Oleh :
HERNANDY PRATAMA
KRISNA AJI
NIM : 1803051
AKADEMI FISIOTERAPI
WIDYA HUSADA
SEMARANG
2019
i
iii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN MODALITAS ULTRASOUND
DAN
TERAPI LATIHAN PADA OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL
ABSTRAK
v
MANAGEMENT OF PHYSIOTHERAPY WITH ULTRASOUND MODALITY AND
TRAINING THERAPY IN GENU BILATERAL OSTEOARTHRITIS
ABSTRACT
Background: Osteoarthritis is a degenerative disorder with tissue damage to
joints and bones scraping or decreasing cartilage fluid. Disorders that occur in
osteoarthritis are limited leisure joint motion, decreased muscle strength, lack of
functional motion activity. The therapy given is in the form of Ultrasound with
the aim of reducing pain, improving surrounding tissue and increasing
functional activity, exercise therapy with the aim of increasing joint motion and
increasing muscle strength.
Objective: To determine the benefits of Ultrasound and exercise therapy in
conditions of Bilateral Genu Osteoarthritis on increasing joint area, muscle
strength, decreasing pain, and increasing functional ability.
RESULTS: after doing therapy for 5 times, obtaining the results of pain
reduction Takan To 3, motion pain To 6 to T5 6, motion pain T5 6, increase in
the scope of joints To 0o-0o-90o to To 0o-0o-120o, Increased muscle strength
To 2 to T5 4.
Conclusion: After physiotherapy management with Ultrasound modality and
exercise therapy in bilateral genu osteoarthritis using Ultrasound and exercise
therapy with examination using Visual Analog Scale (VAS), Manual Muscle
Testing (MMT), Joint Motion Scope (LGS) with Goneometer, and scale womac
found the results of a decrease in pain, absence of increased muscle tone,
increased scope of joint motion, and increased functional activity.
Keywords: Osteoarthritis, Ultrasound, exercise therapy, cartilage fluid.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan karya Tulis
imiah ini dengan judul „‟ PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
DENGAN MODALITAS ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA
OSTEOARTRITIS GENU BILATERAL .
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menempuh
program pendidikan Diploma III di Akademi Fisioterapi Widya Husada
Semarang. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak
bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu,
melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada :
1. Zainal Abidin, SST. MH selaku Direktur Akademi Fisioterapi Widya
Husada Semarang.
2. Akhmad Alfajri Amin, SST. Ft, M. Fis selaku dosen pembimbing
penulisan karya tulis ilmiah.
3. Segenap Dosen, staff, dan pegawai Akademi Fisioterapi Widya
Husada Semarang yang telah memberikan banyak bantuan.
4. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang mendukung dan
menyemangati selama kuliah sampai penyusunan Karya Tulis Ilmiah
ini, terimakasih atas doa, semangat dan dukungannya.
5. Serli Apria, Prahara Hayu Kumayanjati, dan Rakesh Ragavan yang tidak
pernah berhenti dan capek memberikan dukungan dan semangat.
6. Teman-teman Praktek Kerja Lapangan yang menemani selama 6
bulan, terimakasih atas kerjasama dan kekompakannya.
7. Teman-teman Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang
angkatan 2016 dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan Karya Tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini. Tak lupa, dengan
segala kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan
Karya tulis Ilmiah ini terdapat banyak kesalahan.
Akhirnya, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca sebagai referensi dan bagi penulis khususnya.
viii
DAFTAR ISI
PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH...................................................................................ii
ABSTRAK.............................................................................................................................v
ABSTRACT..........................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR............................................................................................................vii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1
A. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................3
B. TUJUAN PENULISAN...........................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
KAJIAN TEORI.....................................................................................................................4
A. Definisi Operasional...........................................................................................4
B. Anatomi Fisiologi................................................................................................5
Gambar 2.4 Otot otot penggerak sendi lutut...............................................................12
(Putz, dan R Pabst, 2007).............................................................................................12
A. Biomekanik.......................................................................................................15
B. Deskripsi...........................................................................................................16
4. Teknologi Fisioterapi................................................................................................30
BAB III...............................................................................................................................38
PROSES FISIOTERAPI........................................................................................................39
A. Pengkajian Fisioterapi......................................................................................39
C. Diagnosa Fisioterapi (ICF Concept)...................................................................45
BAB IV..............................................................................................................................52
PEMBAHASAN..................................................................................................................52
A. PEMBAHASAN..................................................................................................52
BAB V...............................................................................................................................58
A. Kesimpulan.......................................................................................................58
ix
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
1
mengalami keterbatasan anggota gerak dalam berbagai kegiatan atau
aktivitas dari mulai ringan sampai berat. Di Indonesia prevalensi
osteoarthritis hampir mendapat hasil presentase 5 % pada usia < 40 tahun,
30 % pada usia 40-60 tahun, dan 65 % pada usia > 61 tahun serta
osteoarthritis lutut secara radiologis mecapai angka tinggi yaitu 15,5 % yang
diderita oleh pria dan 12,7 % yang diderita oleh wanita (Utami,2014)
Sendi lutut merupakan sendi yang paling penting dalam menumpu beban
berat badan, dengan demikian sendi lutut sangat mudah megalami
osteoarthritis yang akan menimbulkan rasa kekauan sendi,postur knee atau
bentuk pada knee,dan rasanya nyeri pada saat berjalan, naik turun tangga
serta posisi duduk ke berdiri. Osteoarthritis banyak di alami oleh pria dan
wanita diatas usia 40 tahun. Osteoarthritis banyak menyerang pada wanita
diatas usia 40 tahun.(komariyah,2012)
Problematika pada fisitioterapi pada pasien osteoarthritis ini adalah:
Body function and body structure adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada
keduanya lutut tepatnya di epicondylus lateralis, Adanya keterbatasan lingkup
gerak sendi pada gerakan fleksi knee bilateral, Activities pasien mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas jongkok ke berdiri berjalan jauh naik turun
tangga, tidak mampu berdiri terlalu lama pada saat mengajar, penggunaan
toilet jongkok, Participation pasien dapat bersosialisasi dengan baik
dilingkungan masyarakat namun pasien tidak mampu melakukan berjalan jauh,
naik turun tangga, menggunakan toilet jongkok.
Peran fisioterapi untuk mengatasi problematika fisioterapi pada pasien
osteoarthritis diatas adalah mengurangi rasanya nyeri pada pasien dengan
mengggunakan modalitas ultrasound dengan efek micromassage dan heating
dapat mengurangi nyeri, dimana panas yang dihasilkan dapat membantu
vasodilatasi pembuluh darah dan menghasilkan peningkatan sirkulasi darah
kedaerah tersebut sehingga zat-zat iritan penyebab nyeri dapat terangkat
dengan baik dan masuk kedalam aliran darah sehingga nyeri berkurang
(Hayes, 2014).,Terapi latihan untuk menambah ruang lingkup gerak sendi dan
meningkatkan aktivitas fungsional dengan menggunakan teknik terapi latihan
aktif movement Kelompok intervensi diberikan penjelasan mengenai manfaat
latihan lutut, dilatih cara melakukan latihan tersebut, dimonitoring sambil terus
diingatkan dan disarankan untuk melakukannya secara rutin dan teratur 2 kali
2
sehari. Ternyata tindakan tersebut efektif untuk menurunkan intensitas nyeri
pasien OA lutut. Sedangkan kelompok kontrol diberikan edukasi mengenai
manajemen perawatan OA, selanjutnya apakah responden mau
melakukannya atau tidak tergantung pada masing-masing responden.
Meskipun mereka tahu ternyata belum tentu melaksanakan apa yang
diketahuinya dengan alasan keterbatasan waktu dan lebih mengandalkan
obat-obatan .Meningkatkan fungsional aktivitas seperti menggunakan toilet
jongkok,posisi duduk ke berdiri,mengajar lama.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
mengangkat judul karya tulis ilmiah “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
DENGAN MODALITAS ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA
OSTEOARTRITIS GENU BILATERAL”
A. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas ultrasound
dan terapi latihan pada osteoarthritis genu bilateral di RSUD Tugurejo
Semarang?
B. TUJUAN PENULISAN
Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas ultrasound
dan terapi latihan pada osteoarthritis genu bilateral di RSUD Tugurejo
Semarang
3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi Operasional
Penatalaksanaan fisioterapi adalah layanan yang dilakukan sesuai
dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi. Penatalaksanaan fisioterapi harus berdasarkan
rencana yang telah ditetapkan atau dengan melakukan modifikasi dosis
menururt pedoman yang telah ditetapkan dalam program dengan tetap
mengkomunikasikan dengan pihak-pihak terkait dan mendokumentasikan hasil
dan pelaksanaan metodologi serta program, termasuk mencatat evaluasi
sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan fisioterapi dan respon dari pasien
(indriyanti,2013)
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi.
