang dijelaskan pada
BAB IV, serta kesimpulan dan saran yang dipaparkan pada BAB V.
Penulis sadari bahwa skripsi yang penulis susun masih jauh dari kata
sempurna, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang dapat
membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik dan penulis juga berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pihak-pihak yang
Penulis
xii
I. PENDAHULUAN
Tanah Oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut, dicirikan
dengan solum yang dalam, kandungan oksida besi dan aluminium tinggi, termasuk
tanah masam, dan ketersediaan unsur hara rendah untuk tanaman. Tanah Oxisol
hasil survei sumberdaya lahan di Kabupaten Luwu Timur oleh tim LP2M
Universitas Hasanuddin, Lopulisa dan Hatta (2011), terdapat tanah Oxisol dengan
luas 155.287 ha atau 22% dari luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Oleh sebab
itu perlu adanya usaha yang dapat mendukung kemampuan tanah untuk dapat
Defisiensi fosfor (P) merupakan salah satu faktor pembatas pada tanah-
tanah masam, seperti Oxisol. Salah satu penyebabnya adalah tingginya kapasitas
jerapan fosfor (P) pada oksida besi (Fe) dan aluminium (Al), yang kemudian
menjadi tinggi karena diikat oleh oksida Fe dan Al. Menurut Hardjowigeno (2003),
kandungan Al dan Fe dalam tanah Oxisol sehingga dapat membuat P lebih tersedia
1
bagi tanaman. Bahan organik dapat membentuk khelat dengan Al dan Fe sehingga
P dapat terlepas dari ikatan Al atau Fe. Senyawa humat dapat mengelat Al karena
terdiri atas asam fulvat dan asam humat yang memiliki gugus OH fenolik dan
COOH. Hasil dari spektroskopi infra merah, COOH (tepatnya COO -) memegang
peran penting dalam pengompleksan ion logam oleh bahan humat (Vinkler et al,
1976; Boyd et al, 1979; Piccolo dan Stevenson, 1981; Stevenson, 1982).
C-organik yang rendah sehingga diperlukan tambahan bahan organik dari luar
digunakan petani adalah kompos dengan rekomendasi dosis mencapai 3-5 ton/ha
(Hasman, 2017), yang setara dengan 1 truk jenis Colt Diesel Engkel (CDE) los bak.
Sifat volumeous pupuk organik ini tentu akan menambah biaya produksi petani
untuk transportasi bahan organik ke lahannya. Di sisi lain, bahan organik yang
diberikan membutuhkan proses yang lama untuk dapat bereaksi dengan tanah, hal
ini berkaitan dengan komposisi pupuk organik yang masih kompleks. Menurut
Pettit (2004), bahan organik hasil dekomposisi serasah tanaman dan hewan terdiri
atas bahan humat sekitar 65%-75% dan non humat sekitar 25%-35%. Proses untuk
2002; Herviyanti et al., 2011). Humus mengandung bahan yang memiliki gugus
(Sarno, 2000; Pettit, 2004). Dengan kata lain, untuk mengatasi ketersediaan unsur
2
Batubara adalah batuan organik yang terbentuk dari endapan sisa tumbuhan
dan hewan yang terutama terdiri atas karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O)
(Jannah, 2010). Penyusun utama dari batubara adalah sama dengan gugus
fungsional organik. Batu bara muda merupakan batu bara dengan kandungan C
yang berlimpah dan masih mudah untuk melapuk sehingga berpotensi untuk
menjadi alternatif sumber karbon (C) untuk tanaman. Kompos jerami sebagai
sumber bahan organik harus diaplikasi dan diinkubasi dalam waktu yang lama
untuk dapat menjadi senyawa humat agar berfungsi membenahi sifat tanah
sehingga untuk mengefisienkan waktu, biaya, dan jumlah bahan organik yang
digunakan maka pengaplikasian senyawa humat menjadi suatu hal yang patut
bahan organik sebab diberikan dalam dosis yang relatif sedikit, terlebih jika
dibandingkan dengan penggunaan pupuk organik. Selain itu, senyawa humat dapat
diperoleh dari sumber bahan organik yang sederhana, seperti jerami dan sisa
atas, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh senyawa humat dengan dosis
dan dari sumber berbeda terhadap ketersediaan fosfor (P) pada tanah Oxisol
sehingga dapat diketahui sumber dan dosis senyawa humat yang tepat untuk
3
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian senyawa humat dari
sumber dan dosis berbeda terhadap ketersediaan unsur P dan perbaikan sifat kimia
lainnya pada tanah Oxisol yang berasal dari Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu
Timur. Kegunaan penelitian ini sebagai bahan referensi dalam hal pengelolaan
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Oxisol merupakan tanah mineral yang telah mengalami pelapukan lanjut.
Tanah ini biasa disebut tanah tua. Kenampakan fisik tanah secara vertikal
menampakkan batas-batas horison yang tidak jelas. Ciri spesifik tanah Oxisol
adalah adanya horison oksik yang batas atasnya berada pada kedalaman 150 cm
atau kurang dari permukaan tanah mineral dan tidak terdapat horison kandik pada
kedalaman tersebut. Atau ciri lain, yaitu terdapat fraksi tanah halus antara
permukaan tanah dan kedalaman 18 cm (setelah dicampur) kadar liatnya 40% atau
lebih (berdasar berat) dan horison kandik memiliki batas atas pada kedalaman 100
cm atau kurang dari permukaan tanah mineral (Hardjowigeno, 2003; Soil survey
staff, 2014).
