Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.3 Tujuan.....................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
KAJIAN TEORI....................................................................................................4
2.1 Definisi Dissociative Identity Disorder (DID)......................................4
2.2 Kriteria Diagnostik Dissociative Identity Disorder (DID)..................4
2.3 Gejala.......................................................................................................5
2.4 Penyebab Dissociative Identity Disorder.............................................7
2.5 Prevalensi...............................................................................................8
2.6 Intervensi Pada Dissociative Identity Disorder.................................9
BAB III..................................................................................................................10
3.1 Analisa Kasus........................................................................................10
BAB IV..................................................................................................................13
Kesimpulan dan Saran........................................................................................13
4.1 Kesimpulan...........................................................................................13
4.2 Saran......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepribadian pada umumnya merupakan jati diri seseorang dengan sifat
yang khas yang membedakan diri seseorang dengan yang lainnya. Bagaimana
dengan dissociative identity disorder (DID)/kepribadian ganda? individu yang
memiliki gangguan ini mempunyai banyak tingkah laku yang khas, reaksi
disosiatif ini biasanya memiliki stressor penyebab yang jelas dan penderita
memunculkan dua atau lebih sistem kepribadian. Setiap kepribadian memiliki
proses berpikir dan perkembangan yang berbeda, unik dan relatif stabil.
Perubahan kepribadian dapat terjadi dalam jangka waktu yang berbeda-beda
walau lazimnya hanya sesaat. Misalnya, jenis kelamin yang berbeda atau
nama yang berbeda.

dissociative identity disorder dapat disebabkan oleh peristiwa traumatik


yang dialami oleh seseorang pada usia kanak-kanak. Trauma itu bisa
disebabkan oleh kekerasan fisik atau seksual yang parah (abuse). kekerasan ini
menyebabkan terpisahnya dan terbentuknya alter sebagai pelarian dari trauma.
Akibat gangguan kepribadian ini, individu yang mengalami kepribadian ganda
sering kali mengalami gangguan relasi dengan orang di sekitarnya.

Salah satu contoh gangguan ini adalah kasus yang dialami oleh Jessica
Mayer. Wanita berkewarganegaraan Wales berusia 25 tahun, memiliki kondisi
yang dikenal sebagai Dissociative Identity Disorder (DID) dan menyebut
kepribadian lainnya sebagai 'alter'.

Jess berbagi hidupnya dengan empat orang lain, 'alter'nya, yang hidup di
dalam pikiran dan tubuhnya—lima identitas berbeda yang hidup di dalam
dirinya. Jess dan kepribadiannya yang lain layaknya seperti sebuah keluarga,
mereka semua memiliki hubungan satu sama lain dengan apa yang mereka
sebut sebagai 'inner world'. Semua identitas lainnya adalah laki-laki. Ada Jake,

2
pop-star/aktor Hollywood berusia 25 tahun; Jamie, seorang dokter berusia 27
tahun; Ollie, anak sekolah berusia 14 tahun; dan Ed, seorang penata rambut
punk-rock berusia 29 tahun.

Tujuan dari penulisan ini untuk mengeksplorasi kasusnya secara


mendalam serta memberikan informasi kepada pembaca mengenai
dissociative identity disorder.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Dissociative Identity Disorder?


2. Apa saja gejala dan penyebab Dissociative Identity Disorder?
3. Apa saja kriteria diagnostik pada Dissociative Identity Disorder?
4. Apa intervensi yang dilakukan pada individu yang mengalami
Dissociative Identity Disorder?
5. Bagaimana Penggambaran Dissociative Identity Disorder pada kasus
yang dialami oleh Jessica Mayer?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Dissociative Identity Disorder.
2. Untuk mengetahui gejala dan penyebab Dissociative Identity Disorder.
3. Untuk mengetahui kriteria diagnostik pada Dissociative Identity Disorder.
4. Untuk mengetahui Intervensi apa yang dilakukan pada individu yang
mengalami Dissociative Identity Disorder.
5. Untuk menjelaskan penggambaran Dissociative Identity Disorder pada
kasus yang dialami oleh Jessica Mayer.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Dissociative Identity Disorder (DID)

Dissociative Identity Disorder (DID) adalah kondisi dimana kepribadian


seseorang terbagi menjadi dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Salah satu
kepribadian dapat mengambil alih kepribadian utama dalam suatu individu.
Penderita biasanya menyatakan mengalami kehilangan memori ketika
kepribadian lainnya mengambil alih. Kondisi ini termasuk sebuah kondisi
yang langka, dimana seorang penderita biasanya merupakan korban kekerasan
baik berupa fisik dan seksual terutama pada masa kanak – kanak.