Ultrasound adalah suatu alat pencitraan yang biasanya digunakan untuk
mendiagnosis berbagai penyakit dan kondisi kesehatan lainnya. Alat ini
memiliki kemampuan untuk menciptakan gelombang suara yang akan
menimbulkan gema ketika disorotkan ke dalam tubuh. Gelombang-gelombang
ini kemudian akan menciptakan gambar yang dapat digunakan oleh tenaga
kesehatan untuk mendiagnosis penyakit atau kondisi pasien pada saat
itu.Ultrasound umumnya dikenal sebagai ultrasonografi atau sonografi.
( Triyono,2018)
Terapi latihan berupa free active movement dapat mengurangi
perlengketan atau kekakuan pada sendi lutut yang menyebabkan imobilisasi
sehingga pasien lebih mudah untuk bergerak. Hal ini juga dapat terjadi karena
mekanisme penguluran otot-otot yang awalnya menjadi memendek akan
menjadi panjang kembali dan berakibat pada fungsional kembalinya fungsi otot
secara normal (Kisner dan Colby, 2007)
Osteoarthritis genu adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi lutut, merupakan suatu penyakit kerusakan
tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan tidak diketahui penyebabnya,
meskipun terdapat beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan ini
berkaitan dengan usia lanjut.(Aditya,2017)
4
Osteoarthritis knee di definisikan oleh American college of rheumatology
sebagai suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan integritas sendi kartilago
dan adanya perubahan tepi tulang kerusakan yang terjadi merupakan salah
satu penyebab adanya proses degenerasi tubuh.(Anggraini, 2012)
B. Anatomi Fisiologi
Sendi lutut dibentuk oleh tiga tulang yaitu tulang femur, tibia dan
patella, sempunyai dua derajat kebebasan gerak serta dibentuk oleh
tiga persendian yaitu tibiofemoral joint, patellofemoral joint dan
proksimal tibiofibullar joint yang ditutupi oleh kapsul sendi (Syaifuddin,
2013).
1. Tulang pembentuk sendi lutut
a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan bentuk tulang yang seperti pipa terpanjang
dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang
berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang di
sebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris
terdapat taju yang disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di
bagian ujung dan membentuk persendian genu, terdapat dua buah
tonjolan yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis, diantara
kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung
lutut (patella) yang disebut fossa condylus.
b. Tulang Tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada
os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan tempat taju yang disebut os maleolus medialis.
c. Tulang Fibula
Tulang fibula merupakan bentuk tulang seperti pipa yang terbesar
sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan os
femur pada bagian ujungnya. Terdapat tonjolan yang disebut os
maleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi pergerakan adalah tetap
dan yang berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di
samping
5
sebagai perekat otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi
lutut. Pada posisi fleksi lutut 90˚, kedudukan tulang patella diantara
kedua condylus femur dan saat gerakan ekstensi maka patella terletak
pada permukaan anterior femur.Tempurung lutut membentuk
articulation genu. Bentuk os patella ini adalah segitiga yang memiliki
sudut bulat dan berbentuk pipih. Os patella memiliki 2 daratan yaitu
fascies posterior (fascies articularis lateralis besar dan facies articularis
lateralis kecil) dan facies anterior (Wiarto, 2013) Os Patella merupakan
tulang sesamoid yang terbesar dalam tubuh manusia. Os patella
berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari os patella menghadap ke
arah distal. (Evelyn, 2008). Tulang Patella Pada gerakan fleksi dan
ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur. Jarak patella dengan
tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah 14 hanya jarak
patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan
otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi
flexi lutut 90o, kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan
saat extensi maka patella terletak pada permukaan anterior femur
(Syaifuddin, 2013).
Gambar 2.1 Tulang Pembentuk Sendi Lutut(Putz, dan R Pabst, 2007)
7
2. Ligamentum
Berfungsi sebagai stabilitas sendi. Penahan static primer pada gerakan
tibiofemoral adalah ligament cruciatum ada 2 jenis yaitu :ligament cruciatum
anterior (ACL) dan ligament cruciatum posterior (PCL). ACL berfungsi
melindungi gerakan ke depan dari plateau tibial dan membantu mengontrol
rotasi. PCL befungsi mencegah pergeseran ke depan dari femur dan condylus
tibia dan menjaga stabilisasi rotasi. Aksi valgus dan varus lutut di control oleh
kedua ligament colateralyaitu :ligament colateral medialis (MCL) tibiale dan
ligament colateral lateral (LCL) fibulare (Widanarti, 2006).
Ligament-ligament yang ada pada sendi lutut antara lain (Putz and
Pabst, 2008) Ligament Cruciatum
Ligament cruciatum memegang peranan sebagai stabilisasi sendi lutut
dimana ligament cruciatum membentang atau terbentuk dari bagian anterior
tibia melekat pada bagian lateral condylus lateralis femur yang berfungsi
sebagai penahan gerak translasi os tibia terhadap os femur kearah anterior
mencegah hyperekstensi lutut dan membantu saat bergerak rolling dan glidding
sendi lutut. Sedangkan ligament cruciatum posterior merupakan ligament
terkuat dari sendi lutut, ligament ini berbentuk seperti kipas membentang dari
bagian posterior tibia ke bagian depan atas dan melekat pada condylus
medialis femur, ligament ini berfungsi sebagai penahan gerak translasi os tibia
terhadap os femur kearah posterior.
a. Ligament Collateral
Ligament collateral berfungsi sebagai penahan dari berat badan baik dari
medial maupun leteral. Arah ligament collateral lateral dan medialakan
memberikan gaya bersilang sehingga akan mempekuat stabilisasi sendi
terutama pada posisi ekstensi.Ligament collateral medial terletak lebih posterior
di permukaan medial sendi tibiofemoral, seluruh ligament collateral medial
memegang pada gerakan full ROM ekstensi lutut. Ligament collateral lateral
membentang dari permukaan luar condylus lateralis femoris kearah caput
fibula, dalam gerakan fleksi lutut ligament ini sisi lateral lutut.
b. Ligament Popliteum Obliqum
Ligament Popliteum Obliqum merupakan ligament yang kuat, terletak
pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique
kearah medial dan bawah. Sebagian dari ligament ini berjalan menurun pada
dinding capsul dan fascia popliteus dan sebagian lagi membelok keatas
menutupi tendon m. semimembranosus.
c. Ligament Patellae
Ligament patella melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada
bagian bawah melekat ada tuberositas tibiae. Ligament patellae ini
sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m.
quadriceps femoris. Di pisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan
lemak intra patella dan di pisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil.
Bursa intra patellaris superficialis memisahkan ligament ini dari kulit.
d. Ligament Transversum Genu
Ligament transversum lutut terletak membentang paling depan dan
menghubungkan dua insertio dari kedua meniscus lateral dan medial, terdiri
dari jaringan connective.
9
9. Ligamen Popliteum obliqum
10. Ligamen cruciatum
posterior Keterangan gambar
2.2
11. Ligamen patella
12. Meniscus Medialis
13. Ligamen Collateral
tibia Meniscus
Meniscus adalah jaringan fibro cartilago berbentuk baji (wedge),
melengkung dan terletak pada tepi sendi tibiofemoral yang dihubungkan oleh
kapsul sendi. Meniscus merupakan salah satu stabilisasi sendi pasif pada lutut
Adapun fungsi mekanik dari meniscus yaitu (Sulistya, 2013):
1) Membantu distribusi tekanan antara tulang femur dengan tibia
dalam menumpu beban (weight bearing)
2) Meningkatkan elastisitas sendi
3) Membantu lumbrikasi sendi
2. Otot
Otot yang merupakan organ yang melakukan aktivitas gerak pada system
tubuh. Menurut jenisnya, otot (musculus) terbagi menjadi tiga jenis, yaitu otot
skelet (otot lurik), otot-otot polos dan otot-otot jantung (Pitara, 2014). Otot-otot
yang bekerja pada sendi lutut termasuk di dalamnya origo dan insersio serta
fungsi otot tersebut (Nazirah, 2012).
Otot berfungsi sebagai stabilisator aktif dan penggerak sendi. Di tinjau dari
segi tipe kerjanya, otot daerah sendi lutut terdiri dari otot tipe tonik dan phasik.
Yang termasuk otot tipe tonik adalah m. rectus femoris, m. hamstring, m.
tensor fascia latae dan m. gastrocnemius. Sedangkan otot yang termasuk tipe
phasik adalah m. Sartorius, m. gracilis dan m. plantaris. Otot-otot tipe tonik
tersebut mempunyai kecenderungan patologis ketegangan dan kontraktur,
sedang otot tipe phasik tesebut mempunyai kecenderungan patologis lemah
dan atrofi.