mineral lapuknya tinggal <10% sehingga unsur-unsur basa seperti Ca, Mg, K, dan
Na kurang dapat tersedia bagi tanaman melalui tanah Oxisol. Kandungan liat tinggi
tapi bersifat tidak aktif sehingga Kapasitas Tukar Kation (KTK) tergolong rendah,
yaitu ≤ 16 cmol(+)/kg liat. Tanah ini mengandung banyak oksida-oksida besi atau
bahwa pH tanah Oxisol adalah antara 4-6 (Gallez et al., 1976; Gillman dan Bell,
Tanah Oxisol dapat memfiksasi sejumlah anion, seperti silikat dan fosfat
pada tempat-tempat yang bermuatan positif dari permukaan oksida besi dan
fosfat menjadi tidak larut dalam air dan tidak tersedia bagi tanaman. Fiksasi ini
dapat terjadi antara fosfat dan oksida besi/aluminium atau fosfat dan mineral silikat.
luas permukaan, aluminium dapat ditukar, kadar liat, dan kandungan oksida besi
dan aluminium total (Syers et al, 1973; Udo dan Uzu, 1972; Juo dan Fox, 1977).
Schwertmann dan Taylor (1989) mengemukakan bahwa oksida besi dan aluminium
bersifat amorf. Hal ini disebabkan oleh ukuran butirnya kecil sehingga luas
permukaannya besar. Oleh karena itu bersifat reaktif terhadap penjerapan fosfat
dalam tanah.
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro esensial yang diperlukan oleh
senyawa molekul pentransfer energi ADP, ATP, NAD, NADH, serta senyawa
6
Fosfor ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik dalam tanah. P-
dalam tanah bermuatan negatif. Bentuk yang dapat diserap oleh tanaman adalah
H2 PO 4 -, HPO 4 2-, dan PO 4 3-. Pada umumnya H2 PO4 - lebih tersedia bagi tanaman
daripada HPO 4 2- dan PO 4 3- (Cunningham dan Kuiack, 1992; Lal, 2002; Masyakur,
2014).
pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat
batang sehingga tidak mudah rebah pada ekosistem alami (Embleton et al., 1973;
Thompson dan Troeh, 1978; Aleel, 2008). Pendapat lain yang memperkuat, yaitu
fosfor berperan penting dalam berbagai proses kehidupan, seperti transfer dan
dalam tanaman, penyusun metabolit dan senyawa kompleks sebagai aktivator dan
kofaktor (penyusun enzim) (Salisburry dan Ross, 1995; Taiz dan Zeiger, 2002).
tersedia. Fosfor dapat tersedia apabila dapat larut dalam tanah. Kelarutan fosfor
dipengaruhi oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik, dan
kegiatan jasad mikro dalam tanah. Namun yang paling berpengaruh adalah pH
tanah. Fosfor dapat larut pada pH tanah 6-7. Oleh sebab itu, ketersediaan P pada
tanah masam dan tanah basa umumnya rendah. Pada tanah basa dengan pH tanah
di atas 7, maka fosfor akan diikat oleh unsur-unsur basa seperti Mg dan Ca. Pada
tanah masam dengan pH tanah di bawah 6, maka fosfor akan terikat oleh Fe dan Al
7
membentuk Fe-P dan Al-P. Reaksi pengikatan P oleh Ca, Mg, Fe, dan Al
membentuk senyawa yang sukar larut. Tanaman tidak dapat menyerap fosfor dalam
bentuk terikat dan harus diubah menjadi bentuk tersedia bagi tanaman
(Cunningham dan Kuiack, 1992; Mallarino, 2000; Lal, 2002; Masyakur, 2014).
Bahan organik merupakan suatu bahan yang mengandung karbon (C) yang berasal
dari sisa-sisa tubuh tanaman dan hewan yang telah mati yang terakumulasi di atas
tanah atau terdapat dalam struktur tanah. Komponen utama dari bahan organik
disebut humus. Persentase humus dalam bahan organik adalah 65%-75%. Humus
merupakan variabel kompleks karbon yang berasal dari hasil dekomposisi sisa
struktur tanah, porositas, kapasitas memegang air tanah, pertukaran kation dan
anion tanah, dan berperan dalam proses pengkhelatan logam (Pettit, 2004).
Secara umum dalam tanah mineral, bahan humat menempati 70%-80% dari
bahan organik (humus) yang terbentuk dari hasil pelapukan sisa tanaman dan hewan
mengandung bahan terutama protein, polisakarida, asam lemak, dan alkana. Salah
satu dari karakteristik yang paling khusus dari senyawa humat adalah
dan organik yang termasuk pencemar beracun dengan cara membentuk asosiasi,
baik larut air maupun yang tidak larut air dari berbagai stabilitas kimia dan biologi
yang berbeda. Interaksi ini telah dijabarkan sebagai reaksi pertukaran ion, jerapan
8
permukaan, pengkelatan, peptisasi, dan koagulasi dan tampak bahwa senyawa
humat memengaruhi banyak reaksi yang terjadi dalam tanah dan air (Schnitzer,
1978; Huang dan Schnitzer, 1997). Pentingnya senyawa humat dalam mengatur
sifat kimia dari unsur mikro telah diteliti. Senyawa ini mengandung suatu seri
polielektronik asam yang berarna kuning hingga hitam, dengan bobot molekul
bervariasi dari beberapa ratus hingga beberapa ratus ribu (Stevenson, 1982).
Senyawa humat juga berperan sebagai generalisir pH tanah. Senyawa humat dapat
menyeimbangkan konsentrasi ion hidrogen dalam tanah, baik itu dalam tanah
masam dan tanah alkalis. Ketika tanah dalam keadaan pH netral maka unsur hara
Senyawa humat tersusun atas 3 jenis zat utama, yaitu humin, asam humat,
dan asam fulvat. Ketiganya dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya pada larutan
dengan pH berbeda. Asam humat dapat larut dalam pH basa, asam fulvat dapat larut
dalam pH asam dan basa, sedangkan humin tidak dapat larut dalam keduanya.