Individu yang memiliki kepribadian ganda mempunyai banyak tingkah


laku yang khas, reaksi disosiatif ini biasanya memiliki stressor penyebab yang
jelas dan penderita memunculkan dua atau lebih kepribadian. Setiap
kepribadian memiliki proses berpikir dan perkembangan yang berbeda, unik
dan relatif stabil. Perubahan kepribadian dapat terjadi dalam jangka waktu
yang berbeda-beda walau lazimnya hanya sesaat. Misalnya, jenis kelamin
yang berbeda atau nama yang berbeda. Orang yang memiliki kepribadian
ganda kadang tidak menyadari bahwa dirinya memilik gangguan ini.

2.2 Kriteria Diagnostik Dissociative Identity Disorder (DID)


Menurut DSM-IV-TR, Dissociative Identity Disorder (DID) dapat
ditegakkan bila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang
terpisah, atau berubah dan berbeda dalam keberadaan, perasaan, dan tindakan
yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta
memegang kendali pada waktu yang berbeda. Umumnya terdapat dua hingga
empat kepribadian pada saat diagnosis ditegakkan, namun selama
berlangsungnya terapi seringkali muncul beberapa kepribadian baru.

4
Kriteria DSM-IV-TR untuk Dissociative Identity Disorder:

1. Terdapat dua atau lebih identitas atau kesadaran yang berbeda di


dalam diri orang tersebut. (Dengan pola persepsinya masing-
masing, paham, serta pikiran tentang lingkungan dan dirinya)
2. Kepribadian-kepribadian ini secara berulang mengambil alih
perilaku orang tersebut (Switching).
3. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang
berkenaan dengan dirinya.
4. Gangguan-gangguan yang terjadi ini tidak terjadi karena efek
psikologis dari substansi seperti alkohol atau obat-obatan atau
karena kondisi medis seperti demam. Catatan: Pada anak-anak,
gejalanya tidak disebabkan teman bermain khayalan atau teman
bermain fantasi lainnya.

2.3 Gejala
Gejala utama dalam Dissociative Identity Disorder adalah hadirnya
kepribadian lain yang berbeda, disebut sebagai 'alter'. Alter tersebut dapat
mengambil banyak bentuk dan melakukan banyak fungsi. Alter anak-anak
merupakan jenis alter yang paling umum. Alter yang bertingkah layaknya anak
kecil, yang tidak bertambah usia sebagaimana usia asli individunya. Trauma masa
kanak-kanak sering dikaitkan dengan perkembangan DID. Alter anak-anak
biasanya dibuat selama pengalaman traumatis untuk mengambil peran korban
dalam trauma, sedangkan kepribadian yang sebenarnya melarikan diri menuju
perlindungan alam bawah sadar. Selain alter anak-anak, individu yang mengalami
DID bisa menciptakan suatu alter dapat dibuat layaknya seperti 'kakak' untuk
melindungi kepribadian yang sebenarnya dari trauma.

Jenis alter lainnya adalah persecutor personality. Alter ini menimbulkan


rasa sakit pada kepribadian lain dengan melakukan perilaku menyiksa diri, seperti
upaya self-cutting atau membakar diri sendiri dan percobaan bunuh diri (Coons &
Milstein, 1990; Ross et al., 1989). Persecutor alter dapat terlibat dalam perilaku
yang membahayakan, misalnya seperti menelan banyak obat agar overdosis atau

5
lompat di depan truk dan kemudian “kembali ke dalam,” agar kepribadian yang
sebenarnya mengalami rasa sakit. Persecutor percaya bahwa mereka dapat
membahayakan kepribadian lain tanpa melukai diri mereka sendiri.

Namun, jenis alter lainnya adalah pelindung, atau penolong,


kepribadian. Fungsi kepribadian ini adalah untuk menawarkan saran kepada
kepribadian lain atau melakukan fungsi tidak dapat dilakukan oleh kepribadian
yang sebenarnya seperti terlibat dalam hubungan seksual atau bersembunyi dari
orang tua yang penyiksa. Kepribadian penolong kadang-kadang mengontrol
peralihan dari satu kepribadian ke kepribadian lain atau bertindak sebagai
pengamat pasif yang dapat melaporkan pemikiran dan perhatian semua
kepribadian lainnya (Ross, 1989).

