Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

ASWAJA
“AKIDAH AHLUSUNNAH WAL JAMAAH”

DOSEN PEMBIMBING
KH. Zainal Hakim, M.Pd.I

DISUSUN OLEH:
Anas Farosdak
Atikatu Putri
Diana Putri
Nadia Laila Q
Maria Ulfa
Siskawati
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL HIKMAH
BANGKALAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembac, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bangkalan,08 November 2020

Penulis
A. Akidah AhlusunnahWal Jama’ah
ْ yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(ُ‫ )التَّوْ ثِ ْيق‬yang berarti
Aqidah menurut bahasa berarti al-‘aqdu (ُ‫)ال َع ْقد‬
ْ yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan
kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( ‫)ا ِإلحْ كَا ُم‬
ar-rabthubiquw-wah (‫ َّو ٍة‬C ُ‫ )ال َّر ْبطُبِق‬yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah yang
umum, ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.

Jadi aqidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala
pelaksanaan kewajiban bertauhid dan taat kepadaNya. Beriman kepada malaikat-malaikatNya, Rasul-
RasulNya, kitab-kitabNya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh yang telah shahih
tentang prinsip-prinsip agama, perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ dari
salafushshalih serta seluruh berita-berita yang pasti baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah
ditetapkan menurut Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih serta ijma’ salafushshalih.

Akidah Ahlusunnah Wal Jama’h tidak lain adalah akidah Islam, akidah yang diyakini
Rasulullah, para sahabat, ulama penerusnya hingga sekarang yang terhindar dari berbagai macam
bid’ahakidah yang menyimpang darinya. Dua ulama terkenal yang dijadikanpanutan adalah Abu
al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshural-maturidi. Keduanya merupakan ulama yang telah
berjasa besar menjaga akidah sesuai tantangan zamannya.
C. Permasalahan Seputar Akidah 50

1. Perumus 20 sifat wajib bagi Allah dan Eksistensi sifat Ma’nawiyah.

Substansi 20 sifat wajib bagi Allah telah menjadi kajian ulama’ Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam
rentang sejarah sejak masa Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan seterusnya hingga kini. Namun yang
merumuskan secara praktis menjadi 20 sifat wajib bagi Allah adalah Al-Imam Muhammad Bin Yusuf Bin
Umar Bin Syuaib As-Sanusi Al-Hasani.

Sebagia Ulama’ ada yang berpendapat yang pertama yaitu : Sifat wajib bagi Allah ada 20
sedangkan menurut Ulama’ yang lain berpendapat yang kedua yaitu : sifat wajin bagi Allah ada 13. Yang
sebagaimana sudah dijelaskan oleh Syaikh Ali Bin Muhammad At-Tamimi Al-Muakhkhar As-Shafaqisi.

2. Sifat wajib 20 tidak membatasi kesempurnaan Allah

Rumusan sifat wajib 20 tidak dimaksudkan untuk membatasi kesempurnaan Allah SWT yang
tidak terbatas. Sebaliknya, sifat wajib 20 justru merupakan sifat-sifat pokok kesempurnaan Allah yang
tidak terbatas jumlahnya, tidak terbatas 13,20,99 maupun selebihnya yang tidak mampu diketahui oleh
manusia secara seluruhnya.

3. Hubungan sifat wajib 20 dengan Al-Asma’ Ah-Husna

Bila mengetahui makna sebenarnya masing-masing Asmaul Husna tidak hanya terjemahan
sederhana, maka orang akan memahami bahwa 99 Asmaul Husna tercakup dalam sifat wajib Allah yang
dirumuskan Ulama Ahlussunah Wal Jamaah. Meskipun nama Asmaul Husna sangat banyak, namun
secara Substansi kembali pada zat dan tujuh sifat Ma’ani, yaitu melalu 10 kategori berikut.