Asam humat dapat dengan mudah membetuk garam dengan unsur anorganik yang
berasal dari pelapukan mineral. Dibuktikan dari analisis ekstraksi asam humat dapat
meningkatkan ketersediaan sekitar 60 jenis unsur hara dari mineral dalam tanah.
Selain itu, asam humat juga berfungsi penting dalam pertukaran ion dan proses
pengompleksan (Pettit, 2004). Asam fulvat memiliki bobot molekul lebih rendah
daripada asam humat sehingga asam fulvat dapat dikatakan merupakan komponen
utama dari bahan humat dalam air alami. Dibandingkan asam humat, asam fulvat
dilaporkan paling efektif dalam proses pengkhelatan logam dalam tanah (Geering
dan Hodgson, 1969; Jackson, 1975; Reuter dan Perdue, 1977; Mantoura et al, 1978).
9
Asam humat dan asam fulvat merupakan asosiasi molekul yang berasal dari
mikroba dan tanaman yang tergabung menjadi satu terutama oleh pengikatan H.
pembentukan molekul dan reaktivitas asam humat dan asam fulvat akan
Antara 50%-60% bobot senyawa humat terdiri dari struktur aromatik yang
banyak digantikan oleh gugus COOH dan OH (Huang dan Schnitzer, 1997).
Gambaran struktur senyawa humat yang dianggap memenuhi konsep yang pernah
(1994), yaitu senyawa humat mengangung gugus OH fenolat dan COOH yang
Dalam tanah dengan pH lebih dari 3,0 maka bahan humat akan berbentuk
polielektrolit yang fleksibel dan linier. Hal ini dapat dibuktikan dari mikrograf
elektron transmisi dari asam humat dan asam fulvat (Stevenson dan Schnitzer,
1982) yang menunjukkan bahwa dalam larutan air encer asam humat dan asam
10
fulvat membentuk filamen rata memanjang dan bercabang dengan lebar 20-100 nm
humat dan asam fulvat sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan humat, pH, dan
kekuatan ion. Pada contoh dengan konsentrasi dan kekuatan ion tinggi dengan pH
rendah, asam humat dan asam fulvat cenderung beragregasi menjadi partikel yang
lebih besar melalui pengikatan H dan gaya van Der Waals. Dengan meningkatnya
pH, gaya tersebut menjadi lemah dan juga oleh karena disosiasi gugus COOH dan
partikel menjadi lebih kecil. Dalam larutan air encer, antara pH 3,5 sampai 9,0,
asam humat dan asam fulvat merupakan polielektro.lit yang linier dan fleksibel
Konsentrasi unsur mikro dalam larutan tanah dikendalikan oleh berbagai macam
reaksi yang meliputi pengompleksan oleh ligan organik dan anorganik, serapan dan
(Mattigod et al., 1981). Pada tanah ber-pH masam, muatan positif mendominasi
muatan koloid tanah. Muatan positif berperan dalam adsorpsi dan pertukaran anion
pada patahan mineral. Ion H2 PO4 - adalah ion yang paling banyak dijerap dan
ditahan partikel tanah melalui reaksi adsorpsi (Brady dan Weil, 1999).
Suatu peran kunci sering dimainkan oleh bahan organik dalam dua hal, yaitu
keracunan akibat kation bebas. Logam mikro yang biasanya berubah menjadi
11
endapan yang tidak larut (seperti karbonat, sulfida, atau hidroksida) pada pH yang
dijumpai di banyak tanah tidak diragukan lagi akan tetap berada dalam larutan
dalam bentuk khelat (Huang dan Schnitzer, 1997). Bahan humat merupakan bahan
organik yang dapat mengurangi aktifitas muatan positif tanah seperti, Al dan Fe
ketersediaan fosfat (P) yang tidak larut melalui pembentukan senyawa kompleks
atau khelat organo logam, sehingga aktifitas logam Al dan Fe yang biasanya
mengikat P dapat berkurang dan tidak meracun bagi tanaman (Herviyanti et al.,
2012).
mengendalikan tingkat Al3+ dalam larutan tanah ber-pH masam. Ion logam bebas
(hidratasi) adalah yang paling beracun sedangkan hampir semua kompleks stabil
dengan menggunakan asam sitrat, di mana senyawa humat mirip dengan asam
alifatik berbobot molekul rendah seperti asam sitrat dan asam malat, penempatan
titik koordinasi Al oleh ion sitrat merusak mekanisme jembatan hidroksil yang
dibutuhkan bagi polimerisasi ion Al3+. Suatu perkiraan, dapat dihipotesiskan bahwa
makin kuat dan luas ligan organik mengompleks Al, makin stabil penempatannya
pada titik koordinasi Al dan makin besar pengaruh perusakan terhadap hidrolisis
12
Penyusun jenis senyawa humat berperan dalam pembentukan kompleks
dalam tanah, dengan asam fulvat yang paling efektif dalam pengompleksan logam
kompleks yang mantap dengan ion logam disebabkan kandungan gugus fungsional
yang mengandung O yang tinggi, termasuk COOH, fenolik, alkoholik, dan enolik-
OH, dan struktur C=O dari berbagai jenis. Hasil dari spektroskop infra merah
membenarkan bahwa gugus COOH atau lebih tepat karboksilat COO - memegang
peranan penting dalam pengompleksan ion logam oleh senyawa humat. Beberapa
bukti juga menunjukkan bahwa gugus OH, C=O, dan NH pun terlibat (Vinkler et
al., 1976; Boyd et al., 1979; Piccolo dan Stevenson, 1981). Melalui gugus
fungsional COOH, OH fenolik, OH alifatik, dan C=O keton, senyawa humat dapat
Penempatan titik koordinasi hidroksil aluminium oleh sitrat dan molekul air
Bahkan ke dalam sistem maka makin besar penggantian molekul air dan
hidrolisis bertahap dari polimer hidroksil aluminium. Dengan cara yang sama,
makin besar afinitas asam organik untuk Al, makin luas penguasaan titik koordinasi
Al dan makin efisien hambatan yang diberikan terhadap hidrolisis polimer hidroksil
13
aluminium. Untuk alasan ini, persentase Al menurun dengan peningkatan asam
organik yang ada selama pengendapan dan dengan peningkatan konstanta stabilitas
14
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai Maret 2018 di
tanah Oxisol berada di Desa Ussu, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur pada
15
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 7 perlakuan, yaitu lignit 300 ppm, lignit
600 ppm, lignit 900 ppm, kompos jerami 300 ppm, kompos jerami 600 ppm, dan
16
kompos jerami 900 ppm. Kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali
ditambah 3 unit kontrol (K) sehingga total unit percobaan yang digunakan adalah
21 unit. Adapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
H1 H1 H1
H2 H3 H3
H3 K H2
K H2 K
H4 H5 H4
H5 H4 H5
H6 H6 H6
17
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan sifat tanah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. pH tanah
pH tanah merupakan salah satu sifat tanah yang diduga akan berpengaruh secara
tanah.