Orang dengan gangguan ini biasanya mengklaim memiliki periode


amnesia yang signifikan. Mereka terkadang tidak mengingat apapun sama sekali
untuk beberapa periode ketika kepribadian lain terkendali atau memiliki amnesia
satu arah antara kepribadian tertentu. Dalam kasus ini, satu kepribadian menyadari
apa yang lainnya, namun kepribadian kedua benar-benar amnesik selama periode
ketika kepribadian pertama dalam pengendalian.

Perilaku self-destructive umum terjadi pada orang-orang yang


mengalami dissociative identity disorder, biasanya hal inilah alasan mengapa
mereka mencari dan membutuhkan sebuah treatment (Ross, 1999). Perilaku ini
misalnya seperti, luka bakar yang diakibatkan oleh diri sendiri atau cedera
lainnya, sayatan pada pergelangan tangan, dan overdosis. Sekitar tiga perempat
pasien dengan DID memiliki riwayat percobaan bunuh diri, dan lebih dari 90
persen melaporkan pikiran bunuh diri berulang-ulang. (Ross, 1997).

Seperti orang dewasa, anak-anak yang didiagnosis dengan DID


menunjukkan sejumlah masalah perilaku dan emosional (Putnam, 1991). Prestasi
mereka di sekolah mungkin tidak menentu, terkadang sangat baik dan terkadang
sangat buruk. Mereka rentan terhadap perilaku antisosial, seperti mencuri,
membakar, dan agresi. Mereka dapat melakukan hubungan seksual dan

6
penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang pada usia dini. Mereka
cenderung menunjukkan banyak gejala post traumatic stress disorder (PTSD),
termasuk kewaspadaan tinggi, kilas balik ke trauma yang telah mereka alami,
mimpi buruk yang traumatis, dan respons mengejutkan yang berlebihan. Emosi
mereka tidak stabil, berganti-ganti di antara ledakan kemarahan, kesedihan yang
mendalam, dan kecemasan parah. Sebagian besar anak-anak dan banyak orang
dewasa dengan DID melaporkan suara-suara di dalam kepala mereka. Beberapa
melaporkan secara sadar bahwa tindakan atau kata-katanya dikendalikan oleh
orang lain

2.4 Penyebab Dissociative Identity Disorder


Ahli teori yang mempelajari DID melihatnya sebagai hasil dari coping
mechanism yang digunakan oleh orang-orang yang dihadapkan dengan trauma
yang tidak dapat ditoleransi, sebagian besar kekerasan seksual dan / atau fisik
masa kanak-kanak (Bliss, 1986; Kluft, 1987; Putnam, Zahn, & Post, 1990).
Sebagian besar penelitian menemukan bahwa orang yang didiagnosis dengan
gangguan ini dilaporkan telah menjadi korban pelecehan seksual atau fisik selama
masa kanak-kanak. (Coons, 1994; Dell & Eisenhower, 1990; Hornstein &
Putnam, 1992) dan, bahwa pengalaman disosiatif biasanya dilaporkan oleh para
penyintas pelecehan seksual anak (Butzel et al., 2000; Kisiel & Lyons, 2001).

Orang-orang yang mengembangkan DID cenderung sangat mudah untuk


dipengaruhi, mudah dihipnotis dan dapat menggunakan self-hypnosis untuk
memisahkan dan melarikan diri dari trauma mereka. (Kihlstrom, Glisky, &
Angiulo, 1994). Mereka dapat menciptakan kepribadian alternatif untuk
membantu mereka mengatasi trauma mereka, seperti halnya seorang anak dapat
menciptakan teman bermain khayalan untuk mengurangi rasa kesepian.
Kepribadian alternatif ini dapat memberikan rasa aman serta terpelihara yang
tidak mereka terima dari pengasuh mereka.

Ada pandangan yang berbeda bahwa identitas alternatif dibuat oleh


individu hanya sebuah bentuk ide atau narasi DID sebagai penjelasan yang sesuai
dengan kehidupan mereka (Merckelbach, Devilly, & Rassin, 2002; Spanos, 1994).