11
Gambar 2.3 Otot paha dan pangkal paha tampak dari depan
beve
35. Fossa poplitea
19. M. Gluteus medius
20. M. Gluteus minimus
21. M. Gamellus inferior
22. M. Obturatorius
internus, Tendon
23. Bursa
trochantorica
musculi glutei
medii
24. Thochantor mayor
25. M. Obturatorius externus
26. M. Quadriceps femoris
27. Bursa trochanterica
Musculi glutei
maximi
28. M. Illiopsoas, tendon
29. Trochantor minor
30. M. Gluteus maximus
31. M. Adductor minimus
32. M. Vastus lateralis
33. M. Biceps femoris,
caput longum
34. M. Biceps femoris, caput
13
1. M.
Gastr
ocne
mius,
caput
lateral
e
2. M.
Gastr
ocne
mius,
caput
medial
e
3. M.
Sem
ime
mbr
ano
sus,
tend
on
4. M. Semitendinosus,
tendon
5. M. Semimembranosus
6. M. Adductor magnus
7. M. gracilis
8. M. Semimembranosus
9. Foramen ischiadicum
minus
10. M. Semitendinosus
11. M.
Bicep
s
femori
s,
caput
longu
m
12. Ligament sacrotubelare
13. Bursa
ischia
dica
musc
uli
obtur
atori
interni
14. M. Obturatorius internus
15. M. Gamellus superior
16. Foramen infrapiriforme
17. M. Piriformis
18. M. Gluteus maximus
Bagian anterior (depan)
Tabel 2.1 Nama Otot, Origo, Insertio, Innervasi dan Fungsi Otot (Nazirah, 2012).
NO Nama otot Origo Insertio Innervasi Fungsi
1 m. rectus femoris Spina Patella n. Femoris Ekstensi
illiaca L2-L4 sendi lutut
anterior
,
inferior,
superior
2 m. vastus lateralis Dataran Lateral os n. femoris Ekstensi
lateral dan patella L2-L4 sendi lutut
anterior
trochantor
mayor
femoris,
labium
lateralis
linea
aspera
3 m.vastusinte Dataran Tuberosi n. femoris Ekstensi
r medius anterior t as tibia L2-L4 sendi lutut
corpus
femoris
4 m. vastus Llabiu Setengah n. femoris Ekstensi
medialis m bagian L2-l4 sendi lutut
medial atas
linea
os
aspera
patella
15
A. Bagian posterior(belakang)
No Nama otot Origo Insertio Innervasi Fungsi
1. m. biceps Tuber Fibula n. Eksorota
femoris ichiadicum bagian s i send
proneu
caput brefis, pad lateral dan lutut
communis
labium laterale linea condylus
aspera medialis
Tibia
2. m. semi Tuber ischiadicum Condylus n. tibialis Fleksi dan
tendinosus medialis endorotas
tibia i send
lutut
3. m. semi Tuber ischiadicum Posterior o n. tibialis Fleksi dan
membranosus calcaneus endorotas
i send
lutut
4. m. Caput Posterior o n. tibialis Fleksi
gastrocnemiu calcaneus
medial
s
condilis medialu
medialis femoris
Caput
lateral
condylus
latera
femoris
B. Bagian medial
No Nama Origo Insertio Innervasi Fungsi
otot
1. m. SIAS Tuberosita n. femoris Fleksi
Sartoriu s tibia L2-L4 dan
s internal
rotasi
2. m. Ramus Tuberositas n. femoris Fleksi
gracili inferior asis tibia, L2-L4 dan
s pubis dan posterior eksternal
ocis aschii tendon rotasi
sendi
m. Sartorius
lutut
17
C. Bagian lateral
No Nama otot Origo Insertio Innervasi Fungsi
1. m. tensor fascia Spina illiaca Tractus m. gluteus Fleksor
latae anterior illotibialis superior abductor,
inferior dan cabangan internal
fascia latae femoris L4- rotasi hip
L5, S1-S5
A. Biomekanik
Secara anatomi, mechanical axis dari tulang femur tidak sama dengan
anatomical axis, yaitu membentuk sudut 6o-9o jika diambil garis mendatar dari
sendi panggul dan lutut. Lutut adalah suatu sendi engsel, yang berarti hanya
memiliki 1 jenis gerakan utama dalam hal ini fleksi dan ekstensi, namun sendi
lutut bisa melakukan sedikit gerakan internal dan eksternal rotasi pada saat
posisi fleksi. Tidak ada gerakan rotasi sedikitpun pada saat posisi lutut ekstensi
penuh.15,20 Osteoartritis diketahui sebagai kelainan secara menyeluruh dari
seluruh aspek di sendi dengan penyebab dasar multifaktorial, termasuk
meningkatnya stres mekanik, rusaknya struktur ligamen, degradasi tulang
rawan, perubahan struktur tulang subkondral dan kerusakan pada otot sekitar
sendi dalam hal ini sendi lutut. Lebih jauh, inflamasi sekunder cairan sendi lutut
memiliki peran yang penting dalam menyebabkan osteoartritis di tahap awal..
Osteoartritis juga bisa timbul setelah kerusakan sendi terjadi setelah trauma,
seperti patah tulang melibatkan sendi, dan kerusakan ligamen, penyakit
sistemik seperti rheumatoid arthritis, hemocromatosis, hemofilia, pasca infeksi
pada sendi atau osteochondritis dissecans, atau akibat dari kelainan bawaan
dan pertumbuhan. Osteoartritis akan terjadi saat keseimbangan antara
metabolisme destruksi dari sendi lutut dan mekanisme perbaikannya tidak
sesuai dengan homeostasis sendi. Ketidakseimbangan ini diduga kuat sebagai
alasan utama kerusakan yang berkelanjutan hingga menyebabkan nyeri dan
disabilitas, walaupun banyak penderita memiliki tanda-tanda osteoartritis
berdasarkan hasil foto lututnya namun secara subjektif tidak merasakan atau
mengeluhkan nyeri dan gangguan fungsi yang berhubungan dengan
osteoartritis. Osteoartritis paling sering dijumpai pada send-sendi yang
merupakan tumpuan berat badan tubuh, seperti sendi panggul, lutut dan
pergelangan kaki. (akbari. 2018)
Aksis gerak fleksi dan ekstensi diatas permukaan sendi, yaitu melewati
condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah
condylus medialis. Secara biomekanik, beban yang diterima sendi lutut dalam
keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-
otot pada bagian lateral. Sehingga resultannya akan jatuh di bagian sentral
sendi lutut (Kisner and Colb, 2012).
a. Osteokinematika
Lutut termasuk dalam sendi ginglyus (hinge modified) dan mempunyai
gerak yang cukup luas seperti sendi siku, luas gerak fleksinya cukup
besar.Osteokinematika yang memungkinkan terjadi pada sendi lutut adalah
gerak flexi dan extensi pada bidang segitiga dengan lingkup gerak sendi untuk
gerak fleksisebesar ± 140° hingga 150° dengan posisi ekstensi 0° atau 5° dan
gerak putaran keluar 40° hingga 45° dari awal mid posisi (Parjoto, 2000).Fleksi
sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior ke bawah menjauhi
permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah gerakan yang
membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar adalah
gerakan membawa jari-jari ke arah luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi)
dapat terjadi posisi lutut fleksi 90°, R (<90°) (Parjoto, 2000).
b. Artrokinematika
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi gerak
sliding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek. Hukum ini
menyatakan bahwa “jika permukaan sendi cembung (konvek) bergerak pada
permukaan sendi cekung (konkaf) maka pergerakan sliding dan rolling
berlawanan, dan “jika permukaan sendi cekung, maka gerak slidding dan
rolling searah” (Mudasir, 2002). Pada permukaan femur cembung (konvek)
bergerak, maka gerakkan slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak
fleksi femur rolling ke arah belakang dan sliddingnya kebelakang. Dan pada
permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, fleksi ataupun ekstensi menuju ke
depan atau ventral.
B. Deskripsi
Osteoarthritis merupakan suatu penyakit degenerative pada persendian
yang disebabkan oleh beberapa faktor. Penyakit ini mempunyai karakteristik
berupa terjadinya kerusakan pada cartilago (tulang rawan sendi). Gejala
osteoarthritis genu bersifat progresif, dimana keluhan terjadi perlahan – lahan
dan lama – kelamaan akan memburuk (Helmi, 2012).
Genu merupakan sendi yang menghubungkan femur dan tibia, Genu juga
merupakan sendi yang paling banyak di bebani. Tulang tempurung genu yang
kecil (patella) dan seperti tidak berharga, memegang peran penting dalam
pergerakan genu. Tulang ini bertindak seperti katrol pada pergerakan yang
19
terjadi. Jika tulang ini tidak ada, otot penggerak genu atau menahan beban di
setengah duduk (Wibowo, 2013).
1. Patologi
Patologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri
dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan
bagian tubuh. Pada pasien osteoarthritis terdapat proses degradasi, reparasi,
dan inflamasi yang terjadi dalam jaringan ikat, lapisan rawan sinovium dan
tulang subkondral. Pada saat penyakit aktif, salah satu proses dapat dominasi
atau beberapa proses terjadi bersama dalam tingkatan intensitas yang berbeda
(Kuntono, 2011).