Tanah Oxisol mengandung kation Al3+ dalam jumlah yang banyak sehingga
memiliki nilai KTK yang rendah, dengan penambahan senyawa humat diharapkan
dapat menambah KTK tanah Oxisol. Analisis KTK tanah dilakukan sebelum dan
permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang bermuatan negatif dengan rumus
sebagai berikut:
100
𝐾𝑇𝐾 𝑙𝑖𝑎𝑡 = 𝐾𝑇𝐾 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ×
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑙𝑖𝑎𝑡
KTK liat dihitung sebelum dan setelah perlakuan senyawa humat sehingga dapat
18
3. C-organik
bahan organik dalam bentuk senyawa humat diduga dapat menaikkan kadar C-
organik tanah Oxisol. Analisis C-organik dilakukan sebelum dan setelah perlakuan.
4. P-tersedia
Analisis ini dilakukan sebelum dan setelah perlakuan sehingga diketahui perubahan
P dalam tanah dalam bentuk tersedia bagi tanaman apabila diberikan perlakuan
senyawa humat.
5. Al-dd
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kadar aluminium yang dapat dipertukarkan
dalam tanah. Tanah Oxisol memiliki kadar Al sedang hingga tinggi oleh sebab itu
6. Tekstur tanah
Analisis tekstur tanah dilakukan pada sebelum perlakuan. Data tekstur digunakan
Parameter tanaman yang digunakan adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat
kering total. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi
tanaman dengan mistar mulai dari pangkal tanaman hingga cincin paling atas.
Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah terbuka sempurna dan daun yang
¾ telah terbuka dari pucuk. Berat kering total dihitung dengan cara mengambil
19
tanaman jagung dari pangkal hingga ujung tanaman kemudian mengovenkan pada
Metode analisis sifat fisik dan kimia tanah ditunjukkan pada tabel berikut.
Titik pengambilan sampel tanah diambil berdasarkan hasil survei sumberdaya lahan
di Kabupaten Luwu Timur (Lopulisa dan Hatta, 2011) (Lampiran 2). Teknik yang
yang diambil dari titik sampel dan 4 titik dari titik sampel searah 4 arah mata angin
dengan radius ±10 m dari titik sampel. Sampel tanah diambil pada solum ±40 cm
Menyiapkan dua sumber senyawa humat berbeda, yaitu kompos jerami dan lignit.
Kompos jerami yang digunakan adalah kompos yang terjamin tidak terkontaminasi
menghaluskan kedua sumber senyawa humat hingga mencapai 200 gram per bahan.
Melarutkan masing-masing sumber senyawa humat ke dalam air alkalis (pH 8+)
20
dengan perbandingan 1:4, yaitu 200 gram kompos/lignit dan air alkalis sebanyak
800 ml di dalam wadah 1000 ml. Mengocok suspensi menggunakan shaker selama
sebanyak 100 ml ke dalam gelas kimia kemudian dikeringkan di dalam oven pada
suhu 60°C sampai sampel senyawa humat mengering. Material yang tersisa
menggunakan rumus konsentrasi larutan dengan satuan ppm (part per million)
(lampiran 3).
hujan kemudian sampel tanah dicampur secara merata. Setelah itu, tanah diayak
3.6.4 Inkubasi
Senyawa humat dari lignit dan kompos jerami dosis 300 ppm, 600 ppm, dan 900
ppm dicampurkan dengan air sebanyak 1000 ml agar senyawa humat yang
dahulu kemudian senyawa humat disiramkan ke dalam pot secara merata dan
21
3.6.5 Penanaman
Tanah yang telah diinkubasi ditanami benih jagung varietas Bisi-2. Benih jagung
ditanam sedalam 3-5 cm sebanyak 3 biji per pot. Setelah penanaman, diberikan
pupuk dasar dengan takaran SP36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha atau dalam 10 kg
tanah setara dengan 0,5 gram. Aplikasi pupuk urea dilakukan pada 7 HST dan 30
HST, dosis yang digunakan adalah setengah dari dosis 300 kg/ha atau setara dengan
1,5 gram urea per 10 kg tanah pada pemupukan pertama dan kedua. Pupuk
3.6.6 Pemeliharaan
digemburkan setiap 2-3 hari sekali dengan tujuan menjaga sirkulasi udara dalam
saat tanaman berumur 7 HST. Satu tanaman yang tumbuh paling kerdil dicabut.