7
Identitas tersebut bukan kepribadian sejati dengan batasan yang jelas, melainkan
metafora yang digunakan oleh individu untuk memahami pengalaman subjektif
mereka. Beberapa studi sejarah keluarga menunjukkan bahwa DID dapat terjadi
pada beberapa keluarga (Coons, 1984; Dell & Eisenhower, 1990). Selain itu,
penelitian terhadap anak kembar dan anak adopsi telah menemukan bukti bahwa
kecenderungan untuk disosiasi secara substansial dipengaruhi oleh genetika.
(Becker-Blease et al., 2004; Jang, Paris, Zweig-Frank, & Livesley, 1998).
Mungkin kemampuan dan kecenderungan untuk berpisah sebagai respons koping
sampai batas tertentu ditentukan secara biologis.

2.5 Prevalensi
Perkiraan yang dapat dipercaya tentang prevalensi DID sulit didapat. Satu
studi pasien rawat inap psikiatri menemukan bahwa 1 persen dapat didiagnosis
dengan DID (Rifkin et al., 1998). Sebagian besar orang yang didiagnosis dengan
gangguan ini adalah wanita. Laki-laki dengan DID tampaknya lebih agresif
daripada perempuan dengan gangguan tersebut. Dalam sebuah penelitian, 29
persen pasien DID pria telah dihukum karena kejahatan, dibandingkan dengan 10
persen pasien wanita (Ross & Norton, 1989). Laporan kasus menunjukkan bahwa
wanita dengan DID cenderung memiliki lebih banyak keluhan somatik daripada
pria dengan gangguan ini dan mungkin terlibat dalam perilaku bunuh diri yang
lebih banyak (Kluft, 1987).

2.6 Intervensi Pada Dissociative Identity Disorder


Tujuan intervensi pada individu yang mengalami dissociative identity disorder
adalah untuk menghubungkan kepribadian yang berbeda-beda menjadi satu jenis
kepribadian saja. Dengan demikian, diharapkan dapat kembali menjalankan
fungsinya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Untuk mencapai tujuan
tersebut, intervensi yang dilakukan harus dapat menolong individu yang
mengalami DID untuk menyadari stres psikis yang dialami. Selanjutnya, berlatih
menerima dan kemudian berupaya mengatasinya dengan bantuan psikiater dan
psikolog. Beberapa metode treatment yang dapat dilakukan serta obat yang dapat
dikonsumsi, antara lain:

1. Terapi kognitif perilaku (cognitive behavior therapy). Terapi ini


dilakukan dengan cara diskusi antara psikiater dan pengidap kepribadian
ganda, yang bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku.

8
2. Terapi keluarga (family therapy). Dalam terapi ini, keluarga dilibatkan
untuk memahami tanda-tanda pengidap akan berubah kepribadian, untuk
membantu mengontrol dan menenangkan pengidap.
3. Terapi seni. Terapi seni dapat berupa melukis, menyanyi, bermusik, dan
sebagainya, yang bertujuan untuk membantu pengidap dalam
mengeksplorasi pikiran dan perasaannya.
4. Obat-obatan anti-depresan. Obat-obatan ini dapat digunakan untuk
membantu meringankan gejala yang dialami pengidap, tetapi bukan
sebagai terapi utama untuk mengatasi kepribadian ganda.

9
BAB III

Analisa Kasus

Jessica Mayer adalah wanita berkewarganegaraan Wales berusia 25 tahun,


memiliki kondisi yang dikenal sebagai Dissociative Identity Disorder (DID) dan
menyebut kepribadian lainnya sebagai 'alter'. DID adalah kondisi dimana
kepribadian seseorang terbagi menjadi dua atau lebih kepribadian yang berbeda.
Salah satu kepribadian dapat mengambil alih kepribadian utama dalam suatu
individu. Penderita biasanya menyatakan mengalami kehilangan memori ketika
kepribadian lainnya mengambil alih. Walaupun begitu, Jess bekerja full-time serta
menjadi mahasiswi disuatu universitas di Wales dan juga dalam pernikahan yang
bahagia bersama suaminya selama 1 tahun. Jess memiliki suami yang
menyayanginya dan juga kini memiliki teman-teman yang sangat mendukung,
bukan hanya menerima dirinya namun juga kepribadiannya yang lain.