Nyeri pada osteoarthritis sendi lutut disebabkan terjepitnya atau iritasi pada
ujung syaraf nosiceptor karena distriksi progresif kartilago dan bentukan
osteofit pada tepi sendi. Kedua proses ini belum jelas hubungannya, namun
perubahan primer dan artikuler kartilago dan perubahan kimia akan berakibat
menurunnya proteoglican pada jaringan kolagen. Proteoglican diketahui
sebagai elemen pengikat kolagen satu sama lain sehingga penurunan
proteoglican akan menurunkan kemampuan elastisitas jaringan dan penurunan
daya tahan jaringan terhadap tekanan (Kuntono, 2011). Sehingga pada
penderita osteoarthritis genu mengalami gangguan nyeri tekan dan gerak yang
mengakibatkan mekanisme gerak sendi terhambat dan keterbatasan fungsional
saat berjalan, berdiri dan duduk. Penderitan pun akan mengalami kesulitan
melakukan activity daily living (Pranatha, 2011).
Adapun derajat osteoarthritis sendi lutut menurut Kallgren dan Lawrence,
yaitu (Sulistya, 2013):
a. Grade 0: tidak ada gambaaran OA
b. Grade 1: penyempitan celah sendi meragukan, kemungkinan ada
osteofit
c. Grade 2: osteofit nyata, kemungkinan terdapat penyempitan pada
celah sendi
d. Grade 3: osteofit sedang, penyempitan celah sendi nyata, sedikit
sclerosis, kemungkinan ada deformitas pada ujung tulang
e. Grade 4: osteofit meluas, penyempitan celah sendi sangat berat,
sclerosis berat dan deformitas nyata pada ujung tulang.
21
a. Osteoarthritis primer
Osteoarthriris primer disebut juga osteoarthritisidiopatik, yaitu
osteoarthritis yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi, osteoarthritis primer ini merupakan osteoarthritis yang paling
sering ditemukan.
b. Osteoarthritis sekunder
Osteoarthritis sekunder didasari oleh adanya kelainan konginental,
penyakit tulang dan penyakit sendi lainnya seperti diabetes militus,
acromegaly, hypothyroidism, neuropathic (Charcot) arthopathy dan
frostbite.
Osteoarthritis inflamasi disebut juga osteoarthritiserosif, yang
merupakan bentuk lanjutan dari osteoarthritis, biasanya mengenai sendi
distal phalang atau proksimal phalang, dimana pada pemeriksaan faktor
Rheumatoid negatif.
Faktor risiko untuk mengembangkan OA termasuk usia, jenis kelamin
perempuan, obesitas, faktor anatomi, kelemahan otot, dan cedera sendi
(pekerjaan / kegiatan olahraga).
OA primer adalah himpunan bagian penyakit yang paling umum dan di
diagnosis dengan tidak adanya trauma atau penyakit predisposisi tetapi
dikaitkan dengan faktor risiko yang tercantum di atas.
23
C. Pemeriksaan dan Pengukuran
1. Fungsional Aktivitas
Pemeriksaan fungsional adalah suatu proses untuk mengetahui
kemampuan pasien melakukan aktivitasnya sehari-hari. kemampuan fungsional
adalah kemampuan dari pasien untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.
Terganggunya aktifitas fugsional oleh karena adanya rasa nyeri sehingga
pasien membatasi aktivitas yang menimbulkan nyeri.Untuk mengetahui
kemampuan fungsional dari pasien digunakan indek ADL. Gangguan pada
kemampuan fungsional pasienyaitu pasien mengalami kesulitan pada saat
menekuk lutut secara maksimal. Aktivitas sehari-hari pasien mengalami
kesulitan saatjongkok, saat BAB dengan toilet jongkok, saat sholat tepatnya
pada gerakan rukuk. Dari tabel dibawah dapat diketahui bahwa ada
peningkatan aktivitas fungsional yang dilakukan oleh pasien selamamenjalani
terapi dengan skalapenilaianNilai 1= dapat melakukan tanpa bantuan. Nilai 2=
dapat melakukan denganbantuan Nilai 3= tidak dapat melakukan. Berikut ini
adalah contoh table evaluasi kemampuan fungsional. (Yusdiana, 2010)
Tabel 4 evaluasi fungsional aktifitas
AKTIVITAS
Transfer dari lantai 0 1 2 3
kekursi
Transfer dari kursi ke bed 1 2 3 4
Berjalan dalam ruangan 1 2 2 3
Berjalan diluar 1 3 3 3
Berpakaian 0 1 3 4
Mencuci 1 2 3 3
Mandi 0 1 2 3
Menggunakan toilet 1 1 2 2
Control bowel dan blader 1 2 3 4
Berhias 1 3 4 4
Menyikat gigi 1 3 3 3
Menyiapkanminuman the 0 1 2 3
Menggunakan kran 1 3 3 3
Makan 1 2 3 4
1. Pengukuran nyeri di ukur dengan VAS
Prosedur pengukuran nyeridengan VAS berupa garis kosong, posisi
horizontal, lurus sepanjang 100 mm,pasien diintruksikan untuk mengeser
seberapa titik nyeri yang dirasakan.Pengukuran nyeri dilakukan pada awal
penelitian sehari sebelum perlakuandiberikan dan diakhir penelitian sehari
setelah perlakuan selesai. Pengukurandinilai saat pasien diam, gerak dan
ketika ditekan (Parjoto, 2006). Pengukuran nyeri dengan Visual Analouge
Scale (VAS) Parameter yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah Visual
Analouge Scale (VAS) dengan cara menunjukkan suatu titik pada garis skala
nyeri (0-10cm). Satu ujung (0) menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain
(10) menunjukkan nyeri hebat. Besarnya derajat nyeri dinilai dari panjang
garis yang dimulai dari titik nyeri sampai titik yang ditunjuk oleh pasien.
Besarannya adalah satuan milimeter. Pemeriksaan derajat nyeri meliputi
nyeri diam, tekan dan gerak (DP3FT, 2002).
27
9) Kesadaran akan adanya penyimpangan dari nilai normal untuk jangkauan
gerak dan adanya setiap kelemahan sendi atau cacat.
10) Kemampuan untuk mengidentifikasi otot dengan persarafan yang sama,
yang akan memastikan otot komprehensif evaluasi dan interpretasi yang
akurat dari hasil tes (karena kelemahan otot dalam satu myotome sebuah
harus memerlukan pemeriksaan semua).
11) Kemampuan untuk memodifikasi prosedur pengujian bila diperlukan
sementara tidak mengorbankan hasil tes dan pemahaman pengaruh
modifikasi pada terjadi.
12) Pengetahuan tentang efek kelelahan pada hasil tes
13) Pemahaman efek kehilangan sensori pada gerakan.
Tabel 2.2 Standar penilaian MMT (Daniel, 2016)
NILAI KETERANGAN
Kekakuan
1. Morning Stiffnes 0 1 2 3 4
2. Kekakuan sendi dirasakan 0 1 2 3 4
padasore/malam hari
Fungsi Fisik
1. Naik Tangga 0 1 2 3 4
2. Turun Tangga 0 1 2 3 4
3. Berdiri dari duduk 0 1 2 3 4
4. Berdiri
5. Membungkuk ke lantai 0 1 2 3 4
6. Berjalan di permukaan 0 1 2 3 4
datar
7. Masuk/keluar mobil 0 1 2 3 4
29
8. Berbelanja 0 1 2 3 4
9. Memakai kaos kaki 0 1 2 3 4
10. Berbaring di tempat tidur 0 1 2 3 4
11. Melepas kaos kaki 0 1 2 3 4
12. Bangun dari tempat tidur 0 1 2 3 4
13. Masuk/keluar dari kamar 0 1 2 3 4
mandi
0 1 2 3 4
14. Duduk
15. Masuk/keluar dari toilet 0 1 2 3 4
a. Tes Krepitasi
31
b. Test Lachman
1) Cara : lutut pasien ditekuk 20°, dengan satu tangan menggenggam paha
bawah dan yang lain memegang betis bagian atas, permukaan sendi
digeser ke arah depan dan belakang pada satu sama lain.
2) Interpretasi : lutut stabil jika tidak ada gerakan melayang, dalam tes
drawer dan tes lachman perhatikan apakah titik akhir gerakan abnormal
“lunak” atau “keras”.
3) Tujuan : untuk mengetahui adanya kelainan atau ruftur pada lig
Crusiatum anterior.