Parameter tanaman yang digunakan adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat
kering total. Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun dilaksanakan tiap pekan,
pengamatan dimulai saat tanaman berumur 14 HST. Pengukuran berat kering total
22
3.6.8 Pengukuran parameter sifat tanah
Tanah dari tiap unit penelitian diambil kemudian dilakukan pengukuran parameter
sifat tanah yang dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah ditetapkan.
Data dari hasil pengukuran parameter tanaman dan sifat tanah dianalisis statistik
menggunakan IBM SPSS statistics 22. Analisis uji lanjutan menggunakan DMRT
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik kimia dan fisik tanah Oxisol yang diambil dari Kecamatan Malili,
Pada tabel 4.1 ditunjukkan bahwa pH awal tanah Oxisol yang digunakan
sebagai media tanam tergolong rendah (Staf pusat penelitian tanah, 1983 dalam
Hardjowigeno, 2003), hal ini sesuai dengan nilai Al yang dapat dipertukarkan (Al-
dd) yang tergolong sangat tinggi (Hill Laboratories, 2018). Pada tanah masam
melaporkan bahwa pH tanah dan Al-dd memiliki korelasi negatif. Penurunan Al-
peningkatan pH tanah. Penelitian Moir dan Moot (2010) menunjukkan pada tanah
24
dan Al-dd, yaitu nilai Al-dd semakin meningkat seiring dengan penurunan pH
kurang dari 5,8. Ketersediaan P (P2 O 5 ) pada tanah Oxisol termasuk dalam kategori
sangat rendah (Staf pusat penelitian tanah, 1983). Hasil penelitian Nursyamsi dan
Andisol. Hal ini disebabkan oleh P difiksasi Al bebas serta oksihidroksida Al dan
membentuk Al-P yang tidak larut. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh
negatif dengan jumlah Al yang mengikat P (Al-P). Selain itu, tanah Oxisol ini
memiliki KTK yang tergolong rendah dan C-Organik yang tergolong sangat rendah
(Staf pusat penelitian tanah, 1983 dalam Hardjowigeno, 2003) sehingga tanah
Oxisol asal Malili, Luwu Timur dapat dikatakan memiliki karakteristik kimia tanah
yang kurang baik untuk digunakan sebagai lahan pertanian sehingga membutuhkan
Karakteristik fisik tanah yang dianalisis adalah bulk density dan tekstur
tanah. Dilihat dari segi fisik tanah, tanah Oxisol tergolong baik untuk digunakan
lempung, dan berdebu, lempung liat berdebu (silty clay loam) memiliki diameter
lainnya didominasi ukuran < 0,1 mm ataupun > 0,1 mm sehingga proporsi porositas
tanah dengan tekstur lempung liat berdebu lebih ideal untuk pertumbuhan akar
tanaman. Dilihat dari nilai bulk density tanah ini termasuk masih dalam kategori
25
tanah mineral pada umumnya dan tidak mengalami kompaksi. Secara umum, nilai
bulk density yang kurang dari 1,6 g/cm3 tidak akan menghalangi pertumbuhan akar.
Pada tanah-tanah dominan partikel debu halus dan liat memiliki kisaran nilai bulk
Tabel berikut merupakan karakteristik kimia tanah Oxisol tiap perlakuan yang
4.2.1 pH tanah
H6, yaitu 5.48 dan 5,37. Perlakuan H6 berbeda nyata dengan K, H1, H2, H3, dan
H4, namun masih sama dengan H5. Ditinjau secara keseluruhan, pH tanah setelah
perlakuan masih tergolong sangat rendah (Staf pusat penelitian tanah, 1983 dalam
26
Hardjowigeno, 2003). Dari pH sebelum perlakuan, pH mengalami peningkatan
namun masih kurang dari 5,5. Berdasarkan penelitian Tucher et al (2017), terdapat
interaksi antara pH tanah dan P tersedia dalam tanah yang dapat memengaruhi
berat kering tanaman, pada tanah dengan pH 5,3 menghasilkan berat kering
tanaman terendah dan P terlarut yang paling rendah daripada tanah dengan pH 6,2
dan 6. Tanaman gandum memberikan respon pertumbuhan yang buruk pada tanah
dengan pH rendah, meski pada aplikasi pemupukan P tertinggi tidak mampu untuk
Nilai Al-dd tanah Oxisol Malili disajikan pada tabel 4.3 Berikut hasil analisis Al-
Berdasaran nilai Al-dd pada tabel 4.3, perlakuan H6 menunjukkan nilai Al-
dd tanah terendah, yaitu 1,76 cmol/kg yang berbeda nyata dengan K, H1, H2, dan
H3, namun tidak berbeda nyata dengan H4 dan H5. Jika dilihat secara keseluruhan,
Al-dd mengalami peningkatan dari sebelum perlakuan, akan tetapi nilai Al-dd
27
masih tergolong tinggi bahkan pada H6. Hal ini berhubungan dengan pH tanah.
Kation Al akan lebih berperan membuat tanah ber-pH rendah. Seiring dengan
menurunnya pH, kelarutan dan daya toxic aluminium (Al) meningkat dalam tanah
(Kidd, 2001 dalam Krstic et al, 2012). Al-dd pun berhubungan dengan tingkat P
tersedia dalam tanah untuk tanaman. Proses kimia yang terjadi adalah Al dan Fe
oksida meningkatkan retensi P. Reaksi ini terjadi tergantung dari kemasaman tanah.
Pada tanah masam, P terikat oleh energi serap kuat seperti oksida besi/aluminium
dan hidroksida Fe/Al sehingga terjadi ikatan Al-P (Ohno dan Amirbahman, 2010).
P tersedia pada tanah Oxisol setelah perlakuan disajikan dalam tabel 4.4 berikut.