Gejala utama dalam Dissociative Identity Disorder adalah hadirnya


kepribadian lain yang berbeda, disebut sebagai 'alter'. Alter tersebut dapat
mengambil banyak bentuk dan melakukan banyak fungsi. Jess berbagi hidupnya
dengan empat orang lain, 'alter'nya, yang hidup di dalam pikiran dan tubuhnya—
lima identitas berbeda yang hidup di dalam dirinya. Jess dan kepribadiannya
yang lain layaknya seperti sebuah keluarga, mereka semua memiliki hubungan
satu sama lain dengan apa yang mereka sebut sebagai 'inner world'. Jake dan
Jamie adalah saudara, Jamie dan Ed adalah partner, sedangkan Ollie adalah anak
dari Jamie dan Ed.

Semua identitas lainnya adalah laki-laki. Ada Jake, pop-star/aktor


Hollywood berusia 25 tahun; Jamie, seorang dokter berusia 27 tahun; Ollie, anak
sekolah berusia 14 tahun; dan Ed, seorang penata rambut punk-rock berusia 29
tahun.

Setiap identitas memiliki kebiasaan dan ciri khas mereka sendiri:

10
 Jess mendiskripsikan dirinya sebagai wanita yang feminim, suka barang-
barang berwarna merah muda, gemar memakai make up.
 Jake memiliki mata biru yang indah dan cerah layaknya bintang
Hollywood yang terkenal, memiliki tinggi 167 cm, berotot, memiliki aksen
Amerika yang sempurna dan dia sangat tampan.
 Ed adalah seorang yang kidal, sangat berseni, dia sangat kreatif. Ed sering
menimbulkan kecemasan bagi Jess, karena ia sering menimbulkan luka
pada diri sendiri, mungkin lengan, pergelangan tangan, kaki, terutama di
paha. Alter ini biasa disebut sebagai ‘alter persecutor’, yakni alter
menimbulkan rasa sakit pada kepribadian lain dengan melakukan perilaku
menyiksa diri.
 Ollie seorang remaja berumur 14 tahun yang moody, menyukai video
games, menonton youtube, kadang suka bersepeda. Ollie telah ada didalam
diri Jess sejak umur 7 tahun. Alter ini merupakan jenis alter yang paling
umum. Alter yang bertingkah layaknya anak kecil, yang tidak bertambah
usia sebagaimana usia asli individunya. Trauma masa kanak-kanak sering
dikaitkan dengan perkembangan DID.
 Jamie sangat cerdas, memakai kacamata, tinggi 177 cm, rambut pirang,
mata hijau, dia sangat menawan dan memiliki aksen Inggris ketika
berbicara. Memiliki peran seperti caretaker, orang nomor dua yang sering
memberi saran atau memilih sesuatu, dia layaknya orang yang menjaga
semua kepribadian.

Jess menggambarkan DID seperti mengendarai mobil, "bayangkan


mobilnya adalah tubuhmu. Siapapun yang ada kursi pengemudi berarti
memegang kendali tubuhmu. Dalam tingkat consciousness yakni ketika ada orang
lain selain dirimu didalam mobil. aku bisa saja yang mengendarai, bisa
mengendalikan mobilnya. Aku bisa saja ada di kursi penumpang dan punya
gambaran apa yang akan terjadi atau, aku bisa duduk di kursi belakang dimana
aku hanya punya sedikit kendali dan gambaran apa yang akan terjadi. Atau bisa
juga aku ada di bagasi dimana aku tidak memiliki ingatan sama sekali."

11
Jess mengembangkan identitas laki-lakinya sebagai cara untuk melindungi
dirinya setelah suatu peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak. Sesuatu yang
tidak ia ceritakan secara detail; "Dikelilingi laki-laki setiap saat—setiap harinya
membuat aku menjadi kurang waspada atau tidak takut terhadap laki-laki (pada
awalnya). Hingga akhirnya aku berpikir, 'jika aku laki-laki, peristiwa yang sudah
terjadi, tidak akan pernah terjadi'.", sama seperti penyebab DID kebanyakan, hal
ini diakibatkan sebagai hasil dari coping mechanism yang digunakan oleh orang-
orang yang dihadapkan dengan trauma yang tidak dapat ditoleransi bagi individu,
dimana sebagian besar kekerasan seksual dan / atau fisik pada masa kanak-kanak.

Pemicu utama pergantian alter pada diri Jess adalah ketika momen intimasi
bersama suaminya, dan saat intimasi terjadi, rasanya ia ingin sangat menjauhi hal
tersebut. Jess masih berusaha untuk mengatasi persoalan itu dengan cara
menjalani terapi dengan dokternya sampai sekarang. Saat momen intimasi tiba,
biasanya alter lain bernama Ed yang menggantikan perannya. Namun terkadang,
Jess dapat berganti alter kapan saja tanpa ada pemicunya.