33
Gambar 2.12 Valgus Test (Tobing, 2015)
4. Teknologi Fisioterapi
1. Ultrasound
Ultrasound (US) merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang
secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-kasus
tertentu termasuk kasus muskuloskeletal. Terapi ultrasound menggunakan
energi gelombang suara dengan frekuensi yang tidak mampu ditangkap oleh
telinga atau pendengaran.Mekanisme peningkatan ROM sendi lutut dengan
US pada osteoartrosis Efek mekanik dari US berupa micromassage
menghantarkan fibrasi pada jaringan sehingga memobilisasi matriks dan
perlekatan atau abnormal cross links yang terjadi pada kapsul ligamen sendi
lutut dapat terurai karena adanya pemisahan serabut-serabut kolagen dan
zat perekat. Efek mekanik pada jaringan menghasilkan efek friksi yang
hangat (thermal) dan stimulus energi mekanik dari US dapat meningkatkan
aktifitas sel, vasodilatasi dari sistem mikrosirkulasi sehingga darah yang
membawa nutrisi semakin banyak didapatkan oleh jaringan yang rusak dan
proses perbaikan jaringan semakin cepat terjadi. Selain itu juga kadar cairan
dan matriks pada jaringan menjadi meningkat dengan begitu efeknya pada
jaringan ikat lebih menjadi elastis dan pada otot diharapkan terjadi
penurunan spasme sehingga ekstensibilitas otot meningkat, gerakan sendi
perbedaan pengaruh pemberian intervensi ultrasound dengan mobilisasi roll
slide fleksi-ekstensi dan ultrasound dengan mobilisasi traksi osilasi akhir
range of motion terhadap peningkatan range of motion pada osteoarthrosis
Lutut.
Mekanisme peningkatan ROM dengan mobilisasi roll slide fleksi
ekstensi pada osteoarthritis lutut pemberian mobilisasi roll slideakan
menstimulasi aktifitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang
membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan
sendi dan fibrokartilago sendi. Gerakan yang berulang-ulang pada mobilisasi
roll slideakan meningkatkan mikrosirkulasi dan cairan yang keluar akan lebih
banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan meningkat dan
jaringan lebih elastis. Selain itu pemberian roll slide yang di dalamnya
terdapat penggabungan unsur gerak translasi dengan gerak fisiologis dari
sendi lutut baik fleksi maupun ekstensi dapat menambah dan
mempertahankan elastisitas dari kapsul, ligamen, juga otot, dimana pada
saat roll slide ke arah fleksi maka kapsul ligamen bagian anterior, posterior,
medial, lateral dan juga mencapai serabut oblique pada jaringan ikat akan
terulur dan otot bagian anterior juga terulur, kemudian meluruskan waving
yang terjadi akibat abnormal cross links pada kapsul ligamen, dan dorongan
pada tibia kearah fleksi dapat menambah ROM fleksi lutut. Begitu juga
sebaliknya pada roll slide ke arah ekstensiakan mengulur kapsul ligamen
dan otot bagian posterior, anterior, medial, lateral dan juga mencapai
serabut oblique pada jaringan ikat akan terulur dan menambah ROM
ekstensi sendi lutut. Mobilisasi traksi osilasi pada akhir ROM mobilisasi
traksi osilasi merupakan pemberian teknik osilasi pada sendi lutut saat
permukaan sendi tibiofemoral joint saling menjauh. Bertujuan untuk
peregangan baik pada otot, ligamen, dan capsul sendi, memobilisasi matrix
pada jaringan ikat dan melepaskan perlekatan akibat fibrosis yang
menghasilkan abnormal cross links atau kolagen waving. Menurut Mc
Laughline gerakan bertambah apabila diberikan regangan pada sendi tiap
batas akhir ROM. Pemberian mobilisasi traksi osilasi pada akhir
pembatasan ROM dapat menghasilkan regangan pada kapsul dan ligamen
sisi yang berlawanan sehingga dapat menambah ekstensibilitas dengan
meluruskan waving kolagen akibat abnormal cross links dan melepaskan
perlekatan sehingga ROM bisa bertambah. (Hayes, 2014).
35
a. Penggunaan :
Pada grade I dan II digunakan pada osteoathritis primer untuk
mengatasi keterbatasan gerak sendi yang dilakukan oleh rasa nyeri.
Gerakan oscillasi dapat menginhibisi persepsi rangsangan nyeri dengan
stimulasi mechano-receptor yang repetitive untuk memblok alur nyeri dari
spinal cord atau pada tingkat brain stem. Gerakan yang tidak disertai
dengan stretch ini membantu gerakan sinovial fluid untuk meningkatkan
suplay nutrisi pada kartilago. Grade III dan IV digunakan pada
osteoarthitis primer disertai dengan stretching. Variasi kecepatan gerakan
oscillasi adalah untuk membedakan efek seperti pada gerakan dengan
amplitudo yang rendah dan kecepatan yang tinggi bertujuan untuk
menginhibisi nyeri atau gerakan dengan kecepatan yang rendah adalah
untuk mengulur jaringan. Mekanisme peningkatan ROM dengan
mobilisasi traksi osilasi akhir ROM pada kondisi osteoartrosis lutut
mobilisasi traksi osilasi dilakukan dengan melakukan tarikan dan osilasi
pada sendi tibiofemoral sehingga permukaan sendi saling menjauh,
dengan begitu jarak sendi yang menyempit pada kondisi osteoartrosis
bisa di perlebar sehingga nyeri akibat penekanan ujung-ujung saraf
sensorik disekitar sendi bisa berkurang. Traksi osilasi dilakukan untuk
menambah ROM sendi lutut dengan efek regangan baik pada otot dan
kapsul ligamen, bertujuan untuk melepaskan perlekatan akibat fibrosis
yang menghasilkan abnormal cross links yaitu dengan pembuatan cidera
baru pada jaringan dan terjadi proses inflamasi yang diharapkan dapat
meleburkan ikatan-ikatan silang kolagen. Traksi osilasi pada pembatasan
akhir ROM menyebabkan terjadinya regangan kapsul ligamen sisi yang
berlawanan sehingga diharapkan dapat menambah ekstensibilitas,
melepaskan abnormal cross links dan menambah ROM sendi lutut juga
mengurangi nyeri.5. Diberikan perlakuan dengan US.
1. Persiapan pasien,
2. sebelum dilakukan terapipasien dijelaskan tujuan dari terapi dan
pastikan alat juga aman digunakan
3. Palpasi bagian lutut mana yang terasa paling sakit,
4. kemudian diukur denganmenggunakan mideline untuk menentukan
waktu terapi
5. Kemudian terlebih dahulu bersihkan lutut pasien yang akan di terapi
menggunakan kapas
6. supaya arus yang digunakan bisa masuk, atur waktu sesuai
perhitungan, ratakangel dengan tranduser kemudian tekan tombol ON
dan naikkan intensitas secara. perlahan. Dosis terapi 3x seminggu
selama 6x perlakuan. (Komariyah. 2012)
Terapi ultrasound sebagai modalitas pengobatan yang telah digunakan
oleh terapis selama 50 tahun terakhir untuk mengobati luka-luka jaringan
lunak. Gelombang ultrasonik (gelombang suara frekuensi tinggi) yang
diproduksi dengan cara getaran mekanis dari transduser dari mesin US.
Transduser ini kemudian bergerak di atas permukaan kulit di daerah
yangcedera. Ketika gelombang suara ini kontak dengan
udara,menyebabkan pemborosan gelombang, sehingga gel khusus
USdiletakkan pada kulit untuk mamaksimalkan kontak antara transduser
dengan permukaan kulit.
b. Thermal Efek
Ketika gelombang ultrasonik lulus dari transuder ke dalam kulit yang
menyebabkan getaran di sekitar jaringan, terutama yang mengandung
kolagen. Getaran yang meningkat ini menyebabkan produksi panas
dalam jaringan. Pada kebanyakan kasus, hal ini tidak dapat dirasakan
oleh pasien sendiri. Peningkatan suhu ini dapat menyebabkan
peningkatan Ekstensibilitas struktur seperti ligamen, tendon, jaringan
parut dan kapsul fibrosa sendi. Selain itu, pemanasan juga dapat
membantu untuk mengurangi rasa sakit dan kejang otot dan
meningkatkan proses penyembuhan.
c. Indikasi US
kondisi peradangan dan traumatik sub akut dan kronik, adanya jaringan
parut (scar tissue) pada kulit, kondisi ketegangan, pemendekan dan
perlengketan jaringan lunak (otot, tendon, ligament). Kondisi inflamasi
kronik ;oedema -> gangguan sirkulasi darah, contoh kasus yg termasuk
37
indikasi Ultrasound : Rheumathoid Arthrosis, Osteoarthrosis Genu, Hernia
Nucleus Pulposus, Low Back Pain.
Kontra indikasi US
jaringan yang lembut (mata, ovarium, testis, otak), jaringan yang baru
sembuh, jaringan/granulasi baru, kehamilan, tanda-tanda keganasan
kanker, infeksi bakteri spesifik.spasme cervical, tennis elbow, frozen
shoulder.