a. Asmaul Husna yang kembali pada zat seperti Allah, begitu pula Al-Haq yang artinya Zat Allah
yang wajib wujudnya
b. Asmaul Husna yang kembali pada zat dan menafikan ketidakpantasan seperti Al-Quddus dll.
Sebab Al Quddus menunjukan zat Allah sekaligus menafikan sifat-sifat yang tidak pantas
baginya.
c. Asmaul Husna yang kembali pada zat disertai penyandaran pada hal lain (idhafah). Seperti
Al-Ali dan semisalnya, sebab Al-Ali menunjukan zat Allah yang derajatnya diatas seluruh zat
lainnya.
d. Asmaul Husna yang kembali pada zat disertai menafikan ketidakpantasaan dan penyandaran
pada hal lain seperti : Al-Mulk dan Al-Aziz karna Al-Mulk menunjukkan zat Allah yang tidak
membutuhkan apapun dan segala sesuatu selainnya pasti membutuhkannya
e. Asmaul Husna yang kembali pada salah satu sifat Ma’ani seperti Al-Alim dan semisalnya.
Sebab Al-Alim menunjukkan sifat ‘Ilm.
f. Asmaul Husna yang kembali pada sifat ‘Ilm disertai penyandaran pada hal lain, seperti Al-
Khabir dan semisalnya sebab Al-Khabir menunjukkan sifat Ilm dengan di sandarkan pada hal-
hal yang samar
g. Asmaul Husna yang kembali pada sifat qudroh disertai penyandaran pada hal lain seperti Al-
Qohhar dan semisalnya sebab Al-Qohhar menunjukkan sifat Qudroh disertai pengaruh
penguasaannya pada hal yang dikuasi
h. Asmaul HUsna yang kembali pada sifat Irodah disertai penyamdaran pada suatu perbuatan
seperti Arrohman dan Arrohim dan semisalnya sebab Arrohman sebagai kata dasar
Arrahman dan Arrohim kembali pada sifat Irodah dengan didasarkan pada perbuatan
memenuhi kebutuhan makhluk yang lemah
i. Asmaul Husna yang kembali pada sifat –sifat Alf’l (perbuatan Allah) seperti Al-Kholik Al
Wahhab sebab Al kholiq menunjukkan perbuatan Allah dalam menciptakan makhluk,
sedangkan Arrozzak yang menunjukkan perbuatan Allah dalam menciptakan riski dan orang
yang diberi rizli
j. Asmaul Husna yang kembali pada sifat-sifat AlFi’l disertai hal lain seperti Al Majid, sebab Al
Majid menunjukkan perbuatan Allah dalam memumlyakan makhluk yang sangat luas
disertai kemulyaan zat-Nya.

Adapun asumsi di 20 sifat wajib Asmaul Huna anggapannya tidak tepat sebab tidak ditemukan
sama sekali data yang valid maupum argumentasi yang buat menunjukkan nya bahkan imam
Assnusi selaku perumusnya justru menulis kitab khusus untuk menjelaskan makna yang berjudul
syarat Asmaul Husna

4. Sifat Wajib 20 bukan berdasarkan Filsafat

Tuduhan bahwa konsep sifat Wajib 20 tidak berdasarkan L-Qur’an dan Al Hadist namun hanya
berdasarkan Filsafat juga tidak bertanggung jawabkan justru konsep wajib 20 dalam Akidah Ahlussunnah
Wal Jamaah menjadi cara terhadap ajaran Filsafat yang telat mempengaruhi umat Islm dalam bidang
Ketuhanan . tidak seperti mu’tazilah yang hanya dianggap sebagai ahli bid’ah dan masih islam karena
hamya menafsirkan sifat ma’ani dan masih mengakui sifat ma’nawi. Kaum filosof, di anggap keluar dari
islam karena penyimpangan empat akidah sebagai mana dijelaskan oleh syaikh nuhannad Ad-Dasuki
pakar Fikih madzhab Maliki dan tokoh sunni asal mesir, dalam karyanya Hasyisah Umm Al Barahair :

a. Menafikan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah bahkan menetapkan kebaikannya sampai


menyatakan Allahn sama sekali tidak punya Ilmu, baik dengan zat atau sifat diluar zatnya
b. Menafikan kehidupan akhirat bersifat fasik dan menetapkannya dan menetapkannya
bersifat rohani saja
c. Menganggap derajat Kenabian dapat dapat di usahakan oleh manusia
d. Mengingkari keterhubungan Ilmu Allah dengan juziat.

Anda mungkin juga menyukai