H6 dengan nilai 7,68 ppm yang berbeda nyata dengan K, H1, H2, dan H3 tetapi
tidak berbeda dengan H4 dan H5. Meskipun H4 masih sama dengan H3 sedangkan
H5 masih sama pula dengan H4. Berdasarkan staf pusat penelitian tanah (1983),
28
jika dilihat secara keseluruhan perlakuan tingkat P tersedia pada tanah masih kurang
pertumbuhan paling buruk, yaitu pada Index Luas Daun (ILD), jumlah dan
menunjukkan rata-rata tinggi tanaman yang diberi pupuk N tanpa P memiliki nilai
Nila rata-rata KTK tanah setelah perlakuan ditunjukkan pada tabel 4.5. Berikut
merupakan hasil analisis KTK dan KTK liat tanah Oxisol Malili.
Tabel 4.5 KTK dan KTK liat tanah Oxisol setelah perlakuan
Perlakuan KTK (cmol/kg) KTK liat (cmol/kg)
K 7,45a 24,83a
H1 7,85a 26,17a
H2 8,57b 28,57b
H3 8,90bc 29.67b
H4 9,30c 31,00c
H5 10,17d 33,90d
H6 12,43e 41,43e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama (a,b,c,d,e) berarti tidak
berbeda nyata pada uji taraf DMRT 5%
Berdasarkan tabel 4.5, KTK total dan KTK liat tertinggi terdapat pada
perlakuan H6 sebesar 12,43 cmol/kg dan 41,43 cmol/kg yang berbeda nyata dengan
29
semua perlakuan. Meskipun menunjukkan nilai tertinggi, nila KTK tanah masih
tergolong rendah (Staf pusat penelitian tanah, 1983 dalam Hardjowigeno, 2003).
Nilai KTK tanah berhubungan dengan kandungan Al dapat ditukar dalam tanah.
Banyak studi terkait menunjukkan bahwa nilai kapasitas tukar kation tanah dapat
1982; Brenes dan Pearson, 1973; Farina et al, 1980; Fox, 1979; Gonzalez-Erico et
al, 1979; Pavan et al, 1982 dalam Jones, 2008) sehingga rendahnya tingkat KTK
disebabkan oleh kandungan aluminium dapat ditukar yang masih tergolong tinggi.
4.2.5 C-Organik
Nilai C-Organik tanah Oxisol setelah perlakuan ditunjukkan pada tabel 4.6 berikut.
dengan K, H1, H2, H3, dan H4, namun masih sama dengan H5. Berdasarkan staf
30
Peningkatan C-Organik disebabkan karena perlakuan yang diberikan
merupakan kandungan bahan organik. Hal yang sama terdapat pada penelitian Edi
(2013) mengenai pengaruh senyawa humat berbahan batu bara muda dan pupuk P
humat yang diberikan. C-Organik tanah dengan senyawa humat naik sebesar 0,6%-
0,7% dari kandungan C-Organik tanah tanpa aplikasi senyawa humat. Penelitian
bahwa terjadi peningkatan C-Organik tanah dari 2,01% ke 2,14%. Hal ini
disebabkan oleh kandungan batu bara muda, yaitu karbon (C), begitu pula apabila
bahan senyawa humat berasal dari pupuk organik seperti kompos. Meskipun begitu
namun peningkatan yang terjadi masih rendah karena dosis senyawa humat yang
sedikit (lampiran 4), yaitu < 1 gram. Jika dibandingkan dengan rekomendasi dosis
Parameter pertumbuhan tanaman, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat
31
4.3.1 Tinggi tanaman
Rata-rata tinggi tanaman jagung selama umur 35 HST ditunjukkan pada tabel 4.7
berikut.
pada H6, yaitu 11,93 cm yang berbeda nyata dengan K dan H1 dan tidak berbeda
nyata dengan H2, H3, H1, dan H2. Perlakuan H6 menunjukkan hasil tanaman
tertinggi dan K menunjukkan hasil tanaman terendah. Jika dilihat dari rata-rata
tinggi tanaman, senyawa humat dari kompos jerami memiliki tanaman lebih tinggi
dibandingkan senyawa humat dari lignit. Semakin meningkat dosis senyawa humat
yang diberikan, semakin tinggi pula pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini
disebabkan semakin tinggi pula suplai gugus fungsional bahan organik Sesuai
dengan penelitian Daur dan Ahmed (2013) menunjukkan bahwa dosis asam humat
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung dan dosis tertinggi (25 kg)
memberikan pengaruh berbeda nyata dengan dosis rendah dan kontrol. Peningkatan
pertumbuhan tanaman jagung terjadi karena improvisasi oleh asam humat terhadap
32
kondisi tanah di sekitar perakaran, di mana asam humat mempertahankan
jagung untuk tiap perlakuan masih tergolong buruk, bahkan untuk H6. Hingga umur
35 HST, tinggi tanaman masih sekitar 12 cm. Hal ini berhubungan dengan
karakteristik tanah setelah perlakuan, yaitu masih tergolong buruk ditinjau dari sifat
kimianya. Terutama untuk kandungan Al-dd dan P-tersedia dalam tanah untuk
tanaman. Kisaran P-tersedia pada tanah setelah perlakuan adalah 6 ppm – 7 ppm.
(P) adalah 9 ppm – 15 ppm, P tanah yang berada di kisaran 5 ppm – 8 ppm masih
tidak akan optimal bahkan akan mengalami defisiensi. Jika dilihat dari kondisi fisik
tanaman, tanaman kerdil atau lamban tumbuh, baik dari pertumbuhan atas (pucuk)
maupun bawah (akar), yang merupakan gejala defisiensi P. Hal ini disebabkan
kandungan Al yang tinggi pada tanah belum bisa diatasi dengan penambahan
senyawa humat dengan dosis yang telah ditentukan karena Al masih berpeluang
mengikat P sehingga P tidak dapat tersedia untuk tanaman. Menurut Mengel dan
tubuh tanaman menjadi tidak dapat meracuni tanaman karena mengikat fosfor (P)
dan mengendap.