Intensitas terapi
a. Intensitas rendah <0,3 W/cm²
b. intensitas sedang 0,3-1,2 W/cm²
c. intensitas kuat 1,2-3W/cm²
d. untuk efek terapeutik 0,7-3 MHZ
Frekuensi
1) untuk kasus pada kondisi subakut, waktu 3 menit, pengulangan 1x1hari,
sehari 10x
2) Untuk kasus pada kondisi kronik, waktu 5-10 menit, pengulangan 1x1 hari
atau 1x2 hari
Metode
a. Kontak langsung : paling banyak digunakan ; perlu adanya media
coupling (Gel, water oil, pasta analgetik, water). Syarat media coupling
harus steril, tidak terlalu cair, tidak terlalu mudah diserap tubuh, tidak
menimbulkan flek /pekat.
b. Kontak tidak langsung : sub aqual (dalam air) hal ini dilakukan bila regio
yang akan diterapi areanya kecil dan tidak rata permukaannya (trigger
finger, Rheumathoid Arthtritis jari-jari.
a. Teknik Aplikasi
b. Sebelum terapi : lakukan assesment, tes sensibilitas, lokalisasi daerah
terapi, tentukan metode (langsung/tidak langsung), beri penjelasan
kepada pasien : “ bapak / ibu saya akan memberikan terapi Ultrasound
nanti rasanya seperti dipijat dan sedikit hangat gunanya untuk
memperbaiki jaringan yg rusak sehingga akan mengurangi nyeri” .
c. Persiapan alat : cek kabel dan alat.
1. Persiapan pasien
2. Penatalaksanaan
a. Berikan gel pada daerah yang akan diterapi
b. Ratakan gel dgn tranduser, nyalakan alat
c. Timer ditentukan dari = luas area dibagi dengan luas ERA
d. Intensitas ditentukan oleh aktifitas patologi :
e. aktivitas tinggi : dosis rendah (1-1,5 W/cm²)
f. aktivitas sedang : dosis sedang (1,5-2 W/cm²)
g. aktivitas rendah : dosis tinggi (2-3 W/cm²)
h. Intensitas/durasi : pada kondisi akut arus intermiten dan pada kondisi
kronik arus continuous
39
a) Latihan tidak boleh dilakukan bila latihan tersebut mengganggu proses
penyembuhan.
b) Latihan harus di monitor dengan ketat kepada pasien dengan
gangguan jantung.
c) Bila pasien merasakan nyeri yang sangat berat hentikan latihan
tersebut.
4) Efek fisiologi dan terapeutik dari terapi latihan antara lain :
a) Membantu mengurangi pembengkakan pada fase kronis.
b) Mengurangi persepsi nyeri melalui mekanisme penghambat
rangsangan nyeri.
c) Meningkatkan rilexasi otot sehingga mengurangi nyeri.
d) Meningkatkan jangkauan gerak, kekakuan, koordinasi, keseimbangan
dan fungsi otot.
e) Mengurangi atau menghilangkan ketegangan saraf dan mengurangi
rasa sakit.
Jenis terapi latihan yang di gunakan pada karya tulis ilmiah ini adalah :
a. Free aktif movement
Free aktif movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan
oleh adanya kekuatan otot dari dan anggota tubuh itu sendiri tanpa
bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan tahan
gaya gravitasi. Latihan pada sendi lutut ini dikerjakan dengan posisi tidur
tengkurap atau duduk di tepi bed dengan pasien disuruh menggerakkan
fleksi ekstensi sampai batas nyeri atau lingkup gerak sendi penuh. Yang
penting tidak dikerjakan dengan posisi menumpu berat badan penuh
karena dapat memperberat kerusakan terjadinya kerusakan sendirinya,
diulangi 8 kali.
a) Persiapan tempat Terapis meyiapkan bed bersih dan nyamanuntuk
pasien.
b) Persiapan pasien Posisi pasien tidur terlentang dengan lutut ditekuk.
c) Pelaksanaan Pasien disuruh menggeserkan tumit kembali dengan
menekuk lutut yang terkena sejauh yang pasien bisa. Kemudian
menghubungkan kaki pasien yang lain di sekitar pergelangan kaki pasien
untuk membantu menarik tumit pasien lebih jauh kembali, ulangi 8 kali
dan beralih kaki yang satunya ulangi 8 kali dan beralih kaki yang satunya
kaki yang satunya
a) Persiapan tempat Terapis meyiapkan bed bersih dan nyamanuntuk
pasien.
b) Persiapan pasien Posisi pasien tidur terlentang dengan lutut ditekuk.
c) Pelaksanaan Pasien disuruh menggeserkan tumit kembali dengan
menekuk lutut yang terkena sejauh yang pasien bisa. Kemudian
menghubungkan kaki pasien yang lain di sekitar pergelangan kaki pasien
untuk membantu menarik tumit pasien lebih jauh kembali, ulangi 8 kali
dan beralih kaki yang satunya ulangi 8 kali dan beralih kaki yang satunya
kaki yang satunya
Gambar 2.15 Free Aktif Movementz44
(Kisner and Colb, 2012).
41
pasien menahan selama 6 detik dan di ulangi selama 8 kali pengulangan,
beralih dengan kaki yang di sebelahnya.
A. Pengkajian Fisioterapi
Sebelum melakukan tindakan terapi, fisioterapis perlu melakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan data pasien yang
akan digunakan untuk mendapatkan diagnosis dan pedoman dalam pelaksanaan
terapi tentang keluhan yang dialami pasien. pemeriksaan pada kondisi
Osteoarthritis Genu Bilateral yang diperlukan meliputi :
1. Anamnesis
Anamnesis yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini adalah Autoanamnesis
karena pasien bisa melakukan tanya jawab secara langsung, anamnesis yang
didapat dari data yang diperoleh seperti :
a. Identitas pasien
Data identitas pasien yang diperoleh berupa nama, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan dan alamat pasien. Diperoleh data sebagai berikut :`
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : guru atau pengajar
Alamat : Jl.Rarajonggran gan 17 no.06 Rt.05 Rw 10 manyaran
semarang
b. Pemeriksaan didapatkan pasien melakukan X-Ray dengan hasil data
sebagai berikut:
c. Keluhan utama :
Dari hasil anamnesis di dapatkan pasien merasakan nyeri dan kekakuan
pada kedua lututnya saat pagi hari.
d. Riwayat penyakit sekarang :
39
43
menyarankan untuk dirujukan ke poli fisioterapi untuk diberikan tindakan lanjut.
Pasien merasakan nyeri tersebut timbul lebih berat pada saat berdiri lama,
jongkok, naik turun tangga. Dan nyeri tersebut berkurang pasien melakukan
aktivitas yang tidak begitu berat dapat memprovokasikan nyeri tersebut.
Sebelumnya pasien belum pernah berobat kemana-mana.
e. Riwayat penyakit dahulu :
Dalam pemeriksaan kepada Tn. Dj didapatkan hasil bahwa paseien tidak
memiliki riwayat trauma.
f. Riwayat penyakit pribadi :
Pasien adalah seseorang pengajar sekolah menengah pertama selalu
bekerja dengan aktivitas kesehariannya adalah memberikan tambahan les privat
pada anak-anak didiknya dan sekaligus bapak yang bertanggun jawab
memberikan serta memberikan ilmu di anak smpnya
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan fisik adalah pemeriksaan awal yang dilakukan oleh
fisioterapi kepada pasien, yang meliputi :
a. Tanda-tanda vital
Pemeriksaan vital sign bagi fisioterapi hanya sebagai dasar untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Dari pemeriksaan ini didapatkan hasil :
1) Tekanan Darah : 130/80 mmHg
2) Denyut Nadi : 86x/menit
3) Pernafasan : 56x/menit
4) Temperatur : 30oC
5) Tingggi Badan : 167 Cm
6) Berat Badan : 60 Kg
b. Inspeksi
Ada dua macam inspeksi yaitu inspeksi statis dimana pasien dalam
keadaan diam dan inspeksi dinamis dimana pasien dalam keadaan bergerak.
Dalam kondisi ini didapatkan hasil :
1) Statis
a) Pasien tampak menahan nyeri pada kedua lutut.
2) Dinamis
a) Pasien berjalan tidak menggunakan alat bantu.
b) Pada saat pasien jongkok ke berdiri pasien kesulitan.
3) Palpasi
a) Adanya nyeri tekan pada kedua lutut tepatnya pada epicondylus
lateralis
b) Suhu lokal daerah kanan maupun kiri relatif sama
40
d. Tes reflek
Pada kasus osteoarthritis genu bilateral disini menggunakan hammer
tepatnya di tendon pattela dan didapatkan hasil Normal.
e. Gerak dasar
1) Gerak aktif
Hasil yang didapatkan yaitu pasien dapat menggerakkan ke dua kneenya
ke arah Fleksi dan ekstensi knee tidak full ROM dan nyeri di akhir gerakan.
2) Gerak pasif
Hasil yang didapatkan yaitu pasien saat digerakkan secara pasif ke arah
fleksi dan ekstensi knee tidak full ROM dan pada saat Fleksi knee dekstra
maupun sinistra ada nyeri dan Empty end feel sedangkan ekstensi knee genu
bilateral full ROM , ada nyeri dan Hard end feel.