Untuk bertahun-tahun Jess sangat kesulitan dalam memahami yang terjadi


pada dirinya. Terkadang ia berakhir di tempat yang sama sekali tidak diketahui,
dan tidak tahu kenapa tiba-tiba bisa berada di tempat itu.

Pada awalnya, orang-orang tidak mempercayai Jess dan ia sulit untuk


mendapatkan pertolongan serta diagnosis yang dibutuhkan, sampai akhirnya ia
bertemu dr. Remy Aquarone, seorang dokter psikoterapis yang khusus menangani
DID. Jess merasa sangat terbantu, ia bisa membuktikan pada orang lain bahwa
gangguan yang dialaminya bukan sekadar hanya karena dibuat-buat, gangguan ini
benar-benar nyata dan terjadi padanya. Dengan bantuan dr. Remy, Jess belajar
untuk mengendalikan kepribadiannya, membuat 'keluarga yang sehat' didalam
dirinya.

Jess memiliki hubungan yang bersahabat dengan semua alternya, tetapi


kepribadian yang selalu menyebabkan kecemasannya adalah Ed. "Dengan Ed

12
selama bertahun-tahun aku akan memiliki bekas luka. Melukai diri sendiri,
mungkin lengan, pergelangan tangan, kaki, terutama dipaha. Butuh waktu
bertahun-tahun untuk sampai pada titik di mana aku mengerti bagaimana
mengelola dia sekarang, dan sebenarnya sampai dokter diagnosa aku berkata
'Anda harus berhenti memanggil Ed alter buruk, dia bukan alter buruk, itu cuma
salah paham'."

Kemudian dokter psikoterapinya menyarankan Jess untuk menjalani terapi


bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku. Hal tersebut guna
menyelaraskan semua kepribadian yang ada didalam dirinya, serta
menghubungkan kepribadian yang berbeda-beda menjadi satu jenis kepribadian
saja. Dengan demikian, diharapkan dapat kembali menjalankan fungsinya dalam
kehidupan sehari-hari dengan baik.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan

Dalam dissociative identity disorder (DID), ingatan, dan kesadaran individu


menjadi disosiasi, atau terpisah satu sama lain. Individu mengembangkan dua atau

13
lebih kepribadian yang berbeda, yang mengubah kontrol mereka atas perilaku
individu. Individu dengan dissociative identity disorder sering terlibat dalam
perilaku destruktif dan self-mutilative. Sebagian besar kasus diagnosa DID adalah
perempuan, dan mereka cenderung memiliki riwayat pelecehan seksual dan / atau
fisik masa kanak-kanak. Kepribadian alternatif mungkin telah terbentuk selama
pengalaman traumatis sebagai cara untuk mempertahankan diri dari pengalaman-
pengalaman ini. Treatment DID biasanya membantu berbagai kepribadian
diintegrasikan ke dalam satu kepribadian fungsional.

4.2 Saran

Sebaiknya dalam mendidik anak tidak melakukan kekerasan fisik atau


terhindar dari kekeresan seksual pada masa kanak-kanak sehingga tidak
mengalami trauma yang tidak dapat ditoleransi, sebab kepribadian alternative
terbentuk akibat dari pengalaman traumatis sebagai cara untuk mempertahankan
diri dari pengalaman-pengalaman ini.

DAFTAR PUSTAKA

Nolen, Susan & Hoeksema. (2010). Abnormal Psychology, 5th Edition. McGraw-
Hill

Ross. Colin A. (1997). Dissociative Identity Disorder: Diagnosis, Clinical


Features, and Treatment of Multiple Personality Disorder. New York: Wiley

14
Unandari, Dra, M.Psi & Rianasari, Ayu. Psikologi Abnormal & Psikopatologi.
(2019).Fakultas Psikologi Universitas Jendral Ahmad Yani 

https://www.kompasiana.com/saniametha/56b77ad026b0bdc51633e90a/kepribadi
an-ganda-apa-itu?page=all (diakses 3 desember 2019, pukul 13.05)

https://www.academia.edu/people/search?utf8=%E2%9C
%93&q=kepribadian+ganda (diakses 3 desember 2019, pukul 13.24)

https://dosenpsikologi.com/kepribadian-ganda (diakses 7 desember 2019, pukul


11.05)

15

Anda mungkin juga menyukai