33
4.3.2 Jumlah daun
Rata-rata jumlah daun tanaman jagung selama 35 HST ditunjukkan pada tabel 4.8
berikut ini.
memiliki rata-rata jumlah daun sebesar 4,33, yang berbeda nyata dengan K, H1, H2,
dan H3, namun masih sama dengan H4 dan H5. Rata-rata jumlah daun terbanyak
terdapat pada perlakuan H6 dan yang terendah pada K. Jika ditinjau dari jumlah
daun, tanaman mengalami pertumbuhan yang buruk karena hingga umur 35 HST
perlambatan, tanaman menjadi kerdil dan pertumbuhan pucuk melambat. Hal ini
dapat memengaruhi jumlah daun dan Index Luas Daun (ILD) meskipun kandungan
34
hanya berpengaruh pada fotosintesis saja, namun pada fisik daun tanaman yang
senyawa humat yang diberikan belum mampu mengelat Al yang berada pada tanah,
meskipun begitu tetap terjadi peningkatan jumlah daun pada perlakuan senyawa
Tabel 4.9 menunjukkan berat kering tanaman pada umur 35 HST. Berikut penyajian
yang memiliki rata-rata berat kering tanaman sebesar 2,37 gram. Perlakuan H6
kering tanaman terbaik dibandingkan perlakuan lainnya. Jika dilihat dari rata-rata
berat kering tanaman, senyawa humat dari kompos jerami memberikan bobot
35
kering lebih berat dibandingkan lignit. Semakin tinggi dosis senyawa humat yang
diberikan, semakin tinggi nilai berat kering tanaman jagung. Penelitian Leventoglu
dan Ibrahim (2014) menunjukkan hasil yang sama pada penelitiannya mengenai
aplikasi senyawa humat pada tanaman jagung yang ditanam di tanah alkalis. Hasil
berturut pada dosis senyawa humat 0, 500, 1000, dan 2000. Pada penelitian tersebut
tanaman jagungnya ditanam hingga umur 60 HST, namun berat kering tanamannya
gejala kerdil dan diduga mengalami defisiensi P. Hal ini membuktikan bahwa meski
pada dosis 2000 ppm, senyawa humat masih belum mampu memberikan
pertumbuhan tanaman yang baik pada tanah dengan pH ekstrim. Jika ditinjau dari
dosis yang digunakan pada penelitian ini, tanaman jagung pada penelitian ini
mengalami hal yang sama, defisiensi P, akibat dari masih tingginya kadar Al-dd
pada tanah yang kemudian mengikat P sehingga P tidak dapat tersedia untuk
pertumbuhan buruk pada berat kering tanamannya yang tidak sesuai dengan umur
36
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa senyawa humat dari kompos
organik, Al-dd, pH, dan KTK secara konstan. Perubahan sifat kimia tanah Oxisol
masih kurang baik sehingga diperlukan dosis senyawa humat di atas 900 ppm untuk
5.2 Saran
yang perlu ditambahkan terlalu banyak maka tidak bernilai ekonomis bagi
konservatif.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Hasman. 2017. Pupuk dan Pemupukan Tanaman Jagung.
http://cybex.pertanian.go.id/materilokalita/detail/14341/pupuk-dan-
pemupukan-tanaman-jagung-oleh- ir-hasman, diakses pada 1 Januari 2018.
Hill Laboratories. 2018. Aluminium Soil Test Interpretation. https://www.hill-
laboratories.com/testing/soil-testing/ag-hort-soil/, diakses pada 22 April
2018.
Huang dan Schnitzer. 1997. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan
Mikroba (Ed.). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Jackson, T. A. 1975. Humic matter in natural Water and sediments. Soil sci.
119:56-64.
Jones, C. A., 2008. Estimation of percent aluminum saturation from soil chemical
data. Communications in Soil Science and Plant Analysis, 15:3, 327-335.
Juo, A.S.R. dan R.L. Fox. 1977. Phosphate sorption characteristics of some
Benchmark Soil of West Africa. Soil Science 124(6): 370-376.
Kodama, H. dan M. Schnitzer. 1980. Effect of fulvic acid on the crystallization of
aluminium hydroxine. Geoderma 24:195-205.
Krstic, Dragana, Ivica Djalovic, Dragoslav Nikezic, dan Dragana Bjelic. 2012.
Aluminium in Acid Soils: Chemistry, Toxicity and Impact on Maize Plants
(Food Production – Approaches, Challenges and Tasks). ISBN 978-953-
307-887-8. InTech, Croatia.
Kwong, Ng Kee F.F. dan P.M. Huang. 1979. The relatif influence of low-molecular-
weight complexing organis Acid on the hydrolytic and precipitation of
aluminium. Soil Sci. 128: 337-342.
Lal. L. 2002. Phosphate biofertilizers. Agrotech. Publ. Academy, Udaipur. India.
224p.
Leventoglu, Hakan dan Ibraim Erdal. 2014. Effect of High Humic Substance Levels
on Growth and Nutrient Concentration of Corn under Calcareous
Conditions. Journal of Plant Nutrition, 37:12, 2074-2084.
McKenzie NJ, Jacquier DJ, Isbell RF, Brown KL. 2004. Australian Soils and
Landscapes An Illustrated Compendium. CSIRO Publishing: Collingwood,
Victoria.
Mallarino, A. 2000. Soil Testing and Available Phosphorus. Integrade Crop
Management News. Iowa State University.