3) Gerak aktif melawan tahanan
Hasil yang didapat yaitu pasien mampu bergerak aktif ke arah fleksi dan
ekstensi knee melawan tahanan sedang, ada nyeri dan sedikit full ROM.
f. Intra personal
Dalam hasil pemeriksaan ini didapatkan hasil pasien mempunyai
semangat yang tinggi dan motivasi yang besar untuk sembuh.
g. Fungsional dasar
Dalam pemeriksaan ini didapatkan hasil pasien mampu melakukan
gerakan aktif pada lutut (Fleksi dan ekstensi knee)tidak full ROM karena adanya
nyeri.
h. Fungsional aktivitas
Fungsional aktivitas pada pasien osteoarthritis ini adalah: Body function
and body structure adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada keduanya lutut
tepatnya di epicondylus lateralis, Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi pada
gerakan fleksi knee bilateral, Activities pasien mengalami kesulitan dalam
melakukan aktivitas jongkok ke berdiri berjalan jauh naik turun tangga, tidak
mampu berdiri terlalu lama pada saat mengajar, penggunaan toilet jongkok,
Participation pasien dapat bersosialisasi dengan baik dilingkungan masyarakat
namun pasien tidak mampu melakukan berjalan jauh, naik turun tangga,
menggunakan toilet jongkok.
i. Lingkungan aktivitas
Lingkungan aktivitas yaitu suaatu kondisi dan keadaan disekitar pasien
yang dapat membantu atau menyulitkan dalam kesembuhan pasien. untuk ini
lingkungan dan poli fisioterapi mendukung dalam proses kesembuhan pasien.
Kegiatan di lingkungan seperti melakukan kerja bakti warga di
lingkungan,melakukan pengajian dan sholat berjamaah di area masjid,
penggunaan celana dan pemakaian toilet jongkok atau duduk belum bisa
mengikuti atau menggunakan toilet jongkok
3. Pemeriksaan spesifik
a. Pemeriksaan sistemik khusus
Pada pemeriksaan sistemik khusus dilakukan sebaagai tindak lanjut dari
pemeriksaan sebelumnya yang memerlukan keakurasian data. Pemeriksaannya
adalah :
1) Kripitasi : (+)
2) Lachman : (-)
3) Drawer : (-)
4) Ballotement : (-)
5) Valgus : (-)
6) Varus : (+)
b. Pengukuran khusus
Gambar 3.1 Gambaran pengukuran Nyeri menggunakan skala VAS
Gambar 3.2 Gambaran pengukuran Nyeri diam dengan skala VAS (Dok. Pribadi.
2019)
Nyeri diam :0
3
Nyeri Tekan : 3
Gambar 3.3 Gambaran pengukuran Nyeri tekan dengan skala VAS (Dok. Pribadi.
2019)
6
Nyeri Gerak : 6
Gambar 3.4 Gambar Nyeri gerak dengan skala VAS (Dok. Pribadi. 2019)
2) Lingkup gerak sendi menggunakan goneometri
Tabel 3.1
Pengukuran LGS aktif Knee (Dok. Pribadi. 2019)
Bidang gerak Dekstra Sinistra
o o o
Sagital 0 -0 -90 0o-0o-90o
Tabel 3.2
Pengukuran LGS Pasif Knee (Dok. Pribadi. 2019)
Bidang gerak Dekstra Sinistra
o o o
Sagittal 0 -0 -120 0o-0o-120o
Flexi Hamstring 2 2 4 4 4
Knee Biceps femoris 2 2 4 4 4
Semimbranosus 2 2 4 4 4
Semitendinosus 2 2 4 4 4
Gastrocnemicus 2 2 4 4 4
Polipetus 2 2 4 4 4
Gracilis 2 2 4 4 4
Iliocostalis 2 2 4 4 4
Lumborum 2 2 4 4 4
Extensi M quadricpes 2 2 4 4 4
femoris
Rectus femoris 2 2 4 4 4
Vastus medialis 2 2 4 4 4
Vastus laferalis 2 3 4 4 4
Vastus 2 2 4 4 4
intermedius
3) Pemeriksaan aktivitas fungsi dengan Wastern Ontario and Mc. Master
Universities Arthritis
Subskala Nilai
nyeri
1.Berjalan dan Naik 2
Tangga
2. Istirahat 3
3. Malam Hari 2
4. Menumpu 2
Kekakuan
5. Morning Stiffnes 0
6. Kekakuansendi 1
dirasakan pada
sore/malam hari
Fungsi Fisik
7. Naik Tangga 3
8. Turun Tangga 2
9. Berdiri dari duduk 0
10. Berdiri 0
11. Membungkuk ke 1
lantai
12. Berjalan di 2
permukaan datar
13. Masuk/keluar mobil 2
14. Berbelanja 0
15. Memakai kaos kaki 0
16. Berbaring di tempat 1
tidur
17. Melepas kaos kaki 0
18. Bangun dari 2
tempat tidur
19. Masuk/keluar dari 2
kamar mandi
20. Duduk 0
21. Masuk/keluar dari 0
toilet
22. melakukan pekerjaan 4
berat
23. melakukan pekerjaan 2
ringan
Jumlah 31
Flexi Hamstring 2 2 4 4 4
Biceps femoris 2 2 4 4 4
Semimbranosus 2 2 4 4 4
Semitendinosus 2 2 4 4 4
Gastrocnemicus 2 2 4 4 4
Polipetus 2 2 4 4 4
Knee Gracilis 2 2 4 4 4
Iliocostalis 2 2 4 4 4
Lumborum 2 2 4 4 4
Extensi M 2 2 4 4 4
quadricpes
femoris
Rectus femoris 2 2 4 4 4
Vastus medialis 2 2 4 4 4
Vastus laferalis 2 2 4 4 4
Vastus 2 2 4 4 4
intermediu
s
Tabel 3.10
Evaluasi pengukuran aktifitas fungsional dengan WOMAC (Dok. Pribadi. 2017)
Subskala T T T T T5
1 2 3 4
Nyeri
1. Berjalan 3 3 3 2 2
2. Naik Tangga 3 3 3 3 2
3. Istirahat 0 0 0 0 0
4. Malam Hari 0 0 0 0 0
5. Menumpu 3 3 3 3 2
Kekakuan
1. Morning Stiffnes 3 3 3 3 3
2. Kekakuan sendi 0 0 0 0 0
dirasakan
pada sore/malam
hari
Fungsi Fisik
1. Naik Tangga 3 3 3 3 2
2. Turun Tangga 1 1 1 1 1
3. Berdiri dari 3 3 3 3 2
duduk
4. Berdiri 2 2 2 2 0
5. Membungkuk ke 1 1 1 1 0
lantai
6. Berjalan di 1 1 1 1 0
permukaan datar
7. Masuk/keluar 0 0 0 0 0
mobil
8. Berbelanja 1 1 1 0 0
9. Memakai kaos 0 0 0 0 0
kaki
10. Berbaring di 0 0 0 0 0
tempat tidur
11. Melepas kaos 0 0 0 0 0
kaki
12. Bangun dari 1 1 1 0 0
tempat tidur
13. Masuk/keluar 0 0 0 0 0
dari kamar
Mandi
14. Duduk 1 1 1 1 0
15. Masuk/keluar 0 0 0 0 0
dari toilet
16. Melakukan 4 4 4 4 4
pekerjaan berat
17. Melakukan 2 2 2 2 2
pekerjaan
ringan
T1 = 32 / 96 % = 33,3 % Ketergantungan sedang
T2 = 32 / 96 % = 33,3 % Ketergantungan sedang
T3 = 32 / 96 % = 33,3 % Ketergantungan sedang
T4 = 28 / 96 % = 29 % Baik
T5 =18 / 96 % = 19 % Baik
G. Hasil Terapi Akhir
Setelah dilakukan terapi selama 5 kali pada pasien yang bernama
TN.JK dengan diagnosa Osteoarthritis Genu Bilateral menggunakan
modalitas ultrasound dan terapi latihan dengan free aktif movement dan
aktif asisted movement didapatkan hasil sebagai berikut :
1) Adanya penambahan kekuatan otot pada gerakan fleksi dan
extensi knee bilateral
2) Adanya penurunan rasa nyeri tekan dan gerakan pada knee
bilateral
3) Adanya peningkatan ROM pada gerakan fleksi knee bilateral
4) Adanya peningkatan fungsional aktivitas fungsional pasien
BAB IV
PEMBAHASA
N
A. PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai pengaruh ultrasoun
dan Terapi Latihan dengan teknik Free aktif movement, dan Resisted aktif
movement kepada Tn. DJ umur 62 tahun dengan diagnosa Osteoarthritis Genu
Bilateral yang menimbulkan problematika Nyeri di bagian otot-otot epicondylus
lateral dan epicondylus medial, penurunan kekuatan otot-otot pada m.
Quadriceps femoris. Terdapat gerak, dan tekan yang berlebih, potensial
terjadinya penurunan kekuatan otot dan keterbatasan LGS pada Knee Joint,
serta gangguan aktivitas fungsional.
Setelah dilakukan terapi selama 5 kali terhadap pasien didapatkan hasil :
Nyeri Menurun, LGS,Kekuatan Otot terpelihara, serta Kemampuan Aktivitas
fungsional meningkat. Analisa dan pembahasan sebagai berikut :
1. Penurunan Nyeri
Adanya hasil dari penurunan nyeri dengan menggunakan Visual
Analouge Scale (VAS) adalah sebagai berikut:
Nyeri T1 T2 T3 T4 T5
Nyeri Diam 0 0 0 0 0
Nyeri Gerak 3 6 6 2 2
Nyeri Tekan 3 3 2 2 2
Tabel 4.1 Evaluasi nyeri menggunakan Visual Analouge Scale (VAS)
(Dokumentasi Pribadi, 2019)
Dari table 4.1 di atas menunjukan adanya penurunan derajat nyeri
dengan melihat hasil dari pemeriksaan menggunakan nilai standar VAS pada
nyeri tekan dan nyeri gerak yang di rasakan pasien. Dari Ft1 bernilai nyeri tekan
(3) dan nyeri gerak (3) sampai Ft5 bernilai nyeri gerak (2) dan nyeri tekan (2)
masih dapat di rasakan pada pasien walau pun adanya sedikit penurunan,
sedangkan pada Nyeri gerak dari Ft1 bernilai nyeri gerak (3) dan nyeri tekan (3)
sampai Ft2 bernilai nyeri gerak (6) dan nyeri tekan (3) masih terdapat adanya
nyeri, tetapi setelah Ft3 bernilai nyeri gerak (2) dan nyeri tekan (2) sampai Ft5
bernilai nyeri gerak (2) yang dirasakan pasien sudah berkurang.
Menurut pranatha (2011) Nyeri pada osteoarthritis sendi lutut disebabkan
terjepitnya atau iritasi pada ujung syaraf nosiceptor karena distriksi progresif
kartilago dan bentukan osteofit pada tepi sendi. Kedua proses ini belum jelas
hubungannya, namun perubahan
52
primer dan artikuler kartilago dan perubahan kimia akan berakibat
menurunnya proteoglican pada jaringan kolagen. Proteoglican diketahui sebagai
elemen pengikat kolagen satu sama lain sehingga penurunan proteoglican akan
menurunkan kemampuan elastisitas jaringan dan penurunan daya tahan
jaringan terhadap tekanan (Kuntono, 2011). Sehingga pada penderita
osteoarthritis genu mengalami gangguan nyeri tekan dan gerak yang
mengakibatkan mekanisme gerak sendi terhambat dan keterbatasan fungsional
saat berjalan, berdiri dan duduk. Penderitan pun akan mengalami kesulitan
melakukan activity daily living.
Tujuan dan efek Ultrasound (US) merupakan salah satu modalitas
fisioterapi yang secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada
kasus-kasus tertentu termasuk kasus muskuloskeletal. Terapi ultrasound
menggunakan energi gelombang suara dengan frekuensi yang tidak mampu
ditangkap oleh telinga atau pendengaran.Mekanisme peningkatan ROM sendi
lutut dengan US pada osteoartrosis Efek mekanik dari US berupa micromassage
menghantarkan fibrasi pada jaringan sehingga memobilisasi matriks dan
perlekatan atau abnormal cross links yang terjadi pada kapsul ligamen sendi lutut
dapat terurai karena adanya pemisahan serabut-serabut kolagen dan zat
perekat. Efek mekanik pada jaringan menghasilkan efek friksi yang hangat
(thermal) dan stimulus energi mekanik dari US dapat meningkatkan aktifitas sel,
vasodilatasi dari sistem mikrosirkulasi sehingga darah yang membawa nutrisi
semakin banyak didapatkan oleh jaringan yang rusak dan proses perbaikan
jaringan semakin cepat terjadi. Selain itu juga kadar cairan dan matriks pada
jaringan menjadi meningkat dengan begitu efeknya pada jaringan ikat lebih
menjadi elastis dan pada otot diharapkan terjadi penurunan spasme sehingga
ekstensibilitas otot meningkat, gerakan sendi perbedaan pengaruh pemberian
intervensi ultrasound dengan mobilisasi roll slide fleksi-ekstensi dan ultrasound
dengan mobilisasi traksi osilasi akhir range of motion terhadap peningkatan
range of motion pada osteoarthrosis Lutut.
Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita
OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena cenderung aman dan dapat
ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol /
opiat seperti coproxamol bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu.
Tetapi jika dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya dihindari.
Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri penderita
OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja
53
dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi.
Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada
lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi).
OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2,
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal,
retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif
akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan
penggunaan OAINS yang tradisional. Maharani (2007)
2.Pengukuran kekuatan otot dengan MMT
Tabel 4.2 Pemeriksaan Kekuatan Otot
(Dokumentasi Pribadi,2019 )
Grup Gerakan Nama otot T1 T2 T3 T4 T5
otot Hamstring 2 2 4 4 4
Biceps 2 2 4 4 4
femoris
Semimbran 2 2 4 4 4
osus
Semitendin 2 2 4 4 4
osus
Flexi Gastrocne 2 2 4 4 4
micus
Polipetus 2 2 4 4 4
Gracilis 2 2 4 4 4
Iliocostalis 2 2 4 4 4
Lumborum 2 2 4 4 4
Knee M 2 2 4 4 4
quadricpe
s femoris
Rectus 2 2 4 4 4
femoris
Extensi Vastus 2 2 4 4 4
medialis
Vastus 2 3 4 4 4
laferalis
Vastus 2 2 4 4 4
intermedius
Dari table 4,2 di atas menunjukan adanya peningkatan otot-otot pada M
quadricpes femoris bernilai 2 menjadi bernilai 4,sedangkan otot-otot Biceps
femoris bernilai 2 menjadi bernilai 4. Penulis menggunakan metode terapi
latihan dengan Terapi Latihan dengan teknik Free aktif movement, dan Resisted
aktif movement selama 5 kali pertemuan yang menunjukan bahwa otot-otot
tersebut meningkat atau menunjukan peningkatan selama terapi dan
berkontraksi.
3.Peningkatan LGS
Hasil dari Peningkatan Lingkup Gerak Sendi dengan menggunakan
Subskala T1 T2 T3 T T
4 5
Nyer
i
1. Berjalan 3 3 3 2 2
2. Naik Tangga 3 3 3 3 2
3. Istirahat 0 0 0 0 0
4. Malam Hari 0 0 0 0 0
5. Menumpu 3 3 3 3 2
Kekakuan
1. Morning Stiffnes 3 3 3 3 3
2. Kekakuan sendi 0 0 0 0 0
dirasakan
pada sore/malam hari
Fungsi Fisik
1. Naik Tangga 3 3 3 3 2
2. Turun Tangga 1 1 1 1 1
3. Berdiri dari duduk 3 3 3 3 2
4. Berdiri 2 2 2 2 0
5. Membungkuk ke lantai 1 1 1 1 0
6. Berjalan di permukaan 1 1 1 1 0
datar
7. Masuk/keluar mobil 0 0 0 0 0
8. Berbelanja 1 1 1 0 0
9. Memakai kaos kaki 0 0 0 0 0
58
1. Pasien
a. Hendaknya pasien mau bekerjasama dengan terapis agar hasil yang
didapatkan saat terapi maksimal.
b. Pada saat pasien melakukan aktivitasnya dan merasakan nyeri maka
pasien di sarankan untuk istrilahat.
c. Pasien di sarankan untuk mengurangi aktivitas yang memperburuk
keadaan pasien.
d. Pasien di sarankan untuk menurunkan berat badannya atau diet.
2. Keluarga
a. Memberi motivasi dan dukungan kepada pasien agar mempunyai
semangat untuk melakukan latihan.
b. Keluarga sebaiknya ikut berperan adalam pengawasan segala
aktivitas dan kegiatan yang dilakukan pasien agar tidak bertambah
akit saat beraktivitas.
3. Masyarakat
a. Menyarankan kepada masyarakat apabila mengalami suatu trauma
baik yang menimbulkan gangguan maupun tidak, secepatnya untuk
memeriksakannya ke dokter atau rumah sakit. Hal ini untuk
mengetahui adanya kelainan sejak dini sehingga hal itu dapat
dicegagar tidak bertambah parah.
b. b.Membiasakan berpola hidup sehat.
4. Kekurangan dan Hambatan
a. Jadwal fisioterapi dengan pasien tidak teratur sehingga menyebabkan
perolehan hasil yang kurang valid. Karena hasil yang didapatkan
belum tentu murni dari hasil fisioterapi.
59
DAFTAR PUSTAKA