Mantoura, R. F. C., A. Dickson, dan J. P. Riley. 1978. The complexation of metal
with humic material in natural Water. Estuarine Coastal Mar. Sci. 6:387-
408
39
Masyakur, Septi NA. 2014. Pengaruh perbandingan campuran limbah cair tahu
dengan asam sulfat serta lama inkubasi dalam proses asidulasi batuan
fosfat terhadap fosfat larut (skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Mattigod, S., D. Rai, L. Eary, dan C. Ainsworth. 1990. Geochemical Tractors
controlling the mobilization of inorganic constituents from fosil fuel
combistion residues: I review of the major elements. Journal of
environmental quality, v. 19: 188.
Moir dan Moot. 2010. Soil pH, exchangeable aluminium and lucerne yield
responses to Lie in a South Island High country soil. Proc. Of the New
Zealand Grassland Association 72: 191-196.
Nursyamsi dan Suprihati. 2005. Sifat-sifat kimia dan mineralogi tanah serta
kaitannya dengan kebutuhan pupuk untuk padi (Oryza sativa), Jagung (Zea
mays), dan Kedelai (Glycine max). Bul. Agron. (33) (3) 40 – 47.
Ohno, T dan Amirbahman A. 2010. Phosphorus availability in boreal forest soils:
a geochemical and nutrient uptake modeling approach. Geoderma
155(2):46-54.
Pettit R E, 2004. Organic matter, humus, humate, humic acid, fulvic acid and
humin: Their importance in soil fertiliy and plant health. CTI Research.
Piccolo, A. Dan F. J. Stevenson. 1981. Infrared spectra of Cu2+, Pb2+, and Ca2+
complexes of soil humic substance. Geoderma 27: 195-208.
Pl´enet, D., S. Etchebest, A. Mollier dan S. Pellerin. 2000. Growth analysis of maize
field crops under phosphorus deficiency. Plant and Soil 223: 117–130.
Rahmawati, Atik. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Asam Humat dari Tanah Gambut.
Jurnal Phenomenon: Volume 2 Nomor 1.
Reuter, J. H. dan E. M. Perdue. 1977. Importance of Heavy metal-organic matter
interactions in natural Water. Geochim. Cosmochim. Acta 42:325-334.
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Ed.). Bandung: ITB
Press.
Sanchez, P.A. 1976. Properties and management of soils in the tropics. John Wiley
& Sons, New York.
Sanchez, P.A., dan Logan, T.J., 1992. Myths and science about the chemistry and
fertility of soils in the tropics. In: R. Lal and P.A. Sanchez (Eds.), Myths and
Science of Soils of the Tropics. SSSA Spec. Publ. 29. ASA, SSSA, Madison,
WI, pp. 35-46.
Sarno. 2000. Pembentukan asam humik dan asam fulvik pada kompos yang berasal
dari berbagai kombinasi limbah padat agroindustri. Jurnal tanah trop.
10:209-215
40
Schnitzer, M. 1978. Humic substances: Chemistry and reactions. Elsevier Science
publishing Co., New York.
Schnitzer, M. 1982. Quo vadis soil organis matter Research Whither soil Research.
Panel discussion Paper. Trans. Int. Congr. Soil Sci. 12th, 1982: 67-78.
Soil survey staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy (Twelfth Edition). United States
Department of Agriculture Natural Resources Conservation Service.
Stevenson, F. J. 1982. Humus chemistry: Genesis, composition, reactions. Wiley-
Interscience, New York.
Stevenson I. L. dan M. Schnitzer. 1982. Transmission elektron microscopy of
extracted fulvic and humic acids. Soil sci. 133:179-185.
Syers, J.K., M.G. Browman, G.W. Smillie, dan R.B. Corey. 1973. Phosphate
sorption by soils evauated by the Langmuir adsorption equation. Soil sci.
Soc. Amer. Proc., 37: 358-363.
Taiz, L., dan Zeiger. 2002. Plant Physiology. Massachusetts: Sinauer Associates
Inc. Publisher.
Thompson, L.M. dan F.R. Troeh. 1978. Soil and Fertility. New York: Mc Graw-
Hill Book Company. 368 p.
Tan, K. H. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Umeri, C., Moseri H, dan Onyemekonwu RC. Effects of Nitrogen and Phosphorus
on the Growth Performance of Maize (Zea mays) in Selected Soils of Delta
State, Nigeria. Advances in Crop Science and Technology, Vol. 4, Issue 1.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 2. Deskripsi profil titik pengambilan sampel
43
Lampiran 3. Perhitungan konversi dosis ppm ke volume (ml)
38461 300
=
100 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛)
Dosis 300 ppm = 7,8 ml/pot atau 15600 liter/ha
Dosis 600 ppm = 15,6 ml/pot atau 31200 liter/ha
Dosis 900 ppm = 23,4 ml/pot atau 46800 liter/ha
2. Kompos jerami
6,6
𝑝𝑝𝑚 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 100 𝑚𝑙 = × 1000000 = 67901 𝑝𝑝𝑚
97,2
67901 300
=
100 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛)
Dosis 300 ppm = 4,4 ml atau 8800 liter/ha
Dosis 600 ppm = 8,8 ml atau 17600 liter/ha
Dosis 900 ppm = 13,2 ml atau 26400 liter/ha
44
Lampiran 4. Penyetaraan dosis senyawa humat dengan penggunaan bahan organik
Untuk mengetahui dosis senyawa humat (ppm) setara dengan jumlah penggunaan
3,8 × 7,8
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 = = 0,30 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
3,8 × 15,6
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 = = 0,59 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
c. Dosis 90 ppm
3,8 × 23,4
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 = = 0,89 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
2. Kompos jerami
6,6 × 4,4
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 = = 0,29 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
45
b. Dosis 600 ppm
6,6 × 8,8
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 = = 0,58 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
c. Dosis 90 ppm
6,6 × 13,2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 ℎ𝑢𝑚𝑎𝑡 = = 0,87 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
46